HUBUNGAN DAN EKSISTENSI JURNAL STUDI SOSIAL BUDAYA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Sosial Budaya
Dosen Pengampu : Rully Putri Nirmala Puji, S. Pd., M. Ed
Oleh :
RILO PAMBUDI NIM 180210302067
PROGRAM STUDIxPENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUANxDAN ILMUxPENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2021 1. Hubungan Jurnal Dengan Tugas Akhir Berdasarkan jurnal yang saya temukan mengenai “Dinamika Kesenian Gandrung Di Banyuwangi 1950-2013” dan “Gandrung Dance as Cultural Identity in Image Construction of Banyuwangi Regency, East Java” saya hendak menggunakan tema Gandrung sebagai objek penelitian saya sebagai media marker dari aplikasi Augmented Reality Card (ARCA). Materinya ialah dimulai dari pengenalan dari identitas Gandrung, asal nama Gandrung itu sendiri seperti apa, lalu dipaparkan juga mengenai sejarah dari kebudayaan Gandrung Banyuwangi itu sendiri, serta dipaparkan mengenai eksistensi dari kebudayaan Gandrung Banyuwangi. lalu terdapat juga gambar 2D dari marker card dari tarian gandrung yang dapat berubah menjadi objek gambar 3D pada saat pengoprasian kamera aplikasi ARCA ke marker Card yang telah disediakan. Kedepan pada pengembangan media pembelajaran ARCA ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik mengenai kebudayaan Gandrung Banyuwangi lewat pengoprasian aplikasi pembelajaran Augmented Reality berbasis Android. 2. Eksistensi Kebudayaan Gandrung merupakan tarian tradisional yang berkembang pesat di Banyuwangi. Kemunculan tari Gandrung tidak lepas dari sejarah pergerakan rakyat Blambangan pada masa perang melawan Perusahaan Hindia Timur Belanda. (Vereengde Oostindische Compangnie, VOC) pasukan tahun 1772. Perjalanan Gandrung Pertunjukan dimulai secara gerilya melalui kode-kode dalam lirik lagu yang mencoba mengingatkan kekejaman VOC selama perang yang terjadi pada tahun 1772 di mana banyak Blambangan orang menjadi korban. Jika ada penonton yang menangis, itu menandakan bahwa dia adalah sesama prajurit Blambangan. Pada siang hari rombongan Gandrung berkeliling desa mengamen dan mendapat sejumput beras sebagai imbalannya yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang melakukannya tidak berani turun yang bertebaran di hutan sekitar kawasan Blambangan. Sepanjang dengan perkembangan situasi yang lebih aman, Gandrung berubah dari kelompok seni yang dulu ditarikan oleh laki-laki berpakaian seperti perempuan, menjadi gandrung ditarikan oleh penari perempuan sehingga membuat gandrung semakin digemari oleh masyarakat, puncaknya ketika pemerintah daerah Banyuwangi mengeluarkan peraturan yang tertuang dalam SK Bupati No. 173 tahun 2002 yang menetapkan bahwa tari Gandrung dijadikan sebagai ikon Banyuwangi pariwisata dan SK Bupati no. 147 tahun 2003 yang menetapkan tari Jejer Gandrung sebagai tarian penyambutan di Banyuwangi.