Anda di halaman 1dari 181

Asal-usul ayam kampung Indonesia

Sistem pemeliharaan

Pembibitan

Inseminasi buatan

Pakan

Karkas dan bagian-bagiannya

Pengolahan hasil dan pemasaran

ISBN: 978-602-8954-77-8
Sukses Budidaya Ayam Kampung i

• Muryanto
• Djoko Pramono

Sukses Budi Daya


Ayam Kampung
ii Sukses Budidaya Ayam Kampung

Sukses Budi Daya


Ayam Kampung
Penyusun: Muryanto dan Djoko Pramono
Editor: Prof. Ir. Bambang Sudaryanto, MS.
Yuni Winarti, S.Si.
Desain Sampul: Sucipto
Perwajahan: Sutarto
Lay Out: Prastuti IH.
Tahun Terbit: 2014

Penerbit: LOKA AKSARA


Kawasan Pergudangan
Taman Tekno BSD Blok O.2 No. 18
Bumi Serpong Damai, Tangerang
Telp. (021) 75881903, 75882558
Fax. (021) 75881092
ISBN: 978.602.8954.77.8

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Sukses Budidaya Ayam Kampung iii

KATA PENGANTAR

Ayam Kampung atau sering disebut dengan


ayam buras merupakan aset komoditas Indonesia yang
memiliki peran penting dalam masyarakat khususnya
di pedesaan. Dalam rangka mendukung pengembangan
ayam kampung di Indonesia maka diperlukan
peningkatan kemampuan/kapasitas peternak dan
pelaku lainnya terhadap aspek-aspek penting yang
berkaitan dengan budi daya ayam kampung. Di sisi lain,
telah banyak dilakukan upaya berupa peningkatan
sarana, program pelatihan, kegiatan penelitian dan
pengembangan dan lain sebagainya. Namun pengaruh-
nya terhadap peningkatan populasi ayam kampung
masih relatif kecil yaitu 5,7% per tahun (Dirjen PKH,
2013).
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan
produktivitas ayam kampung di Indonesia, maka
disusun buku "Sukses Budi Daya Ayam Kampung".
Buku ini memuat aspek-aspek teknologi yang penting
seperti teknik pemeliharaan, perkawinan dengan
iv Sukses Budidaya Ayam Kampung

inseminasi buatan, cara menyusun ransum ayam, dan


lain-lain. Buku ini disusun berdasarkan hasil-hasil
penelitian dan pengembangan terhadap komoditas
ayam kampung baik dari penelitian laboratorium
maupun dari lapangan sehingga menampilkan kondisi
yang nyata agar dapat diadopsi oleh pengguna. Selain
itu, dilengkapi dengan referensi dari berbagai sumber.
Buku ini sangat baik digunakan oleh para
peternak yang mempunyai kemauan untuk maju,
bahan pegangan bagi penyuluh di lapangan, sesuai
sebagai bahan/materi kuliah bagi mahasiswa dan
sebagai referensi bagi pejabat pengambil kebijakan.
Dengan terbitnya buku ini, semoga dapat ikut berperan
dalam upaya meningkatkan produktivitas ayam
kampung di Indonesia.

Ungaran, Februari 2014

Penyusun
Sukses Budidaya Ayam Kampung v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................... iv


Daftar Isi ............................................................... v
Daftar Tabel .......................................................... vi
Daftar Gambar ..................................................... vii

Satu Pendahuluan .............................. 1

Dua Ayam Kampung Indonesia ..... 5


A. Asal Usul Ayam Kampung
Indonesia ................................ 6
B. Keragaman Ayam Kampung
Indonesia ............................... 6

Tiga Sistem Pemeliharaan ............... 50


A. Sejarah Perkembangan
Budi Daya Ayam Kampung ... 50
B. Sistem Pemeliharaan
Ayam Kampung ..................... 54
vi Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Sistem Pemeliharaan
Ayam Kampung
untuk Memproduksi
Telur (Konsumsi) ................... 56
D. Pemeliharaan
Ayam Kampung
untuk Memproduksi
Telur Tetas .............................. 74
E. Pemeliharaan
Ayam Kampung untuk
Memproduksi Anak Ayam ..... 76
F. Pemeliharaan
Ayam Kampung untuk
Memproduksi Ayam Siap
Potong (Penggemukan) ......... 78

Empat Pembibitan ................................ 80


A. Kebijakan Pembibitan
Ayam Kampung ..................... 80
B. Penelitian Pembibitan Ayam
Kampung ................................ 83
C. Teknologi Pendukung
Pembibitan .............................. 91

Lima Inseminasi Buatan .................... 95


A. Tujuan Inseminasi Buatan .... 97
B. Manfaat Inseminasi Buatan .. 98
C. Teknik Inseminasi Buatan ..... 104

Enam Pakan ........................................... 121


A. Tujuan Pemeliharaan Ayam
Kampung ................................ 122
B. Sistem Pemeliharaan ............. 125
Sukses Budidaya Ayam Kampung vii

C. Contoh Pembuatan Pakan


Ayam ....................................... 126

Tujuh Karkas dan Bagian-Bagiannya 128


A. Keragaman Pertumbuhan
Bagian Tubuh dan Potongan
Karkas Ayam Kampung ......... 128
B. Hubungan antara Potongan
Tubuh dengan Bobot Potong 131
C. Hubungan antara Potongan
Karkas dan Bobot Karkas ...... 133

Delapan Pengolahan Hasil dan


Pemasaran .................................... 135
A. Pohon Industri Ayam
Kampung ................................ 137
B. Pengolahan Produk Ayam
Kampung ................................ 141
C. Pemasaran Produk Ayam
Kampung ................................ 142

Daftar Pustaka ...................................................... 151


Tentang Penulis .................................................... 165
viii Sukses Budidaya Ayam Kampung

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ciri-ciri Ayam Kedu • 13


Tabel 2. Pertumbuhan, Konsumsi Pakan
dan Mortalitas Anak Ayam
Kedu Hitam • 14
Tabel 3. Rata-Rata Produktivitas pada
Ayam Kedu Hitam • 15
Tabel 4. Karakteristik Ayam Cemani • 18
Tabel 5. Produksi Telur Ayam Lokal yang
Dipelihara pada Kondisi yang Sama
Selama 52 Minggu • 21
Tabel 6. Jenis dan Durasi Kluruk
Ayam Pelung • 26
Tabel 7. Rataan Bobot Badan Berbagai
Jenis Ayam Sentul Mulai
Umur 2 Bulan-Dewasa • 35
Tabel 8. Rata-Rata dan Simpangan Baku
Sifat-Sifat Kuantitatif Ayam Kokok
Balenggek Berdasarkan Kenagarian • 40
Tabel 9. Sifat Produksi Ayam Kokok
Sukses Budidaya Ayam Kampung ix

Balenggek Jantan dan Betina • 42


Tabel 10. Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga' • 49
Tabel 11. Beberapa Contoh Susunan Pakan
Ayam Kampung untuk Tujuan
Produksi Telur Konsumsi • 58
Tabel 12. Produksi Telur Konsumsi pada
Ayam Kampung • 61
Tabel 13. Pengaruh Suhu Terhadap Beberapa
Variabel Produksi Ayam
Umur 32-66 Minggu • 65
Tabel 14. Produktivitas Induk Single Comb
White Leghorn Akibat Pengaruh
Suhu Lingkungan Selama 21 Hari • 67
Tabel 15. Pengaruh Kombinasi Antara Suhu
Tinggi dan Kelembaban Relatif
Terhadap Komposisi Telur • 70
Tabel 16. Performa Ayam Petelur yang Diberi
Air Minum pada Suhu 33°C dan 2°C • 71
Tabel 17. Pengaruh Suhu Air Minum Terhadap
Produksi Telur (% Hen Day) • 71
Tabel 18. Konsumsi Air ad-lib Per Hari pada
Beberapa Status Produksi Ayam
dengan Suhu 20°C dan 32°C
(Liter Per 1.000 Ekor) • 73
Tabel 19. Evaluasi Produksi Telur pada
Ayam Kampung Selama 2 Bulan • 84
Tabel 20. Jumlah Ayam dan Sebaran Produksi
Telur Selama 2 Bulan • 85
Tabel 21. Produktivitas Induk pada Populasi
Awal dan Populasi Seleksi • 86
Tabel 22. Performa Produktivitas Ayam
Kampung pada Populasi Dasar
dan Keturunan I • 89
x Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 23. Perbandingan Analisis Usaha


Memproduksi Telur Tetas dan
Telur Konsumsi (100 Ekor/6 Bulan) • 103
Tabel 24. Produksi Telur Ayam Ras Petelur
Umur 20-40 Minggu • 107
Tabel 25. Penetasan Telur Hasil IB
Menggunakan Induk Ayam • 120
Tabel 26. Kebutuhan Gizi Pakan Ayam
Kampung • 123
Tabel 27. Kandungan Gizi Bahan Pakan • 124
Tabel 28. Konsumsi Pakan/Ekor/Hari • 124
Tabel 29. Batasan Penggunaan Bahan • 125
Tabel 30. Pertumbuhan Bagian Tubuh Ayam
Kampung umur 2-12 Minggu • 130
Tabel 31. Intersep (log a), Koefisien
Pertumbuhan Relatif (b) dari log
Bobot Potongan Tubuh (Y)
Terhadap Bobot Potong (X) • 132
Tabel 32. Intersep (log a), Koefisien
Pertumbuhan Relatif (b) dari log
Bobot Potongan Karkas (Y)
Terhadap Bobot Karkas (X)
Ayam Kampung • 134
Tabel 33. Pasar Ayam Potong Berdasarkan
Berat • 144
Tabel 34. Perbedaan Pemotongan pada RPA
Modern, Semimodern dan
Tradisional • 146
Tabel 35. Kualitas Daging Ayam dan Pangsa
Pasarnya • 148
Sukses Budidaya Ayam Kampung xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Medali-medali hasil lomba ayam


kedu Bapak Tjokro. • 10
Gambar 2. Ayam kedu hitam. • 11
Gambar 3. Ayam kedu putih. • 12
Gambar 4. Ayam kedu lurik. • 12
Gambar 5. Pejantan cemani dengan
bulu pedang. • 16
Gambar 6. Pejantan cemani. • 16
Gambar 7. Induk cemani. • 16
Gambar 8. Pejantan cemani dengan
bulu terbalik. • 16
Gambar 9. Induk cemani dengan
bulu terbalik. • 16
Gambar 10. Ayam kedu muda. • 17
Gambar 11. Ayam cemani dengan bulu
yang jarang. • 17
Gambar 12. Warna hitam pada sayap,
rongga mulut, muka dan kulit pada
ayam cemani. • 17
xii Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 13. Variasi warna daging dan organ


dalam pada ayam kedu hitam,
ayam cemani dan ayam kedu
putih, sebelum dan sesudah
dipotong. • 18
Gambar 14. Pejantan dan induk ayam pelung. • 28
Gambar 15. Jenis ayam sentul berdasarkan
warna bulunya. • 34
Gambar 16. Ayam kokok balenggek induk
dan pejantan. • 40
Gambar 17. Ayam ketawa. • 45
Gambar 18. Ayam ketawa dengan warna
bulu putih. • 46
Gambar 19. Ayam ketawa sedang berkokok. • 48
Gambar 20. Gerakan ayam ketawa sedang
berkokok. • 49
Gambar 21. Bagan sistem pemeliharaan
ayam kampung. • 55
Gambar 22. Pemeliharaan ayam kampung
ekstensif/ tradisional. • 56
Gambar 23. Pemeliharaan ayam kampung
semiintesif. • 56
Gambar 24. Pemeliharaan ayam kampung
intesif. • 56
Gambar 25. Hubungan suhu lingkungan
dengan produksi panas tubuh. • 63
Gambar 26. Hubungan suhu lingkungan
terhadap keseimbangan energi. • 63
Gambar 27. Hubungan suhu lingkungan
terhadap keseimbangan energi. • 64
Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap
kualitas kerabang. • 69
Gambar 29. Inseminasi buatan sebagai
Sukses Budidaya Ayam Kampung xiii

sarana peningkatan mutu


genetik. • 100
Gambar 30. Perkawinan antara ayam hutan
dengan ayam kedu putih. • 101
Gambar 31. Peralatan yang digunakan
untuk inseminasi buatan. • 105
Gambar 32. Pengelusan/perangsangan. • 110
Gambar 33. Penekanan pangkal ekor. • 110
Gambar 34. Pengeluaran sperma. • 110
Gambar 35. Pengelusan/perangsangan
pejantan. • 111
Gambar 36. Pengeluaran sperma. • 111
Gambar 37. Mengencerkan sperma
dengan menggoyangkan
botol penampung. • 112
Gambar 38. Mengencerkan sperma
dengan pipet. • 112
Gambar 39. Cara memegang induk ayam
yang akan diinseminasi. • 114
Gambar 40. Cara mengeluarkan alat
reproduksi induk ayam. • 114
Gambar 41. Cara memasukkan alat suntik
ke dalam saluran telur. • 115
Gambar 42. Teknik inseminasi langsung
di dalam kandang. • 115
Gambar 43. Meletakkan telur, bagian
tumpul di atas. • 116
Gambar 44. Potongan bagian tubuh ayam
kampung umur 12 minggu. • 129
Gambar 45. Arah perkembangan tubuh
ayam kampung. • 133
Gambar 46. Pohon industri ayam kampung. • 139
Gambar 47. Pemotongan ayam. • 147
xiv Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 48. Perebusan dengan suhu 65°C. • 147


Gambar 49. Pencabutan bulu. • 147
Gambar 50. Pengeluaran jeroan (Eviscerasi). • 147
Gambar 51. Pemotongan. • 147
Gambar 52. Pembumbuan. • 147
Gambar 53. Olahan telur dan daging ayam,
telur mata sapi, ayam bakar dan
goreng. • 150
Sukses Budidaya Ayam Kampung 1

Satu

PENDAHULUAN

Ayam kampung atau ayam buras mempunyai


peran penting bagi kehidupan masyarakat khususnya
petani di pedesaan. Ayam kampung berfungsi sebagai
sumber protein juga sebagai sumber pendapatan karena
ayam dapat langsung dijual saat membutuhkan uang
tunai. Peternakan ayam kampung sendiri merupakan
jenis peternakan rakyat, karena ayam kampung
dipelihara di hampir semua agroekosistem, bahkan pada
kondisi lingkungan yang penuh keterbatasan ayam
kampung dapat hidup.
Populasi ayam kampung di Indonesia tahun 2013,
sebanyak 290.455.201 ekor. Populasi tertinggi ada di
Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 41.828.668 ekor,
disusul Jawa Timur sebanyak 32.625.833 ekor, Jawa
Barat sebanyak 29.112.107 ekor, dan Sulawesi Selatan
sebanyak 22.370.680 (Dirjen PKH, 2013). Dengan
populasi yang tinggi dan tersebar tersebut, maka ayam
kampung memberi sumbangan yang besar terhadap
pemeliharanya.
2 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Besarnya populasi ayam kampung tersebut


apabila diupayakan peningkatan produktivitasnya,
akan menjadi aset nasional yang tinggi nilainya. Lebih
lanjut pada pemeliharaan di tingkat petani dengan
sentuhan input teknologi tepat guna, diikuti perbaikan
manajemen pemeliharaan akan memberikan nilai
tambah yang cukup berarti dan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional. Mansjoer
(1989) melaporkan bahwa sumbangan ayam kampung
terhadap produksi daging nasional sebesar 28%,
sedangkan sumbangan terhadap produksi telur nasional
sebesar 11,5%.
Peternakan ayam kampung antara tahun 2004-
2005 sempat terganggu dengan adanya kasus serangan
penyakit flu burung. Adanya serangan flu burung ini
Pada tahun
2004, kerugian
berpengaruh terhadap rencana pengembangan sentra
yang dialami produksi dan produktivitas dari ayam kampung sendiri.
peternak Dampak negatif lainnya adalah terhadap suplai produk
akibat flu
burung
ayam kampung yang cenderung menurun. Namun,
mencapai lebih pengaruhnya terhadap permintaan ayam kampung
dari 500 milyar tidak signifikan artinya hanya sebentar menurun,
rupiah per
bulan.
kemudian normal lagi. Masyarakat tidak lagi takut
untuk mengonsumsi daging atau telur ayam kampung.
Kondisi di atas dapat menjadi tantangan bagi kita
untuk segera mengembalikan kejayaan peternakan
ayam kampung. Permintaan yang terus meningkat
belum diimbangi dengan peningkatan populasi,
sehingga pengembangan ayam kampung mempunyai
prospek yang sangat bagus. Upaya ini perlu diimbangi
dengan dukungan ketersediaan sarana produksi mulai
dari bibit, pakan, perkandangan, obat, penyiapan
sumberdaya manusia dan dukungan kebijakan baik
teknis dan kelembagaan.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 3

Kelemahan yang dimiliki ayam kampung adalah


laju reproduksi dan pertumbuhannya lambat. Laju
reproduksi yang lambat ditunjukkan dengan produksi
telur yang rendah dan mempunyai sifat mengeram,
sehingga membutuhkan waktu untuk bertelur kembali.
Produksi telur ayam kampung yang dipelihara secara
tradisional hanya 45 butir/ekor/tahun atau setara
dengan 12,5% per hari. Muryanto, et al. (1993)
melaporkan bahwa untuk memproduksi 38 butir telur
dibutuhkan waktu 210 hari, dengan rincian 38 hari
untuk berproduksi, 68 hari mengeram dan 104 hari
istirahat bertelur.
Di samping itu masih terdapat kendala yaitu,
sistem pemeliharaan di tingkat petani yang masih
tradisional (seadanya) dengan pemilikan ayam yang
rendah. Seperti diketahui bahwa pemeliharaan ayam
kampung merupakan back yard farming. Peme-
liharaan yang demikian menyebabkan perhatian petani
terhadap ayam yang dipelihara sangat kurang, sehingga Anak ayam
usia di bawah
sangat rentan terhadap penularan penyakit dan dua bulan
menyulitkan tindak pencegahan. Hal ini dapat sangat rentan
dibuktikan dengan adanya kematian ayam yang tinggi, terhadap
penyakit
petani tidak merasa rugi atau dianggap hal yang biasa. sehingga
Dari berbagai informasi pengamatan di lapangan, angka
diketahui penyakit yang sering menyerang dan kematiannya
tinggi.
menimbulkan kematian tinggi adalah tetelo (New
Castle Desease/NCD), gumboro, dan flu burung.
Dalam rangka mendukung pengembangan ayam
kampung di Indonesia maka diperlukan peningkatan
kemampuan/kapasitas peternak terhadap aspek-aspek
penting yang berkaitan dengan budidaya ayam
kampung. Di sisi lain, telah banyak dilakukan upaya
berupa peningkatan sarana, program pelatihan,
4 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain-lain.


Namun pengaruhnya terhadap peningkatan populasi
ayam kampung masih relatif kecil yaitu 5,7%/th (Dirjen
PKH, 2013).
Dalam rangka peningkatan produktivitas ayam
kampung, maka telah banyak dilakukan penelitian
mulai di tingkat laboratorium sampai pada penelitian
pengembangan di lapangan berkerjasama dengan
peternak. Banyak informasi tentang keberhasilan dan
masalah yang dihadapi dalam pengembangan ayam
kampung yang diperoleh dari penelitian tersebut. Untuk
itu, informasi-informasi perlu dikemas dalam bentuk
buku agar dapat digunakan sebagai referensi bagi
peternak, penyuluh, dan pengambil kebijakan dalam
rangka pengembangan ayam kampung di Indonesia.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 5

Dua

AYAM KAMPUNG INDONESIA

Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi


ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara
budidaya komersial dan tidak berasal dari galur atau
ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial. Ayam
kampung merupakan salah satu ternak unggas yang
telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok
nusantara.
Istilah ayam kampung pada awalnya untuk
membedakan dengan ayam ras. Pada perkembangan
kemudian, semenjak dilakukan program pengembang-
an, pemurnian, dan pemuliaan ayam lokal unggul, kini
dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras)
dengan perbaikan teknik budidaya.
Ayam kampung yang mempunyai istilah ilmiah
Gallus domesticus mempunyai daya produksi daging
dan telur yang bervariasi, mempunyai keunggulan
tertentu sekaligus sebagai ciri khas, seperti produksi
telur, mempunyai suara merdu, warna bulu yang
menarik, dan lain sebagainya. Keunggulan produksi
maupun keunggulan lainnya perlu dipelajari dengan
6 Sukses Budidaya Ayam Kampung

tujuan agar dapat dilestarikan, ditingkatkan atau


dimanfaatkan bagi kesejahteraan peternak di Indone-
sia.

A. Asal Usul Ayam Kampung


Indonesia
Nenek moyang ayam kampung adalah ayam liar
atau ayam hutan. Hutt (1949) dan Jull (1951)
menyatakan bahwa nenek moyang ayam digolongkan
dalam genus Gallus yang mempunyai 4 spesies yaitu
Gallus gallus (Red Jungle Fowl) atau ayam hutan
merah, Gallus varius (Green Jungle Fowl) atau ayam
hutan hijau, Gallus sonneratti (Grey Jungle Fowl) atau
ayam hutan abu-abu dan Gallus lafayetti atau ayam
hutan Ceylon. Ayam hutan merah sering disebut Gallus
bankiva atau Gallus ferrugineus terdapat di Indonesia
yaitu di Sumatera, juga di Semenanjung Malaysia, In-
dia bagian Timur, Thailand dan Mianmar. Ayam hutan
hijau dikenal pula sebagai Gallus javanicus atau Gallus
furcatus atau lebih sering disebut sebagai ayam hutan
Semua ayam
modern Jawa, terdapat di Pulau Jawa dan pulau-pulau
merupakan sekitarnya. Ayam hutan abu-abu terdapat di India
keturunan dari bagian barat dan timur. Ayam hutan Ceylon sesuai
Gallus gallus.
dengan namanya terdapat di Ceylon atau Sri Lanka.
Dua spesies ayam asli Indonesia yaitu ayam
hutan merah dan ayam hutan hijau, sudah ribuan
tahun dibudidayakan secara tradisional oleh masyarakat
Indonesia, namun karena kondisi lingkungan dan adat-
istiadat yang berbeda-beda, maka timbul keaneka-
ragaman di antara ayam lokal di Indonesia. Utoyo
(2002) melaporkan bahwa saat ini di Indonesia terdapat
lebih dari 30 bangsa ayam kampung baik yang masih
Sukses Budidaya Ayam Kampung 7

besar keragamannya maupun yang spesifik. Ayam


kampung yang mempunyai keragaman besar baik
bentuk fisik, maupun produktivitasnya banyak terdapat
di kampung-kampung di Indonesia dan umumnya
dipelihara secara tradisional.
Internasional Livestock Research Institute (ILRI)
yang bermarkas di Etiophia, menyebutkan bahwa
ayam lokal Indonesia mempunyai keunikan dibanding-
kan dengan ayam lokal dari negara Asia lainnya.
Keunikannya adalah citarasa dagingnya yang khas,
sifat mengeramnya tinggi, namun produksi telurnya
relatif rendah. Dagingnya kenyal berisi, tidak lembek
dan kadar lemak rendah, tahan terhadap proses
pengolahan (tidak mudah hancur), kandungan nutrisi
tinggi dan mengandung 19 jenis protein dan asam
amino (www.sentralternak.com). Keunggulan lainnya
adalah mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan, tingkat kekebalan tinggi, dan hemat biaya
pakan.
Ayam kampung menurut Hardjosworo (1995)
mempunyai nilai sosial-ekonomi tinggi bagi petani dan
dagingnya mempunyai keunikan sehingga disukai oleh
konsumen serta nilai jualnya tinggi, namun secara
kuantitas ketersediaannya tidak dapat melebihi ayam
ras. Hal ini disebabkan karena laju reproduksi dan
pertumbuhannya lambat.

B. Keragaman Ayam Kampung


Indonesia
Sejarah ayam kampung, pada awalnya dimulai
dari generasi pertama ayam kampung sebagai
keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus), yang
8 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kemudian dipelihara oleh masyarakat. Pada zaman


Kerajaan Kutai, ayam hutan merupakan salah satu
komoditas persembahan bagi raja sebagai upeti dari
masyarakat setempat. Oleh karena citarasa dagingnya
disukai oleh raja, kemudian ayam tersebut selalu
dipelihara dan diternakkan oleh rakyat untuk raja.
Ayam lokal yang berkembang dari berbagai
daerah di Indonesia mempunyai keragaman yang
bervariasi meliputi nama, sifat kuantitatif, kualitatif dan
mempunyai keunggulan serta ciri khas tertentu.
Beberapa contoh diantaranya adalah ayam kedu dari
daerah Magelang dan Temanggung dan sekitarnya atau
eks Karesidenan Kedu di Jawa Tengah; ayam nunukan
dari Pulau Tarakan Kalimantan Timur; ayam pelung
dari Kabupaten Cianjur, Sukabumi Provinsi Jawa Barat
dan sekitarnya; ayam sumatra dari Provinsi Sumatra
Barat; ayam kokok belenggek dari Sumatra Barat;
tepatnya di pedalaman Kabupaten Solok; ayam gaok
dari Pulau Puteran Kabupaten Sumenep Madura; dan
lain-lain. Untuk mengetahui lebih dalam ayam
kampung Indonesia, di bawah ini dijelaskan beberapa
ayam kampung Indonesia yang sudah ditetapkan
sebagai galur atau rumpun asli Indonesia.

1. Ayam Kedu
Ayam kedu merupakan aset ternak lokal unggul
khas Jawa Tengah bahkan Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah berupaya
secara terus-menerus untuk menjaga, melestarikan dan
sekaligus mengembangkannya. Ayam kedu telah
dibudidayakan oleh masyarakat secara turun-temurun
di wilayah Provinsi Jawa Tengah, khususnya di
Kabupaten Temanggung, Magelang, Wonosobo, dan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 9

sekitarnya, yang dahulu dikenal dengan wilayah


Karesidenan Kedu.
Ayam kedu sudah dikenal di seluruh Indonesia
bahkan sampai ke mancanegara. Saat ini dikenal ada 3
jenis ayam kedu yaitu ayam kedu putih, berwarna, dan
hitam. Pemberian nama tersebut didasarkan pada
sebaran warna bulunya.
a. Asal-Usul Ayam Kedu
Asal-usul ayam kedu sampai saat ini belum pasti.
Banyak versi yang menceritakan bagaimana ayam
tersebut berasal. Versi-versi tersebut ada yang sifatnya
sedikit ilmiah dan ada yang merupakan cerita turun
temurun, dan masing-masing yang mempercayai versi
tersebut mempunyai keyakinan sendiri akan ke-
benarannya.
Salah satu versi diperkenalkan oleh seorang tokoh
masyarakat dari Desa Kalikuto, Kecamatan Grabag,
Kabupaten Magelang, bernama Tjokromihardjo. Tokoh
Ayam kedu
ini banyak mencurahkan perhatiannya di bidang pada awalnya
peternakan di samping menjabat sebagai kepala desa. berfungsi
Pernah dilaporkan oleh majalah Minggu Pagi yang sebagai hewan
ritual dan
terbit tanggal 7 Juni 1959, bahwa pengetahuan Pak tidak
Tjokro di bidang peternakan diperoleh dari kursus- dimuliakan
kursus yang diadakan oleh Dr. Douwes Dekker pada sebagai
pedaging atau
tahun 1919, di Bandung, dan korespondensinya dengan petelur.
seorang ahli perunggasan dari Colorado yaitu Mr.
Schelter.
Berdasarkan informasi langsung dari putra Bapak
Tjokro yaitu bapak Bambang Irawan (November,
2011), diceriterakan bahwa ayam kedu diperoleh
melalui ketekunan Bapak Tjokro dalam menyilangkan
dan melakukan seleksi secara terus-menerus. Pada
10 Sukses Budidaya Ayam Kampung

awalnya seleksi yang dilakukan adalah warna bulu


kemudian bentuk tubuh dan ciri fisik tubuh seperti
bentuk badan, bentuk kaki, jumlah sirip pada kaki,
jengger, dan lain-lain. Selanjutnya seleksi diarahkan ke
produktivitasnya, baik produksi telur maupun daging.
Ayam hasil persilangannya kemudian diikutkan di
beberapa lomba oleh sahabatnya, seorang ber-
kebangsaan Belanda yang berdomisili di Desa Secang,
Kabupaten Magelang. Pada saat itu Bapak Tjokro belum
memberi nama terhadap ayam hasil persilangannya.

Gambar 1. Medali-medali hasil lomba ayam kedu Bapak Tjokro.


Sumber: Koleksi Penulis.

Nama ayam kedu muncul pada tahun 1926.


Sebelumnya nama ayam kedu adalah ayam hitam.
Nama ayam hitam ini dikenal pada tahun 1924. Pada
waktu itu sahabat Bapak Tjokro mengikutkan ayam
hitamnya pada suatu lomba yang dahulu dikenal
dengan istilah "kongkrus", di Pekan Raya Surabaya.
Ternyata ayam hitam Bapak Tjokro mendapat hadiah
utama dan mendapat medali (Gb 1.). Pada tahun 1926,
ayam Pak Tjokro diikutkan lagi pada lomba di Pekan
Raya Semarang dan mendapat juara. Oleh karena ayam
yang berwarna hitam dalam perlombaan itu banyak,
maka ayam Pak Tjokro diberi nama ayam hitam kedu,
Sukses Budidaya Ayam Kampung 11

sesuai dengan daerah asal dari Pak Tjokro yaitu eks


Karesidenan Kedu. Nama tersebut disingkat lagi
menjadi ayam kedu.
Dilihat dari sejarah munculnya nama ayam kedu,
maka dapat diinterpretasikan bahwa apabila seseorang
menyebut ayam kedu, yang disebut adalah ayam yang
warna bulunya dan berasal dari daerah Kedu. Tetapi
karena saat ini ayam di daerah Kedu tidak hanya
berwarna hitam, maka muncul lagi ayam kedu seperti
ayam kedu putih, ayam kedu berwarna, dan ayam kedu
hitam. Jadi, nama atau istilah yang paling tepat untuk
menyebut ayam kedu seperti yang dimaksudkan orang
pada umumnya adalah ayam kedu hitam. Dari ayam
inilah kemudian diturunkan ayam yang seluruh
tubuhnya berwarna hitam yang dikenal dengan ayam
cemani.

Gambar 2. Ayam kedu hitam.


Sumber: Koleksi Penulis.
12 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 3.
Ayam kedu putih.
Sumber:
Koleksi Penulis.

Gambar 4. Ayam kedu lurik.


Sumber: Koleksi Penulis.

Terdapat dugaan bahwa pada tahun 1835, ayam


kedu hitam pernah diekspor ke Amerika Serikat. Ayam
tersebut kemudian dikembangkan dengan program
pemuliaan yang baik, ternyata mampu menunjukkan
produksi yang unggul dan dijadikan standard breed yang
dikenal dengan The Black Java Breed. Dari ayam ini
kemudian diturunkan bangsa ayam Black Orpington
yang digunakan untuk membentuk bangsa ayam
Austrolop (Senosastro-amidjojo, 1967).
b. Sifat Kualitatif Ayam Kedu
Ayam kedu pernah distandarisasi pada tahun
1951, namun tidak lengkap data teknisnya.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 13

Ciri-ciri dominan ayam kedu dapat dilihat pada


tabel berikut.

Tabel 1. Ciri-ciri Ayam Kedu


No. Bagian Tubuh Ciri-Ciri

1. Badan Besar kompak dengan


punggung lebar
2. Kepala Cenderung bulat dengan paruh
berwarna hitam atau merah
3. Jengger Besar tebal dan tegak, berwarna
hitam atau merah membentuk
single comb, pada betina
jengger tidak berkembang
sebaik pada yang jantan.
Sumber: Poespodihardjo (1986).

c. Sifat Kuantitatif Ayam Kedu


Produktivitas ayam kedu cukup tinggi, sehingga
dapat dianggap sebagai sumber kekayaan alam unggul
di Indonesia. Tampilan produktivitas pada ayam kedu
adalah: bobot ayam kedu jantan dewasa usia 2 tahun
±3,6 kg, bobot ayam kedu betina dewasa usia 2 tahun
±3 kg, bobot ayam kedu jantan muda usia 1 s/d 2 tahun
±3 kg. Untuk tujuan pedaging pada umur 12 minggu
dapat mencapai bobot badan 1.225,96 g dengan
pemeliharaan intensif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balai Penelitian Ternak Bogor, di daerah asalnya (Kedu),
fertilitas telur ayam kedu dapat mencapai 90-100%,
sedangkan daya tetasnya antara 70-90% (Sitepu et al.,
1991; Cresswell dan Gunawan, 1982, Muryanto dan
Subiharta, 1989).
Studi tentang pertumbuhan pernah dilaporkan
oleh Muryanto et al. 1995, yang mengamati pertum-
14 Sukses Budidaya Ayam Kampung

buhan ayam kedu hitam mulai dari bobot tetas sampai


bobot umur 10 mg pada pemeliharaan intensif.
Dilaporkan bahwa bobot tetas ayam kedu adalah 30,77
g/ekor, pada umur 10 minggu bobotnya menjadi
594,12 g/ekor. Selama dalam pengamatan tersebut
terjadi kematian sebanyak 12,12% dan paling banyak
terjadi pada saat ayam umur 4-6 minggu. Data
selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan, Konsumsi Pakan dan


Mortalitas Anak Ayam Kedu Hitam
Umur Bobot Badan PBB Konsumsi Mortalitas
(g) (g) pakan (g) *) (%)

Tetas 30,77 ±1,14 - -


1 Mg 44,63 ±4,80 13,86 7,56 0,00
2 Mg 64,40 ±3,62 19,77 11,30 4,34
4 Mg 124,65 ±24,8 60,25 28,76 6,90
6 Mg 231,34 ±19,46 106,59 40,65 7,80
8 Mg 387,85 ±26,18 156,61 52,76 1,50
10 Mg 594,12 ±15,79 206,27 65,21 12,12
Sumber: Muryanto et al. 1995.
Keterangan: *)
• Mortalitas 1 minggu = mati pada umur 1 hari s/d 1 minggu
• Mortalitas 2 minggu = mati pada umur 1 minggu s/d 2 minggu, dst.

Pengamatan tersebut dilanjutkan dengan


mengadakan pengamatan pada induk ayam kedu
hitam selama 4 bulan produksi. Dari penelitian tersebut
ditunjukkan bahwa bobot induk pada saat mulai
bertelur adalah 1,4 kg. Produksi telur selama 4 bulan
adalah 81,9 butir atau setara dengan 32,9% hen day
(Tabel 3). Rata-rata bobot telur yang diproduksi adalah
38,6 g. Data ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan
dalam pengembangan ayam kedu selanjutnya.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 15

Tabel 3. Rata-Rata Produktivitas pada Ayam


Kedu Hitam

Parameter Uraian

Jumlah induk (ekor) 100


Bobot badan/induk (kg) 1.465,2 ±292
Konsumsi pakan/induk/4 bulan (g) 9.838,1 ±700
Konsumsi pakan/induk/hari (g) 81,9 ±5,84
Produksi telur/induk/4 bulan (butir) 39,8 ±16,6
Produksi telur/induk henday (%) 32,9 ±17,03
Total bobot telur/induk (g) 1.253,7 ±740,8
Bobot telur/butir (g) 38,6 ±13,1
Sumber: Muryanto et al. 1995.

d. Keunggulan Spesifik Ayam Kedu


Khusus pada ayam kedu hitam, terdapat ayam
yang mempunyai ciri yang lebih spesifik, yaitu mulai
jengger, kulit, muka, mata, paruh dan kulit kaki serta
tulang dan dagingnya dominan berwarna hitam, ayam
yang demikian dinamakan ayam cemani. Karakteristik
ayam cemani dapat dilihat pada Tabel 4.
Terbentuknya ayam cemani, disebabkan karena
adanya perkawinan dan seleksi yang dilakukan oleh
masyarakat secara terus-menerus dan turun-temurun
kearah warna hitam. Perkawinan dan seleksi tersebut
dilakukan dengan berbagai macam variasi, sehingga
pada ayam cemani terdapat beberapa jenis diantaranya,
ayam cemani dengan bulu terbalik, berbulu lurus dan
kaku (istilah lokalnya berbulu pedang), berbulu jarang,
bahkan ayam cemani tanpa bulu (Gb.6-14). Biasanya
ayam-ayam yang demikian harganya lebih tinggi
dibandingkan dengan ayam cemani dengan bulu yang
normal (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, 2011).
16 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 5. Pejantan cemani


dengan bulu pedang.
Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 6. Pejantan cemani. Gambar 7. Induk cemani.


Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 8.
Pejantan
cemani
dengan
bulu
terbalik.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Gambar 9. Induk cemani


dengan bulu terbalik.
Sumber: Koleksi Penulis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 17

Gambar 10.
Ayam kedu muda.
Sumber:
Koleksi Penulis.

Gambar 11.
Ayam cemani
dengan bulu
yang jarang.
Sumber:
Koleksi Penulis.

Gambar 12.
Warna hitam
pada sayap,
rongga mulut,
muka dan
kulit pada
ayam cemani.
Sumber:
Koleksi Penulis.
18 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 13.
Variasi
warna daging
dan organ
dalam pada
ayam kedu
hitam, ayam
cemani dan
ayam kedu
putih,
sebelum dan
sesudah
dipotong.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Tabel 4. Karakteristik Ayam Cemani


No. Bagian Jantan Betina
Tubuh

1. Bentuk Panjang, bulat Panjang rata,


Kepala dan rata, panjang panjang 5,7 cm
6,35 cm, tinggi dan tinggi 3,3 cm
3,6 cm, warna bulu
hitam, banyak dan
tebal
2. Paruh Papak, hitam, Papak warna hitam
panjang 1,8 cm, panjang 1,8 cm dan
lebar 1,2 cm lebar 0,9 cm lidah
Sukses Budidaya Ayam Kampung 19

No. Bagian Jantan Betina


Tubuh

lidah telak dan telak dan


kerongkongan kerongkongan
berwarna hitam. hitam.
3. Jengger Warna hitam Bentuk tunggal,
wilah bergerigi,
tebal bergerigi ganjil
3,5,7 tinggi 2,7 cm,
panjang 1,9 cm
hitam.
4. Pial Besar , warna hitam Kecil/tidak ada,
hitam halus.
5 Mata Bulat, hitam Bulat, hitam
6 Leher Sedang Sedang
7 Bulu Hitam, tipis-tebal Hitam, banyak tebal
leher
8. Bentuk Agak miring Segi empat
badan ke belakang (ketupat)
9. Bentuk Lebar besar, Lebar
dada panjang 12,5 cm,
lingkar 34,1,
daging tebal
10. Bobot 3 - 3,5 kg 1,5 - 2,5 kg
1 1 . Sayap Kokoh, kuat, bulu Tertutup kuat, lebar
bersih, letak sayap sayap rata agak
rata agak miring miring ke belakang
ke belakang
12. Ekor Melengkung ke atas Membentuk sudut
dan ke bawah 30-45 °
seperti kuda kepang
13. Perut Tipis Lebar 4 jari, lunak
14. Pung- Tipis Rata, lebar dan kuat
gung
15. Kaki Panjang cakar Panjang 8 cm
10 cm
16. Taji Telapak kaki tebal Telapak kaki tebal
1 7 . Warna Hitam Hitam
kulit dan
daging
18. Bulu Keseluruhan hitam Keseluruhan hitam
pekat pekat.
Sumber: Poultry Indonesia Nopember 2004.
20 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Berdasarkan tampilan produktivitasnya, ayam


kedu hitam berpotensi sebagai penghasil telur dan
daging yang cukup tinggi (Merkens dan Mohede, 1941).
Ayam kedu hitam mempunyai beberapa keistimewaan,
selain produktivitasnya yang tinggi juga dimanfaatkan
sebagai hobi (klangenan) khususnya pada ayam kedu
hitam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam atau
ayam cemani. Selain itu, ayam kedu ternyata mampu
berkembang di luar Kabupaten Temanggung. Beberapa
kabupaten yang telah melakukan pengembangan ayam
kedu adalah Kabupaten Klaten, Magelang, sampai
keluar Pulau Jawa yaitu di Kabupaten Tapin,
Kalimantan Selatan dan Makasar, Sulawesi Selatan, dan
lain-lain.
Ditinjau dari aspek produksi, ayam kedu hitam
terbukti mempunyai produktivitas yang tinggi
dibandingkan dengan ayam lokal lainnya, baik sebagai
penghasil telur maupun sebagai penghasil daging
(Merkens dan Mohede, 1941). Hasil penelitian Creswell
dan Gunawan (1982) yang membandingkan pe-
meliharaan ayam kedu dengan ayam lokal lainnya
selama 52 minggu, pada kondisi yang sama dan
diberikan ransum komersial seperti layaknya
pemeliharaan pada ayam ras petelur, ternyata bahwa
produksi telur hen day ayam kedu hitam lebih tinggi
dibandingkan dengan ayam kedu putih, ayam kedu
lurik, ayam nunukan, dan ayam pelung (Tabel 5).
Sukses Budidaya Ayam Kampung 21

Tabel 5. Produksi Telur Ayam Lokal yang


Dipelihara pada Kondisi yang Sama
Selama 52 Minggu

No. Jenis Ayam Produksi Telur


(% hen day)

1. Kedu Hitam 58,8%


2. Kedu Putih 54,0%
3. Nunukan 50,0%
4. Buras 41,3%
5. Pelung 32,0%

Sumber: Cresswell dan Gunawan (1982).

Ayam kedu sudah ditetapkan sebagai rumpun


ayam asli Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian N0. 2487/Kpts/LB.430/8/2012 tentang
penetapan rumpun ayam Kedu. Deskripsi rumpun
ayam kedu, sebagai berikut.
Sifat kualitatif (dewasa):
1) warna:
a) bulu: Hitam (cemani), putih dan lurik.
b) kepala: Hitam (cemani), putih dan lurik.
c) jengger: Jantan: besar, tebal dan tegak,
hitam atau merah membentuk single comb.
Betina: bentuk tunggal, wilah bergerigi,
tebal bergerigi ganjil 3,5,7, hitam dan
merah.
d) pial: Jantan: besar, hitam atau merah.
Betina: kecil atau tidak ada.
e) paruh: Hitam atau kuning, pangkal lidah
dan kerongkongan hitam atau kuning.
f) badan: Besar kompak dengan punggung
lebar.
22 Sukses Budidaya Ayam Kampung

g) kulit: Hitam dan putih keabu-abuan dan


daging
h) kaki: Hitam dan putih.

Sifat kuantitatif (dewasa):


1) bobot badan: Jantan: 3-3,5 ± 0,5 kg.
Betina: 1,5-2,5 ± 0,5 kg.
2) bobot telur: 38,6 ± 13,1 gram.
3) produksi telur: 159 ± 16,6 butir/tahun.
4) konsumsi pakan: 81,9 ± 5,8 gram/ekor/hari.
5) kepala: Jantan: panjang 6,4 ± 0,5 cm, tinggi 3,6
± 0,5 cm. Betina: panjang 5,7 ± 0,5 cm, tinggi
3,3 ± 0,5 cm.
6) jengger: Betina: tinggi 2,7 ± 0,5 cm, panjang 1,9
± 0,5 cm. Jantan: lebih tinggi dan lebih panjang
dari betina.
7) paruh: Jantan: panjang 1,8 ± 0,5 cm, lebar 1,2 ±
0,5 cm. Betina: panjang 1,8 ± 0,5 cm, lebar 0,9 ±
0,5 cm.
8) dada: panjang 12,5 ± 1,5 cm, lingkar dada 34,1 ±
3 cm.
Sifat reproduksi:
1) umur dewasa kelamin: 5-6 bulan.
2) umur bertelur ertama: : 5-7 bulan.

2. Ayam Pelung
Ayam pelung merupakan ayam lokal yang
memiliki suara kokok merdu. Suara kokoknya sangat
khas, mengalun panjang, besar, dan mendayu-dayu.
Durasi kokok ayam pelung cukup panjang, dapat
mencapai waktu 10 detik bahkan lebih. Itulah sebabnya
ayam pelung dapat dikelompokkan dalam ayam
berkokok panjang (long crow fowl).
Sukses Budidaya Ayam Kampung 23

a. Asal Usul Ayam Pelung


Ayam pelung merupakan ayam lokal yang pada
mulanya berkembang di daerah Cianjur. Dengan
semakin bertambahnya penggemar ayam pelung maka
penyebarannya pun semakin meluas ke berbagai
daerah sekitar Bandung, Bogor, Sukabumi, dan daerah
lainnya. Kontes ayam pelung juga semakin marak
diadakan, baik institusi pemerintah maupun inisiatif
perhimpunan penggemar ayam pelung.
Hingga kini belum ditemukan laporan ilmiah
yang menjelaskan bagaimana terjadinya domestikasi
ayam pelung. Namun paling tidak, ada satu pendapat
mengenai asal-usul ayam pelung yang paling dapat
dipercaya, yang merupakan cerita rakyat yang
berkembang di kalangan peternak daerah sentra.
Ayam pelung diperkirakan mulai dipelihara
sekitar tahun 1850-an oleh seorang kiai di Desa
Bunikasih, Kecamatan Warung Kondang, Cianjur. Kiai
tersebut bernama Kiai H. Djarkasih. Pada suatu malam,
beliau bermimpi bertemu dengan Eyang Suryakencana.
Di dalam mimpinya, ia disuruh mengambil seekor anak
ayam jantan di suatu tempat. Esok harinya ia
mendatangi tempat yang disebutkan di dalam mimpi
tersebut. Betapa terkejutnya ketika ia menemukan
seekor anak ayam jantan yang besar dengan bulu tubuh
yang jarang (turundul). Setelah dewasa, ayam tersebut
dikawinkan dengan ayam kampung betina dan
menghasilkan keturunan, seperti ayam pelung
sekarang. Jadi, pemulia pertama adalah Kiai H.
Djarkasih (Mama' Acih).

b. Sifat Kualitatif Ayam Pelung


Ayam pelung mempunyai warna bulu yang
bervariasi, namun mempunyai warna dominan yaitu
24 Sukses Budidaya Ayam Kampung

campuran merah dan hitam. Sebagian besar ayam


pelung betina dewasa memiliki warna bulu yang hitam
(61%), sisanya berwarna bulu cokelat kehitaman (20%)
dan kuning gambir (19%). Pada populasi ayam pelung
betina yang diamati, warna bulu lain di luar ketiga
kelompok warna tersebut tidak ditemukan. Ayam
pelung jantan dewasa, memiliki bulu berwarna hitam
dan merah (100%). Tidak tertutup kemungkinan
adanya pola warna lain di daerah yang lain.
Sifat kualitatif lainnya adalah bentuk cakarnya
panjang dan besar dengan warna bervariasi dari hitam,
kuning, atau putih kekuning-kuningan. Jengger pada
umunnya berbentuk tunggal (single comb), berdiri
tegak dan bergerigi seperti gergaji. Kepala berbentuk
oval, cuping telinga merah dihiasi oleh warna putih di
bagian tengah (http://ayampelungternak.blogspot.com,
2013 dan Nataatmadja, 2005.
Sifat kualitatif ayam pelung yang paling
menentukan nilai ekonominya (harga jual) adalah
kualitas suara kokok (kluruk, kongkorongok). Ada
sementara laporan menyebutkan kriteria suara ayam
pelung (http://ayampelungternak.blogspot.com, 2013)
yaitu sebagai berikut.
a. Dasar suara, merupakan suara khas dari ayam
Ayam pelung
adalah ayam pelung yang membedakan dengan ayam lain.
asli Indonesia Kriteria yang baik, harus didasari dengan huruf
dengan tiga
U yang bulat, harus bersih, empuk, bukan O, E
sifat genetik:
suara kokok atau EU, diperkuat dengan suara gema.
panjang b. Suara angkatan, merupakan suara awal dari
mengalun,
kokok ayam pelung. Kriteria yang baik harus
pertumbuhan
cepat, badan bersih, temponya lambat, renggang ketukannya
besar. dengan deskripsi:
• U - U - U = disebut semi kukudur.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 25

• U - EL - U = disebut kukelur.
• U - EU = kuker.
c. Suara tengah, merupakan suara sesudah
angkatan dari kokok ayam pelung. Kriteria yang
baik ditandai kenaikan nada, contoh u u u elllllll
UUUUUUUUUUUUUUUUU. U adalah suara
tengah, dan yang baik mempunyai volume yang
lebih besar dibandingkan dasar suaranya. Suara
tengah disebut dengan istilah BITU.
d. Suara ujung, adalah suara akhir dari kokok ayam
pelung yang ditandai dengan nada turun dan
pelepasan napas. Kriteria yang baik adalah
nadanya turun namun ditahan dulu, kemudian
dilepas dengan suara bersih dan besar.
e. Irama, adalah lagu dari kokok ayam pelung,
terbentuk di suara tengah, kriteria yang baik yaitu
suara tengahnya digantung dulu setelah
angkatan, baru di tengah agak ke ujung baru
dibitukan dan ditahan.
f. Keserasian, merupakan gabungan atau rangkaian
nada dari suara awal hingga akhir dari kokok
ayam pelung yang melibatkan kualitas dasar
suara yang bersih, empuk dengan volume besar,
dan enak didengar.

Menurut Nataatmaja (2005), suara pelung jantan


dinilai berdasarkan beberapa kriteria, yaitu durasi, vo-
lume, kejernihan, irama, dan kerasnya suara. Durasi
suara kokok pelung jantan terlama yang pernah tercatat
adalah 11 detik. Volume suara dibagi ke dalam suara
kecil (kukulir), sedang (kukulur), besar (kukudur), dan
bervariasi (tetelur, kombinasi tiga jenis volume suara).
Kejernihan suara juga sangat menentukan nilai suara,
suara kokok yang serak pasti mendapat nilai rendah.
26 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Secara garis besar terdapat irama suara awal, tengah,


akhir, dan ditutup dengan "kook". Suara kokok yang
diharapkan adalah suara yang keras, jernih, terdiri atas
suara awal, tengah (mengalun), dan diakhiri dengan
volume besar, durasinya mencapai 11 detik.
Jarmani dan Nataamijaya (1995) melaporkan
hasil pengamatan suara ayam pelung di Cianjur
sebagaimana tertera pada Tabel 6. Kualitas dan panjang
suara kluruk ayam pelung jantan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu genetik, cara pemeliharaan dan
perawatan, kondisi kesehatan, dan jenis pakan yang
diberikan. Pola warna bulu sejauh ini tidak ditemukan
kaitannya dengan suara kluruk ayam pelung jantan.

Tabel 6. Jenis dan Durasi Kluruk Ayam Pelung


Durasi Suara (detik) Jenis Kete-
No.
Awal Tengah Akhir Kook Jumlah Suara rangan

1. 0,3 5,3 - 0,3 5,9 Kukudur Tidak


berirama
2. 0,8 5,7 0,5 0,2 7,2 Kukulir Berirama
jernih
3. 0,5 6,2 0,8 - 7,5 Kukulir Tidak
berirama
4. 0,3 5,1 - - 5,4 Kukulir -
5. 0,8 4,1 3 0,3 8,2 Kukulir Berirama
6. 0,7 3,4 1,3 0,2 5,6 Kukulir Berirama
7. 0,8 5,7 - - 6,5 Kukulir -
8. - 3,8 2,6 - 2,6 Kukulir -
9. 0,5 3 - - 3,5 Kukulir -
10. 0,5 4,6 - - 5,1 Kukulir Suara
serak
11. 2 4 - - 6 Kukulir -
12. 0,6 5 - - 5,6 Kukulir Suara
serak
13. 2,5 3,7 0,6 0,3 7,1 Kukulir Suara
serak,
berirama
Sukses Budidaya Ayam Kampung 27

Durasi Suara (detik) Jenis Kete-


No.
Awal Tengah Akhir Kook Jumlah Suara rangan

14. 0,2 4,3 - - 4,5 Kukulir


Suara
serak
15. 0,8 6 0,4 - 7 , 2 Kukulir Suara
serak
rata
16. 0,1 5,1 3,5 0,8 10,5 Kukulir- Juara
Kukudur Kontes
1985
17. 1,2 5,5 3 1,2 10,9 Kukulir- Juara
Kukudur Kontes
1987

Sumber: Jarmani dan Nataamijaya (1995).

c. Sifat Kuantitatif Ayam Pelung


Ayam pelung memiliki postur tubuh tinggi, jauh
lebih besar daripada ayam kampung. Penampilannya
tenang dan anggun. Leher, paha, dan kaki tungkai ayam
pelung relatif panjang dibandingkan dengan ayam
kampung. Rata-rata bobot badan ayam pelung jantan
adalah 3.509,04 ±180,12 g untuk jantan dan 2.050,10
±152,35 g untuk betina, sedangkan rata-rata bobot
badan ayam kampung adalah 2.405,41 ±151,56 g untuk
jantan dan 1.650,10 ±124,31 g untuk betina. Tungkai
ayam pelung jantan 33,55 ±2,10 cm, betina 23,10 ±0,82
cm lebih panjang daripada ayam kampung jantan
(26,30 ±1,73 cm), betina (20,04 ±1,56 cm). Demikian
pula leher ayam pelung (jantan 24,56 ±1,64 cm, betina
15,36 ±2,10 cm) lebih panjang daripada ayam kampung
(jantan 19,12 ±1,40 cm, betina 12,01 ±9,2 cm). Tulang
punggung ayam pelung (jantan 25,02 ±1,57 cm, betina
21,40 ±1,62 cm) lebih panjang daripada ayam kampung
(jantan 22,40 ±2,16 cm, betina 22,34 ±2,47 cm)
(Nataamijaya, 1995).
28 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 14. Pejantan dan


induk ayam pelung.
Sumber: www.ayampelungternak.
blogspot.com

d. Pelestarian Ayam Pelung


Ayam pelung sebagai plasma nutfah khas Jawa
Barat sudah memperoleh perlindungan hukum yang
difasilitasi oleh Himpunan Peternak Penggemar Ayam
Pelung Indonesia (HIPPAPI) Jawa Barat yang ber-
pusat di Kota Cianjur. Pada Maret 2004, ayam pelung
resmi memperoleh penetapan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) untuk merk "Ayam Pelung
HIPPAPI" serta HAKI untuk hak cipta yang dilindungi
secara sah oleh peraturan perundang-undangan dari
Depkeh dan HAM, hak cipta berjudul "Panduan
Standarisasi dan Pengembangan Ayam Pelung" (Gallus
Domesticus Var Pelung). Hak Cipta itu merupakan
acuan sah dan mempunyai ketentuan hukum yang
mengikat bagi seluruh anggota HIPPAPI, baik di dalam
maupun di luar Jawa Barat, serta mengikat juga pihak
lain yang menyelenggarakan kegiatan yang sama
seperti pembudidayaan, pemurnian, dan pengembang-
an ayam pelung. Pembudidayaan, pemurnian, dan
pengembangan ayam pelung oleh anggota HIPPAPI
dan pihak lain harus mengacu pada Hak Cipta HIPPAPI
yang telah memperoleh HAKI tersebut (http://
ayampelungternak.blogspot.com, 2013).
Sukses Budidaya Ayam Kampung 29

Ayam pelung tidak hanya tersebar di Indonesia


saja, tapi juga di luar negeri, karena banyak orang asing
yang membawanya ke negara masing-masing.
Mengalirnya ayam pelung ke luar daerah asalnya,
terutama di luar negeri, sementara peternak lokal sendiri
rata-rata belum menternakannya secara mantap,
kekhawatiran ayam pelung di daerah asalnya akan
terkuras. Oleh karena itu, pemurnian ayam pelung perlu
dilakukan.
Pemurnian ayam pelung dilakukan melalui
pelestarian plasma nutfah, perlindungan hak, hak
mengembangkan dan memurnikan, serta pengujian
mutu. Pelestarian plasma nutfah mencakup pemurnian
ras dan pengendalian pola pembibitan. Perlindungan
hak meliputi hak pemurnian berada dipeternak lokal
dengan mengikuti pola-pola yang sudah berjalan,
penerapan teknologi budi daya harus berbasis industri
peternakan, serta wujud perlindungan berupa
pemberian sertifikasi dan label terhadap ayam pelung
berdasarkan standarisasi performa yang sudah Perlindungan
ditetapkan dan hasil pengukuran fisik. dalam
pemurnian ras
Klasifikasi ayam pelung yang diakui sebagai ayam
ayam pelung
pelung adalah hasil pemurnian masyarakat peternak diwujudkan
serta hasil budi daya pihak mana saja yang meng- dengan
pemberian
gunakan bibit ayam pelung sampai dengan keturunan
nomor
ke tiga dengan didukung oleh tes sperma, darah, dan registrasi
DNA. peternak, kode
peternak,
Kegiatan HIPPAPI salah satunya adalah kontes
demplot, label
ayam pelung. Kegiatan ini dimaksudkan untuk dan sertifikat.
menumbuhkan motivasi peternak dan penggemar
ayam pelung. Kontes yang seringkali diadakan
Himpunan Peternak dan Penggemar Ayam Pelung In-
donesia (HIPPAPI) telah diadakan di beberapa kota di
30 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Jawa Barat. Aspek yang dinilai adalah penampilan


suara kokok dan penampilan ayam pelung. Penilaian
aspek suara kokok meliputi volume suara, durasi kokok
(kebat), suara angkatan (kokok depan), suara tengah
dan suara akhir (tungtung). Ayam pelung dikatakan
memiliki suara angkatan baik bila volume suara awal
besar, bersih dan panjang. Suara kokok tengah
dikatakan baik bila suara tengah memiliki volume besar,
bersih dan terjadi perubahan volume suara diantara
suara awal dengan suara tengah, dan antara suara
tengah dengan suara akhir. Perubahan volume suara
itu disebut dengan istilah bitu. Suara akhir merupakan
suku kata kokok akhir, sebaiknya memiliki volume
besar, bersih dan lunyu.
Aspek penampilan ayam dinilai berdasarkan
keadaan tubuh bagian depan dan belakang meliputi,
bentuk dan warna jengger, bentuk dan keadaan mata,
hidung, bentuk paruh, leher, tembolok dan paruh.
Ayam pelung sudah ditetapkan sebagai rumpun
ayam asli Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 2918/Kpts/OT.140/6/2011 tentang
penetapan rumpun Ayam Pelung (Kementerian
Pertanian, 2011). Deskripsi rumpun ayam pelung,
sebagai berikut: Nama rumpun ayam: ayam pelung.

Sifat kualitatif:
a) a. jengger/balung: tunggal, bergerigi berwarna
merah; ukuran pada ayam jantan lebih besar dari
pada ayam betina;
b). pial: bulat berwarna merah; pada ayam jantan
lebih besar dan bergayut dari pada ayam betina;
c. badan, bentuk penampang samping: oval, silinder
atau bulat; ayam jantan lebih besar dan lebih
tegap dari ayam betina;
Sukses Budidaya Ayam Kampung 31

d). warna bulu: pada ayam jantan, tidak memiliki


pola khas; umumnya campuran merah dan
hitam kuning dan putih, dan campuran hijau
mengkilat; pada ayam betina, umumnya kuning
tua kecokelatan (warna buah kemiri); kuning
muda; hitam blorok dengan bercak putih atau
kuning tua dengan bercak putih;
d). warna ceker (metatarsus): pada jantan dan betina
umumnya hitam, hijau, abu-abu, kuning, atau
putih;
f). suara: khas pada ayam jantan, merdu dan
mengalun panjang tidak terputus-putus,
g). jenis irama suara: suara awal atau angkatan,
terdengar besar, bertenaga, bertekanan, bersih
dan mengalun tidak terburu-buru (anca); suara
tengah, terdengar nyambung setelah suara awal,
panjang, besar, naik, bersih, halus, jelas licin;
suara akhir, terdengar nyambung setelah suara
tengah, panjang, bersih dan jelas dan membesar
pada ujungnya.
Sifat kuantitatif:
a). suara: durasi : 5,8-13,9 detik, frekuensi : 399,85-
1.352,3 hz, volume: 60-63,89 db,
b). bobot badan dewasa : ayam jantan: 3,70-5,85 kg/
ekor, ayam betina: 2,70-4,15 kg/ekor
c). produksi telur selama 147 hari pengamatan : 23-
84 butir/ekor
d). bobot telur: 45,03 - 57,03 gram/butir,
e). konsumsi ransum ayam dewasa: jantan dan
betina, 130gram/ekor/hari.

Sifat reproduksi;
a). umur dewasa kelamin: jantan dan betina, 5-6
bulan,
32 Sukses Budidaya Ayam Kampung

b). umur bertelur pertama: 5,5-7 bulan. Wilayah


sebaran: Provinsi Jawa Barat.

3. Ayam Sentul
Ayam Sentul dikenal juga dengan sebutan ayam
kalawu. Ayam sentul merupakan salah satu sumber
daya genetik asli dari daerah Ciamis, Jawa barat.
Keunggulan ayam ini antara lain pertumbuhannya
relatif cepat dan produksi telur yang tinggi (Kurnia,
2011). Potensi tersebut menjadikan ayam sentul dapat
digunakan sebagai komoditas industri kerakyatan
ayam lokal. Pemerintah saat ini sudah memberikan
perhatian serius untuk mengembangkan ayam sentul.
Pengembangan ayam sentul penting dilakukan selain
untuk menjaga ayam sentul dari kepunahan, juga
untuk menggali potensi genetik yang ada dalam ternak
tersebut, demi memaksimalkan pemanfaatannya.
Berdasarkan potensi yang dimilikinya, terutama
dalam hal tingkat produktivitas (daging, telur), ayam
sentul memiliki performa yang baik, bahkan lebih baik
dibandingkan dengan beberapa rumpun ayam lokal
lain. Oleh karenanya, ayam sentul sangat baik bila
dimanfaatkan sebagai ayam lokal penghasil daging dan
telur. Populasi ayam sentul yang tinggal sedikit,
menuntut upaya pengembangan lebih lanjut ke depan,
disamping untuk melestarikan plasma nutfah asli In-
donesia, juga demi memaksimalkan manfaat yang
dapat digali dari potensi genetik yang dimilikinya (http:
//peternakan.litbang.deptan.go.id, 2011).
Berdasarkan warna bulunya, ayam sentul dapat
digolongkan menjadi 5 macam ayam sentul di
antaranya ayam sentul geni, sentul batu, sentul kelabu,
sentul debu, dan sentul emas. Laporan lain menyebut-
Sukses Budidaya Ayam Kampung 33

kan 6 macam, yaitu ditambah dengan sentul jambe


dengan warna abu dan merah jingga (Purnama, 2005
dan Nataatmadja, 2005). Berdasarkan keaneka-
ragaman fenotip tersebut maka produktivitas dan
performa masing-masing jenis ayam sentul yang ada
dikelompok tani ternak Ciung Wanara juga berbeda-
beda seperti bobot badan. Produktivitas ayam lokal pada
umumnya masih di bawah potensi genetiknya. Ayam
Keunggulan
sentul, misalnya, bobot badannya pada umur 20 ayam sentul
minggu masing-masing dapat mencapai 2,20 kg dan adalah
pertumbuhan
1,60 kg bila dipelihara secara intensif. Bila dipelihara
relatif cepat
dengan cara diumbar, bobot badan jenis ayam tersebut dan produksi
hanya 1,60 kg dan 1,10 kg (Nataamijaya 1985; telur tinggi.
Nataamijaya dan Diwyanto 1994; Nataamijaya 1996,
2000; Nataamijaya dkk, 2003).
Perbedaan warna bulu diduga memiliki hubung-
an dengan produktivitas ayam sentul yaitu dengan bobot
badan. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengindikasikan
hubungan antara warna bulu dengan kemampuan
fisiologis ternak dalam penyerapan panas ke dalam
tubuh. Panas akan lebih banyak terserap oleh
permukaan yang memiliki warna lebih gelap. Ayam
sentul yang memiliki warna bulu lebih gelap akan lebih
banyak menyerap panas dibandingkan dengan ayam
sentul yang memiliki warna bulu terang. Suhu tubuh
yang panas akan berdampak langsung terhadap
penurunan jumlah pakan yang dikonsumsi dan
peningkatan jumlah konsumsi air minum. Konsumsi
pakan berpengaruh terhadap bobot badan, sehingga
dari penjelasan tersebut maka warna bulu yang
merupakan hasil dari perbedaan genetik ayam sentul
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bobot
badan.
34 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 15.
Jenis ayam sentul
berdasarkan
warna bulunya.
A: sentul debu
B: sentul kelabu
C: sentul emas
D: sentul geni (api)
E: sentul batu
Sumber:
www.dody94.
wordpress.com

Menurut penjelasan tersebut, bobot badan


berbagai jenis ayam Sentul akan berbeda-beda. Namun
pada kenyataannya tidak terdapat perbedaan bobot
badan pada berbagai jenis ayam sentul. Hal ini
dikarenakan kemampuan adaptasi dari ayam sentul
tersebut. Ayam sentul merupakan ayam lokal yang
sudah lama berada di Ciamis, sehingga ayam sentul
tersebut sudah beradaptasi dengan lingkungan dalam
waktu yang lama. Kemampuan adaptasi tersebut yang
menyebabkan pertumbuhan bobot badan ayam sentul
relatif tidak berbeda-beda.
Bobot badan yang relatif sama pada ayam sentul
yang mempunyai warna bulu berbeda telah dilaporkan
oleh Meyliyana et al (2013) yang melakukan peng-
ukuran di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat, yaitu bobot badan umur 2 bulan pada ayam
jantan dan betina adalah 620,61 ±39,02 g dan 612,82
±40,21 g, umur 5 bulan pada jantan dan betina adalah
1781,26 ±44,50 g dan 1289,17 ±24,87 g, bobot badan
pada ayam dewasa jantan dan betina adalah 2757,48
Sukses Budidaya Ayam Kampung 35

±112.01 g dan 1692,20 ±113.65 g. Data selengkapnya


dapat dilihat pada (Tabel 7).

Tabel 7. Rataan Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul


Mulai Umur 2 bulan-Dewasa

Umur 2 bulan Umur 5 bulan Dewasa


Jenis
Ayam Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
± Sd ± Sd ± Sd ± Sd ± Sd ± Sd

Sentul 628,1 601,0 1768,2 1287,1 2736,2 1690,1


Batu ± 22,2 ± 32,2 ± 50,8 ± 24,5 ± 140,4 ± 62,8

Sentul 611,7 614,3 1812,0 1300,5 2817,7 1713,6


Abu ± 35,7 ± 26,1 ± 37,9 ± 13,2 ± 106,2 ± 125,9

Sentul 605,4 611,7 1768,3 1286,2 2751,8 1745,4


Debu ± 45,7 ± 57,7 ± 44,8 ± 36,6 ± 73,5 ± 65,4

Sentul 636,6 610,8 1779,4 1284,4 2693,1 1714,1


Emas ± 49,6 ± 61,7 ± 46,6 ± 28,8 ± 142,2 ± 131,4

Sentul 618,7 628,7 1777,4 1287,1 2781,9 1593,5


Geni ± 43,8 ± 12,1 ± 40,6 ± 24,2 ± 82,9 ± 135,7

Rata- 620,6 612,8 1781,3 1289,2 2757,5 1692,2


rata ± 39,0 ± 40,2 ± 44,5 ± 24,9 ± 112.0 ± 113.6

Sumber: Meyliyana et al, 2013.

Ayam Sentul ini telah ditetapkan sebagia rumpun


ayam Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 698/Kpts/PD.410/2/2013 (Kementerian
Pertanian, 2013). Deskripsi rumpun ayam sentul
adalah sebagai berikut: Asal-usul merupakan ayam lokal
dari daerah Ciamis, Provinsi Jawa Barat yang sejak abad
ke 8 telah dibudidayakan secara turun-temurun.
Wilayah sebaran asli geografis: Kabupaten Ciamis,
Provinsi Jawa Barat. Wilayah sebaran: Provinsi Jawa
36 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Barat (Kabupaten Ciamis, Cirebon, Indramayu,


Majalengka, Sumedang, Bandung dan Bogor.
Sifat kualitatif:
a) Warna: bulu : jantan, abu-abu dengan bergaris
ujung setiap helai bulu memberi kesan sisik ikan
dihiasi denganwarna merah kuning dan hijau;
betina, dominan abu-abu denganvariasi abu
kehitaman atau keemasan dan abu putih; Kepala,
pada yang jantan, abu-abu dihiasi warna khas
merah-kuning keemasan; pada yang betina, abu-
abu kehitaman, jengger merah; paruh putih, kaki
kekuningan dan kulit putih.
b) Bentuk : kepala pada yang jantan lurus dan pipih,
pada yang betina pipih, jengger pea, pial gandan,
paruh pada yang jantan sedang lancip, betina
panajng dan runcing, badan ramping, ekor pada
yang jantan panjang, betina terbuka dan lebar.
Sifat kuantitatif:
a) bobot badan jantan 2,0-2,6 kg, betina 1,3-1,6 kg,
b) bobot telur 40,7 + 3,8 g,
c) produksi telur 118-140 butir/th,
d) umur dewasa kelamin 6 + 1 bulan,
e) umur bertelur pertama 5-6 bulan,
f) konversi pakan 2,5-3,2. g) Kepala pada yang jantan
panjang 39,0 + 2,2 mm, lebar 33,4 + 5,1 mm;
betina panjang 38,6 + 4,0 mm, lebar 30,3 + 2,8
mm.
h) jengger pada yang jantan tinggi 34,9 + 15,7 mm,
lebar 58,7 + 30,7 mm, tebal 14,5 + 11,9 mm. Pada
yang beteina tinggi 17,3 + 11,6 mm, lebar 35,0 +
18,2 mm, tebal 3,9 + 1,7 mm,
Sukses Budidaya Ayam Kampung 37

i) Paruh pada yang jantan panjang 33,5 + 3,6 mm,


lebar 17,2 + 2,2 mm, tabal 12,6 + 1,7 mm, pada
yang betina, panjang 32,2 + 3,0 mm, lebar 16,2 +
1,9 mm, tabal 10,6 + 1,3 mm,
j) dada pada yang jantan panjang 13,2 + 1,2 cm,
lingkar dada 34,0 + 2,8 cm, betina panjang 11,3
+ 0,9 cm, lingkar dada 31,0 + 1,5 cm

4. Ayam Kokok Balenggek


Ayam kukuak balenggek atau ayam kokok
balengek (AKB) adalah ayam lokal asli Sumatera Barat
yang pada awalnya ditemukan di beberapa desa di
Kecamatan Payung Sekaki dan Tigo Lurah antara lain
di Simanau, Simiso Batu Bajanjang, Garabak Data,
Rangkiang, Muaro, dan Rangkiang Luluih, Kabupaten
Solok. Masyarakat di Kabupaten Solok menganggap
bahwa AKB berasal dari keturunan ayam kinantan
milik Cindua Mato yang mengawini ayam hutan di
Bukit Sirayuah, Kecamatan Payung Sekaki, dan
berkembang biak hingga sekarang.
AKB lebih dikenal pada tahun 1981, setelah
seorang insinyur Belanda membawa sepasang ayam
ini ke negara Belanda, karena terkesan dengan suaranya
yang merdu dan indah. Pada tahun 1994, seorang
pejabat kita memberikan AKB sebagai cinderamata
kepada Pangeran Akishinonomiya Fumihito dari
Jepang. Beliau sangat terkesan dengan keanggunan
ayam ini sehingga beliau memerintahkan beberapa
menterinya harus memiliki ayam ini. Saat ini AKB lebih
dikenal lagi karena sering dilakukan "Lomba Ayam
Kukuak Balenggek" yang melombakan kemampuan
dan kemerduan suaranya (DPPK Kota Solok, 2012).
38 Sukses Budidaya Ayam Kampung

a. Asal Usul Ayam Koko Balenggek


Ayam kokok balengek (AKB) diduga merupakan
turunan persilangan ayam hutan merah (G gallus
gallus) dengan ayam lokal daerah sentra. Dugaan ini
berdasarkan teori bahwa G gallus gallus yang terdapat
di Pulau Sumatera merupakan nenek moyang dari
semua bangsa ayam domestik yang berkembang
sekarang (Hiillel et al., 2003). Ada juga teori yang
menyatakan bahwa ayam hutan merah merupakan
nenek moyang tunggal (single ancestor) dan penyum-
bang utama pool gen semua bangsa ayam domestik di
dunia (Arliana, dkk, 2009).

b. Keunggulan Ayam Kokok Balenggek


Ayam kokok balenggek merupakan tipe ayam
penyanyi yang memiliki suara kokok merdu, dan enak
didengar (Rusfidra, 2001). Suara kokoknya sangat khas,
bersusun-susun dari tiga sampai dua puluh satu suku
kata Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah lenggek dari kokok ayam ini sudah jauh
menurun dimana pada tahun 1950-an seperti yang
dilaporkan oleh Musa (1994) ada yang mencapai 24
lenggek, Abbas et al. (1997) melaporkan jumlah lenggek
hanya 11 dan Rusfidra (2004) sebanyak 9 lenggek.
Spesifikasi suku kata kokok AKB secara tertulis
telah diungkapkan Murad (1989). Lafal suara kokok
adalah sebagai berikut.
1) Suku kata 5: ku-ku-ku-ku-kuuuuuu
2) Suku kata 6: ku-ku-ku-ku-ku-kuuuuu
3) Suku kata 10: ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-ku-
kuuuuuu

Ayam kokok balenggek mempunyai suara


lenggek dari empat suku kata umumnya berkisar antara
Sukses Budidaya Ayam Kampung 39

6 sampai 15 suku kata bahkan lebih (Abbas dkk, 1997).


Ayam kokok balenggek memiliki jumlah lenggek kokok
yang bertingkat dimana suara kokok yang bertingkat
(balenggek) ini memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Pangsa pasar AKB memang masih terbatas,
namun pengembangan AKB sebagai hewan kesayang-
an tampaknya memiliki peluang cukup baik di
Sumatera Barat.
c. Sifat Kualitatif Ayam Kokok Balenggek
Salah satu sifat kualitatif yang cukup penting pada
Mencari
AKB adalah warna meliputi bulu, kaki, mata dan paruh.
kualitas ayam
Warna pada bagian tubuh tersebut dijadikan dasar kokok
penamaan pada AKB. Ada delapan nama utama AKB balenggek,
ibarat mencari
yaitu sebagai berikut.
nada pada
1) Tadung: kaki, paruh dan mata berwarna hitam. sebuah gitar,
2) Pileh: kaki, paruh dan mata berwarna putih. apabila sudah
ketemu tinggal
3) Jalak: kaki, paruh dan mata berwarna kuning.
melanjutkan
4) Kurik: kaki, paruh dan mata berwarna lurik. saja.
5) Putih: bulu seluruhnya berwarna putih.
6) Kanso: bulu seluruhnya berwarna abu-abu.
7) Biring: kaki, paruh dan mata berwarna merah.
8) Kinantan: kaki, paruh, mata dan bulu seluruhnya
berwarna putih. (ayambalenggek.wordpress.com).
Klasifikasi nama AKB juga diberikan berdasarkan
bobot badan yaitu ayam gadang adalah bertubuh besar,
lebih dari 2 kg, ayam ratiah yaitu ayam bertubuh kecil
dengan bobot kurang dari 2 kg. Selain itu, juga
ditemukan ayam ratiah berkaki pendek yang disebut
ayam batu. Ayam ini memiliki penampilan tegap dan
gagah, warna bulunya bervariasi mulai dari merah,
kuning, putih dan kombinasi antara warna tersebut.
Bulunya mengkilat dan memiliki jengger tunggal
(single comb).
40 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 16.
Ayam kokok
balenggek
induk dan
pejantan.
Sumber:
Koleksi
Penulis.
d. Sifat Kuantitatif Ayam Kokok Balenggek
Hasil penelitian Arliana, F., dkk (2009) melapor-
kan ukuran bagian tubuh AKB mulai dari kaki bagian
atas, bagian bawah, ukuran jengger, lebar dada dan
dilengkapi dengan bobot badan, selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata dan Simpangan Baku Sifat-sifat


Kuantitatif Ayam Kokok Balenggek Berdasarkan
Kenagarian
Kanagarian
Para-
Batu Bajanjang Tanjung Balik Sumiso Rangkiang Luluih
meter
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Tarso 10,33 8,37 10,40 7,99 8,82 7,28


meta ± 0,79 ± 0,65 ± 1,02 ± 0,67 ± 0,82 ± 0,60
tarsus
(cm)
Panjang 13,57 12,24 14,55 11,91 13,16 11,31
tibia ± 1,14 ± 0,77 ± 1,29 ± 1,13 ± 0,94 ± 0,95
(cm)
Sukses Budidaya Ayam Kampung 41

Kanagarian
Para-
Batu Bajanjang Tanjung Balik Sumiso Rangkiang Luluih
meter
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Panjang 10,58 10,27 11,68 9,85 10,15 9,25


femur ± 1,58 ± 1,41 ± 1,89 ± 1,38 ± 1,67 ± 1,09
(cm)
Panjang 2,34 1,87 1,71 1,55 1,67 1,56
paruh ± 1,00 ± 0,42 ± 0,80 ± 0,15 ± 0,16 ±0,22
Tinggi 4,54 1,27 4,85 2,34 4,48 2,21
jengger ± 1,21 ± 0,74 ± 0,92 ± 0,48 ± 1,10 ± 0,58
(cm)
Bobot 1,64 1,64 1,73 1,30 1,53 1,21
badan ± 0,32 ± 0,32 ± 0,24 ± 0,22 ± 0,31 ± 0,18
(kg)
Lebar - 2,48 - 2,22 - 2,34
pelvis ± 0,65 ± 0,67 ± 0,59
(cm)
Panjang 21,13 18,17 24,00 21,50 21,93 20,33
Sayap ± 2,76 ± 3,46 ± 2,56 ± 2,18 ± 1,67 ± 1,69
(cm)
Lebar 7,02 - 7,50 - 6,84 -
dada ± 1,13 ± 1,04 ± 0,80
(cm)
Panjang 13,51 - 18,46 - 19,99 -
leher ± 2,13 ± 3,60 ± 1,70
(cm)
Sumber: Arliana, F., dkk (2009)

Hasil pengamatan terhadap beberapa sifat-sifat


produksi ayam kokok balenggek dilaporkan oleh Arliana,
F., dkk (2009), yang melakukan pengamatan di
Kecamatan/Kanagarian Batu Bajanjang, Tanjung Balik
Sumiso, dan Rangkiang Luluih, Kabupaten Solok.
Dilaporkan bahwa rata-rata produksi telur AKB di
Kanagarian Batu Bajanjang, Tanjung Balik Sumiso, dan
42 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Rangkiang Luluih adalah 13,38; 13,85; dan 12,07 butir


dalam satu periode peneluran. Produksi telur
merupakan parameter utama yang digunakan sebagai
kriteria untuk pemilihan bibit ayam kokok balenggek.
Informasi lain dilaporkan bahwa daya tetas telur
berkisar antara 85-89 %, mortalitas cukup tinggi 29-
49%. (Tabel 9).

Tabel 9. Sifat Produksi Ayam Kokok Balenggek


Jantan dan Betina
Kenagarian
Para-
No. Batu Tanjung Balik Rangkiang
meter
Bajanjang Sumiso Luluih

1. Produksi 13,38 13,85 12,07


Telur/ ± 2,66 ± 2,92 ± 2,16
periode
(butir)

2. Daya 85,48 89,93 86,96


Tetas (%) ± 9,82 ± 11,86 ± 16,70

3. Sex Ratio 51,85 : 48,90 : 52,61 :


48,15 51,10 47,39

4. Morta- 39,17 49,08 29,70


litas (%) ± 27,27 ± 24,00 ± 25,21

5. Jumlah 4,63 4,81 5,15


Kokok ± 1,40 ± 1,45 ± 1,46
Sumber: Arliana, F., dkk (2009).

Keragaman sifat kokok AKB yang diamati dari


111 ekor jantan, menunjukkan jumlah kokok sebanyak
4,63; 4,81; 5,15 lenggek (Tabel 9). Jumlah lenggek
kokok dihitung dengan mengurangi jumlah suku kata
kokok dengan 3 poin (Murad, 1989). Pengamatan yang
dilakukan pada 111 ekor jantan terlihat bahwa jumlah
Sukses Budidaya Ayam Kampung 43

lenggek kokok berkisar antara 3-9 dengan rata-rata 4-


5 lenggek. Perbedaan jumlah lenggek kokok pada AKB
adalah hal yang wajar karena memang ada variasi song
antar individu dalam spesies dan antarspesies (Tyne dan
Berger, 1976 dan Wooton, 2003).
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah
mengajukan melalui Surat Gubernur Sumatera Barat
Nomor 524/332/Disnak/IV/2011 perihal permohonan
Penetapan Galur atau Rumpun bagi ayam kokok
balengek. Menteri Pertanian telah mengabulkan
permohonan tersebut dan telah ditetapkan AKB sebagai
rumpun ayam dengan nama Kokok Balengek melalui
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2919/Kpts/
OT.140/6/2011. Deskripsi rumpun ayam kokok-
balenggek tersebut adalah sebagai berikut.
1. Nama rumpun ayam: ayam kokok-balenggek
2. Sifat kualitatif:
a). jengger/balung: tunggal, bergerigi ber-
warna merah;
b). warna bulu punggung dan sayap: hitam,
merah, kuning, atau putih;
c) warna ceker (metatarsus): abu-abu, kuning
atau putih;
d) suara ayam jantan: merdu, terputus-putus
bersusun, terbagi atas suara kokok depan,
tengah dan belakang.
3. Sifat kuantitatif:
a) suara: berjumlah, 3-9 susun (lenggek);
durasi sekali berkokok: 2,01-4,43 detik;
mampu berkokok 8 kali berturut-turut
dalam 10 menit.
b) bobot badan dewasa: ayam jantan, 1,025-
2,250 kg;
44 Sukses Budidaya Ayam Kampung

c) panjang tulang femur: ayam jantan, 7,5-


11,3 cm;
d) panjang tulang tibia: ayam jantan 7,5-15,0
cm;
e) tinggi jengger: ayam jantan 2,40-4,60 cm;
f) produksi telur: 60 butir/tahun.
4. Sifat reproduksi:
a) umur dewasa kelamin: 6 bulan;
b) umur bertelur pertama: 6 bulan.
5. Wilayah sebaran: Provinsi Sumatera Barat.

5. Ayam Gaga’ (Ayam Ketawa)


Ayam gaga’ merupakan plasma nutfah ternak
unggas Indonesia, termasuk tipe penyanyi yang berasal
dari daerah Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi
Selatan. Informasi produktivitas dan keunggulannya
termasuk informasi potensi genetiknya masih terbatas
karena belum banyak dilakukan penelitian terhadap
ayam ini. Ayam gaga’ secara fisik hampir sama dengan
ayam kampung biasa, yang membedakan adalah
suaranya (kokoknya). Di daerah asalnya ayam ini
disebut ayam gaga’, namun karena suara kokoknya
seperti orang ketawa, maka ayam ini biasa juga disebut
ayam ketawa.
Ayam gaga’ sudah ditetapkan oleh Menteri
Pertanian melalui Keputusan Menteri No. 2920/Kpts/
OT.140/6/2011. Ayam gaga’ ditetapkan sebagai salah
satu rumpun ayam lokal Indonesia, yang mempunyai
keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta
kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan
lingkungan. Ayam gaga’ mempunyai ciri khas yang
berbeda dengan rumpun ayam asli atau ayam lokal
Sukses Budidaya Ayam Kampung 45

lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik


ternak lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan
dilestarikan.

Gambar 17.
Ayam ketawa.
Sumber:
www.ayam
ketawa-tebe-
hobbies.
blogspot.com

Deskripsi rumpun ayam gaga, sebagai berikut.


1. Nama rumpun ayam: ayam gaga
2. Sifat kualitatif:
a. jengger/balung: tunggal, bergerigi, ber-
warna merah
b. warna bulu: putih, merah, atau hitam;
c. warna ceker (metatarsus): putih, kuning,
atau hitam;
d. Suara ayam jantan: mirip suara manusia
tertawa dengan tempo
• cepat, (kuk kruk ku kha kha kha kha),
• sedang (kuk kruk ku.... kha... kha....
kha)
• lambat (ku kruk ku....... kha.......
kha...... kha);
46 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Setiap kokok terdiri dari suara kokok depan,


tengah dan penutup.
3. Sifat kuantitatif:
a. suara : frekuensi berkokok 2 - 15 kali dari
standar bunyi 2 kali dalam durasi kontes
suara;
b. bobot badan dewasa: sama dengan bobot
badan dewasa ayam kampung pada
umumnya.
4. Sifat reproduksi: sama dengan sifat reproduksi
ayam kampung pada umumnya
5. Wilayah sebaran: Provinsi Sulawesi Selatan.

Gambar 18. Ayam ketawa dengan warna bulu putih.


Sumber: www.belajarpraktis.com

Ayam gaga’ menyebar dari daerah Sidrap ke


seluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan saat ini,
penyebaran ayam gaga’ sampai lintas pulau yaitu Jawa
Sukses Budidaya Ayam Kampung 47

dan Kalimantan. Hal tersebut disebabkan karena adanya


kontes ayam gaga’ yang sering dilakukan sehingga
memikat hati para pencinta ayam gaga’ untuk
dipelihara sebagai ayam penyanyi.
Jenis-jenis ayam gaga’ dapat dibedakan ber-
dasarkan warna bulu dan suaranya. Berdasarkan warna
bulunya, ayam gaga’ dibagi menjadi 9 nama sebagai
berikut.
1. Bakka, yaitu ayam gaga’ yang warna dasar putih
Dahulu, ayam
mengkilap dengan dihiasi warna hitam, oranye,
ketawa hanya
merah dan kaki hitam atau putih. dipelihara di
2. Lappung, yaitu ayam gaga’ warna dasar bulu lingkungan
kerajaan
hitam dengan merah hati dan mata putih.
Bugis, sebagai
3. Ceppaga, yaitu ayam gaga’ warna dasar hitam simbol status
dengan dihiasi bulu hitam dan putih ditambah sosial.
bentuk putih di badan sampai pangkal leher dan
kaki hitam.
4. Koro, yaitu ayam gaga’ warna dasar hitam dihiasi
hijau, putih, dan kuning mengkilat dan kaki
kuning atau hitam.
5. Ijo buata, yaitu ayam gaga’ warna dasar hijau
dihiasi merah, diselingi warna hitam di sayap dan
kaki warna kuning.
6. Bori tase’, yaitu ayam gaga’ warna dasar bulu
merah dan dihiasi bintik bintik kuning keemasan.
Berdasarkan suaranya ayam gaga’ dikelompok-
kan menjadi 2 tipe sebagai berikut.
1. Tipe slow, yaitu interval nadanya kurang rapat
dan iramanya lambat antara nada awal dengan
nada berikutnya.
2. Tipe dangdut yaitu interval nadanya rapat, irama
cepat, dan umumnya durasi kokoknya panjang.
48 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 19. Ayam ketawa sedang berkokok.


Sumber: Koleksi Penulis.

Karakteristik suara ayam gaga’ tipe slow


umumnya memiliki irama agak pelan dengan jumlah
suku kata lebih sedikit dibanding ayam gaga’ tipe
dangdut. Ayam gaga’ tipe dangdut memiliki variasi
rentang durasi kokok yang tinggi sehingga ayam gaga’
tipe dangdut dibagi menjadi dua kelas yaitu dangdut
kelas panjang yang memiliki durasi kokok lebih dari 10
detik dan dangdut kelas pendek yang memiliki durasi
kokok kurang dari 10 detik (http://repository.unhas.ac,
2002).
Junaidi (2002) melaporkan hasil penelitiannya
tentang karakteristik bioakustik pada ayam gaga’. Data
dikumpulkan dari 33 ekor ayam tipe dangdut kelas
panjang, 130 ekor ayam tipe dangdut kelas pendek dan
124 ekor ayam tipe slow (Tabel 10). Dari hasil penelitian
tersebut ditunjukkan bahwa jumlah kokok dan jumlah
suku kata yang panjang didapatkan pada tipe dangdut
kelas panjang dan umumnya terjadi pada kokok gelom-
bang yang kedua.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 49

Tabel 10. Karakteristik Bioakustik Ayam Gaga’


Tipe Dangdut
Para- Kelas Kelas Tipe Slow
No.
meter Panjang Pendek n=124 Ekor
n=33 Ekor n=130Ekor

1. Durasi 30,83 4,20 3,68 ± 1,08


Kokok ± 19,67 ± 1,80
(Detik)
- Durasi 0,91 0,98 1,11 ± 0,62
Kokok ± 0,38 ± 0,61
Gel. I
(Detik)
- Durasi 29,89 3,21 2,65 ± 1,06
Kokok ± 19,77 ± 1,78
Gel. II
(Detik)
2. Jumlah 143,97 21,36 8,35 ± 2,65
Suku Kata ± 97,65 ± 9,69
- Jumlah 2,21 2,66 2,49 ± 0,67
Suku Kata ± 0,74 ± 0,77
Gel. I
- Jumlah 141,79 18,46 5,91 ± 2,46
Suku Kata ± 97,95 ± 9,70
Gel. II
Sumber: Junaidi (2002).

Gambar 20. Gerakan ayam ketawa sedang berkokok.


Sumber: Koleksi Penulis.
50 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tiga

SISTEM PEMELIHARAAN

Budi daya ayam kampung di Indonesia


mempunyai sejarah panjang. Cerita-cerita yang
berlatar belakang legenda masa lalu banyak yang
mengisahkan tokoh cerita dengan ayam peliharaannya.
Sebelum mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan
ayam kampung saat ini, pembaca dapat mengetahui
bagaimana sejarah perkembangan budi daya ayam
kampung di Indonesia.

A. Sejarah Perkembangan Budi


Daya Ayam Kampung
Sistem pemeliharaan ayam kampung di Indone-
sia, sampai sekitar tahun 1970, masih banyak
dipeliharaan dengan sistem tradisional (ekstensif),
karena belum banyak perhatian peternak terhadap
upaya untuk meningkatkan produksi. Sekitar tahun
1980, pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk
peningkatan produktivitas dan pengembangan ayam
buras melalui program intensifikasi, yang dikenal
sebagai program INTAB (Intensifikasi Ayam Buras).
Sukses Budidaya Ayam Kampung 51

Pada dekade tahun 1990-1996, sistem peme-


liharaan ayam kampung telah menunjukkan adanya
perkembangan yang pesat, dicirikan adanya perubahan
sistem pemeliharaan dari cara-cara tradisional menjadi
semiintensif dan bahkan intensif. Tujuan pemeliharaan
juga sudah terarah baik untuk spesialisasi memproduksi
telur konsumsi, dan penjualan ayam (penggemukan/
daging untuk potongan). Dampak dari perkembangan
pemeliharaan ayam buras tersebut telah menumbuh-
kan lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja
di pedesaan.
Pengamatan Dirdjopratono, et al., (1994) pada
Kelompok Tani Ternak Ayam Buras (KTT-AB) di Jawa
Tengah, menunjukkan telah tumbuh beberapa industri
kecil skala rumah tangga seperti pembuatan mesin
tetas, pembuatan kandang batere bambu, usaha
pemotongan ayam, dan kerajinan sulak (bulu ayam).
Berkembangnya usaha pemeliharaan ayam buras
tersebut, menjadikan ayam buras sebagai komoditas
andalan yang strategis dalam upaya peningkatan
pendapatan dan berusaha bagi petani kecil di pedesaan.
Di Jawa Tengah tercatat 4 kabupaten yang telah
menunjukkan perkembangan dalam pemeliharaan
ayam buras (sentra produksi) yaitu: Pemalang,
Temanggung, Banyumas, dan Purbalingga. Di daerah
tersebut, ayam buras dipelihara secara intensif dan
semiintensif. Pada pemeliharaan intensif tujuan
usahanya adalah untuk produksi telur konsumsi, sedang
untuk memproduksi bibit dan ayam potong jumlahnya
masih terbatas. Namun untuk wilayah lainnya secara
umum masih banyak yang dipelihara secara ekstensif.
Pada tahun 1997-1998, perkembangan peme-
liharaan ayam kampung dan ternak lainnya mengalami
52 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kemerosotan yang tajam. Hal ini terjadi karena pada


tahun 1997 terjadi krisis moneter. Krisis ini berpengaruh
terhadap usaha ayam kampung. Pada awalnya, harga
bahan pakan naik terus-menerus, sedangkan harga
produknya berupa telur tetas, anak ayam, dan ayam
siap potong kenaikannya tidak seiring dengan kenaikan
harga bahan pakan, sehingga peternak selalu kehabisan
modal. Kondisi ini menyebabkan ditutupnya usaha
ayam kampung yang dibudidayakan secara intensif
atau semiintensif dan akhirnya pemeliharaan ayam
kampung kembali seperti semula yaitu dipelihara secara
tradisional.
Perkembangan budidaya ayam kampung
kembali bergairah setelah krisis moneter yaitu sekitar
tahun 2000 sampai awal tahun 2003. Pada tahun 2003
sampai 2004 terjadi penurunan perkembangan budi
daya ayam kampung, karena pada saat itu terjadi
wabah flu burung atau Avian Influenza (AI). Penyakit
ini menimbulkan kematian pada ternak ayam petelur,
ayam pedaging, ayam kampung, puyuh, itik dan entog.
Informasi jumlah kematian ayam petelur, pedaging,
ayam buras dan puyuh yang dilaporkan dan dicatat
antara bulan Agustus sampai Desember 2003 adalah
1.029.808 ekor atau 0,9 % dari total populasi unggas di
Jawa Tengah (110.610.281 ekor). Namun jumlah
kematian yang sebenarnya sulit diduga, karena tidak
semua kasus kematian akibat penyakit tersebut
dilaporkan (Dinas Peternakan Jawa Tengah, 2004).
Diagnosa dari 22 kabupaten di Jawa Tengah yang
banyak terjadi kasus kematian unggas, 9 kabupaten
dinyatakan posistip terserang penyakit AI dari strain
H5N1. Sembilan kabupaten yang positip terserang AI
adalah kabupaten Semarang, Kendal, Temanggung,
Sukses Budidaya Ayam Kampung 53

Sragen, Pekalongan, Purbalingga, Wonosobo,


Banyumas, dan Karanganyar (Dinas Peternakan Jawa
Tengah, 2004, Balitvet, 2004).
Setelah penyakit flu burung dapat diatasi
walaupun belum tuntas, perkembangan budi daya
ayam kampung tidak banyak mengalami perubahan.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena perhatian
pemerintah dan peternak pada umumnya terfokus pada
Populasi ayam
komoditas ternak sapi. Perhatian pada ternak sapi ini kampung di
karena adanya program Percepatan Swasembada Indonesia yang
tinggi dan
Daging Sapi dan Kerbau (PSDS/K) dari tahun 2010
tersebar di
sampai 2014. Namun, perkembangan ternak sapi di In- seluruh
donesia dengan program PSDS/K yang diharapkan wilayah
mempunyai
dapat mencukupi kebutuhan daging nampaknya masih
prospek yang
perlu didukung dengan pengembangan komoditas baik dalam
ternak lainnya termasuk ayam kampung. menyediakan
daging.
Dengan kondisi yang demikian dapat diprediksi
bahwa pasca program PSDS/K yang akan berakhir pada
tahun 2014, maka komoditas ayam kampung dapat
digunakan sebagai komoditas pendukung penyediaan
daging di Indonesia. Oleh karena itu, baik pemerintah
maupun peternak perlu menyiapkan segala aspek yang
terkait dengan pengembangan ayam kampung.
Pemerintah perlu mendukung dengan kebijakan atau
regulasi, sedang peternak menyiapkan diri dengan
meningkatkan kapasitas atau ketrampilannya mulai
dari bibit, pakan, kesehatan dan manajemen
pemeliharaan. Tidak kalah penting perlu adanya
perhatian terhadap aspek kelembagaan, karena ayam
kampung dipelihara oleh peternak dalam skala kecil
yang membutuhkan kebersamaan usaha dalam
kelompok.
54 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Sejarah perkembangan budi daya ayam kampung


di Indonesia mulai dari tahun 1970 sampai saat ini,
dapat diambil hikmahnya dan dapat digunakan sebagai
salah satu acuan atau bahan pertimbangan untuk
mengembangkan ayam kampung. Selama kurun
waktu tersebut, telah dilakukan beberapa kegiatan
penelitian dan kajian yang merupakan evaluasi dari
sistem pemeliharaan ayam kampung. Hasil-hasil dari
evaluasi tersebut sangat bermanfaat dalam rangka
menyiapkan pengembangan ayam kampung pada
tahun-tahun mendatang.

B. Sistem Pemeliharaan Ayam


Kampung
Menyadari peran ayam buras sebagai komoditas
yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan
petani di pedesaan, maka pemerintah telah menetapkan
kebijakan dalam rangka meningkatkan produktivitas
dan peran ayam buras bagi keluarga tani melalui pro-
gram intensifikasi, yang dikenal sebagai program
INTAB (Intensifikasi Ayam Buras). Program ini
dilaksanakan melalui pendekatan kelompok tani
dengan menerapkan Sapta Usaha meliputi teknologi
bibit, pakan, kandang, kesehatan, manajemen,
pascapanen, dan pemasarannya. Upaya pengembangan
kelembagaan petani (kelompok-kelompok tani)
merupakan strategi dalam pembangunan subsektor
peternakan. Namun demikian dalam perjalannya
pelaksanaan program INTAB tersebut belum sesuai
dengan harapan.
Dalam hal sistem pemeliharaannya, telah
ditunjukkan adanya perkembangan yang dicirikan
dengan adanya perubahan sistem pemeliharaan dari
Sukses Budidaya Ayam Kampung 55

cara-cara tradisional menjadi semiintensif dan bahkan


sudah ada yang melaksanakan secara intensif.
Perubahan sistem pemeliharaan tersebut mampu
meningkatkan produksi telur dan pertumbuhan ayam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan
sistem semi intensif pada kandang umbaran terbatas,
produksi telurnya 18,4% hen day, sedang pada
pemeliharaan intensif pada kandang batere, produksi
telurnya dapat mencapai 34,8% hen day (Muryanto et
al. 1994a; Muryanto et al. 1995c). Pada pemeliharaan
tradisional produksi telurnya hanya 12%.

• Ayam hidup bebas.


Ekstensif • Sangat sedikit tergantung
(Tradisional) oleh peternak.
• Sedikit modal dan tenaga.

• Terkurung pada umbaran


terbatas.
Sistem • Hidupnya sebagian
Semiintensif
Pemeliharaan tergantung oleh peternak.
• Padat tenaga dan modal.

• Terkurung sepanjang usia.


Intensif • Tergantung oleh peternak.
• Padat modal dan sarana.

Gambar 21. Bagan sistem pemeliharaan ayam kampung.


Sumber: Ilustrasi Penerbit.

Berkembangnya sistem pemeliharaaan tersebut


berdampak positif terhadap tujuan pemeliharaan yang
mengarah pada spesialisasi usaha untuk memproduksi
telur konsumsi, telur tetas, anak ayam, dan ayam siap
potong (penggemukan). Pemeliharaan sistem semi-
intensif dilakukan dengan menambah input produksi
berupa pakan secara terbatas dan pemeliharaan pada
56 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kandang umbaran terbatas. Sistem semi intensif


digunakan untuk tujuan produksi daging dan produksi
telur tetas atau anak ayam bila dilengkapi dengan
penetasan, sedang pada sistem intensif dikhususkan
untuk memproduksi telur konsumsi.

Gambar 22.
Pemeliharaan ayam kampung
ekstensif/tradisional.
Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 23. Pemeliharaan


ayam kampung semiintesif.
Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 24. Pemeliharaan


ayam kampung intesif.
Sumber: Koleksi Penulis.

C. Sistem Pemeliharaan Ayam


Kampung untuk Memproduksi
Telur (Konsumsi)
Sistem pemeliharaaan untuk memproduksi telur
konsumsi merupakan implementasi dari pemeliharaan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 57

ayam buras sistem intensif. Pada sistem ini, ayam


dipelihara pada kandang batere individu, sehingga
produksi telur masing-masing ayam dapat diketahui.
Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan
keberlanjutan usaha ayam buras untuk tujuan produksi
telur (konsumsi), dan secara ekonomis akan menentu-
kan untung-ruginya usaha tersebut. Peternak dalam
memberikan pakan pada ayamnya berupa campuran
yang terdiri atas bahan pakan diantaranya: bekatul,
jagung giling, konsentrat, tepung ikan, mineral, vita-
min dan hijauan. Namun persentase bahan pakan
tersebut seperti yang dilaporkan oleh Muryanto et al.,
(1995a) yang mengamati usaha pemeliharaan ayam
buras di Jawa Tengah, sangat bervariasi baik
antarkelompok tani ternak ayam buras maupun
antarpeternak dalam kelompok. Dilaporkan juga bahwa
bahan yang banyak digunakan adalah bekatul (50-
62,5%), dan jagung (18-35%) dan konsentrat (7,5-20%).
Besarnya persentase bahan-bahan pakan akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas pakan atau
kandungan gizi pakan. Sehingga apabila terjadi
perubahan bahan pakan, maka secara keseluruhan
akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak.
Sebagai gambaran dicontohkan beberapa susunan
pakan yang banyak digunakan oleh anggota kelompok
tani ternak ayam buras di Jawa Tengah (Tabel 11).
Pakan tersebut berdasarkan analisis kimia diketahui
mempunyai kandungan protein antara 13-16% dan
energi 2200-2400 kkal. Dengan pakan tersebut produksi
telur rata-rata berkisar antara 30-40% hen day.
Namun, demikian pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa perlu diperhatikan kualitas bahan
penyusun dan teknik pencampuran pakan. Penurunan
58 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kualitas salah satu bahan pakan misalnya bekatul


karena dicampur dengan serbuk gergaji atau tepung
ikan dicampur dengan tepung tulang atau bahan lain,
dapat menurunkan produksi telur 10-20% bahkan lebih.
Secara sederhana, kualitas bahan pakan dapat diketahui
dengan menelusuri asalnya atau sumber dan proses
pembuatannya.

Tabel 11. Beberapa Contoh Susunan Pakan


Ayam Kampung untuk Tujuan
Produksi Telur Konsumsi
Uraian
Bahan R1 R1 R1 R1 R1

Bekatul 50 62,5 62,5 50 53


Jagung giling 30 25 25 35 18
Konsentrat 20 7,5 7,5 12,5 9
Ece/grit - 2 2 2 2,4
Tepung ikan - 2 1,9 - 8
CaCO3 (kapur) - 0,5 0,5 0,5 -
Top mix - 0,5 0,6 0,5 8
Mineral *) - - - 1,6
Hijauan *) - - 0,5 *)
Kandungan gizi
Protein kasar (%) 16,00 14,00 15,16 15,63 13,60
Energi (kkal) 2.400 2.324 2.300 2.230 2.220
Calsium 2,9 - - 2,4 3,4
Phospor 0,9 - - 0,9 -

Keterangan: R1 = Dirdjopratono et al. (1995)


R2 & R3 = Muryanto et al. (1996b)
R4 = KTT-AB Gemah Ripah Temanggung (1994b)
R5 = KTT-AB Karya Makmur Pemalang (1994)
*) = Kadang-kadang diberikan.

Faktor lain dalam aspek pakan yang dapat


merugikan atau sulit dikontrol oleh peternak adalah
fluktuasi harga bahan dan kontinyuitas pengadaan
bahan pakan. Kedua faktor ini saling terkait, bila bahan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 59

pakan sedikit tersedia di pasaran sedang permintaannya


banyak, maka harga bahan tersebut menjadi mahal.
Hampir semua bahan pakan harganya semakin tinggi,
namun khusus bekatul, jagung dan konsentrat per-
sentase peningkatan harganya cukup tinggi. Masalah
yang muncul adalah tidak seimbangnya kenaikan harga
bahan pakan dibandingkan dengan kenaikan harga
telur ayam, sehingga peternak mengalami kerugian.
Upaya untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan menyediakan beberapa alternatif pakan dengan
susunan yang berbeda namun kualitasnya hampir
sama. Beberapa susunan bahan pakan seperti pada
Tabel 11, dapat dijadikan sebagai alternatif apabila Peternak akan
merugi jika
terjadi kenaikan harga katul, jagung giling, dan kenaikan harga
pakan tidak
konsentrat. Perubahan harga bahan pakan dapat juga
seimbang dengan
diatasi dengan mencari bahan-bahan lain yang dapat kenaikan harga
jual telur.
menggantikan salah satu bahan penyusun pakan seperti
yang dilaporkan Dirdjopratono et al. (1992), bahwa
sorgum putih dapat menggantikan jagung hingga 30%
tanpa mempengaruhi produksinya, meskipun indeks
warna kuning telur nilainya menurun.
Hasil pengamatan pada dua Kelompok Tani
Ternak Ayam Buras (KTT-AB) di Kabupaten Purba-
lingga, dan Temanggung menunjukkan bahwa usaha
memproduksi telur konsumsi merupakan usaha yang
paling banyak diminati peternak. Hal ini disebabkan
karena pendapatan peternak dapat diperoleh setiap hari,
sehingga biaya produksi khususnya untuk pakan dan
obat-obatan dapat dipenuhi dari penjualan telur yang
diproduksi. Dari 2 KTT-AB yang diamati hampir semua
peternaknya (95%) memelihara ayam buras dengan
tujuan memproduksi telur konsumsi (Muryanto et al.,
1998).
60 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Teknologi yang dimanfaatkan dan sangat


berpengaruh terhadap usaha pemeliharaan ayam
petelur ini diantaranya perkandangan, pakan, di
samping manajemen pencegahan penyakit. Kandang
yang digunakan dalam pemeliharaan ayam buras untuk
tujuan memproduksi telur konsumsi adalah kandang
batere individu dengan ukuran 20 x 20 x 40 cm dengan
posisi lantai miring agar telur yang diproduksi dapat
Mengurangi keluar dari kandang. Di samping itu, peternak juga
lama
mengeram
menerapkan teknologi mengurangi lama mengeram
dengan cara dengan memandikan ayam yang sedang mengeram
memandikan dan mencampur dengan pejantan. Teknologi ini telah
ayam dapat
meningkatkan
dilaporkan oleh Muryanto dan Subiharta (1992), yang
produksi telur. ternyata mampu meningkatkan produksi telur.
Teknologi seleksi sederhana juga dilakukan dengan
mengeluarkan ayam-ayam yang produksinya rendah
dan diganti dengan ayam baru yang diperkirakan
mempunyai produksi tinggi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata
produksi telur ayam buras 35% ± 4,5% dengan bobot
telur rata-rata 36,9 g/butir, data selengkapnya disajikan
pada Tabel 12. Produksi ini hampir sama dengan
laporan Muryanto et al. (1995b) yaitu 33,9% yang
memberikan pakan dengan kandungan protein 13,6%
dan energi 2.300 kkal, sedangkan Yuwono et al. (1995)
melaporkan bahwa dengan susunan pakan yang
mengandung protein 14-16% dan energi 2.400-2.700
kkal, produksi telurnya berkisar antara 33-39,8%.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 61

Tabel 12. Produksi Telur Konsumsi pada Ayam


Kampung
No. Parameter Uraian

1. Jumlah peternak (orang) 22


2. Jumlah ayam/peternak (ekor) 100
3. Produksi telur/100 ekor/bl (btr) 1.050,0 ± 32,2
4. Produksi telur/100 ekor/hr (btr) 35,5 ± 2,5
5. Produksi telur hen day (%) 35,0 ± 2,5
6. Bobot telur/btr (g) 37,9 ± 2,5
7. Konsumsi pakan/ekor/hr (kg) 0,1
Sumber: Muryanto et al. (1995b).

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor


pakan sangat berpengaruh terhadap produksi telur,
namun pada sistem pemeliharaan ini perlu juga
memperhatikan aspek lingkungan, khususnya suhu dan
kelembapan. Hal ini disebabkan karena ayam kampung
adalah ternak yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
panas tubuh dibuang melalui dubur bersama kotoran,
dan melalui mulut dengan cara terengah-engah.
Dengan kondisi yang demikian, bila terjadi perubahan
panas atau lembap yang ekstrim pada lingkungannya
akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh ayam,
akibatnya dapat menurunkan produksi dan kualitas
telur. Secara rinci penjelasan tentang pengaruh
lingkungan khususnya suhu dan kelembapan terhadap
produksi telur adalah sebagai berikut.

1. Hubungan Suhu Lingkungan dengan


Produksi Telur
Suhu lingkungan merupakan faktor yang lang-
sung berpengaruh terhadap terhadap produktivitas
ternak, karena suhu lingkungan sangat berkaitan
dengan produksi panas yang dihasilkan tubuh ternak.
62 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Oleh karena itu, kenyamanan lingkungan dapat dicapai


apabila terjadi keseimbangan antara panas yang
diproduksi di dalam tubuh dengan panas yang
dikeluarkan oleh tubuh ke lingkungannya (Edey et al.
1981).
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa
kepedulian terhadap lingkungan yang baik pada ayam
diawali dengan menyediakan kandang yang nyaman.
Lingkungan kandang yang nyaman mencakup
perlindungan ayam terhadap perubahan iklim,
sehingga ayam tetap berproduksi normal walaupun
terjadi perubahan suhu. Peningkatan suhu lingkungan
pada ayam muda akan meningkatkan konsumsi air,
kecepatan respirasi, suhu tubuh dan menyebabkan
stress. Selain itu, dapat menurunkan konsumsi pakan,
konsumsi oksigen, tekanan darah, level kalsium darah,
bobot badan, produksi telur, bobot telur, kualitas
kerabang, ketebalan kerabang.
Pada kondisi suhu tinggi, panas tubuh yang
dihasilkan oleh ayam rendah, ini akan berpengaruh
langsung terhadap penurunan konsumsi pakan.
Hubungan antara produksi panas yang dihasilkan
tubuh dengan suhu kandang tersebut adalah tidak
linier. Terdapat kisaran suhu yang dapat ditolelir oleh
tubuh ayam sehingga ayam masih dapat berproduksi
dengan normal. Batas suhu terendah (Lower Critical
Temperature/LCT) adalah 19°C dan yang tertinggi (Up-
per Critical Temperature/UCT) 27°C, sedangkan rata-
ratanya 23°C. Bila suhu lingkungan lebih rendah dari
UCT, maka ayam akan berusaha menghasilkan panas
tubuh agar tubuh tidak kedinginan. Pada suhu lebih
dari 27°C, ayam akan berusaha memompa darah ke
arah jengger, pial, kaki dan sebagainya agar kapasitas
Sukses Budidaya Ayam Kampung 63

kedinginan tubuh meningkat. Perhatikan gambar grafik


berikut.

Produksi panas
(kcal)

LCTo
UCTo
19 27

10 15 20 25 30 35 40
Suhu lingkungan °C

Gambar 25. Hubungan suhu lingkungan dengan produksi


panas tubuh (Leeson dan Summers, 1997).
Keterangan: LCT = Lower Critical Temperature
UCT = Upper Critical Temperature

390

340
Energi yang digunakan
Energi harian
yang digunakan 290
(kcal/1,5 kg)
240

190 Energi
hidup pokok

10 15 20 25 30 33 35
Suhu lingkungan °C

Gambar 26. Hubungan suhu lingkungan terhadap


keseimbangan energi (Leeson dan Summers,1997).

Hubungan antara suhu lingkungan dengan


produksi panas tubuh dan keseimbangannya terhadap
pertumbuhan dan produksi telur diilustrasikan pada
Gambar 25 dan 26. Gambar 26 menunjukkan bahwa
titik temu antara energi intake dan maintenance energi
adalah pada suhu lingkungan 33°C. Gambar 27
64 Sukses Budidaya Ayam Kampung

menunjukkan bahwa pada suhu 28°C, pertumbuhan


dan produksi telur menurun dan sampai pada suhu
lingkungan 33°C ketersediaan energi pada ayam habis
(Leeson dan Summers, 1997).

100
Ketersediaan Pertumbuhan
energi 80
(kcal/hr/1,5 kg)
60

40
Produksi telur 90% Cadangan
tubuh
20

-20

-40

10 15 20 25 28 30 33 35
o
Suhu lingkungan C

Gambar 27. Hubungan suhu lingkungan terhadap keseimbangan


energi (Leeson dan Summers,1997).

Contoh hasil penelitian pengaruh suhu udara dari


suhu rendah 15°C sampai temparatur tinggi 30°C
terhadap beberapa variabel produksi pada 2 jenis breed
ayam yang dipelihara dalam kandang dilaporkan oleh
Marsden et.al. (1987). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konsumsi dan efisiensi pakan semakin menurun
sejalan dengan meningkatnya suhu, sedangkan untuk
peubah produksi telur/induk pada umur 33 minggu,
produksi telur hen day, bobot telur dan perubahan bobot
badan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti,
namun sampai pada suhu mendekati 27°C produksinya
mulai menurun. Untuk peubah skor bulu (feather
score) dan suhu rektal variasinya tidak terlalu besar.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 65

Pada mortalitas ayam, terdapat variasi yang cukup besar


dan hal ini perlu adanya penelitian lebih lanjut. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
kisaran suhu yang dapat ditolelir oleh ayam agar
produktivitas masih dapat berlangsung secara normal,
seperti yang ditunjukkan oleh Leeson dan Summers
(1997) bahwa ada LCT dan UCT. Data selengkapnya
disajikan pada Tabel 13.

Table 13. Pengaruh Suhu Terhadap Beberapa


Variabel Produksi Ayam Umur
32-66 Minggu
Breed Babcock Warren
Suhu Udara
(°C) 15 18 21 24 27 30 15 18 21 24 27 30

Kon. pakan 1 1 6 1 1 5 1 0 7 104 98 88 1 3 0 1 2 7 120 1 1 4 1 0 7 93


(g/ekr/hr)

Telur/ekor 168 1 7 0 1 7 1 1 7 0 1 7 7 169 169 1 7 4 1 7 7 1 7 5 1 7 8 166


sampai
umur 33 mg.

Telur/100 74,6 7 5 , 3 7 5 , 0 76,4 77,8 7 5 , 4 72,8 74,0 7 5 , 7 74,8 76,3 7 1 , 3


induk

Bobot telur 60,6 60,7 60,4 60,1 59,3 56,8 62,9 63,0 62,9 62,9 61,6 58,9
/btr (g)

Gram telur 45,2 4 5 , 7 45,3 46,0 46,2 42,9 45,8 46,6 4 7 , 7 4 7 , 1 47,0 42,0
/induk

Gram telur 0,39 0,40 0,42 0,44 0,47 0,49 0,35 0 , 3 7 0,40 0,41 0,44 0,45
/gram pakan

Mortalitas 9,6 9,0 6,5 11,2 6,4 11,5 5,3 3,1 3,9 4,5 2,5 5,3
(%)
66 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Breed Babcock Warren


Suhu Udara
(°C) 15 18 21 24 27 30 15 18 21 24 27 30

Pertambah- 0,03 0,04 0,41 0,19 0,58 0,08 -0,10 0,22 0,43 0,00 1,93 -0,28
an bobot
badan
(g/ekor)

Skor bulu 2,67 2,50 2,56 2 , 5 7 2 , 7 3 2,81 2,06 2,10 2,12 2,11 2,16 2,49
45 mg

Skor bulu 2,64 2,56 2 , 7 1 2,67 2,83 2,94 2,24 2,10 2,07 2,21 2,42 2,69
66 mg

Suhu rectal 41,3 41,5 41,5 41,5 41,6 41,8 41,2 41,5 41,6 41,4 41,6 41,9
(°C) umur
39 minggu

Sumber: Marsden et.al. (1987).

Penelitian lain yang dilaporkan oleh Jones et.al.


(1976) yang meneliti pengaruh suhu yang rendah
(4,5°C), suhu sedang (21°C) dan suhu tinggi 35°C
terhadap produktivitas ayam petelur Single Comb
White Leghorn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu, konsumsi pakan, produksi telur
dan perubahan bobot badan semakin menurun atau
dengan kata lain bahwa suhu yang sesuai untuk ayam
adalah temperatur rendah. Pada kondisi suhu tinggi,
konsumsi pakan dan produksi telur menurunnya sangat
nyata. Hasil ini (Tabel 14) dapat dimengerti karena
penelitian ini dilakukan di daerah subtropik South Caro-
lina, USA.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 67

Tabel 14. Produktivitas Induk Single Comb


White Leghorn Akibat Pengaruh Suhu
Lingkungan Selama 21 Hari
Suhu Konsumsi Produksi Pertambahan
Lingkungan °C Pakan (g) Telur (%) Bobot Badan
(kg)
4,5 111,2a 71,9a 0,02a
21,0 107,5a 68,8ab - 0,019a
35,0 61,8b 60,2b - 0,289b
Sumber: Jones et.al. (1976);
Huruf yang berbeda pada kolom yang menunjukkan pengaruh nyata
(p<0.05)

Suhu yang tinggi dapat menyebabkan ayam stress


yang akan mengganggu kesehatan ternak, selain
disebabkan oleh suhu tinggi stress juga dapat
disebabkan oleh iklim seperti dingin atau panas, status
gizi karena kurangnya makanan dan air minum,
kepadatan kandang yang tinggi, atau pengaruh-
pengaruh internal sebagai akibat gangguan fisiologis,
penyakit atau keracunan (Hafez, 1968).

2. Pengaruh Suhu Terhadap Komposisi


Telur
Hasil penelitian Ahvar et.al. (1982) menunjukkan
bahwa suhu tinggi (>25°C) akan menyebabkan
menurunnya bobot telur. Penurunan bobot tersebut
disebabkan karena adanya penurunan bobot pada putih
telur. Peningkatan setiap 1°C akan menurunkan putih
telur 0,17-0,98 g atau rata-rata 0,4 g tiap 1°C. Gambar-
an penurunan bobot pada putih telur ini diformulasikan
dengan persamaan linier:
Y = 59,6-1,34 (0,2 T-16)-0,313 (0,2 T-16)2
Y = bobot telur; T = suhu dalam °F.
68 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Pengaruh tingginya suhu terhadap kualitas albu-


men adalah sangat kecil (Daniel dan Balnave, 1981;
Ahvar et.al. 1982), meskipun demikian menurut
Sauveur dan Picard (1987) kualitas albumen menurun
dengan cepat apabila setelah proses peneluran, telur
tidak segera diambil dari kandang. Suhu lingkungan
berpengaruh terhadap kualitas kerabang pada kisaran
suhu 26.5-35°C. Penurunan kualitas kerabang ditunjuk-
kan dengan semakin menipisnya tebal kerabang (Smith
dan Oliver. 1972). Pengaruh tersebut telah diformulasi-
kan dengan persamaan linier sebagai berikut.
Y = 6,8-0,25 (0,2 T-16)-0,07 (0,2 T-16)2
Y = kerabang telur; T = suhu dalam °F.
Pengaruh perubahan suhu terhadap kualitas
kerabang telur telah diilustrasikan oleh Simons dan
Wiertz (1968) dalam Sauver dan Picard (1987) seperti
pada Gambar 28. Gambar 28 ditunjukkan bahwa
perubahan suhu lingkungan dari 13°C ke 29°C
menyebabkan penipisan bagian-bagian telur yaitu
kutikel sebanyak 57%, lapisan palisade 15%, lapisan
mammilary 16%, sedang pada bagian membran tidak
mengalami penipisan. Hasil penelitian ini memberikan
informasi yang penting yaitu bahwa perubahan suhu
tersebut pada bagian luar (membran) tidak ber-
pengaruh, namun semakin ke dalam pengaruhnya
semakin besar.
Pengaruh cekaman panas (Hyperthermia) pada
unggas dapat dijelaskan sebagai berikut. Hyperthermia
menyebabkan unggas terengah-engah (panting) dan
terjadi peningkatan respirasi. Akibatnya, CO2 dalam
darah menurun. Hal ini akan mengeliminasi ion
bikarbinat yang menyebabkan pH darah mendekati
Sukses Budidaya Ayam Kampung 69

normal, bersamaan dengan itu ion-ion pada kelenjar


cangkang berkurang, akibatnya akan menyebabkan
menipisnya kerabang telur (Ricards, 1970).

Suhu
o o
13 C 29 C
-57%
Kutikel
300

-15%

Lapisan
200
Palisade
-16%
Lapisan
100 Mammillary
=0
Membran

Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap kualitas kerabang (Simons dan


Wiertz, 1968 dalam Sauveur dan Picard, 1987).

Upaya untuk mengurangi pengaruh suhu


terhadap kualitas telur dapat dilakukan dengan
menyeimbangkan asam-basa melalui penambahan Ca
dalam pakan, selain itu disarankan untuk diangin-
anginkan pada waktu malam hari/night cooling
(Sauveur dan Picard, 1987).
Pengaruh kelembapan terhadap kualitas telur
tidak banyak dilaporkan, namun penelitian pengaruh
kelembapan yang tinggi (50%, 85%) dikombinasikan
dengan suhu tinggi (20°C, 33°C) menyebabkan
menurunnya bobot telur dan kualitas kerabang (Picard
dan Bouchot, 1985). Hal ini diduga, tingginya
kelembapan pada lokasi yang suhunya tinggi akan
memacu semakin tingginya suhu tubuh, sehingga
berpengaruh negatif terhadap metabolisme tubuh ayam.
Hasil penelitian tersebut tercantum pada Tabel 15.
70 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 15. Pengaruh Kombinasi Antara Suhu


Tinggi dan Kelembapan Relatif
Terhadap Komposisi Telur *)
Suhu (°C)
20 33 33 20
Komposisi Telur
Kelembapan relatif (%)
50 85 85 50

Bobot telur (g) 58,1 56,2 54,2 59,0


Bobot kerabang (g) 5,72 5,47 4,89 5,85
Bobot kuning telur (g) 15,0 14,3 13,9 15,2
Bobot putih telur (g) 37,5 36,4 35,3 38,0
Dry matter kuning telur 52,7 51,0 50,9 51,5
(%)
Dry matter putih telur 12,8 12,4 12,0 12,0
(%)
Sumber: Picard dan Bouchot (1985) dalam Sauver and Picard (1987).
*) Ayam = ISA brown; pengamatan telur umur 1 minggu/periode.

3. Hubungan Suhu Air Minum dengan


Produksi Telur
Upaya untuk mengatasi tingginya suhu dalam
rangka peningkatan produksi, telah dilakukan beberapa
penelitian manipulasi pemberian air minum pada suhu
panas dan dingin. Leeson dan Summer (1997) me-
laporkan bahwa pemberian air dingin dengan suhu 2°C,
ternyata meningkatkan produksi telur, namun
konsumsi pakannya juga meningkat. Sebagai pem-
banding terhadap konsumsi pakan/hari bahwa standar
untuk petelur menurut North dan Bell (1990) untuk
bobot badan 1,4 kg; 1,8 kg; 2,3 kg; masing-masing
adalah 57,2 g; 70,8 g; dan 83,9 g. Pada penelitian ini
tidak dilaporkan bobot badan ayam dan tingkat efisiensi
ekonominya. Hasil penelitian selengkapnya disajikan
pada Tabel 16.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 71

Tabel 16. Performa Ayam Petelur yang Diberi


Air Minum pada Suhu 33°C dan 2°C
Suhu Air
Performans
33°C 2°C

Pakan/ekr/hari (g) 63.8 75.8


Bobot telur (g) 49.0 48.5
Produksi telur (% HD) 81.0 93.0
Sumber: Leeson dan Summer (1997).

Penelitian lain yang menguji pengaruh suhu air


minum terhadap produksi telur dan konsumsi pakan,
pada kondisi suhu lingkungan 32°C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada suhu air 27°C, produksi
telur ayam dari umur 25-29 minggu lebih tinggi 7%
dibandingkan dengan pemberian air minum dengan
suhu 32°C, sedangkan konsumsi pakannya meningkat
7 g/ekor/hari pada suhu 27°C. Data selengkapnya
disajikan pada Tabel 17 (North dan Bell, 1990).

Tabel 17. Pengaruh Suhu Air Minum Terhadap


Produksi Telur (% Hen Day)
Suhu Lingkungan 32°C
Umur (minggu)
Air minum 32°C Air minum 27°C

25 64 74
26 74 79
27 77 86
28 76 84
29 88 93

Rata-rata 76 83
Konsumsi pakan 83 90
(g/ekr/hr)

Sumber: North dan Bell (1990).


72 Sukses Budidaya Ayam Kampung

4. Hubungan Suhu Terhadap Kebutuhan


Air Minum pada Ayam
Komsumsi air pada ayam meningkat dengan
bertambahnya umur meskipun terjadi penurunan per
unit bobot badan. Pada temperatur yang moderat,
ayam akan mengkonsumsi air dua kali lebih banyak
dari jumlah pakan yang dimakan. Kandungan nutrisi
dari pakan juga berpengaruh terhadap konsumsi air.
Pada temperatur tinggi, kebutuhan air dari ayam akan
semakin banyak. Ayam petelur pada suhu kandang
30°C akan mengkonsumsi air dua kali lebih banyak
dibandingkan pada suhu 15°C. Selanjutnya diindikasi-
kan bahwa konsumsi air berkaitan dengan status
produksi, kesehatan, dan komposisi pakan (Leeson dan
Summer, 1997).
Dalam upaya untuk memudahkan dalam
manajemen pemeliharaan ternak unggas terhadap
kebutuhan air pada suhu yang berbeda, maka telah
disusun tabel kebutuhan air untuk beberapa spesies
unggas (Tabel 18). Angka yang tertera pada tabel
tersebut adalah angka yang mendekati kebutuhan
normal. Angka tersebut akan disesuaikan lagi apabila
status ternak berbeda, misalnya status produksinya,
kesehatan, konsumsi pakan, dan lain-lain. Dari tabel
tersebut ditunjukkan bahwa semakin bertambah umur
ayam dan semakin tinggi status produksinya, maka
kebutuhan airnya semakin meningkat, dan pada suhu
tinggi kelipatan kebutuhan airnya akan semakin tinggi.
Pada unggas air, kebutuhan air lebih tinggi
dibandingkan unggas darat baik umur maupun status
produksinya.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 73

Tabel 18. Konsumsi Air ad-lib Per Hari pada


Beberapa Status Produksi Ayam
dengan Suhu 20°C dan 32°C
(Liter Per 1.000 Ekor)
Status Umur/
20°C 32°C
Produksi Produksi

Leghorn pullet 4 mg 50 75
12 mg 115 180
18 mg 140 200
Induk masa bertelur prod. 50% 150 250
prod. 80% 180 300
Pembibit broiler 4 mg 75 200
12 mg 140 220
Induk pembibit broiler prod. 50% 180 200
prod. 80% 210 360
Broiler 1 mg 24 40
3 mg 100 190
6 mg 240 500
9 mg 300 600

Sumber: Leeson dan Summer (1997).

Dari penjelasan hasil-hasil penelitian dapat


disimpulkan bahwa, kisaran suhu yang optimal agar
ayam dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
adalah antara 19°C sampai 27°C. Pada suhu tinggi,
maka konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan bobot badan
menurun. Pada suhu mendekati 27°C, produksi telur
mulai menururn. Penurunan bobot telur mulai terjadi
bila suhu lingkungan lebih dari 25°C dan seterusnya
akan menurun 0,4 g setiap peningkatan 1°C. Suhu 26-
35°C menyebabkan menipisnya tebal kerabang.
Interaksi antara suhu tinggi dan kelembapan tinggi
akan menurunkan bobot telur dan bobot kerabang.
Upaya dalam mengatasi suhu tinggi salah satu-
nya dengan pemberian air minum dengan suhu rendah
74 Sukses Budidaya Ayam Kampung

(2°C) yang ternyata dapat meningkatkan produksi telur,


namun konsumsi pakannya juga meningkat. Pemberian
air minum dengan suhu 27°C menyebabkan produksi
telur lebih tinggi 7% dibandingkan dengan pemberian
air minum dengan suhu 32°C, tetapi konsumsi
pakannya meningkat 7 g/ekor/hari. Upaya untuk
mengurangi pengaruh suhu terhadap kualitas telur
dapat dilakukan dengan pemberian Ca dalam pakan.
Konsumsi air minum akan meningkat dengan
bertambahnya umur dan status produksinya; dan pada
suhu lingkungan yang tinggi, kebutuhan air minumnya
akan semakin tinggi.

D. Pemeliharaan Ayam Kampung


untuk Memproduksi Telur Tetas
Usaha ayam kampung (buras) untuk mem-
produksi telur tetas menggunakan teknologi pakan,
perkandangan, manajemen dan seleksi yang hampir
sama dengan usaha pemeliharaan ayam buras untuk
tujuan produksi telur konsumsi. Perbedaannya pada
usaha ayam buras untuk tujuan memproduksi telur
tetas dengan memanfaatkan teknologi Inseminasi
Buatan (IB). Teknologi IB ini telah disederhanakan
agar peternak dapat melaksanakannya dengan baik.
Bahan dan alat yang digunakan mudah didapat dan
harganya relatif murah, di samping itu alat-alat yang
digunakan tersebut dapat dimodifikasi dengan meng-
gunakan alat yang ada di sekitar peternak.
Teknologi IB yang diterapkan adalah IB secara
langsung, artinya semen tidak diawetkan tetapi
langsung digunakan. Pengencer yang digunakan adalah
NaCl fisiologi 0,9% dengan derajat pengenceran 1 : 6.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 75

Setiap induk diinseminasi dengan 0,1-0,2 ml semen


yang telah diencerkan. Hasil pengkajian menunjukkan
bahwa rata-rata fertilitas telur hasil IB 70-80%.
Keberhasilan IB dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
(1) kualitas sperma,
(2) keterampilan petugas/inseminator, dan
(3) kesiapan ayam.
Kualitas sperma dapat diketahui dengan
menggunakan mikroskop, apakah sperma normal,
hidup dan sebagainya. Sperma yang tidak baik apabila
diinseminasikan akan menghasilkan telur dangan
fertilitas yang rendah. Keterampilan dalam
menginseminasi dilakukan dengan ber-latih secara
kontinyu. Pejantan yang akan diambil spermanya dan
induk yang akan diinseminasi sudah dilatih terlebih
dahulu, untuk pejantan biasanya membutuhkan waktu
7 hari, sedangkan untuk induk bisa 1-2 hari. Induk yang
akan diinseminasi harus sedang bertelur, sebab apabila
tidak bertelur maka sperma yang diinseminasi sia-sia
karena tidak membuahi telur. Jadi, fertilitas telur masih
dapat ditingkatkan apabila ketiga faktor tersebut
dipenuhi.
Penerapan teknologi IB menghasilkan telur fertil/
tetas yang harganya lebih tinggi dibandingkan telur
konsumsi, sehingga pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan dengan usaha pemeliharaan ayam
buras yang hanya memproduksi telur konsumsi. Di
samping itu, telur yang tidak fertil yang dihasilkan
dengan teknologi IB masih dapat dimanfaatkan sebagai
telur konsumsi dengan catatan bahwa pemeriksaan
fertil tidaknya telur dilakukan maksimal umur 5 hari
76 Sukses Budidaya Ayam Kampung

dalam mesin tetas, dengan demikian telur tersebut


mempunyai nilai ekonomis. Berdasarkan analisis
ekonomi menunjukkan bahwa keuntungan yang
didapat dari pemeliharaan 100 ekor ayam buras dengan
introduksi teknologi IB meningkat 117,8 % dibandingkan
tanpa IB.

E. Pemeliharaan Ayam Kampung


untuk Memproduksi Anak Ayam
Keuntungan yang diperoleh dari usaha pemeli-
haraan ayam kampung untuk memproduksi telur tetas
masih dapat ditingkatkan lagi dengan memanfaatkan
teknologi penetasan, sehingga hasil akhirnya adalah
anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC). Ber-
dasarkan perhitungan ekonomi keuntungan pada
pemeliharaan ini meningkat sebesar 81,4% dibanding-
kan dengan usaha memproduksi telur tetas. Peningkat-
an keuntungan ini cukup tinggi, hal ini disebabkan bila
daya tetas telurnya tinggi 70-80%. Namun, sering
dijumpai di lapangan bahwa daya tetas telur yang
ditetaskan menggunakan mesin tetas rendah bahkan
gagal. Hal ini disebabkan 3 faktor penting dalam proses
penetasan kurang diperhatikan yaitu:
(1) kelembapan mesin
(2) temperatur mesin dan
(3) keterampilan petugas.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam


menetaskan telur diantaranya:
(1) sumber panas/alat pemanas harus selalu tersedia
dengan temperatur antara 101-105°F (30-38°C),
(2) air sangat diperlukan, bersama dengan tempera-
tur akan mengatur kelembapan mesin yaitu
Sukses Budidaya Ayam Kampung 77

antara 60-70%. Selain itu, perlu diperhatikan


lubang udara/ventilasi dapat berfungsi sebagai
pengatur sirkulasi oksigen dan pemutaran telur
harus dilakukan dengan benar. Periode kritis telur
dalam mesin tetas adalah 3 hari setelah masuk
mesin tetas dan 3 hari sebelum menetas (Rasyaf,
1987).
Masalah yang sering dijumpai pada penetasan
dengan mesin tetas skala kecil (tradisional) adalah
sulitnya mengatur/mempertahankan kelembapan,
sehingga sering dijumpai kematian embrio yang
disebabkan oleh rendahnya kelembapan mesin. Oleh
karena itu, disarankan agar memperluas atau
mempersempit permukaan air yang digunakan dan Kegagalan
penetasan
menambah atau mengurangi lubang udara yang ada dapat terjadi
pada mesin tetas sehingga kelembapan optimal (60- bila
70%) pada saat telur akan menetas dapat tercapai. temperatur
mesin menurun
Kegagalan penetasan dapat terjadi bila temperatur dratis.
mesin menurun drastis, akibat dari matinya aliran
listrik, sehingga untuk menghindari kejadian tersebut
perlu merancang mesin tetas yang mempunyai dua
sumber pemanas yaitu listrik dan lampu minyak
(Muryanto et.al. 1996b).
Alat penetas telur lain yang digunakan dapat
berupa induk ayam buras dan entog. Penggunaan entog
sebagai penetas disarankan hanya dilakukan pada
lokasi-lokasi yang sudah terbiasa menggunakannya,
sebab apabila belum terbiasa dapat menyebabkan
kematian embrio dan anak yang baru menetas
(Muryanto et al., 1995b). Sedangkan kapasitas optimal-
nya adalah 12 butir untuk induk ayam buras (Subiharta
et al., 1984), dan 19 butir untuk entog (Muryanto et al.,
78 Sukses Budidaya Ayam Kampung

1995b). Pada penetasan yang menggunakan ayam dan


entog sebagai alat penetas disarankan untuk meng-
gunakan sangkar yang berbentuk kerucut (40 x 40 x
20 cm), karena dapat menghasilkan daya tetas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan sangkar bentuk kotak
(Subiharta et al., 1994).

F. Pemeliharaan Ayam Kampung


untuk Memproduksi Ayam Siap
Potong (Penggemukan).
Usaha penggemukan anak ayam jantan merupa-
kan usaha ayam kampung yang mempunyai propek
positif. Laporan Yuwono et al., (1993) menyebutkan
bahwa permintaan ayam kampung muda terus
Secara teknis meningkat dan permintaan tersebut sampai saat ini
faktor yang belum dapat dipenuhi. Survei di Solo (Pasar Silir) dan
sangat
berpengaruh Semarang (Pasar Kobong) menunjukkan bahwa
terhadap usaha persentase ayam muda yang dipasarkan masing-
penggemukan masing 90% dan 70%, sedangkan kapasitas penjualan
adalah faktor
pakan dan di dua pasar tersebut masing-masing 12.000 ekor dan
manajemen. 3.000 ekor per hari.
Jull (1972) dan Siregar et al., (1980) menyatakan
bahwa 50-60% biaya produksi didominasi oleh pakan.
Faktor manajemen lebih menitik beratkan pada sistem
perkandangan baik mengenai tipe kandang yaitu litter
dan kandang boks serta kepadatan kandang yang akan
berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ayam.
Subiharta et al., (1994) melaporkan bahwa
penggemukkan selama 6 minggu pada anak ayam
kampung umur 14 minggu dengan susunan pakan
yang terdiri atas 60% konsentrat grower, 20% jagung,
dan 20% katul dikombinasikan dengan tingkat kepadat-
Sukses Budidaya Ayam Kampung 79

an 8,10 dan 12 ekor per m2, ternyata pertambahan bobot


badan terbaik adalah 648,2 g/ekor pada kepadatan 8
ekor/m 2 , sedangkan tingkat kepadatan tidak ber-
pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan
namun berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan
konversi pakan.
Masalah kanibalisme pada penggemukan ayam
buras dapat diatasi dengan pemotongan paruh.
Muryanto et al., (1991) melaporkan bahwa dengan
pemotongan paruh terdapat kecenderungan menurun-
kan kanibalisme, meningkatkan efisiensi pemeliharaan
yang ditunjukkan dengan meningkatnya bobot badan
dan menurunnya konversi pakan.
80 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Empat

PEMBIBITAN

Pembibitan merupakan aspek penting dalam


peningkatan populasi, produktivitas, dan pendapatan
petani. Pemerintah sudah banyak mengalokasikan pro-
gram kegiatan perbibitan ayam kampung dan peternak
juga sudah berupaya untuk mencoba melaksanakan
walaupun dalam skala kecil, namun sangat sulit untuk
menemukan contoh kelompok yang berhasil, kalaupun
ada sangat sedikit.

A. Kebijakan Pembibitan Ayam


Kampung
Dalam pembibitan ayam kampung ini pemerintah
telah mengeluarkan beberpa kebijakan antara lain,
a. Permentan No. 49/Permentan/OT.140/10/2006,
tentang Pedoman Pembibitan Ayam Lokal yang
baik (Good Native Chicken Breeding Practice/
GNCBP).
b. Permentan No. 420/Kpts/OT.210/7/2001,
tentang Pedoman Budi Daya Ayam Buras yang
Baik (GOOD FARMING PRACTICE).
Sukses Budidaya Ayam Kampung 81

c. Pedoman Teknis Pengembangan Perbibitan


Ayam dan Itik Lokal (Dirjen Peternakan 2012).
d. Peraturan Presiden RI No. 111 Tahun 2007, yang
berisi tentang Pembibitan dan Budi Daya Ayam
Buras serta Persilangannya Termasuk Daftar
Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan Di-
cadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah
dan Koperasi.
Pada Permentan No. 420 Tahun 2001 disebutkan
beberapa persyaratan tentang bibit ayam buras/
kampung sebagai berikut.
a. Bibit ayam buras yang dipelihara harus bebas dari
penyakit unggas seperti Avian Influenza,
Newcastle Disease (ND), Fowl Kolera, Fowl Pox,
Infectious Bursal Disease, Salmonellosis
(S.pullorum, S.enteritidis, Infectious coryza).
b. Bibit ayam buras yang dipelihara diutamakan
bibit ayam buras asli yang berasal dari daerah
lokasi usaha setempat.
c. Penyediaan dan pengembangan bibit ayam buras
hasil persilangan antara ayam buras asli setempat
dengan ayam buras yang berasal dari daerah lain
atau yang disilangkan dengan ayam ras dapat
dilakukan di bawah bimbingan Dinas Peternakan
setempat atau lembaga/instansi teknis yang
berwenang.
d. Umur bibit antara 5-12 bulan (induk) untuk
pejantan antara umur 8-15 bulan.
e. Secara kualitatif pemilihan ayam yang baik dapat
dijelaskan sebagai berikut. Bibit harus sehat dan
tidak cacat, lincah dan gesit, penampilan tegap,
mata bening dan bulat, rongga perut elastis, bulu
82 Sukses Budidaya Ayam Kampung

halus dan mengkilat, produksi dan daya tetas


telurnya tinggi, tidak mempunyai sifat kanibal.
Selanjutnya pada Permentan tersebut disebutkan
bahwa untuk meningkatkan mutu ayam buras harus
dilakukan seleksi sesuai sifat-sifat yang dihendak. Jika
dilakukan kawin silang, maka harus terencana dengan
pengawasan yang ketat. Telur yang akan ditetaskan
hendaknya diperoleh dari induk dengan mutu produksi
yang baik. Untuk mendapatkan daya tetas yang tinggi
perbandingan jantan dan betina adalah 1: 8-10 ekor.
Selain itu, perkawinan dengan sistem IB juga
diperkenankan. Penetasan telur dapat dilakukan dengan
induk atau mesin tetas dengan memperhatikan kaidah-
kaidah teknis.
Bila akan dilakukan kegiatan pembibitan, maka
diperlukan beberapa inovasi teknologi sebagai berikut.
1) Pencatatan terhadap identitas, ciri-ciri dominan,
keragaman produksi, pengukuran bagian tubuh,
kesehatan. Pencatatan tersebut disesuaikan
dengan tujuan usaha. Data produksi yang
dikumpulkan adalah: umur pertama bertelur,
efisiensi penggunaan pakan, bobot dan ukuran
telur, produksi telur pertahun,
2) Seleksi, yaitu pemilihan populasi terbaik dengan
persentase > 10%, 10-30%, 30-50%, di samping
itu dapat memenuhi SNI (Standard Nasional In-
donesia).
3) Perkawinan, bila dilakukan secara alam, per-
bandingan pejantan dengan induk adalah 1 : 8
sampai 10, bila dilakukan dengan IB, maka se-
men diambil dari pejantan yang terpilih serta
hindari inbreeding.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 83

B. Penelitian Pembibitan Ayam


Kampung
Pembibitan ayam kampung yang baik harus
didasarkan pada aturan atau kebijakan dan dalam
pelaksanaan di lapangan diperlukan bimbingan dari
petugas/dinas. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
pemeliharaan ayam kampung dilakukan oleh peternak
kecil yang tergabung dalam kelompok, sedang peternak
besar yang melakukan jumlah sangat sedikit. Oleh
karena itu, lebih diprioritaskan bila bimbingan dan
pelatihan ditujukan pada peternak yang tergabung
dalam kelompok tani ternak. Di bawah ini dicontohkan
suatu kajian pembibitan yang dilakukan pada kelompok
tani di kabupaten Purbalingga (Muryanto et al, 1996)
Pada kajian pembibitan tersebut teknologi yang
diintroduksi disesuaikan dengan rangkaian teknologi
yang berkesinambungan mulai dari pemeliharaan
induk sampai induk tersebut menghasilkan anak.
Rangkaian teknologi pembibitan tersebut diaplikasikan
melalui beberapa tahap yaitu:
a) evaluasi produksi telur,
b) seleksi atau pemilihan induk yang mempunyai
produksi telur tinggi,
c) perkawinan/Inseminasi Buatan (IB) dan penetas-
an, dan
d) evaluasi produktivitas populasi dasar.

1. Evaluasi Produksi Telur


Evaluasi produksi telur dilakukan pada ayam
buras sebanyak 1.192 ekor selama 2 bulan produksi.
Ayam tersebut diberikan pakan sama dengan komposisi
bahan pakan terdiri atas konsentrat petelur, jagung,
84 Sukses Budidaya Ayam Kampung

bekatul dengan perbandingan 1 : 2 : 5, ditambah dengan


mineral sesuai dengan petunjuk. Evaluasi ini dilakukan
2 kali yaitu pada bulan pertama dan bulan kedua,
selanjutnya dijumlahkan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui fluktuasi produksi telur pada ayam buras
yang diamati.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa produksi
telur (hen day) per ekor selama 2 bulan 26,5% (Tabel
19). Produksi pada bulan pertama lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan kedua (9.802 butir vs 9.120
butir), namun bila dilihat dari persentase produksi per
ekor maka perbedaannya hanya 1,8% (27,41% vs
25,61%). Hal ini menunjukkan bahwa ayam buras yang
diamati selama 2 bulan, produksinya relatif stabil.

Tabel 19. Evaluasi Produksi Telur pada Ayam


Kampung Selama 2 Bulan
No. Parameter Keterangan

1. Jumlah ayam (ekor) 1.192


2. Produksi bulan I (butir) 9.802
3. Produksi bulan I/ekor (butir) 8,20 ± 6,20
4. Produksi bulan I /ekor (%) 27,41 ± 20,53
5. Produksi bulan II (butir) 9.120
6. Produksi bulan II/ekor (butir) 7,70 ± 5,80
7. Produksi bulan II/ekor (%) 25,61 ± 19,43
8. Produksi 2 bulan (butir) 18.922
9. Produksi 2 bulan/ekor (butir) 15,90 ± 9,90
10. Produksi 2 bulan/ekor (%) 26,5 ± 16,49

Kestabilan produksi ini dapat diperjelas dengan


mengamati sebaran jumlah produksi telur (Tabel 20),
dimana ditunjukkan bahwa sebagian besar ayam yang
diamati (844 ekor) berproduksi antara 10 sampai 39
butir selama 2 bulan, ayam yang berproduksi tinggi
antara 40-45 butir hanya 4 ekor, sedangkan ayam
Sukses Budidaya Ayam Kampung 85

yang berproduksi rendah antara 0-9 butir jumlahnya


344 ekor. Jumlah ayam yang berproduksi rendah
merupakan 28,86% dari total ayam yang diamati. Data
ini menunjukkan bahwa perlakuan seleksi akan efektif
dalam arti mengganti induk yang berproduksi rendah
dengan induk yang berproduksi tinggi, maka total
produksi telurnya akan meningkat. Pentingnya
dilakukan seleksi juga ditunjukkan dari tingginya nilai
standard deviasi total produksi telur selama 2 bulan
yaitu 16,49% dari rata-rata produksi 26,5% (Tabel 20).

Tabel 20. Jumlah Ayam dan Sebaran Produksi


Telur Selama 2 Bulan

Produksi Telur Jumlah Ayam Jumlah Ayam


No.
(butir) (ekor) (%)

1. 0-9 344 28,86


2. 10 - 19 394 33,05
3. 20 - 29 349 29,28
4. 30 - 39 101 8,47
5. 40 - 45 4 0,34

Jumlah 1.192 100,00

2. Seleksi Induk
Tahapan kegiatan selanjutnya adalah melakukan
seleksi secara sederhana terhadap 1.192 ekor ayam
berdasarkan produksi telur selama 2 bulan. Dari 1.192
ekor induk telah dipilih 150 ekor atau 12,6% dari populasi
awal yang mempunyai produksi tinggi. Persentasi induk
yang diseleksi tersebut cukup akurat, karena dipilih dari
populasi dalam jumlah banyak, sesuai dengan pendapat
Warwick dan Legate (1985) yang menyatakan bahwa
semakin kecil proporsi populasi yang diseleksi akan
memberikan respon seleksi yang lebih baik.
86 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Keragaman produksi telur pada populasi awal dan


populasi seleksi menunjukkan bahwa pada populasi awal
rata-rata produksi telur 26,50%, sedangkan pada
populasi seleksi 46,80% (Tabel 21). Rendahnya produksi
pada populasi awal disebabkan karena belum semua
induk berproduksi, bahkan beberapa induk belum
berproduksi sama sekali. Lain halnya dengan induk
yang dipilih, semuanya sudah berproduksi dalam
jumlah banyak. Selanjutnya induk-induk yang dipilih
akan dikawinkan dengan pejantan dengan metode
Insemi-nasi Buatan (IB) dan akan diambil keturunnya
untuk dijadikan populasi dasar sebagai calon bibit pada
keturunan berikutnya.

Tabel 21. Produktivitas Induk pada Populasi


Awal dan Populasi Seleksi
Populasi Populasi
No. Uraian
Awal Seleksi
1. Jumlah induk 1.192 150
(ekor)
2. Konsumsi pakan/ 100 100
ekor/hari (gr)
3. Produksi telur/ 15,90 ± 9,90 24,06 ± 5,74
ekor/2 bl (butir)
4. Produksi telur/ 26,5 ± 16,49 40,01 ± 9,75
ekor/2 bl (%)

3. Inseminasi Buatan (IB)


IB merupakan salah satu metode perkawinan
yang direkayasa dengan tujuan utama mempercepat
produksi telur tetas dan mengefisiensikan penggunaan
pejantan. Pada suatu kajian, IB diaplikasikan pada 150
ekor ayam hasil seleksi. Telur yang dihasilkan diseleksi
berdasarkan bobot, bentuk fisik (normal dan tidak cacat)
Sukses Budidaya Ayam Kampung 87

sehingga terkumpul 645 butir telur. Penetasan


dilakukan dengan menggunakan mesin tetas sebanyak
7 buah kapasitas 100 butir per mesin. Sedangkan
pejantan yang digunakan adalah pejantan ayam buras
yang berumur 1,5 tahun sebanyak 6 ekor yang sudah
terlatih untuk diambil spermanya.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa 645 butir
telur yang berasal dari 6 peternak anggota kelompok
mempunyai bobot rata 39,6 gr. Berdasarkan pemeriksa-
an telur pertama (umur 4 hari) dalam mesin tetas
diketahui angka fertilitas rata-rata 82,63 + 5,79%. Hasil
ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya
(Muryanto et al., 1995a) juga dilakukan pada ayam
buras dengan metode yang sama di Kabupaten
Temanggung. Hal ini disebabkan terutama karena
kondisi ternak di KTT-AB "Sumber Makmur" relatif
lebih baik dan sehat serta pemeliharaan yang sudah
tertata dibandingkan dengan kondisi di Kabupaten
Temanggung (71,7%), walaupun ada faktor lainnya
yang ikut mempengaruhi yaitu ketrampilan insemina-
tor. Angka fertilitas hasil pengkajian ini juga lebih tinggi
dibandingkan dengan fertilitas telur hasil kawin alam
yaitu 64,5% (Muryanto et al., 1995b).
IB ayam buras pada KTT-AB "Sumber Makmur"
sebelumnya pernah dilakukan , namun hasilnya tidak
memuaskan. Keberhasilan pelaksanaan IB sampai pada
tingkat angka fertilitas ini, menunjukkan bahwa
kelompok "Sumber Makmur" mempunyai potensi
sebagai penghasil telur tetas yang cukup handal,
mengingat populasi yang dipelihara secara kelompok
cukup tinggi yaitu 5.250 ekor induk. Hasil ini juga
memberikan harapan baru pada peternak anggota
kelompok untuk dapat mensuplai kebutuhannya akan
88 Sukses Budidaya Ayam Kampung

telur tetas di samping untuk memenuhi pesanan telur


tetas dari daerah lain. Hasil pengkajian ini ternyata
menyadarkan anggota kelompok untuk usaha ayam
buras ke arah spesialisasi sebagai penghasil telur tetas,
mengingat pada saat ini semua anggota kelompok
berusaha ayam buras sebagai penghasil telur konsumsi.
Kualitas dan kelangkaan bibit ayam kampung
merupakan masalah yang berkali-kali disampaikan
sebagai latar belakang atau alasan pentingnya
dilakukan suatu penelitian dalam rangka meningkat-
kan baik kuantitas dan kualitas bibit ayam kampung.
Namun sampai saat ini hasil-hasil penelitian yang
sudah banyak tersebut belum dapat diadopsi oleh
peternak. Hal ini diduga karena pembibitan memerlu-
kan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, sehingga
sangat sedikit peternak yang melakukan usaha ini,
kalaupun ada jumlah ayamnya terbatas dan banyak
diantaranya hanya mencoba-coba.
Pada umumnya peternak mengartikan bibit
masih dalam arti kuantitas, belum banyak yang
mempertimbangkan kualitas bibit yang dibutuhkan
padahal pengertian bibit untuk mendukung usaha
ayam buras adalah meliputi keduanya baik kuantitas
maupun kualitas.
Upaya untuk meningkatkan kualitas bibit harus
didukung dengan informasi produktivitas dari ayam
buras. Muryanto et al. (1998) melaporkan pengamatan-
nya terhadap data performans ayam buras mulai dari
telur sampai menjadi ayam yang berproduksi (Tabel
22). Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai dasar
sampai seberapa peningkatan produktivitas akibat hasil
suatu pembibitan.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 89

Tabel 22. Performa Produktivitas Ayam


Kampung pada Populasi Dasar
dan Keturunan I
Populasi Dasar Keturunan
Parameter Performa
Terseleksi I

Bobot telur (g) 40,73 39,67 39,61


± 12,10 ± 9,20 ± 3,19
Bobot tetas (g) 30,78 29,11 26,32
± 3,14 ± 2,07 ± 3,39
Bobot umur 1 bl (g) 146,99 146,07 114,51
± 37,10 ± 35,05 ± 46,54
Konsumsi pakan 1hr- 592,92 597,67 578,97
1bl (g) ± 230,84 ±229,75 ±74,18
Bobot umur 2 bl (g) 513,31 512,09 483,53
± 98,72 ± 94,41 ± 80,08
Konsumsi pakan 1-2bl (g) 890,65 891,53 990,71
± 42,30 ± 42,08 ± 40,16
Bobot umur 3 bl (g) 809,21 811,53 774,46
± 162,19 ± 160,37 ± 121,70
Konsumsi pakan 2-3bl (g) 1.812,06 1.813,33 1.949,80
± 60,77 ± 60,46 ± 111,70
Bobot umur 4 bl (g) 1.134,96 1.137,27 1.008,57
± 188,28 ± 175,85 ± 176,74
Konsumsi pakan 3-4bl (g) 2.067,42 2.068,27 2.096,00
± 41,33 ± 41,11 ± 39,50
Umur I bertelur (hr) 196,96 194,40 *)
± 26,23 ± 15,51
Bobot I bertelur (g) 1.650,09 1.622,20
± 272,60 ± 261,52
Bobot telur I (g) 32,78 ± 3,58 32,57 ± 3,51
Persentase ayam betelur 0,83 1,33
umur 5bl (%)
Prod.telur umur 5,38 ± 2,10 5,75 ± 1,74
5-6 bl/ekr (btr)
Prod.telur umur 5-6 bl 17,95 19,17
(% hd)
Persentase ayam bertelur 10,83 16,00
umur 6bl (%)
Prod.telur umur 9,55 ± 4,92 10,34 ± 5,04
6-7 bl/ekr (btr)
90 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Populasi Dasar Keturunan


Parameter Performa
Terseleksi I

Prod.telur umur 6-7 bl 31,85 34,48


(% hd)
Persentase ayam betelur 76,66 85,33
umur 7bl (%)
Prod.telur umur 9,65 10,76
7-8 bl/ekr (btr) ± 9,65 ± 3,49
Prod.telur umur 7-8 bl 32,16 35,86
(% hd)
Persentase ayam betelur 95,00 98,67
umur 8bl (%)
Prod.telur umur 12,38 14,35
8-9 bl/ekr (btr) ± 4,51 ± 3,59
Prod.telur umur 8-9 bl 41,28 47,82
(% hd)
Persentase ayam betelur 97,50 100
umur 9bl (%)
Prod.telur umur 10,87 13,01
9-10 bl/ekr (btr) ± 5,63 ± 4,86
Prod.telur umur 36,25 43,38
9-10 bl (% hd)
Persentase ayam betelur 97,50 100
umur 10bl (%)
Prod.telur umur 9,81 11,40
10-11bl/ekr (btr) ± 4,46 ± 3,94
Prod.telur umur 10-11 bl 32,70 38,00
(% hd)
Persentase ayam betelur 97,50 100
umur 11bl (%)
Prod.telur umur 11,14 12,86
11-12bl/ekr (btr) ± 4,81 ± 4,01
Prod.telur umur 37,15 42,88
11-12 bl (% hd)
Persentase ayam bertelur 97,50 100
umur 12bl (%)
Prod. telur s/d umur 57,06 71,71
12bl/ekr (btr) ± 23,43 ± 13,27

Muryanto et al. (1998)


Sukses Budidaya Ayam Kampung 91

C. Teknologi Pendukung Pembibitan


Teknologi pendukung pada kajian pembibitan
ayam kampung ini adalah perkandangan, pakan,
pencatatan data (recording) dan seleksi, serta sistem
perkawinan. Penjelasan dari teknologi pendukung
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Perkandangan
Seperti diketahui bahwa pemeliharaan ayam
buras dewasa untuk memproduksi telur, sistem per-
kandangannya adalah umbaran terbatas dan batere
individu. Ukuran kandang umbaran terbatas 4 x 4 x
2,5 m, dapat menampung 8-10 ekor ayam dewasa,
ukuran dan kepadatan dapat dimodifikasi sesuai dengan
kondisi lapangan. Untuk kandang batere ukurannya 25
x 40 x 40 cm/ekor, tinggi kandang ± 1 m di atas
permukaan tanah. Sistem perkandangan tersebut
dijadikan pendekatan dalam upaya meningkatkan
produksi telur tetas. Jadi, upaya peningkatan produksi
telur tetes melalui 2 pendekatan (Muryanto et.al. 1996):
1) pemeliharaan pada kandang umbaran terbatas, dan
2) pemeliharaan kandang betere individu.
Kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya
hampir sama, namun upaya peningkatan produksi telur
tetas melalui pemeliharaan ayam buras pada kandang
batere lebih baik. Hal ini disebabkan data produksi lebih
teliti (per individu), memungkinkan dilakukan
inseminasi buatan (IB) tanpa mengganggu produksi,
bibit yang dihasilkan lebih baik kualitasnya, karena
sudah diketahui produksi induk dan pejantannya
melalui seleksi.
92 Sukses Budidaya Ayam Kampung

2. Pakan
Pakan ayam buras untuk pembibitan pada
pengkajian ini dititikberatkan pada pakan induk dan
pejantan. Susunan/kualitas pakan induk untuk
menghasilkan telur tetas sama dengan pakan untuk
menghasilkan telur konsumsi, sedangkan untuk
pejantan pakannya juga sama namun ditambah
dengan pakan tambahan berupa kuning telur (dari telur
yang pecah) atau bahan pakan lain yang merupakan
sumber vitamin dan mineral guna meningkatkan
kualitas spermanya. Pakan ayam buras tersebut baik
yang dipelihara pada kandang umbaran terbatas
maupun batere individu kandungan gizinya adalah:
protein 14-17% dan energi 2.400-2.700 kkal (Gultom
et. al. 1989a). Pakan tersebut dapat disusun dari bahan
pakan lokal yang ada di sekitarnya yang harganya
murah, namun kualitasnya tetap sama.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
pakan ayam untuk pembibitan variasinya sangat besar
baik antarkelompok tani ternak maupun antarpeternak
dalam kelompok. Dilaporkan juga bahwa bahan yang
banyak digunakan adalah bekatul yaitu 50-62,5%, dan
jagung 18-35% dan konsentrat 7,5-20% (Dirdjopratono
et.al. 1995).

3. Pencatatan Data dan Seleksi


Pencatatan data ini sangat penting dalam upaya
memproduksi bibit, sebab dapat membantu dalam
menyeleksi/memilih ternak yang akan dikawinkan.
Untuk tujuan penghasil telur, pencatatan data dititik-
beratkan pada kuantitas telur, namun harus didukung
dengan data kualitas telur (fisik/bentuk telur, sifat
Sukses Budidaya Ayam Kampung 93

kerabang, dan lain-lain). Untuk tujuan memproduksi Ketelitian


daging titik beratnya adalah pencatatan data bobot dalam
badan yang didukung dengan data mortalitas dan pencatatan
data dan
konsumsi dan konversi pakan. Pada pemeliharaan di seleksi akan
kandang umbaran terbatas, pencatatan data diper- memperbesar
hitungkan secara kelompok, sedangkan data yang peluang
dihasilkan
diperoleh dari pemeliharaan di kandang batere individu keturunan yang
merupakan data individu, sehingga pemilihan ternak berkualitas.
yang akan dijadikan tetua (pejantan dan induk) untuk
dikawinkan akan lebih teliti. Ketelitian ini akan
memperbesar peluang dihasilkannya keturunan yang
sesuai dengan tujuan perbibitan. (Muryanto et.al.
1994c).

4. Perkawinan
Ayam yang akan dikawinkan harus merupakan
ayam pilihan yang mempunyai produksi tinggi. Apabila
akan menyilangkan ayam buras dengan ayam jenis lain
di tingkat pedesaan, disarankan menggunakan ayam
lokal yang produksinya tinggi (kedu, pelung, dan lain-
lain). Perkawinan ayam buras dengan ayam ras harus
mem-pertimbangkan biaya dan waktu yang diperlukan
serta harus dalam kondisi yang terkontrol dengan pro-
gram yang terencana dengan baik serta dalam
pengawasan intansi yang berwenang. Teknik
perkawinan dapat dilakukan secara alami atau dengan
inseminasi buatan.
Perkawinan alami dilakukan dengan pada
kandang umbaran terbatas berukuran 4 x 4 x 2,5 m
(termasuk tempat berteduh) dengan perbandingan 1
pejantan dengan 6 sampai 10 induk. Lebih sedikit
jumlah induknya akan lebih baik. Sedangkan pada
94 Sukses Budidaya Ayam Kampung

kandang batere perkawinan dapat dilakukan secara


Insemiansi Buatan (IB), kawin tempel, atau kawin
alami biasa. Kawin tempel adalah perkawinan yang
dilakukan di mana induk dipegang oleh peternak
kemudian pejantannya menghampiri untuk me-
ngawini. Pejantan dan induk yang digunakan pada
perkawinan ini sebelumnya harus dilatih agar terbiasa.
Namun perkawinan pada kandang batere yang disaran-
kan adalah dengan IB, karena lebih efisien, biaya relatif
murah, dan peralatan/bahan yang digunakan mudah
didapat serta fertilitas telur hasil IB cukup tinggi sekitar
84% (Nasroedin et al., 1993).
Inseminasi buatan merupakan teknologi yang
memerlukan keterampilan khusus sehingga memerlu-
kan pelatihan dan bimbingan. Teknologi IB dapat
digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan seperti
untuk produksi telur, daging, atau hobi. Oleh karean
pentingnya teknologi IB, maka pembahasannya
dipisahkan pada bab tersendiri.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 95

Lima

INSEMINASI BUATAN

Budi daya ayam khususnya ayam lokal, sering


menghadapi permasalahan yaitu keterbatasan bibit baik
ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Kendala
pengadaan bibit ini dialami di beberapa kelompok tani
ternak ayam kampung, ayam pelung, ayam nunukan,
dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi kendala
tersebut adalah dengan menerapkan sistem dan teknik
perkawinan diikuti teknologi penetasan dan program
seleksi. Salah satu teknik perkawinan yang dapat
mendukung pengadaan bibit adalah Inseminasi Buatan
(IB).
Melalui IB, kita dapat memenuhi sebagian
keinginan dari usaha ayam sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Tujuan ini akan dicapai apabila diikuti
dengan program seleksi yang berkesinambungan.
Contoh pada budi daya ayam pelung. Bila pejantan
ayam pelung yang mempunyai kualitas suara bagus
diambil spermanya, kemudian sperma tersebut
diinseminasikan kepada induk yang berasal dari tetua
yang kualitas suaranya bagus atau induk tersebut
96 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mempunyai saudara yang kualitas suaranya bagus,


maka dapat diprediksi bahwa keturunannya akan
mempunyai kualitas suara yang bagus. Lebih pastinya
apabila diikuti dengan seleksi dari generasi ke generasi
sampai didapatkan keturunan ayam pelung jantan
yang kualitas suaranya bagus.
Demikian juga pada budi daya ayam kedu,
peternak menginginkan untuk mendapatkan keturunan
ayam yang seluruh tubuhnya mulai dari bulu, kulit,
rongga mulut, daging, tulang berwarna hitam atau
ayam cemani. Keinginan ini dapat diwujudkan dengan
melakukan IB antara pejantan ayam kedu hitam dan
induk ayam kedu hitam diikuti dengan teknologi
penetasan dan program seleksi yang berkesinambung-
an, maka keturunannya dapat diduga akan didapatkan
ayam cemani.
Dua contoh di atas hanya sebagai gambaran
bahwa dengan IB, kita dapat merencanakan suatu
usaha ayam sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Contoh lain untuk tujuan yang lebih produktif misalnya
untuk mendapatkan induk dengan produksi telur tinggi
atau untuk mendapatkan keturunan ayam yang
mempunyai pertumbuhan bobot badan yang tinggi.
Dengan IB keinginan tersebut dapat terpenuhi. Bahkan
yang lebih ekstrim adalah untuk mendapatkan ayam
bekisar yang harganya mahal, tidak menutup
kemungkinan dapat dilakukan dengan menerapkan
teknologi IB. Namun untuk mewujudkan keinginan
tersebut, peternak perlu mempelajari bagaimana teknik
IB yang benar, persyaratan apa saja yang harus
dipenuhi, dan lain sebagainya.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 97

A. Tujuan Inseminasi Buatan


Tujuan utama IB adalah meningkatkan efisiensi
penggunaan pejantan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa
pejantan pada saat mengawini induk secara alami, maka
seluruh sperma yang dikeluarkan hanya untuk
mengawini satu induk. Namun apabila sperma yang
dikeluarkan ditampung kemudian diencerkan, maka
sperma tersebut dapat digunakan untuk mengawini 10-
20 induk. Penjelasan tersebut baru untuk satu kali
pejantan mengeluarkan sperma. Apabila pejantan
tersebut diambil spermanya 2 hari sekali atau 3 hari
sekali, maka jumlah induk yang dapat dikawini menjadi
semakin banyak.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka IB sangat
sesuai diterapkan untuk meningkatkan produktivitas
ayam lokal Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya ayam kedu, pelung, nunukan, dan ayam
lokal lainnya jumlah ayam jantannya atau pejantannya
terbatas. Sedikitnya jumlah pejantan ini disebabkan
karena peternak cenderung menjual dengan alasan
harganya mahal atau karena didorong oleh kebutuhan
rumah tangganya. Oleh karena itu, dengan menerap-
kan IB, maka pejantan yang jumlahnya sedikit dapat
digunakan untuk mengawini induk dalam jumlah
banyak.
Program IB dapat dilaksanakan seiring dengan
lomba-lomba yang diadakan mulai dari tingkat desa,
kecamatan, kabupaten sampai tingkat nasional. Ayam
yang menang pada lomba tersebut misalnya produksi
telurnya paling banyak atau pertumbuhan bobot
badannya paling tinggi, dapat digunakan sebagai tetua
atau calon induk atau calon pejantan. Kegiatan seperti
98 Sukses Budidaya Ayam Kampung

ini pernah dilaksanakan pada jaman penjajahan


Belanda, khususnya pada ayam kedu. Juara pada lomba
tersebut, peternaknya mendapatkan penghargaan.
Namun yang perlu dicatat bahwa ayam-ayam yang
mendapatkan juara ditangani pengembangan selanjut-
nya oleh pemerintah Belanda. Sebelumnya, ayam
tersebut dikembangkan oleh peternaknya yang tentu
saja kemampuannya terbatas, sehingga sifat-sifat yang
baik pada ayam tersebut tidak dapat dikembangkan
secara luas. Oleh karena itu, IB ini menjadi sangat
penting apabila sperma yang berasal dari pejantan yang
terpilih dan induknya pun mempunyai sifat-sifat yang
diinginkan oleh peternak, maka keturunannya dapat
diduga akan mempunyai sifat-sifat seperti pejantan dan
induknya.

B. Manfaat Inseminasi Buatan


Penerapan teknologi IB mempunyai manfaat
antara lain: meningkatkan produksi telur tetas, dapat
dijadikan sebagai sarana peningkatan mutu genetik,
memungkinkan dilaksanakan persilangan yang tidak
mungkin dilakukan dengan perkawinan alamiah, dan
meningkatkan nilai komersial telur.

1. Meningkatkan Produksi Telur Tetas


Penggunaan teknik IB akan meningkatkan
jumlah telur tetas. Hal ini disebabkan karena sperma
yang diencerkan dapat mengawini induk lebih banyak.
Apabila pejantan diambil spermanya 2 kali sehari dan
setiap kali pengeluaran sperma dapat mengawini 15 ekor
induk, maka dalam satu bulan satu ekor pejantan dapat
mengawini 15 x 15 = 225 ekor induk. Sedangkan satu
Sukses Budidaya Ayam Kampung 99

ekor induk ayam lokal pada pemeliharaan intensif,


produksi telurnya dapat mencapai 30% (hen day),
artinya dalam satu bulan satu ekor induk menghasilkan
9 butir telur atau bila jumlahnya 225 ekor berarti jumlah
telurnya 9 x 225 = 2.025 butir. Bila pada pemeliharaan
tersebut perkawinannya dilaksanakan dengan IB, maka
jumlah telur tetas/fertil yang dihasilkan 1.822 butir.
Dengan perhitungan tingkat keberhasil IB sesuai
laporan penelitian mencapai 90%.
Dengan membandingkan perkawinan secara
alamiah, maka perkawinan dengan IB sudah jelas dapat
meningkatkan produksi telur tetas secara fantastis. Hal
ini mengandung konsekuensi bahwa teknologi
penetasannya juga harus dipersiapkan dengan baik.

2. Sarana Peningkatan Mutu Genetik


Perkawinan yang dilakukan dengan teknologi IB,
maka sudah jelas mana pejantannya dan mana
induknya. Apabila pejantannya mempunyai produk-
tivitas tinggi, sedangkan induknya produktivitasnya
rendah, maka dengan IB keturunannya akan
mempunyai sifat-sifat campuran dari pejantan dan
induknya.
Contohnya adalah perkawinan antara pejantan
ayam kedu dengan induk ayam kampung. Apabila
ayam kedu tersebut dipilih dari anggota keluarganya
yang mempunyai produksi telur tinggi (40%),
sedangkan induk ayam kampung produksi telurnya
rendah (10%), maka keturunannya akan mempunyai
produksi telur rata-rata dari pejantan dan induknya,
namun lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur
induknya. Perhatikan gambar berikut.
100 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 29. Inseminasi buatan sebagai sarana pengingkatan mutu


genetik.
Sumber: Koleksi Penulis.

3. Memungkinkan Persilangan yang Sulit


atau Tidak Mungkin
Perkawinan antara pejantan yang mempunyai
tubuh besar seperti ayam pelung akan sangat sulit atau
tidak mungkin dikawinkan dengan ayam kate yang
tubuhnya kecil atau sebaliknya pejantan ayam kate
dikawinkan dengan induk ayam pelung. Demikian juga
dengan ayam yang cacat misalnya tidak bisa berdiri,
namun pada waktu sehat memiliki kelebihan misalnya
pertumbuhannya tinggi, pejantan ini tidak mungkin
melakukan perkawinan secara alami. Ketidak-
mungkinan tersebut dapat dimungkinkan dengan
melakukan perkawinan secara inseminasi buatan.
Contoh lain adalah persilangan untuk menda-
patkan ayam bekisar yang didapatkan antara pejantan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 101

ayam hutan dengan induk ayam kampung. Pengalam-


an di lapangan menunjukkan bahwa ayam hutan dapat
dijinakkan dan akrab dengan peternak, namun untuk
mengawinkan secara alamiah masih mengalami
kesulitan. Hal ini dapat dimungkinkan dengan
melaksanakan IB dengan syarat pejantan ayam hutan
tersebut dilatih agar dapat diambil spermanya.
Perhatikan gambar berikut.

Gambar 30. Perkawinan antara


ayam hutan dengan ayam kedu putih.
Sumber: Koleksi Penulis.

4. Meningkatkan Nilai Komersial Telur


Inseminasi buatan pada ayam dapat meningkat-
kan nilai jual dari telur baik dari aspek jumlah maupun
perubahan status telur. Artinya, telur tetas yang
dihasilkan dari pekawinan alam, jumlahnya sedikit,
namun setelah dilakukan IB maka jumlahnya menjadi
banyak. Dari perhitungan sebelumnya ditunjukkan
bahwa dalam satu bulan 1 ekor pejantan yang me-
ngawini 15 ekor induk secara IB dan fertilitasnya
mencapai 90%, maka jumlah telur tetas yang diproduksi
102 Sukses Budidaya Ayam Kampung

225 butir. Jika perkawinan dilakukan secara alami,


maka jumlah telur tetas yang diproduksi hanya sekitar
40 butir dengan perhitungan produksi telur 10% (hen
day).
Selain itu, peningkatan nilai komersial telur bisa
ditunjukkan dengan membandingkan perbedaan
pemeliharaan yang hanya memproduksi telur
konsumsi dengan pemeliharaan yang mengintroduksi
IB, maka akan terjadi peningkatan harga dari telur
konsumsi menjadi telur tetas. Harga telur konsumsi
sekitar Rp1.500,00/butir. Bila induknya diinseminasi,
maka telur konsumsi yang diproduksi berubah menjadi
telur tetas yang harganya Rp2.000,00/butir. Dengan
tingkat keberhasilan IB 90%, maka akan terjadi
peningkatan pendapatan yang realistik. Analisis secara
sederhana dari peningkatan keuntungan tersebut
ditampilkan pada Tabel 23.
Analisis Tabel 23 menunjukkan bahwa
keuntungan dari penerapan IB untuk memproduksi
telur tetas lebih dari 2 kali dibandingkan dengan
pemeliharaan untuk memproduksi telur konsumsi
(Rp3.835.000,00 vs Rp1.760.000,00). Keuntungan ini
akan lebih tinggi lagi bila telur tetas yang diproduksi
ditetaskan. Sehingga akan diproduksi anak ayam umur
sehari (Day Old Chick/DOC) yang harganya
Rp6.000,00/ekor. Untuk tujuan tersebut perlu
didukung dengan mesin tetas yang baik dan operator
yang menguasi teknik penetasan. Keuntungan masih
dapat ditingkatkan dengan memelihara DOC tersebut
menjadi ayam potong yang harganya Rp28.000,00/
kg, untuk itu juga diperlukan teknik budi daya dan pakan
yang memadai baik dari aspek teknis maupun
ekonomis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 103

Tabel 23. Perbandingan Analisis Usaha


Memproduksi Telur Tetas dan Telur
Konsumsi (100 Ekor/6 Bulan)
Prod. Telur Prod. Telur
No. Uraian
Konsumsi Tetas (dengan
(tanpa IB) IB)

Input:
1. Penyusutan Kandang batere/6 bl 140.000 140.000
2. Pakan induk/6 bl 8.100.000 6,300,000
(0,1 x 100 x 30 x 6 x Rp4500)
3. Pakan pejantan 5 ekor/6 bl 405.000
(0,1 x 5 x 30 x 6 x Rp4500)
4. Obat dan vaksin/6 bl 150.000 225.000
5. Penyusutan perlengkapan, Alat IB 0 10.000
6. Tenaga kerja/6 bl 300.000 500.000

Jumlah (1- 6) 8.690.000 1.280.000

Output :
7. Produksi telur hen day 70%; 12.600 12.600
100 ekr/6bl (butir)
- Jumlah telur konsumsi/ 12.600 2.520
infertil dan rusak (butir) 10%
- Nilai Rp telur konsumsi 18.900.000 3.780.000
(@ Rp1.500) (Rp) a)
- Jumlah telur tetas 0 10.080
(fertilitas 90%; butir)
- Nilai Rp. telur tetas 0 20.160.000
(@ Rp2000) (Rp) b)
8. Kotoran ayam/6bl c) 350.000 350.000

Jumlah (a+b+c) 19.250.000 24.290.000

Keuntungan/6 bl 10.560.000 23.010.000

Keuntungan/bl 1.760.000 3.835.000


104 Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Teknik Inseminasi Buatan


Metode yang digunakan dalam penerapan
teknologi IB adalah metode inseminasi langsung, yaitu
inseminasi yang dilakukan di mana sperma yang
diambil dari pejantan langsung diinseminasikan ke
induk (sperma tidak disimpan). Hal ini didasarkan untuk
mempermudah apabila petani akan menerapkan di
lapangan. Ayam pejantan relatif dapat dibawa ke mana-
mana, sehingga apabila akan diambil spermanya di
lokasi yang jauh, maka dapat dengan mudah mem-
bawa pejantan tersebut. Namun penyimpanan dengan
tujuan untuk memperpanjang umur sperma dapat
dilakukan secara sederhana dengan menggunakan
termos yang diisi es. Apabila ingin mempelajari teknik
penyimpanan sperma secara lebih detail misalnya untuk
kepentingan penelitian dapat mengacu hasil-hasil
penelitian yang sudah banyak dilakukan. Berikut
tahapan pelaksanaan IB.

1. Tahap Persiapan
a. Persiapan Peralatan
Pada tahap ini dipersiapkan materi berupa alat
yang digunakan. Alat yang digunakan berupa: alat
suntik (spuit), selang, tabung penampung sperma,
tabung pengencer sperma, pengencer sperma (NaCl
fisiologis 0,9%) dan kain lap. Alat-alat tersebut tersedia
di apotek-apotek dan harganya relatif murah. Umur
pemakaian dari alat-alat tersebut dapat digunakan
selama 5 tahun. Sebelum digunakan harus dibersihkan
dahulu dengan air mendidih. Selang yang tersedia
dimasukkan ke ujung alat suntik (tempat jarum), hal
ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengam-
bilan sperma dan tidak melukai alat reproduksi.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 105

Gambar 31. Peralatan yang digunakan untuk inseminasi buatan.


Sumber: Koleksi Penerbit.

Alat-alat tersebut dapat diganti dengan alat


sederhana yang ada di lingkungan kita, seperti gelas
ukur dapat diganti dengan gelas biasa yang penting
alasnya tumpul, selang karet untuk inseminasi dapat
diganti dengan selang karet yang ukurannya sama.
Khusus untuk bahan pengencer yaitu NaCl fisiologis
0,9%, sebenarnya dapat diganti dengan air kelapa
muda, kuning telur bahkan aqua, namun tidak efektif,
penggunaan NaCl fisiologi sampai saat ini merupakan
bahan pengencer yang paling efisien. NaCl fiologis dapat
dibeli di apotek dengan harga murah sekitar
Rp10.000,00/botol yang berisi 500 ml.
Tingkat efisiensi bahan pengencer dapat dijelaskan
sebagai berikut. Menurut laporan hasil-hasil penelitian
bahwa sperma yang diambil dari seekor pejantan rata-
rata 0,5 ml, sperma tersebut diencerkan dengan NaCl
fisiologi dengan perbandingan 1 : 6. Hal ini berarti setiap
botol berisi NaCl 500 ml akan digunakan untuk
mengencerkan ± 83 ml sperma, dengan demikian
jumlah sperma dan pengencer 583 ml. Sperma yang
telah diencerkan tersebut digunakan untuk meng-
inseminasi induk ayam 0,1 ml/ekor, sehingga jumlah
106 Sukses Budidaya Ayam Kampung

induk yang diinseminasi 5.830 ekor. Oleh karena


harganya Rp10.000,00/botol, maka setiap induk
membutuhkan biaya pengencer sangat murah yaitu
Rp10.000,00 : 5.830 = Rp1,72.

b. Persiapan Induk
Siapkan induk yang akan diinseminasi. Induk
tersebut harus sehat, tidak cacat dan mempunyai sifat-
sifat yang diinginkan oleh peternak misalnya produksi
telur tinggi. Beberapa faktor yang harus dipertimbang-
kan bagi induk yang akan diinseminasi adalah sebagai
berikut.
1) Bobot telur stabil.
Telur yang diproduksi pada periode
peneluran pertama biasanya kecil dan bobotnya
masih bervariasi serta di bawah normal, kadang-
kadang kerabangnya belum sempurna. Setelah
mengalami 1 bulan produksi, maka besar dan
bobot telur relatif stabil. Hasil penelitian pada
ayam ras petelur menunjukkan bahwa induk
ayam mulai bertelur umur 20 minggu. Produksi
telur hen day (HD) pada bulan pertama 44,5%,
namun variasi bobot antar telur cukup tinggi
sekitar 16%. Pada bulan kedua atau umur 24
minggu (6 bulan) produksi telur naik menjadi
66,3% dengan variasi bobot telur relatif stabil
yaitu 4,9%. Pada umur selanjutnya sampai 6
bulan produksi, produksi telurnya stabil berkisar
antara 74,0%-78,9% (Tabel 24). Dengan demikian
sudah jelas bahwa inseminasi dilakukan pada
induk yang memproduksi telur dengan bobot
yang relatif seragam sesuai dengan breednya
masing-masing.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 107

Tabel 24. Produksi Telur Ayam Ras Petelur


Umur 20-40 Minggu
Jumlah Rata-rata
Umur Produksi telur/ Produksi
Ayam prod. Telur/
(minggu) bulan (butir) telur HD (%)
(ekor) hari (butir)

20 97 1.295 43,17 + 16,1 44,5 + 16,6


24 95 1.951 62,94 + 4,7 66,3 + 4,9
28 95 2.173 74,93 + 4,3 78,9 + 4,5
32 95 2.283 73,65 + 5,6 77,5 + 5,9
36 95 2.166 72,20 + 3,6 76,0 + 3,8
40 94 2.106 71,20 + 3,5 74,0 + 3,4

Sumber: Muryanto et al., 2003.

2) Induk ayam harus sedang berproduksi.


Sperma diinseminasikan ke saluran telur
induk dengan maksud agar dapat membuahi telur
yang ada di tubuh induk. Oleh karena itu, induk
yang akan diinseminsi harus sedang berproduksi.
Apabila induk sedang mengalami masa istirahat
bertelur jangan dilakukan inseminasi, hal ini akan
sia-sia karena telurnya tidak ada.
3) Induk ayam dipelihara pada kandang individu/
batere.
Maksud dari pemeliharaan pada kandang
individu adalah agar dapat diketahui dengan pasti
bahwa telur tetas yang diproduksi benar-benar
dari induk ayam yang bersangkutan, sehingga
akan mempermudah apabila dilakukan seleksi.
Alasan lainnya adalah agar induk tersebut mudah
pengawasannya mulai dari pakan, kesehatan, dan
lain-lain.
4) Induk mempunyai peroduktivitas tinggi.
Produktivitas tinggi yang dimaksud adalah
produktivitas yang sesuai dengan keinginan
108 Sukses Budidaya Ayam Kampung

peternak, seperti produksi telurnya tinggi, mem-


punyai pertumbuhan yang cepat, mempunyai
kokok suara yang panjang, dan sebagainya. Lebih
tepatnya, induk tersebut sudah dipilih/diseleksi
dari sekelompok induk dan produktivitasnya lebih
tinggi dibandingkan rata-rata produksi kelompok.

c. Persiapan Pejantan
Siapkan pejantan yang akan diambil spermanya.
Pejantan tersebut harus sehat, tidak cacat dan
mempunyai sifat-sifat yang diinginkan oleh peternak.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan bagi
pejantan yang akan diambil spermanya sebagai berikut.
1) Umur pejantan 1-3 tahun.
Pejantan yang terlalu muda berumur
kurang dari 1 tahun belum dapat memproduksi
sperma dengan kualitas yang baik, di samping itu
volume sperma yang diproduksi masih sedikit.
Demikian juga sebaliknya, ayam yang terlalu tua
berumur lebih dari 3 tahun, kualitas sperma yang
diproduksi rendah. Sehingga disarankan agar
pejantan yang akan diambil spermanya berumur
lebih dari 1 tahun sampai 3 tahun.
2) Dipelihara pada kandang individu/batere.
Maksud dari pemeliharaan pada kandang
individu adalah agar pejantan tersebut tidak
mengawini induk sembarangan, sehingga dapat
diketahui dengan pasti bahwa telur tetas yang
diproduksi benar-benar dari pejantan yang
bersangkutan dan akan mempermudah apabila
dilakukan seleksi. Alasan lainnya adalah agar
pejantan tersebut mudah pengawasannya mulai
dari pakan, kesehatan, dan lain-lain. Pakan yang
Sukses Budidaya Ayam Kampung 109

diberikan diupayakan mempunyai kadar protein


tinggi agar kualitas sperma yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang baik.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
penempatan kandang individu untuk pejantan
sebaiknya diletakkan di depan kandang induk atau
pejantan tersebut dapat melihat induk setiap saat.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
keinginan pejantan untuk mengawini induk,
sehingga pada saat diambil spermanya akan lebih
mudah.
3) Pejantan harus terlatih untuk diambil spermanya.
Pejantan yang akan diambil spermanya
harus terlatih agar mempermudah pada saat
diambil spermanya. Pejantan yang tidak dilatih,
akan mengalami stress dan sulit diambil
spermanya.
Cara melatih pejantan adalah elus secara
bersamaan bagian atas punggung ke arah ekor
dan dari bawah dubur ke arah ekor. Pengelusan
dilakukan 5-10 kali. Lakukan kegiatan ini setiap
hari. Pejantan yang sudah terlatih bila dilakukan
pengelusan, maka ekornya langsung terangkat,
hal ini sebagai tanda bahwa pejantan tersebut
sudah terangsang dan sperma siap dikeluarkan.
Pada umumnya pejantan sudah dapat diambil
spermanya setelah dilatih 5-7 hari. Perhatikan
gambar berikut.
110 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 32.
Pengelusan/
perangsangan.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Gambar 33.
Penekanan
pangkal ekor.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Gambar 34.
Pengeluaran
sperma.
Sumber:
Koleksi
Penulis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 111

2. Pengambilan Sperma
Disiapkan pejantan yang akan diambil spermanya.
Pengambilan sperma sebaiknya mulai dilakukan pada
sore hari jam 15.00 (Nasroedin et al., 1993). Pengambil-
an sperma dilakukan oleh 2 orang, satu memegang
pejantan dan lainnya bertugas mengambil sperma.
Bersihkan kotoran pada anus dan sekitarnya dengan
kain lap (bulu sekitar anus dibersihkan/dipotong).
Rangsang pejantan sesuai dengan penjelasan sebelum-
nya. Pengambilan sperma dilakukan dengan menekan
dari atas pangkal ekor dengan tangan kanan, sedang
tangan kiri memegang tabung penampung sperma,
begitu sperma keluar langsung ditampung dalam
tabung yang sudah disiapkan.
Penekanan bagian pangkal ekor untuk menge-
luarkan sperma, ditandai dengan terangkatnya ekor ke
atas. Jadi, begitu ekor terangkat, maka penekanan
dilakukan dan sperma akan keluar dengan sendirinya.
Di samping ekor yang terangkat, akan keluarnya
sperma ditandai dengan tubuh pejantan yang sedikit
bergetar. Oleh karena itu, tanda-tanda tersebut perlu
diingat untuk memudahkan proses pengeluaran
sperma. Hal ini disebabkan karena dari seluruh tahapan
teknik inseminasi pada ayam, pengeluaran sperma ini
merupakan tahapan yang paling sulit.

Gambar 35. Pengelusan/ Gambar 36. Pengeluaran sperma.


perangsangan pejantan. Sumber: Koleksi Penulis.
Sumber: Koleksi Penulis.
112 Sukses Budidaya Ayam Kampung

3. Pengenceran Sperma
Pengenceran sperma dilakukan dengan NaCl
fisiologis 0,9%, derajat pengencerannya 1 : 6. Cara
pengenceran adalah sebagai berikut.
• Sedot sperma dari tabung penampung meng-
gunakan spuit, kemudian ukur berapa volume
sperma yang dikumpulkan.
• Masukkan sperma ke tabung pengencer secara
perlahan-lahan melalui dinding tabung.
• Ambil NaCl fisiologis 0,9% sesuai dengan derajat
pengenceran (6 kali lipat dari volume sperma),
masukkan ke dalam tabung pengencer melalui
dinding tabung, kemudian goyang-goyangkan
tabung sampai sperma dan NaCl tercampur.
• Ambil campuran sperma dan pengencer dengan
spuit, kemudian masukkan lagi ke tabung secara
perlahan melalui dinding tabung.
• Sedot sperma yang telah diencerkan dengan spuit
dan sperma siap diinseminasikan.

Gambar 37. Mengencerkan sperma Gambar 38. Mengencerkan sperma.


dengan menggoyangkan botol penampung. Sumber: Koleksi Penulis.
Sumber: Koleksi Penulis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 113

• Sebagai catatan, perlu diperhatikan bahwa umur


sperma yang telah diencerkan ± 30 menit, hindar-
kan sperma dari sinar matahari secara langsung,
dan setiap ekor pejantan dapat diambil spermanya
2-3 hari sekali. Agar kualitas spermanya bagus,
maka pakan yang diberikan kepada pejantan
harus mengandung protein tinggi.

4. Pelaksanaan Inseminasi Buatan


Disiapkan induk yang akan diinseminasikan dan
alat suntik yang sudah diisi sperma yang diencerkan.
Bersihkan kotoran di anus dan sekitarnya. Bulu di
sekitar anus juga harus dibersihkan (dipotong).
Inseminasi dilakukan 2 orang, 1 orang memegang
ayam dan satu orang melaksanakan inseminasi.
Sebelum inseminasi, alat reproduksi pada induk ayam
terlebih dahulu dikeluarkan dengan cara sebagai
berikut.
• Tekan bagian tubuh di bawah anus dengan
tangan kiri ke arah dada sampai keluar saluran/
lubang telurnya yaitu sebelah kiri arah depan dan
saluran kotoran sebelah kanan, sementara tangan
kanan memegang alat suntik yang sudah berisi
sperma.
• Masukkan alat suntik (selangnya) secara perlahan
ke dalam saluran telur sedalam ± 2 cm. kemudian
dilakukan penyuntikan/inseminasi, bersamaan
penyuntikan tersebut penekanan bagian bawah
anus dilepaskan.
• Tiap induk membutuhkan 0,1-0,2 ml sperma
yang sudah diencerkan dan inseminasi diulang 3
hari dari inseminasi sebelumnya.
114 Sukses Budidaya Ayam Kampung

• Bagi inseminator pemula, inseminasi dapat


dilakukan dengan mengeluarakan induk ayam
dari dalam kandang, namun bagi yang sudah
terlatih inseminasi dapat langsung dilakukan
tanpa mengeluarkan induk dari kandang. Jadi
inseminasi dilakukan di dalam kandang.

Gambar 39.
Cara
memegang
induk ayam
yang akan
diinseminasi.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Gambar 40. Cara mengeluarkan


alat reproduksi induk ayam.
Sumber: Koleksi Penulis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 115

Gambar 41. Cara memasukkan alat suntik ke dalam saluran telur.


Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 42. Teknik inseminasi langsung di dalam kandang.


Sumber: Koleksi Penulis.

5. Pengambilan Telur
Pengambilan telur dilakukan pada hari ke 2
setelah IB yang pertama, karena telur yang pertama
kemungkinan tidak dibuahi, hal ini disebabkan sudah
116 Sukses Budidaya Ayam Kampung

lengkapnya struktur telur termasuk kerabangnya


sehingga sulit ditembus oleh sperma yang diinsemi-
nasikan. Inseminasi ini diulang 3-5 hari kemudian,
sehingga untuk selanjutnya telur dapat diambil setiap
hari. Telur yang diproduksi disimpan dan dipersiapkan
untuk ditetaskan. Penyimpanan telur maksimal 7 hari
dengan cara meletakkan telur dalam krat/tempat telur,
bagian yang tumpul terletak di bagian atas.

Gambar 43. Meletakkan telur,


bagian tumpul di atas.
Sumber: Koleksi Penulis.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Keberhasilan IB
Keberhasilan IB dapat diketahui dengan menguji
tingkat fertilitas telur hasil IB. Fertilitas telur adalah
adalah persentase telur yang bertunas/fertil dibagi
jumlah telur total yang ditetaskan atau yang
dimasukkan ke dalam mesin tetas. Fertilitas telur dapat
diketahui dengan cara memeriksa (candling) telur yang
sudah masuk mesin tetas umur 5-7 hari. Bila telur
tersebut bertunas ditandai dengan bercak hitam dengan
pembuluh-pembuluh darah pada kuning telurnya,
maka telur tersebut fertil. Semakin tinggi persentase
Sukses Budidaya Ayam Kampung 117

fertilitasnya, maka IB yang dilakukan semakin baik.


Rumus fertilitas terlur adalah sebagai berikut.

Jumlah telur fertil


Fertilitas = x 100 %
Jumlah telur total

Teknik IB dikaitkan dengan fertilitas yang dicapai,


maka pada hakikatnya keberhasil IB dipengaruhui oleh
3 faktor sebagai berikut.
a. Kualitas Sperma dari Pejantan
Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh pakan
yang diberikan. Oleh karena itu, pejantan yang diambil
spermanya 2 atau 3 hari sekali harus diperhatikan
pakannya. Kualitas sperma akan lebih jelas diketahui
dengan pemeriksaan di bawah mikroskop, sehingga
diketahui tingkat motilitasnya. Namun ditingkat petani
yang tidak tersedia mikroskop, hal ini sulit dilakukan.
Untuk mengatasi hal ini, maka dapat dilakukan
pemeriksaan telur yang sudah masuk mesin tetas umur
1 minggu, apabila telur tersebut sudah bertunas artinya
telur tersebut fertil, maka IB dapat dilanjutkan.
Sebaliknya apabila telur tersebut tidak fertil, maka perlu
diteliti lagi pejantannya, pakannya, kesehatannya dan
sebagainya. Dapat terjadi seekor pejantan yang
kelihatannya sehat, namun kualitas spermanya jelek
(terlalu encer) sehingga tidak dapat membuahi telur.
Pejantan yang demikian sering disebut dengan pejantan
mandul.

b. Kualitas Telur dan Kesiapan Induk yang


Diinseminasi
Pemeriksaan telur ini lebih simpel karena dapat
dilihat secara fisik. Telur hasil IB yang kerabangnya
tipis, tidak rata, bentuknya tidak sempurna, terlalu kecil
118 Sukses Budidaya Ayam Kampung

atau terlalu besar, maka telur hasil IB yang demikian


jangan ditetaskan. Karena apabila ditetaskan biasanya
tidak menetas atau kalau menetas DOC-nya tidak sehat
atau kadang-kadang cacat.
c. Inseminator/Pelaksana
Faktor pelaksana/inseminator ini sangat penting,
Orang yang seseorang yang telah belajar teknik IB tidak langsung
menguasai dapat melakukan IB dengan baik. Diperlukan waktu
teknik
inseminasi untuk belajar, mencoba berulang-ulang sehingga
dapat menguasai bagaimana melaksanakan IB. Biasanya
mengetahui seseorang yang sudah menguasai teknik inseminasi,
kualitas
pejantan dan secara otomatis dapat mengetahui kualitas pejantan
induk yang dan induknya dalam pengertian kualitas sperma dan
akan telurnya, sehingga faktor pelaksana/inseminator ini
diinseminasi.
merupakan faktor yang paling menentukan keber-
hasilan IB.
Dengan penjelasan tersebut sudah dapat
dipahami bagaimana menguji tingkat keberhasilan IB
yang ditunjukkan dengan persentase fertilitas telur.
Namun demikian, pengujian ini perlu dilanjutkan lagi
sampai pada daya tetas telur, artinya telur ditetaskan
sampai menetas. Hal ini disebabkan karena produk telur
tetas yang dihasilkan pangsa pasarnya sangat terbatas,
lain halnya bila telur tersebut ditetaskan menjadi DOC,
maka pangsa pasar besar. Dalam hal ini faktor
keberhasilan penetasan ditambah lagi dengan faktor
mesin tetas dan operator penetasan. Oleh karena itu,
perlu disediakan mesin tetas yang baik dan operator
yang menguasai bagaimana mengoperasikan mesin
tetas. Keberhasilan penetasan atau daya tetas dihitung
dengan rumus:
Sukses Budidaya Ayam Kampung 119

Jumlah telur menetas


Daya tetas = x 100%
Jumlah fertil

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa IB dan


penetasan perlu pembelajaran. Hasil pembelajaran IB
yang dilakukan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah,
menunjukkan bahwa peternak membutuhkan waktu
1-3 bulan. Fertilitas telur hasil IB yang dilakukan oleh
peternak berkisar antara 73,3-83,5%, angka ini
merupakan hasil yang baik karena sudah hampir
mendekati hasil penelitian di laboratorium yang
mencapai 90%. Hal ini membuktikan bahwa teknologi
IB dapat diadopsi oleh peternak.
Dalam pembelajaran penetasan di lokasi yang
sama diperoleh informasi pada awalnya penetasan
dilakukan oleh 15 orang peternak, namun setelah
melakukan 3 kali penetasan, hanya tiga orang peternak
yang mampu melaksanakan penetasan dengan baik dan
daya tetasnya berkisar 67,5-72,73%. Dalam proses
pembelajaran tersebut juga diperoleh informasi tentang
kegagalan hasil penetasan antarmesin tetas, sehingga
dilakukan uji penetasan menggunakan induk ayam.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa telur hasil IB
yang ditetaskan menggunakan induk, daya tetasnya
dapat mencapai 92,48% (Tabel 25), sedang penetasan
menggunakan mesin tetas bervariasi 12-51%, sehingga
dilakukan evaluasi terhadap mesin-mesin tetas dengan
cara mengukur suhu, kelembapan, dan menguji
ketelitian termometernya. Akhirnya dapat dikehui
mesin tetas yang baik dan yang jelek. Pengalaman ini
merupakan pelajaran yang berharga bagi peternak-
peternak lain yang ingin belajar IB dan penetasan.
120 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 25. Penetasan Telur Hasil IB


Menggunakan Induk Ayam
Ferti- Daya
Jumlah litas tetas
No. Peternak/Desa
(btr) (%) (%)

1. Ashuri / Sukomarto 36 87,50 85,71


2. Suramin / Sukomarto 11 - 90,91
3. Sumeri / Sukomarto 18 - 88,89
4. Guru / Bejen 20 - 100,00
5. Suwarno / Sukomarto 11 - 90,91
6. Wahono / Sukomarto 11 - 90,91
7. Kamsu / Sukomarto 11 - 90,91
8. Jahno / Sukomarto 11 - 100,00
9. Kukuh / Bentisan 59 - 91,52
10. Dwi Septi / Bejen 20 - 90,00
11. Muarto / Sukomarto 18 100 100,00
12. Yeti /Bejen 27 - 90,00

Rata-rata 19,273 92,48

Std 16,01 4,78


Sukses Budidaya Ayam Kampung 121

Enam

PAKAN

Pakan merupakan aspek penting pada peme-


liharaan ayam kampung. Hal ini disebabkan karena
biaya pakan merupakan biaya paling tinggi dibanding
biaya lainnya (bibit dan kesehatan). Biaya pakan dapat
mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi. Di
samping itu, pakan akan berpengaruh terhadap hasil
(produk) usaha baik kuantitas maupun kualitas, antara
lain berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi
telur, laju reproduksi dan kesehatan ayam, dan lain-
lain. Oleh karena itu, pakan perlu disusun dengan
kuantitas dan kualitas yang baik.
Penyusunan pakan ayam secara teoritis tidaklah
sulit, namun kesulitan yang biasanya terjadi adalah
pada awal mempraktikkan cara menyusun pakan.
Kesulitan dapat terjadi pada saat mencari bahan pakan
yang bergizi tinggi, namun harganya tidak terjangkau
atau bila diaplikasikan tidak dapat menghasilkan
keuntungan. Untuk itu, bagi peternak atau pengusaha
pakan pemula, pencarian bahan pakan ini terus
diupayakan, sampai akhirnya mendapatkan jaringan
122 Sukses Budidaya Ayam Kampung

dengan pihak-pihak yang memproduksi bahan pakan.


Bahan pakan tidak hanya yang berada di dekat lokasi,
namun bisa menjangkau ke luar daerah. Bahan pakan
tidak hanya berupa bahan yang biasa digunakan seperti
bekatul, jagung, tepung ikan dan lain-lain, namun
mencakup produk samping dari pabrik pengolahan
pangan seperti pabrik mie, pabrik roti dan lain-lain.
Sehingga dapat disederhanakan bahwa dalam
menyusun pakan adalah "bagaimana menyusun pakan
dengan kandungan gizi yang sehat dan memenuhi
syarat serta harganya seminimal mungkin".
Dalam rangka mempelajari bagaimana cara
menyusun pakan, maka perlu diketahui beberapa
masalah terlebih dahulu seperti berikut ini.

A. Tujuan Pemeliharaan Ayam


Kampung
Tujuan pemeliharaan ayam kampung pada
umumnya dapat dibagi empat. Pertama, untuk
memproduksi telur konsumsi atau telur tetas.
Pemeliharaan ini sering disebut pemeliharaan periode
layer. Kedua, untuk memproduksi anak ayam untuk
digemukkan. Biasanya pada pemeliharaan ini anak
ayam dipelihara mulai umur 1-30 hari (periode starter).
Ketiga, untuk memproduksi ayam siap potong dimana
ayam yang dipelihara berumur sekitar 31-70 hari
(periode grower). Keempat, untuk memproduksi ayam
siap bertelur. Keempat tujuan usaha tersebut
mempunyai batasan pemberian pakannya baik secara
kuantitas maupun kualitas. Pemeliharaan dengan
tujuan di atas jarang dilakukan peternak. Umumnya,
pemeliharaan dilakukan secara tradisional, di mana
Sukses Budidaya Ayam Kampung 123

ternak betina yang dipelihara kemudian dijual dalam


bentuk ayam siap bertelur.
Persyaratan pembuatan pakan tidak dapat
terlepas dari kandungan gizi bahan pakan meliputi pro-
tein, energi, mineral, vitamin dan air. Selain itu, takaran
atau kuantitasnya harus sesuai dan batasan peng-
gunaan bahan pakan. Kandungan gizi bahan pakan dan
jumlah yang diberikan apabila sudah dibuat pakan
harus disesuaikan dengan status ayam (umur dan
periode produksi). Pada tabel di bawah ini dicontohkan
kebutuhan gizi pakan ayam kampung sesuai dengan
statusnya (Tabel 26). Kemudian pada tabel berikutnya
(Tabel 27, 28, dan 29) disampaikan kandungan gizi
bahan pakan, konsumsi pakan pada ayam kampung,
dan batasan penggunaan masing-masing bahan. Tabel-
tabel tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam
pembuatan pakan, namun apabila hasilnya belum
maksimal, maka perlu dilakukan evaluasi lagi baik
kandungan gizi, asal bahan, dan pemberiannya.

Tabel 26. Kebutuhan Gizi Pakan Ayam Kampung


> 22 Mg
Gizi/Kandungan 1 Hr-1/2 Bl 5/9-22 Mg
(Layer/
Zat Makanan (Starter) (Grower)
Dewasa)

Protein (%) 19 14 15,5


Energi (k.kal/kg 2.800 2.600 2.500-
pakan) 2.600
Lemak Kasar (%) 5 7 5-7
Serat Kasar (%) 5 8 8
Kalsium (%) 1-1,2 1-1,2 2,5-3,5
Pospor (%) 0,7 0,7 0,8

Sumber: S Sakaria dan B.Wawo, 2013.


124 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 27. Kandungan Gizi Bahan Pakan

Bahan Pakan Protein Lemak Serat


Energi Ca P
Kasar Kasar Kasar

Jagung Kuning 9 2,8 2 3430 0,02 0,1


Menir 7,5 2 1 3000 0,8 0,39
Kacang Hijau 2,4 1,1 5,5 2900 1,2 0,73
Kacang Kedelai 37 17,9 5,7 3510 0,25 0,25
Dedak Halus 12 8,2 8 2400 0,12 0,21
Tepung Bekicot 61 7 4,5 3000 0,7 0,45
Tepung Ikan 60 4,2 1 2650 0,5 2,6
Tepung Keong 47 5 1,5 - 3 0,4
Mas
Tepung Kepala 40 - 6 1750 7,5 1, 5
Udang
Tepung Darah 80 1,6 1 2850 0,2 0,3
Tepung Tulang 12 3 2 1000 29 13,5
Tepung Gaplek 2 0,7 1 2970 0,3 0,35
Onggok 2,8 0,3 8,2 2950 0,3 0,35
Tepung Daun 23,5 9 11,5 1230 0,4 -
Pepaya
Tepung Daun 21,3 4,8 19,5 1720 0,9 0,4
Singkong
Ampas Tahu 26,6 18,3 14,5 4140 0,2 0,3
Bungkil Kelapa 20 7 12 1650 0,2 0,3
Tepung Lantoro 23 2,4 22 1140 0,5 0,2
Kotoran Ayam 23 - - - - -

Sumber: Rangkuman hasil-hasil penelitian dalam S. Zakaria dan B.Wawo, 2013.

Tabel 28. Konsumsi Pakan/Ekor/Hari

Pemberian Konsumsi/ Perkiraan


Pakan Ekor/Hr Bobot Badan

Starter (1 hr-8 mg) 30 g 650-700 g


Grower (9-22 mg) 60 g 1,2-1,4 kg
Layer ( > 5,5 bl) 90-110 g Betina : 1,5 - 1,75 kg
Jantan : 2,5 - 3,5 kg

Sumber: Hasil Penelitian (Unhas), 2004 dalam S Sakaria dan B.Wawo,


2013
Sukses Budidaya Ayam Kampung 125

Tabel 29. Batasan Penggunaan Bahan


Batasan
Bahan
Penggunaan (%)

Jagung Giling 40-45


Tepung Gaplek 10-20
Onggok 5-10
Dedak Halus 30-60
Bungkil Kelapa 15-20
Kepala Udang 4-5
Tepung Darah 3-5
Daun Singkong 5-10
Daun Pepaya 5-10
Ikan dan Semacamnya 5-15
Kotoran Ayam 5-10

Sumber: S Sakaria dan B.Wawo, 2013.

B. Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan ayam kampung sudah
dijelaskan sebelumnya yaitu sistem tradisional,
semiintensif, dan intensif. Pada sistem pemeliharaan
tradisional tidak dituntut pemberian pakan yang
memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena ayam
dapat mencari kebutuhan pakannya sendiri pada saat
berkeliaran. Pada pemeliharaan semiintensif, ayam
masih dapat mencari pakan di sekitar umbaran terbatas,
atau kadang-kadang peternak memberikan limbah
rumah tangga, sehingga pakan tambahan yang
diberikan disesuaikan dengan pakan yang sudah
diberikan (tersedia). Lain halnya pada pemeliharaan
sistem intensif, maka ayam sepenuhnya meng-
gantungkan pemberian pakan dari peternak sesuai
dengan kebutuhan baik kuantitas maupun kualitas.
Kesesuaian pakan yang dimaksud adalah sesuai dengan
status produksi atau umur ayam.
126 Sukses Budidaya Ayam Kampung

C. Contoh Pembuatan Pakan Ayam


Dicontohkan cara menyusun pakan ayam secara
sederhana mengacu laporan Senong dan B. Wawo
(2013) yang dimodifikasi agar lebih mudah dimengerti,
yaitu sebagai berikut.
Pakan dibuat sebanyak 100 kg, dengan
kandungan protein 19%, sedangkan bahan pakan yang
tersedia adalah jagung, bekatul, daun singkong dan
onggok. Langkah pertama adalah melihat batasan
penggunaan masing-masing bahan, maka diketahui
bahwa batasan bahan jagung 40-45%, onggok 5-10%,
bekatul 30-60% dan daun singkong 5-10%. Kemudian
dihitung kandungan protein pakan yang disusun yaitu
sebagai berikut.
40
• 40 kg jagung = x9 = 3,6
100
5
• 5 kg daun singkong = x 21,3 = 1,065
100
10
• 10 kg onggok = x 2,8 = 0,28
100
30
• 30 kg dedak halus = x 12 = 3,6
100
Jumlah 85 kg bahan = 8,545% protein

• Pakan yang akan dibuat = 100 kg,


• Pakan yang sudah dihitung 85 kg, dengan
kandungan protein 8,545%.
• Masih kekurangan bahan = 100-85 = 15 kg, dengan
protein 19%-8,545% = 10,455%.
• Untuk melengkapi kekurangan tersebut, misalnya
digunakan tepung ikan dan tepung bekicot, maka
perhitungannya sebagai berikut.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 127

Protein tepung ikan = 60% 50,545

10,455

Protein tepung bekicot = 61% 49,545


100,090
Jadi kebutuhan:
50,545
• Tepung ikan = x 15 = 7,75 kg
100,09
49,545
• Tepung Bekicot = x 15 = 7,42 kg
100,09
128 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tujuh

KARKAS DAN
BAGIAN-BAGIANNYA

Produk ayam kampung terutama dagingnya


sangat disukai masyarakat karena mempunyai
perlemakan yang lebih rendah dibandingkan dengan
ayam ras. Ahmad dan Herman (1982) melaporkan
bahwa pada bobot yang sama, karkas ayam kampung
mempunyai bobot lemak yang lebih rendah dibanding-
kan dengan karkas ayam ras tipe petelur Dekalb dan
Harco.

A. Keragaman Pertumbuhan Bagian


Tubuh dan Potongan Karkas
Ayam Kampung
Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk
mempelajari keragaman pertumbuhan bagian/
potongan tubuh dan karkas pada ayam kampung. Pada
penelitian ini digunakan 74 ekor ayam. Ayam tersebut
dipelihara mulai umur 2 minggu sampai 12 minggu
dengan manajemen dan kandang yang sama. Pakan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 129

yang diberikan pda ayam umur 2-4 minggu adalah


pakan komersial dengan kandungan protein kasar 21%,
umur 4-12 minggu diberi pakan dengan kandungan
protein kasar 14% dan energi metabolis 2.800 Kal/kg.
Data yang dikumpulkan bobot potong, bobot punggung,
bobot kepala, bobot
pinggul, bobot leher,
bobot sayap, bobot
kaki, bobot paha atas,
bobot paha bawah,
bobot dada. Hasil
potongan bagian tubuh
ayam umur 12 minggu
dapat dilihat pada
Gambar 44.
gambar di samping. Potongan
bagian tubuh
(Muryanto, 2002). ayam kampung
umur
12 minggu.
Sumber:
Koleksi
Penulis.

Analisis data dilakukan dengan metode analisis


pertumbuhan alometri menggunakan persamaan
regresi log Y = log a + b log X (Huxley, 1933).
Y = Bobot potongan tubuh atau bobot potongan karkas,
a = Intersep,
b = Koefisien pertumbuhan,
X = Bobot potong.
Nilai b yang didapat diuji terhadap 1 dengan
menghitung selang kepercayaan (confidence interval)
untuk 95%, sehingga b akan mempunyai nilai b < 1; b
= 1 dan b > 1. Arti nilai b tersebut adalah:
bila b < 1 berarti persentase Y terhadap X menurun
dengan meningkatnya bobot X,
130 Sukses Budidaya Ayam Kampung

b = 1 artinya persentase Y terhadap X sebanding atau


konstan dengan meningkatnya bobot X,
b > 1 artinya persentase Y terhadap X bertambah
dengan meningkatnya bobot X.
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan
bagian-bagian karkas ayam kampung menunjukkan
bahwa bagian dada dan paha mulai umur 2 minggu
sampai 12 minggu cenderung meningkat. Pada bagian
dada 20,5% pada umur 2 minggu dan pada umur 12
minggu 24,2%, sedang paha atas meningkat dari 15,8%
menjadi 19,0%, dan pada paha bawah meningkat dari
15,8 menjadi 18,0%. Pada bagian tubuh lainnya
persentasenya cenderung menurun. Hal ini menunjuk-
kan bahwa bagian tubuh yang banyak karkas atau
dagingnya adalah bagian dada dan paha (Tabel 30).

Tabel 30. Pertumbuhan Bagian Tubuh Ayam


Kampung Umur 2-12 Minggu
Umur
Uraian
2 mg 4 mg 6 mg 8 mg 10 mg 12 mg

Karkas (g) 41,3 112,0 244,6 267,6 309,1 428,8


± 7,6 ± 28,3 ± 53,7 ± 41,8 ± 28,2 ± 58,7
Punggung (%) 15,6 12,9 10,0 11,1 10,2 11,0
± 1,2 ± 1,5 ± 0,9 ± 0,6 ± 1,4 ± 1,1
Pinggul (%) 15,2 15,1 12,9 13,3 14,3 12,1
± 1,2 ± 1,1 ± 0,8 ± 1,5 ± 1,0 ± 1,6
Dada (%) 20,5 22,4 25,4 24,3 23,1 24,2
± 1,9 ± 0,9 ± 1,5 ± 2,3 ± 1,6 ± 1,7
Sayap (%) 16,9 16,2 15,5 15,5 14,7 15,8
± 2,2 ± 1,3 ± 1,1 ± 1,5 ± 1,3 ± 0,8
Paha Atas (%) 15,8 16,7 17,4 17,9 19,1 19,0
± 1,2 ± 0,9 ± 0,9 ± 1,3 ± 0,8 ± 1,2
Paha Bawah (%) 15,8 16,6 18,8 17,9 18,5 18,0
± 0,9 ± 0,8 ± 1,5 ± 1,3 ± 1,1 ± 1,1
Jumlah Sampel 8 8 10 16 16 16
Sumber : Muryanto (2002)
Sukses Budidaya Ayam Kampung 131

B. Hubungan antara Potongan


Tubuh dengan Bobot Potong
Analisis dari data di atas menunjukkan bahwa
kepala dan leher pada ayam kampung mempunyai nilai
b < 1 (Tabel 30). Artinya, potongan tubuh tersebut
mengalami pertumbuhan cepat sejak umur dini atau
masak dini (Hafez 1955). Data penelitian (Tabel 31)
menunjukkan bahwa persentase bobot kepala yang
tinggi terjadi umur 2 minggu, sedang persentase bobot
leher terjadi umur 4 minggu, pada umur yang lebih
tua persentasenya menurun.
Potongan punggung dan pinggul mempunyai
nilai b < 1, pada Pb = 1, sedang pinggulnya pada ayam
Kb = 1, pada Pb < 1. Hal ini menunjukkan bahwa pada
ayam kampung pertumbuhannya terjadi pada umur
dini. Untuk potongan pinggul terjadi kebalikannya.
Potongan-potongan tubuh pada ayam kampung yang
mempunyai nilai b > 1 adalah dada, paha atas, dan paha
bawah. Berarti sampai umur 12 minggu ketiga
potongan tersebut masih mengalami pertumbuhan.
Terus berkembangnya potongan dada, paha atas,
dan paha bawah disebabkan karena adanya per-
kembangan serabut otot. Ketiga potongan tersebut
merupakan bagian tubuh yang banyak ototnya. Hal ini
terbukti dari hasil pengamatan histologi serabut otot
dada pada Tabel 32, yang menunjukkan bahwa
diameter serabut otot dada terus mengalami
perkembangan dari umur 2 minggu sampai umur 12
minggu. Besar kecilnya nilai koefisien pertumbuhan
pada potongan-potongan tubuh akan menentukan arah
perkembangan tubuh secara keseluruhan. Arah
perkembangan dimulai dari potongan tubuh yang
132 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mempunyai nilai b rendah ke arah potongan tubuh


yang memiliki nilai b lebih tinggi.

Tabel 31. Intersep (log a), Koefisien


Pertumbuhan Relatif (b) dari log
Bobot Potongan Tubuh (Y) Terhadap
Bobot Potong (X)
Peubah Konstanta Regresi Nilai Nilai Tengah Y
logX logY a b ± Sb b Log Antilog

BP Ke -0,3868 0,6780 ± 0,0404 <1 1,3865 24,3501


BP Le -0,9182 0,8800 ± 0,0417 <1 1,3849 24,2605
BP Pu -0,9099 0,8910 ± 0,0572 <1 1.4238 26,5338
BP Pi -1,0486 0,9750 ± 0,0496 =1 1.5020 31,7687
BP Da -1,2295 1,1378 ± 0,0411 >1 1,7480 55,9757
BP Sa -1,1037 1,0204 ± 0,0455 =1 1,5668 36,8808
BP Pa -1,3803 1,1509 ± 0,0323 >1 1,6315 42,8055
BP Pb -1,3514 1,1379 ± 0,028 >1 1,6269 42,3545
BP K -1,1156 0,9479 ± 0,0534 =1 1,3656 23,2060

Keterangan: BP = Bobot Potong; Ke = Kepala; Le = Leher; Pu = Punggung;


Pi = Pinggul; Da = Dada; Sa = Sayap; Pa = Paha atas; Pb = Paha bawah; K = Kaki.;
Nilai Tengah Y disesuaikan dengan rataan bobot potong 414.09 g.

Berdasarkan nilai b yang diperoleh ternyata arah


perkembangan ayam kampung dimulai dari kepala,
leher ke punggung, pinggul, kemudian dari kaki
menyebar ke atas ke arah paha dan dari sayap, ke arah
dada dan paha. Arah perkembangan tersebut sesuai
dengan pendapat Hammond (1932) bahwa pada
umumnya perkembangan ternak dimulai dari bagian
kepala bergerak ke bagian belakang tubuh dan bagian
lain mulai dari ujung kaki belakang menyebar ke atas.
Pertumbuhan tersebut bertemu pada bagian tengah
tubuh.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 133

Gambar 42.
Arah perkembangan
tubuh ayam kampung.
---> = Arah perkembangan
1, 2 dan 3.
Sumber: Abbot Laboratories,
International Veterinary Division,
1968.

C. Hubungan antara Potongan


Karkas dengan Bobot Karkas
Persentase karkas ayam kampung umur 12
minggu adalah 60,0%, sedang bobot potongnya adalah
713,7 g. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot
potong dan persentase karkas pada ayam kampung
adalah 713,7 g dan 60,05%. Persentase karkas ini cukup
tinggi, namun harus diingat bahwa produksi telur ayam
kampung 34,8%, sehingga potensi produksi dagingnya
masih relatif kecil bila dibandingkan dengan ayam ras
yang mempunyai produksi telurnya 60-70%.
Persentase karkas pada ayam kampung lebih
rendah dibandingkan karkas ayam pedaging yaitu
67,5% (Moran, 1999). Oleh karena itu, perlu diupayakan
peningkatan kuantitas dan kualitasnya. Suryanto (1989)
melaporkan bahwa pada ayam kampung peningkatan
pakan yang mengandung protein kasar 16% ke 18%,
karkasnya meningkat dari 59,4% menjadi 64,6%.
Leeson dan Summers (1997) melaporkan bahwa
peningkatan protein dari 16% sampai 20% dapat
134 Sukses Budidaya Ayam Kampung

meningkatkan persentase protein karkas dan


menurunkan persentase lemak karkas.
Hasil analisis hubungan antara potongan karkas
dengan bobot karkas (Tabel 32), menunjukkan bahwa
pertumbuhan relatif bagian dada, sayap dan paha atas
terjadi lebih dini. Hal ini diduga disebabkan karena
pengaruh perubahan pakan yang diberikan pada umur
4-12 minggu yaitu 14% protein kasar, sedangkan antara
umur 2-4 minggu kandungan protein kasar dalam
pakannya 21%, sehingga mengahambat pertumbuhan
dada, sayap dan paha atas.

Tabel 32. Intersep (log a), Koefisien


Pertumbuhan Relatif (b) dari log
Bobot Potongan Karkas (Y) Terhadap
Bobot Karkas (X) Ayam Kampung
Peubah Konstanta Regresi Nilai Nilai Tengah Y
logX logY a b ± Sb b Log Antilog

BP Pu -0,5128 0,8186 ± 0,0644 < 1 1,4182 26,1939


BP Pi -0,5128 0,9081 ± 0,0645 < 1 1,4962 31,3473
BP Da -0,8320 1,0875 ± 0,0591 > 1 1,7411 55,0935
BP Sa -0,7111 0,9615 ± 0,0552 = 1 1,5606 36,3580
BP Pa -0,9342 1,0798 ± 0,0469 > 1 1,6245 42,1211
BP Pb -0,9103 1,0684 ± 0,0516 > 1 1,6199 41,6773
Keterangan: BK = Bobot Karkas; Ke = Kepala; Le = Leher; Pu = Punggung;
Pi = Pinggul; Da = Dada; Sa = Sayap; Pa = Paha atas; Pb = Paha bawah.
Nilai Tengah Y disesuaikan dengan rataan bobot karkas 234,07 g.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 135

Delapan

PENGOLAHAN HASIL
DAN PEMASARAN

Ayam kampung merupakan penyedia daging


unggas kedua setelah ayam broiler. Ayam kampung
sebagian besar diternakkan secara tradisional dan
penyebarannya sudah merata di seluruh Indonesia.
Dengan beragam dan tersebarnya populasi ayam
sebagai penghasil daging, maka teknik dan tempatnya
pemotongannya bervariasi. Ketentuan yang mengatur
pemotongan unggas masih lemah, tidak seketat seperti
ternak ruminansia. Oleh karena itu, mutu daging ayam
yang tersedia di pasaran cukup bervariasi. Masyarakat
dapat membeli daging ayam mulai dari pasar tradisional
hingga supermarket. Kualitas dagingnya juga bervariasi
dan sangat dipengaruhi oleh teknik pemotongannya.
Daging ayam kualitas tinggi dengan standard khusus
biasanya dipotong di rumah potong ayam (RPA) yang
sudah mempunyai sertifikat halal, sedang daging kua-
litas rendah banyak dipotong di tempat pemotongan ayam
(TPA) yang cara pemotongannya masih tradisional.
136 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Telur dan ayam setelah diproduksi akan dijual dan


selanjutnya diolah oleh konsumen akhir baik rumah
makan atau rumah tangga masyarakat sesuai dengan
keinginan sendiri atau atas permintaan pasar. Telur
sebagai suatu produk dapat berperan sebagai materi
reproduksi atau bibit, bahan pangan bergizi tinggi, dan
sebagai bahan industri. Produksi telur ayam ras telah
mampu mengisi kebutuhan telur nasional dan pemasok
komoditas telur terbesar di pasaran umum. Produksi
telur ayam buras mengisi kebutuhan pasar lokal atau
konsumen tertentu, terutama untuk campuran jamu.
Pemasaran telur biasanya dilakukan secara langsung
oleh para peternak di lokasi kandang. Hanya sebagian
kecil peternak terutama peternak ayam kampung yang
menjual telurnya ke pasar tradisional. Sedangkan untuk
pemasaran daging ayam, pada umumnya dilakukan
di pasar baik pasar tradisional maupun modern.
Di sektor hilir (pascapanen, pengolahan dan
pemasaran) dijumpai beberapa permasalahan di-
antaranya, kurang higienisnya produk daging dan telur,
demikian juga tempat pemotongan ayam (TPA) banyak
yang kurang sehat. Peralatan yang digunakan masih
sederhana khususnya pada pemotongan tradisional.
Masalah lain adalah belum dikelolanya limbah
pemotongan ayam, hal ini berkaitan dengan tingkat
keterampilan pengelola yang masih kurang.
Pada aspek pemasaran dijumpai masalah
diantaranya fluktuasi harga daging dan telur yang
tinggi, ada kecenderungan terjadi monopoli, standarisasi
untuk daging dan telur ayam kampung belum ada. Di
samping itu ada kekhawatiran dampak krisis global
yang akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga
kapasitas produksinya akan menurun.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 137

Penjelasan di atas merupakan pencerminan


bahwa usaha peternakan ayam baik petelur, pedaging
maupun ayam kampung melibatkan banyak pihak
mulai dari peternak, swasta, peternak, pedagang/agen,
pengolah produk, penjual, unsur pemerintah, penyedia
sarana dan pihak-pihak lain yang terkait. Semua pihak
yang terkait dengan usaha ayam tersebut mempunyai
peran masing-masing sesuai bidangnya serta masing-
masing pihak mempunyai keinginan yang sama untuk
meningkatkan kinerjanya.

A. Pohon Industri Ayam Kampung


Komoditas ayam baik ayam petelur, pedaging dan
ayam kampung selain memproduksi telur dan daging,
juga memproduksi bahan lain seperti bulu, kotoran, dan
tulang. Produk-produk tersebut apabila dikumpulkan,
dapat dimungkinkan untuk digunakan sebagai cabang
usaha baru yang menguntungkan.
Dalam menggambarkan produksi yang dihasilkan
oleh ayam kampung beserta produk ikutannya, maka
dibuat pohon industri agar mempermudah pen-
jabarannya. Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat
dijelaskan bahwa bulu ayam dapat digunakan sebagai
bahan baku industri jok, bantal, kemoceng, suttle cocok,
bahan pakan ternak dan lain-lain. Produk samping bulu
ini merupakan 4-9% dari bobot hidup ayam (Suprio
Guntoro, 2008; www://balipost.online).
Diinformasikan bahwa bulu ayam mempunyai
potensi untuk dimanfaatkan menjadi papan sirkuit
komputer, menggantikan komponen yang sebelumnya
dibuat dari minyak dengan keratin. Walau kelihatannya
mustahil, tetapi Intel, salah satu perusahaan teknologi
paling terkenal menyumbangkan keahliannya untuk
138 Sukses Budidaya Ayam Kampung

proyek ini. Proposal dari penelitian ini sudah dikirimkan


ke Departemen Agriculture Amerika untuk memperoleh
dana 500.000 dollar untuk 4 tahun. Tujuan dasarnya
adalah memperkenalkan materi ramah lingkungan
baru yang akan mengurangi sampah, menguntungkan
petani dan (nantinya) menggantikan materi dari
minyak. Bulu ayam, yang akarnya tidak digunakan
mengandung 50% udara, sehingga mempunyai
sejumlah keuntungan yaitu, meringankan berat
komposit dan membuat kondisi yang baik untuk sirkuit
berkecepatan tinggi. Sirkuit dari bulu ayam akan
memberikan arti baru bagi petani di tanah perusahaan
komputer terkemuka Dell (http:\\berita sains.com).
Bulu ayam sudah banyak digunakan sebagai
bahan pakan ternak baik ternak unggas maupun
ruminansia. Hal ini disebabkan karena kandungan pro-
tein bulu ayam cukup tinggi, yaitu antara 80-90%.
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam sebagai
pakan adalah adanya ikatan keratin 85-90% dari
kandungan proteinnya yang bersifat sukar larut dalam
air dan sukar dicerna. Untuk memecahkan ikatan kera-
tin tersebut guna meningkatkan kecernaan tepung bulu
ayam dilakukan dengan beberapa teknik peng-
olahannya. (Tazul Arifin, 2008. USU Medan.com).
Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah
tulang ayam. Tulang merupakan produk samping dari
pemrosesan ayam setelang dipotong dan biasanya
dibuang atau kalau dijual harganya murah. Salah satu
contohnya adalah cakar ayam yang selama ini lebih
populer sebagai bahan pelengkap dalam membuat sup
ayam. Namun dengan sentuhan teknologi, cakar ayam
dapat dimanfaatkan lebih lanjut dan mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Cakar ayam dapat diambil
Sukses Budidaya Ayam Kampung 139

kulitnya untuk disamak dan dijadikan barang-barang


kerajinan kulit yang cukup berharga. Tulang cakar
ayam dapat diolah menjadi lem (adhesive) yang
bermutu tinggi (Purnomo, 1992).

Makanan

Bahan industri pangan


Telur (telur asin, kuekering/basah dll.)

Bahan olahan makanan


(martabak dll.)

Makanan
Daging
Bahan olahan makann
(ayam bakar/goreng dll.)

Bahan industri jok, bantal, pakan


ternak dll.)
Ayam Bulu
Bahan kerajinan rakyat
(sulak, hiasan dll.)

Bahan Kerajinan (cinderamata)


Tulang
Bahan industri pakaian, lem dll.

Pakan ikan

Pupuk organik
Kotoran
Biogas

Pakan ternak

Gambar 46. Pohon industri ayam kampung.


Sumber: Ilustrasi Penerbit.
140 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Selain itu, ada satu bentuk hasil olahan cakar


ayam yang berupa makanan ringan yaitu keripik kulit
cakar ayam. Bahan-bahannya mudah didapat dan cara
pengolahannya tidak begitu sulit. Tapi sebelumnya,
perlu dijelaskan apa yang terkandung dalam kulit cakar
ayam. Secara histologis, kulit hewan pada umumnya
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epidermis, der-
mis, dan hipodermis (Judoamidjojo, 1981). Persentase
dari masing-masing lapisan kulit sangat berbeda
dengan kulit hewan mamalia. Lapisan dermis pada
kulit cakar ayam cukup tebal dan lapisan hipodermis
lebih tipis (Mustakim et al., 1998). Protein kolagen
Produk
sampingan dari pengaruhnya sangat dominan karena 90% total pro-
peternakan tein lapisan dermis terdiri atas protein kolagen. Orang-
ayam, seperti orang tua yang mengalami retak pinggul dan patah
bulu, kotoran,
dan tulang, tulang akan cepat sembuh dan utuh bila pasien tersebut
mempunyai diberi asam amino prolin dan hidroksiprolin yang
nilai ekonomi merupakan protein kolagen (Kanagy, 1977; Winarno,
cukup tinggi.
1993).
Produk samping lain dari budi daya ayam adalah
kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang.
Di daerah pertanian khususnya dataran tinggi yang
banyak dibudidayakan tanaman sayuran dan tembakau
seperti Temanggung dan Wonosobo, kotoran ayam
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Selain itu, saat ini
sudah dilakukan kajian awal pemanfaatan kotoran
ayam sebagai bahan baku biogas. Pada kajian ini
dilakukan modifikasi yaitu dengan menggunakan
kotoran sapi sebagai pemancing/starter terbentuknya
biogas. Dengan modifikasi tersebut, biogas dapat
diproduksi terus-menerus dan digunakan sebagai
sumber energi. Dengan memanfaatkan kotoran ayam
sebagai bahan baku biogas, maka akan menambah
Sukses Budidaya Ayam Kampung 141

alternatif sumber energi baru yang dapat dimanfaatkan


untuk memasak dan penerangan serta hasil akhir dari
proses biogas ini adalah pupuk organik siap pakai.
Perkembangan pemanfaatan kotoran ayam terus
berkembang dan pada sekitar tahun 2010 berkembang
pemanfaatan kotoran ayam sebagai bahan pakan
ternak sapi. Kotoran tersebut sebelumnya difermentasi
dengan maksud untuk menurunkan atau menghilang-
kan bahan-bahan lain yang mengganggu pencernaan
sapi seperti lignin, tannin, gas methan, dan lain-lain.
Beberapa informasi melaporkan bahwa pemanfaatan
kotoran ayam untuk pakan ternak sapi sudah dilakukan
oleh peternak-peternak di lapangan. Namun demikian,
efek negatifnya belum diketahui. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
efek negatifnya terhadap kesehatan ternak sapi.

B. Pengolahan Produk Ayam


Kampung
Dalam usaha ternak ayam buras, hasil utama
yang dapat diperoleh selain daging adalah telurnya.
Penggunaan telur ayam kampung cukup beragam,
sebagai campuran masakan tradisional atau di-
konsumsi setengah matang. Sebagai campuran ramuan
jamu tradisional, telur ayam kampung tidak dapat
digantikan dengan telur unggas lainnya. Itu sebabnya
telur ayam kampung tetap diminati oleh konsumen,
bahkan kebutuhan (permintaannya) terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak
unggas yang mempunyai nilai tinggi, karena telur
mengandung protein yang cukup tinggi dengan susunan
142 Sukses Budidaya Ayam Kampung

asam-asam amino yang komplit dan seimbang. Selain


itu, mengandung lemak tak jenuh, vitamin dan min-
eral yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya cukup
tinggi. Tetapi telur mempunyai sifat mudah rusak. Hal
ini disebabkan karena telur mudah retak dan pecah.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan yang
memadai mulai dari pengambilan telur dari kandang,
membersihkan kulitnya, memilih telur yang baik
sampai pengepakannya sehingga siap untuk dipasar-
kan. Dengan penampilan yang baik maka dapat
memberikan nilai tambah dengan harga jual yang
tinggi.
Para peternak dalam memasarkan telur hasil
ternaknya dapat langsung menjual di rumah. Biasanya
para pedagang eceran atau penjual jamu yang meng-
ambil telur ayam buras tersebut di rumah peternak.
Dalam memasarkan hasil-hasil ternak ayam buras baik
daging maupun telurnya dapat dibentuk sebuah
koperasi. Dengan adanya koperasi ini diharapkan para
peternak ayam buras, tidak mengalami kesulitan baik
dalam pengadaan sarana produksi ternak (sapronak)
maupun pemasaran hasil ternak. Di samping itu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan hasil ternak
ayam kampung yang terus meningkat dari tahun ke
tahun.

C. Pemasaran Produk Ayam


Kampung
Seorang peternak penghasil telur dan daging
ayam harus mengetahui pangsa pasar yang sesuai
untuk ayam yang diproduksinya. Hal ini berkaitan
dengan jumlah, mutu dan kontinyuitas produk. Namun
demikian pada umumnya peternak tidak mengetahui
Sukses Budidaya Ayam Kampung 143

untuk konsumen mana produknya akan dijual, hanya


peternak besar yang mungkin tahu mengenai
konsumen akhir dari produk usaha ayamnya. Oleh
karena itu, peternak harus mempelajari pengertian dan
wawasan mengenai target pemasaran dari produk ayam
yang dihasilkan. Selain itu, segmen pasar pada
umumnya berlaku untuk produk daging ayam, sedang
untuk produk telur pada umumnya konsumen relatif
membutuhkan telur dengan mutu yang sama, sehingga
dalam buku ini yang dibahas hanya segmen pasar
untuk daging ayam.
Secara umum, mutu daging ayam dapat dike-
lompokkan atas mutu sedang dan mutu tinggi. Target
konsumen dari masing-masing kelompok juga berbeda-
beda. Target konsumen untuk daging ayam mutu
sedang adalah konsumen pasar tradisional, rumah
makan, dan katering rumah tangga. Untuk target
konsumen daging ayam mutu tinggi adalah pasar
swalayan, hotel, restoran fast food, restoran asing dan
katering skala besar. Secara lebih rinci terdapat juga
klasifikasi pangsa pasar ayam potong ini berdasarkan
berat badan ayam. Pangsa pasar ayam potong
berdasarkan berat badan secara umum dapat dilihat
pada Tabel 33.
Tabel 33 menunjukkan bahwa masyarakat
menengah ke atas lebih menyukai daging dengan bobot
ringan kurang dari 1 kg, kemudian bobot antara 0,8
kg-1,2 kg tempat penjualannya adalah rumah makan,
pasar tradisional, swalayan dan restoran fast food.
Sedangan untuk katering membutuhkan bobot 1,3-1,5
kg, hal ini berkaitan dengan tujuannya yaitu agar dapat
dipotong menjadi bagian-bagian yang kecil-kecil, sama
halnya dengan industri mie instan, kaldu ayam
144 Sukses Budidaya Ayam Kampung

membutuhkan ayam dengan bobot yang lebih tinggi


lagi yaitu lebih dari 1,5 kg.

Tabel 33. Pasar Ayam Potong Berdasarkan


Berat

Berat Badan Pangsa Pasar

0,4 - 0,6 kg: Hotel, restoran besar


0,8 - 0,9 kg Rumah makan dan pasar tradisional
0,8 - 1,1 kg Pasar swalayan, pasar tradisional
1,1 - 1,2 kg: Restoran fast food
1,3 - 1,5 kg: Katering
> 1,5 kg Industri mie instan, kaldu ayam,
rumah makan khusus ayam

Mutu daging ayam yang akan dihasilkan


dipengaruhi oleh perlakuan yang diterapkan pada saat
pemanenan. Beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan daging ayam yang bermutu tinggi pada
setiap mekanisme prapanen dapat dilihat di bawah ini
(Nurul Huda, 2002).
Penangkapan:
• Penangkapan tidak dilakukan dengan cara yang
kasar. Stress pada waktu penangkapan
menyebabkan pencabutan bulu tidak sempurna.
• Hewan yang akan disembelih jangan diberi
makan. Tembolok dan ampela yang berisi
makanan akan mempersulit pengeluaran isi perut
dan mencemari karkas.
Pengangkutan:
• Pengangkutan dalam keranjang (plastik atau
bambu) dalam jumlah yang tidak terlalu padat.
• Siram hewan dengan air sebelum memulai
perjalanan dan usahakan segera menuju ke
tempat penyembelihan.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 145

• Sesampai di tempat penyembelihan, siram lagi


dengan air, beri minuman dan biarkan hewan
istirahat.
Pemotongan:
Saat ini dikenal 3 kelas rumah potong ayam yaitu:
(1) RPA modern, dengan bangunan dan peralatan
serta fasilitas higiene yang modern, dan proses
pemotongannya yang modern dan higienis. Di
beberapa kabupaten/kota RPA ini dilengkapi
dengan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indo-
nesia, sehingga daging yang dipotong di RPA ini
dikenal daging yang SAH (Sehat, Aman dan
Halal).
(2) RPA Semimodern (Semimekanik) dengan
bangunan dan peralatan sederhana serta kondisi
sanitasi yang belum memadai, cara pemotong-
annya secara tradisional tetapi sudah mengguna-
kan bantuan peralatan untuk pencabutan bulu,
dan
(3) RPA tradisional atau tempat pemotongan ayam
(TPA), dengan ciri tanpa bangunan, tanpa
peralatan khusus, kondisi sanitasinya masih
lemah, cara pemrosesannya sangat tradisional,
dan seluruh tahap prosesnya dilakukan secara
manual.
Jumlah RPA modern di Jawa Tengah diduga
belum banyak dan keberadaannya kalah bersaing
dengan RPA Semimekanik dan TPA, terutama dalam
menekan biaya operasi.
Tabel berikut ini akan menjelaskan perbedaan
pemotongan ayam pada RPA modern, semimodern,
dan tradisional.
146 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Tabel 34. Perbedaan Pemotongan pada RPA


Modern, Semimodern dan
Tradisional
Uraian RPA Modern RPA Semimodern Tradisional

Pemotongan/ Digantung Digantung/ Horisontal


penyembelian (vertikal)/ 20 ekor/ 1 kali
> 20 ekor/1 kali
Perebusan Suhu 65°C Dengan perasaan Dengan perasaan
Pencabutan bulu Plukcer; Plukcer; Manual
8 ekor/menit 8 ekr/menit
Eviscerasi Menggunakan Menggunakan Manual
(pengeluaran alat, letak alat, letak
organ dalam) vertikal; vertikal;
2 mnt/ekor 2 mnt/ekor
Pencucian Lemak bulu Lemak bulu Dengan air biasa
diambil; karkas diambil; karkas
dimasukkan air dimasukkan ke
es air biasa
Perendaman Menggunakan es; - -
0,5 jam/300 ekr
Penirisan 5 mnt/75 ekr - -
tergantung
tempat
Pemotongan/ 1 ekor/8 bagian 1 ekor/8 bagian 1 ekor/8 bagian
parting atau lebih
Triming Dilakukan - -
(menghilangkan pengambilan
maras dan bulu) maras dan bulu2
halus
Pembubuan Dilakukan - -
pembubuan
(12 mnt/75 ekr)
Packing/ Dilakukan - -
pengemasan pengemasan
(75 ekr/3 org/
15 mnt)
Pendinginan 24 jam - -
Pengiriman/ Dikirim ke Dikirim ke Dikirim ke
dijual konsumen/dijual konsumen/dijual konsumen/dijual
Sukses Budidaya Ayam Kampung 147

Gambar 47. Pemotongan ayam. Gambar 48. Perebusan dengan suhu 65°C.
Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 49. Pencabutan bulu. Gambar 50. Pengeluaran jeroan (Eviscerasi).


Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Gambar 51. Pemotongan. Gambar 52. Pembumbuan.


Sumber: Koleksi Penulis. Sumber: Koleksi Penulis.

Pemotongan pada RPA modern dilakukan sangat


higienis. Hampir semua proses menggunakan alat
mulai dari perebusan, di mana pengukuran panasnya
menggunakan termometer yaitu pada suhu 65°C;
hingga pengeluaran organ dalam. Selain itu perlakuan
148 Sukses Budidaya Ayam Kampung

mulai dari pencucian, perendaman sampai dijual selalu


menggunakan es, berbeda dengan RPA semimodern
dan tradisional.
Namun, berdasarkan informasi di lapangan
bahwa semua perlakuan yang dilakukan oleh RPA
modern dan mempunyai sertifikat halal, belum
diimbangi dengan nilai jualnya. Sebagian besar hotel
dan restoran masih berpedoman pada daging ayam
yang rendah harganya tanpa mempedulikan apakah
ayamnya dipotong secara higenis atau tidak. Hanya ada
beberapa konsumen yang menuntut perlakuan
pemotongan ayam secara higenis.
Kualitas daging yang baik dapat diperoleh apabila
setiap tahapan dari proses pemotongan ayam dilakukan
dengan baik. Secara umum klasifikasi daging yang
dihasilkan dapat dibagi atas 3 klas. Masing-masing klas
memiliki pangsa pasar tersendiri (Tabel 35).

Tabel 35. Kualitas Daging Ayam dan Pangsa


Pasarnya
Parameter A B C

Tulang dada Lurus Agak bengkok Sangat bengkok


Tulang belakang Lurus Agak bengkok Sangat bengkok
Kaki, sayap Normal sedang Jelek
Daging Baik, daging dada Agak baik, Tidak baik,
panjang dan daging dada daging dada
lebar cukup kurus
Lemak Menutupi karkas Lemak cukup Lemak sedikit
pada dada dan pada dada dan
paha paha
Bulu kasar Tidak ada Sedikit Banyak
Sobekan 0,0-1,5 cm 1,5-3,0 cm Tak terbatas
Kulit memar 0,5-0,75 cm 0,75-1,5 cm Tak terbatas
Warna merah 1,0-1,5 cm 1,5-3,0 cm Tak terbatas
A : Mc Donald, Pasar swalayan, Hotel dan Restoran asing
B : Hotel, Rumah makan, Katering, Pasar tradisional
C : Dijadikan daging tanpa tulang
Sukses Budidaya Ayam Kampung 149

Di samping mempertahatikan mekanisme


pemotongan ayam, perlu diperhatikan sanitasi setelah
pemotongan. Beberapa hal penting berkaitan dengan
sanitasi tersebut adalah sebagai berikut.
• Gunakan keranjang plastik, bak fiber atau bak
tahan karat untuk memudahkan pembersihan.
• Cuci ruangan dan peralatan sampai bersih segera
setelah digunakan. Gunakan air dan sabun. Satu
minggu sekali gunakan desinfektan.
• Lantai ruangan dibuat miring untuk memudah-
kan pembersihan. Dinding dilapisi dengan keramik
warna terang.
• Buat sistem selokan yang memudahkan penge-
luaran air dan limbah. Bak pengendapan I untuk
memisahkan limbah padat dan bak pengendapan
II untuk sisa limbah lainnya. Air limbah dialirkan
ke sungai.
• Limbah harus segera dikumpulkan dan dibuang.

D. Jenis-jenis Olahan Daging dan


Telur
Jenis-jenis olahan daging jauh lebih banyak
dibandingkan dengan olahan telur. Saat ini dikenal
olahan daging ayam mulai dari ayam goreng, bakar,
opor, nugget dan lain-lain. Masyarakat khususnya para
ahli masak telah banyak melakukan variasi olahan dari
daging ayam. Sedangkan hasil olahan telur ayam
dikenal telur goreng, telur rebus, telur mata sapi, dan
lain-lain. Telur juga dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan pada pembuatan makanan/kue di pabrik
makanan seperti Monde, Nissin, Kong Guan, dan lain-
lain.
150 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Gambar 52.
Olahan telur dan daging ayam,
telur mata sapi, ayam bakar
dan goreng.
Sumber: Koleksi Penulis.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 151

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M.H, A.Arifin, S.Anwar, A.Agustar, Y.Heryandi
dan Zedri1.1997. Studi Ayam Kokok Balenggek
di Kecamatan Payung Sakaki, Kabupaten
Solok: Potensi Wilayah dan Genetik. Laporan
Penelitian Pusat Pengkajian Peternakan dan
Perikanan. Fak. Peternakan Universitas
Andalas. Dinas Peternakan Sumatera Barat.
Padang.
Abbot Laboratories, International Veterinary Division
1968. The Chicken and Anatomical Transpa-
rencies.
Ahmad BH, Herman R. 1982. Perbandingan Produksi
antara Ayam Kampung dan Ayam Jantan
Petelur. Media Peternakan 7: 19-34.
Ahvar, F., J. Peterson. P. Horst and H. Thein. 1982.
Varanderungen der Eisbeschaffenheit in der 1.
Legeperiode unter dem Einfluss hoher
Umwelttemperaturen. Archiv fur Geflugel-
kunde, 46. 1-8 in Sauver, B. dan M. Picard.
(1984). Environmental effects on egg quality.
Egg Quality Current Problems and Recent
Advances. Butterworths. England.
Arliana, F, Syafrudin dan K. Subekti, 2009. Konservasi
Plasma Nutfah Ayam Kokok Balenggek
Melalui Kajian Keragaman Fenotipe dan
Keragaman DNA MikroSatelit. Artikel
penelitian hibah strategis nasional. UNHAS.
Balai Penelitian Veteriner Bogor, 2004. Public health
concerns related to the outbreak of Avian In-
fluenza, Sub Type H5N1.
152 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Creswell D.C. dan Gunawan B. 1982. Pertumbuhan


dan Produksi Telur dari 5 Strain Ayam Sayur
pada Sistem Peternakan Intensif. Pros. Semi-
nar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Daniel, M and D. Balnave, 1981. Responses of Laying
Hens to Gradual and Abrupt Increases
Inambient Temperature and Humudity. Poul-
try Science. 14: 451-461.
Departemen Pertanian, 2011. Permentan No. 49/
Permentan/OT.140/10/2006, tentang, Pe-
doman Pembibitan Ayam Lokal yang Baik
(Good Native Chicken Breeding Practice/
GNCBP).
Depatemen Pertanian, 2001. Permentan N0. 420/Kpts/
OT.210/7/2001, tentang Pedoman Budi Daya
Ayam Buras yang Baik (GOOD FARMING
PRACTICE).
Desroier NW. 1977. Meat Technology, Element of Food
Technology. Avi Pub. Company. Inc. Wesport,
Connecticut.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah, 2011.
Keunggulan Ayam Kedu.
Dirdjopratono, W., Muryanto, Subiharta dan D.M.
Yuwono. 1995. Seleksi Ayam Kedu untuk
Tujuan Produksi Telur. Laporan Hasil
Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.
Ungaran.
Dirdjopratono, D., Muryanto, Subiharta dan D.M.
Yuwono. 1994. Penelitian Model-Model
Pemeliharaan Ayam Buras di Daerah Pantura
Jawa Tengah. Laporan Hasil Kegiatan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 153

Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.


Ungaran.
Dirdjopratono, W., D. Gultom dan Kasudi. 1992.
Evaluasi Penggunaan Sorgum pada Ayam
Buras Periode Layer. Laporan Kegiatan
Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.
Ungaran.
Direktorat Jenderal Peternakan, 2012, tentang
Pedoman Teknis Pengembangan Perbibitan
Ayam dan Itik Lokal (Dirjen Peternakan 2012).
DPPK Kota Solok, 2012. Sejarah Ringkas Ayam Kukuak
Balenggek dan Perkembangannya.
Edey, TN., AC. Bracj, RS. Copland dan T. O'Shea. 1981.
A Course Manual in Tropical Sheep and Goat
Production. Australian Vicechacellor
S'committee. Brawijaya University. Malang-
Indonesia.
Fumihito. A., Miyake , T., Sumi. S, Takada. M, Ohno.
S. 1994. One subspecies of The Red Junglefowl
(Gallus gallus gallus) Suffices as The
Matriarchic Ancestor of All Domestic Breeds.
Proc. Nat. Acad Sci 91: 12505-9.
Gultom D., Wiloeto, D. dan Primasari. 1989. Protein
dan Energi Rendah dalam Ransum Ayam
Buras Periode Petelur. Pros. Seminar Nasional
Tentang Unggas Lokal. Fak. Peternakan
UNDIP Semarang.
Hafez ESE. 1955. Differential Growth of Organ and
Edible Meat in The Domestic Fowl. Poul.Sci.
34: 745-753.
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals.
Ed. Lea & Feloger, Philadelphia. U.S.A.
154 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Hammond J. 1932. Growth and Development on Mut-


ton Sheep. London and Fehiger.
Hardjosubroto, W. dan M. Astuti. 1979. The Sociate of
The Advancement of Breeding Researchs in
Asia dan Oceania Animal Genetic Resources
in Indonesia. Workshop on Animal Genetic
Resources, Toeshuba City, Japan.
Hardjosworo PS. 1995. Peluang Pemanfaatan Potensi
Genetik dan Propek Pengembangan Unggas
Lokal. Pros. Seminar Nasional Sains dan
Tekmnologi Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
http://ayambalenggek.wordpress.com, 2011. Ayam
Kokok Balengek.
http://ayampelungternak.blogspot.com, 2013. Kriteria-
Suara-Ayam-Pelung.
http://berita sains.com.
http://dody94.wordpress.com, Jenis-Jenis Ayam
Sentul.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id, 2011. Ayam
Sentul.
http://repository.unhas.ac, 2002. Ayam Ketawa.
http://repository.unhas.ac, 2013. Rangkuman Hasil-
Hasil Penelitian dalam S. Zakaria dan B.Wawo,
2013.
http://tebe-hobbies.blogspot.com. Ayam Ketawa.
http://www.ayamketawa, 2013. Sejarah Ayam Ketawa
dari Berbagai Versi.
http://www.disnak.jawatengah.go.id., 2008. Per-
kembangan Data Base Peternakan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2007.
Hutt FB. 1949. Genetics of The Fowl. McGrow Hill
Company, Inc. New York, Toronto, London.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 155

IP2TP Jakarta dan KOPPAB, 1997. Pasca Panen dan


Pemasaran Telur Ayam Buras. Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Jakarta Koperasi Peternak Ayam Buras
(KOPPAB ), Jl. Gandaria II/1 Ciganjur,
Jakarta Selatan.
Jarmani, S.N. dan A.G. Nataamijaya. 1995. Karak-
teristik Suara Ayam Pelung. Prosiding Semi-
nar Nasional Peternakan dan Veteriner.
Puslitbang Peternakan. Badan Litbang
Pertanian.
Jones, J.E., B.L. Hughes dan B.D. Barnet. 1976. Effect
of Changing Energy Level and Encironmental
Temperature on Feed Consumption and Egg
Production of Single Comb White Leghorn.
Jour. Poultry Sci. 55: 274-277.
Judoamidjojo, R.M. 1981. Dasar Teknologi dan Kimia
Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jull, M. 1972. Poultry Husbandry. 4th Ed. Mc Grow
Hill Book Company Inc. New York.
Junaidi, 2002. Bioakustik Ayam Gaga Ketawa http://
repository.unhas.ac.id handle1234567892432
Kanagy, J.R. 1977. Physical and Perfomance Proper-
ties of Leather. Publisher Corporation. New
York.
Kantor Pusat Kehewanan Kementrian Pertanian, 1951.
Pengetahuan Tentang Umur dan Bangsa-
Bangsa Hewan. Kementrian Pertanian. J.W.
Woulters Groningen. Jakarta.
Kementerian Pertanian, 2011. SK Menteri No. 2920/
Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan
Rumpun Ayam Gaga.
156 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Kementerian Pertanian, 2011. Surat Keputusan Menteri


Pertanian N0. 2918/Kpts/OT.140/6/2011
tentang penetapan rumpun Ayam Pelung.
Kementerian Pertanian, 2011. Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 2919/Kpts/OT.140/6/ 2011,
tentang Penetapan Rumpun Ayam Koko-
Balengek.
Kementerian Pertanian, 2012. Surat Keputusan Menteri
Pertanian No 2487/Kpts/LB.430/8/2012,
tentang Penetapan Rumpun Ayam Kedu
Kementerian Pertanian, 2013. Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 698/Kpts/PD.410/2/2013.
Tentang Penetapan Rumpun Ayam Sentul
Kurnia, Y. 2011. Morfometrik Ayam Sentul, Kampung
dan Kedu pada Fase Pertumbuhan dari Umur
1-12 Minggu. Skripsi. Program Alih Jenis.
Departemen Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Leeson, S. and Summers, J.D. 1997. Commercial Poul-
try Nutrition. University Books Guelp, Ontario,
Canada.
Mansjoer, S.S. 1989. Pengembangan Ayam Lokal di In-
donesia. Pros.Seminar Nasional tentang
Unggas Lokal. Fakultas Peternakan. UNDIP
Semarang.
Marsden, A., T.R. Morris dan A.S. Cromarty. 1987.
Effect of Constant Environmental Tempera-
tures on The Performance of Laying Pullet.
British Poultry Sci. 28: 361-380.
Merkens, J dan J.F. Mohede. 1941. Sumbangan
Pengetahuan tentang Ayam Kedu. Terjemahan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 157

karangan mengenai Ayam Kedu dan itik di In-


donesia. LIPI. Jakarta.
Meyliyana, Sigit Mugiyono dan Roesdiyanto, 2013.
Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul di
Gabungan Kelompok Tani Ternak "Ciung
Wanara, Kecamatan Ciamis, Kab. Ciamis.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 985-992, Sep-
tember 2013.
Moran Jr.ET. 1999. Live Production Factors In-
fluencing Yield and Quality of Poultry Meat.
In Ricardson RI., Mead GC. Ed. Poultry Meat
Science. 25: 179-195.
Murad,I. 1989. Ayam Yungkilok (Payung Sakaki
Solok); Ayam Penyanyi yang Sudah Langka
dan Mengarah Kepunahan (Artikel no 1).
Padang.
Muryanto dan Subiharta, 1989. Pertumbuhan dan
Produksi Telur Ayam Kedu Hitam yang
Dipelihara secara Intensif. Pros. Seminar Hasil-
hasil Penelitian. Fak. Peternakan U.G.M.
Yogyakarta.
Muryanto et al. 1995. Teknik Inseminasi Buatan pada
Penelitian Ayam Buras. Sub Balai Penelitian
Ternak Klepu. Ungaran. Jawa Tengah.
Muryanto, Subiharta dan D.M. Yuwono. 1994. Study
Manajemen Produksi Telur Tetas pada
Pemeliharaan Ayam Buras di Pedesaan. Jur.
Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 2: 1-8.
Muryanto, D. Gultom, Subiharta dan W. Dirdjo-
pratono, 1993. Evaluasi Produktivitas Ayam
Kedu Hitam yang Dipelihara secara
Semiintensif dan Intensif. Jur. Ilmiah
Penelitian Ternak Klepu. 1: 19-26.
158 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Muryanto, W. Dirdjopratono, Subiharta dan D.M.


Yuwono. 1995. Studi Manajemen Peme-
liharaan Ayam Buras untuk Memproduksi
Anak Ayam Umur Sehari. Jur. Ilmiah
Penelitian Ternak Klepu. 3: 1-10. Sub Balait
Penelitian Ternak Klepu. Ungaran.
Muryanto, 1991. Mengenal lebih Jauh tentang Ayam
Cemani. Poultry Indonesia. Jakarta. No. 132.
hal 16-20.
Muryanto, 2002. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan
Histologi Otot Dada pada Ayam Kampung dan
Persilangannya dengan Ayam Ras Petelur.
Thesis. Pascasarjana. IPB.
Muryanto, Dirdjopratono W, Subiharta, Yuwono DM.
1995a. Studi Manajemen Pemeliharaan Ayam
Buras untuk Memproduksi Anak Ayam Umur
Sehari. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu.
3: 1-10.
Muryanto, Prawirodigdo, S. dan Sugiyono. 2002.
Persilangan Ayam Kampung Jantan dengan
Ayam Ras Petelur Betina. Laporan Hasil
Pengkajian. BPTP Jawa Tengah.
Muryanto, PS. Hardjosworo, Herman, R., dan Setijanto,
H. 2002b. Evaluasi Karkas Ayam Hasil
Persilangan antara Ayam Kampung Jantan
dengan Ayam Ras Petelur Betina. Jurnal
Produksi Ternak 2 : 71-76. Fakultas Peternakan
Unsoed. Purwokerto.
Muryanto, S. Prawirodigdo, W. Dirdjopratono, D.
Pramono, U. Nuschati, DM. Yuwono,
Ernawati, Sugiyono, Puji Lestari, G. Sejati, FL.
Maryono. Sudarto, Prawoto dan Mudjiono.,
2004. Laporan Pengkajian Usaha Pembibitan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 159

Ayam. Proyek Pembinaan Kelembagaan


Litbang Pertanian Jawa Tengah. BPTP Jawa
Tengah.
Muryanto, Subiharta, Yuwono DM., Dirdjopratono W.
1994. Optimalisasi Produksi Telur Ayam Buras
Melalui Perbaikan Pakan dan Tatalaksana
Pemeliharaan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak
Klepu. 2: 9-14.
Muryanto, Subiharta. 1993. Penelitian Sifat Mengeram
pada Ayam Buras (Pengaruh Perlakuan Fisik
Terhadap Lama Mengeram dan Aspeknya).
Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1: 1-6.
Muryanto, T. Paryono, Ernawati, P. S. Hardjosworo,
H. Setijanto dan L. S. Graha. 2004. Prospek
Ayam Hasil Persilangan Ayam Kampung
dengan Ras Petelur sebagai Sumber Daging
Unggas yang Mirip Ayam Kampung. Seminar
Teknologi Pangan Hewani. UNDIP Semarang.
Muryanto, W. Dirdjopratono Sibiharta dan DM.
Yuwono. 1995. Penelitian Seleksi Ayam Kedu
Hitam untuk Tujuan Produksi Telur: 1.
Evaluasi Produksi Telur dan Pertumbuhan
Anak. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu.
Edisi Khusus: 1- 8.
Muryanto, Yuwono, D.M., Subiharta, Wiloeto, D.,
Sugiyono, Musawati, I. dan Hartono. 1995b.
Teknik Inseminasi Buatan pada Penelitian
Ayam Buras. Sub Balitnak Klepu. Ungaran.
Jawa Tengah.
Mustakim, Purwadi, dan I. Suryo. 1998. Studi Tentang
Pemanfaatan Limbah Nanas untuk Proses
Bating Terhadap Kualitas Kulit Kaki Ayam
Samak Krom sebagai Bahan Baku Kulit Seni.
160 Sukses Budidaya Ayam Kampung

J. Penelitian Ilmu-ilmu Teknik (Enginering).


Universitas Brawijaya. Malang. 10(1): 67-76.
Nasroedin, T. Yuwanta dan J.H.P. Sidadolog. 1993.
Waktu, Ferekuensi dan Sistem Perkawinan
terhadap Fertilitas, Kualitas Sperma Ayam
Kampung yang Dipelihara Secara Semiintensif.
Laporan Penelitian Badan Litbang Pertanian-
Lembaga Penelitian U.G.M. Yogyakarta.
Nataamijaya, A. G. 1985. Ayam Pelung: Performans
dan Permasalahannya. hlm. 150-158. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan Forum
Peternak Unggas dan Aneka Ternak, 19-20
Maret 1985. Pusat Penelitian dan Pengem-
bangan Peternakan, Bogor.
Nataamijaya, A. G. 2000. The Native Chicken of Indo-
nesia. Bulletin Plasma Nutfah 6(1): 1-6.
Nataamijaya, A.G. 1996. Kumpulan Hasil-Hasil
Kegiatan Pelestarian dan Penelitian Ayam
Lokal Langka. hlm. 57-60. Proyek Penelitian
dan Pelestarian Plasma Nutfah Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Per-
tanian, Jakarta.
Nataamijaya, A.G. dan K. Diwyanto. 1994. Konservasi
Ayam Buras Langka. hlm. 273-298. Prosiding
Review Hasil dan Program Penelitian Plasma
Nutfah Pertanian, 26-27 Juli 1994. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Nataamijaya, A.G., A.R. Setioko, B. Brahmantyo, dan
K. Diwyanto. 2003. Performans dan
Karakteristik Tiga Galur Ayam Lokal (Pelung,
Arab, dan Sentul). hlm. 353-359. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Sukses Budidaya Ayam Kampung 161

Veteriner, 29-30 September 2003. Pusat


Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Nataamijaya, AG, 2005. Karakteristik Penampilan Pola
Warna Bulu, Kulit, Sisik Kaki, dan Paruh Ayam
Pelung di Garut dan Ayam Sentul di Ciamis.
Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.1 Th.2005
Nishida, T., K. Nozowa, K. Kondo, S.S. Mansjoer dan
H. Martojo. 1982a. Morphological and Gene-
tical Studies of the Indonesian Native Fowl.:
The origin and phylogeny of Indonesian
Native Livestock (Part III). 73-83.
North, M.O. dan D.D. Bell. 1990. Comercial Chicken
Praduction Manual. Van Nostrand Reinhold.
New York.
Nurul Huda. 2002. Penanganan Prapanen Ayam
pedaging. Universitas Bung Hatta Disampai-
kan Pada Seminar dan Pelatihan Penanganan
Daging Ayam Broiler, Hotel Muara, Padang 31
Oktober 2002.
Peraturan Presiden RI No 111 Tahun 2007, tentang
Pembibitan dan Budi Daya Ayam Buras serta
Persilangannya Termasuk Daftar Bidang
Usaha Terbuka dengan Persyaratan Dicadang-
kan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Koperasi.
Poultry Indonesia Nopember 2004. Panitia Kontes
Ayam Kedu Cemani Temanggung, 2004.
Purnomo, E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Puspodihardjo. 1986. Konservasi Ternak Asli. Dir. Bina
Produksi Peternakan, Deptan. Jakarta.
162 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Rasyaf, M. 1987. Beternak Ayam Kampung. Penebar


Swadaya. Bogor.
Ricards. S.A. 1970. Physiology of Termal Panting.
Biochimie and Biophysique. 10: 151-168.
Rusfidra. 2004. Karakterisasi Sifat-Sifat Fenotipik
sebagai Strategi Awal Konservasi Ayam Kokok
Balenggek di Sumatera Barat. Disertasi Pro-
gram Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Rusfidra.2001. Konservasi Sumber Daya Genetik Avam
Kokok Balenggek di Sumatera Barat. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional Bidang
Ilmu Hayati. Tanggal 20 September 2001.
Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian
Bogor.
Senosastroamidjojo. 1976. Ilmu Beternak Ayam. NV
Masa Baru. Bandung-Jakarta.
Simons dan Wiertz (1968) dalam Sauver dan
Picard,1987. Sauveur, B. dan M. Picard. 1987.
Environmental Effects on Egg Quality. Poul-
try Science Symposium No. 20. Egg Quality
Current Problems and Recent Advances.
Butterworths. England.
Siregar AP., Sabrani M. 1972. Buku Pedoman Random
Sampel Test. LPP Bogor, Dirjen Peternakan
Departemen Pertanian.
Siregar, A.P., T. Prasetyo dan Subiharta. 1984. Analisa
Model Pengembangan Ayam Kedu di
Kabupaten Dati II Temanggung, Jawa
Tengah. Laporan Kegiatan penelitian 1983/
1984. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu,
Ungaran.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 163

Sitepu. P, Sinurat. A, Kusnadi. U, Setiadi. P, Sabrani.


Suprodjo. Wiloeto. Subiharta dan Muryanto.
1991. Ketersediaan Sumber Gen ("Genetic
Resources") Ayam Kedu di Daerah Asal. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Smith, A.J. and J. Oliver. 1972. The Effect of
Invironmental Temperature and Rationing
Treatmens on Productivity of Pullets Fed on
Diets of Different Energy Contens. Rhod, Jur.
Of Agricultural Reasearch. 10: 43-60.
Subiharta, Muryanto dan D. Andayani. 1994. Pengaruh
Bentuk Sarang dan Kapasitasnya Terhadap
Daya Tetes Telur Ayam Buras di Pedesaan. Jur.
Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 2: 15-20. Sub
Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran.
Suprio Guntoro, 2008; http://www.balipost.online.
Menciptakan Pertumbuhan Baru Sektor
Pertanian.
Suryanto E. 1989. Pengaruh Perbedaan Pakan dan
Umur Terhadap Persentase Karkas, Meat Bone
Ratio (MBR) dan Organ-Organ Dalam Ayam
Kampung. Buletin Peternakan XIII: 1 hal. 8-
12. Fakultas Peternakan Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Tyne JV, and Berger AJ. 1976. Fundamentals Ornithol-
ogy. 2nd. Ed. New York, London, Sydney,
Toronto: John Wiley and Sons.
Utoyo DP. 2002. Status Manajemen Pemanfaatan dan
Konservasi Sumberdaya Genetik Ternak
(Plasma Nutfah) di Indonesia. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Komisi Nasional
Plasma Nutfah, 19-20 April 2002. Jakarta.
164 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Warwick, EJ. And Legates, JE. 1985. Breeding and


Improvement of Farm Animal. TMH. Edition.
McGrow-Hill, Inc, New York.
Weigend. S, Romanov. M.N. 2001. Current Strategies
for Assessment and Evaluation of Genetic
Diversity in Chicken Resources. Word Poultry
Sci. J. 57: 275-288.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Pt.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wool. 2008; http://www.berita sains.com;. Bulu Ayam
dalam Komponen PC.
Wooton, S. 2003. Bird Songs vVary by Species. Nature's
J. March 4, 2003.
Yuwono, D. M., Muryanto dan Subiharta. 1993. Survai
Pemasaran Ayam Buras di Solo dan Semarang.
Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1: 7-13.
Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran.
Yuwono, D. M., Muryanto, Subiharta dan W. Dirdjo-
pratono. 1995. Pengaruh Perbedaan Kualitas
Ransum terhadap Produksi Telur dan
Keuntungan Usaha Pemeliharaan Ayam
Buras di Daerah Pantai. Jur. Ilmiah penelitian
Ternak Klepu. Sub Balai Penelitian Ternak
Klepu. Ungaran.
Sukses Budidaya Ayam Kampung 165

TENTANG PENULIS

Ir. MURYANTO, M.Si, lahir di


Magelang tahun 1960, Pendidikan
S1 Fak. Peternakan UNSOED, S2
IPB. Pengalaman kerja, tahun
1986-1988, sebagai Staf Peneliti
Balai Penelitian Ternak, Ciawi,
Bogor; tahun 1988-1989, Staf
Peneliti pada Proyek Penelitian Lahan Pasang Surut dan
Rawa (SWAM II) Sumatra Selatan; tahun 1989-1990,
Staf Peneliti pada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor;
tahun 1990-1994, Peneliti pada Sub Balai Penelitian
Ternak Klepu, Jawa Tengah; tahun 1994 sampai
sekarang sebagai Peneliti Utama pada Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah.
Penelitian yang banyak dilakukan adalah pada
komoditas ayam kampung, sapi, domba/kambing, dan
sistem usaha tani. Penelitian yang pernah dilakukan,
1) Evaluasi produksi dan seleksi ayam kedu hitam, 2)
Penelitian budi daya ayam kampung untuk tujuan
produksi telur konsumsi, telur tetas dan ayam siap
potong, 3) Evaluasi produksi ayam kampung pada
pemeliharaan semiintensif dan intensif, 4) Per-
tumbuhan alometri dan tinjauan histologi otot dada
pada ayam kampung dan persilangannya dengan ayam
ras petelur betina, 5) Usaha tani berbasis ternak, 6)
Mendisain instalasi biogas skala rumah tangga (sudah
diproduksi massal).
166 Sukses Budidaya Ayam Kampung

Buku yang pernah ditulis, 1) Perbibitan Ternak


Kambing/Domba, tahun 1993, 2) Pedoman Budi Daya
Kambing dan Domba di Jawa Tengah; tahun 2009, 3)
Inventarisasi Sumberdaya Hayati Ternak di Jawa
Tengah; tahun 2006, 4) Biogas Sumber Energi
Alternatif Ramah lingkungan; tahun 2007, 5)
Inseminasi Buatan pada Ayam; tahun 1994, 6) SOP
Budi Daya Ternak Kambing dan Domba (2011), 7)
Rekomendasi Usaha Ternak Sapi yang Difasilitasi oleh
KKP-E dan KUPS (2013, Draft), 8) Potensi Sumberdaya
Genetik Kambing Kaligesing (Draft, 2013), dll.

DJOKO PRAMONO, S.Pt. dilahir-


kan di Boyolali, Jawa Tengah tahun
1956, meraih gelar Sarjana Muda
(BSc) dari Akademi Farming
Semarang tahun 1980. Bekerja di
Lembaga Penelitian Peternakan
Bogor, sebagai teknisi tahun 1980,
kemudian pindah ke Sub Balitnak Klepu-Ungaran
tahun 1985. Tahun 1990 mendapat kesempatan belajar
di Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
Semarang, dan lulus tahun 1994. Tahun 1995 berafiliasi
dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran,
dan sekarang menjadi Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Tengah. Ia dan teman-teman telah
menghasilkan buku tentang Sumberdaya Hayati
Ternak Lokal Jawa Tengah dan beberapa artikel
tentang budi daya ternak. Sampai saat ini masih aktif
bekerja sebagai peneliti di Balai Pengkajian Tenologi
Pertanian Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai