Anda di halaman 1dari 4

NAMA : NYAK DALNUR ACEH

NIM : 042778828

M.K. : PENGANTAR EKONOMI MIKRO

1. Permintaan turunan adalah permintaan untuk faktor produksi atau barang antara
yang terjadi sebagai akibat dari permintaan barang antara atau barang akhir lainnya
.Intinya, permintaan untuk, katakanlah, faktor produksi oleh suatu perusahaan
bergantung pada permintaan konsumen akan produk yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Marshall
dalam bukunya Principles of Economics pada tahun 1890. Permintaan untuk semua
faktor produksi dianggap sebagai permintaan turunan. Hal ini mirip dengan konsep
permintaan bersama atau barang pelengkap , kuantitas yang dikonsumsi salah
satunya tergantung secara positif pada kuantitas yang dikonsumsi lainnya. Contoh
jika ada barang yang dalam proses produksi dengan menuntut modal secara
otomatis kecepatan produksi akan meningkat yang secara langsung permintaan
atau permintaan turunan. Contohnya produsen memiliki permintaan turunan untuk
karyawan. Para karyawan itu sendiri tidak muncul dalam fungsi utilitas pemberi
kerja ; sebaliknya, mereka memungkinkan pemberi kerja untuk mendapatkan
keuntungan dengan memenuhi permintaan konsumen akan produk mereka. Dengan
demikian permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari permintaan
barang dan jasa. Misalnya, jika permintaan barang seperti gandum meningkat, maka
hal ini menyebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja, serta permintaan faktor
produksi lain seperti pupuk.

2. Pareto adalah perubahan pada alokasi yang berbeda yang membuat setidaknya satu
individu atau kriteria preferensi menjadi lebih baik tanpa membuat kriteria individu
atau preferensi lainnya menjadi lebih buruk, mengingat alokasi awal barang
tertentu di antara sekumpulan individu. Alokasi didefinisikan sebagai "Pareto
efisien" atau "Pareto optimal" ketika tidak ada perbaikan Pareto lebih lanjut dapat
dibuat, dalam hal ini kita diasumsikan telah mencapai optimalitas Pareto ."Efisiensi
Pareto" dianggap sebagai gagasan efisiensi minimal yang tidak selalu menghasilkan
distribusi sumber daya yang diinginkan secara sosial: ia tidak membuat pernyataan
tentang kesetaraan, atau kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.Gagasan
efisiensi Pareto telah diterapkan pada pemilihan alternatif di bidang teknik dan
serupa. Setiap opsi pertama dinilai, di bawah beberapa kriteria, dan kemudian
subset opsi secara jelas diidentifikasi dengan properti yang tidak ada pilihan lain
yang dapat mengungguli anggotanya.Ketika mencoba untuk meningkatkan manfaat
seseorang dari suatu negara, ia mengorbankan manfaat orang lain (yaitu, manfaat
maksimal tercapai), ini disebut Pareto optimal. Ini biasanya salah satu konsep yang
paling penting dari teori normatif ekonomi neoklasik , menunjukkan efisiensi
alokasi sumber daya. Disebut demikian karena ekonom Italia Pareto digunakan
untuk pertama kalinya.

3. Surplus konsumen merupakan nilai kerelaan seseorang untuk membayar suatu


barang dikurangi nilai yang sebenarnya dibayarkan olehnya. Surplus konsumen
merupakan ukuran manfaat (benefit), baik dalam arti uang (monetary gain)
ataupun kesejahteraan (welfare), atau kepuasan (satisfaction), yang diperoleh
seorang sebagai hasil dari membeli dan mengkonsumsi barang atau pelayanan.
Sebagai ilustrasi misalnya di Bogor terdapat Kebun Raya Bogor yang merupakan
tempat pariwisata sekaligus tempat penelitian yang berkaitan dengan
tanaman.Besarnya surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan
evaluasi proyek mampu menghitung bentuk kurva permintaan yang tepat. Untuk
proyek-proyek besar, perubahan surplus konsumen merupakan ukuran yang paling
tepat untuk mengukur perubahan kesejahteraan masyarakat dan bukan hanya
sekedar nilai total hasil dari suatu proyek. Tujuan kita mengembangkan konsep
surplus konsumen adalah untuk membuat penilaian normatif berapa besar
diinginkannya hasil-hasil yang terjadi di pasar.

Surplus produsen dapat didefinisikan sebagai ukuran perbedaan antara jumlah


penerimaan total yang sesungguhnya diperoleh produsen dari
memproduksi/menjual barang atau pelayanan di pasar, dan jumlah manfaat atau
keuntungan minimal yang produsen masih bersedia menerima (willing to accept)
dengan memproduksi atau menjual barang tersebut. Kesediaan untuk menerima
keuntungan minimal (willingness to accept) dengan menjual. Evaluasi Proyek
barang atau pelayanan identik dengan kesediaan untuk menjual/ memproduksi
(willingness to sell). Konsep kesediaan untuk menjual pada produsen (ditunjukkan
oleh kurva suplai/kurva penyediaan) dapat dibandingkan dengan konsep kesediaan
membayar (willingness to pay) pada konsumen (ditunjukkan oleh kurva
permintaan/demand). Kesediaan produsen untuk menerima keuntungan minimal
(willingness to accept) identik dengan kesediaannya untuk menjual/memproduksi
(willingness to sell). Kesediaannya untuk menjual ditentukan oleh biaya produksi.
Makin tinggi biaya produksi barang, makin kecil kesediaannya
memproduksi/menjual barang karena makin kecil surplus produsen. Jelas bahwa
penjual/produsen bersedia menjual/memproduksi barang dengan harga yang lebih
tinggi daripada biaya produksi. Sebaliknya, makin tinggi harga, makin besar surplus
produsen, makin besar kesediaan penjual/produsen untuk menjual/ memproduksi.
Tetapi harga pasar tentu saja dibatasi oleh kesediaan konsumen untuk membayar
(willingness to pay). Dengan kata lain, surplus produsen dibatasi oleh harga pasar.
Dengan kata lain, surplus produsen (producer surplus) adalah harga yang
dibayarkan kepada penjual dikurangi biaya yang dikeluarkan oleh penjual. Biaya
adalah nilai segala sesuatu yang harus dikorbankan oleh penjual untuk
memproduksi suatu barang. Surplus produsen ini mengukur seberapa besar
keuntungan yang diterima penjual dari partisipasinya dalam suatu pasar.
Referensi :

Faried W. M, 2020, Pengantar Ekonomi Mikro, Tangerang Selatan: Penerbit UT

Anda mungkin juga menyukai