Anda di halaman 1dari 8

ISSN 1978 - 1059

Jurnal Gizi dan Pangan, November 2013, 8(3): 221—228

PENGARUH PENGOLAHAN DAN PENAMBAHAN Na2EDTA PADA


TERIGU FORTIFIKASI TERHADAP KETERSEDIAAN BIOLOGIS SENG

(Effect of Processing and Addition of Na2EDTA in Fortified Wheat Flour on Bioavailability of Zinc)

Estu Nugroho1, Ikeu Tanziha1, dan Leily Amalia Furkon1*

1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRACT

The objective of this research was to analyze changes in bioavailability of zinc (Zn) caused by addition of
Na2EDTA and processing of fortified wheat flour. Bioavailability of zinc was tested by in vitro method as
a simulation of human digestive track. The result showed that there was no significant difference in the
bioavailability of zinc on wheat flour which is processed by frying (donuts), steaming (steamed bun), and baking
(bread) (p>0.05). However, there was a tendency to increase the bioavailability of wheat flour processed by
frying (donuts) and baking (bread) when compared to the raw dough. Raw dough had bioavailability of zinc
13.29%, after frying (donut) increase to 14.72%, and after baking (bread) increase to 17.06%. The addition of
Na2EDTA also did not increase bioavailability of zinc significantly for the three types of processing (p>0.05),
despite increased bioavailability of zinc on the donuts by 4.67%.

Keywords: bioavailability, in vitro, Na2EDTA, wheat flour, zinc

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan ketersediaan biologis seng (Zn) yang terjadi akibat
penambahan Na2EDTA dan pengolahan terigu yang difortifikasi. Uji ketersediaan biologis seng dilakukan secara
in vitro dengan mensimulasikan pencernaan manusia. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
ketersediaan biologis seng yang nyata pada terigu yang digoreng (donat), dikukus (bakpau), ataupun dipanggang
(roti) (p>0.05). Namun, terdapat kecenderungan peningkatan ketersediaan biologis pada terigu yang diolah
dengan cara digoreng (donat) dan dipanggang (roti) dibandingkan dengan adonan mentah. Adonan mentah
memiliki nilai ketersediaan biologis seng sebesar 13.29%, setelah digoreng (donat) memiliki nilai ketersediaan
biologis seng sebesar 14.72% dan setelah dipanggang (roti) memiliki nilai ketersediaan biologis seng sebesar
17.06%. Penambahan Na2EDTA juga tidak memberikan peningkatan ketersediaan biologis seng yang nyata pada
ketiga jenis pengolahan yang digunakan (p>0.05) walaupun terjadi peningkatan ketersediaan biologis seng
pada donat sebesar 4.67%.

Kata kunci: in vitro, ketersediaan biologis, Na2EDTA, seng, terigu

Korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
*

Bogor 16680. Email: leilyamalia@yahoo.com

JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013 221


Nugroho dkk.

PENDAHULUAN tersediaan biologis mineral, termasuk seng sangat


erat kaitannya dengan kelarutannya dalam saluran
Penambahan zat gizi terhadap pangan atau pencernaan (Ikeda et al. 2005), tetapi tidak semua
fortifikasi pangan merupakan elemen penting da- mineral yang larut dapat diserap oleh tubuh (Rosado
lam program kebijakan pangan nasional yang ditu- 2003). Na2EDTA dapat menjaga kelarutan dari mi-
jukan untuk menjamin ketahanan pangan dan gizi neral pada pH 2 ataupun 6 sehingga dapat mening-
masyarakat. Fortifikasi pada terigu merupakan ke- katkan penyerapan mineral dalam tubuh (Garcia-
bijakan nasional pemerintah Indonesia yang bertu- Casal et al. 2009).
juan untuk menanggulangi masalah kekurangan atau Beberapa jenis pangan berbahan dasar terigu
defisiensi zat gizi mikro. Defisiensi zat gizi mikro, yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia u-
terutama besi dan seng sudah menjadi masalah ke- mumnya diolah dengan cara digoreng, dikukus, dan
sehatan di dunia (Afify 2011), termasuk Indonesia. dipanggang. Perbedaan cara pengolahan tersebut
Defisiensi zat gizi mikro dapat menyebabkan rendah- diduga akan menyebabkan tingkat absorpsi yang
nya kualitas sumberdaya manusia. Sementara itu, berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian
kualitas sumber daya manusia dapat memengaruhi untuk menentukan pengaruh penambahan senyawa
produktivitasnya (Mahardikawati & Roosita 2008). Na2EDTA dan pengolahan pada terigu fortifikasi ter-
Pemerintah dan industri pangan memainkan hadap penyerapan atau ketersediaan biologis seng
peranan penting dalam mendukung keberhasilan yang telah difortifikasi ke dalamnya. Dengan de-
fortifikasi terigu. Sejak tahun 1998, pemerintah dan mikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
industri sudah bekerjasama dalam mengemban SK perubahan ketersediaan biologis seng yang terjadi
menteri kesehatan No. 632/MENKES/SK/VI/1998 akibat penambahan Na2EDTA dan pengolahan terigu
tentang kewajiban fortifikasi terigu di Indonesia. yang difortifikasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 49/M- METODE
IND/PER/&/2008, terigu wajib difortifikasi oleh zat
gizi mikro, seperti zat besi (Fe) dengan dosis mini- Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
mal 50 ppm, 30 ppm untuk seng (Zn), 2.5 ppm untuk Penelitian ini menggunakan sebagian data pe-
tiamin (Vitamin B1), 4 ppm untuk riboflavin (Vitamin nelitian Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai
B2), dan 2 ppm untuk asam folat (Vitamin B11). oleh DIKTI dengan judul “Peningkatan Ketersediaan
Terigu merupakan pangan olahan nabati yang Biologis Besi dan Seng pada Produk Olahan Terigu
memiliki ketersediaan hayati mineral relatif rendah dengan Penambahan Na2EDTA sebagai Upaya untuk
(Das et al. 2005), sehingga penyerapan mineral oleh Menurunkan Prevalensi Defisiensi Zat Gizi Mikro di
tubuh lebih rendah dibanding pangan hewani (Hunt Indonesia”. Desain yang digunakan dalam penelitian
2003). Selain itu, kandungan fitat di dalamnya dapat ini adalah eksperimental dengan Rancangan Acak
menghambat penyerapan seng (Frontela et al. 2011). Faktorial Tersarang (nested). Penelitian dilakukan
Walaupun penelitian epidemiologis telah membukti- pada bulan April sampai Juli 2013, bertempat di
kan peranan fisiologis serat pangan terhadap sistem Laboratorium Analisis Zat Gizi dan Laboratorium
pencernaan manusia, namun keberadaan serat da- Kulinari dan Dietetik, Departemen Gizi Masyarakat,
pat menghambat penyerapan dari mineral termasuk Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
seng (Haliza et al. 2012). Penelitian Ikeda et al.
(2006) menunjukkan bahwa seng yang dilepas dalam Bahan dan Alat
bentuk terlarut setelah melalui proses pencernaan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian
pepsin dan pankreatin pada terigu jauh lebih kecil ini adalah terigu yang banyak dikonsumsi masyarakat
dibandingkan pada sorgum. dengan kadar protein tinggi dan telah difortifikasi.
Kekurangan seng masih menjadi masalah Bahan utama kedua yang digunakan adalah Na2EDTA.
di Indonesia dan salah satu kebijakan pemerintah Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis
dalam mengatasi defisiensi seng tersebut adalah ketersediaan biologis dan zat besi adalah HCl teknis
dengan cara fortifikasi seng pada terigu. Namun 3%, HCl 1N, air bebas ion, HCl 0.1N, pepsin (Sigma
demikian, terdapat beberapa masalah dalam pelak- P-7000), pankreatin (sigma P-1750), ekstrak bile
sanaan program fortifikasi tersebut, yaitu penge- (Sigma B-8631), NaHCO3, hidroksil amonium hidrok-
tahuan konsumen dalam proses pengolahan pangan lorida, HCl pekat 98%, dan natrium asetat 2M.
fortifikasi dan efektivitas senyawa tersebut untuk Alat-alat yang digunakan untuk analisis ke-
dicerna. Jenis senyawa seng yang umum digunakan tersediaan biologis adalah wadah untuk merendam
sebagai fortifikan saat ini adalah ZnSO4. Namun de- peralatan gelas, labu ukur (25 ml, 250 ml, 500ml),
mikian, hasil penelitian Hettiarachchi et al. (2004) pipet mohr, pipet volumetrik, gelas ukur (100 ml,
menunjukkan bahwa fortifikan dalam bentuk terse- 250 ml), timbangan, cawan pengabuan, blender,
but memiliki ketersediaan biologis yang lebih ren- pH meter, botol gelas, erlenmeyer, tabung reaksi,
dah dibandingkan dengan fortifikasi senyawa terse- botol semprot, buret, gelas pengaduk, plastik, karet
but pada tepung beras yang ditambah Na2EDTA. Ke- hisap, karet gelas, benang, kantung dialisis (Spec-

222 JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013


Penambahan Na2EDTA pada Terigu Fortifikasi

trapor I, MWCO6000—8000 Da (Fisher No. 08-670C)), HASIL DAN PEMBAHASAN


freezer, gunting, penangas air, magnetic stirer.
Kadar Air, Lemak, Abu, Protein, dan Karbohidrat
Tahapan Penelitian Di Indonesia, terigu pada umumnya diolah
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah dan dibuat produk dengan cara dikukus (steamed),
pembuatan adonan sampel, baik sampel tanpa pe- digoreng (fryed), dan dipanggang (baked), termasuk
nambahan Na2EDTA (kontrol) dan sampel dengan pe- produk bakery. Meskipun demikian, sebagian besar
nambahan Na2EDTA. Tahap kedua adalah pembuatan hasil produk bakery di Indonesia diolah dengan cara
pangan olahan dengan melakukan tiga jenis pengo- dipanggang. Suhu dan waktu yang digunakan dalam
lahan dari adonan yang sama. Pengolahan yang di- penelitian disesuaikan dengan suhu dan waktu yang
gunakan adalah digoreng untuk pembuatan donat, sering digunakan oleh masyarakat untuk mengolah
dikukus untuk pembuatan bakpau, dan dipanggang terigu menjadi pangan olahan, donat, bakpau, dan
untuk pembuatan roti. Tahap ketiga adalah persiap- roti. Hasil analisis kadar air, protein, abu, lemak,
an kantung dialisis, dan tahap keempat pengukuran dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 1.
ketersediaan biologis sampel. Kadar air. Hasil penelitian menunjuk-
kan bahwa bakpau (dikukus) memiliki kadar air
Jenis dan Cara Pengumpulan Data yang lebih tinggi dibandingkan dengan donat
Data yang digunakan merupakan data primer. (digoreng) ataupun roti (dipanggang). Rata-rata ka-
Metode yang digunakan dalam analisis proksimat dar air bakpau adalah 35.35% sementara kadar air
adalah AOAC 1995 dan analisis ketersediaan biolo- donat dan roti berturut-turut adalah 27.54% dan
gis seng menggunakan metode in vitro (Roig et al. 28.34%. Setelah dilakukan sidik ragam, diketahui
1999). Penambahan Na2EDTA didasarkan pada pem- terdapat perbedaan kadar air yang nyata antara do-
berian Na2EDTA yang aman pada perbandingan rasio nat, bakpau, dan roti (p<0.05). Setelah dilakukan uji
molar Fe:Na2EDTA 1:1 (Hurrell et al. 2000). lanjut Duncan, diketahui bahwa tidak terdapat per-
bedaan kadar air yang nyata pada terigu yang diolah
Pengolahan dan Analisis Data dengan cara digoreng (donat) dan dipanggang (roti),
Data hasil analisis ditabulasi menggunakan namun keduanya berbeda nyata dengan terigu yang
program Ms. Excel 2010 dan diuji statistik menggu- diolah dengan cara dikukus (bakpau).
nakan SPSS ver.16 for Windows dengan nested ANOVA Pemanggangan dan penggorengan termasuk
untuk mengetahui pengaruh pengolahan terigu pada dalam pengolahan kering (dry heat), sementara
setiap perlakuan. Jika hasil yang diperoleh berbeda pengukusan merupakan pengolahan basah (moist
nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. heat) yang menggunakan uap air sebagai media un-
Galat yang digunakan adalah 5%. tuk menghantarkan panas. Hal tersebut menyebab-

Tabel 1. Kadar Air, Lemak, Abu, Protein, dan Karbohidrat Sampel pada Berbagai Pengolahan

Kadar Air Kadar Lemak Kadar Abu Kadar Protein Kadar Karbohidrat
Sampel
(% bb) (%bk) (%bk) (%bk) (%bk)

Ulangan I (1) 30.64 9.67 0.74 12.05 77.54


Ulangan I (2) 30.48 10.11 0.70 12.00 77.19
Digoreng
Ulangan II (1) 24.60 9.63 0.61 10.53 79.23
(Donat)
Ulangan II (2) 24.46 10.12 0.64 10.90 78.35
Rata-rata 27.54 b
9.88 a
0.67 a
11.37 a
78.08
Ulangan I (1) 35.99 2.44 0.81 13.28 83.47
Ulangan I (2) 36.81 2.41 0.73 12.81 84.06
Dikukus
Ulangan II (1) 34.22 2.49 0.61 12.24 84.66
(Bakpau)
Ulangan II (2) 34.38 2.47 0.78 12.79 83.97
Rata-rata 35.35a 2.45b 0.73a 12.78a 84.04a
Ulangan I (1) 29.86 4.23 0.67 11.96 83.13
Ulangan I (2) 30.20 3.85 0.73 11.93 83.48
Dipanggang
Ulangan II (1) 26.50 3.67 0.84 11.85 83.63
(Roti)
Ulangan II (2) 26.81 4.04 0.89 11.67 83.40
Rata-rata 28.34 b
3.95 c
0.78 a
11.85 a
83.41b
Keterangan: Tanda yang berbeda menunjukkan hasil uji berbeda signifikan antar produk olahan dengan selang kepercayaan 95%

JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013 223


Nugroho dkk.

kan penurunan kadar air pada terigu yang diolah Kadar Protein. Hasil penelitian menunjukkan
dengan cara digoreng (donat) ataupun dipanggang bahwa rata-rata kadar protein terigu yang digoreng
(roti) lebih tinggi dibandingkan dengan cara diku- (donat), dikukus (bakpau), dan dipanggang (roti)
kus (bakpau). Perbedaan penggunaan suhu diduga secara berturut-turut adalah 11.37%, 12.78%, dan
memengaruhi kadar air. Pada pengolahan terigu 11.85%. Setelah dilakukan sidik ragam, diketahui
dengan cara dikukus, suhu yang digunakan berkisar bahwa tidak terdapat perbedaan kadar protein yang
antara 96—98oC, sementara pemanggangan dan nyata antara terigu yang diolah dengan cara digo-
penggorengan dilakukan pada suhu masing-masing reng (donat), dikukus (bakpau), ataupun dipanggang
160oC dan 200oC, sehingga kehilangan air lebih besar (roti) (p>0.05). Hal tersebut diduga karena metode
dibandingkan pengukusan. Selain itu, pada waktu pengukuran protein yang digunakan adalah metode
pengukusan juga terjadi penyerapan air atau uap air kjeldahl yang mengukur kadar protein dengan me-
oleh bahan. Bahan yang dikukus dalam waktu yang lihat kadar nitrogen di dalamnya. Oleh karena itu,
lebih lama akan memberikan kesempatan kepada walaupun dilakukan pengolahan, nitrogen tetap ter-
bahan tersebut untuk kontak dan menyerap uap air ukur sebagai protein.
lebih besar sehingga mengakibatkan peningkatan Kadar Karbohidrat. Hasil penelitian menun-
kadar air bahan. jukkan bahwa kadar karbohidrat dari ketiga peng-
Kadar lemak. Hasil penelitian menunjukkan olahan memiliki perbedaan yang nyata (p<0.05).
bahwa terdapat perbedaan nilai kadar lemak yang Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, diketahui
cukup besar dari ketiga jenis pangan olahan yang bahwa kadar karbohidrat donat dengan roti dan
dihasilkan. Donat (digoreng) memiliki rata-rata donat dengan bakpau tidak berbeda, tetapi kadar
kadar lemak tertinggi, yaitu 9.88% dibandingkan karbohidrat bakpau dengan roti berbeda. Donat
dengan bakpau (dikukus) sebesar 2.45% ataupun (goreng), bakpau (kukus), dan roti (panggang) secara
roti (dipanggang) sebesar 3.95%. Perbedaan kadar berturut-turut memiliki rata-rata kadar karbohidrat
lemak yang signifikan (p<0.05) terjadi pada ketiga sebesar 78.08%, 84.04%, dan 83.41%. Kadar karbo-
pengolahan tersebut. Setelah dilakukan uji lanjut hidrat dalam penelitian dihitung dengan metode by
Duncan, diketahui bahwa ketiga jenis pengolahan difference, yaitu dengan melihat sisa persentase
menghasilkan kadar lemak yang berbeda nyata. kandungan zat gizi setelah dikurangi kadar air, pro-
Penggorengan dilakukan dengan cara deep tein, abu, dan lemak. Roti memiliki kandungan kar-
fat frying yaitu proses penggorengan seluruh bohidrat tertinggi, melihat bahwa bakpau memiliki
adonan terendam dalam minyak goreng pada suhu kandungan air yang tinggi sementara donat memiliki
200—205oC. Selama proses penggorengan, sebagian kandungan lemak yang tinggi sehingga mengurangi
minyak masuk ke dalam bahan pangan dan meng- persentase kadar karbohidrat.
isi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air.
Saat akhir tahap penggorengan, sejumlah minyak Pengaruh Pengolahan dan Penambahan Na2EDTA
tambahan akan diserap oleh aksi kapiler saat ruang terhadap Kadar Seng
hampa terbentuk di dalam bahan. Selama pendi- Hasil analisis kadar seng menunjukkan
nginan setelah penggorengan, uap air di dalam ma- bahwa rata-rata kadar seng pada adonan lebih
kanan akan terkondensasi sehingga terbentuk ruang kecil daripada pangan olahan. Meskipun demikian,
vakum yang mempercepat penyerapan minyak dari setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA), diketahui
permukaan ke bagian dalam produk (Thomas 2007). bahwa tidak terdapat perbedaan kadar seng yang
Hal tersebut yang membuat kadar lemak donat lebih nyata pada pangan yang belum diolah (adonan),
tinggi dibandingkan bakpau ataupun roti yang sum- dengan pangan yang telah diolah (donat, bakpau,
ber lemaknya hanya berasal dari bahan adonan. atau roti) (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan
Kadar abu. Rata-rata kadar abu pada donat, bahwa pengolahan terigu baik dengan cara
bakpau, dan roti berturut-turut adalah 0.67%, 0.73%, digoreng, dikukus, ataupun dipanggang tidak akan
dan 0.78%. Berbeda dengan kadar air, lemak, dan memengaruhi kadar seng dari bahan yang digunakan.
karbohidrat, tidak terlihat adanya perbedaan yang Hasil analisis kadar seng untuk setiap sampel disaji-
nyata pada kadar abu dari ketiga jenis pengolahan kan pada Tabel 2.
(p>0.05). Menurut Palupi et al. (2007), pada umum- Penambahan Na2EDTA juga tidak memengaruhi
nya garam-garam mineral tidak terpengaruh secara kadar seng. Hasil sidik ragam tersarang menunjukkan
signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama bahwa tidak terdapat perbedaan kadar seng yang
pengolahan. Adanya oksigen dapat menyebabkan nyata baik pada adonan ataupun produk olahan
kemungkinan beberapa mineral teroksidasi menjadi (donat, bakpau, dan roti) (p>0.05). Dengan
mineral bervalensi lebih tinggi, namun tidak me- demikian, dapat disimpulkan bahwa baik pengolahan
mengaruhi nilai gizinya. Meskipun beberapa kom- (penggorengan, pengukusan, atau pemanggangan)
ponen pangan rusak dalam proses pemanggangan maupun penambahan Na2EDTA pada terigu tidak
bahan pangan, proses tersebut tidak memengaruhi memengaruhi kadar seng secara nyata.
kandungan mineral dalam bahan pangan.

224 JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013


Penambahan Na2EDTA pada Terigu Fortifikasi

Tabel 2. Kadar Seng Sampel pada Berbagai Peng- Tabel 3. Ketersediaan Biologis Seng pada Adonan
olahan dan Penambahan Na2EDTA dan Produk Olahan dengan Cara Digoreng,
Kadar Zn (mg/100 g) Dikukus, dan Dipanggang
Sampel Tanpa Ditambah Kadar Zn (mg/100 g)
Na2EDTA Na2EDTA Sampel Tanpa Ditambah
Ulangan I 2.98 2.23 Na2EDTA Na2EDTA
Adonan Ulangan II 4.08 4.88 Ulangan I 9.57 5.15
Rata-rata 3.53 a
3.56 a Adonan Ulangan II 17.01 19.99
Ulangan I 5.32 4.01 Rata-rata 13.29a 12.57 a
Digoreng Ulangan II 4.92 3.61 Ulangan I 12.79 18.97
(Donat) Digoreng
Rata-rata 5.12 a 3.81 a Ulangan II 16.65 19.82
(Donat)
Ulangan I 5.77 5.52 Rata-rata 14.72 a 19.39 a
Dikukus Ulangan I 13.85 12.48
Ulangan II 5.40 5.72
(Bakpau) Dikukus
Rata-rata 5.59 a 5.62 a Ulangan II 11.90 9.90
(Bakpau)
Ulangan I 4.66 6.25 Rata-rata 12.88 a 11.19 a
Dipanggang Ulangan I 16.40 14.45
Ulangan II 3.62 3.26
(Roti) Dipanggang
Rata-rata 4.14 a
4.75 a Ulangan II 17.72 20.05
(Roti)
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil uji tidak Rata-rata 17.06 a
17.25 a
berbeda signifikan dengan selang kepercayaan 95% Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil uji tidak
berbeda signifikan dengan selang kepercayaan 95%
Ketersediaan Biologis Seng
Analisis ketersediaan biologis seng pada Uji statistik yang dilakukan menunjukkan
penelitian ini menggunakan metode in vitro. Uji bahwa pengolahan tidak menyebabkan perubahan
secara in vitro berkembang karena uji secara in ketersediaan biologis seng secara nyata. Namun, bila
vivo memakan waktu yang lebih lama, lebih mahal, dilihat dari nilai ketersediaan biologisnya, terdapat
dan memiliki keterbatasan dalam melihat interaksi perbedaan akibat pengolahan yang dilakukan. Hal
komponen makanan yang dapat menghambat tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ikeda et
ataupun meningkatkan penyerapan mineral (Lapara al. (2003) yang menunjukkan bahwa mie dalam
et al. 2009). Meskipun demikian, b�����������������
ukti uji pada ma- keadaan mentah akan melepaskan seng dalam
nusia (in vivo) tetap harus dilakukan untuk penentu- bentuk terlarut yang lebih rendah dibandingkan
an segala kebijakan (Fairweather-Tait et al. 2005). mie yang telah dimasak. Perbandingan ketersediaan
Hasil analisis ketersediaan biologis seng disajikan biologis adonan mentah dengan olahannya disajikan
pada Tabel 3. dalam Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat
Pengaruh Pengolahan terhadap Ketersediaan perubahan ketersediaan biologis seng akibat
Biologis Seng pengolahan. Walaupun secara statistik perubahan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak akibat pengolahan tidak nyata, namun kecenderungan
terdapat perbedaan ketersediaan biologis seng yang peningkatan ketersediaan biologis seng terjadi pada
nyata (p>0.05) antara pangan yang belum diolah terigu yang diolah dengan cara digoreng (donat) dan
(adonan) ataupun pangan yang telah diolah (donat, dipanggang (roti), tetapi tidak terjadi peningkatan
bakpau, dan roti). Berdasarkan hasil tersebut dapat pada terigu yang diolah dengan cara dikukus
disimpulkan bahwa baik penggorengan, pengukusan, (bakpau). Pada proses penggorengan (donat),
ataupun pemanggangan tidak memengaruhi terdapat peningkatan sebesar 1.43% atau sebesar
ketersediaan biologis seng pada terigu secara 10.76% lebih tinggi dibandingkan adonan mentah,
nyata. dan pada proses pemanggangan (roti) terdapat

Gambar 1. Grafik Perubahan Ketersediaan Biologis Seng Akibat Pengolahan

JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013 225


Nugroho dkk.

peningkatan sebesar 3.77% atau sebesar 28.37% lebih dengan Na2EDTA ataupun yang tidak ditambah de-
tinggi dibandingkan adonan mentah. Perbedaan ngan Na2EDTA (p>0.05). Secara statistik, Na2EDTA
tersebut diduga terjadi karena penggunaan suhu yang tidak berhasil meningkatkan ketersediaan biologis
berbeda. Pada penggorengan dan pemanggangan, pangan olahan yang dijadikan sampel. Namun, bila
digunakan suhu tinggi, yaitu masing-masing 200— dilihat nilainya, terjadi peningkatan pada pangan
205oC dan 160oC, sementara pada pengukusan olahan donat. Perbedaan ketersediaan biologis pada
hanya digunakan suhu 96—98oC. Meskipun demikian, donat, bakpau, dan roti yang ditambah ataupun
perlakuan panas dapat menyebabkan terjadinya yang tidak ditambah dengan Na2EDTA disajikan pada
pemecahan ikatan dan memengaruhi penyerapan Gambar 2.
atau penggunaan beberapa mineral (Palupi et al. Peningkatan ketersediaan seng dapat dilihat
2007). pada sampel donat (goreng) setelah ditambahkan
Disamping itu, prinsip pengukuran bioavailabi- Na2EDTA. Pada donat, terjadi peningkatan keterse-
litas metode in vitro dengan teknik dialisis mengguna- diaan biologis seng dari 14.72% menjadi 19.39% atau
kan kantung dialisis diukur dengan proses pelepasan sebesar 31.73% dari nilai ketersediaan biologis kon-
molekul mineral pada kantung dialisis tersebut. Di- trol. Peningkatan yang terjadi memang relatif ke-
alisis digunakan untuk memisahkan molekul-molekul cil, namun penelitian-penelitan sebelumnya juga
besar dan molekul-molekul kecil berdasarkan sifat menunjukkan hal yang sama. Hasil penelitian Het-
membran semi permeabel yang meloloskan molekul- tiararachchi et al. (2004) menunjukkan peningkatan
molekul kecil dan menahan molekul besar. Diduga ketersediaan biologis seng pada tepung beras dari
terjadi kerusakan matriks yang mengikat mineral 8.8% menjadi 13.5% atau sebesar 53.41% dari nilai
pada bahan makanan saat pengolahan dengan suhu ketersediaan biologis kontrol setelah ditambah de-
tinggi (donat dan roti). Hal ini menyebabkan mineral ngan Na2EDTA. Selain itu, penelitian lainnya menun-
terbebas dari matriks dan dapat melewati membran jukkan kemampuan Na2EDTA dalam meningkatkan
kantung dialisis. Pemanasan dapat mengurangi daya ketersediaan biologis mineral tidak jauh berbeda.
tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan Hasil penelitian Govindaraj et al. (2007) menunjuk-
memberikan cukup energi pada molekul-molekul kan peningkatan ketersediaan biologis besi pada
air tersebut untuk dapat mengatasi daya tarik me- biskuit dari 14.40% menjadi 16.65% atau sebesar
narik antar molekul dalam bahan pangan tersebut. 15.62% dari nilai ketersediaan biologis kontrol. Pe-
Ketersediaan biologis mineral, termasuk seng sa- ningkatan mineral dengan penambahan Na2EDTA
ngat erat kaitannya dengan kelarutannya dalam sa- hanya berkisar antara 2—10%.
luran pencernaan (Ikeda et al. 2005). Meningkatnya Peningkatan tidak terjadi pada terigu yang
kelarutan akibat panas yang diberikan akan me- diolah dengan cara dikukus. Hal tersebut diduga
ningkatkan ketersediaan biologis mineral, termasuk karena suhu pengukusan merupakan suhu teren-
seng. Selain itu, dengan pengolahan adonan menjadi dah dari ketiga pengolahan yang digunakan. Hal
produk olahan yang melalui proses fermentasi, fitat tersebut menyebabkan mineral dalam makanan
dapat terdegradasi sehingga dapat meningkatkan masih terikat dalam kompleks di dalam makanan
ketersediaan biologis seng (Hurrell 2003). sehingga mineral yang melewati membran kantung
dialisis lebih sedikit dibanding dengan pengolahan
Pengaruh Penambahan Na2EDTA terhadap Keterse- dengan cara digoreng ataupun dipangggang. Fitat,
diaan Biologis Seng serat, dan protein diduga merupakan komponen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak utama sebagai penyusun kompleks tersebut yang
terdapat perbedaan ketersediaan biologis seng yang dapat mengikat mineral sehingga memengaruhi
nyata pada kelompok olahan terigu yang ditambah penyerapannya (Palupi et al. 2007). Karena mineral

Gambar 2. Grafik Ketersediaan Biologis Seng dengan Penambahan Na2EDTA

226 JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013


Penambahan Na2EDTA pada Terigu Fortifikasi

masih terikat, maka Na2EDTA tidak dapat mengikat vitro models to predict the bioavailability of
mineral sehingga tidak terjadi peningkatan keterse- iron and zinc: a consensus statement from the
diaan biologis yang diharapkan. harvest plus expert consultation. Int J Vitam
Nutr Res, 75, 371—374.
KESIMPULAN Frontela C, Ros G, & Martinez C. 2011. Phytic acid
content an in vitro iron, calcium, and zinc
Hasil penelitian menunjukkan terdapat per- bioavailability in bakery product: The effect
bedaan yang nyata pada kadar air, kadar lemak, dan of processing. Journal of Cereal Science, 54,
kadar karbohidrat donat (goreng), bakpau (kukus), 173—179.
dan roti (panggang) (p<0.05). Namun tidak terda- Garcia-Casal MN, Ramirez J, & Leets I. 2009. Bio-
pat perbedaan yang nyata pada kadar abu dan ka- availability from electrolytic and reduced
dar protein (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan iron in human is enhanced by NaFe-EDTA and
bahwa pengolahan yang dilakukan pada penelitian vitamin a in corn and wheat flours, effect of
ini memengaruhi kadar air, lemak, dan karbohidrat serum retinol status. African Journal of Food
terigu. Science, 3, 131—138.
Pengolahan tidak menyebabkan perubahan Govindaraj T, KrishnaRau L, & Prakash J. 2007. In
ketersediaan biologis seng secara nyata (p>0.05). vitro bioavailability of iron and sensory quali-
Namun demikian, terdapat kecenderungan peng- ties of iron-fortified wheat biscuits. Food and
olahan dengan cara digoreng (donat) dan dipang- Nutrition Bulletin, 28, 299—306.
gang (roti) dapat meningkatkan ketersediaan biolo- Lapara JM, Glahn RP, & Miller DD. 2009. Different
gis seng. Secara statistik ketersediaan biologis seng responses of Fe transporters in Caco-2/HT29-
terigu yang digoreng (donat), dikukus (bakpau), dan MTX cocultures than in independent caco-2
dipanggang (roti) adalah sama. Hal yang sama juga cell cultures. Cell Biology International, 33,
terlihat pada efek dari penambahan Na2EDTA. Tidak 971—977.
terdapat perbedaan yang nyata pada sampel yang Haliza W, Kailaku SI, & Yuliani S. 2012. Penggunaan
ditambah ataupun tidak ditambah Na2EDTA, baik mixture response surface methodology pada
untuk donat, bakpau, ataupun roti. Secara statis- optimasi formula brownies berbasis tepung
tik, Na2EDTA tidak dapat dikatakan meningkatkan talas banten (Xanthosoma undipes k.koch) se-
ketersediaan biologis seng. Namun bila dilihat dari bagai alternatif pangan sumber serat. Jurnal
nilainya, terdapat peningkatan pada terigu yang di- Pascapanen, 9, 96—106.
olah dengan cara digoreng (donat) sebesar 4.67%. Hettiarachchi et al. 2004. Na2EDTA enhances the
Peningkatan yang terlihat relatif kecil se- absorption of iron and zinc from fortified
hingga perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam rice flour in Sri Lanka children. J. Nutr, 134,
terutama mengenai efek dari Na2EDTA dalam me- 3031—3036.
ningkatkan ketersediaan biologis seng. Penggunaan Hurrell et al. 2000. An evaluation of EDTA com-
metode in vivo dapat menjadi salah satu alternatif pounds for iron fortification of cereal-based
untuk mempelajari efek dari Na2EDTA dengan lebih foods. J. Nutr. 84, 903—910.
baik dikarenakan dapat menggambarkan keadaan Hurrell RF. 2003. Influence of vegetable protein
tubuh manusia yang sebenarnya. Selain itu, untuk source on trace element and mineral bio-
melihat efek dari Na2EDTA dengan lebih baik, se- availability. The Journal of Nutrition, 133,
baiknya digunakan terigu yang belum difortifikasi 2973S—2977S.
dan dilakukan premix secara wet mixing sebelum Hunt JR. 2003. Bioavailability of iron, zinc, and o-
pembuatan adonan antara Zn dengan Na2EDTA se- ther trace minerals from vegetarian diets.
hingga pengkelatan dapat terjadi lebih baik ataupun The American Journal of Clinical Nutrition,
penambahan seng yang sudah terkelat (NaZnEDTA) 78, 633S—6339S.
pada terigu yang belum difortifikasi. Ikeda S, Tomura K, Miya M, & Kreft I. 2003. Changes
in the solubility of the minerals in buckwheat
DAFTAR PUSTAKA noodles occurring by processing, cooking and
enzymatic digestion. Fagopyrum, 20, 67—71.
Afify AMR, El-Beltagi HS, El-Salam SMA, & Omran AA. Ikeda S, Yamashita Y, Kusumoto K, & Kreft I. 2005.
2011. Bioavailability of iron, zinc, phytate Nutritional characteristics of minerals in vari-
and phytase activity during soaking and ous buckwheat groats. Fagopyrum, 22, 71—
germination of white sorghum varieties. PLOS 75.
ONE, 6, 1—7. Ikeda S, Yamashita Y, Tomura K, & Kreft I. 2006. Nu-
Das P, Raghuramulu N, & Rao KC. 2005. Determination tritional comparison in mineral characteristics
of in vitro availability of iron from common between buckwheat and cereals. Fagopyrum,
foods. J. Hum. Ecol, 18, 13—20. 23, 61—65.
Fairweather-Tait S et al. 2005. The usefulness of in Mahardikawati VA & Roosita K. 2008. Aktivitas fisik,

JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013 227


Nugroho dkk.

asupan energi dan status gizi wanita pemetik between dialysis and solubility methods. Food
teh di PTPN VIII Bandung, Jawa Barat. Jurnal Chem, 65, 353—357.
Gizi dan Pangan, 3, 79—85. Rosado JL. 2003. Zinc and copper: Proposed fortifica-
Palupi NS, Zakaria FR, & Prangdimurti E. 2007. Modul tion levels and recommended zinc compound.
e-learning ENBP: Pengaruh Pengolahan Ter- The Journal of Nutrition, 133, 2985S—2989S.
hadap Nilai Gizi Pangan. Departemen Ilmu dan Thomas PR. 2007. Pengembangan Produk Makanan
Teknologi Pangan IPB, Bogor. Ringan dengan Proses Ekstruksi dan Peng-
Roig et al. 1999. Calcium bioavailability in human gorengan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Insti-
milk, cow milk and infant formulas comparison tut Pertanian Bogor, Bogor.

228 JGP, Volume 8, Nomor 3, November 2013

Anda mungkin juga menyukai