Anda di halaman 1dari 4

Tugas Filsafat Manusia

Refleksi Kritis Tentang Manusia

Romualdus Setyo Hadi (196114007)

Sebuah pemahaman dasar yang penulis peroleh dalam mata kuliah ini adalah
tentang manusia sebagai mahkluk yang multidimensi. Gagasan tentang manusia sebagai
mahkluk ciptaan Allah yang unik, serupa dan secitra dengan Allah menemukan
kesatuan makna yang begitu holistik dan integral. Maka manusia sebenarnya adalah
sebuah objek yang dapat dipelajari dari berbagai kajian ilmu pengetahuan.
Problematika manusia tentang eksistensi dirinya inilah yang sebenarnya memancing
pembahasan-pembahasan kristis dari berbagai kajian ilmu. Dalam tulisan ini penulis
berusaha membahasnya secara integral dalam kaitannya dengan prespektif filsafat dan
teologi kristiani.

Bebicara tentang manusia sebagai makhluk multidimesional, Drijarkara dalam


bukunya Filsafat manusia (1969:7)>Manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan
dirinya sendiri dan juga menghadapi(menghadapi kodrat). Manusia merupakan
kesatuan dengan alam, tapi juga berjarak dengannya. Manusia bisa melakukan apa saja
terhadap alam tidak seperti hewan. Lalu manusia selalu berubah dalam situasi, karena
dia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu berubah dan merubah manusia maka ia
menyejarah. Banyak arti dari manusia, ini bukti bahwa manusia adalah makhluk multi
dimensional. Dari sudut sejarah filsafat, Socrates dapat dinilai sebagai filusuf Yunani
pertama yang begitu serius dan intensif menjadikan manusia sebagai salah satu tema
sentral dalam pemikiran.

Mengetengahkan secara paralel sisi positif dan sisi negative manusia sekaligus
dengan okjektif merupakan dan seharusnya selalu menjadi karakter kemanusiaan. Ini 
sesuatu yang sangat mendasar bagi manusia seperti dinyatakan oleh Blaise Pascal
bahwa manusia, adalah bahaya bila kita menunjukan manusia sebagai makhluk yang
mempunyai sifat-sifat binatang, dengan tidak menunjukan kebesaran manusia sebagai
manusia. Manusia dalam pengertian yang ada dalam dirinya terdapat unsure positif
sekaligus negative, memang tepat disebut sebagai makhluk ganda atau monodualis.
Dengan segala potensi keunggulan, kelebihan yang ada padanya, manusia dapat
mencapai derajat yang paling tinggi.

Reinhold Niebuhr pernah mengatakan bahwa manusia itu merupakan problema


yang membingungkan. Manusia merupakan problema bagi dirinya sendiri. Apakah
manusia merupakan anak kecil di dunia ini tak ubahnya seperti binatang dan hanya
dapat memberi respons kepada naluri serta keinginan-keinginan kebinatangaannya?
Atau apakah manusia itu mempunyai tempat yanga unik dan istimewa di dunia ini,
karena ia mempunyai akal yang dapat melakukan interprestasi atau mengungkapkan
arti dalam proses kehidupan dan sejarah? Manusia adalah sebagian dari alam dan
mengambil bagian dalam cara bertindak.

Secara sederhana hakikat manusia adalah merupakan makhluk dimensional


yang mempunyai kelebihan dari pada makhluk lainnya. Manusia mempunyai kelebihan
serta kehendak yang telah ada pada dirinya, dan juga manusia bagian dari alam yang
melakukan apapun terhadap alam ia mempunyai tepat yang unik  dan istimewa
berinterprestasi di dunia ini. Manusia merupakan titipan Tuhan keatas Bumi untuk
melestarikan apa yang ada pada Bumi.

A.    Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Manusia dilahirkan berpotensi sebagai makhluk sosial(hidup bersama dengan


orang lain). Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi manusia jika berada
diantara manusia.

Setelah ditekankan hak-hak manusia atas dasar martabatnya sekarang harus


diperhatikan, bahwa manusia juga oleh kodratnya adalah makhluk sosial. Semua
manusia saling berhubungan dan mempersatukan dalam keseluruhan sosial
(masyarakat); dan masyarakat ditunjukan kepada semua kepentingan
anggotanya. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari pengaruh orang lain.
Selama manusia hidup ia tidak akan lepa dari pengaruh masyarakat, dirumah,
disekolah, dan di lingkungan yang lebih besar manusia tidak lepas dari pengaruh orang
lain. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang di
dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari manusia lain.

August Comte (1875) mepelajari pendekatan evolusionis dalam sosiologi. Comte


menaruh perhatian besar pada gejala sosial masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai
suatu ordo (susunan yang tetap dan tertib). Ordo itu muncul karena adanya kenyataan
bahwa manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Tiap manusia dan kelompok manusia memiliki tugas dan kewajiban sendiri. Masyarakat
disusun berdasarkan prinsip pembagian tugas. Jadi ordo adalah keadaan normal yang
bertumpu pada sifat sosial manusia.

Dalam konteks sosial yang disebut masyarakat, setiap orang akan mengenal
orang lain oleh karena itu perilaku manusia selalu terkait dengan orang lain. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga dikarenakan pada diri manusia ada dorongan
untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk
mencari kawan atau teman. Manusia dikatakan juga sebagai makhluk sosial, karena
manusia tidak akan hidup sebagai manusia kalau tidak hidup ditengah-tengah manusia.

B.    Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Manusia sebagai makhluk budaya. Dilihat dari pengertian, budaya adalah bentuk
jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya
sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak
kata buddhi yang berarti budi dan akal. Kemudian pengertian ini berkembang dalam
arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengubah dan
mengelolah alam.

Manusia hidup bereksistensi pada bidangnya. Karena bidang ruang selalu dalam
proses waktu, maka secara nalurilah semua eksistensi (hidup) berhadapan dengan
masalah-masalah yang menghadang kemudian diberi respons oleh manusia dan itulah
kebudayaan. Manusia dilahirkan dengan tingkah laku yang digerakan oleh insting dan
naluri yang walaupun tidak termasuk bagian dari kebudayaan. Namun mempengaruhi
kebudayaan, misalnya kebutuhan akan makanan adalah kebutuhan dasar yang tidak
termasuk kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan-kebutuhan itu dipengaruhi apa
yang kita makan dan bagaimana cara kita makan adalah bagian dari kebudayaan kita.

Keseluruhan ini mencakup kegiatan-kegiatan duniawi seperti mencuci piring


atau menyetir mobil dan untuk tujuan mempelajari kebudayaan, hal ini sama derajatnya
dengan hal-hal yang lebih halus dalam kehidupan. Karena itu, bagi seorang tidak ada
masyarakat atau perorangan yang tidak berkebudayaan. Tiap masyarakat mempunyai
kebudayaan, bagaimanapun sederhana kebudayaan itu dan setiap manusia adalah
makhluk berbudaya.
C.    Manusia Sebagai makhluk Sejarah (History)

Memasuki pengertian yang hakiki melalui pengertian-pengertian umum maupun


spesifik untuk memahami hakikat sejarah. Ternyata berdasarkan pelacak akar kata
sejarah secara historis, ditemukan bahwa kata dari sejarah sesungguhnya mula-mula
berasal dari bahasa Arab, yaitu “Syajaratun” yang dapat dibaca Syajarah yang berarti
“pohon kayu”.

Namun pengertian semacam ini tidak bisa dipahami secara biologis. Tanpaknya,
kalau istilah sejarah dengan istilah-istilah yang ada dalam bahasa nusantara, ditemukan
beberapa kata yang pengertiannya kurang lebih mengandung arti sejarah. Untuk
kepentingan ini, defenisi yang dikemukakan secara kuantitatif relative, karena pada
dasarnya secara sistematis pengertian etimologis dan terminologis lebih dimasudkan
sebagai pengatar untuk sampai pada subtansi sejarah, yakni apa yang mejadi esensi dan
nilai-nilai hakiki sejarah itu.

Sehubungan dengan itu, sejarah selalu berkaitan dengan masa lalu, dilakukan
oleh manusia sebagai makhluk sosial, dan disajikan secara ilmiah. Pengertian lain
mengenai sejarah dapat dikutip, “semua peristiwa masa yang lampau adalah sejarah
(sejarah sebagai kenyataan)”. Defenisi yang filosofis juga dikemukakan “sejarah adalah
bentuk rohaniah dimana suatu kebudayaan mempertanggungjawabkan masa yang
lampau”.

Secara praktis sejarah telah menempuh perjalanan yang amat panjang.


Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, sejarah telah ada sejak manusia mulai
bereksistensi dipermukaan bumi. Jadi disini hakikat dari sejarah itu sendiri terlahir
karna adanya manusia, karna manusia yang berperan didalam sejarah itu sendiri.
Manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam sejarah tersebut. Karna manusialah
segalanya diatas bumi ini.

Sumber:

 F. Borgias, Manusia Pengembara, Jalasutra: Yogyakarta, 2013


 Juraid Abdul Latief, Manusia, filsafat, dan Sejarah. PT Bumi Aksara, Jakarta 2006
 Jose angel Lombo & Francesco Russo, Philosophical Antropology, Midwest
Teological Forum, Illinois USA, 2017

Anda mungkin juga menyukai