1 Perilaku Konsumen
Konsumen adalah salah satu pelaku ekonomi yang selalu dihadapkan pada berbagai
alternatif pilihan, baik ketika mereka berada di pasar output (pasar produk) maupun di pasar
input (pasar faktor produksi). Di pasar produk (output), konsumen berperilaku sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan dana yang dimiliki, selera dan harga produk itu sendiri.
Sedangkan di pasar faktor produksi khususnya pasar tenaga kerja, konsumen dalam
berperilaku ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja, tingkat upah dan keterampilan yang
dimiliki. Sedangkan di pasar modal, konsumen juga dipengaruhi oleh perkembangan tingkat
bunga.
beberapa fakor seperti harga produk, dan pendapatan yang diterimanya. Perkembangan harga
sangat mempengaruhi pilihan dan keputusan konsumen dalam membeli sejumlah barang.
keterbatasan dana tersebut dapat memperoleh barang yang mempunyai utilitas (nilai guna)
Utilitas (nilai guna) adalah kemampuan sesuatu barang dalam memenuhi kebutuhan
manusia. Nilai guna berbeda-beda, dimana ada yang rendah dan ada yang tinggi. Hal ini
sangat tergantung pada jenis barang dan tingkat kebutuhan seseorang. Konsep atau teori
utilitas (nilai guna) sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumen. Oleh sebab itu, teori
utilitas sering digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen. Hal ini disebabkan
konsumen selalu bertidak rasional. Rasionalnya tindakan seorang konsumen terlihat dari
upaya mereka yang selalu mencari kepuasan yang optimal dalam setiap berkonsumsi.
Ada tiga pendekatan dalam teori utilitas yang digunakan untuk menganalisis perilaku
preference.
1. Pendekatan Kardinal
Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa nilai guna diukur dan dinyatakan secara
kuantitatif dan alat ukurnya adalah uang. Uang dapat digunakan sebagai alat ukur apabila
uang itu dipadang sebagai subjek, misalnya semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang dalam
mengkonsumsi suatu barang artinya barang tersebut mempunyai nilai guna yang sangat tinggi
bagi kehidupannya, maka semakin besar kesediaan konsumen tersebut untuk mengorbankan
uangnya. Sebaliknya semakin rendah nilai guna tersebut, maka akan semakin kecil pula
kesediaaan konsumen mengorbankan uangnya. Ada dua konsep utilitas yag dapat diukur
yaitu:
a. Total utility (TU), yaitu jumlah keseluruhan kepuasan (utilitas) yang diperoleh konsumen
dalam mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Hukum yang berlaku untuk total utility
yang disebut dengan increasing total utility yaitu “semakin banyak barang yang
dikonsumsi pesatuan waktu, maka semakin besar jumlah nilai guna (TU) yang diperoleh,
sampai pada satu titik tertentu (titik kepuasan maksimum). Setelah titik ini tercapai,
penambahan jumlah barang yang dikonsumsi akan menimbulkan total utility yang
menurun.
b. Marginal utility (MU), yaitu pertambahan nilai guna (kepuasan) yang diperoleh sebagai
akibat dari pertambahan satu unit barang yang dikonsumsi. Hukum yang berlaku dalam
MU disebut Law of Diminishing Marginal Utility yaitu semakin banyak sesuatu barang
yang dikonsumsi pertambahan nilai guna (kepuasan) yang diperoleh dari setiap
yang dilakukan sama dengan manfaat atau nilai guna yang diperoleh:
Pengorbanan yang dilakukan = biaya yang dikeluarkan setiap menambah satu unit
Manfaat/ nilai guna yang diperoleh = marginal utility yang di dapat ketika menambah
a. Jika barang yang dikonsumsi hanya 1 barang, maka Mux = Px atau atau Mux / Px = 1.
b. Jika barang yang dikonsumsi lebih dari satu misalnya dua yaitu barang X dan barang Y,
seperti paradoks nilai dan surplus konsumen. Paradoks nilai adalah suatu kejadian yang
menunjukkan adanya nilai guna suatu barang rendah tetapi harga barang tersebut sangat
tinggi. Sebaliknya nilai guna barang sangat tinggi, maka harganya rendah. Sementara itu,
surplus konsumen merupakan suatu kelebihan kepuasan yang dinikmati konsumen sebagai
akibat daya belinya melebihi harga yang berlaku di pasar. Surplus konsumen dapat juga
dikatakan sebagai perbedaan antara kepuasan yang diperoleh seorang konsumen dalam
2. Pendekatan Ordinal
Dalam pendekatan ordinal, nilai guna tidak dapat diukur atau dikuantifikasi, tetapi
nilai guna hanya dapat dibandingkan tinggi atau lebih tinggi, sebaliknya rendah atau lebih
rendah. Ada dua konsep yang dipakai untuk mengamati perilaku konsumen melalui
pendekatan ordinal yaitu kurva kepuasan sama (indifference curve) dan garis anggaran
(budget line).
a. Indifference Curve
Indifference Curve, yaitu suatu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi dari
dua macam barang konsumsi yang dapat memberikan kepuasan yang sama.
b. Budget Line
Budget line adalah suatu garis anggaran pengeluaran yang memperlihatkan hubungan
berbagai titik kombinasi dari dua macam barang yang dikonsumsi dengan batas anggaran
tertentu yang nilainya sama. Bentuk fungsi atau kurva budget line dapat berubah apabila
dipengaruhi oleh faktor harga dan faktor pendapatan. Faktor harga yaitu apabila harga turun,
maka budget line menjauhi titk origin, dan sebaliknya. Sedangkan faktor pendapatan yaitu
apabila pendapatan berkurang, maka budget line bergeser sejajar mendekati titik origin, dan
sebaliknya.
dinyatakan dengan indifference curve dan kemampuan konsumen dinyatakan dengan budget
line. Secara teori, keseimbangan konsumen konsumen terjadi ketika budget line
Keseimbangan konsumen dapat berubah dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu jika
terjadi perubahan harga dan perubahan pendapatan. Jika faktor harga yang berubah, maka
akan merubah posisi titik keseimbangan konsumen, sehingga melahirkan kurva PCC (price
consumption curve). Tetapi jika faktor pendapatan yang berubah, maka posisi titik
keseimbangan konsumen juga akan berubah dan akan melahirkan kurva ICC (income
consumption curve). Kurva PCC akan terbentuk apabila terjadi perubahan harga yang
mengakibatkan garis anggaran bergeser/ berubah. Perubahan budget line ini akan
menciptakan titik-titik keseimbangan konsumen yang baru. Apabila titik titik keseimbangan
dihubungkan, maka muncul suatu garis yang disebut PCC, yaitu garis yang menghubungkan
berbagai titik keseimbangan konsumen yang diakibatkan adanya perubahan harga. Sedangkan
kurva ICC yaitu garis yang menghubungkan berbagai titik keseimbangan konsumen yang
mengakibatkan garis anggaran bergeser/ berubah. Perubahan budget line juga akan
Pendekatan ini pada prinsipnya menunjukkan bahwa dalil-dalil pokok dalam teori
konsumen bisa diterangkan atas dasar pilihan yang diungkapkan (revealed preference)
konsumen dalam memilih berbagai macam barang yang dihadapinya dengan syarat
konsumen konsisten dalam preferensinya akan barang satu dibandingkan barang lain.
Menurut Lancaster dalam Amaliawati dan Murni (2017), bahwa yang menimbulkan kepuasan
bukanlah konsumsi barang dalam artian sehari-hari, tetapi ada unsur unsur yang bersifat lebih
fundamental dari barang itu sendiri. Sebagai contoh, sepiring nasi di dalamnya mengandung
unsur sekian gram karbohidrat dan protein, pakaian mengandung unsur kehangatan dan
Setiap konsumen memiliki nilai yang bebeda akan kandungan karakteritsik terhadap
suatu barang, hal ini tidak menjadi suatu masalah tetapi yang penting adalah sumbu-sumbu
yang digunakan untuk menggambarkan indifference curve seorang konsumen haruslah
dikonsumsinya.
Sementara itu, pada teori perilaku konsumen di pasar tenaga kerja, dimana dalam
pasar tenaga kerja, konsumen akan dihadapkan pada dua hal yaitu keinginan untuk
memperoleh pendapatan dan keinginan untuk mendapatkan waktu luang untuk istirahat
apabila dikaitkan dengan perkembangan tingkat upah. Sedangkan pada teori perilaku
konsumen di pasar modal, dimana dalam pasar modal, konsumen akan dihadapkan pada
konsumen disini akan berhemat untuk menabung, atau menggunakan pendapatan masa depan
untuk mendanai pengeluaran sekarang. Artinya konsumen akan meminjam uang untuk
berinvestasi (Case & Fair dalam Amaliawati dan Murni, 2017). Jika konsumen berhemat dan
menyimpan dananya dalam bentuk rekening tabungan, saham, obligasi perusahaan dan
sebagainya, maka konsumen tersebut akan mendapatkan balas/ uang jasa (bunga) atas
simpannya itu. Apabila adanya kenaikan tingkat suku bunga, maka akan menambah
keinginan konsumen untuk lebih berhemat dan lebih banyak menabung, dibandingkan
Jika konsumen meminjam dana untuk membeli sesuatu sekarang, atau untuk investasi,
artinya investasi atau pembelian barang tersebut dibiayai dengan pendapatan masa yang akan
datang. Meminjam uang untuk dibelanjakan sekarang akan menimbulkan biaya pinjaman
yang disebut tingkat bunga. Perkembangan tingkat bunga pinjaman akan mempengaruhi
perilalku seseorang dalam meminjam dana untuk keperluan sekarang. Semakin tinggi tingkat
bunga pinjaman, maka akan menurunkan jumlah pinjaman uang dan sebaliknya. Ketika
konsumen meminjam dana untuk keperluan pengeluaran sekarang atau untuk investasi berarti
Teori perilaku produsen adalah teori yang menjelaskan tentang bagaimana tingkah
laku produsen dalam menghasilkan produk yang selalu berupaya untuk mencapai efisiensi
mungkin dengan mengatur penggunaan faktor produksi yang paling efisien. Teori produksi
pada prinsipnya menjelaskan hubungan antara jumlah output maksimum yang bisa diproduksi
dengan menggunakan sejumlah input-input yang tersedia pada tingkat teknik tertentu. Hal
yang dimaksudkan dengan input atau faktor produksi adalah segala sesuatu yang ikut dalam
proses produksi untuk meningkatkan utility suatu barang. Faktor produksi terdiri atas land
(natural resources), tenaga kerja (labour), modal (capital), dan keahlian/ kewirausahaan
(skill). Hubungan antara faktor produksi yang digunakan dengan hasil produksi yang dicapai
Q= f (R, L, K, S)
Berdasarkan persamaan di atas, artinya besar kecilnya output tergantung pada besar
kecilnya input yang digunakan. Analisis tentang hubungan antara output dengan kondisi input
akan melahirkan konsep teori produksi. Pada teori produksi terhadap 2 teori yaitu teori
produksi dengan satu faktor produksi yang berubah, dan teori produksi dengan dua faktor
1. Teori produksi dengan satu input variabel (satu faktor produksi yang berubah)
Teori ini menggambarkan bahwa dalam proses produksi (dalam menghasilkan output)
hanya ada satu faktor produksi (input) yang berubah secara terus menerus, sementara faktor
produksi lain tidak berubah (tetap), misalnya hanya tenaga kerja yang berubah secara terus
menerus, sedangkan input lain (capital, land, skill) dianggap tetap tidak berubah. Jadi
besarnya output hanya akan terganutng pada besar kecilnya tenaga kerja.
Jika hanya salah satu input yang dirubah secara terus menerus (input tenaga kerja),
sedangkan input lain tetap/ tidak berubah (input lahan, modal, keahlian), maka akan berlaku
suatu kondisi dimana pertambahan output akan semakin berkurang secara terus menerus,
sehingga berlaku hukum hasil lebih yang semakin berkurang (the law of diminishing return).
The law of diminishing return menyatakan apabila salah satu faktor produksi, misalnya
tenaga kerja ditambah secara terus menerus, maka produksi total akan bertambah terus
lambat sampai produksi total mencapai tingkat maksimum dan bila tenaga kerja ditambah
lagi, maka produksi total semakin lama semakin berkurang. Fungsi produksi dengan satu
a. Total Product (TP), yaitu output (Q) yang dihasilkan dari seluruh input tenaga kerja (L)
yang digunakan.
b. Marginal Product (MP), yaitu perubahan output yang dihasilkan disebabkan adanya
c. Average product (AP), yaitu rata-rata output (Q) yang dihasilkan dari setiap unit tenaga
Adapun hubungan TP, AP, dan MP dijelaskan pada gambar berikut ini.
Tahapan Produksi
Berdasarkan gambar di atas, bahwa tahapan produksi dibagi menjadi 3 tahap yaitu
tahap 1, tahap 2, dan tahap 3. Tahap 1 dimulai dari 0 sampai AP maksimum (AP=MP),
menunjukan bahwa AP meningkat sampai titik puncak. Sementara itu, MP bernilai positif
artinya jika ditambah tenaga kerja, maka masih ada tambahan output yang dihasilkan
sehingga TP naik dengan kecepatan tinggi. Sedangkan pada tahap 2 dimulai dari AP
maksimum sampai MP=0, menunjukan AP menurun dan MP menurun tapi masih bernilai
positif sehingga ketika ditambah tenaga kerja, nilai TP masih meningkat, namun dengan
kecepatan naik yang melambat. Sementara itu, tahap 3 dimulai setelah MP=0, nilai AP terus
menurun dan MP bernilai negatif, artinya ketika ditambah tenaga kerja sudah tidak ada
tambahan output sehingga TP terus menurun. Dari ketiga tahap tersebut, maka tahap yang
paling rasional untuk berproduksi adalah tahap 2, karena nilai TP di tahap 2 masih lebih
tinggi dibandingkan tahap 1, sedangkan tahap 3 tidak rasional untuk berproduksi karena TP
tambahan penerimaan yang dihasilkan dari penujalan output yang diproduksi melebih
tambahan biaya yang harus dikeluarkan ketika mempekerjakan tenaga kerja tersebut sampai
tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya (Dominick dalam Amaliawati dan
Murni, 2017). Tambahan penerimaan yang dihasilkan ketika menggunakan tambahan untuk
tenaga kerja dinamakan Marginal Revenue Product of Labor (MRPL), MRPL, nilanya sama
dengan MPL dikalikan dengan MR dari setiap tambahan output yang dijual.
MRPL = MPL x MR
Tambahan biaya yang harus dikeluarkan ketika menambah unit tenag kerja dinamakan
Marginal Resource Cost (MRCL), MRC nilainya sama dengan penambahan total biaya (∆TC)
Teori ini menggambarkan tentang hubungan antara tingkat output yang dihasilkan
dengan menggunakan dua input (faktor produksi) yang berubah, misalnya tenaga kerja dan
modal), sedangkan input lain (lahan dan keahlian) diangap tetap tidak berubah, hubungan ini
Hubungan tersebut mengandung makna besar kecilnya output yang dihasilkan akan
tergantung pada besar kecilnya kedua faktor produksi atau input L dan K yang digunakan.
Asumsinya kedua faktor produksi tersebut dapat saling dipertukar penggunaanya. Antara
modal (K) dengan tenaga kerja (L) yaitu tenaga kerja dapat menggantikan modal dan
sebaliknya. Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat dijelaskan dalam dua konsep yaitu
A. Konsep Isoquant
Konsep isoquant ditampilkan dalam bentuk tabel dan kurva yang menghubungkan
berbagai titik-titik kombinasi dua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
yang dapat menghasilkan output sama. Kurva isoquant mempunyai asumsi bahwa dua faktor
garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi dari penggunaan dua faktor produksi yang
menghasilkan jumlah output yang sama dan berkemiringan negatif. Kurva isoquant memiliki
a. Mempunyai slope negatif, artinya menurun dari kiri ke atas ke kanan bawah, karena
kedua faktor produksi saling bersubtitusi, artinya jika satu variabel ditambah
d. Semakin jauh dari titik nol menunjukkan bahwa tingkat/ jumlah produksi semakin besar.
Pada isoquant, apabila terjadi perpindahan kombinasi dari satu titik ke titik lain dalam
isoquant yang sama mencerminkan adanya penggantian satu unit input dengan input lain atau
dinamakan Marginal Rate of Techincal Subtitution (MRTS). Dengan demikian MRTS adalah
suatu kondisi dimana produsen dapat mengganti satu unit input (misalnya modal) dengan
input lain (misalnya tenaga kerja) dengan menghasilkan tingkat output yang sama. MRTS di
dalam kurva isoquant menunjukkan kemiringan (slope) dari kurva isoquant tersebut. Jadi
B. Konsep Isocost
Isocost atau garis batas biaya menggambarkan kombinasi dua faktor produksi yang
dapat dipakai dalam proses produksi dengan biaya yang dikeluarkan sama. Biaya yang
dikeluarkan produsen akan sebesar harga input (input tenaga kerja/P L dan harga modal/PK)
dikalikan dengan unit input yang digunakan, sehingga persamaan matematik fungsi isocost
sebesar:
PK = harga capital/ unit atau merupakan nilai dari tingkat bunga (r)
PL = harga tenaga kerja/unit atau besarnya upah yang diberikan pada tenaga kerja (w)
K = jumlah modal
(K) dan tenaga kerja (L) dengan mengeluarkan biaya yang sama. Kemiringan kurva isocost
dapat dihitung dengan cara membandingkan antara perubahan capital dengan perubahan
kegiatan produksinya secara efisien. Kondisi efisien akan tercapai apabila produsen dapat
mengoptimalkan produk dengan kondisi biaya tertentu dan meminimumkan biaya untuk
menghasilkan produk tertentu dalam jumlah tertentu. Jadi dapat dikatakan keseimbangan
faktor produksi) yang dapat menghasilkan produk maksimum dengan biaya tertentu atau
biaya minimum untuk menghasilkan jumlah produk tertentu, atau dapat dikatakan sebagai
kondisi Least Cost Combination (LCC). Kondisi Least Cost Combination (LCC) tercapai
disaat persinggungan antara kurva isoquant dengan kurva isocost atau pada saat slope
isoquant (kemiringan isoquant) sama dengan slope isocost (kemiringan isocost). Titik
tepat, baik dalam memaksimumkan produk maupun meminimumkan biaya atau dengan kata
melakukan ekspansi atau perluasan usaha bagia seorang produsen. Jika ingin melakukan
perluasan usaha dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah (kuantitas) faktor produksi
yang digunakan. Penambaan jumlah faktor produksi artinya produsen juga harus menambah
dana untuk membiayai, sehingga terjadi peningkatan jumlah produksi. Kurva expantion path
merupakan gaaris yang menghubungkan beberapa titik keseimbangan produsen (least cost
Selain itu, di dalam teori perilaku produsen juga terdapat istilah return to scale (skala
hasil) yaitu merupakan derajat perubahan output sebagai akibat perubahan tertentu dalam
kuantitas semua input yang dipakai. Terdapat tiga jenis return to scale dalam berproduksi
yaitu constant return to sale, increasing return to scale, dan increasing return to scale.
a. Constant return to sale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang
b. Increasing return to scale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang
c. Increasing return to scale, yaitu skala hasil yang menunjukkan jika semua input yang