Anda di halaman 1dari 5

UDI MARTONO

NPM : -
TUGAS MATA KULIAH
MANAJEMEN KEBUDAYAAN
SESAJI DALAM UPACARA GUMBREGAN DI DESA UMBULREJO
KECAMATAN PONJONG KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Tradisi Gumbregan dilaksanakan dengan berbagai “sesaji” yang menjaditanda
atau simbol yang dimana sesaji tersebut memiliki makna bahwasannya
masyarakatmenunjukkan rasa sukurnya terhadap apa yang sudah diberikan yang Maha
Kuasa dan juga memiliki harapan-harapan masyarakat dengan kehidupan yang tentram.
Hewan “ternak”digunakan sebagai simbol tradisi, ternak khususnya sapi dijadikan
simbol tradisi dan memiliki makna bahwasannya hewan ini telah banyak membantu
masyarakat dalam melangsungkan hidupnya, mulai dari tenaganya sampai dengan
kotorannya. Masyarakat memberi sesaji yang sudah disediakan untuk tradisi kepada
hewan- hewan berharap hewan khususnya sapi menjadi (“temangkar”dalam bahasa
Jawa) yang artinya hewan ternak itu dapat mempunyai keturunan yang banyak sehingga
dapat membantu si pemilik lebih besar lagi.

“Doa” merupakan simbol atau tanda bahwasannya masyarakat Jawa mayoritas


muslim sehingga berdoa menggunakan syariat Islam, sehingga doa ini dimaknai dengan
adanya kepercayaan masyarakat kepada kekuatan yang maha kuasa dan juga senantiasa
sebagai pemberian penghargaan kepada leluhur yang sudah meninggalkan tradisi.
Relevansi antara semiotik dengan tradisi merupakan adanya tanda yang menjadi simbol
dan menghasilkan makna dari simbol tersebut.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan antara penanda dan petanda,
kata sebagai lambang kebahasaan yang ada di dalam penafsiran memakai bahasa pada
dasarnya adalah simbol. Sapi menjelaskan proses kesejahteraan manusia yang berasal
dari Tuhan YME, dimana sapi ini hanya sebagai perantara nikmat yang diberikan untuk
manusia dan juga menjadi rasa syukur terhadap semua yang telah dimiliki di dunia.
Hewan ternak sapi merupakan hewan yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan
masyarakat di desa Umbulrejo, karena hewan ternak sapi memiliki fungsi untuk
membantu pemiliknya dalam mendapatkan nikmat kehidupan mulai dari sapi yang
dapat dijual jika pemiliki membutuhkan uang dalam jumlah besar sampai dengan
kotorannya yang dapat digunakan untuk menjadi pupuk petani yang kelak hasil
pertaniannya dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup ataujuga dapat di pasarkan.
Bersaji merupakan salah satu simbol dari kebersamaan yang menunjukkan
kesejahteraan masyarakat, mempersiapkan kebutuhan untuk tradisi disini terlihat proses
gotong royong antar warga yang memiliki sapi dengan warga yang tidak memiliki sapi.
Warga yang tidak memiliki sapi membantu pemilik sapi mempersiapkan kebutuhan
untuk kendhuren malam hari, adapun yang dipersiapkan hasil panen seperti umbi dan
ketan yang diolah menjadi kupat yang memiliki makna permintaan maaf, pemilik
merasa ternaknya sudah banyak membantu sehingga pemilik merasa perlu meminta
maaf kepada sesama makhluk hidup sehingga kupat menjadi salah satu syarat yang
harus ada didalam tradisi Gumbregan ini, kemudian jadah yang menjadi simbol
silaturahmi terhadap sesama masyarakat yang selalu digunakan masyarakat Jawa dalam
melaksanakan semua acara makanan ini dipercaya dapat mempererat tali silaturahmi
sehingga baik dan awet damalm bertetangga, dan cengkarok yang terbuat dari ketan lalu
dicampur dengan gula merah untuk ditaburi ke badan ternak agar ternak temangkar
memiliki keturunan yang banyak. Ketan dijadikan bahan utama karena ketan memiliki
teksture lengket sehingga dapat membuat masyarakat lengket, rukun antar sesama
masyarakat dekat dalam bertetangga begitu juga dengan pemilik dan ternaknya.

Mengarak dilakukan bersama-sama guna menjaga kebersihan dan kenyamanan


hewan ternak, hewan dibawa menuju tempat perkumpulan bersama- sama untuk
didoakan an diberi pakan agar ternak sehat selalu untuk menjalani hidup. Rasa
berterima kasih masyarakat sesama makhluk hidup karena sudah menolong pemilik
untuk bertahan hidup dan membentuk kekeluargaan antar masyarakat mulai dari anak-
anak sampai orang tua yang ikut dalam mengarak ternak. Kegiatan ini memiliki makna
kekeluargaan yang sangat dalam, bukan hanya dengan sesama manusia tetapi dengan
semua makhluk yang hidup untuk saling menolong dan mendoakan.

Berdoa sama halnya manusia yang hidup saling ketergantungan pasti memiliki
rasa berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya, masyarakat desa
Umbulrejo memanjatkan doa untuk mengucapkan terima kasihnya dan menyampaikan
rasa sayangnya terhadap hewan ternaknya melalui perantara yang maha kuasa. Doa
dalam tradisi ini menggunakan syariat islam yang di awali dengan bacaan basmallah
“Bismillahirrahmanirrahim”dan menggunakan lantunan bahasa jawa halus. Doa yang
dilafaskan merupakan ucapan terima kasih dan juga permohonan kepada Allah SWT
agar ternaknya diberi keturunan yang banyak (dalam bahasa Jawa : temangkar), doa
yang dipanjatkan oleh masyarakat dimalam Gumbreg memiliki makna yang sangat
berarti bagi hewan dan pemiliknya sehingga doa yang diucapkan semata-mata tidak
hanya untuk kepentingan sang pemilik saja namun untuk kepentingan bersama antar
sesama makhluk hidup. Seperti Temangkar harapan semua pemilik ternak, agar ternak
dapat memiliki banyak anak sehingga dapat menghasilkan manfaat yang besar untuk
pemilik, pemilik dapat menjual sapi yang sudah tua untuk mendapatkan uang dalam
jumlah besar. Kotoran sapi juga dapat diolah pemilik untuk dijadikan pupuk tanaman
untuk bertani, sehingga besar harapan pemilik ternak untuk ternaknya menjadi
temangkar.

’Nek manak wedok iso nyesaki lawang’ merupakan kata yang dipanjatkan di
dalam doa, yang mengarah kepada dibukakan pintu rezeki. Pemilik ternak berharap
sapinya menjadi temangkar setelah ritual dilempari cengkarok dan sapi melahirkan anak
perempuan (betina) yang bisa ( bahasa Jawa : nyesaki lawang) membuka pintu rezeki
bagi pemilik. ’Nek manak lanang iso ngebaki kandang’ kalau sapi melahirkan anak laki-
laki (jantan) maka diharapkan dapat (bahasa Jawa : ngebaki kandang) memberi
keberkahan kepada sang pemilik, ternak sapi juga diharapkan ’Slamet ing kandang’
kandang ternak diberkahi agar sapi dapat berkembang biak dengan baik agar dapat
menambah ternak pemilik. Sehingga pemilik dapat memanfaatkan ternak untuk
kebutuhan hidupnya.’Slamet ing ombene’ dilimpahkan air agar ternak dapat minum
sehingga menghasilkan tenaga untuk membantu pemilik dalam bertani begitu juga
’Slamet ing pakane’ pakansapi mudah didapat agar sapi dapat makan sehingga
menghasilkan kotoran, kotorannya dapat dimanfaatkan diolah menjadi pupuk tanaman.

Adapun makna-makna lain yang tersembunyi merupakn makna kegiatan, yang


mana sebelum melaksanakan Gumbregan masyarakat harus melihat hari baik pada
bulan Gumbreg terlebih dahulu sehingga tidak terjadi kesalahan hari pelaksanaan tradisi
tersebut. Di dalam kalender Jawa wuku Gumbreg merupakan nama minggu yang
harusnya dalam satu wuku itu terdapat 7 hari, diantara 7 hari ini orang Jawa sudah
menghitung menggunakan perhitungan Jawa mana hari yang baik untuk melaksanakan
Gumbregan ini. Setelah menemukan hari yang pas untuk melakukan tradisi maka
pemilik sapi harus menyiapkan keperluan dari tradisi, setelah tiba waktu yang sudah
ditetapkan oleh tetua adat maka mulai dari pagi masyarakat melakukan gotong royong
yang kegiatan gotong royong tersebut merupakan kegiatan masak memasak, masyarakat
yang tidak memiliki sapi membantu pemilik sapi untuk memasak kemudian masyarakat
melakukan bersih- bersih kandang sapi dan diakhir tradisi masyarakat melakukan
silaturahmi dengan sesam masyarakat untuk mendoakan ternaknya bersama-sama.

Kemudian makna alat-alat yang digunakan para petani, dimana alat-alat


pertanian sebenarnya ikut didoakan juga pada saat tradisi Gumbregan namun pada saat
ini tradisi mendoakan alat pertanian sudah tidak terlalu menonjol lagi, alat- alat
pertanian tersebut hanya dibersihkan saja dan tidak diikut sertakan pada saat berdoa
dengan ternak-ternak lainnya. Selanjutnya makna ide-ide, ide tradisi Gumbregan ini
merupakan ide nenek moyang orang Jawa yang merasa dirinya harus melakukan
sedekah yang sedekah itu tidak hanya diberikan oleh sesama manusia, namun juga
kepada seluruh makhluk hidup. Apalagi dulu nenek moyang orang Jawa melakukan
pertanian sangat membutuhkan tenaga hewan yaitu sapi, maka mereka merasa sangat
perlu membalas kebaikan sapi yang telah membantu dalam hal pertanian. Mereka
mengucapkan terimakasih dengan cara memberi makan ternak-ternaknya sehingga
mereka melakukan tradisi ini sebagai bentuk hormat dan rasa saying kepada ternaknya.

Uraian ini membahas tentang apa makna tradisi bagi masyarakat Jawa
khususnya masyarakat yang berada di desa Umbulrejo kecamatan Ponjong kabupaten
Gunungkidul apa yang menjadi makna didalam tradisi ini bahwasannya tradisi
Gumbregan ini merupakan upacara adat guna menyelamati hewan ternak khususnya
sapi yang sering digunakan untuk membantu petani dalam hal pengolahan pertanian.
Tenaga sapi digunakan untuk membajak sawah dan kotorannya digunakan sebagai
pupuk tanaman, begitu juga ternak sapi ini sebagai investasi yang suatu saat bisa dijual
untuk memenuhi kebutuhan petani. Sesaji hewan ternak tradisi Gumbregan desa
Umbulrejo kecamatan Ponjong Gunungkidul ini merupakan upacara yang diwariskan
oleh leluhur guna menyelamati hewan ternak khususnya sapi yang sering digunakan
untuk membantu petani dalam hal pengolahan pertanian. Sesaji dalam tradisi
Gumbregan ini memiliki tujuan bersyukur, mengungkapankan terimakasih, kebersihan
serta menjadi simbol kebersamaan. Tradisi sesaji ini dilakukan agar ternak dapat sehat
dan selamat sehingga dapat membantu pemiliknya dalam hal pertanian dan juga ternak
dapat dijadikan alat tukar berupa uang.

Sesaji dalam tradisi Gumbregan di desa Umbulrejo kecamatan Ponjong


Gunungkidul dilaksanakan satu tahun sekali yang dilaksanakan tepat pada waktu Wuku
Gumbreg, sistem penanggalan Jawa yang menunjukkan periode selama tujuh hari, jika
sudah tiba wuku Gumbreg maka masyarakat Jawa wajib melaksanakan atau
mengadakan selamatan.Tradisi Gumbregan dilaksanakan dan diambil dari hari baik
menurut perhitungan orang Jawa, yangpenentuan harinya masih harus dihitung dengan
hitungan hari pasaran yang baik menurut orang Jawa.

Tradisi Gumbregan di desa Umbulrejo kecamatan Ponjong Gunungkidul ini


dilakukan oleh semua masyarakat dengan melakukan persiapan bersaji oleh pemilik
ternak, sesaji berupa olahan hasil pertanian (kupat, jadah dan cengkarok), dilanjutkan
dengan pelaksanaan tradisi mengarak ternak mengelilingi desa yang dilakukan oleh
pemilik dan anak-anak sekalian membersihkan kandang ternak lalu akhir pelaksanaan
ialah berdoa yang dilakukan pada malam hari yang dipimpin oleh tetua adat mbah Adi
yang diakhiri dengan makan bersama guna menjalin silaturahmi antar warga.

Anda mungkin juga menyukai