Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nanda Putra Anindita

NIM : 19/445180/HK/22194
Kelas : HKPI A

RESPONSI KULIAH HKPI


(Muhaimin)

1. Setelah adanya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010, apa akibat hukum terhadap :


a. Anak yang lahir dalam perkawinan yang sah ?
b. Anak yang lahir sebagai akibat perkawinan yang sah ?
c. Anak yang lahir dari perkawinan Sirri ?
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah ?
e. Anak Zina ?
Jawaban
Dalam konteks putusan a quo, hal yang paling utama berubah adalah mengenai hubungan
keperdataan antara ayah dengan anak oleh karena itu hubungan hukum yang saya uraikan
adalah mengenai ayah dan anak pula. Dalam hal ini saya asumsikan bahwa ayah tersebut
merupakan ayah biologis dari sang Anak tanpa memperhatikan apakah lahir di dalam
perkawinan sah maupun lahir diluar perkawinan.
Akibat hukum ini saya bagi menjadi dua jenis, yakni
- akibat hukum terhadap hak materiil, berupa hak waris dan hak nafkah
- akibat hukum terhadap hak imateriil, berupa hak perwalian dan hak
alimentasi/hadhanah.

a. Anak yang lahir dalam perkawinan yang sah


Termasuk dalam kategori anak yang Sah. Oleh karena itu akbiat hukumnya adalah
bahwa anak tersebut memiliki hubungan nasab dengan ayahnya sehingga ayahya
dapat pula bertindak sebagai wali nikah. Ayah juga berkewajiban untuk menafkahi
anaknya. Ayahnya merupakan ahli waris dari si Anak jika ayah meninggal yang
memiliki konsekuensi bahwa anak sebagai pewaris berhak mendapatkan hak waris
sebagaimana ketentuan faraid anak sah.
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Berhak mendapatkan hak waris.
Hak Nafkah Berhak mendapatkan nafkah.
Hak Perwalian Memperoleh hak perwalian sepanjang
ayah biologis masih hidup
Hak Alimentasi/Hadhanah Baik Ayah maupun Ibu berhak atas hak
alimentasi atau hak atas pemeliharaan
anak dengan berparameter akhlaq
dalam penentuannya.

b. Anak yang lahir sebagai akibat perkawinan yang sah


Anak yang lahir dengan kondisi demikian merupakan kategori anak yang sah.
Sehingga konsekuensi hukumnya yakni bahwa anak memiliki hubungan nasab dan
hubungan ahli waris dengan ayahnya. Sang Ayah juga berkewajiban untuk
menafkahi anaknya.
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Berhak mendapatkan hak waris.
Hak Nafkah Berhak mendapatkan nafkah.
Hak Perwalian Memperoleh hak perwalian sepanjang
ayah biologis masih hidup
Hak Alimentasi/Hadhanah Baik Ayah maupun Ibu berhak atas hak
alimentasi atau hak atas pemeliharaan
anak dengan berparameter akhlaq
dalam penentuannya.

c. Anak yang lahir dari perkawinan Sirri


Anak yang lahir dari perkawinan sirri ada dua kemungkinan yakni bisa disahkan oleh
Pengadilan Agama maupun tidak disahkan perkawinan sirrinya oleh Pengadilan
Agama.
Apabila perkawinan sirri tersebut ditetapkan sah oleh Pengadilan Agama maka anak
tersebut menjadi anak yang sah sehingga akibat hukumnya adalah
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Berhak mendapatkan hak waris.
Hak Nafkah Berhak mendapatkan nafkah.
Hak Perwalian Memperoleh hak perwalian sepanjang
ayah biologis masih hidup
Hak Alimentasi/Hadhanah Baik Ayah maupun Ibu berhak atas hak
alimentasi atau hak atas pemeliharaan
anak dengan berparameter akhlaq
dalam penentuannya.

Apabila perkawinan sirri tersebut tidak disahkan maka Anak yang lahir dari
perkawinan sirri itu dianggap sebagai Anak luar kawin oleh karenanya Anak hanya
berhak dijamin kebutuhannya. Ketika Ayah maupun Ibunya meninggal dunia akan
mendapatkan wasiat wajibah yang harus melalui penetapan agama yang berarti
bahwa walaupun Ayah Ibunya tidak berwasiat namun Negara menganggap ayah atau
ibunya yang meninggal dunia itu berwasiat sehingga anak luar kawin bisa
mendapatkan harta peninggalan pewaris maksimal 1/3 dari harta peninggalan setelah
dikurangi biaya rumah sakit, biaya kematian, dan hutang piutang.
Apabila terjadi Perkawinan ulang atau biasa disebut Perkawinan Baru dengan
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan baik menurut hukum agama maupun
hukum agama di kemudian hari karena perkawinan sirri sebelumnya ditetapkan tidak
sah oleh Pengadilan Agama, konsekuensinya adalah akan mendapatkan akta
perkawinan namun anak yang lahir setelah perkawinan sah itu tetap bukan sebagai
anak yang sah karena anak yang sah adalah anak yang lahir sebagai akibat atau lahir
dalam perkawinan yang sah.
Anak dalam perkawinan sirri yang tidak disahkan oleh PA
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Tidak berhak mendapatkan hak waris
namun mendapatan wasiat wajibah
Hak Nafkah Berhak sebagaimana konsep nafkah
anak sah
Hak Perwalian Terdapat berbagai perbedaan
pandangan, ada yang mengatakan
berhak atas hak perwalian ada yang
mengatakan tidak berhak karena tidak
memiliki nasab namun dalam
konteks ini dikarenakan PA secara
yuridis formil tidak mensahkan
perkawinan sirri maka otomatis
status anak adalah anak Luar
Kawin maka secara yuridis formil
tidak memiliki nasab.
Hak Alimentasi/Hadhanah Baik Ayah maupun Ibu berhak atas hak
alimentasi atau hak atas pemeliharaan
anak dengan berparameter akhlaq
dalam penentuannya.

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah


Anak termasuk dalam kategori anak yang lahir di luar perkawinan. Hal ini
dikarenakan perkawinan yang dilangsungkan oleh suami -istri tidak memenuhi
rukun dan syarat-syaratnya dan tidak memberlakukan hukum negara. Anak yang
lahir bisa meminta penetapan tentang asal usul anak ke Pengadilan Agama. Ayah
berkewajiban memenuhi kebutuhan hidup anak. Apabila anak meninggal dunia
maka Ayah wajib berwasiat atau dianggap berwasiat (wasiat wajibah) kepada anak
biologisnya tersebut. Namun bukan mempunyai hubungan nasab dan hubungan ahli
waris. Nasab tetap tidak bisa terhubung dan anak tersebut juga tidak berhak atas
harta warisan.
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Tidak berhak mendapatkan harta
warisan namun mendapatkan wasiat
wajibah
Hak Nafkah Berhak sebagaimana konsep nafkah
anak sah baik terhadap zina mukhshan
ataupun zina ghairu mukhshan
Hak Perwalian Ayahnya tidak bisa bertindak sebagai
wali nasab karena tidak mempunyai
hubungan nasab dengan anaknya.
Hak Alimentasi/Hadhanah Terhadap zina mukhshan Ibu dan
keluarga Ibu lebih berhak, sedangkan
Ayah biologis wajib mengganti dengan
nafkah
Terhadap zina ghairu mukhshan Ibu
dan (calon) ayah biologis sama-sama
mempunyai hak atas hak alimentasi
dengan berparameter akhlaq dalam
penentuannya

e. Anak Zina
Anak yang lahir bisa meminta penetapan tentang asal usul anak ke Pengadilan
Agama. Pasca Putusan MK Anak memiliki hubungan hukum keperdataan dengan
ayah biologisnya yang dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat
bukti lain yang sah menurut hukum yang dapat membuktikan bahwa anak tersebut
merupakan keturunan biologis dari Ayah tersebut. Apabila terbukti, maka
konsekuensinya adalah Ayah berkewajiban mencukupi kebutuhan hidup anak dan
apabila Ayah meninggal dunia maka wajib berwasiat atau dianggap sudah berwasiat
atau berwasiat wajiah kepada anak biologisnya tersebut. Namun anak tersebut tidak
memiliki hubungan nasab dan hubungan ahli waris yang berkonsekuensi bahwa
ayahnya tidak bisa bertindak sebagai wali nikah serta anak tidak berhak atas harta
warisan ayahnya.
Hak (Materiil & Imateriil) Akibat hukum setelah Putusan MK
Hak Waris Tidak berhak mendapatkan harta
warisan namun mendapatkan wasiat
wajibah
Hak Nafkah Berhak sebagaimana konsep nafkah
anak sah baik terhadap zina mukhshan
ataupun zina ghairu mukhshan
Hak Perwalian Ayahnya tidak bisa bertindak sebagai
wali nasab karena tidak mempunyai
hubungan nasab dengan anaknya.
Hak Alimentasi/Hadhanah Terhadap zina mukhshan Ibu dan
keluarga Ibu lebih berhak, sedangkan
Ayah biologis wajib mengganti dengan
nafkah
Terhadap zina ghairu mukhshan Ibu
dan (calon) ayah biologis sama-sama
mempunyai hak atas hak alimentasi
dengan berparameter akhlaq dalam
penentuannya

2. Seorang Anak di bawah Perwalian sangat membutuhkan biaya pendidikan demi masa
depannya, bolehkah Walinya menjual harta milik anak tersebut guna keperluan
pendidikan bagi Anak tersebut ? Jelaskan dengan argumentasi dan dasar hukum yang
kuat.
Jawaban
ANALISIS DAN DASAR HUKUM
Seorang wali dalam mengurus harta orang di bawah perwaliannya harus
bertanggungjawab terhadap harta dan dilarang menggunakan, mengikatkan, membebani
dan mengasingkan harta kecuali bisa dipastikan menguntungkan termasuk untuk
kebutuhan biaya pendidikan sang Anak.. Hal ini karena merupakan amanah kepada Wali
untuk mengurus Anak di bawah perwaliannya. Pengurusan ini untuk menjaga supaya
barang-barang si Anak tetap terpelihara, dan mengurus sedemikian rupa supaya tidak
musnah dan melakukan perbuatan lain yang dianggap perlu, dan pantas dilakukan demi
kepentingan barang itu sendiri atau demi kepentingan si anak.
Berdasarkan konteks ketentuan tersebut tidak membolehkan untuk mengalihkan atau
menjual harta dari anak tersebut namun apabila dengan alasan memenuhi kepentingan,
kesejahteraan, dan masa depan anaknya hal tersebut diperbolehkan dengan syarat.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memuat
ketentuan mengenai larangan bagi wali, dimana didalam melaksanakan perwalian wali
tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang
dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum melakukan perkawinan
kecuali apabila kepentingan anak tersebut memaksa.
Pasal 110 KHI juga di sebutkan tentang kewajiban wali untuk mengurus diri dan harta
anak yang di bawah perwalian, Yang berarti seorang wali boleh menjual harta benda si
anak sepanjang itu untuk kepentingan dan kesejahteraan si Anak, tetapi dalam
menjalankan tugasnya sebagai wali
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam tersebut disimpulkan bahwa harta warisan anak
boleh digunakan hanya jika menguntungkan bagi orang yang berada di bawah
perwaliannya atau merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarinya, untuk
kepentingannya menurut kepatutan, dan dalam rangka menjalankan kewajibannya yaitu
untuk pendidikan agama maupun keterampilan masa depan.
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak bahwa Wali bertanggung jawab terhadap diri Anak dan wajib mengelola harta
milik Anak yang bersangkutan untuk kepentingan terbaik bagi Anak.
Salah satu kepentingan anak yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 9 Undang-
Undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yakni bahwa setiap Anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat selanjutnya terhadap anak.

KESIMPULAN
Berdasarkan argumentasi disertai dasar hukum di atas Wali boleh menjual harta milik
anak demi keperluan pendidikan dan masa depan anak di bawah perwalian tersebut..

3. Dapatkah Murtad dipakai alasan untuk mengajukan gugatan perceraian ? dan apa akibat
perceraian terhadap anak dan harta perkawinan ? Jelaskan.
Jawaban
Murtad dapat menjadi alasan terjadinya perceraian.
Di dalam 116 Kompilasi Hukum Islam telah dijelaskan mengenai alasan-alasan
pengajuan gugatan perceraian. Salah satu alasan terjadinya perceraian adalah peralihan
agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga
yang mana hal ini termaktub pada Pasal 116 huruf (k) peraturan a quo.

Akibat Perceraian
Terhadap Anak
Sesuai dengan Pasal 156 KHI bahwa
a. anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali
bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh (1)
wanita‐wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; (2) ayah; (3) wanita‐wanita
dalam garis lurus ke atas dari ayah; (4) saudara perempuan dari anak yang
bersangkutan; (5) wanita‐wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari
ayah.
b. anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari
ayah atau ibunya
c. apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani
dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas
permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan
hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula
d. semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut
kemampuannya,sekurang‐kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat
mengurus diri sendiri (21 tahun)
e. bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan
Agama memberikan putusannya berdasrkan huruf (a),(b), dan (d) dan undang-
undang hak asuh anak.
f. pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan
jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak‐anak yang tidak turut
padanya.

Terhadap Harta Perkawinan


Menurut Pasal 157 KHI disebutkan bahwa terhadap harta Bersama dibagi menurut
ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan pasal 97 peraturan a quo. Harta
bersama ini menurut Pasal 1 huruf f KHI yakni harta yang diperoleh bersama suami-istri
selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, Berbeda dengan harta bawaan yang
merupakan harta pribadi yang diperoleh masing-masing suami/istri di bawah penguasaan
masing-masing.
Setelah terjadinya perceraian, pada dasarnya harta bersama dibagi sama rata yakni
masing-masing suami/istri berhak seperdua dari harta Bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Konteks ini berbeda apabila yang terjadi
adalah cerai mati. (Pasal 96 & 97 KHI)

4. Jika seorang Istri menuduh Suaminya berbuat zina, apa akibat hukum terhadap
perkawinannya ? Jelaskan
Jawaban
Akibat hukum
a. Perkawinan putus untuk selama-lamanya yang berarti tidak ada rujuk dan tidak
ada perkawinan baru dengan alasan apapun.
b. Anak yang dikandung hanya dinasabkan kepada ibunya.
c. Suami terbebas dari kewajiban memberi nafkah karena telah putus untuk selama-
lamanya termasuk hubungan nasab dengan anaknya.
d. Urusan berikutnya terkait dengan pembagian harta perkawinan yakni pemisahan
harta pribadi dan pembagian harta bersama masing-masing setengahnya.

5. Apa syarat rujuk dan dimanakah rujuk seorang Suami harus dilakukan ? dan apabila ada
sengketa tentang rujuk dimanakah harus diselesaikan ? Jelaskan.
Jawaban
Syarat
a. Bekas istri sudah pernah dicampuri atau bada al - dukhul
b. Talak yang dijatuhkan suami yakni talaq raj’i
c. Masih dalam masa iddah atau masa tunggu
d. Ada persetujuan istri yang akan dirujuk, walaupun suami punya hak rujuk kepada
bekas istri dalam masa iddah tapi istri juga punya hak untuk menerima atau
menolak suami yang akan rujuk.

Rujuk dilakukan di PPN atau kantor pejabat pencatat nikah jadi rujuk bukan dilakukan
di pengadilan agama tetapi langsung datang di kantor kua yang nantinya akan disaksikan
dan dicatat oleh PPN (Pejabat Pencatat Nikah) di KUA setempat. Apabila seorang isteri
tidak mau dirujuk oleh suaminya maka agar penolakannya itu disaksikan dan tercatata
oleh PPN maka harus juga dinyatakan di hadapan PPN bahwa isteri menolak, dengan
dihadirkan 2 orang saksi.

Apabila ada sengketa rujuk maka penyelesaian mengenai sengketa tersebut dilaksanakan
di Pengadilan Agama.

Anda mungkin juga menyukai