Abstrak
Salah satu bentuk gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs) di industri konveksi
pakaian adalah keluhan Low Back Pain (LBP). Faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya keluhan ini antara lain faktor individu seperti umur, jenis kelamin dan masa
kerja ; faktor pekerjaan seperti postur kerja janggal (awkward posture), posisi kerja
statis, pergerakan berulang (repetisi) dan penggunaan tenaga berlebihan
(ketelitian).Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
faktor individu dan faktor risiko ergonomi dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada
penjahit di sektor usaha informal.Jenis penelitian bersifat deskriptif analitik dengan
desain Cross Sectional (potong lintang). Populasi dalam penelitian ini adalah penjahit
di CV. Wahyu Langgeng Jakarta yang berjumlah 30 orang dan diambil sampel
sebanyak 30 orang yang dipilih secara teknik Nonprobability Sampling dengan
menggunakan Sampling Jenuh (sensus). Analisis data menggunakan analisis univariat
dan analisis bivariat Pearson Product Moment.Rata-rata umur responden 46-55 tahun
(63,3%), dimana responden wanita (60%) dengan masa kerja > 10 tahun (40%).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 orang (53,3%) yang selalu merasakan
adanya keluhan nyeri pada daerah punggung bawah (low back pain). Dengan nilai Sig.
(2-tailed) < α ( 0.000 < 0.05) yang berarti Ho ditolak makaada hubungan yang
signifikan antara usia, jenis kelamin, masa kerja, postur janggal (awkward posture),
posisi kerja statis dan pergerakan berulang (repetisi) dengan keluhan Low Back Pain
(LBP) pada penjahit sektor usaha informal di CV. Wahyu Langgeng
Jakarta.Berdasarkan hasil penelitian, faktor individu seperti umur, jenis kelamin, masa
kerja, postur janggal (awkward posture), posisi kerja statis dan pergerakan berulang
(repetisi) dapat mempengaruhi adanya keluhan Low Back Pain (LBP) pada
penjahit.Disarankan agar penjahit berolahraga secara teratur, dapat mengubah posisi
duduk agar otot-otot punggung tidak menjadi tegang dan meminimimalisir terjadinya
keluhan Low Back Pain (LBP).
Kata kunci: faktor individu, faktor risiko ergonomi, keluhan low back pain
yang ada kapanpun orang tersebut g. Pengkajian Keperawatan Low Back Pain
mengatakannya. (LBP)
a. Low Back Pain (LBP) Selama wawancara ini, perawat dapat
Low Back Pain (LBP) atau Nyeri melakukan observasi terhadap postur
punggung bawah adalah suatu sensasi pasien, kelainan posisi dan cara jalan.
nyeri yang dirasakan pada diskus Pada pemeriksaan fisik, dikaji
intervertebralis umumnya lumbal lengkungan tulang belakang, Krista
bawah, L4-L5 dan L5-S1. iliakan dan kesimetrisan bahu.Otot
b. Etiologi Low Back Pain (LBP) paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya
Kebanyakan nyeri punggung bawah spasme dan nyeri tekan.Pasien dikaji
disebabkan oleh salah satu dari adanya obesitas karena dapat
berbagai masalah muskuloskeletal menimbulkan nyeri punggung bawah.
(misal regangan lumbosakral akut, h. Diagnosa Keperawatan Low Back Pain
ketidakstabilan ligamen lumbosakral (LBP)
dan kelemahan otot, osteoartritis tulang 1. Nyeri b.d masalah musculoskeletal
belakang, stenosis tulang belakang, 2. Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri,
masalah diskus intervertebralis, spasme otot, dan berkurangnya
ketidaksamaan panjang tungkai). kelenturan
Penyebab lainnya meliputi obesitas, 3. Kurang pengetahuan b.d teknik
gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor mekanika tubuh melindungi
retroperitoneal, aneurisma abdominal punggung
dan masalah psikosomatik. 4. Perubahan kinerja peran b.d
c. Patofisiologi Low Back Pain (LBP) gangguan mobilitas dan nyeri kronik
Struktur spesifik dalam system saraf 5. Gangguan nutrisi : lebih dari
terlibat dalam mengubah stimulus kebutuhan tubuh b. d obesitas
menjadi sensasi nyeri.Sistem yang i. Intervensi dan Implementasi Low Back
terlibat dalam transmisi dan persepsi Pain (LBP)
nyeri disebut sebagai system 1. Meredakan nyeri
nosiseptif.Sensitifitas dari komponen Untuk mengurangi nyeri perawat
system nosiseptif dapat dipengaruhi dapat menganjurkan tirah baring
oleh sejumlah faktor dan berbeda dan pengubahan posisi yang
diantara individu. ditentukan untuk memperbaiki
d. Manifestasi Klinis Low Back Pain (LBP) fleksi lumbal.
Kadang-kadang dasar organik nyeri 2. Memperbaiki mobilitas fisik
punggung tak dapat ditemukan. Mobilitas fisik dipantau melalui
Kecemasan dan stress dapat pengkajian kontinu.Perawat
membangkitkan spasme otot dan nyeri. mengkaji bagaimana pasien
Nyeri punggung bawah bisa merupakan bergerak dan berdiri.Begitu nyeri
anifestasi depresi atau konflik mental punggung berkurang, aktifitas
atau reaksi terhadap stressor perawatan diri boleh dilakukan
lingkungan dan kehidupan.Bila kita dengan regangan yang minimal
memeriksa pasien dengan nyeri pada struktur yang cedera.
punngung bawah, perawat perlu 3. Meningkatkan mekanika tubuh
meninjau kembali hubungan keluarga, yang tepat
variable lingkungan dan situasi kerja. Pasien harus diajari bagaimana
e. Evaluasi Diagnostik Low Back Pain duduk, berdiri, berbaring dan
(LBP) mengangkat barang dengan benar.
Prosedur diagnostik perlu dilakukan 4. Pendidikan kesehatan
pada pasien yang menderita nyeri Pasien harus diajari bagaimana
punggung bawah seperti Sinar X- duduk, berdiri, berbaring dan
vertebra, Computed Tomografi (CT), mengangkat barang dengan benar.
dan USG. 5. Memperbaiki kinerja peran
f. Penatalaksanaan Low Back Pain (LBP) Tanggung jawab yang berhubungan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang dengan peran mungkin telah
sendiri dan akan sembuh dalam 6 berubah sejak terjadinya nyeri
minggu dengan tirah baring, punggung bawah.Begitu nyeri
pengurangan stress dan relaksasi. sembuh, pasien dapat kembali ke
tanggung jawab perannya lagi.
Tabel 1
Distribusi Umur Responden
Umur Frekuensi Persentase
(%)
26 – 35 Tahun 6 20,0
36 – 45 Tahun 5 16,7
46 – 55 Tahun 19 63,3
Total 30 100
Grafik 4
Distribusi Frekuensi Skor Penilaian
Berdasarkan Penggunaan Tenaga
Berlebih (Ketelitian) Responden
Grafik 5
Grafik 3
Distribusi Frekuensi Skor Penilaian
Distribusi Frekuensi Skor Penilaian
Berdasarkan Keluhan Low Back Pain
Berdasarkan Pergerakan Berulang
(LBP) Responden
Responden
Berdasarkan Grafik 5 dapat diketahui
Berdasarkan Grafik 3 dapat diketahui
bahwa distribusi frekuensi skor penilaian
bahwa distribusi frekuensi skor penilaian
berdasarkan penggunaan tenaga berlebih
berdasarkan pergerakan berulang (repetisi)
(ketelitian) penjahit di CV. Wahyu Langgeng
penjahit di CV. Wahyu Langgeng Jakarta,
Jakarta, memiliki mean = 50,57, median = dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat
51,00, mode = 53, SD = 2,285, Min = 46 keluhan akan terus meningkat sejalan
dan Max = 53. dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi
karena pada umur setengah baya, kekuatan
Hubungan antara Umur Pekerja dan ketahanan otot mulai menurun sehingga
dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) resiko terjadinya keluhan otot
Berdasarkan hasil penelitian meningkat.Riihimaki et al. (1989)
didapatkan bahwa nilai r atau koefisien menjelaskan bahwa umur mempunyai
korelasi (KK) sebesar 0,400 dimana nilai r hubungan yang sangat kuat dengan keluhan
berada pada 0,400 < KK < 0,599 yang otot, terutama untuk otot leher dan bahu,
berarti terdapat hubungan yang signifikan bahkan ada beberapa ahli lainnya
antara umur pekerja dengan keluhan Low menyatakan umur merupakan penyebab
Back Pain (LBP) pada penjahit sektor usaha utama terjadinya keluhan otot (Santiasih, I.
informal di CV. Wahyu Langgeng Jakarta 2013).
dengan tingkat hubungan yang cukup.
Adanya hubungan antara umur Hubungan antara Jenis Kelamin
pekerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP) Pekerja dengan Keluhan Low Back
pada penjahit sektor usaha informal di CV. Pain (LBP)
Wahyu Langgeng Jakarta karena berdasarkan Berdasarkan hasil penelitian
hasil observasi bahwa semakin tua umur didapatkan bahwa nilai r atau koefisien
pekerja maka semakin besar keluhan yang korelasi (KK) sebesar 0,842 dimana nilai r
dirasakan. Hal ini disebabkan karena semakin berada pada 0,800 < KK < 1,000 yang
tua umur seseorang maka tingkat kekuatan berarti terdapat hubungan yang signifikan
otot akan menurun seiring dengan antara jenis kelamin pekerja dengan keluhan
bertambahnya umur. Low Back Pain (LBP) pada penjahit sektor
Menurut Batti’e et al., (1989) bahwa usaha informal di CV. Wahyu Langgeng
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat Jakarta dengan tingkat hubungan yang
umur 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi sangat kuat.
penurunan sejalan dengan bertambahnya Adanya hubungan antara jenis kelamin
umur. Pada saat umur mencapai 60 tahun, pekerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP)
rerata kekuatan otot menurun sampai 20%. pada penjahit sektor usaha informal di CV.
Pada saat kekuatan otot mulai menurun Wahyu Langgeng Jakarta karena berdasarkan
maka resiko terjadinya keluhan otot akan hasil observasi bahwa pekerja wanita lebih
semakin meningkat. (Tarwaka dkk, 2004). signifikan merasakan keluhan dibanding para
Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 15% pekerja pria. Hal ini disebabkan karena
responden yang mengalami low back pain kekuatan otot pria lebih kuat disbanding
berusia antara 20-29 tahun, 36,7% berusia wanita.
>29 tahun dan 13,3% berusia >50 tahun. Dilihat dari kategori jenis kelamin,
Berdasarkan hasil analisis regresi logistic rata-rata skor kelelahan maupun keluhan Low
diperoleh hasil bahwa nilai Zhit umur = 2.00 Back Pain (LBP) pada penjahit pria lebih
atau nilai p = 0,046. Oleh karena nilai p < α tinggi dibanding wanita. Hasil review
(α=0,05), hal ini berarti koefisien β0 penelitian-penelitian yang dilakukan oleh
signifikan. Hal ini diperkuat oleh nilai Ghit = NIOSH (National Institute of Safety and
6,637 atau nilai p = 0,01. Oleh karena nilai p Health) tentang gangguan otot rangka
< α, hal ini berarti bahwa umur responden dengan faktor di tempat kerja didapatkan
signifikan mempengaruhi kejadian low back bahwa keluhan muskuloskeletal pada
pain (LBP). Tetapi hasil uji Goodness fit of perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki,
test menyatakan bahwa terdapat perbedaan namun terdapat penelitian lainnya yang
yang signifikan antara hasil pengamatan melaporkan tidak ada perbedaan antara
dengan kemungkinan hasil prediksi model, perempuan dan laki-laki (Rozana, Adiatmika,
karena nilai p dari metode pengujian Pearson, 2014).
Deviance dan Hosmer Lemeshow > α Astrand and Rodahl (1977)
(α=0,05). menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita
Hasil yang serupa juga diteliti oleh hanya sekitar dua pertigadari kekuatan otot
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih
menyatakan bahwa pada umumnya keluhan tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil
otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, penelitian Betti’e et al. (1989) menunjukkan
yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang
lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, Hal ini sesuai dengan penelitian yang
khususnya untuk otot lengan, punggung dan telah dilakukan oleh Utami (2006), yang
kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Angka Kejadian LBP Pada Perawat Di Ruang
dan Hales et al. (1994) yang menyatakan Rawat Di RS Cipto Mangunkusumo
bahwa perbandingan keluhan otot antara pria Jakarta”.Adapun hasil penelitian tersebut
dan wanita adalah 1: 3. menunjukkan bahwa masa kerja perawat
Dari uraian tersebut di atas, maka mempengaruhi angka kejadian LBP secara
jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam signifikan yang dibuktikan dengan nilai p
mendesain beban tugas. Pekerja laki-laki pada chi-square. Antara lain, ada perbedaan
sebanyak 86,7% semua mengalami low back yang bermakna pada responden terhadap
pain, sedangkan pekerja perempuan LBP berat dan ringan (p-value1,67; a = 5%)
sebanyak 3,3% juga mengalami low back (Utami, 2006).
pain. Berdasarkan hasil analisis regresi Hasil penelitian ini juga sejalan
logistik diperoleh hasil bahwa nilai Zhit jenis dengan penelitian yang dilakukan oleh
kelamin = 1,60 atau nilai p = 0,209. Oleh Fathoni (2009) yang melakukan penelitian
karena nilai p > α (α=0,05), hal ini berarti tentang adanya hubungan antara masa kerja
koefisien β0 tidak signifikan. Hal ini diperkuat dengan keluhan LBP. Rata-rata masa kerja
oleh nilai Ghit = 1,307 atau nilai p = 0,253. responden adalah 9,28 tahun dimana masa
Oleh karena nilai p > α, hal ini berarti bahwa kerja responden terendah adalah 1 tahun
jenis kelamin tidak signifikan mempengaruhi sedangkan masa kerja tertinggi responden
kejadian low back pain (LBP).Hal ini adalah 20 tahun. Sebagai salah satu faktor
kemungkinan karena jumlah pekerja risiko terjadi keluhan LBP yang mungkin bisa
perempuan hanya 3 orang, sedangkan mempengaruhi hasil penelitian, melakukan
pekerja laki-laki sebesar 57 orang sehingga uji korelasi antara masa kerja dengan
karakteristik pekerja perempuan relatif tidak keluhan LBP. Dari hasil uji korelasi
terwakili (Santiasih, I. 2013). didapatkan nilai p-value 0,018 karena p<0,05
sehingga dalam penelitian ini faktor masa
Hubungan antara Masa Kerja Pekerja kerja responden memiliki hubungan dengan
dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) keluhan LBP (Fathoni, 2009) (dalam Putri,
Berdasarkan hasil penelitian Saftarina, Wintoko. 2013).
didapatkan bahwa nilai r atau koefisien
korelasi (KK) sebesar 0,461 dimana nilai r Hubungan antara Postur Janggal
berada pada 0,400 < KK < 0,599 yang (awkward posture) dengan Keluhan
berarti terdapat hubungan yang signifikan Low Back Pain (LBP)
antara masa kerja pekerja dengan keluhan Berdasarkan hasil penelitian
Low Back Pain (LBP) pada penjahit sektor didapatkan bahwa nilai r atau koefisien
usaha informal di CV. Wahyu Langgeng korelasi (KK) sebesar 0,695 dimana nilai r
Jakarta dengan tingkat hubungan yang berada pada 0,600 < KK < 0,799 yang
cukup. berarti terdapat hubungan yang signifikan
Adanya hubungan antara masa antara postur janggal (awkward posture)
pekerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP) dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada
pada penjahit sektor usaha informal di CV. penjahit sektor usaha informal di CV. Wahyu
Wahyu Langgeng Jakarta karena berdasarkan Langgeng Jakarta dengan tingkat hubungan
hasil observasi bahwa pekerja yang memiliki yang kuat.
masa kerja lebih lama lebih sering merasakan Adanya hubungan antara postur
keluhan dibanding para pekerja dengan para janggal (awkward posture) dengan keluhan
pekerja yang memiliki masa kerja yang lebih Low Back Pain (LBP) pada penjahit sektor
singkat. Hal ini disebabkan karena semakin usaha informal di CV. Wahyu Langgeng
lama masa kerja seseorang maka semakin Jakarta karena postur janggal merupakan
lama pula para pekerja berada pada salah satu faktor yang dapat menyebabkan
lingkungan kerja yang tidak ergonomis adanya keluhan Low Back Pain (LBP). Postur
sehingga akan lebih signifikan merasakan janggal (awkward posture) ini merupakan
keluhan Low Back Pain (LBP). salah satu posisi kerja yang tidak
Responden pada penelitian ini ergonomis.Berdasarkan hasil observasi yang
sebagian besar menganggap pekerjaan telah dilakukan dilapangan dapat dilihat
sebagai penjahit merupakan pekerjaan pokok bahwa para pekerja melakukan posisi kerja
dan telah dilakukan selama bertahun-tahun. yang janggal (tidak ergonomis) yaitu posisi
duduk membungkuk berlebihan dan posisi Prevalensi sesaat NPB sebesar 12,6% pada
duduk miring berlebihan saat melakukan orang yang sering bekerja duduk selama
kegiatan menjahit setiap harinya. lebih dari 4 jam, 1,2% kadang-kadang
Hal ini sesuai dengan penelitian yang duduk, dan 25,9% jarang duduk dengan
telah dilakukan oleh Tati Haryati (2006), waktu kurang dari 2 jam. Orang yang bekerja
yang berjudul “Hubungan Potur Kerja Janggal dengan posisi duduk selama setengah hari
dengan Nyeri Pinggang pada Kapster di Salon waktu kerja atau lebih memiliki risiko relatif
Yopie Citraland Jakarta Barat”. Adapun hasil 1,6 untuk terjadinya nyeri punggung bawah.
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari Risiko semakin besar pada pekerja yang lebih
hasil uji korelasi pearsondidapatkan t hitung tua, supir, dan paling besar pada supir truk
= 2,675 lebih besar dari t tabel = 1,701 (Weitz).
adalah signifikan, yang berarti bahwa ada Penelitian yang pernah ada
hubungan yang positif di Yopie Salon menunjukkan bahwa NPB tidak meningkat
Citraland. Untuk nilai r (koefisien korelasi) selama duduk satu jam per hari. Namun NPB
didapatkan 0,451 dimana nilai r berada pada pada perempuan berkaitan dengan duduk
0,40< KK < 0,599 adalah tergolong cukup. selama lebih dari 4 jam (p<0,05) (Emami ML,
Yang berarti terdapat hubungan antara 1998). Hal ini disebabkan makin lama
postur kerja janggal dengan nyeri pinggang seseorang duduk maka ketegangan otot dan
pada kapster di Salon Yopie Citraland Jakarta keregangan ligamentum khususnya
Barat (Haryati, T. 2006) ligamentum longitudinalis posterior makin
bertambah, khususnya dengan duduk
Hubungan antara Posisi Kerja Statis membungkuk (Weitz, 2005).Sebagaimana
dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) diketahui ligamentum longitudinalis posterior
Berdasarkan hasil penelitian memiliki lapisan paling tipis setinggi L2- L5
didapatkan bahwa nilai r atau koefisien (Caillient, R).Keadaan ini mengakibatkan
korelasi (KK) sebesar 0,375 dimana nilai r daerah tersebut lebih sering terjadi
berada pada 0,200 < KK < 0,399 yang gangguan.Namun demikian kaitan antara
berarti terdapat hubungan yang signifikan pekerjaan dan terjadinya NPB sangaat
antara posisi kerja statis dengan keluhan Low kompleks karena melibatkan banyak struktur,
Back Pain (LBP) pada penjahit sektor usaha elemen dari vertebra lumbalis (Elders LAM,
informal di CV. Wahyu Langgeng Jakarta Burdorf A. 2001).Vertebra lumbalis memiliki
dengan tingkat hubungan yang rendah. saraf sensoris sehingga mempunyai potensi
Adanya hubungan antara posisi kerja untuk menimbulkan rasa nyeri (Hills, EC.
statis dengan keluhan Low Back Pain (LBP) 2002) (dalam Samara, Basuki, Jannis. 2005).
pada penjahit sektor usaha informal di CV.
Wahyu Langgeng Jakarta karena posisi kerja Hubungan antara Pergerakan
statis yaitu posisi duduk lama dengan posisi Berulang (repetisi) dengan Keluhan
statis (tidak bergerak atau tidak berubah) Low Back Pain (LBP)
saat bekerja yang dilakukan selama 15-20 Berdasarkan hasil penelitian
menit dapat menyebabkan otot-otot didapatkan bahwa nilai r atau koefisien
punggung terasa lelah sehingga korelasi (KK) sebesar 0,645 dimana nilai r
menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang berada pada 0,60< KK < 0,799 yang berarti
dirasakan oleh para pekerja pada daerah terdapat hubungan yang signifikan antara
punggung atau bisa disebut juga dengan posisi kerja statis dengan keluhan Low Back
keluhan Low Back Pain (LBP). Pain (LBP) pada penjahit sektor usaha
Pekerja dengan lama duduk statis 91- informal di CV. Wahyu Langgeng Jakarta
300 menit terbukti merupakan faktor risiko dengan tingkat hubungan yang kuat.
untuk terjadinya NPB (OR=2,35) setelah Adanya hubungan antara pergerakan
dilakukan analisis regresi logistik ganda berulang (repetisi) dengan keluhan Low Back
dengan metode ENTER dari keempat variabel Pain (LBP) disebabkan karena adanya
yang terdapat di Tabel 1. Penelitian- penggunaan otot-otot yang sama dan
penelitian yang pernah ada sekalipun dengan digerakan secara berulang serta terus
lama duduk yang berbeda menunjukkan menerus. Pergerakan berulang (repetisi) ini
bahwa semakin lama seseorang duduk maka menjadi salah satu faktor yang signifikan
semakin besar risiko NPB (Samara, Basuki, terhadap timbulnya keluhan Low Back Pain
Jannis. 2005). (LBP) karena dilakukan secara bersamaan
Dari beberapa penelitian menunjukkan dengan posisi kerja yang salah (postur
keterkaitan antara lama duduk dengan NPB. janggal) dan posisi kerja statis yang
Kantana, T., “Faktor – Faktor Yang Santiasih, I., “Kajian Manual Material
Mempengaruhi Keluhan Low Back Handling Terhadap Kejadian Low
Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim Back Pain Pada Pekerja Tekstil”,
Ekspedisi PT Enseval Putera Program Studi Teknik
Megatrading Jakarta Tahun 2010”, Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Politeknik Perkapalan Negeri
Kesehatan Universitas Islam Surabaya, 2013.
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2010.