Analisis
Kandungan BKO (Antalgin dan Dexamethasone) dalam Pengobatan Herbal
Agus Dwi Ananto *, Lalu Undrus Yusditia MG **, Lalu Sanik Wahyu FA ***
*
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Mataram, Indonesia
agus_da@unram.ac.id
*
* Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Mataram, Indonesia
laluundrus20@gmail.com
**
* Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Mataram, Indonesia
lalusanikfa@gmail.com
57 | Elkawnie: Jurnal Sains dan Teknologi Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020
(www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/elkawnie)
DOI: 10.22373 / ekw.v6i1.5428
Agus Dwi Ananto, MG Lalu Undrus Yusditia, & Lalu Sanik Wahyu FA:
Analisis
Kandungan BKO (Antalgin dan Dexamethasone) dalam Pengobatan Herbal
pengantar
Obat herbal merupakan warisan yang telah digunakan untuk pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan. Obat herbal merupakan salah satu obat tradisional yang
berkembang pesat di berbagai negara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vera
et al. (2018) menunjukkan bahwa masih banyak jenis tanaman obat yang
dimanfaatkan masyarakat. Misalnya, untuk satu kawasan di komunitas Pulo
Seunong, Pidie, Aceh menggunakan 79 spesies tumbuhan obat yang tersebar di 40
famili. Sehingga dapat dikatakan Indonesia memiliki keanekaragaman tumbuhan yang
dapat dijadikan sebagai tumbuhan yang memiliki khasiat obat. Penggunaan jamu
sebagai salah satu alternatif pengobatan modern di masyarakat cukup tinggi. Hal ini
disebabkan oleh perkembangan pengobatan modern yang pesat dan era globalisasi;
Sebagian besar masyarakat masih menggunakan jamu untuk menjaga kesehatan dan
menyembuhkan penyakit (Andriati dan Wahjudi, 2016). Penggunaan jamu berdampak
pada peningkatan tingkat kepercayaan masyarakat dalam mengkonsumsi daripada
menggunakan obat sintetik (Saputra, 2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 003 / MENKES / PER / I
/
2010 ayat satu tentang identifikasi jamu dalam penelitian berbasis
pelayanan kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau bahan yang
berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik. , atau campuran
bahan-bahan ini yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Dengan semakin maraknya penggunaan obat tradisional
khususnya tambahan herbal, akibatnya sering ditemukan
penyalahgunaan Bahan Kimia Obat (BKO) menjadi sediaan herbal. Hal
tersebut juga dipertegas oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2012) nomor 6 yang menyatakan bahwa semua jenis obat
tradisional dilarang mengandung produk bahan kimia atau sintetik.
Hal ini juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (2012) Nomor 007 ayat 7 Alinea 1 tentang registrasi
obat yang menyatakan bahwa obat tradisional dilarang mengandung
obat kimia hasil isolasi.
Penyalahgunaan penambahan BKO ke dalam sediaan herbal sering
diidentifikasi untuk penanganan penyakit seperti rematik, pereda nyeri, dan
afrodisiak (Nurohmah & Mita, 2017). Salah satu jamu yang biasa digunakan untuk
meredakan nyeri adalah herbal pegal-pegal untuk meredakan nyeri, meredakan nyeri
otot, kelelahan, nyeri otot, dan tulang, memperlancar peredaran darah,
memperkuat daya tahan tubuh, dan meredakan nyeri di seluruh tubuh.
Berdasarkan beberapa kasus BKO kaku pada jamu yang berhasil diungkapkan
Elkawnie: Jurnal Sains dan Teknologi Islam Vol. 6, No. 1, Juni
2020
(www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/elkawnie)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), BKO yang paling umum adalah
antalgin. Antalgin adalah turunan methanesulfonate dari middleopyrine yang
bekerja pada sistem saraf pusat, yang
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Sampel yang
digunakan adalah sampel jamu yang diambil dengan menggunakan metode purposive
sampling di pulau Lombok.
Prosedur Penelitian
……………………… (1)
Informasi:
V = volume titrasi sampel N
= normalitas yodium
∞ = 16,67 mg
B = berat sampel
[AgSO3] - + Ag + • Ag2BEGITU3............(3)
Adanya sedimen ungu membuktikan adanya kandungan antalgin dalam
sampel. Dari total 10 sampel, 6 sampel diduga mengandung antalgin. Tabel 1
menggambarkan hasil identifikasi kandungan antalgin. Berdasarkan tabel tersebut,
terdapat enam sampel positif yang mengandung antalgin (A, B, F, G, H, dan I).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, keenam sampel yang diduga
mengandung antalgin dianalisis secara kuantitatif dengan metode
iodimetri.
Tabel 1. Hasil identifikasi kualitatif keberadaan antalgin dalam sediaan herbal.
Sampel
Warna larutan Warna sedimen
Antalgin standar Ungu Putih keunguan
Sampel B 2 0,0833
3 0,0416
Sampel F. 2 0,125
3 0,123
Berdasarkan Tabel 5, untuk mengetahui kandungan deksametason dalam sampel, nilai luas
yang diperoleh dimasukkan sebagai nilai "y" pada persamaan garis yang diperoleh
sebelumnya. Kadar deksametason dalam sampel dapat dihitung menggunakan
persamaan garis yang diperoleh berdasarkan persamaan garis sebelumnya. Tabel 6
menunjukkan tingkat deksametason dalam sampel.
Kesimpulan
Referensi
Andriati, & RM Teguh Wahjudi, (2016). Tingkat penerimaan masyarakat terhadap jamu
sebagai alternatif pengobatan modern untuk golongan bawah, menengah,
dan atas. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik (MKP), 29 (3),
133-145. http:// dx.doi.org/10.20473/mkp.V29I32016.133-
145
Aulia, DS, Aprilia, H., & Kodir, RA (2016). Analisis Kualitatif dan
Kuantitatif Bahan Kimia Obat Parasetamol dan Deksametason pada Jamu
Pegal Linu yang Beredar di Perdagangan dengan Menggunakan
Metode Ekstraksi Fase Padat - Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Prosiding Farmasi, hal.446-453.
Banureah, EM, (2009). Analisis Kandungan Metampiron pada Jamu Tradisional
yang Beredar di Kota Medan Tahun 2009. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Budiarti, A., & Faza MBA, (2018). Analisis Bahan Kimia Obat Deksametason
Dalam Jamu Pegal Linu Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Cendekia Eksata 3 (1), 1-6. https: //
publikasiilmiah.unwahas.ac.id/ index.php / CE / article / view /
2136/2140.
Fatimah, S., Rahayu M., & Indari DF, (2017). Analisis Antalgin dalam
Jamu
Pegal Linu yang Dijual di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan (JoH) 4 (1), 29-34. https://doi.org/10.30590/vol4-no1, 29-34. Nurohmah,
S., & Mita SR (2017). Review Artikel: Analisis Bahan Kimia Obat
(BKO) Dalam Jamu Menggunakan Strip Indikator. Farmaka suplemen
15 (2), 200-206. https://doi.org/10.24198/jf.v15i2.13248.g6124.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003 Tentang Saintifikasi
Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Kemenkes
Republik Indonesia. Jakarta. 2010.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tentang Industri
Dan Usaha Obat Tradisional. Kemenkes Republik Indonesia. Jakarta. 2012.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tentang Registrasi
Obat Tradisional. Kemenkes Republik Indonesia. Jakarta. 2012.
Saputra, SA (2015). Identifikasi Bahan Kimia Obat Dalam Jamu Pegal
Linu Seduh Dan Kemasan Yang Dijual Di Pasar Bandar. Junal
Wiyata 2 (2), 188-192.
https://ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/view/59/59.
Vera, V., Irda Y., Irhamni, Saudah, & Ernilasari, (2018). Biodiversitas Tumbuhan
Obat oleh Masyarakat Gampong Pulo Seunong Kecamatan
Tangse
Kabupaten Pidie. Elkawnie. 4 (1), 89-100.
http://dx.doi.org/10.22373/ekw.v4i1.3027.