Anda di halaman 1dari 12

1.1.

Pendahuluan
1.1.1.Definisi Liabilitas
Liabilitas merupakan kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu,
yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus ke luar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomik.

Berdasarkan definisi tentang liabilitas tersebut dapat disimpulkan adanya tiga unsur
yaitu:

a. adanya kewajiban (obligation) masa kini;


b. timbul dari peristiwa masa lalu; dan
c. akan mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomi.

Liabilitas diakui dalam neraca apabila besar kemungkinan bahwa pengeluaran


sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan
dapat diukur dengan andal.

Panduan tersebut memberikan dua kriteria pokok yaitu:

a. besar kemungkinan (probable),


b. pengeluaran sumber daya dapat diukur dengan andal.

2.1.Pengertian Provisi
PSAK 57 mendefinisikan provisi sebagai liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum
pasti. Jadi bedanya dengan liabilitas biasa lainnya adalah, suatu provisi meskipun
keberadaanya (existence) sudah pasti ada, tapi waktu (kapan harus dilunasi) dan jumlahnya
pada saat penyusunan laporan keuangan masih belum dapat dipastikan.

2.1.1.Pengakuan dan pengukuran Provisi


 Pengakuan Provisi
Suatu liabilitas yang waktunya dan jumlahnya belum dapat dipastikan diakui
sebagai provisi bila dipenuhi ketiga kondisi sebagai berikut:
a. Entitas mempunyai kewajiban kini sebagai akibat peristiwa masa lalu.
Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut peristiwa
mengikat. Kewajiban kini dapat timbul baik dari kewajiban hukum maupun
dari kewajiban konstruktif. Kewajiban hukum dapat timbul dari kontrak atau
dari peraturan perundangan atau hukum yang berlaku. Kewajiban hukum
biasanya lebih mudah untuk ditentukan dibandingkan kewajiban konstruktif.
Kewajiban konstruktif adalah kewajiban yang timbul dari tindakan entitas
karena adanya suatu komitmen kepada pihak ketiga untuk menerima tanggung
jawab tertentu.
b. Besar kemungkinan (probable) penyelesaian liabilitas tersebut mengakibatkan
arus ke luar sumber daya. Arus keluar sumber daya atau terjadinya suatu
peristiwa dianggap sebagai suatu “kemungkinan besar” (probable), jika
kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut lebih besar daripada kemungkinan
tidak terjadinya peristiwa tersebut.
c. Estimasi yang andal mengenai jumlah liabilitas tersebut dapat dibuat. Provisi
mengandung unsur ketidakpastian yang tinggi, sehingga diperlukan estimasi
dalam menentukan besarnya kewajiban entitas. Jika entitas tidak dapat
membuat estimasi yang andal, maka provisi tidak perlu diakui, tetapi
diungkapkan sebagai liabilitas kontinjensi
 Pengukuran Provisi
PSAK 57 paragraf 36 menjelaskan bahwa jumlah yang diakui sebagai provisi
adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan
kewajiban kini pada akhir periode pelaporan. Estimasi terbaik adalah jumlah
kewajiban yang secara rasional ditaksir akan dibayar atau dialihkan kepada pihak
ketiga pada tanggal pelaporan.

Cara menaksir jumlah kewajiban yang belum pasti jumlahnya dapat dilakukan
dengan berbagai cara menurut keadaan:
a. Bila populasi meliputi sejumlah besar unsur, liabilitas ditentukan berdasarkan
metode estimasi statistik, yaitu metode nilai yang diharapkan (expected value)
dengan menimbang berbagai kemungkinan hasil berdasarkan probabilitas
terkait.
b. Bila liabilitas yang perlu diestimasi jumlahnya hanya terdiri dari satu unsur
saja, mungkin hasil perhitungan yang probabilitas terjadinya paling tinggi
adalah estimasi terbaik tentang jumlah utang tersebut. Namun bila terdapat
kemungkinan lain, yang probabilitas terjadinya ditaksir lebih besar atau lebih
kecil dari kemungkinan yang probabilitasnya paling tinggi seperti tersebut di
atas, maka estimasi terbaik adalah suatu nilai yang lebih besar atau lebih kecil
dari hasil perhitungan yang probabilitas terjadinya paling tinggi.

2.1.2.Perubahan Provisi
Entitas harus menelaah provisi setiap tanggal laporan posisi keuangan, dan
saldo provisi harus disesuaikan untuk mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini.
Jika berdasarkan penelaahan diestimasi bahwa arus keluar sumber daya untuk
menyelesaikan kewajiban kemungkinan besar tidak terjadi, maka provisi tersebut
harus dibatalkan.
Bila provisi didiskontokan dan dilaporkan dalam nilai kini, maka dengan
berjalannya waktu nilai kini akan semakin meningkat. Oleh karena itu jumlah provisi
haruslah disesuaikan secara berkala.

2.1.3.Kontrak Memberatkan (Onerous Contract)


Kontrak memberatkan (onerous contract) adalah kontrak yang menimbulkan
biaya yang melebihi manfaat ekonomi yang akan diterima, dan tidak dapat
dihindarkan dalam memenuhi kewajiban kontrak tersebut.
Provisi tersebut diukur berdasarkan biaya bersih terendah untuk terbebas dari
ikatan kontrak. Yaitu mana yang lebih rendah antara biaya untuk memenuhi kontrak
dan denda dengan kompensasi yang harus dibayar jika kontrak tak dipenuhi.

2.1.4.Restrukturisasi
Bila suatu perusahaan melakukan restrukturisasi, seringkali akan membawa
dampak timbulnya suatu kewajiban tertentu. Bila kewajiban tersebut belum pasti
kapan harus dibayar dan atau jumlahnya tidak pasti, maka suatu provisi dibukukan dan
dilaporkan jika memang sudah terdapat kewajiban konstruktif.

PSAK 57 menyebutkan beberapa contoh restrukturisasi adalah sebagai berikut:

a. Penjualan atau penghentian suatu lini usaha


b. Penutupan lokasi usaha atau relokasi kegiatan usaha
c. Perubahan struktur manajemen
d. Reorganisasi mendasar yang berdampak signifikan atas operasi perusahaan,
termasuk penggabungan dan peleburan badan usaha.

Kewajiban konstruktif untuk melakukan restrukturisasi muncul hanya jika persyaratan


berikut dipenuhi:

a. Perusahaan memiliki rencana formal yang terperinci untuk restrukturisasi dengan


mengidentifikasi, sekurang-kurangnya:
1. Usaha atau bagian usaha yang terlibat
2. Lokasi utama yang terpengaruh
3. Lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah pegawai yang akan menerima
kompensasi karena pemutusan hubungan kerja
4. Pengeluaran yang akan terjadi
5. Waktu implementasi rencana tersebut.
b. Perusahaan menimbulkan harapan yang kuat dan sah kepada pihak-pihak yang
terkena dampak restrukturisasi, bahwa perusahaan akan melaksanakan
restrukturisasi dengan memulai rencana implementasi tersebut atau
mengumumkan pokok-pokok rencana.

2.1.5.ISAK 9 Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas


Serupa
ISAK 9 Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas
Serupa merupakan adopsi dari IFRIC 1 Changes in Existing Decommissioning,
Restoration and Similar Liabilities disusun oleh International Financial Reporting
Interpretations Committee dan diterbitkan oleh IASB di bulan Mei 2004.
ISAK 9 ini diterbitkan atas PSAK 16 Aset Tetap (IAS 16 Property Plant and
Equipment) dan PSAK 57 Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi (IAS
37 Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets), sehubungan dengan
permasalahan sebagai berikut:
a. Berdasarkan PSAK 16 Aset Tetap ditetapkan bahwa dalam perhitungan biaya
tanah, bangunan, dan peralatan harus dimasukkan perhitungan awal biaya
pembongkaran dan pemindahan aset tersebut serta biaya untuk pemberesan
kembali lokasi bekas aset tersebut dibangun. Kewajiban tersebut timbul baik sejak
awal aset diperoleh, atau timbul kemudian seiring dengan pemanfaatan yang tidak
berhubungan dengan menghasilkan persediaan.
b. PSAK 57 menetapkan bahwa pengukuran provisi dan liabilitas kontinjensi baik
awal maupun kemudian haruslah sejumlah taksiran pengeluaran yang diperlukan
dan dinyatakan dalam nilai tunai berdasarkan tingkat bunga yang berlaku pada
tanggal neraca, dan harus ditinjau secara berkala setiap tanggal laporan keuangan.

ISAK 9 mengatur bahwa perubahan pengukuran atas aktivitas purna-operasi,


restorasi atau kewajiban serupa, yang merupakan hasil perubahan estimasi saat
terjadinya atau jumlah arus keluar dari sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomis yang disyaratkan untuk menyelesaikan kewajiban, atau perubahan tingkat
diskon, harus dicatat sebagai berikut:

1. Jika aset terkait diukur dengan menggunakan model biaya:


a. Tergantung pada butir (b), perubahan kewajiban harus ditambahkan pada, atau
dikurangi dari, biaya perolehan aset terkait pada periode berjalan.
b. Jumlah yang dikurangi dari biaya perolehan aset tidak boleh melebihi nilai
tercatat. Jika penurunan kewajiban melebihi nilai tercatat aset, maka kelebihan
tersebut harus diakui segera dalam laba atau rugi.
c. Jika penyesuaian menghasilkan tambahan biaya perolehan aset, maka entitas
harus mempertimbangkan apakah hal ini merupakan indikasi bahwa nilai
tercatat yang baru atas aset mungkin tidak dapat terpulihkan seluruhnya.
d. Jika terdapat indikasi tersebut, entitas harus melakukan pengujian penurunan
nilai aset dengan mengestimasikan jumlah yang dapat dipulihkan, dan harus
mencatat setiap kerugian penurunan nilai, sesuai PSAK 48.

2. Jika aset terkait diukur menggunakan model revaluasi:


a. perubahan kewajiban mengubah surplus atau defisit revaluasi sebelumnya
yang telah diakui atas aset tersebut, sehingga:
1. Penurunan kewajiban harus (tergantung pada butir (b)) dikreditkan
langsung pada surplus revaluasi dalam ekuitas, kecuali jika harus diakui
dalam laba atau rugi, hingga sebesar jumlah defisit revaluasi aset yang
sebelumnya telah diakui dalam laporan laba rugi.
2. peningkatan kewajiban harus diakui dalam laba atau rugi, kecuali jika
harus didebit langsung pada surplus revaluasi dalam ekuitas hingga sebesar
saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.
b. Dalam hal penurunan kewajiban melebihi nilai tercatat aset seandainya aset
tersebut diakui menggunakan model biaya, maka kelebihan tersebut harus
diakui segera dalam laba atau rugi.
c. perubahan dalam kewajiban merupakan indikasi bahwa aset tersebut mungkin
harus dinilai kembali untuk memastikan nilai tercatat tidak berbeda secara
material dari nilai yang ditentukan menggunakan nilai wajar pada akhir
tanggal pelaporan. Revaluasi tersebut harus dipertimbangkan, dalam
menentukan jumlah yang akan dicatat dalam laba atau rugi dan ekuitas
sebagaimana diatur dalam butir (a). Jika revaluasi diperlukan, seluruh aset
pada kelompok tersebut harus dinilai kembali.
d. PSAK 1 mensyaratkan pengungkapan pada laporan laba rugi komprehensif
atas setiap komponen pendapatan dan beban komprehensif lainnya. Untuk
memenuhi persyaratan ini, perubahan surplus revaluasi yang timbul dari
perubahan kewajiban harus diidentifikasi dan diungkapkan secara terpisah.
Penghitungan diskon (unwinding of the discount) secara periodik harus diakui
dalam laba atau rugi periode berjalan sebagai biaya keuangan saat terjadinya. Entitas
tidak diperkenankan mengkapitalisasi biaya keuangan tersebut.

3.1.Pengertian Liabilitas Kontinjensi


Dalam PSAK 57 disebutkan bahwa secara umum semua provisi bersifat kontinjensi
karena tidak pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi istilah “kontinjensi” digunakan untuk
liabilitas dan aset yang tidak diakui karena keberadaannya baru dapat dipastikan dengan
terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih yang tidak pasti pada masa datang dan
tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Selain itu, istilah “liabilitas kontinjensi”
digunakan untuk liabilitas yang tidak memenuhi kriteria pengakuan provisi. Berikut adalah
definisi liabilitas kontinjensi:
a. kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi
pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa depan yang
tidak sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan; atau
b. kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena:
i. tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) perusahaan mengeluarkan sumber
daya yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
ii. jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa liabilitas kontinjensi


adalah suatu kemungkinan yang potensial atas timbulnya suatu kewajiban yang disebabkan
karena peristiwa masa lalu, tetapi apakah potensi tersebut akan menjadi kenyataan tergantung
pada terjadi atau tidak terjadi suatu peristiwa di masa depan yang tidak sepenuhnya berada
dalam kendali entitas. Atau mungkin juga merupakan kewajiban masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, tapi tidak diakui karena kemungkinan akan terjadi pembayaran tidak
besar (probable).

3.1.1.Pengertian Aset Kontinjensi


Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau
lebih pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan.
Aset kontinjensi lazimnya timbul dari peristiwa di luar rencana yang menimbulkan
kemungkinan timbulnya arus masuk manfaat ekonomi bagi perusahaan. Misalnya
suatu perusahaan mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran hak paten yang
dimilikinya atas pesaing yang melakukan persaingan tidak sehat dengan meniru
produk perusahaan.
Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan, agar tidak terjadi harapan
yang berlebihan atas masuknya arus masuk sumber ekonomi yang belum pasti. Tapi
apabila terdapat kemungkinan besar arus masuk manfaat ekonomi akan diperoleh
perusahaan, aset kontinjensi diungkapkan sejelasnya.
Seperti halnya liabilitas kontinjensi, aset kontinjensi juga harus dievaluasi secara
berkesinambungan. Penyesuaian harus dilakukan sesuai dengan perkembangan
terakhir, apakah telah harus diakui menjadi aset atau tak perlu lagi diungkapkan karena
sudah tidak ada lagi potensi timbulnya aset.

3.1.2.Penyajian Provisi dan Pengungkapatan Provisi, Liabilitas, Kontinjensi, dan Aset


Kontinjensi
Provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi semua adalah unsur yang
mengandung ketidakpastian. Agar laporan keuangan menjadi lebih transparan dan
tidak menyesatkan, pengungkapan menjadi syarat yang penting untuk diperhatikan dan
dilaksanakan dengan baik.

3.1.3.Penyajian
Provisi disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) bagian liabilitas jangka
pendek dan/atau jangka panjang, tergantung dari estimasi waktu pembayaran liabilitas
terkait.
Penyajian Provisi di Laporan Posisi Keuangan

3.1.4.Pengungkapan Provisi

Pengungkapan tentang provisi dalam laporan keuangan terutama harus mencakup hal-
hal sebagai berikut:

a. uraian singkat karakteristik kewajiban;


b. taksiran kapan terjadi pelunasan;
c. indikasi ketidak pastian tentang waktu dan jumlah;
d. asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa depan;
e. uraian singkat mengenai nilai tercatat pada awal dan akhir periode;
f. pertambahan dan pengurangan yang terjadi selama periode; dan
g. sebab yang menimbulkan perubahan tersebut.
Sedangkan informasi komparatif tidak diharuskan untuk disajikan.

Untuk setiap jenis provisi, perusahaan harus mengungkapkan:

a. nilai tercatat awal dan akhir periode;


b. provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan termasuk peningkatan
jumlah pada provisi yang ada;
c. jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi
selama periode bersangkutan;
d. jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan
e. peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul
karena berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.
Informasi komparatif tidak diharuskan.

Untuk setiap jenis provisi, perusahaan harus mengungkapkan pula:

a. uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus keluar
sumber daya terjadi;
b. indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut jika
diperlukan dalam rangka menyediakan informasi yang memadai, perusahaan
harus mengungkapkan asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa
depan sebagaimana diatur dalam paragraf 50; dan
c. jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset
yang telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut.

3.1.5.Pengungkapan Liabilitas Kontinjensi


Liabilitas kontinjensi tidak diakui melainkan hanya diungkap dalam catatan atas
laporan keuangan. Kecuali kemungkinan arus keluar dalam penyelesaian adalah kecil,
entitas mengungkapan untuk setiap liabilitas kontinjensi pada akhir periode pelaporan,
uraian ringkas mengenai karakteristik liabilitas kontinjensi dan, jika praktis:
a. estimasi dari dampak finansialnya yang diukur berdasarkan estimasi terbaik
dengan mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian serta nilai kini
seandainya nilai waktu adalah signifikan;
b. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu
pembayaran dan c. kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.

3.1.6.Pengungkapan Aset Kontinjensi


Bila sesuai persyaratan seperti dijelaskan di atas, dianggap terdapat potensi
timbulnya suatu aset kontinjensi yang patut diungkapkan, maka pengungkapan harus
dilakukan dengan jelas mengenai uraian singkat tentang karakteristik aset kontinjensi;
dan apabila praktis:
a. estimasi dari dampak finansialnya yang diukur berdasarkan estimasi terbaik
dengan mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian serta nilai kini
seandainya nilai waktu adalah signifikan; dan
b. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu
penerimaan. Jika kemungkinan besar terjadi arus masuk manfaat ekonomi, maka
entitas mengungkapkan uraian singkat mengenai karakteristik aset kontinjensi
pada akhir periode pelaporan dan, jika praktis, estimasi dampak keuangannya,
diukur sesuai dengan prinsip pengukuran yang berlaku bagi provisi.

3.1.7.Bila Pengungkapan Tidak Dilakukan


Bila pengungkapan provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi tidak dapat
dilakukan karena tidak praktis, kenyataan tersebut harus diungkapkan. Dalam hal
suatu pengungkapan dapat menyulitkan perusahaan yang sedang berselisih dengan
pihak tertentu, pengungkapan tak perlu dilakukan, tapi perlu diuraikan secara umum
mengenai kasus yang ada serta alasan mengapa pengungkapan informasi tertentu tak
dapat dilakukan. Misalnya tentang suatu kasus perkara yang sedang menunggu
keputusan pengadilan, yang bila diungkapkan akan merugikan perusahaan. Pada kasus
yang sangat jarang terjadi, pengungkapan sebagian atau seluruh informasi seperti yang
disyaratkan di atas dapat menyulitkan entitas dalam perselisihan dengan pihak lain
mengenai hal yang menjadi subjek provisi, liabilitas kontinjensi, atau aset kontinjensi.
Dalam hal demikian, entitas tidak perlu mengungkapkan informasi tersebut, tetapi
harus mengungkapkan uraian umum perselisihan, berikut kenyataan dan alasan bahwa
informasi tersebut tidak diungkapkan.

4.1.Perbandingan PSAK dengan IAS/IFRS


Beberapa Perbedaan PSAK dan IFRS adalah sebagai berikut:
1. PSAK mengkombinasikan basis prinsip dan basis aturan sedangkan IFRS berbasis
prinsip saja.
2. IFRS menyajikan perbandingan nilai wajar dengan historis.
3. Penggunaan profesional Judgment.
4. Dalam laporan laba/rugi Tidak memiliki format standar meskipun pengeluaran
harus disajikan dengan memilih salah satu dari dua format.
5. Dalam PSAK laporan Cash Flow, sama dengan IFRS tetapi dalam beberapa  entitas
harus menggunakan metode langsung.
6. Dalam PSAK Komponen laporan keuangan, laporan posisi keuangan,Laporan laba-
rugi.

Anda mungkin juga menyukai