(Evaluation of Folic Acid and Iron Stability, Nutrition and Sensory Value of Banana
Flake)
ABSTRAK. Defisiensi zat besi dan asam folat merupakan penyebab penting anemia
di kalangan anak-anak dan remaja sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
konsumsi vitamin dan mineral untuk membantu menanggulangi hal tersebut. Salah
satunya dengan fortifikasi zat besi dan asam folat pada produk banana flake sebagai
makanan sarapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas zat besi dan
asam folat selama proses pengolahan banana flake serta nilai gizi produk banana flake
terfortifikasi dan penerimaan sensori banana flake terfortifikasi sebagai makanan
sarapan untuk anak usia sekolah. Banana flake dibuat dengan perlakuan jenis fortifikan
berupa zat besi, asam folat dan gabungan zat besi dan asam folat. Analisa yang
dilakukan meliputi kandungan zat besi dan asam folat, nilai gizi (proksimat, serat
pangan dan perhitungan kalori) dan sifat sensori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam pengolahan banana flake, asam folat yang difortifikasi relatif tidak stabil dengan
penurunan sebesar 46,27-76,61% akibat adanya proses pemanggangan. Zat besi lebih
stabil dibandingkan asam folat dengan penurunan yang lebih rendah yaitu 44-51,39%.
Tidak terdapat interaksi negatif pada fortifikasi asam folat dan zat besi secara
bersamaan. Fortifikasi asam folat dan zat besi secara umum tidak berpengaruh
signifikan pada nilai gizi dan sensori banana flake. Kadar air, kadar abu, kadar
protein, karbohidrat dan kalori banana flake terfortifikasi berturut berkisar antara
2,14-2,38%; 3,31-3,39%; 6,47-6,61%; 86,11-86,30%; 384-386,34 kkal/100 g. Produk
ini tergolong tinggi serat pangan, asam folat dan zat besi, rendah lemak dan nilai
kalori yang mencukupi pensyaratan makanan sarapan. Banana flake memiliki
penerimaan sensori pada kisaran disukai hingga sangat disukai.
Kata kunci: asam folat, banana flake, gizi, sensori, zat besi
ABSTRACT. Iron and folic acid deficiency are causes of anemia among children and
adolescents. Iron and folic acid fortification on banana flake products as a breakfast
food is one of efforts to increase the consumption of vitamins and minerals. This study
aimed to evaluate nutritional value and sensory reception of fortified banana flake
products for school age children and determine the stability of iron and folic acid
during processing. Banana flake was made using variation of fortification in the form of
iron, folic acid and combination of both. The analysis included content of iron and folic
acid, nutritional value (proximate, dietary fiber and calorie calculation) and sensory
properties. The results showed during the process, fortified folic acid was relatively
unstable with a decrease of 46.27-76.61% due to the roasting process. Iron was more
stable than folic acid with a lower decrease of 44-51.39%. Fortification of folic acid
and iron in general did not have a significant effect on nutritional value and sensory
banana flake. Water content, ash content, protein, carbohydrate and caloric content of
successively fortified banana flakes were ranged from 2.14-2.38%; 3.31-3.39%; 6.47-
15
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 15-28
: 1-13
16
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
biasanya kurang dari 5%, pada perlakuan asam folat sebesar 1100 mcg per 100 g
UHT dapat mencapai 25% dan akibat adonan (Mileiva, 2007). Setelah itu
proses sterilisasi mencapai 30%. dilakukan pemipihan menggunakan dough
Kehilangan folat pada telur rebus sebesar sheeter sehingga dihasilkan lembaran
10% dan akibat proses pengolahan lainnya adonan. Selanjutnya dilakukan
seperti penggorengan dapat mencapai 30- pemanggangan I pada suhu 120 oC selama
35% (Ottaway, 2010). Belum ditemukan 10 menit lalu pemotongan lembaran
adanya penelitian yang mengkaji mengenai dengan ukuran 3x2 cm dan pemanggangan
stabilitas zat besi dan folat pada proses II pada suhu 120 ˚C dengan waktu 12
pengolahan banana flake. Oleh karena itu menit untuk mematangkan produk banana
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui flakes.
stabilitas zat besi dan asam folat selama
proses pengolahan banana flake, serta nilai Analisa Produk
gizi dan penerimaan sensorinya sebagai Analisa kimia yang dilakukan
makanan sarapan untuk anak usia sekolah. terhadap produk meliputi analisa stabilitas
mikronutrien (analisa kandungan asam
2. METODE PENELITIAN folat dan zat besi), analisa nilai gizi yang
Bahan utama yang digunakan dalam meliputi analisa proksimat (kadar air, abu,
penelitian ini adalah tepung pisang matang protein, lemak, karbohidrat) serat pangan
dari varietas pisang Ambon, anti kempal dan perhitungan kalori. Analisa stabilitas
trikalsium fosfat, telur, tepung beras, susu mikronutrien asam folat dan zat besi yang
skim cair, gula pasir, baking powder, Fe- difortifikasi secara tunggal dan yang
fumarat dan asam folat, serta bahan kimia dicampurkan bersama-sama dilakukan
untuk analisa. Alat yang digunakan dalam pada 2 tahapan proses pengolahan banana
penelitian ini adalah mixer, dough sheeter, flake yaitu adonan banana flake setelah
oven pemanggang dan peralatan analisa pemanggangan I dan produk banana flake
seperti: AAS AA-400 Analyst Perkin setelah pemanggangan II (banana flake
Elmer, UPLC H Class Waters PDA, labu matang).
Kjedahl dan peralatan gelas lainnya. Pengujian stabilitas zat fortifikan
Penelitian ini menggunakan yakni asam folat menggunakan metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan UPLC sedangkan Fe-fumarat
variasi jenis fortifikan yaitu zat besi, asam menggunakan metode AAS. Penentuan
folat serta gabungan zat besi dan asam proksimat merujuk pada BSN (1992)
folat. Data yang diperoleh selanjutnya meliputi kadar lemak dengan metode
dianalisa menggunakan ANOVA dengan Soxhlet, kadar protein dengan metode
uji lanjut T test dan Duncan. Kjehdal, kadar karbohidrat dengan
perhitungan by different, kadar air dan
Penyiapan Banana Flake Terfortifikasi kadar abu dengan metode gravimetri, serta
Formulasi dan pembuatan banana kadar serat pangan metode AOAC (1995).
flake merujuk pada Ratnawati dan Afifah Total energi dihitung menggunakan faktor
(2017) dengan modifikasi pada fortifikasi Atwater.
zat gizi mikro yaitu asam folat serta Uji organoleptik untuk mengetahui
campuran zat besi dan asam folat. Banana tingkat kesukaan panelis (Sharif et al.,
flake dihasilkan melalui tahapan 2017) terhadap banana flakes dilakukan
pembuatan krim dengan pengadukan gula terhadap dua kelompok panelis yaitu
10,55% dan telur 16,88% menggunakan kelompok panelis dengan tingkat
mixer, kemudian dilakukan pencampuran pendidikan tertinggi (mahasiswa usia 17-
bahan-bahan kering seperti tepung pisang 20 tahun) dan 33 panelis anak sekolah usia
matang 42,19%, tepung beras 12,66%, sekolah dasar 10-14 tahun. Kesukaan
baking powder 0,84%, susu skim cair produk banana flake di ujikan pada dua
16,88% dan fortifikan. Fortifikan zat besi kelompok panelis untuk mewakili
yang ditambahkan sebesar 43,40 mg dan kesukaan makanan sarapan pada anak usia
sekolah di jenjang pendidikan tertinggi dan
17
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 15-28
: 1-13
Tabel 1. Kandungan asam folat dan zat besi selama proses pemanggangan banana flake
Kandungan asam folat dan zat besi selama proses
pemanggangan
Perlakuan Jumlah pada
Pemanggangan Pemanggangan
adonan sebelum
I II
fortifikasi
Aa
Fortifikasi asam folat (mcg/100 g) 169,47 682,12 499,53Ab
Aa
Fortifikasi zat besi (mg/100 g) 0,71 24,70 24,61Aa
Fortifikasi asam folat dan zat besi
- Asam folat (mcg/100 g) 169,47 582,00Aa 296,94Ab
- Zat besi (mg/100 g) 0,71 21,44Aa 23,70Aa
* - superscript huruf kecil yang sama pada baris menunjukkan sampel tidak berbeda nyata nyata pada taraf
signifikansi 5% berdasarkan analisa sidik ragam ANOVA dengan uji T-test
- superscript huruf kapital pada kolom yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata untuk
parameter uji yang sama pada taraf signifikansi 5% berdasarkan analisa sidik ragam ANOVA dengan uji
T-test
18
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
kedua sebesar 76,61% (p<0,05). Hasil ini folat dan memiliki penyerapan yang buruk
menunjukkan bahwa asam folat tidak stabil jika bersama-sama kalsium, kalium,
pada proses pemanggangan. Hal ini sesuai magnesium, malonaldehid, polifenol, atau
dengan Tangkalisan dan Debby (2002); asam oksalat dan asam fitat (Navarrete et
Molaei dan Sayed (2015) yang al., 2002). Raterman (2018) menyatakan
menyatakan bahwa asam folat sensitif zat besi, vitamin B12 dan asam folat
terhadap proses pemanasan dan bekerja secara bersama-sama untuk
pemasakan. memacu kesehatan dalam hal memacu
Proses pemanggangan produk roti fungsi metabolik yang berkontribusi pada
gandum (Anderson et al., 2010) fungsi kognitif, perkembangan fisik,
menurunkan asam folat sebesar 21,9- mendukung fungsi kerja jantung dan
32,1% sedangkan pada rye bread 22% menghasilkan energi. Selain itu,
(Gujska dan Majewska, 2005) dan pada penggunaan asam folat bersama-sama zat
makanan sarapan berbentuk rol berbahan besi dapat menanggulangi anemia dan
baku gandum sebesar 25 dan 19% kekurangan zat besi pada ibu hamil dan
(Johansson et al., 2002). Anderson et al. anak-anak, meningkatkan pertumbuhan
(2010) menyatakan bahwa kandungan remaja dan mengurangi resiko malaria
asam folat akhir pada produk roti (WHO, 2012; Hadler et al., 2008; Kanani
dipengaruhi oleh berbagai variabel seperti dan Rhasmi, 2000; Kreamer dan Hans,
proporsi tepung yang difortifikasi, tipe roti, 2012).
kehilangan air pada adonan dan degradasi Kandungan zat besi adonan banana
folat selama pemanggangan. Anderson et flake pada perlakuan fortifikasi zat besi
al. (2010) juga melaporkan alasan secara tunggal dan pada perlakuan
meningkatnya degradasi folat masih belum fortifikasi ganda (asam folat dan zat besi)
jelas, namun menurut Gujska dan sebesar 0,71 mg/100 g. Sejumlah zat besi
Majewska (2005) penurunan folat selama yang terdeteksi pada adonan banana flake
pemanggangan dapat disebabkan oleh sebelum dilakukan fortifikasi berasal dari
perubahan bentuk struktur kimia alami bahan baku pembuatan banana flake
folat dan dipengaruhi oleh suhu seperti tepung pisang matang, susu dan
pemanggangan dan proses fermentasi. telur. Kandungan pada pisang matang,
Sementara menurut Delchier et al. (2014) susu dan telur berturut-turut adalah 1,04-
mekanisme degradasi folat akibat 1,21 mg/100 g, 30-70 mcg/100 g dan
pemanasan disebabkan oleh reaksi oksidasi 20,31-50,3 mcg/g (Abbas et al., 2009;
akibat panas dan perubahan dari masing- Zamberlin et al., 2012; Abduljaleel, 2016).
masing turunan asam folat menjadi 5-CH3- Kandungan zat besi banana flake
H4 folat. Gazzali et al. (2016) menyatakan relatif stabil, berbeda dengan asam folat
bahwa penurunan asam folat karena yang relatif kurang stabil. Berdasarkan
pemanasan disebabkan perubahan struktur perhitungan neraca komponen, setelah
kristalin asam folat menjadi amorphous. dilakukan penambahan zat besi sebesar
Penurunan asam folat ini diatasi dengan 43,4 mg/100 g terjadi peningkatan
mikroenkapsulasi (Shrestha et al., 2012). kandungan zat besi menjadi 44,11 mg/100
Kandungan asam folat banana flake g bahan. Namun setelah proses
antara perlakuan fortifikasi tunggal dan pemanggangan pertama terjadi penurunan
fortifikasi ganda tidak berbeda nyata, baik kandungan zat besi sebesar 44% dan relatif
pada tahapan pemanggangan I maupun stabil pada pemanggangan kedua dengan
pemanggangan II (p>0,05) (Tabel 1). Hal nilai kandungan zat besi yang tidak
serupa ditunjukkan pula pada kandungan berbeda signifikan dengan kandungan zat
zat besi banana flake. Hal ini besi setelah proses pemanggangan pertama
menunjukkan bahwa tidak terdapat (p>0,05).
interaksi negatif antara asam folat dan zat Kecenderungan yang sama
besi ketika digunakan secara bersamaan. ditunjukkan pada banana flake yang diberi
Penyerapan zat besi akan lebih baik jika perlakuan fortifikasi asam folat dan zat
bersama-sama vitamin A, C, E, atau asam besi secara bersamaan. Zat besi pada
19
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 15-28
: 1-13
20
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
terdapat dalam suatu bahan pangan. dibandingkan dengan flake beras merah,
Fortifikasi mineral zat besi yang dilakukan yang memiliki kandungan lemak sebesar
tidak meningkatkan kadar abu dari produk 2,4% (Chandra et al., 2014) dan
banana flake, kemungkinan disebabkan kandungan lemak flake pisang yang
jenis fortifikan yang ditambahkan disubsitusi pati garut sebesar 4,95-8,15%
mengalami kerusakan selama proses (Mahmudah et al., 2017). Hasil tersebut
pemanggangan dan yang tersisa pada mengindikasikan bahwa flake yang
produk akhir sedikit, sehingga tidak dihasilkan tergolong produk rendah lemak.
terdeteksi sebagai kadar abu. Kadar abu Kandungan karbohidrat banana
banana flake hasil penelitian ini lebih flake pada ketiga perlakukan tidak berbeda
tinggi dibandingkan dengan flake pisang signifikan dengan nilai 86,11-86,3%
yang disubsitusi pati garut sebesar 2,25- (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
2,50% (Mahmudah et al., 2017), tetapi fortifikan yang diberikan tidak
berada pada kisaran kadar abu flake pisang berpengaruh pada kandungan karbohidrat
yang disubstitusi dengan tepung talas produk. Kandungan karbohidrat banana
sebesar 3,21-3,90% (Regalia et al., 2016). flake pada penelitian ini berada pada
Kadar abu ini masih masuk dalam BSN kisaran kandungan karbohidrat flake
(1996) dalam SNI No 01-4270-1996) yaitu pisang disubstitusi pati garut (84,79-
maksimal 4%. 88,35%) dan lebih tinggi dibandingkan
Kadar protein produk banana flake flake pisang yang disubsitusi tepung talas
yang diberi fortifikasi asam folat, zat besi (74,-84,4%) serta masih masuk dalam
dan asam folat dan zat besi secara standar BSN (1996) dalam SNI No 01-
bersamaan tidak menunjukkan perbedaan 4270-1996 yaitu minimal 60%.
yang signifikan (p>0,05) pada kisaran Serat pangan adalah seluruh bagian
6,47-6,61%. Hal tersebut menunjukkan tanaman yang tidak dapat dicerna enzim
bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak pencernaan manusia, tanpa membedakan
mempengaruhi kandungan protein produk. apakah mengalami proses pengolahan atau
Kadar protein banana flake hasil penelitian tidak, tanpa melihat apakah untuk
ini berada pada kisaran kandungan protein kepentingan diet atau bukan dan tanpa
flake pisang yang disubstitusi tepung talas mempertimbangkan apakah serat tersebut
(4,97-7,18%) (Regalia et al., 2016) tetapi dapat dimakan atau tidak (Marsono, 1996).
lebih rendah dibanding dengan kandungan Banana flake yang difortifikasi asam folat
protein flake beras merah yaitu 8,97% dan zat besi secara bersamaan memiliki
(Chandra et al., 2014). Perbedaan kandungan serat pangan terendah yaitu
kandungan protein ini dapat disebabkan 8,11% yang berbeda signifikan dengan
oleh perbedaan bahan baku yang banana flake dengan fortifikasi asam folat
digunakan dalam formulasi banana flake. dan zat besi secara tunggal (8,53 dan
Kadar protein banana flake hasil penelitian 8,62%). Hal ini kemungkinan disebabkan
ini masih berada dalam standar yang terdapat sejumlah mineral yang berikatan
ditetapkan BSN (1996) dalam SNI No 01- dengan serat pengan, sehingga
4270-1996 yaitu minimal 5%. menurunkan ketersediaan serat pangan saat
Kadar lemak produk banana flake proses analisa. Berdasarkan Matin et al.,
yang difortifikasi dengan asam folat lebih (2013) beberapa sumber serat berikatan
rendah (1,39%) dan berbeda signifikan dengan mineral seperti Fe, Cu, Zn dan Mg.
dibandingkan dengan banana flake yang Flake berbasis talas untuk makanan
difortifikasi zat besi secara tunggal dan sarapan yang dikembangkan oleh Sukasih
banana flake yang difortifikasi asam folat dan Setyadjit (2012) memiliki kandungan
bersamaan dengan zat besi (1,77 dan serat pangan sebesar 8,07%. Hal ini
1,69%) (p<0,05). Interaksi antara asam mengindikasikan bahwa produk banana
folat dan lemak masih belum diketahui flake pada penelitian ini memiliki
secara pasti. Kadar lemak banana flake kandungan serat pangan yang lebih tinggi.
masih dibawah standar yang ditetapkan Dhingra et al., (2012) menyatakan bahwa
SNI (1996) yaitu minimal 7%. Begitu pula diet yang kaya akan serat pangan seperti
21
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 15-28
: 1-13
sereal, kacang-kacangan, buah dan sayur- kkal per 30 g, sementara produk banana
sayuran memiliki efek kesehatan karena flake yang dihasilkan mengandung 115,21-
konsumsinya dapat menurunkan resiko 115,91 kkal per 30 g produk. Banana flake
terkena penyakit. yang dihasilkan pada penelitian ini
Al Bashtawy (2015) melaporkan memiliki nilai kalori yang lebih tinggi
bahwa sarapan membawa nutrisi-nutrisi dibandingkan nilai kalori produk komersil.
esensial yang dibutuhkan untuk
beraktivitas sehari-hari. Vergara (2005) Sifat Sensori Banana Flake
mengungkapkan bahwa para ahli Vishnukumar et al. (2017)
merekomendasikan makanan sarapan menyatakan bahwa banyak penelitian
sebaiknya memenuhi 20-25% dari mengindikasikan anak usia sekolah dan
kebutuhan nutrisi harian. Kebutuhan harian remaja yang sering kali tidak sarapan sulit
nutrisi orang dewasa menurut RDA berkonsentrasi di kelas dan mempengaruhi
(Recomended Dietary Allowances) adalah prestasi di sekolah, sehingga penilaian
2000 kkal, sehingga menu sarapan sensori produk banana flake dilakukan
sekurang-kurangnya memiliki energi 400 pada dua kelompok panelis, yaitu panelis
kkal. Berdasarkan Sukasih dan Setyadjit dari tingkat pendidikan tertinggi
(2012), kebutuhan zat gizi sarapan tidak (mahasiswa usia 17-20 tahun) yang
kurang dari 300 kkal. Pada Tabel 1, dapat mewakili golongan late adolescence dan
dilihat bahwa banana flake memiliki nilai anak usia sekolah dasar dan menengah (11-
kalori berkisar antara 384,02-386,34 14 tahun) yang mewakili golongan early
kkal/100 g yang tidak berbeda signifikan adolescence. Penilaian tingkat kesukaan
antar perlakuan (p>0,05). pada parameter rasa, warna, aroma dan
Hal di atas menunjukkan bahwa penerimaan keseluruhan (over all) produk
banana flake hasil penelitian ini memenuhi dinilai oleh panelis dari tingkat pendidikan
standar makanan sarapan yang disarankan. tertinggi disajikan pada Gambar 1.
Produk banana flake hasil penelitian ini Nilai rata-rata tingkat kesukaan
memiliki keunggulan kandungan asam terhadap produk banana flake yang
folat dan zat besi yang lebih tinggi dan difortifikasi asam folat dan zat besi secara
kandungan lemak lebih rendah tunggal dan asam folat dan zat besi secara
dibandingkan dengan makanan sarapan bersamaan pada parameter rasa, warna,
hasil penelitian Sukasih dan Setyajid aroma dan penerimaan keseluruhan
(2012). Makanan sarapan sereal komersil berturut-turut berkisar antara 4,50-4,83;
tertentu memiliki nilai kalori sebesar 110 4,40-4,63; 4,03-4,30; dan 4,93-5,03 yang
Gambar 1. Spider web nilai rata-rata kesukaan banana flake panelis dari tingkat pendidikan tertinggi
22
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
tidak berbeda signifikan antar perlakuan pembentukan rasa, aroma, tekstur dan
(p>0,05). Kisaran tersebut menunjukkan penampangan produk hasil pemanggangan.
bahwa produk banana flake yang Banana flake memiliki aroma khas
dihasilkan memiliki penerimaan agak pisang yang disukai konsumen dengan
disukai hingga disukai dan jenis fortifikan skor kesukaan pada kisaran 4,03-4,30.
yang ditambahkan tidak mempengaruhi Facundo et al. (2013) menyatakan bahwa
penerimaan banana flake. aroma dan rasa merupakan faktor utama
Cita rasa khas pisang yang kuat buah pisang banyak dikonsumsi.
membuat banana flake memiliki Penggunaan tepung pisang matang pada
penerimaan yang cukup baik karena produk banana flake memberikan rasa
terbuat dari tepung pisang matang pisang alami tanpa perlu menambahakan
sehingga disukai panelis. Tepung pisang perisa pisang. Secara kimia, aroma dan
matang cenderung memiliki rasa manis rasa pada pisang disebabkan oleh adanya
karena kandungan gula yang lebih tinggi komponen volatil yang diterima indra
dibandingkan tepung pisang mentah. penciuman. Lebih dari 150 komponen
Abbas et al. (2009) menyatakan bahwa volatil terdapat dalam buah pisang,
tepung pisang matang memberikan terutama golongan isoamil dan isobutil
kandungan gula yang tinggi pada produk ester bersama-sama 2-penanone (Jordan et
makanan yang membutuhkan rasa manis. al., 2001). Karakteristik rasa, warna dan
Banana flake memiliki warna aroma banana flake inilah yang diduga
cokelat tua mengkilat yang cukup disukai meningkatkan parameter kesukaan
panelis dengan skor kesukaan pada kisaran penerimaan keseluruhan banana flake
4,40-4,63. Salah satu keunggulan banana berada pada kisaran suka hingga sangat
flake adalah warna cokelat alami yang disukai (skor kesukaan 4,93-5,03).
dihasilkan dari penggunaan tepung pisang Chandra et al. (2014) melaporkan bahwa
matang yang berwarna cokelat, tanpa perlu flake beras memiliki kesukaan rasa 4,10-
penambahan pewarna sintetis. Hal ini 5,94 (agak tidak suka – agak suka) dan
disebabkan selama proses pembuatan mouthfeel 3,77-5,57 (agak tidak suka- agak
tepung pisang matang terjadi proses suka). Berdasarkan tingkat kesukaan
perubahan warna menjadi cokelat kisaran suka hingga sangat disukai untuk
(pencokelatan) secara enzimatis ketika banana flake, menunjukkan bahwa banana
pisang dibuburkan dan selama flake lebih disukai dibandingkan dengan
pengeringan. Saat proses pembuburan, hasil penelitian Chandra et al. (2014).
terjadi kerusakan kompartemen sel pada Hasil uji sensori produk banana
buah pisang yang mengakibatkan flake dilakukan dengan dan tanpa
komponen fenol kontak dengan enzim penambahan susu cair seperti saran
oksidatif sehingga mengakibatkan penyajian produk makanan sarapan sereal
pencokelatan. Su et al. (2005) menyatakan produk komersil dapat dilihat pada
bahwa pencokelatan jaringan akibat Gambar 2. Susu yang ditambahkan adalah
oksidasi enzimatik pada sel buah matang susu full cream cair plain sebanyak 100
terjadi ketika buah kehilangan ml/30 g banana flake. Penilaian sensori ini
kompartemen sel yang mengakibatkan dilakukan terhadap anak sekolah usia
bertemunya komponen fenol dengan enzim sekolah dasar 10-14 tahun pada produk
oksidatif. Pencokelatan non enzimatis banana flake dengan fortifikasi ganda
akibat adanya reaksi Mailard juga terjadi yaitu asam folat dan zat besi secara
selama proses pemanggangan banana bersamaan. Produk ini dipilih untuk
flake. Liang et al. (2018) menyatakan dilanjutkan pada uji sensori karena secara
bahwa gula reduksi seperti glukosa dan umum memiliki kualitas nilai gizi dan
fruktosa akan bereaksi dengan asam amino penerimaan sensori pada parameter aroma,
ketika dipanaskan dan mengakibatkan rasa, warna dan over all yang tidak
reaksi pencokelatan non enzimatis melalui berbeda signifikan dengan kedua produk
reaksi Mailard. Reaksi ini akan banana flake lainnya. Pada Gambar 2
menghasilkan komponen penting dalam diketahui bahwa hampir seluruh responden
23
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 15-28
: 1-13
Gambar 2. Tingkat kesukaan banana flake dari panelis pada tingkat pendidikan sekolah dasar
siswa menyukai produk banana flake yang kalori yang mencukupi persyaratan menu
disajikan tanpa penambahan susu makanan untuk sarapan. Hasil evaluasi
walaupun dari aspek gizi, penambahan sensori mengindikasikan bahwa banana
susu meningkatkan nilai nutrisi produk. flake memiliki penerimaan sensori pada
Flake berbasis talas dengan penambahan kisaran disukai hingga sangat disukai
susu sebanyak setengah gelas untuk tingkat pendidikan tertinggi
meningkatkan nilai kalori, protein, (mahasiswa usia 17-20 tahun) dan
karbohidrat dan lemak flake talas sebesar penerimaan sensori suka untuk hampir
69,77%, 90%, 49,02% dan 86,36% semua anak usia sekolah dasar baik dengan
(Sukasih dan Setyadjit, 2012). Hal ini atau tanpa penambahan susu. Perlu adanya
menunjukkan bahwa produk banana flakes penelitian lanjut mengenai bioavailabilitas
selain sebagai makanan sarapan dapat asam folat dan zat besi pada banana flake
dijadikan makanan ringan untuk anak untuk memastikan keberhasilan fortifikasi
sekolah. yang dilakukan.
24
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
25
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 15-28
: 1-13
26
Evaluasi Stabilitas Zat Besi dan Asam Folat…… (R. Ekafitri, dkk.)
Navarrete, N.M., Camacho, M.M., Martı´nez- Shrestha, A.K., Jayashree, A., Sushil, D. dan
Lahuerta, J., Martı´nez-Monzo, J. dan Sarah, C. (2012). Effect of biscuit
Fito, P. (2002). Iron deficiency and iron baking conditions on the stability of
fortified foods—a review. Food microencapsulated 5-
Research International, 35, 225–231. methyltetrahydrofolic acid and their
physical properties. Food and Nutrition
Ottaway, B. (2010). Stability of vitamins Sciences, 3, 1445-1452.
during food processing and storage. In
book: Chemical Deterioration and Sukasih, E. dan Setyadjit. (2012). Formulasi
Physical Instability of Food and pembuatan flake berbasis talas untuk
Beverages. doi: makanan satapan (breakfast meal)
10.1533/9781845699260.3.539. energi tinggi dengan metode oven.
Jurnal Pasca Panen, 9, 70-76.
Patel, B.H., Deepak, S., Deepika, S., Vipul,
K.S., Maheswari, R.S dan Prakash. Su, X., Jiang, Y., Duan, X., Liu, H., Lin, W.
(2009). Intervention of iron-folic acid in dan Zheng, Y. (2005). Effect of pure
school children. Journal of Human oxygen on the rate of skin browning and
Ecology, 25, 61-62. energy status in longan fruit. Food
Tecnology Biotechnology, 43, 359-365.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Angka Kecukupan Swain, J. H., Newman, S.M. dan Hunt, J.R.
Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa (2003). Bioavailability of elemental iron
Indonesia Nomor. 75 Tahun 2013. powders to rats is less than bakery-grade
ferrous sulfate and predicted by iron
Perales, S., Barberá, R., Lagarda, M.J. dan solubility and particle surface area.
Farré, R. (2006). Fortification of milk Journal of Nutrition, 133, 3546-3552.
with calcium: effect on calcium
bioavailability and interactions with iron Tangkilisan, H.A. dan Debby, R. (2002).
and zinc. Defisiensi Asam Folat. Sari Pediatri, 4,
Journal of Agricultural and Food 21–25.
Chemistry, 54, 4901-4906. Vergara, H.J. (2005). Breakfast is Important,
Ratnawati, L. dan Afifah, N. (2017). diakses pada Januari 2019 dari
Physicochemical properties of flakes http://www.
made from three varieties of banana. borderlandnews.com/apps/pbcs.dll/articl
Proceedings of The 3rd International e?AID=/2005094/LIVING/509140325/1
Symposium on Applied Chemistry. DOI: 004.
10.1063/1.5011886 Verwei, M., Karin, A, Robert, H., Henk, V.D.
Raterman, K. (2018). Iron, B12 and Folate: A B, Cornelia, W. dan Gertjan, S. (2003).
Dynamic Trio. New Hampshire, NH: Folic acid and 5-methyltetrahydrofolate
Innate-edu. Diambil dari: https://innate- in fortified milk are bioaccessible as
edu.com/ebooks-2. determined in a dynamic in vitro
gastrointestinal model. Journal of
Rebellato, A.P., Beatriz, C.P., Juliana, P.P. dan Nutrition, 133, 2377-83. DOI:
Juliana, A.L.P. (2015). Iron in fortified 10.1093/jn/133.7.2377.
biscuits: a simple method for its
quantification, bioaccessibility study Vishnukumar, S., Sujirtha, N. dan Ramesh, R.
(2017). The effect of breakfast on
27
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 15-28
: 1-13
28