Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ANALISIS SENYAWA KIMIA

“TITRASI REDUKSI OKSIDASI”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis Senyawa Kimia
Dosen Pengampu: Rina Rahayu. M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 8


Fatikhah Nur’aini (1810303031)
Tutri Agustina (1810303070)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Titrasi Reduksi Oksidasi”.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat
manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Senyawa
Kimia dan sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang
semoga bermanfaat.Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan
semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik,
saran, dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen mata
kuliah Analisis Senyawa Kimia yang kami harapkan sebagai bahan perbaikan.
Wassalamua’alaikum Wr.Wb

Magelang, 14 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A. Prinsip Dasar Reduksi Oksidasi.................................................................. 2
B. Metode Analisis Pemanganometri.............................................................. 12
C. Metode Analisis Iodometri......................................................................... 16
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 19
A. Kesimpulan................................................................................................. 19
B. Saran........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksidasi dan reduksi merupakan semua reaksi penggabungan ion, dimana
bilangan oksidasi (valensi) yang bereaksi tidak berubah. Namun, terdapat
sejumlah reaksi dalam mana keadaan oksidasi berubah yang disertai dengan
pertukaran electron antara pereaksi. Menurut sejarahnya, istilah oksidasi
diterapkan untuk proses-proses dimana oksigen diambil oleh suatu zat. Maka
reduksi dianggap sebagai peroses dimana oksigen diambil dari dalam suatu
zat. Kemudian penangkapan hydrogen juga disebut reduksi, sehingga
kehilangan hydrogen disebut oksidasi. Dalam praktiknya reaksi redoks
digunakan dalam berbagai analisis seperti analisis permanganometri dan
analisis iodometri. Analisis permanganometri adalah titrasi redoks yang
menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Analisis iodometri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Karena banyak digunakan
maka disusunlah makalah ini untuk memahami lebih jauh mengenai materi
yang berkaitan dengan titrasi redoks.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana prinsip reduksi oksidasi?
2. Bagaimana metode analisis permanganometri?
3. Bagaimana metode analisis iodometri?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuannya adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui prinsip reduksi oksidasi.
2. Mengetahui metode analisis permanganometri.
3. Mengetahui metode analisis iodometri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Reduksi Oksidasi


Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya suatu
electron atau lebih dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur
dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat
pengoksidasi adalah zat yang memperoleh electron dan dalam proses itu zat
itu direduksi. Definisi oksidasi ini sangat umum, karena itu berlaku juga untuk
proses dalam zat padat, lelehan maupun gas (Vogel, 1979).
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya
satu electron atau lebih suatu unsur direduksi dalam zat (atom, ion atau
molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih
negatif (kurang positif). Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan
electron , dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi ini juga sangat
umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas.
Contoh dari reaksi redoks adalah sebagai berikut.
Reaksi antara ion Besi (III) dan timah (II) menuju terbentuknya besi (II) dan
timah (IV). :
2Fe3+ + Sn2+  2 Fe2+ + Sn4+
Jika reaksi ini dijalankan dengan hadirnya asam klorida, hilangnya warna
kuning (ciri khas Fe3+) dapat diamati dengan mudah. Dalam reaksi ini Fe3+
direduksi menjadi Fe2+ dan Sn2+ dioksidasi menjadi Sn4+. Diketahui Sn2+
memberikan electron-elektron pada Fe3+ jadi terjadilah transfer electron.
Jika sepotong besi (misalnya paku) dibenamkan dalam larutan tembaga sulfat,
paku ini akan tersalut logam tembaga yang merah, sementara itu dapat
dibuktikan adanya besi (II) dalam larutan. Reaksi yang berlangsung adalah.
Fe + Cu2+  Fe2+ + Cu
Dalam hal ini logam besi menyumbangkan electron-elektron kepada ion
tembaga (II). Fe teroksidasi menjadi Fe2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi Cu.
Pelarutan zink dalam asam klorida juga merupakan reaksi reduksi oksidasi.
Zn + 2H+  Zn2+ + H2

2
Elekron diambil oleh H+ dari dalam Zn, atom hydrogen tanpa muatan
bergabung menjadi molekul H2 dan keluar dari larutan. Zn dioksidasi menjadi
Zn2+ dan H+ direduksi menjadi H2.
Dalam suasana asam, ion bromate mampu mengoksidasi iodide menjadi iod,
sementara dirinya direduksi menjadi bromide.
BrO-3 + 6H+ + 6I  Br- + 3I2 +3H2O.
Reaksi redoks, dapat dilakukan analisis menggunakan reaksi setengah sel.
Dimana reaksi ini melibatkan pelepasan atau pengambilan electron. Untuk
mempermudah dalam memahami konsep ini, oksidasi dan reduksi dipecah
menjadi 2 tahap terpisah oksidasi satu zat dan reduksi zat yang lain.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Reaksi antara Besi (III) dan Timah (II)
2Fe3+ + Sn2+  2Fe2+ + Sn4+ (i)
Terdiri dari reduksi ion besi (III)
2Fe3+ + 2e-  2Fe2+ (ii)
dan oksidasi ion timah (II)
Sn2+  Sn4+ + 2e- (iii)
Electron dilepaskan oleh Sn2+ dan diambil oleh Fe2+. Dapat juga dilihat bahwa
persamaan (i) merupakan penjumlahan (ii) dan (iii), tetapi electron saling
meniadakan dalam penjumlahan tersebut.
Reaksi antara logam besi dan ion tembaga.
Fe + Cu2+  Fe2+ + Cu
Terdiri dari reduksi Cu2+
Cu2+ + 2e-  Cu
Dan Oksidasi Fe
Fe Fe2+ + 2e-
Kedua elekton yang dilepaskan oleh Fe diambil oleh Cu2+ dalam proses ini.
Pelarutan Zink dalam asam
Zn + 2H+  Zn2+ + H2
Melibatkan reduksi H+
2H+ + 2e-  H2
Dan oksidasi Zn

3
Zn  Zn2+ + 2e-
Dua electron dilepaskan oleh Zn diambil H+
Reaksi antara permanganate dan hydrogen peroksida dalam suasana asam
2MnO4- + 5 H2O2 + 6 H+  2 Mn2+ + 5 O2 + 8 H2O
Terdiri dari reduksi permanganat
2MnO4- + 16 H+ + 10e-  2 Mn2+ + 8H2O
Dan oksidasi hydrogen peroksida
5 H2O2  5O2 + 10 H+ + 10 e-
Electron yang dilepaskan H2O2 diambil oleh MnO4-

Sistem Redoks terbagi menjadi 2 yaitu:


1. Sistem redoks biasa
Sistem redoks biasa adalah sistem dimana antara bentuk oksidasi dan
bentuk reduksi zat hanya electron yang ditukarkan. Sistem ini umumnya
dapat diberikan kesetimbangan berikut.
a Ox + ne ⇌ b Red
disini Ox dan Red menyatakan masing-masing bentuk oksidasi dan
reduksi dari zat itu, a dan b bilangan stoikiometri, sedangkan n ialah
banyaknya electron yang dipertukarkan. Jika banyaknya mol kedua ruas
kesetimbangan sama (artinya a=b) akan diperoleh sistem redoks homogen
pada (i) dampai (v) dan tak homogen pada (vi) sampai (vii). Dalam kasus
yang paling sederhana a=b=1, bila sistem itu dapat ditulis sebagai
Ox + ne_ ⇌ Red
Fe3+ + e- ⇌ Fe2+ (i)
Sn4+ + 2e- ⇌ Sn2+ (ii)
Fe2+ + 2e- ⇌ Fe (iii)
Cu2+ + 2e- ⇌ Cu (iv)
Zn2+ + 2e- ⇌ Zn (v)
H+ + 2e- ⇌ ½ H2 (vi)
I2 + 2e- ⇌ 2I- (vii)
BrO3- + 6 H+ + 6e- ⇌ Br- + 3 H2O (viii)
2. Sistem redoks dan asam basa gabungan.

4
Sistem redoks dan asam basa gabungan melibatkan proton (ion
hydronium) ditukarkan, seperti dalam sistem asam basa.
MnO4- + 8H+ + 5e- ⇌Mn2+ + 4H2O (ix)
O2 + 2H+ + 2e- ⇌ H2O2 (x)
(Vogel, 1979).
Persamaan reduksi oksidasi harus dapat berimbang. Untuk dapat
memperimbangkannya dapat dilakukan dengan Langkah-langkah sebagai
berikut.
1. Pastikan produk-produk reaksi.
2. Nyatakan persamaan reaksi setengah sel dari tahap reduksi dan tahap
oksidasi yang dilibatkan.
3. Gandakan tiap persamaan setengah sel dengan suatu faktor, sehingga
kedua persamaan mengandung banyak electron yang sama.
4. Tambahkan persamaan-persamaan ini dan saling tiadakan zat-zat yang
muncul pada ruas kiri dan ruas kanan dari persamaan yang diperoleh.
Contoh:
Uraikan reaksi yang berlangsung antara Fe3+ dan Sn2+
1. Harus diketahui bahwa reaksi yang berlangsung antara Fe3+ dan Sn2+
2. Reaksi setengah selnya adalah sebagai berikut.
Sn2+ ⇌ Sn4+ + 2e- (i)
3. Kalikan (i) dengan 2 dan jumlahkan kedua persamaan itu
2 Fe3+ + 2e- + Sn2+  2 Fe2+ + Sn4+ + 2e-
Yang dapat disederhanakan menjadi
2 Fe3+ + Sn2+  2 Fe2+ + Sn4+
Endapan Kadmium Sulfida dapat dilarutkan dalam asam nitrat panas.
1. Bila asam nitrat bertindak sebagai suatu zat pegoksid, terbentuk
nitrogen monoksida (NO). dari cadmium sulfida terbentuk belerang
(kecuali bila asam itu terlalu pekat dan panas), dan ion cadmium tetap
ada dalam larutan.
2. Reaksi setengah sel-sistem asam nitrat oksida adalah
HNO3 +3H+ +3e-  NO ↑ +2H2O (v)

5
Oksidasi Kadmium sulfida dapat dibahas dalam dua tahap. Pertama
terjadi isolasi endapan.
CdS ↓ ⇌ Cd2+ + S2- (vi)
(diisolasi dengan sempurna karena ion S2- terus menerus diambil dari
dalam larutan oleh reaksi viii). Ini diikuti oksidasi S2- :
S2-  S ↓ + 2e- (vii)
3. -4 jumlah 2x (v) + 3 x (vi) x 3x (vii) menghasilkan jumlah electron
yang sama pada kedua belah pihak:
2HNO3 + 6H+ + 6e- + 3CdS ↓+ 3S2-  2NO ↑ + 4H2O + 3Cd2+ ↓ + 6e-
Setelah penyederhanaan persamaan menjadi:
2HNO3 + 6H+ + 3CdS ↓+ 3S2-  2NO ↑ + 3Cd2+ ↓ + 4H2O

Zat Pengoksid dan Pereduksi


Pereduksi atau reduktor adalah zat yang di dalam reaksi redoks
menyebabkan zat yang lain mengalami reduksi. Dalam hal ini, zat pereduksi
mengalami oksidasi. Pengoksidasi atau oksidator adalah zat yang di dalam
reaksi redoks menyebabkan zat lain mengalami oksidasi. Dalam hal ini, zat
pengoksidasi mengalami reduksi.Berikut adalah zat-zat pereduksi dan
pengoksidasi.
1. Kalium Permanganat (KMnO4)
Zat padat cokelat tua yang menghasilkan larutan bila dilarutkan dalam air,
yang merupakan ciri khusus untuk ion permanganate. Kalium
permanganate merupakan zat pengoksid kuat yang bekerja berlainan
menurut pH dari medium.
a. Dalam larutan asam ion permanganate direduksi menurut proses lima-
elektron, bila bilangan oksidasi mangan berubah dari +7 ke +2 :
MnO4- +8H+ +5e-  Mn2+ + 4H2O
Beberapa oksidasi yang penting yang menggunakan ion
permanganate adalah sebagai berikut.
MNO4- + 5Fe2+ + 8H+  Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O
2 MNO4- + 10I- + 16 H+  2 Mn2+ + 5 I2 + 8H2O
2 MNO4- + 5H2S + 6 H+  2 Mn2+ + 5 S ↓ + 8H2O

6
b. Dalam larutan netral atau sedikit basa permanganate direduksi
menjadi mangan dioksida, bila dalam suatu proses tiga-elektron
keadaan oksidasi mangan berubah dari +7 ke +4 :
MnO4- + 4H+ + 3e-  MnO2 ↓ + 2H2O
MnO2 merupakan endapan cokelat gelap, dalam reaksi oksidasinya
dengan garam mangan :
2MnO4- + 3 Mn2+ + 2H2O  5 MnO2 ↓ + 4H+
Karena terbentuknya ion H+ yang mungkin mampu membalikkan
reaksi, harus digunakan buffer. Reaksi dimanfaatkan untuk penetapan
trimetik dari mangan bila ZnO digunakan sebagai buffer.
c. Dalam larutan basa kuat pada pH 13 atau lebih permanganate dapat
direduksi menjadi manganate dalam proses satu electron.
MnO4- + e-  MnO42-
Bilangan oksidasi mangan dalam manganat adalah +6. Ion MnO42-
menunjukkan warna hijau khas. Bila permanganate dipanasi dengan
basa terjadi reduksi dan terbentuk oksigen.
4MnO4- + 4OH-  MnO42- + 2H2O +O2 ↑

2. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)


Zat pengoksid kuat ini merupakan zat padat jingga merah, yang
menghasilkan larutan jingga di akhir. Dalam larutan asam kuat ion
dikromat direduksi menjadi kromium (III):
Cr2O72- +14 H+ + 6e-  2Cr3+ + 7H2O
Bilangan oksidasi Cr berubah dari +6 ke +3. Larutan menjadi hijau muda,
warna yang berasal dari ion Cr3+. Beberapa oksidasi penting dikromat
adalah:
Cr2O72- + 6Fe 2+ + 14H+  2Cr3+ + 6Fe 3+ + 7H2O
Cr2O72- + 6I - + 14H+  2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Cr2O72- + 3 Sn 2+ + 14H+  2Cr3+ + 3Sn 4+ + 7H2O
Cr2O72- + 3HCHO+ 8H+  2Cr3+ + 3HCOOH+ 4H2O
(formal dehida) (asam format)
3. Asam Nitrat (HNO3)

7
Kerja oksidasi asam nitrat bergantung pada konsentrasi asam dan
temperature larutan. Biasanya terbentuk nitrogen oksida dalam proses
tiga-elektron:
HNO3 + 3H+ +3e-  NO + 2H2O
Gas NO tidak berwarna tetapi mudah bereaksi dengan oksidgen udara,
dimana terbentuk nitrogen dioksida yang berwarna cokelat kemerahan.
2NO + O2  2NO2 (i)
Dengan menuang asam nitrat yang tidak terlalu besar (misalnya campuran
1+1 antara asam pekat dan H2O) pada serbuk besi dan dengan
memanasinya, menghasilkan gas tak berwarna.
Fe + HNO3 +3H+  Fe3+ + NO ↑ +2H2O
Gas yang bercampur dengan oksigen udara akan berubah warna menjadi
merah kecoklatan karena berlangsungnya reaksi (i).
HNO3 pekat atau setengah pekat kebanyakan digunakan untuk melarutkan
logam dan endapan. Reaksinya antara lain:
3Ag + HNO3 +3H+  3Ag+ + NO ↑ + 2H2O
3CuS + 2HNO3 + 6H+  3Cu2+ + 3S ↓+ 2NO ↑+ 4H2O
4. Halogen, Cl2, Br2 dan I2.
Kerja halogen bergantung pada pengubahan molekul halogen yang secara
fisik netral, menjadi ion halogen dengan menerima electron:
Cl2 + 2e-  2Cl-
Br2 + 2e-  2Br-
I2 + 2e-  2I-
Daya oksidasi halogen berkurang dengan bertambahnya massa atom
relative. Iod merupakan pengoksid lemah, sedangkan ion iodide
seringkali bertindak sebagai zat pereduksi. Beberapa oksidasi dengan
hydrogen, yang digunakan dalam analisis kualitatif adalah sebagai
berikut.
Cl2 + 2Fe2+  2Cl- + 2Fe3+
Br2 + AsO33- + H2O  ASO43- + 2Br- + 2H+
I2 + 2S2O32-  S4O62- + 2I-
5. Aqua regia (air raja)

8
Campuran tiga volume Hcl pekat dan satu volume HNO3 pekat disebut
“aqua regia” atau air raja, merupakan zat pengoksid yang kuat, yang
sanggup megoksidasi logam mulia seperti emas dan platinum. Kerjanya
berdasarkan permbentukan klor:
HNO3 + 3HCl  NOCl- + Cl2 ↑+ 2H2O
Persamaan ini agak disederhanakan. Nitrosil klorida (NOCl) adalah salah
satu produk yang mudah diidentifikasi. Kerja dari oksidatif klor
didasarkan pada proses yang diberikan dalam bagian terdahulu. Pelarutan
emas dapat dinyatakan dengan persamaan:
3HNO3 + 9HCl +2Au  3 NOCl + 6Cl- + 2Au3+ + 6H2O
6. Hydrogen Peroksida (H2O2)
Hidrogen peroksida dapat bertindak sebagai zat pengoksid maupun zat
pereduksi. Kerja oksidasinya didasarkan pada proses dua-elektron, yang
mengakibatkan terbentuknya air:
H2O2 + 2H+ + 2e-  2H2O
Sebagai pereduksi hydrogen peroksida melepaskan 2 elektron dan
terbentuk oksigen:
H2O2  O2 + 2H+ + 2e-
Peranannya dalam reaksi redoks bergantung pada kuat pengoksid ataupun
pereduksi dari pasangan reaksinya, dan juga pH larutan.
Oksidasi dengan hydrogen peroksida dalam suasana asam, :
H2O2 + 2H+ + 2I-  I2 + 2H2O
H2O2 + 2H+ + 2Fe2+  2 Fe3+ + 2H2O
Namun, senyawa ini dapat bertindak sebagai pengoksid dalam susasna
basa juga. Suatu larutan basa yang mengandung kromium (III) dalam
bentuk tertrahidrokrosomat (III) ⌈ Cr ¿- , dapat dioksidasi menjadi kromat
(VI) dengan H2O2
3H2O2 + 2 ⌈ Cr ¿-  2CrO42- + 2H+ + 6H2O
Reduksi dengan hydrogen peroksida dapat juga diperoleh baik dalam
susasana asam (i) dan (ii) maupun dalam suasana basa (iii):
5H2O2 + 2MnO4- +6H+  5O2 ↑+ 2 Mn2+ + 8H2O (i)
3H2O2 + 2Au3+ +6H+  2Au + 3O2 ↑+ 6H+ (ii)

9
H2O2 + 2 ⌈ Cr ¿-  2 ⌈ Cr ¿- + 2H+ + O2 ↑ (iii)
7. Sulfur dioksida, SO2 dan asam sulfit H2SO3
Gas sulfur dioksida bila dilarutkan dalam air, membentuk asam sulfit,
merupakan pereduksi kuat kerjanya berdasarkan pengubahan sulfit
menjadi sulfat. Bilangan oksidasi belereang berubah dari +4 menjadi +6,
jadi 2 elektron dibebaskan selama proses:
SO32- + H2O  SO32- + 2H+ + 2e-
Beberapa reduksi dengan SO32- adalah:
SO32- + 2Fe2+ + H2O  SO32- + 2H+
SO32- + I2 + H2O  SO32- + 2I- + 2H+
3SO32- + Cr2O72- + 8H+  SO42- + AsO33-
8. Hidrogen sulfida (H2S)
Gas hydrogen sulfida digunakan sebagai pengendap. Jika terdapat ion
pengoksid seperti Cr2O72-, MnO4- , Fe3+ , AsO43- atau zat-zat seperti HNO3
atau Cl2, ion ini akan mengalami oksidasi, dimana akan terbentuk S
unsur:
H2S  S ↓+2H+ + 2e-
Endapan sulfida yang terbentuk karenanya juga mengandung sejumlah
belerang bebas. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
3H2S + Cr2O72- +8H+  3S↓ +2Cr3+ + 7H2O
5 H2S + 2 MnO4- + 6H+  5S ↓ +2 Mn2+ + 8H2O
H2S + 2 Fe3+  S ↓ + 2 Fe2+ + 2H+
H2S + Cl2  S ↓ + 2 Cl- + 2H+
3H2S + 2HNO3  3S ↓ + 2 NO↑ + 4H2O
9. Asam Iodida, (Ion iodide I-)
Ion idodida mereduksi sejumlah zat, sementara ion ini sendiri dioksidasi
menjadi iod:
2I-  I2 + 2e-
Bilangan oksidasi iod berubah dari -1 menjadi 0. Ion iodide kebanyakan
ditambahkan dalam bentuk kalium iodide KI. Reduksi dengan I- misalnya:
6I- + BrO3- + 6 H+  3I2 + Br- + 3H2O
5I- + IO3- + 6 H+  3I2 + 3H2O

10
2I- + Cl2  I2 + 2Cl-
6I- + Cr2O72- + 14 H+  3I2 + 2Cr3+ + 7H2O
10I- + 2MnO4- + 16 H+  5I2 + 2Mn2+ + 8H2O
Jika suatu larutan kalium iodidsa diasamkan dengan asam klorida pekat
dan larutan terkena udara, larutan itu akan berubah menjadi kuning dan
cokelat karena oksidasi dari oksigen.
4I- + O2 + 4 H+  2I2 + 2H2O
10. Timah (II) Klorida, SnCl2
Ion timah (II) merupakan pereduksi kuat. Bila dioksidasi menjadi timah
(IV). Bilangan oksidasi timah meningkat +2 menjadi +4 berpadanan
dengan lepasnya 2 elektron.
Sn2+  Sn4+ + 2e-
beberapa reduksi dengan timah (II) adalah
Sn2+ + 2HgCl2  Sn4+ + Hg2Cl2 + 2Cl-
Sn2+ + HgCl2  Sn4+ + 2Hg + 2Cl-
Sn2+ + Cl2  Sn4+ + 2Cl-
Sn2+ + Fe3+  Sn4+ + 2Fe2+
Larutan SnCl2 tidak tahan disimpan karena oksigen mengoksidasi ion
timah (II):
2Sn2+ + O2 ↑ + 4H+  2Sn4+ + 2H2O
11. Logam seperti Zink, besi, alumunium
Logam-logam ini digunakan sebagai bahan pereduksi. Kerja mereka
diebabkan pembentkan ion, biasanya ion ini ada dalam keadaan oksidasi
terendah.
Zn  Zn2+ + 2e-
Fe Fe2+ + 2e-
Al Al3+ + 3e-
Zink dapat digunakan untuk reduksi baik dalam suasana asam maupun
suasana basa.
3Zn↓ + 2Sb3+  2Sb ↓ +3Zn2+
4Zn ↓ + NO3- + 7OH- + 6H2O  4 ¿2- + NH3
Zn↓ + NO3- + 2H-  Zn2+ + NO2- +H2O

11
Fe↓ + Cu2-  Cu ↓ + Fe2-
Fe↓ + Sn4-  Sn2+ + Fe2+
Reaksi dimana logam larut dalam asam atau basa adalah juga reduksi dari
zat yang melarutkan, seperti:
Zn ↓+ 2H+  Zn2+ +H2 ↑
Fe ↓ + 2H+  Fe2+ +H2 ↑
2Al ↓ + 6H+  2Al3+ +3H2 ↑
Zn ↓ + 2OH- + 2H2O  ¿2-+H2 ↑
Al ↓ + 2OH- + 6H2O  2 ¿-+ 3H2 ↑
(Vogel, 1979).

B. Metode Analisis Permanganometri


Permanganometri merupakan titrasi redoks yang menggunakan KMnO4
(oksidator kuat) sebagai titran. Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi
oksidasi reduksi pada suasana asam yang melibatkan elektron dengan jumlah
tertentu, dibutuhkan suasana asam (H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi
dari KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan oksidasi +7 menjadi +2. Pada
proses titrasi tidak dibutuhkan indicator lain. Karena KMnO4 sudah mampu
memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4 ini dikenal sebagai
autoindikator.
Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas
lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak
memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer.
Permanganate bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki
keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6 dan +7. Larutan permanganate berwarna
ungu, jika tetrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, maka tidak
diperlukan indikator. Namun jika larutan permanganat yang digunakan encer
maka perlu dilakukan penambahan indikator. Indikator yang dapat
dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat (Harjadi,1993).
Kalium permanganat bukan larutan primer baku, dengan bagitu larutan
KMnO4 harus distandarisasi antara lain dengan arsen (III), oksida (As2O3) dan

12
Natrium oksalat (Na2C2O4). Permanganometri digunakan untuk menentukan
kadar besi, kalsium dan hydrogen peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih
besi mula-mula dilarutkan dalam asam klorida, kemudian semua besi
direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan
pada penetapan kalsium, mula-mula kalisum diendapkan sebagai kalsium
oksalat kemudian endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan
permanganat.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion
logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam kromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh kromat tersebut dan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Dalam suasana asam atau (H+) ≥ 0,1 N, ion permanganate mengalami reduksi
menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi:
MnO4-+ 8H + + 5e – Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt
Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan
dioksida seperti reaksi berikut :
MnO4-+ 4H + + 3e – MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt
Dalam suasana basa atau (OH-) ≥ 0,1 N, ion permanganat akan mengalami
reduksi sebagai berikut:
MnO4-+ e- MnO42 Eo = 0,56 Volt
(Yasinta,2014)

Sumber kesalahan pada analisis permanganometri


Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada larutan pentiter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan

13
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena
sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitasi coklat yang seharusnya adalah larutan
berwarna merah rosa. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan KMnO4 dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ :
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2  H2O2 + 2CO2↑
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis:
MnO4- + 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator dan umumnya titrasi
dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengalami titik
akhir titrasinya.
Reaksi dalam suasana netral yaitu :
MnO4- + 4H+ + e MnO4 + 2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan dalam
suasana alkalis :
MnO4- + e  MnO4 2-
MnO4 2- + 2H2O + 2e  MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2O + 3e  MnO2 + 4OH-
Larutan ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam
larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat
dengan melarutkan jumlah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang
sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air lebih lazim adalah untuk
memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya dipenangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan
itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi yang telah dimurnikan atau
melalui kain saring dari kaca maser.

14
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan perbedaan ini, namun beberapa pereduksi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kelebihan sedikit permanganat yang hadir pada titik akhir titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya endapan sejumlah MnO2. Tindakan pencegahan
khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan
dioksida mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat, jejak-jejak dari
MnO2 yang ada dalam permanganat atau dari agen-agen pereduksi didalam
air mengarah kepada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan
kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat
direduksi dan penyaringan melalui gelas yang disenter untuk menghilangkan
MnO2. Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan
pemanasan.

Perhitungan Metode Analisis Permanganometri


Contoh Hasil Pengamatan

Standarisasi KMnO4
Larutan asam oksalat Volume 10 ml
(H2C2O4) 0,1 M Larutan tidak berwarna
Larutan H2SO4 2M Volume 10 ml
Larutan tidak berwarna
Larutan asam oksalat Larutan tidak berwarna
(H2C2O4) + larutan H2SO4 Suhu pemanasan larutan 70-
2M (dipanaskan) 800 ⁰C
Larutan yang sudah Larutan berubah warna
dipanaskan tdi di titrasi menjadi warna merah rose,
dengan larutan KMnO4 pada tetes ke 74 tetes = 3,7 ml

Penentuan kadar FeSO4


Larutan FeSO4 Volume 15 ml
Larutan berwarna kuning
Larutan FeSO4 2M Larutan 10 ml
Larutan tidak berwarna

15
Larutan FeSO4 + larutan Larutan tidak berwarna
H2SO4
Larutan FeSO4 + larutan Titik akhir titrasi pada saat
H2SO4 dititrasi dengan diperoleh warna merah.
larutan KMnO4 Volume titrasi 48 tetes = 2,4
ml

Persamaan reaksi
Reaksi pada standarisasi:
2MnO4- + 5(COO)22- + 16H+ → 10CO2(g) + 2Mn2+ + 8H2O
Reaksi pada sample :
5Fe2+ MnO4- + 8H+ → Mn+ + 5Fe3+ + 4H2O
Perhitungan
Standarisasi KMnO4
M KMnO4 x V KMnO4 = M H2C2O4 x V H2C2O4
M KMnO4 x 3,7 ml = 0,1 M x 10 ml
M KMnO4 = 0,27 M
Penentuan kadar FeSO4
M FeSO4 x V FeSO4 = M KMnO4 x V KMnO4
M FeSO4 x 15 ml = 0,27 M x 2,4 ml
M FeSO4 = 0,04 M
gr
0,04 M x 151,8 x 15 ml
M x Mr x V mol
W FeSO 4= =
1000 1000
BM
BeFe=
55,8
e−¿= =55,8 ¿
1
( V . M ) KMnO4 2,4 ml x 0,27 M Fe
2 +¿
0,0024 gram
2+¿= x BeFe= x55,8=2,4 m % kadar Fe=W x 100%= x 100%=2,63 % ¿¿
W FeSO4 15 ml W FeSO 4 0,091 gram
W Fe

C. Metode Analisis Iodometri


Iodometri merupakan titrasi langsung dan merupakan metode penentuan
atau penetapan secara kuantitatif yang pada dasar penentuanya adalah jumlah
I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample

16
dengan ion iodida. Iodometri merupakan titrasi redoks dengan I2 sebagai
penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor sebab
bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron) maka
harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun
(menangkap elektron) jadi tidak mungkin hanya oksidator saja ataupun
reduktor saja. Dalam metode analisis ini analat dioksidasikan oleh I2, sehingga
I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A (Reduktor) + I2 → A (Teroksidasi) + 2I-
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah), sehingga hanya
zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir
penitaran.
I2 + 2e → 2I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada
25 ⁰C, namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodide. Iod
membentuk kompleks triiodide dengan iodida:
I2 + I → I3-
Iod cenderung dihidrolisis membnetuk asam iodida dan hipoiodit :
I2 + H2O → HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus harus disimpan dalam botol gelap untuk
mencegah peruraian HIO oleh cahaya matahari.
2HIO → 2H+ + 2I- + O2 (g)
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sendiri
sebagai indokator. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung
pada pelarut seperti CCl4 atau kloroform, dan kadang-kadang itu digunakan
untuk mendeteksi titik akhir. Namun lebih lazim digunakan suatu larutan
kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji
kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam
dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji
(Khopkar. 1990).

17
Larutan iod merukapan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu
distandarisasi berulang kali. Sebagai oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi
terlalu sempurna, karena itu harus dibuat kondisi yang menggeser
kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH atau
dengan menambahkan bahan pengkompleks.
Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3. Selain itu
bahan baku primer yang paling banyak digunakan ialah AS 2O3 pada pH
tengah, berdasarkan reaksi :
I2 + 2e → 2IE = 0,536 Volt
H3AsO3 + H2O → H3AsO4 + 2H+ + 2e- E = 0,559 Volt
H3AsO3 + H2O + I2H3 → AsO4 + 2H+ + 2IE = -0,0023 Volt
Reaksi diatas menunjukan, bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk
mengoksidasi H3AsO3. Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi, maka
kesetimbangan digeser kekanan (H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam
larutan yang berkelebihan OH- itu). Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan
9, tidak terlalu basa, karena akan mendorong disproporsional I2 terlalu banyak.
Untuk mengatur pH tersebut, larutan yang agak asam dijenuhi dengan
NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan dengan pH antara 7 dan 8.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Oksidasi dan reduksi merupakan semua reaksi penggabungan ion, dimana
bilangan oksidasi (valensi) yang bereaksi tidak berubah. Oksidasi adalah suatu
proses yang mengakibatkan hilangnya suatu electron atau lebih dalam zat.
Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya
satu electron atau lebih suatu unsur direduksi dalam zat. Reaksi redoks, dapat
dilakukan analisis menggunakan reaksi setengah sel. Sistem Redoks terbagi
menjadi 2 yaitu sistem redoks biasa dan sistem redoks dan asam basa
gabungan. Dalam reaksi redoks terdapat pereduksi atau reduktor.
Metode analisis yang menggunakan titrasi redoks adalah analisis
permanganometri dan analisis iodometri. Permanganometri merupakan titrasi
redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Sifat dari
KMnO4 ini dikenal sebagai autoindikator. Permanganometri digunakan untuk
menentukan kadar besi, kalsium dan hydrogen peroksida. Iodometri
merupakan titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Iod merupakan oksidator
yang tidak terlalu kuat (lemah), sehingga hanya zat-zat yang merupakan
reduktor kuat yang dapat dititrasi.
B. Saran
Untuk lebih memahami konsep mengenai titrasi redoks dan metode
analisisnya seperti permanganometri dan iodometri sebaiknya dilakukan
pembelajaran secara terus menerus dan melengkapi informasi melalui
berbagai sumber.

19
DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.


Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro,
Edisi V. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Yasinta, Yasa Esa. 2014. Jurnal Praktikum Kimia Analitik II Titrasi
Permanganometri. Jakarta: Universitas Negeri Syarif Hidayatullah..

20

Anda mungkin juga menyukai