Anda di halaman 1dari 57

Pendaurulangan Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis

Dinding Ruangan Untuk Mengurangi Konsumsi Energi


Listrik di Rumah

LAPORAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah
pada Semester II tahun Akademik 2020-2021

Oleh

Sulthan Shadiqah 16920132


Mutaqin Aryawijaya 16920312
Teuku Nilnal Lyusi Nashtam 16920324

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2021
ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pendaurulangan Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis


Dinding Ruangan Untuk Mengurangi Konsumsi Energi Listrik di Rumah” ini
dilatarbelakangi oleh meningkatnya limbah hasil pemakaian styrofoam di
lingkungan masyarakat sehingga dibutuhkan solusi yang efektif yaitu salah satunya
dengan pendaurulangan limbah tersebut sehingga penulis termotivasi untuk
melakukan penelitian ini. Styrofoam merupakan sebuah material yang kerap dipakai
oleh masyarakat Indonesia khususnya untuk keperluan sehari-hari. Styrofoam kerap
digunakan sebagai kemasan untuk makanan serta pembungkus barang-barang, hal
ini dikarenakan sifat dari styrofoam yang ringan,praktis, dan cenderung tahan
terhadap suhu panas. Karakter dari material styrofoam inilah yang menjadikan
styrofoam memiliki daya tarik tersendiri dan kerap menjadi pilihan pertama untuk
berbagai keperluan di Indonesia. Peneitian ini bertujuan untuk untuk menjelaskan
bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan di rumah.
Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana cara pendaurulan gan limbah
styrofoam untuk dijadikan pendingin ruangan di rumah. Data pada penelitian ini
diperoleh dari hasil eksperimen dan pengamatan terhadap alat yang telah dibuat
selama waktu yang telah ditentukan. Data tentang pengamatan dan eksperimen
tersebut kemudian dianalisis. Dari hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa limbah styrofoam yang meningkat di lingkungan masyarakat dapat didaur
ulang sebagai pendingin di ruangan di rumah hal ini dapat menekan angka
peningkatan limbah styrofoam di lingkungan masyarakat.

Kata Kunci : limbah styrofoam, pendaurulangan limbah styrofoam, pendingin


ruangan, rumah

i
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rido-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul “Pendaurulangan Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis Dinding Ruangan
Untuk Mengurangi Konsumsi Energi Listrik di Rumah”. Laporan penelitian ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Karya Tulis Ilmiah pada Semester Genap
Tahun Akademik 2020/2021 di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut
Teknologi Bandung.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pendaurulangan
limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan di rumah dan mengetahui dampak
pemakaian limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan dalam mengurangi
konsumsi energi listrik di rumah.Laporan penelitian ini relatif baik karena pada
laporan ini disajikan data hasil eksperimen dan pengamatan yang didap at secara
langsung.
Laporan penelitian ini belum sempurna karena kurangnya peralatan dan
isolasi lingkungan dalam melaksanakan eksperimen dan pengamatan. Selain itu,
laporan ini juga masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan dalam hal
penyampaian dan perangkaian kalimat. Akan tetapi, penulis tetap berharap agar
laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua
pembaca laporan ini.
Laporan ini tidak akan terwujud tanpa dorongan, arahan, dan bantuan semua
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan materil selama
penulisan karya tulis ilmiah ini dan
2. Dr. Asep Wawan Jatnika, M.Hum., selaku dosen mata kuliah Tata Tulis
Karya Ilmiah KU1011 yang telah membimbing serta memberikan masukan
kepada penulis dalam menyusun karya tulis karya ilmiah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan dengan baik.
Atas segala segala bantuannya. Semoga Tuhan YME mampu membalasnya.

Bandung, 9 Mei 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK......................................................................................................... i

PRAKATA ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ................................................. 1

1.1.1 Latar belakang masalah ................................................................. 1

1.1.2 Rumusan masalah ......................................................................... 2

1.2 Ruang Lingkup Kajian ......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

1.4 Anggapan Dasar .................................................................................. 3

1.5 Hipotesis ............................................................................................. 4

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 4

1.6.1 Metode......................................................................................... 4

1.6.2 Teknik pengumpulan data ............................................................. 4

1.7 Sistematika Penulisan .......................................................................... 5

BAB II TEORI DASAR STYROFOAM ............................................................ 6

2.1 Definisi Styrofoam............................................................................... 6

2.2 Jenis dan Fungsi Styrofoam.................................................................. 6

2.3 Karakteristik Styrofoam ....................................................................... 7

2.4 Penggunaan Styrofoam ........................................................................ 8

2.5 Penggunaan Energi Listrik ................................................................... 9

iii
2.6 Insulasi Termal Styrofoam ................................................................. 10

BAB III ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN DINDING LIMBAH


STYROFOAM TERHADAP KONSUMSI ENERGI LISTRIK DI RUMAH..... 12

3.1 Pendaurulangan Limbah Styrofoam Menjadi Pelapis Dinding ............. 12

3.2 Kemampuan Styrofoam Sebagai Insulator Termal............................... 13

3.3 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Penstabilan Suhu


Ruangan ...................................................................................................... 15

3.4 Ketahanan Limbah Styrofoam Sebagai Dinding Pelapis Ruangan ........ 19

3.5 Penggunaan Energi Listrik Rata-Rata Per Bulan di Rumah .................. 20

3.6 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Konsumsi Energi


Listrik di Rumah .......................................................................................... 21

3.7 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Limbah Styrofoam


di Lingkungan.............................................................................................. 21

3.8 Peluang Pengembangan Limbah Styrofoam di Sektor Lain Berdasarkan


Data Hasil Eksperimen Pembuatan Insulator Termal dari Limbah Styrofoam . 22

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN................................................................ 24

4.1 Simpulan ........................................................................................... 24

4.2 Saran ................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

INDEKS ......................................................................................................... 29

LAMPIRAN.................................................................................................... 31

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 48

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kardus dan Styrofoam yang Digunakan dalam Penelitian………...19


Gambar 3.2 Kardus dan Styrofoam yang Digunakan dalam Penelitian………...19
Gambar 3.3 Kardus yang Telah Dilapisi Styrofoam…………………………....20
Gambar 3.4 Aktivitas Pengukuran Suhu Kardus...………………………...……21
Gambar 3.5 Posisi Termometer Selama Pengukuran Suhu Kardus…………….22
Gambar 3.6 Grafik Pengaruh Styrofoam Tebal Terhadap Kestabilan Suhu.…...23
Gambar 3.7 Grafik Pengaruh Styrofoam Tipis Terhadap Kestabilan Suhu
Ruangan……………………………………………………………………….....24
Gambar 3.8 Grafik Fluktuasi Suhu Ruangan Tanpa Dilapisi Styrofoam……….25
Gambar 3.9 Kondisi Lapisan Styrofoam saat Penulisan Laporan (17 Mei
2021)……………………………………………………………………………..26
Gambar 3.10 Contoh Struk Pembelian Token Listrik………..............................27

v
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN.................................................................................................... 31
LAMPIRAN A LEMBAR KENDALI .......................................................... 31
LAMPIRAN B KERANGKA KARANGAN TOPIK .................................... 32
LAMPIRAN C DRAF BAB 1 ...................................................................... 34
LAMPIRAN D DRAF BAB 2 ...................................................................... 39
LAMPIRAN E DAFTAR GAMBAR ........................................................... 46

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar belakang masalah


Meningkatnya penggunaan styrofoam oleh masyarakat sebagai keperluan

sehari-hari, salah satunya wadah makanan menyebabkan peningkatan jumlah

limbah styrofoam. Berdasarkan penelitian oleh LIPI pada tahun 2018, terdapat 0,27

juta ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut Indonesia, sebagian besar

merupakan limbah styrofoam. Penumpukan limbah styrofoam dapat menyebabkan

masalah mulai dari kerusakan ekosistem laut hingga gangguan kesehatan bagi

masyarakat sekitar.

Limbah styrofoam baru dapat terurai secara alami setelah kurang lebih 500

tahun. Karena sifat sulit terurai tersebut, maka dibutuhkan penanganan alternatif

terhadap limbah tersebut. Salah satu cara penanganannya adalah metode 3R

(Reduce, Reuse, Recycle). Reduce (mengurangi) berarti mengurangi penggunaan

produk yang akan menjadi limbah, reuse (menggunakan kembali) berarti

penggunaan kembali produk yang telah menjadi limbah, dan recycle (mendaur

ulang) berarti pengolahan kembali limbah menjadi barang yang berbeda baik fungsi

maupun bentuk. Pendaurulangan limbah styrofoam merupakan salah satu cara yang

efektif karena selain mengurangi penumpukan limbah, hasil dari pendaurulangan

tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang lain.

Pendaurulangan limbah styrofoam dapat dilakukan dengan banyak cara,

salah satunya dengan memanfaatkan limbah styrofoam sebagai pelapis dinding

1
yang berfungsi sebagai penstabil suhu ruangan. Hal ini diharapkan dapat menjadi

alternatif untuk mengurangi konsumsi energi listrik. Dengan demikian, kami akan

mencari tahu ada atau tidaknya pengaruh penambahan material styrofoam sebagai

pelapis dinding dengan penstabilan suhu ruangan.

Atas dasar pemikiran tersebut, kami mengangkat judul “Pendaurulangan

Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis Dinding Ruangan Untuk Mengurangi

Konsumsi Energi Listrik di Rumah”.

1.1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang penulis kemukakan

adalah sebagai berikut.

1. Faktor apa yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah styrofoam untuk

mengurangi konsumsi energi listrik.

2. Bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan

di rumah.

3. Bagaimana dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai pendingin

ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

1.2 Ruang Lingkup Kajian


Untuk menjawab rumusan masalah di atas, akan penulis kaji hal-hal berikut.

1. Styrofoam,

2. Daur ulang,

3. Rumah,

4. Metode,

5. Dampak Positif,

2
6. Kendala,

7. Pemakaian energi listrik,

8. Suhu ruangan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah

styrofoam untuk mengurangi konsumsi energi listrik.

2. Untuk menjelaskan bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai

pendingin ruangan di rumah.

3. Untuk mengetahui dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai

pendingin ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

1.4 Anggapan Dasar


Styrofoam atau polystyrene adalah jenis plastik yang umumnya memiliki

warna putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan. Sifat asli dari

polystyrene sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh.

Sehingga dibutuhkan penambahan zat lain seperti senyawa butadien. Kemudian

ditambahkan zat plastisizer seperti dioktil platat (DOP), butyl hidroksi toluene, atau

butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan

hasil proses peniupan dengan menggunakan gas Klorofluorokarbon (CFC)

sehingga membentuk buih atau foam (Sulchan & Endang, 2007).

Menurut Yandy Lim (2020) insulasi termal adalah metode atau proses yang

digunakan untuk mengurangi laju perpindahan panas/kalor. Bahan yang dapat

3
digunakan untuk metode ini dinamakan insulator. Styrofoam memiliki nilai

konduktivitas berkisar antara 0,204-0,986 W/m 2K. Karena nilai konduktivitas

panas styrofoam yang cukup rendah, sehingga styrofoam sangat baik digunakan

sebagai insulator.

1.5 Hipotesis
Pendaurulangan styrofoam sebagai pelapis dinding ruangan akan efektif jika

seluruh permukaan dinding dilapisi dengan styrofoam. Selain itu, jika dinding

ruangan dilapisi styrofoam, maka suhu ruangan akan stabil dan diprediksi besar

perubahan suhunya tidak sebesar atau se-fluktuatif lingkungan luar tidak hanya itu

durabilitas dari styrofoam bisa bertahan selama penelitian dan pengamatan

dilakukan.

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode
Penelitian ini bersifat eksperimen yaitu sebuah metode penelitian yang

bersifat kuantitatif yang bertujuan untuk mencari pengaruh atau dampak dari

variabel independen terhadap variabel yang dipengaruhi atau dependen dengan

kondisi yang dikendalikan agar hanya variabel independen yang memengaruhi

variabel dependen.

1.6.2 Teknik pengumpulan data


Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data,

berupa observasi terstruktur. Observasi ini dilakukan dengan mengamati subjek

penelitian berupa stoyrofoam yang dijadikan pelapis kardus, kemudian subjek

4
penelitian diamati dan dianalisis ada tidaknya perubahan dengan kondisi yang

terstruktur yaitu data dari hasil observasi diambil setiap 10 menit sekali dalam

kurun waktu 1 jam.

1.7 Sistematika Penulisan


Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu

pendahuluan, teori dasar styrofoam, analisis pengaruh pemakaian dinding limbah

styrofoam terhadap konsumsi energi listrik di rumah, serta simpulan dan saran.

Pada bab satu akan dibahas mengenai latar belakang pengangkatan aspek laporan

penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, anggapan

dasar, hipotesis, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan.

Pada bab dua akan disajikan teori dasar sebagai penjelasan umum dan aspek-aspek

yang akan dikaji berupa definisi styrofoam, jenis dan f ungsi styrofoam, karakter

styrofoam, penggunaan styrofoam, penggunaan energi listrik, induksi termal. Bab

tiga berisi analisis yang menjabarkan dan menganalisis masalah -masalah yang

telah dirumuskan secara lengkap berupa pendaurulangan limbah styrofoam menjadi

bahan insulator termal, kemampuan styrofoam, pengaruh pemasangan dinding

styrofoam, ketahanan styrofoam, penggunaan energi listrik rata-rata per bulan di

rumah, konsumsi energi listrik di rumah, limbah styrofoam di lingkungan, dan

peluang pengembangan limbah styrofoam. Bab empat berisi tentang simpulan dan

saran dari penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait dengan

pendaurulangan styrofoam sebagai pelapis dinding ruangan untuk mengurangi

konsumsi energi listrik.

5
BAB II
TEORI DASAR STYROFOAM

2.1 Definisi Styrofoam


Aquina, dkk. (2014) menyatakan bahwa styrofoam merupakan bahan

plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran

dengan kerapatan rendah yang mempunyai bobot cukup ringan. Selanjutnya

Hariady, dkk. (2014) menjelaskan asal-usul nama styrofoam adalah nama dagang

polystyrene foam yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow Chemical.

Styrofoam atau yang dikenal juga sebagai expanded polysterene dihasilkan

dari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon)

yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul (Sudipta &

Sudarsana, 2009). Suryanita, dkk. (2014) juga menambahkan bahwa styrofoam

termasuk dalam kategori polimer sintetik dengan berat molekul tinggi yang

berbahan baku monomer berbasis etilena yang berasal dari perengkahan minyak

bumi.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa styrofoam atau

polystyrene merupakan material yang berbobot ringan yang berbahan baku etilena

yang diproduksi dari perengkahan minyak bumi. Kutipan di atas bermanfaat untuk

landasan sekaligus sebagai batasan penelitian lebih lanjut tentang styrofoam.

2.2 Jenis dan Fungsi Styrofoam


Julian (2020) menyatakan bahwa polystirene merupakan unsur kimia

pembentuk styrofoam, hampir keseluruhan material dari styrofoam merupakan

6
unsur polystirene. Polystyrene dapat terbagi menjadi dua yaitu polystirene busa dan

padat. Kedua jenis Polystirene ini memiliki fungsi yang berbeda contohnya

polystirene padat, jenis polystirene ini biasanya digunakan untuk pembuatan

produk plastik segmen akhir seperti peralatan elektronik, suku cadang kendaraan

bermotor, peralatan rumah tangga, bahkan beberapa peralatan medis. Polystyrene

busa adalah bentuk lain dari barang setengah jadi polimer yang selanjutnya

digunakan untuk menghasilkan produk konsumen akhir segmen. Menurut info

(Yangzhou Chengsen Plastics Co, Ltd), 2018) Polystirene busa terdiri dari 95-98%

udara. Mereka adalah isolator panas yang baik, oleh karena itu, secara luas

digunakan sebagai bahan isolasi bangunan. salah satu sifat dari polystirene busa

yaitu baik dalam meredam sehingga membuatnya memiliki daya tarik dalam

industri pengemasan. Polystirene bisa juga dapat digunakan di sektor konstruksi

untuk pembangunan sektor arsitektur non-berat bantalan seperti pilar hias.

Berdasarkan kutipan di atas polystirene sebagai unsur kimia yang membentuk

styrofoam tidak hanya dapat dijadikan sebagai kemasan saja, melainkan dapat

terbagi menjadi dua jenis yang memiliki fungsi berbeda-beda sesuai dengan jenis

polystirene-nya.

2.3 Karakteristik Styrofoam


Helbert (2015) menyatakan bahwa styrofoam memiliki densitas berkisar

antara 25-200 kg/m3, dengan konduktivitas termal 0,033 W/mK. Helbert (2015)

juga menambahkan bahwa styrofoam memiliki sifat getas, dengan modulus Young

berkisar antara 3000 – 3600 MPa dan kekuatan tarik berkisar antara 40 – 60 MPa.

7
Menurut Triaji, dkk. (2013), styrofoam yang memiliki karakteristik lentur,

mudah dibentuk, ringan, dan relatif murah banyak digunakan oleh masyarakat

untuk berbagai keperluan. Triaji,dkk. (2013) juga menambahkan sifat-sifat yang

lebih detail terkait styrofoam atau polystirena, meliputi

1. Ketahanan kerja pada suhu rendah (dingin) : Tidak baik;

2. Kuat Tensile 256 (j/12) : 0,13-0,34;

3. Modulus elastisitas tegangan ASTM D747 (MNm x 10-4 ) : 27,4-

41,4;

4. Kuat kompresif ASTM D696 (MNm) : 74,9-110;

5. Muai termal ASTM 696 (mm C x 10) : 6-8;

6. Titik leleh (lunak °C) : 82-103.

Berdasarkan teori di atas, pendapat Triaji, dkk. lebih lengkap dengan

mencantumkan beberapa karakteristik yang lebih detail seperti titik leleh styrofoam

dan karakteristik umum seperti lentur, mudah dibentuk, dll.

2.4 Penggunaan Styrofoam


Polystyrene atau biasa dikenal dengan nama styrofoam merupakan salah

satu bahan yang kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari contohnya sebagai

kemasan bagi barang-barang yang mudah rusak dan tidak jarang dipakai sebagai

kemasan bagi makanan. Hal ini didukung karena styrofoam praktis dan tahan lama

sehingga menjadi salah satu pilihan yang kerap dipakai penjual maupun konsumen

makanan. Selain itu Styrofoam memiliki sifat yang tahan bocor, ringan dan yang

paling penting yaitu murah, hal-hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi

styrofoam (Triaji, dkk., 2013).

8
Semua sifat-sifat styrofoam sebagai kemasan banyak mendatangkan

keuntungan bagi penjual maka styrofoam sering dijumpai sebagai kemasan bagi

produk makanan yaitu bubur ayam, mie instan, dan makanan saji lainnya (POM),

2008). Suhiel (2018) menyatakan bahwa Dalam pemroduksian suatu film atau

video dibutuhkan yang namanya pencahayaan yang baik sehingga diperlukan alat-

alat seperti reflektor, lighting, dll. Salah satu kegunaan styrofoam yang lain adalah

sebagai bahan yang dapat memantulkan cahaya dengan meminimalisir bayangan

yang terdapat dalam objek hal ini dikarenakan warna dari styrofoam yaitu putih, hal

inilah yang dimanfaatkan sebagai reflektor buatan daripada harus merogoh kocek

untuk membeli alat reflektor. berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

styrofoam merupakan material yang memiliki sifat-sifat yang berguna pakai

sebagian orang khususnya di bidang makanan, karena dapat dijadikan sebagai

kemasan dan juga di bidang lainnya dan kutipan di atas bermanfaat untuk landasan

sekaligus sebagai batasan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan styrofoam

2.5 Penggunaan Energi Listrik


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Kegiatan

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Nomor 14 Tahun 2012) Tarif Dasar Listrik

untuk keperluan Rumah Tangga, terdiri atas:

1. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga kecil pada tegangan rendah,

dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR);

2. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga menengah pada tegangan

rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR);

9
3. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan rendah,

dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR).

Fakta mengenai penggunaan listrik juga dijelaskan oleh Palaloi, S. (2014)

Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2013 sebesar 187.541 GWh, men ingkat

7,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan rumah tangga

mengkonsumsi energi sebesar 77.211 GWh (41,17%), sektor industri 64.381 GWh

(34,33%), Bisnis 34.498 GWh (18,40%), dan lainnya (sosial, gedung pemerintah

dan penerangan jalan umum) 11.451 GWh (6,11%).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan listrik

rumah tangga merupakan pengguna listrik dengan persentase terbesar dibandingkan

sektor industri dan bisnis. Kutipan di atas bermanfaat untuk landasan sekaligus

sebagai batasan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan listrik rumah tangga.

2.6 Insulasi Termal Styrofoam


Helbert (2015) menyatakan bahwa insulasi termal (isolasi termal, isolasi

panas) adalah metode atau proses yang digunakan untuk mengu rangi laju

perpindahan panas/kalor. Panas atau energi panas (kalor) bisa dipindahkan dengan

cara konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika terjadi perubahan wujud. Bahan

yang digunakan untuk mengurangi laju perpindahan panas itu disebut isolator atau

insulator.

Selanjutnya Helbert (2015) juga menyatakan bahwa kemampuan insulasi

suatu bahan diukur dengan konduktivitas termal (k). Konduktivitas termal yang

rendah setara dengan kemampuan insulasi (resistansi termal atau nilai R) yang

tinggi. Konduktivitas termal dapat dihitung dengan rumus berikut.

10
𝑄𝐿
𝑘=
𝐴𝑇Δ𝑇

Q : kalor (J) atau (kal)

k : konduktivitas termal (W/mK)

A : luas penampang (m 2)

ΔT : perubahan suhu (K)

L : panjang (m)

t : waktu (sekon)

Berdasarkan persamaan tersebut, didapatkan hubungan yang berbanding

terbalik antara nilai konduktivitas termal dan perubahan suhu. Semakin besar nilai

konduktivitas termal suatu bahan, maka semakin kecil perubahan suhu yang terjadi

pada bahan tersebut. Namun, dibutuhkan nilai kalor (Q) untuk menghitung

konduktivitas termal bahan. Sumber kalor yang paling utama pada percobaan ini

adalah matahari. Matahari memancarkan kalor melalui radiasi, dengan persamaan

sebagai berikut.

𝑄 = 𝑒𝜎𝑇 4 𝐴𝑡

Q : kalor (J) atau (kal)

e : emisivitas bahan

A : luas penampang (m 2)

T : suhu mutlak (K)

𝜎 : 5,67 x 10 -8 (J/s.m2.K4)

t : waktu (s)

11
BAB III
ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN DINDING LIMBAH
STYROFOAM TERHADAP KONSUMSI ENERGI LISTRIK DI
RUMAH

3.1 Pendaurulangan Limbah Styrofoam Menjadi Pelapis Dinding


Percobaan ini menggunakan kardus air gelas sebagai miniatur ruangan pada

rumah biasanya. Kardus tersebut dilapisi limbah styrofoam dengan beberapa variasi

ketebalan yang kemudian akan diamati perubahan suhunya. Perubahan suhu di

dalam kardus ini akan memiliki sifat yang sama dengan perubahan suhu dalam

ruangan.

Pada eksperimen kali ini, limbah styrofoam diambil dari sisa dekorasi acara

maulid yang dilaksanakan dilingkungan rumah penulis. Pendaurulangan dilakukan

dengan menggunakan kembali styrofoam tersebut sebagai pelapis objek

eksperimen yaitu kardus air gelas berukuran 34 cm x 23 cm x 20 cm. Pelapisan

kardus dilakukan dengan memotong styrofoam sehingga melapisi bagian dalam

kardus dengan ketebalan yang sama untuk setiap sisinya.

Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 Kardus dan Styrofoam yang Digunakan dalam

Penelitian

Sumber : Koleksi Pribadi

12
Kardus akan dilapisi styrofoam dengan ketebalan 12 mm dan 25 mm.

Terdapat juga kardus yang tidak dilapisi styrofoam sebagai variabel kontrol. Kardus

juga akan dilubangi dengan lubang berukuran 85 mm x 50 mm yang akan berfungsi

sebagai ventilasi.

Gambar 3.3 Kardus yang Telah Dilapisi Styrofoam

Sumber : Koleksi Pribadi

3.2 Kemampuan Styrofoam Sebagai Insulator Termal


Pada eksperimen ini, kami menggunakan 2 macam variabel ketebalan

styrofoam, yaitu 12 mm dan 25 mm. Kedua varian ini memiliki nilai konduktivitas

termal yang berbeda. Berdasarkan persamaan konduktivitas termal dan kalor radiasi

yang telah kami paparkan pada bab 2, kami dapat menghitung nilai konduktivitas

termal untuk kedua varian tersebut dengan mengambil nilai emisivitas bahan

sebesar 0,9 untuk kardus eksperimen. Untuk varian 12 mm, kami mendapatkan

kalor yang diserap oleh styrofoam selama eksperimen (Q) sebesar 793020 J, dan

13
nilai konduktivitas termal sebesar 7,794 W/mK. Untuk varian 25 mm, kami

mendapatkan besar kalor yang diserap oleh styrofoam selama eksperimen (Q)

sebesar 790398 J, dan nilai konduktivitas termal sebesar 10,902 W/mK. Sedangkan

untuk percobaan tanpa styrofoam, kami mengetahui bahwa kardus menyerap kalor

dari radiasi matahari selama eksperimen sebesar 793020 J.

Gambar 3.4 Aktivitas Pengukuran Suhu Kardus

Sumber : Koleksi Pribadi

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa eksperimen

dengan varian ketebalan styrofoam 25 mm menyerap kalor yang lebih sedikit

dibandingkan varian lainnya. Hal ini juga didukung dengan hasil perhitungan nilai

konduktivitas termal untuk styrofoam 25 mm yang lebih besar daripada styrofoam

12 mm. Hal ini juga menunjukkan korelasi positif antara ketebalan styrofoam dan

kemampuannya sebagai insulator termal. Semakin tebal styrofoam yang digunakan,

maka semakin baik pula styrofoam tersebut bekerja sebagai insulator termal.

14
Gambar 3.5 Posisi Termometer Selama Pengukuran Suhu Kardus

Sumber : Koleksi Pribadi

3.3 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Penstabilan Suhu


Ruangan
Eksperimen kali ini yaitu pemasangan dinding dari limbah styrofoam

bertujuan untuk mencari pengaruh hal tersebut terhadap penstabilan suhu ruangan.

Dalam eksperimen ini kami membuat 3 dinding yang dilapisi styrofoam dengan

variabel ketebalan yang berbeda-beda yang telah dijelaskan pada sub bab 3.2

didapatkan hasil sebagai berikut:

15
Gambar 3.6 Grafik Pengaruh Styrofoam Tebal Terhadap Kestabilan Suhu

Ruangan

Pada percobaan yang menggunakan styrofoam tebal dalam pembuatan

dindingnya kita dapat melihat bagaimana pengaruh styrofoam terhadap kestabilan

suhu ruangan pada gambar 3.6 berikut.

Berdasarkan grafik di atas kita dapat melihat pada awal eksperimen suhu

kardus sekitar 39° kemudian terjadi kenaikan dan penurunan suhu sejalan dengan

pertambahan waktu eksperimen, dapat kita akui bahwa eksperimen ini tidak

dilakukan secara ketat sehingga akan dihasilkan akurat sesuai dengan nilai suhu

yang terkadang tidak stabil kenaikan atau penurunannya, namun jika kita ambil

secara rata-rata terbentuklah garis lurus yang dapat kita simpulkan bahwa suhu terus

turun sejalan dengan penambahan waktu sehingga hipotesis terdapat pengaruh

penambahan styrofoam untuk melapisi dinding dapat terjawab d engan hasil

eksperimen ini.

16
Pada percobaan yang menggunakan styrofoam dengan variabel ketebalan

yaitu tipis didapatkan juga sebuah grafik yang dapat menjelaskan pengaruh

styrofoam terhadap kestabilan suhu. Pada gambar 3.7 di bawah dapat menjelaskan

fluktuasi suhu berupa kenaikan maupun penurunan suhu jika gambar 3.7

dibandingkan dengan gambar 3.6 yaitu eksperimen dengan variabel ketebalan tebal

memang terlihat susah membedakan dan cenderung sama, namun jika kita lihat

dengan teliti terdapat sebuah perbedaan dimana garis lurus yang mencerminkan

nilai rata rata untuk setiap waktu cenderung turun sejalan dengan penambahan

waktu, namun fluktuasi turunnya suhu tidak secepat penurunan suhu pada dinding

tebal sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ketebalan styrofoam yaitu tipis

mampu menurunkan suhu, namun tidak sebaik variabel tebal.

Gambar 3.7 Grafik Pengaruh Styrofoam Tipis Terhadap Kestabilan Suhu

Ruangan

17
Eksperimen yang kami lakukan tidak berhenti hanya pada mencari

perbandingan antara variabel tebal atau tipis, melainkan kami juga mencoba

eksperimen bagaimana jika dinding tidak dilapisi styrofoam sama sekali. Hal ini

dapat dijelaskan dengan gambar 3.8 berikut.

Gambar 3.8 Grafik Fluktuasi Suhu Ruangan Tanpa Dilapisi Styrofoam

Jika kita lihat lagi-lagi sangat sulit untuk membedakan antara gambar 3.6,

grafik 3.7, dan grafik 3.8 dikarenakan perubahan suhu yang cenderung sedikit

namun jika kita lihat dengan saksama gambar 3.8 memiliki perbedaan dengan 2

gambar sebelumnya yang telah dibahas. Jika dibandingkan dengan gambar 3.6

terdapat banyak perbedaan pada sektor fluktuasi suhu dimana terkadang suhu

ruangan pada dinding yang tidak dilapisi styrofoam berubah cukup drastis

mengikuti suhu lingkungan namun pada saat yang sama suhu yang dilapisi

styrofoam tebal tidak berubah sebesar dinding yang tidak dilapisi styrofoam

walaupun pada grafik secara rata-rata hanya berbeda sedikit pada kemiringan

18
garisnya kemudian jika dibandingkan dengan gambar 3.7 yaitu dinding yang

dilapisi styrofoam tipis cenderung sama dengan dinding yang tidak dilapisi sama

sekali walaupun pada sewaktu-waktu terdapat selisih penuruan atau kenaikan suhu

diantara dua grafik tersebut.

3.4 Ketahanan Limbah Styrofoam Sebagai Dinding Pelapis Ruangan


Lapisan styrofoam yang digunakan pada dinding kardus bertahan dengan

kondisi yang baik sejak hari pelapisan (25 April 2021) hingga penulisan hasil

eksperimen ini (17 Mei 2021). Selama pengambilan data (29 April 2021), kardus

yang dilapisi styrofoam juga bertahan dibawah sinar matahari langsung yang

bersuhu tinggi.

Dari hasil penggunaan tersebut, lapisan styrofoam diprediksikan akan terus

bertahan untuk waktu yang lama walaupun berada di kondisi yang cukup ekstrem.

Gambar 3.9 Kondisi Lapisan Styrofoam saat Penulisan Laporan (17 Mei 2021)

Sumber : Koleksi Pribadi

19
3.5 Penggunaan Energi Listrik Rata-Rata Per Bulan di Rumah
Sistem listrik di rumah penulis (Teuku Nilnal) yang beralamat di Jl. Mesjid

Al-Qurban, Lr. Keluarga No. 3, Lamara, Kec. Banda Raya, Banda Aceh

menggunakan sistem token/prabayar sehingga penggunaan listrik akan diestimasi

dari pembelian token listrik per bulannya. Token listrik seharga Rp 100.000,- akan

memberikan kuota listrik sebesar 64 kwh yang biasanya habis dalam 4 hari. dari

fakta tersebut dapat diestimasi per bulannya rumah penulis akan menghabiskan

listrik sebesar 480 kwh atau token listrik seharga Rp 750.000,-.

Gambar 3.10 Contoh Struk Pembelian Token Listrik

Sumber : Koleksi Pribadi

Di rumah penulis terdapat 3 AC yang merupakan bagian besar dari

penggunaan listrik rumah penulis. Penggunaan dan kekuatan AC di rumah penulis

adalah sebagai berikut :

20
● AC berkekuatan 1.5 PK digunakan 10 jam/hari

● AC berkekuatan 1 PK digukanan 10 jam/hari

● AC berkekuatan 0.5 PK digunakan 6 jam/hari

3.6 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Konsumsi Energi


Listrik di Rumah
Berdasarkan data yang dipaparkan pada subbab 3.2 dan 3.3 didapat bahwa

pelapisan styrofoam pada dinding berakibat pada penstabilan dan penurunan suhu

ruangan. Penstabilan dan penurunan suhu ruangan ini dapat mengakibatkan

penggunaan energi oleh AC melalui 3 kemungkinan sebagai berikut :

● Ketika suhu ruangan lebih rendah dari biasanya energi yang digunakan AC

akan menjadi lebih rendah untuk menyesuaikan suhu

● Waktu penggunaan AC dapat berkurang jika suhu ruangan dirasa sudah

stabil oleh pengguna

● Tidak lagi menggunakan AC sebagai pendingin ruangan

Ketiga kemungkinan tersebut akan mengakibatkan penggunaan energi oleh

AC yang akan mengurangi penggunaan listrik secara keseluruhan. Hal yang sama

juga akan terjadi pada rumah penulis, sehingga penggunaan listrik di rumah penulis

akan kurang dari 480 kWh.

3.7 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Limbah Styrofoam


di Lingkungan
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, pembuatan dinding yang

dilapisi dengan styrofoam dibuat dalam jumlah kecil dengan sisi kardus yang

merepresentasikan dinding sebuah ruangan dan styrofoam yang dipakai hanyalah

21
styrofoam bekas kegiatan prakarya. Namun, bagaimana jika kita kalkulasikan

dengan ruangan yang benar-benar nyata, sehingga dibutuhkan material styrofoam

yang sangat banyak. Apakah akan berpengaruh terhadap jumlah limbah styrofoam

yang berada di lingkungan sekitar? Hal inilah yang akan kami jawab pada sub bab

3.7 ini.

Asumsikan ukuran sebuah ruangan yang berada di suatu rumah di Indonesia

yaitu 3x4 m dimana panjang sebuah ruangan sekitar 3 m dan lebarnya sekitar 4 m

dan asumsikan lagi tinggi dari plafon antara langit langit dan lantai seitar 4 m maka

akan terbentuk balok dengan luas permukaan sebesar 56 m 2 tanpa alas dan atap. Jika

kita asumsikan ketebalan styrofoam yang lazim digunakan untuk melapisi dinding

ruangan sebesar 5 cm maka dibutuhkan material styrofoam dengan volume 2,8 m3

untuk setiap ruangan kemudian jika massa jenis styrofoam sebesar 25 kg/m 3 maka

massa styrofoam yang dibutuhkan sebesar 70 kg. Kemudian, jika di Indon esia

terdapat kurang lebih 70 juta kepala keluarga dan diasumsikan 1 dari 10 keluarga

memasang tembok yang dilapisi styrofoam. Maka kita dapat mendaur ulang limbah

styrofoam sebesar 490 kiloton. Oleh karena itu terobosan ini dapat menjadi solusi

untuk permasalahan terbengkalainya sampah styrofoam di lingkungan sekitar.

3.8 Peluang Pengembangan Limbah Styrofoam di Sektor Lain Berdasarkan


Data Hasil Eksperimen Pembuatan Insulator Termal dari Limbah
Styrofoam
Dari hasil eksperimen, dapat dilihat bahwa limbah styrofoam terbukti

mampu menjadi insulator termal untuk menstabilkan suhu ruangan, bahkan juga

mampu untuk menurunkan suhu ruangan. Sehingga, teknologi ini mampu

22
mengurangi pemakaian listrik untuk pendingin ruangan di rumah. Teknologi ini

mampu membawakan konsep rumah hemat energi untuk masa depan.

Merujuk dari keberhasilan eksperimen ini, teknologi ini dapat terus

dikembangkan menjadi lebih efisien. Salah satu pengembangannya adalah

menjadikan styrofoam sebagai bahan dasar batu bata untuk membangun tembok

rumah. Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, batu bata styrofoam mampu menjadi

solusi untuk rumah yang hemat energi dan juga tahan terhadap gempa bumi, serta

menjadi solusi alternatif untuk memecahkan masalah lingkungan yang disebabkan

oleh limbah styrofoam. Tentunya hal ini hanya dapat dilakukan jika telah ditemukan

cara untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan dari styrofoam tersebut agar

layak digunakan sebagai bahan utama untuk pembangunan rumah.

23
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Sampah dan limbah merupakan masalah yang lazim ditemui di negara-

negara di dunia salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara

yang memiliki penduduk hampir sama besar dengan jumlah penduduk keseluruhan

eropa sehingga tidak heran jika masalah sampah dan limbah dapat kita temui di

Indonesia. Styrofoam merupakan bahan yang kerap dipakai sehari-hari berbasis

material polystyrene. Styrofoam merupakan bahan yang sudah tidak susah dicari di

Indonesia dikarenakan tingginya pemakaian material berbahan styrofoam ini dari

kemasan makanan instan sampai kemasan makanan yang harus dimasak hingga

kemasan barang elektronik memakai material berbahan styrofoam ini. Mengapa hal

ini dapat terjadi? hal ini terjadi karena banyak faktor yang sangat mempengaruhi

penggunaan styrofoam di Indonesia yaitu karakteristik styrofoam . Styrofoam

memiliki karakter bahan yang tahan panas, ringan, dan praktis hal-hal inilah yang

mendorong masyarakat sekitar untuk menggunakannya dan yang paling penting

yaitu murah, harga styrofoam sangatlah murah ditambah dengan karakter yang ia

miliki membuat ia menjadi pilihan pertama di kalangan masyarakat. Penyebab-

penyebab inilah yang menjadikan membludaknya sampah dan limbah styrofoam di

lingkungan khususnya di Indonesia sehingga munculah terobosan bagaimana cara

mengurangi limbah styrofoam dengan mendaur ulang dan menggunakan karakter

styrofoam yang ia miliki yaitu dengan cara menjadikan sebagai pelapis dinding

24
yang nantinya dapat menjaga kestabilan suhu ruangan dan akan berdampak pada

pengurangan konsumsi energi listrik di rumah.

Dari eksperimen yang telah dilakukan, kami berhasil mendaur ulang limbah

styrofoam menjadi pelapis dinding sebagai insulator termal di rumah. Adapun cara

melakukannya yaitu dengan memotong-motong limbah styrofoam menjadi

seukuran kardus percobaan dan menempelkan styrofoam tersebut ke kardus, lalu

membuat beberapa lubang sebagai ventilasi udara. Hasil pendaurulangan ini

berhasil menjadi objek penelitian kami untuk mengukur bagaimana pengaruh

pemasangan styrofoam tersebut terhadap suhu di dalam kardus percobaan.

Limbah styrofoam yang terbengkalai kemudian didaur ulang dengan

harapan dapat mendapatkan keuntungan dari karakter yang dimiliki material

berbahan styrofoam sehingga pendaurulangan limbah styrofoam salah satunya

menjadi pelapis dinding merupakan salah satu langkah yang sangat baik dan efektif

dalam aktivitas pengurangan limbah tersebut. Berdasarkan eksperimen yang telah

dilakukan dengan ide menjadikan limbah tersebut pelapis dinding rumah dan

bertujuan untuk mencari pengaruh terhadap kestabilan suhu ruangan didapatkan

kesimpulan bahwa limbah ini yang dijadikan pelapis dinding dapat mengurangi

tingkat fluktuasi suhu ruangan yang dipengaruhi suhu lingkungan dan secara garis

besar dapat mengurangi suhu ruangan sehingga menjadi lebih sejuk sejalan dengan

waktu eksperimen.

4.2 Saran
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat penulis berikan yang sekiranya

dapat berguna bagi pengkajian selanjutnya:

25
● Memperbanyak variasi ketebalan styrofoam untuk mendapatkan korelasi

antara ketebalan styrofoam dan perubahan suhu yang lebih baik.

● Menggunakan beberapa termometer agar perbandingan suhu dapat lebih

akurat.

● Melakukan Pelapisan styrofoam pada ruangan yang sebenarnya agar dapat

dihasilkan perubahan suhu yang lebih realistis dan dapat mengkorelasikan

langsung dengan penggunaan energi listrik di rumah.

● Melakukan pengambilan data dibeberapa waktu yang berbeda agar dapat

diketahui secara pasti dampak yang diberikan styrofoam setiap waktunya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aquina, H., dkk. 2014. Pengaruh Substitusi Styrofoam Ke Dalam Aspal Penetrasi
60/70 Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Porus. Jurnal Teknik
Sipil Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 3.
Halliday, David, Robert Resnick, dan Jean Walker. 2010. Physics, 7th Edition(
Fisika Jilid 7 Edisi Ketujuh). Penerjemah: Tim Pengajar Fisika Dasar
ITB. Jakarta: Erlangga.
Hariady, S., dkk. 2014. Kaji Eksperimental Kemampuan Daya Hantar Kalor
Campuran Styrofoam, Kulit Jengkol dan Semen Putih Sebagai
Alternatif Bahan Isolator. Jurnal Desiminasi Teknologi 2(2): 121.
Helbert. 2015. Rancang Bangun dan Pengujian Mesin Pendingin dengan
Menggunakan Etanol 96% Sebagai Refrigeran. (Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, 2015). Diakses dari https://ft.ung.ac.id
Lim, Yandi. 2020. “Insulasi Termal”.
(https://www.insulasi.com/author/admin/). Diakses pada 30 April
2021.
Suryanita, R., dkk. 2014. Karakteristik kuat beton ringan akibat penambahan
styrofoam pada desain campuran beton. Jurnal Sains dan Teknologi
13(1): 18.
Palaloi, Sudirman. (2014). Analisis Pengunaan Energi Listrik pada Pelanggan
Rumah Tangga Kapasitas Kontrak Daya 450 VA, Prosiding Seminar
Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik. 25 Januari 2012. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 28. Jakarta.
Sudipta, I. G. K. dan Sudarsana, K. 2009. Permeabilitas Beton Dengan Penambahan
Styrofoam. Jurnal Teknik Sipil, Universitas Udayana. Vol. 13 (2).
Triaji RI, Munawar LM, dkk. 2013. Pemanfaatan Styrofoam Cair Sehat Hasil
Reduksi Monomer Stirena dengan Alfa Pinena Minyak Atsiri Kayu

27
Putih dan Glikosida Sansevieria Menjadi Papan Semi Sintetik. Bogor:
Laporan Akhir PKM IPB.

28
INDEKS

Energi 1, 2, 3, 4, 5, 9, 16, 27, 28, 34, 38, 39, 40, 42

Insulator 4, 5, 20, 29, 40

Karakteristik 4, 14, 34, 39


Kardus 6, 19, 20, 21, 22
Kestabilan 6, 23, 24
Konduktivitas 17

Limbah 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 19, 26, 28, 29, 32, 38, 39, 40, 41, 42

Styrofoam 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 28,
29, 31, 34, 38, 39, 40, 42, 43, 44

Suhu 5, 6, 10, 21, 22, 23, 24, 25, 38, 40, 43

29
LAMPIRAN

30
LAMPIRAN

LAMPIRAN A
LEMBAR KENDALI
Kelompok 7
Anggota : 1. Mutaqin Aryawijaya (16920312)
2. Sulthan Shadiqah (16920132)
3. Teuku Nilnal Lyusi Nashtam (16920324)

Topik : Limbah Styrofoam


Tema : Pendaurulangan limbah styrofoam
Judul : Pendaurulangan Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis Dinding Ruangan
Untuk Mengurangi Konsumsi Energi Listrik di Rumah

Rumusan Masalah :
1. Faktor apa yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah styrofoam untuk
mengurangi konsumsi energi listrik.
2. Bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan
di rumah.
3. Bagaimana dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai pendingin
ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

Tujuan Penelitian :
1. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah
styrofoam untuk mengurangi konsumsi energi listrik.
2. Untuk menjelaskan bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai
pendingin ruangan di rumah.
3. Untuk mengetahui dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai
pendingin ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

31
Aspek yang Akan Dikaji :
1. Styrofoam
2. Daur ulang
3. Rumah
4. Metode
5. Dampak
6. Kendala
7. Pemakaian energi listrik
8. Suhu Lingkungan

LAMPIRAN B
KERANGKA KARANGAN TOPIK

Judul : Pendaurulangan Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis Dinding Ruangan


Untuk Mengurangi Konsumsi Energi Listrik di Rumah

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1.1 Latar belakang
1.1.2 Rumusan masalah
1.2 Ruang Lingkup Kajian
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Anggapan Dasar
1.5 Hipotesis
1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.6.1 Metode
1.6.2 Teknik pengumpulan data
1.7 Sistematika Penulisan

BAB II : TEORI DASAR STYROFOAM

2.1 Definisi Styrofoam

32
2.2 Jenis dan Fungsi Styrofoam

2.3 Karakteristik Styrofoam

2.4 Penggunaan Styrofoam

2.5 Penggunaan Energi Listrik

2.6 Insulasi Termal Styrofoam

BAB III: ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN DINDING LIMBAH


STYROFOAM TERHADAP KONSUMSI ENERGI LISTRIK DI RUMAH

3.1 Pendaurulangan Limbah Styrofoam Menjadi Pelapis Dinding

3.2 Kemampuan Styrofoam Sebagai Insulator Termal

3.3 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Penstabilan Suhu Ruangan

3.4 Ketahanan Limbah Styrofoam Sebagai Dinding Pelapis Ruangan

3.5 Penggunaan Energi Listrik Rata-Rata Per Bulan di Rumah

3.6 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrof oam Terhadap Konsumsi Energi Listrik
di Rumah

3.7 Pengaruh Pemasangan Dinding Styrofoam Terhadap Limbah Styrofoam di


Lingkungan

3.8 Peluang Pengembangan Limbah Styrofoam di Sektor Lain Berdasarkan Data


Hasil Eksperimen Pembuatan Insulator Termal dari Limbah Styrofoam

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
4.2 Saran

33
LAMPIRAN C
DRAF BAB 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.8 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.8.1 Latar belakang masalah

Meningkatnya penggunaan styrofoam oleh masyarakat sebagai keperluan

sehari-hari, salah satunya wadah makanan menyebabkan peningkatan jumlah

limbah styrofoam. Berdasarkan penelitian oleh LIPI pada tahun 2018, terdapat 0,27

juta ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut Indonesia, sebagian besar

merupakan limbah styrofoam. Penumpukan limbah styrofoam dapat menyebabkan

masalah mulai dari kerusakan ekosistem laut hingga gangguan kesehatan bagi

masyarakat sekitar.

Limbah styrofoam baru dapat terurai secara alami setelah kurang lebih 500

tahun. Karena sifat sulit terurai tersebut, maka dibutuhkan penanganan alternatif

terhadap limbah tersebut. Salah satu cara penanganannya adalah metode 3R

(Reduce, Reuse, Recycle). Reduce (mengurangi) berarti mengurangi penggunaan

produk yang akan menjadi limbah, reuse (menggunakan kembali) berarti

penggunaan kembali produk yang telah menjadi limbah, dan recycle (mendaur

ulang) berarti pengolahan kembali limbah menjadi barang yang berbeda baik fungsi

maupun bentuk. Pendaurulangan limbah styrofoam merupakan salah satu cara yang

34
efektif karena selain mengurangi penumpukan limbah, hasil dari pendaurulangan

tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang lain.

Pendaurulangan limbah styrofoam dapat dilakukan dengan banyak cara,

salah satunya dengan memanfaatkan limbah styrofoam sebagai pelapis dinding

yang berfungsi sebagai penstabil suhu ruangan. Hal ini diharapkan dapat menjadi

alternatif untuk mengurangi konsumsi energi listrik. Dengan demikian, kami akan

mencari tahu ada atau tidaknya pengaruh penambahan material styrofoam sebagai

pelapis dinding dengan penstabilan suhu ruangan.

Atas dasar pemikiran tersebut, kami mengangkat judul “Pendaurulangan

Limbah Styrofoam Sebagai Pelapis Dinding Ruangan Untuk Mengurangi

Konsumsi Energi Listrik di Rumah”.

1.1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang penulis kemukakan

adalah sebagai berikut.

4. Faktor apa yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah styrofoam untuk

mengurangi konsumsi energi listrik.

5. Bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai pendingin ruangan

di rumah.

6. Bagaimana dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai pendingin

ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

1.9 Ruang Lingkup Kajian

35
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, akan penulis kaji hal-hal berikut.

1. Styrofoam,

2. Daur ulang,

3. Rumah,

4. Metode,

5. Dampak Positif,

6. Kendala,

7. Pemakaian energi listrik,

8. Suhu ruangan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah

4. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi pendaurulangan limbah

styrofoam untuk mengurangi konsumsi energi listrik.

5. Untuk menjelaskan bagaimana pendaurulangan limbah styrofoam sebagai

pendingin ruangan di rumah.

6. Untuk mengetahui dampak pemakaian limbah styrofoam sebagai

pendingin ruangan dalam mengurangi konsumsi energi listrik di rumah.

1.4 Anggapan Dasar

Styrofoam atau polystyrene adalah jenis plastik yang umumnya memiliki

warna putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan. Sifat asli dari

polystyrene sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh.

36
Sehingga dibutuhkan penambahan zat lain seperti senyawa butadien. Kemudian

ditambahkan zat plastisizer seperti dioktil platat (DOP), butyl hidroksi toluene, atau

butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan

hasil proses peniupan dengan menggunakan gas Klorofluorokarbon (CFC)

sehingga membentuk buih atau foam (Sulchan & Endang, 2007).

Menurut Yandy Lim (2020) insulasi termal adalah metode atau proses yang

digunakan untuk mengurangi laju perpindahan panas/kalor. Bahan yang dapat

digunakan untuk metode ini dinamakan insulator. Styrofoam memiliki nilai

konduktivitas berkisar antara 0,204-0,986 W/m 2K. Karena nilai konduktivitas

panas styrofoam yang cukup rendah, sehingga styrofoam sangat baik digunakan

sebagai insulator.

1.5 Hipotesis

Pendaurulangan styrofoam sebagai pelapis dinding ruangan akan efektif jika

seluruh permukaan dinding dilapisi dengan styrofoam. Selain itu, jika dinding

ruangan dilapisi styrofoam, maka suhu ruangan akan stabil dan diprediksi besar

perubahan suhunya tidak sebesar atau se-fluktuatif lingkungan luar tidak hanya itu

durabilitas dari styrofoam bisa bertahan selama penelitian dan pengamatan

dilakukan.

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode

37
Penelitian ini bersifat eksperimen yaitu sebuah metode penelitian yang

bersifat kuantitatif yang bertujuan untuk mencari pengaruh atau dampak dari

variabel independen terhadap variabel yang dipengaruhi atau dependen dengan

kondisi yang dikendalikan agar hanya variabel independen yang memengaruhi

variabel dependen.

1.6.2 Teknik pengumpulan data

Pada penelitian kali ini kami menggunakan teknik pengumpulan data,

berupa observasi terstruktur. Observasi ini dilakukan dengan mengamati subjek

penelitian berupa stoyrofoam yang dijadikan pelapis kardus, kemudian subjek

penelitian diamati dan dianalisis ada tidaknya perubahan dengan kondisi yang

terstruktur yaitu data dari hasil observasi diambil setiap 10 menit sekali dalam

kurun waktu 1 jam.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu

pendahuluan, teori dasar styrofoam, analisis pengaruh pemakaian dinding limbah

styrofoam terhadap konsumsi energi listrik di rumah, serta simpulan dan saran.

Pada bab satu akan dibahas mengenai latar belakang pengangkatan aspek laporan

penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, anggapan

dasar, hipotesis, metode dan teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan.

Pada bab dua akan disajikan teori dasar sebagai penjelasan umum dan aspek-aspek

yang akan dikaji berupa definisi styrofoam, jenis dan fungsi styrofoam, karakter

styrofoam, penggunaan styrofoam, penggunaan energi listrik, induksi termal. Bab

38
tiga berisi analisis yang menjabarkan dan menganalisis masalah -masalah yang

telah dirumuskan secara lengkap berupa pendaurulangan limbah styrofoam menjadi

bahan insulator termal, kemampuan styrofoam, pengaruh pemasangan dinding

styrofoam, ketahanan styrofoam, penggunaan energi listrik rata-rata per bulan di

rumah, konsumsi energi listrik di rumah, limbah styrofoam di lingkungan, dan

peluang pengembangan limbah styrofoam. Bab empat berisi tentang simpulan dan

saran dari penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait dengan

pendaurulangan styrofoam sebagai pelapis dinding ruangan untuk mengurangi

konsumsi energi listrik.

LAMPIRAN D
DRAF BAB 2
BAB II
TEORI DASAR STYROFOAM

2.7 Definisi Styrofoam


Aquina, dkk. (2014) menyatakan bahwa styrofoam merupakan bahan

plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran

dengan kerapatan rendah yang mempunyai bobot cukup ringan. Selanjutnya

Hariady, dkk. (2014) menjelaskan asal-usul nama styrofoam adalah nama dagang

polystyrene foam yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow Chemical.

Styrofoam atau yang dikenal juga sebagai expanded polysterene dihasilkan

dari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam cincin karbon)

yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul (Sudipta &

39
Sudarsana, 2009). Suryanita, dkk. (2014) juga menambahkan bahwa styrofoam

termasuk dalam kategori polimer sintetik dengan berat molekul tinggi yang

berbahan baku monomer berbasis etilena yang berasal dari perengkahan minyak

bumi.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa styrofoam atau

polystyrene merupakan material yang berbobot ringan yang berbahan baku etilena

yang diproduksi dari perengkahan minyak bumi. Kutipan di atas bermanfaat untuk

landasan sekaligus sebagai batasan penelitian lebih lanjut tentang styrofoam.

2.8 Jenis dan Fungsi Styrofoam


Julian (2020) menyatakan bahwa polystirene merupakan unsur kimia

pembentuk styrofoam, hampir keseluruhan material dari styrofoam merupakan

unsur polystirene. Polystyrene dapat terbagi menjadi dua yaitu polystirene busa dan

padat. Kedua jenis Polystirene ini memiliki fungsi yang berbeda contohnya

polystirene padat, jenis polystirene ini biasanya digunakan untuk pembuatan

produk plastik segmen akhir seperti peralatan elektronik, suku cadang kendaraan

bermotor, peralatan rumah tangga, bahkan beberapa peralatan medis. Polystyrene

busa adalah bentuk lain dari barang setengah jadi polimer yang selanju tnya

digunakan untuk menghasilkan produk konsumen akhir segmen. Menurut info

(Yangzhou Chengsen Plastics Co, Ltd), 2018) Polystirene busa terdiri dari 95-98%

udara. Mereka adalah isolator panas yang baik, oleh karena itu, secara luas

digunakan sebagai bahan isolasi bangunan. salah satu sifat dari polystirene busa

yaitu baik dalam meredam sehingga membuatnya memiliki daya tarik dalam

industri pengemasan. Polystirene bisa juga dapat digunakan di sektor konstruksi

40
untuk pembangunan sektor arsitektur non-berat bantalan seperti pilar hias.

Berdasarkan kutipan di atas polystirene sebagai unsur kimia yang membentuk

styrofoam tidak hanya dapat dijadikan sebagai kemasan saja, melainkan dapat

terbagi menjadi dua jenis yang memiliki fungsi berbeda-beda sesuai dengan jenis

polystirene-nya.

2.9 Karakteristik Styrofoam


Helbert (2015) menyatakan bahwa styrofoam memiliki densitas berkisar

antara 25-200 kg/m 3, dengan konduktivitas termal 0,033 W/mK. Helbert (2015)

juga menambahkan bahwa styrofoam memiliki sifat getas, dengan modulus Young

berkisar antara 3000 – 3600 MPa dan kekuatan tarik berkisar antara 40 – 60 MPa.

Menurut Triaji, dkk. (2013), styrofoam yang memiliki karakteristik lentur,

mudah dibentuk, ringan, dan relatif murah banyak digunakan oleh masyarakat

untuk berbagai keperluan. Triaji,dkk. (2013) juga menambahkan sifat-sifat yang

lebih detail terkait styrofoam atau polystirena, meliputi

7. Ketahanan kerja pada suhu rendah (dingin) : Tidak baik;

8. Kuat Tensile 256 (j/12) : 0,13-0,34;

9. Modulus elastisitas tegangan ASTM D747 (MNm x 10-4 ) : 27,4-

41,4;

10. Kuat kompresif ASTM D696 (MNm) : 74,9-110;

11. Muai termal ASTM 696 (mm C x 10) : 6-8;

12. Titik leleh (lunak °C) : 82-103.

41
Berdasarkan teori di atas, pendapat Triaji, dkk. lebih lengkap dengan

mencantumkan beberapa karakteristik yang lebih detail seperti titik leleh styrofoam

dan karakteristik umum seperti lentur, mudah dibentuk, dll.

2.10 Penggunaan Styrofoam


Polystyrene atau biasa dikenal dengan nama styrofoam merupakan salah

satu bahan yang kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari contohnya sebagai

kemasan bagi barang-barang yang mudah rusak dan tidak jarang dipakai sebagai

kemasan bagi makanan. Hal ini didukung karena styrofoam praktis dan tahan lama

sehingga menjadi salah satu pilihan yang kerap dipakai penjual maupun konsumen

makanan. Selain itu Styrofoam memiliki sifat yang tahan bocor, ringan dan yang

paling penting yaitu murah, hal-hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi

styrofoam (Triaji, dkk., 2013).

Semua sifat-sifat styrofoam sebagai kemasan banyak mendatangkan

keuntungan bagi penjual maka styrofoam sering dijumpai sebagai kemasan bagi

produk makanan yaitu bubur ayam, mie instan, dan makanan saji lainnya (POM),

2008). Suhiel (2018) menyatakan bahwa Dalam pemroduksian suatu film atau

video dibutuhkan yang namanya pencahayaan yang baik sehingga diperlukan alat-

alat seperti reflektor, lighting, dll. Salah satu kegunaan styrofoam yang lain adalah

sebagai bahan yang dapat memantulkan cahaya dengan meminimalisir bayangan

yang terdapat dalam objek hal ini dikarenakan warna dari styrofoam yaitu putih, hal

inilah yang dimanfaatkan sebagai reflektor buatan daripada harus merogoh kocek

untuk membeli alat reflektor. berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

styrofoam merupakan material yang memiliki sifat-sifat yang berguna pakai

42
sebagian orang khususnya di bidang makanan, karena dapat dijadikan sebagai

kemasan dan juga di bidang lainnya dan kutipan di atas bermanfaat untuk landasan

sekaligus sebagai batasan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan styrofoam

2.11 Penggunaan Energi Listrik


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Kegiatan

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Nomor 14 Tahun 2012) Tarif Dasar Listrik

untuk keperluan Rumah Tangga, terdiri atas:

4. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga kecil pada tegangan rendah,

dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA (R-1/TR);

5. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga menengah pada tegangan

rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA (R-2/TR);

6. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan rendah,

dengan daya 6.600 VA ke atas (R-3/TR).

Fakta mengenai penggunaan listrik juga dijelaskan oleh Palaloi, S. (2014)

Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2013 sebesar 187.541 GWh, meningkat

7,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan rumah tangga

mengkonsumsi energi sebesar 77.211 GWh (41,17%), sektor industri 64.381 GWh

(34,33%), Bisnis 34.498 GWh (18,40%), dan lainnya (sosial, gedung pemerintah

dan penerangan jalan umum) 11.451 GWh (6,11%).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan listrik

rumah tangga merupakan pengguna listrik dengan persentase terbesar dib andingkan

sektor industri dan bisnis. Kutipan di atas bermanfaat untuk landasan sekaligus

sebagai batasan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan listrik rumah tangga.

43
2.12 Insulasi Termal Styrofoam
Helbert (2015) menyatakan bahwa insulasi termal (isolasi termal, isolasi

panas) adalah metode atau proses yang digunakan untuk mengurangi laju

perpindahan panas/kalor. Panas atau energi panas (kalor) bisa dipindahkan dengan

cara konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika terjadi perubahan wuju d. Bahan

yang digunakan untuk mengurangi laju perpindahan panas itu disebut isolator atau

insulator.

Selanjutnya Helbert (2015) juga menyatakan bahwa kemampuan insulasi

suatu bahan diukur dengan konduktivitas termal (k). Konduktivitas termal yang

rendah setara dengan kemampuan insulasi (resistansi termal atau nilai R) yang

tinggi. Konduktivitas termal dapat dihitung dengan rumus berikut.

𝑄𝐿
𝑘=
𝐴𝑇Δ𝑇

Q : kalor (J) atau (kal)

k : konduktivitas termal (W/mK)

A : luas penampang (m 2)

ΔT : perubahan suhu (K)

L : panjang (m)

t : waktu (sekon)

Berdasarkan persamaan tersebut, didapatkan hubungan yang berbanding

terbalik antara nilai konduktivitas termal dan perubahan suhu. Semakin besar nilai

konduktivitas termal suatu bahan, maka semakin kecil perubahan suhu yang terjadi

pada bahan tersebut. Namun, dibutuhkan nilai kalor (Q) untuk menghitung

konduktivitas termal bahan. Sumber kalor yang paling utama pada percobaan ini

44
adalah matahari. Matahari memancarkan kalor melalui radiasi, dengan persamaan

sebagai berikut.

𝑄 = 𝑒𝜎𝑇 4 𝐴𝑡

Q : kalor (J) atau (kal)

e : emisivitas bahan

A : luas penampang (m 2)

T : suhu mutlak (K)

𝜎 : 5,67 x 10 -8 (J/s.m2.K4)

t : waktu (s)

45
LAMPIRAN E
DAFTAR GAMBAR

46
47
RIWAYAT HIDUP
Sulthan Shadiqah yang biasa dipanggil
Sulthan, lahir di Bandar Lampung pada tanggal 12
September 2002. Anak kedua dari empat bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yaitu SDS
Kartika II-5 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2014,
SMP Negeri 1 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2017,
SMA Negeri 2 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2020,
dan mulai tahun 2020 sampai dengan sekarang
mengikuti Pendidikan Sarjana Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut
Teknologi Bandung (FTMD ITB). Sampai dengan penulisan makalah ini, penulis
masih terdaftar sebagai mahasiswa TPB FTMD.

Penulis sudah lama mengenal karya ilmiah yaitu sejak SMP dan Ketika SMA
penulis sudah pernah membuat karya ilmiah untuk memenuhi kewaiban yaitu tugas
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Penulis lebih mendalami dan mengerti bagaimana
karya tulis ilmiah dirancang dan dibuat saat mengikuti mata kuliah TTKI di
kampus ITB. Meskipun mengerjakan Karya Tulis Ilmiah secara daring, tetap tidak
menghilangkan semangat untuk menyelsaikan karya tulis ilmiah walauoun kendala
Ketika online sangatlah banyak. Teman anggota kelompok yang mendukung dan
juga dosen TTKI yang ramah, menambah semangat dalam membuat karya tulis
ilmiah. Baginya, mata kuliah TTKI sangat bermanfaat bagi dirinya dengan memberi
wawasan dan pengalaman yang baru berupa ilmu dan teknik dalam menyusun karya
ilmiah dengan berbekal perbaikan penulisan makalah yang terus menerus
dilakukan dalam penulisan laporan ini.

48
Teuku Nilnal Lyusi Nashtam yang biasa
dipanggil Nilnal, lahir di Jakarta, 8 Februari 2002.
Anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan yang
telah ditempuh oleh penulis adalah SDIT Al-Haraki
selama dua tahun (2008-2010) lalu disambung di MIN
Teladan Banda Aceh selama 4 tahun (2010-2014).
Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan
menengahnya berturut-turut di MTsN Model Banda
Aceh (2014-2017) dan SMAN Modal Bangsa Aceh
(2017-2020). Pada tahun 2020 penulis diterima di
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Penulis mulai berkecimpung di bidang karya tulis ilmiah sejak SMP/MTs
ketika penulis duduk di bangku kelas 9 MTs. Pada saat itu penulis berpartisipasi
dalam lomba karya tulis ilmiah se-Provinsi Aceh dan menulis tentang kehidupan
komunitas wanita pengrajin gerabah di Aceh. Penulis lebih mendalami karya tulis
ilmiah saat mengikuti mata kuliah TTKI di kampus ITB. Baginya mata kuliah TTKI
ini sangat berguna, terutama untuk penulisan makalah karya ilmiah sebagai latihan
menulis skripsi.

49
Mutaqin Aryawijaya, yang biasa dipanggil Arya,
lahir di Jambi pada tanggal 24 Mei 2001. Telah menempuh
pendidikan dasar di SD Unggul Sakti Jambi, lulus pada tahun
2013. Dilanjutkan menempuh pendidikan di SMPN 1 Kota
Jambi, lulus pada tahun 2016. Lalu, melanjutkan pendidikan
di SMAN 3 Kota Jambi, lulus pada tahun 2019. Penulis
melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Diponegoro
untuk selang waktu 2019-2020, lalu melakukan pindah studi
ke Institut Teknologi Bandung dengan mengikuti Pendidikan Sarjana Fa kultas
Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD ITB) dari tahun 2020 sampai dengan saat ini.

Penulis sudah cukup lama menulis karya ilmiah. Pengalaman karya ilmiah
penulis dimulai ketika sedang menempuh pendidikan di tingkat SMA, yaitu
mengikuti ajang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2018 yang diadakan oleh
LIPI, dan juga pernah mengikuti beberapa ajang perlombaan karya tulis lainnya.
Selain itu, penulis juga memiliki pengalaman membuat karya tulis ilmiah untuk
memenuhi kewajiban tugas beberapa mata pelajaran SMA, seperti laporan final
project fisika dan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan adanya mata kuliah
Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI) di perkuliahan kali ini, penulis lebih mendalami
dan mengerti bagaimana membuat sebuah karya tulis ilmiah yang baik dan benar
sesuai kaidah-kaidah penulisan yang berlaku. Walaupun penulisan karya tulis ini
dalam keadaan daring, penulis dan tim tetap mampu bekerja sama menghasilkan
sebuah karya tulis ilmiah sebaik mungkin. Tentu hasil ini tidak dapat dicapai tanpa
bantuan materi perkuliahan dari mata kuliah TTKI.

50

Anda mungkin juga menyukai