Anda di halaman 1dari 13

2.

1 Perilaku Konsumen

Konsumen adalah salah satu pelaku ekonomi yang selalu dihadapkan pada berbagai

alternatif pilihan, baik ketika mereka berada di pasar output (pasar produk) maupun di pasar

input (pasar faktor produksi). Di pasar produk (output), konsumen berperilaku sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan dana yang dimiliki, selera dan harga produk itu sendiri.

Sedangkan di pasar faktor produksi khususnya pasar tenaga kerja, konsumen dalam

berperilaku ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja, tingkat upah dan keterampilan yang

dimiliki. Sedangkan di pasar modal, konsumen juga dipengaruhi oleh perkembangan tingkat

bunga.

Konsumen sebagai unit pengambil keputusan, perilakunya sangat dibatasi oleh

beberapa fakor seperti harga produk, dan pendapatan yang diterimanya. Perkembangan harga

sangat mempengaruhi pilihan dan keputusan konsumen dalam membeli sejumlah barang.

Keterbatasan dana menuntut konsumen harus berhati-hati dalam membelanjakan atau

mengalokasikan dana/ pendapatannya untuk berbagai barang kebutuhan, agar dengan

keterbatasan dana tersebut dapat memperoleh barang yang mempunyai utilitas (nilai guna)

tinggi sesuai dengan kebutuhannya.

Utilitas (nilai guna) adalah kemampuan sesuatu barang dalam memenuhi kebutuhan

manusia. Nilai guna berbeda-beda, dimana ada yang rendah dan ada yang tinggi. Hal ini

sangat tergantung pada jenis barang dan tingkat kebutuhan seseorang. Konsep atau teori

utilitas (nilai guna) sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumen. Oleh sebab itu, teori

utilitas sering digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen. Hal ini disebabkan

konsumen selalu bertidak rasional. Rasionalnya tindakan seorang konsumen terlihat dari

upaya mereka yang selalu mencari kepuasan yang optimal dalam setiap berkonsumsi.

Barang-barang yang dapat memenuhi tindakan-tindakan rasional konsumen tersebut


merupakan barang-barang yang mempunyai utilitas. Konsumen rasional selalu mengkonumsi

barang-barang yang mempunyai nilai guna (utility).

Ada tiga pendekatan dalam teori utilitas yang digunakan untuk menganalisis perilaku

konsumen yaitu pendekatan cardinal, pendekatan ordinasl, dan pendekatan revealed

preference.

1. Pendekatan Kardinal

Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa nilai guna diukur dan dinyatakan secara

kuantitatif dan alat ukurnya adalah uang. Uang dapat digunakan sebagai alat ukur apabila

uang itu dipadang sebagai subjek, misalnya semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang dalam

mengkonsumsi suatu barang artinya barang tersebut mempunyai nilai guna yang sangat tinggi

bagi kehidupannya, maka semakin besar kesediaan konsumen tersebut untuk mengorbankan

uangnya. Sebaliknya semakin rendah nilai guna tersebut, maka akan semakin kecil pula

kesediaaan konsumen mengorbankan uangnya. Ada dua konsep utilitas yag dapat diukur

yaitu:

a. Total utility (TU), yaitu jumlah keseluruhan kepuasan (utilitas) yang diperoleh konsumen

dalam mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Hukum yang berlaku untuk total utility

yang disebut dengan increasing total utility yaitu “semakin banyak barang yang

dikonsumsi pesatuan waktu, maka semakin besar jumlah nilai guna (TU) yang diperoleh,

sampai pada satu titik tertentu (titik kepuasan maksimum). Setelah titik ini tercapai,

penambahan jumlah barang yang dikonsumsi akan menimbulkan total utility yang

menurun.

b. Marginal utility (MU), yaitu pertambahan nilai guna (kepuasan) yang diperoleh sebagai

akibat dari pertambahan satu unit barang yang dikonsumsi. Hukum yang berlaku dalam

MU disebut Law of Diminishing Marginal Utility yaitu semakin banyak sesuatu barang
yang dikonsumsi pertambahan nilai guna (kepuasan) yang diperoleh dari setiap

pertambahan satu unti barang yang dikonsumsi akan menurun.

Seorang konsumen dikatakan dalam equilibrium apabila konsumen tersebut

memperoleh kepuasan maksimum. Kepuasan maksimum terjadi di saat besar pengorbanan

yang dilakukan sama dengan manfaat atau nilai guna yang diperoleh:

 Pengorbanan yang dilakukan = biaya yang dikeluarkan setiap menambah satu unit

barang = harga barang per unit

 Manfaat/ nilai guna yang diperoleh = marginal utility yang di dapat ketika menambah

satu unit barang yang dikonsumsi

Untuk menentukan keseimbangan konsumen atau tercapainya kepuasan maksimum

bagi konsumen dapat digunakan rumusan berikut ini.

a. Jika barang yang dikonsumsi hanya 1 barang, maka Mux = Px atau atau Mux / Px = 1.

b. Jika barang yang dikonsumsi lebih dari satu misalnya dua yaitu barang X dan barang Y,

maka MUx : MUy = Px : Py atau MUx / Px = MUy / Py

Konsep analisis MU dapat digunakan untuk menjelaskan beberapa kejadian ekonomi

seperti paradoks nilai dan surplus konsumen. Paradoks nilai adalah suatu kejadian yang

menunjukkan adanya nilai guna suatu barang rendah tetapi harga barang tersebut sangat

tinggi. Sebaliknya nilai guna barang sangat tinggi, maka harganya rendah. Sementara itu,

surplus konsumen merupakan suatu kelebihan kepuasan yang dinikmati konsumen sebagai

akibat daya belinya melebihi harga yang berlaku di pasar. Surplus konsumen dapat juga

dikatakan sebagai perbedaan antara kepuasan yang diperoleh seorang konsumen dalam

mengkonsumsi sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dilakukan.

2. Pendekatan Ordinal
Dalam pendekatan ordinal, nilai guna tidak dapat diukur atau dikuantifikasi, tetapi

nilai guna hanya dapat dibandingkan tinggi atau lebih tinggi, sebaliknya rendah atau lebih

rendah. Ada dua konsep yang dipakai untuk mengamati perilaku konsumen melalui

pendekatan ordinal yaitu kurva kepuasan sama (indifference curve) dan garis anggaran

(budget line).

a. Indifference Curve

Indifference Curve, yaitu suatu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi dari

dua macam barang konsumsi yang dapat memberikan kepuasan yang sama.

b. Budget Line

Budget line adalah suatu garis anggaran pengeluaran yang memperlihatkan hubungan

berbagai titik kombinasi dari dua macam barang yang dikonsumsi dengan batas anggaran

tertentu yang nilainya sama. Bentuk fungsi atau kurva budget line dapat berubah apabila

dipengaruhi oleh faktor harga dan faktor pendapatan. Faktor harga yaitu apabila harga turun,

maka budget line menjauhi titk origin, dan sebaliknya. Sedangkan faktor pendapatan yaitu

apabila pendapatan berkurang, maka budget line bergeser sejajar mendekati titik origin, dan

sebaliknya.

Secara ordinal, seorang konsumen dikatakan dalam keadaan keseimbangan apabila

keinginan konsumen persis sama dengan kemampuan konsumen. Keinginan konsumen

dinyatakan dengan indifference curve dan kemampuan konsumen dinyatakan dengan budget

line. Secara teori, keseimbangan konsumen konsumen terjadi ketika budget line

bersinggungan dengan indifference curve.

Keseimbangan konsumen dapat berubah dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu jika

terjadi perubahan harga dan perubahan pendapatan. Jika faktor harga yang berubah, maka

akan merubah posisi titik keseimbangan konsumen, sehingga melahirkan kurva PCC (price

consumption curve). Tetapi jika faktor pendapatan yang berubah, maka posisi titik
keseimbangan konsumen juga akan berubah dan akan melahirkan kurva ICC (income

consumption curve). Kurva PCC akan terbentuk apabila terjadi perubahan harga yang

mengakibatkan garis anggaran bergeser/ berubah. Perubahan budget line ini akan

menciptakan titik-titik keseimbangan konsumen yang baru. Apabila titik titik keseimbangan

dihubungkan, maka muncul suatu garis yang disebut PCC, yaitu garis yang menghubungkan

berbagai titik keseimbangan konsumen yang diakibatkan adanya perubahan harga. Sedangkan

kurva ICC yaitu garis yang menghubungkan berbagai titik keseimbangan konsumen yang

diakibatkan oleh perubahan pendapatan. Apabila terjadi perubahan pendapatan, maka

mengakibatkan garis anggaran bergeser/ berubah. Perubahan budget line juga akan

menciptakan titik-titik keseimbangan konsumen yang baru. Apabila titik-titik

keseimbangangan dihubungkan muncul sautau garis disebut dengan ICC.

3. Pendekatan Revealed Preference

Pendekatan ini pada prinsipnya menunjukkan bahwa dalil-dalil pokok dalam teori

konsumen bisa diterangkan atas dasar pilihan yang diungkapkan (revealed preference)

konsumen dalam memilih berbagai macam barang yang dihadapinya dengan syarat

konsumen konsisten dalam preferensinya akan barang satu dibandingkan barang lain.

Menurut Lancaster dalam Amaliawati dan Murni (2017), bahwa yang menimbulkan kepuasan

bukanlah konsumsi barang dalam artian sehari-hari, tetapi ada unsur unsur yang bersifat lebih

fundamental dari barang itu sendiri. Sebagai contoh, sepiring nasi di dalamnya mengandung

unsur sekian gram karbohidrat dan protein, pakaian mengandung unsur kehangatan dan

kebanggaan, unsur-unsur (karakteristik) itulah yang dapat memuaskan konsumen bukan

sepiring nasi atau sebuah pakaian.

Setiap konsumen memiliki nilai yang bebeda akan kandungan karakteritsik terhadap

suatu barang, hal ini tidak menjadi suatu masalah tetapi yang penting adalah sumbu-sumbu
yang digunakan untuk menggambarkan indifference curve seorang konsumen haruslah

menunjukkan jumlah karakteristik yang dikonsumsi, bukan jumlah barang yang

dikonsumsinya.

Sementara itu, pada teori perilaku konsumen di pasar tenaga kerja, dimana dalam

pasar tenaga kerja, konsumen akan dihadapkan pada dua hal yaitu keinginan untuk

memperoleh pendapatan dan keinginan untuk mendapatkan waktu luang untuk istirahat

apabila dikaitkan dengan perkembangan tingkat upah. Sedangkan pada teori perilaku

konsumen di pasar modal, dimana dalam pasar modal, konsumen akan dihadapkan pada

menggunakan pendapatan sekarang untuk mendanai pengeluaran di masa depan. Artinya

konsumen disini akan berhemat untuk menabung, atau menggunakan pendapatan masa depan

untuk mendanai pengeluaran sekarang. Artinya konsumen akan meminjam uang untuk

berinvestasi (Case & Fair dalam Amaliawati dan Murni, 2017). Jika konsumen berhemat dan

menyimpan dananya dalam bentuk rekening tabungan, saham, obligasi perusahaan dan

sebagainya, maka konsumen tersebut akan mendapatkan balas/ uang jasa (bunga) atas

simpannya itu. Apabila adanya kenaikan tingkat suku bunga, maka akan menambah

keinginan konsumen untuk lebih berhemat dan lebih banyak menabung, dibandingkan

keinginan membelanjakan dananya saat sekarang. Ketika konsumen menabung, berarti

konsumen bertindak sebagai supplier di pasar uang.

Jika konsumen meminjam dana untuk membeli sesuatu sekarang, atau untuk investasi,

artinya investasi atau pembelian barang tersebut dibiayai dengan pendapatan masa yang akan

datang. Meminjam uang untuk dibelanjakan sekarang akan menimbulkan biaya pinjaman

yang disebut tingkat bunga. Perkembangan tingkat bunga pinjaman akan mempengaruhi

perilalku seseorang dalam meminjam dana untuk keperluan sekarang. Semakin tinggi tingkat

bunga pinjaman, maka akan menurunkan jumlah pinjaman uang dan sebaliknya. Ketika
konsumen meminjam dana untuk keperluan pengeluaran sekarang atau untuk investasi berarti

konsumen bertindak sebagai demander di pasar uang.

2.2 Perilaku Produsen

Teori perilaku produsen adalah teori yang menjelaskan tentang bagaimana tingkah

laku produsen dalam menghasilkan produk yang selalu berupaya untuk mencapai efisiensi

dalam kegiatan produksinya. Produsen berusaha untuk menghasilkan produksi seoptimal

mungkin dengan mengatur penggunaan faktor produksi yang paling efisien. Teori produksi

pada prinsipnya menjelaskan hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi

dengan menggunakan sejumlah input-input yang tersedia pada tingkat teknik tertentu. Hal

yang dimaksudkan dengan input atau faktor produksi adalah segala sesuatu yang ikut dalam

proses produksi untuk meningkatkan utility suatu barang. Faktor produksi terdiri atas land

(natural resources), tenaga kerja (labour), modal (capital), dan keahlian/ kewirausahaan

(skill). Hubungan antara faktor produksi yang digunakan dengan hasil produksi yang dicapai

disebut fungsi produksi yang dinyatakan dalam rumusan:

Q= f (R, L, K, S)

Berdasarkan persamaan di atas, artinya besar kecilnya output tergantung pada besar

kecilnya input yang digunakan. Analisis tentang hubungan antara output dengan kondisi input

akan melahirkan konsep teori produksi. Pada teori produksi terhadap 2 teori yaitu teori

produksi dengan satu faktor produksi yang berubah, dan teori produksi dengan dua faktor

produksi yang berubah.

1. Teori produksi dengan satu input variabel (satu faktor produksi yang berubah)

Teori ini menggambarkan bahwa dalam proses produksi (dalam menghasilkan output)

hanya ada satu faktor produksi (input) yang berubah secara terus menerus, sementara faktor

produksi lain tidak berubah (tetap), misalnya hanya tenaga kerja yang berubah secara terus
menerus, sedangkan input lain (capital, land, skill) dianggap tetap tidak berubah. Jadi

besarnya output hanya akan terganutng pada besar kecilnya tenaga kerja.

Jika hanya salah satu input yang dirubah secara terus menerus (input tenaga kerja),

sedangkan input lain tetap/ tidak berubah (input lahan, modal, keahlian), maka akan berlaku

suatu kondisi dimana pertambahan output akan semakin berkurang secara terus menerus,

sehingga berlaku hukum hasil lebih yang semakin berkurang (the law of diminishing return).

The law of diminishing return menyatakan apabila salah satu faktor produksi, misalnya

tenaga kerja ditambah secara terus menerus, maka produksi total akan bertambah terus

dengan kondisi mula-mula pertambahannya besar, kemudian pertambahannya semakin

lambat sampai produksi total mencapai tingkat maksimum dan bila tenaga kerja ditambah

lagi, maka produksi total semakin lama semakin berkurang. Fungsi produksi dengan satu

input variabel terdiri atas

a. Total Product (TP), yaitu output (Q) yang dihasilkan dari seluruh input tenaga kerja (L)

yang digunakan.

b. Marginal Product (MP), yaitu perubahan output yang dihasilkan disebabkan adanya

perubahan input yang digunakan.

c. Average product (AP), yaitu rata-rata output (Q) yang dihasilkan dari setiap unit tenaga

kerja (L) yang digunakan.

Adapun hubungan TP, AP, dan MP dijelaskan pada gambar berikut ini.
Tahapan Produksi

Berdasarkan gambar di atas, bahwa tahapan produksi dibagi menjadi 3 tahap yaitu

tahap 1, tahap 2, dan tahap 3. Tahap 1 dimulai dari 0 sampai AP maksimum (AP=MP),

menunjukan bahwa AP meningkat sampai titik puncak. Sementara itu, MP bernilai positif

artinya jika ditambah tenaga kerja, maka masih ada tambahan output yang dihasilkan

sehingga TP naik dengan kecepatan tinggi. Sedangkan pada tahap 2 dimulai dari AP

maksimum sampai MP=0, menunjukan AP menurun dan MP menurun tapi masih bernilai

positif sehingga ketika ditambah tenaga kerja, nilai TP masih meningkat, namun dengan

kecepatan naik yang melambat. Sementara itu, tahap 3 dimulai setelah MP=0, nilai AP terus

menurun dan MP bernilai negatif, artinya ketika ditambah tenaga kerja sudah tidak ada

tambahan output sehingga TP terus menurun. Dari ketiga tahap tersebut, maka tahap yang

paling rasional untuk berproduksi adalah tahap 2, karena nilai TP di tahap 2 masih lebih

tinggi dibandingkan tahap 1, sedangkan tahap 3 tidak rasional untuk berproduksi karena TP

yang terus menurun.

Perusahaaan akan menggunakan input variabel (input tenaga kerja) sepanjang

tambahan penerimaan yang dihasilkan dari penujalan output yang diproduksi melebih

tambahan biaya yang harus dikeluarkan ketika mempekerjakan tenaga kerja tersebut sampai

tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya (Dominick dalam Amaliawati dan
Murni, 2017). Tambahan penerimaan yang dihasilkan ketika menggunakan tambahan untuk

tenaga kerja dinamakan Marginal Revenue Product of Labor (MRPL), MRPL, nilanya sama

dengan MPL dikalikan dengan MR dari setiap tambahan output yang dijual.

MRPL = MPL x MR

Tambahan biaya yang harus dikeluarkan ketika menambah unit tenag kerja dinamakan

Marginal Resource Cost (MRCL), MRC nilainya sama dengan penambahan total biaya (∆TC)

sebagai akibat menambah unit tenaga kerja (∆L).

2. Teori Produksi Dengan Dua Input (Dua Faktor Produksi Berubah)

Teori ini menggambarkan tentang hubungan antara tingkat output yang dihasilkan

dengan menggunakan dua input (faktor produksi) yang berubah, misalnya tenaga kerja dan

modal), sedangkan input lain (lahan dan keahlian) diangap tetap tidak berubah, hubungan ini

dapat dinyatakan dalam suatu fungsi:

Output = f (tenaga kerja dan modal), kondisi lain ceteris paribus

Hubungan tersebut mengandung makna besar kecilnya output yang dihasilkan akan

tergantung pada besar kecilnya kedua faktor produksi atau input L dan K yang digunakan.

Asumsinya kedua faktor produksi tersebut dapat saling dipertukar penggunaanya. Antara

modal (K) dengan tenaga kerja (L) yaitu tenaga kerja dapat menggantikan modal dan

sebaliknya. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat dijelaskan dalam dua konsep yaitu

konsep isoquant dan konsep isocost.

A. Konsep Isoquant

Konsep isoquant ditampilkan dalam bentuk tabel dan kurva yang menghubungkan

berbagai titik-titik kombinasi dua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

yang dapat menghasilkan output sama. Kurva isoquant mempunyai asumsi bahwa dua faktor

produsi tersebut dalam penggunaannya harus dapat dipertukarkan, misalnya penggunaan


mesin (barang modal/ capital) dengan tenaga kerja. Dengan demikian, isoquant adalah suatu

garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi dari penggunaan dua faktor produksi yang

menghasilkan jumlah output yang sama dan berkemiringan negatif. Kurva isoquant memiliki

beberapa sifat, antara lain:

a. Mempunyai slope negatif, artinya menurun dari kiri ke atas ke kanan bawah, karena

kedua faktor produksi saling bersubtitusi, artinya jika satu variabel ditambah

penggunannya, maka faktor lain akan dikurangi penggunaannya.

b. Cembung ke arah titik origin atau titik nol.

c. Tidak berpotongan satu sama lain.

d. Semakin jauh dari titik nol menunjukkan bahwa tingkat/ jumlah produksi semakin besar.

Pada isoquant, apabila terjadi perpindahan kombinasi dari satu titik ke titik lain dalam

isoquant yang sama mencerminkan adanya penggantian satu unit input dengan input lain atau

dinamakan Marginal Rate of Techincal Subtitution (MRTS). Dengan demikian MRTS adalah

suatu kondisi dimana produsen dapat mengganti satu unit input (misalnya modal) dengan

input lain (misalnya tenaga kerja) dengan menghasilkan tingkat output yang sama. MRTS di

dalam kurva isoquant menunjukkan kemiringan (slope) dari kurva isoquant tersebut. Jadi

dapat disimpulkan bahwa: Slope isoquant = MRTS = MPL / MPK

B. Konsep Isocost

Isocost atau garis batas biaya menggambarkan kombinasi dua faktor produksi yang

dapat dipakai dalam proses produksi dengan biaya yang dikeluarkan sama. Biaya yang

dikeluarkan produsen akan sebesar harga input (input tenaga kerja/P L dan harga modal/PK)

dikalikan dengan unit input yang digunakan, sehingga persamaan matematik fungsi isocost

sebesar:

C = (PK x K) + (PL x L) atau C = (r x K) + (w x L)


Keterangan:

C = dana yang dikeluarkan produsen untuk mendapatkan input

PK = harga capital/ unit atau merupakan nilai dari tingkat bunga (r)

PL = harga tenaga kerja/unit atau besarnya upah yang diberikan pada tenaga kerja (w)

K = jumlah modal

L = jumlah tenga kerja

Dengan demikian, kurva isocost menunjukkan penggunaan semua kombinasi modal

(K) dan tenaga kerja (L) dengan mengeluarkan biaya yang sama. Kemiringan kurva isocost

dapat dihitung dengan cara membandingkan antara perubahan capital dengan perubahan

tenaga kerja (∆K/∆L).

Keseimbangan produsen adalah suatu kondisi dimana produsen dapat menjalankan

kegiatan produksinya secara efisien. Kondisi efisien akan tercapai apabila produsen dapat

mengoptimalkan produk dengan kondisi biaya tertentu dan meminimumkan biaya untuk

menghasilkan produk tertentu dalam jumlah tertentu. Jadi dapat dikatakan keseimbangan

produsen terjadi apabila produsen mampu mengkombinasikan penggunaan input (faktor-

faktor produksi) yang dapat menghasilkan produk maksimum dengan biaya tertentu atau

biaya minimum untuk menghasilkan jumlah produk tertentu, atau dapat dikatakan sebagai

kondisi Least Cost Combination (LCC). Kondisi Least Cost Combination (LCC) tercapai

disaat persinggungan antara kurva isoquant dengan kurva isocost atau pada saat slope

isoquant (kemiringan isoquant) sama dengan slope isocost (kemiringan isocost). Titik

persinggungan tersebut menunjukkan kombinasi penggunaan input (faktor produksi) yang

tepat, baik dalam memaksimumkan produk maupun meminimumkan biaya atau dengan kata

lain terjadinya keseimbangan produsen.

MPL / MPK = - PL / PK atau MPL / PL atau – MPK / PK


Pada teori produksi, dikenal juga dengan expantion path yaitu merupakan jalur untuk

melakukan ekspansi atau perluasan usaha bagia seorang produsen. Jika ingin melakukan

perluasan usaha dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah (kuantitas) faktor produksi

yang digunakan. Penambaan jumlah faktor produksi artinya produsen juga harus menambah

dana untuk membiayai, sehingga terjadi peningkatan jumlah produksi. Kurva expantion path

merupakan gaaris yang menghubungkan beberapa titik keseimbangan produsen (least cost

combination=LCC), dimana keseimbangan tersebut merupakan persinggungan antara fungsi/

kurva isocost dengan fungsi/ kurva isoquant.

Selain itu, di dalam teori perilaku produsen juga terdapat istilah return to scale (skala

hasil) yaitu merupakan derajat perubahan output sebagai akibat perubahan tertentu dalam

kuantitas semua input yang dipakai. Terdapat tiga jenis return to scale dalam berproduksi

yaitu constant return to sale, increasing return to scale, dan increasing return to scale.

a. Constant return to sale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang

digunakan dalam berproduksi ditingkatkan jumlahnya, maka produksi yang dihasilkan

akan meningkat dengan proporsi yang sama.

b. Increasing return to scale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang

digunakan dalam berproduksi ditingkatkan jumlahnya, maka produksi yang dihasilkan

akan meningkat dengan proporsi yang lebih besar.

c. Increasing return to scale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang

digunakan dalam berproduksi ditingkatkan jumlahnya, maka produksi yang dihasilkan

akan naik dengan proporsi yang lebih kecil.

Anda mungkin juga menyukai