Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

UNDANG-UNDANG PROFESI/HAKI
Pentingnya etika visual

TEGAR PRAKARSA SYAFRIMA


1205402

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL


SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Standar Syarat Desain Grafis
dan Ketentuannya.

Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Undang-Undang Profesi/HAKI.

Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Padang,20/12/2013

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................ ……..


BAB II PEMBAHASAN.........................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................
DAFTA PUSTAKA...................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Media memiliki idealisme,yaitu memberikan informasi yang benar media


ingin berperan sebagai sarana pendidikan.pemirsa pembaca,dan pendengar memiliki
sikap kritis kemandirian dan kedalaman berpikir. Realitas sering mempunyai arah
berlawanan derap dengan langkah realitas sangat di warnai oleh struktur pemaknaan
ekonomi yang menghambat idealism tersebut, dinamisme komersil seakan menjadi
kekuatan dominan penentu makna pesan dan keindahan.

Keterkaitan dengan waktu, Desain Komunikasi Visual sangat besar


dipengaruhi oleh dunia bisnis, teknologi, teori/konsep baru, media baru dan gaya
hidup dengan segala tuntutannya. Lingkup dunia Desain Komunikasi Visual semakin
luas dan kompleks dalam kurun waktu 15 tahun belakangan ini, terutama sejak
adanya krisis global 2008. Untuk itu, untuk mencapai optimasi hasil Desain
Komunikasi Visual yang berkualitas, dibutuhkan strategi dan taktik baru. Etika desain
sebagai satu konsep untuk pencapaian hasil yang berkualitas tersebut.

Etika, berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethos (kebiasaan, adap,


praktek), menyangkut perbuatan dalam kerangka baik dan buruk, benar dan salah.
Sering dikaitkan bahwa kebaikan dipandang sebagai kunci etis. Yang benar
(kebenaran) menjadi satu aspek dari kepenuhan tersebut. “Kamus Filsafat”, Lorens
Bagus.

Desain, suatu karya cipta atau perancangan manusia yang melakukan usaha
pemecahan masalah untuk menghasilkan karya dalam memenuhi keperluan,
kebutuhan dan keinginan sekelompok masyarakat.
Etika Desain, yang dibahas disini terbatas pada Desain Komunikasi Visual
atau Desain Grafis, suatu pendekatan dan pertimbangan kreatif yang esensial dan
ideal dalam mencapai optimasi desain yang integral. Etika merupakan salah satu
cabang dari ilmu filsafat,yang mempelajari prinsip alami moralitas,dengan
mendifinisikan mana yang benar dan mana yang salah. Etika merupakan salah satu
ilmu filsafat yang berusaha membantu manusia untuk memahami pilhan benar dan
salah dalam kehidupan

Kode Etik

Kode etik merupakan pernyataan formal dari nilai-nilai etis dan social dalam sebuah
organisasi (komersial). Kode etik berisi prinsip umum mengenai keyakinan pada hal-
hal seperti berikut: kualitas, kepegawaian, lingkungan, dan lain-lain

Kode Etik dan DKV

Bagi desainer komunikasi visual kode etik betujuan mencapai ‘fair play’, artinya ,
semua yang berhubungan dengan industry maupun profesi tersebut, seperti: klien,
desainer, serta pihak lainnya memiliki hubungan yang seimbang dalam hak dan
kewajiban sesuai dengan aturan yang di sepakati. Kode etik gunanya disusun untuk
mencegah terjadinya praktek bisnis curang/tidak adil serta kerugian-kerugian yang
akan diakibatkannya.
BAB II

PEMBAHASAN

Etika profesi desain komunikasi visual Secara global di dunia, profesi desain
komunikasi visual mengarah ke dunia industri kreatif. Kita dapat lihat di beberapa
negara maju.

Tujuan etika komunikasi visual:

Menumbuhkan kepedulian untuk mengkritisi media yang saat ini cenderung


membuat pembaca kompulsif sehingga membuat refleksi diabaikan demi emosi

Deontologi profesi:

Merupakan keseluruhan aturan dan prinsip yang mengatur pelaksaan


profesi,biasanya di susun oleh ikatan profesi (contoh : ADGI – IDI dsb)
jangkauannya terbatas paada masalah moral, meski di kenai sanksi, namun hanya
sebatas untuk menegakkan disiplin profesi.

Athony Giddens:

Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga di tentukan oleh


hubungan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas baik
ekonomu, budaya, politik atau teknologi.

Jean Baudrilliard:

Orang tidak pernah akan sampai pada kebenaran karena antara realitas,
representasi,hipperealitas atau tipuan tidak biasa di cek atau dibedakan lagi,
persaingan menghalalkan segala cara.
Revolusi teknologi informasi melahirkan logika waktu pendek media
elektronik dan komputer memungkinkan informasi dan dan pertukarannya dalam
waktu riil yang singkat Ketika membaca panduan etika dari berbagai asosiasi, akan
melihat bahwa hampir seluruh fokus dari panduan tersebut menitikberatkan pada
integritas dan rasa hormat dalam interaksi bisnis baik dengan klien, perusahaannya
bekerja atau pihak ketiga maupun dengan desainer lainnya.

Berikut fokus yang dalam interaksi bisnis tersebut:

1. Menghormati desainer lain dalam persaingan adil dan terbuka.


2. Sebagai desainer bersikaplah jujur ketika Anda menggambarkan pengalaman
profesional dan kompetensi Anda.
3. Hindari semua jenis pertentangan di atas kepentingan pribadi.
4. Memperkenalkan diri kepada klien dengan memberikan saran jujur dan tidak
memihak.
5. Menjaga kerahasiaan semua informasi klien.
6. Menghilangkan segala bentuk kompensasi atau imbalan tersembunyi.
7. Menjaga komitmen untuk mengembangkan karya secara inovatif dengan
kualitas terbaik.
8. Tolak segala bentuk plagiarism.
9. Akui kepengarangan orang lain yang telah bekerja sama dengan Anda dalam
menciptakan sebuah desain.

Bagaimana dengan etika profesi desain komunikasi visual di Indonesia?

Desain komunikasi visual merupakan bidang profesi yang berkembang pesat


Perkembangan bidang ini erat hubungannya dengan meningkatnya kesadaran akan
manfaat yang dapat dipetik dari kejituan penyampaian informasi pada masyarakat.
Pada saat sekarang ini dunia desain komunikasi visual Indonesia sebagai asosiasi
desain sedang mewujudkan dan mempromosikan kode etik profesi yang menjabarkan
tanggung jawab desain komunikasi visual terhadap kolega, klien dan lingkungannya.

Sesuai data pada Majalah Concept Vol. 01 edisi 05 tahun 2005, setiap tahun
ada 1500-an lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV) yang berarti akan ada
tambahan + 1500 desainer grafis yang potensial masuk ke dalam industri yang
akhirnya akan terjadi oversupply lulusan DKV. Ingat, informasi tersebut terdapat
pada tahun 2005 dan sekarang sudah tahun 2010, seperti dikutip dari
http://wulanlan.multiply.com/journal/item/3, yang menyatakan sekarang sudah tahun
2008, mari kita lihat dan ternyata memang lulusan DKV sudah Oversupply Dilihat
dari banyaknya lulusan DKV yang terjun ke dunia pekerjaan, maka akan besar juga
persaingan yang terjadi. Melihat isu yang berkembang, ADGI tidak mau kalah
dengan asosiasi di negara-negara maju. Pada tanggal 28 Januari 2009 ADGI
mengajukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) ke Kementrian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Berarti secara langsung menuntut standarisasi
kualitas dari desainer-desainer profesional dan mempunyai sertifikasi desainer
Karena ini menyangkut ranah profesi dari ranah akademisi, yang seringkali ruwet
dengan etika dan kriteria keprofesian.

Isu utama tentang etika profesi desainer grafis di Indonesia telah disadari
adanya praktek-praktek tak etis seperti (pitching fiktif, free pitching, kolusi, dll) yang
merupakan pelanggaran, Semoga dengan adanya kerjasama dari pemerintah dan
desainer-desainer dapat mewujudkan SKKNI sebagai acuan yang jelas dalam
berprofesi sebagai desainer grafis sehingga etika profesionalisme dapat diterapkan.
Akhir kata Teruslah berkarya bagi desainer-desainer Indonesia

Pada dasarnya kode etik yang disusun oleh INCOGRADA (International Council
Graphic Design Associations) antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Keharusan membuat kesepakatandan order dalan bentuk tertulis dan kontrak
yang ditandatangani oleh desainer dan klien.
2. Perubahan dan tambahan yang bukan merupakan kesalahan desainer harus
dibebankan pada klien sebagai tambahan terpisah
3. Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan desainer menjadi tanggung jawab
desainer atau seniman.
4. Jika sebuah order pekerjaan desain ditunda atau dibatalkan secara sepihak
oleh klien maka biaya pembatalan (Cancellation Fee) harus dibayarkan
kepada desainer berdasarkan waktu, upaya, dan biaya yang telah digunakan.
5. Pengubahan pada karya desain atau seni tidak dapat dilakukan tanpa
konsultasi dengan seniman atau desainernya.
6. Desainer harus selalu menempati waktu (deadline).
7. Desainer harus memberitahukan kemungkinan keterlambatan pada
pengiriman desain.
8. Klien atau pembeli suatu desain harus menyediakan bagi desainernya contoh
reproduksi desain tersebut untuk kepentingan portofolio desainer
9. Segala jenis komisi, diskon, suap, bonus serta hadiah yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan perhitungannya di anggap illegal, dan tidak
diperbolehkan dalam kegiatan bisnis yang sehat.

10. Desainer memiliki seluruh hak dan kepemilikan atas desain yang dibuatnya,
kecuali bila hak dan kepemilikan tersebut secara tertulis dijual kepada klien
sebagian atau seluruhnya. Tidak ada pekerjaan desain yang diperbolehkan
untuk diduplikasi, didokumentasikan, discan atau dikopi dalam berbagai cara/
bentuk tanpa ijin desainer pembuatnya.
Ethics of Visual Reception

Visual ethics is equally concerned with the ethics of reception, that is, with seeing as
an ethical act. How do different images influence our ethical responses and moral
behavior in different ways? To what extent do our ethical responses to images take
place pre-reflectively, by visual-perceptual processes in the body-mind, before
images even come to consciousness? it can be looked upon more into the cultural
perception. it is always depends on the cultural background.

Ethics and Visual Arts

This topic focuses on ethical theories and methods of ethical reasoning.


Controversies and arguments abound as ethical decisions, or the lack thereof,
continue to play a role in institutional practice. With the increasing gap between
commerce and culture, the prioritization of good business over public service creates
an increasingly blurry set of ethical guidelines. Collector-based exhibitions, conflicts
of interest, and the de-accessioning practices of collections. One might ask do
museums have a responsibility to their public? And if so, is this a part of institutional
culture and is it being taught in today’s museum studies programs? Elaine A. King
and co-editor Gail Levin addressed many of these issues in the anthology they
compiled titled "Ethics and The Visual Arts" published in September 2006 by
Allworth Press in New York. This volume of 19 essays explores a diverse range of
topics about ethics in the visual arts. The dark side of the arts is explored in this
volume with nineteen diverse essays by such distinguished authors as Eric Fischl,
Suzaan Boettger, Stephen Weil, Richard Serra, and more cover a broad range of
topics facing today’s artists, policy makers, art lawyers, galleries, museum
professionals, and more.

Visual ethics is an emerging interdisciplinary field of scholarship that brings


together religious studies, philosophy, photo and video journalism, visual arts, and
cognitive science in order to explore the ways human beings relate to others ethically
through visual perception. Historically, the field of ethics has relied heavily on
rational-linguistic approaches, largely ignoring the importance of seeing and visual
representation to human moral behavior. At the same time, studies in visual culture
tend to analyze imagistic representations while ignoring many of the ethical
dimensions involved. Visual ethics is a field of cross-fertilization of ethics and visual
culture studies that seeks to understand how the production and reception of visual
images is always ethical, whether or not we are consciously aware of this fact.
BAB III

PENUTUP

Desain komunikasi visual merupakan bidang profesi yang berkembang pesat


Perkembangan bidang ini erat hubungannya dengan meningkatnya kesadaran akan
manfaat yang dapat dipetik dari kejituan penyampaian informasi pada masyarakat.
Pada saat sekarang ini dunia desain komunikasi visual Indonesia sebagai asosiasi
desain sedang mewujudkan dan mempromosikan kode etik profesi yang menjabarkan
tanggung jawab desain komunikasi visual terhadap kolega, klien dan lingkungannya.

Keterkaitan dengan waktu, Desain Komunikasi Visual sangat besar


dipengaruhi oleh dunia bisnis, teknologi, teori/konsep baru, media baru dan gaya
hidup dengan segala tuntutannya. Lingkup dunia Desain Komunikasi Visual semakin
luas dan kompleks dalam kurun waktu 15 tahun belakangan ini, terutama sejak
adanya krisis global 2008. Untuk itu, untuk mencapai optimasi hasil Desain
Komunikasi Visual yang berkualitas, dibutuhkan strategi dan taktik baru. Etika desain
sebagai satu konsep untuk pencapaian hasil yang berkualitas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pdf-archive.com/2012/02/02/ds5020-etikaprofesi-handout-010212/

http://dgi-indonesia.com/etika-desain/

http://www.pdf-archive.com/2012/02/02/ds5020-etikaprofesi-handout-010212/ds5020-
etikaprofesi-handout-010212.pdf

http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=194605&val=6515&title=Perancangan%20Clothing%20Mengenai%20Etika%20Sopan
%20Santun%20Bagi%20Mahasiswa%20DKV%20di%20UKPs

Elaine A. King and Gail Levin (2006). Ethics and The Visual Arts. New York: Allworth Press

http://en.wikipedia.org/wiki/Visual_ethics

Anda mungkin juga menyukai