“Spiritualitas di tempat kerja bukanlah agama atau penggantinya, dan bukan tentang
menemukan orang yang menerima suatu sistem kepercayaan tertentu. Marques (2001)
menjelaskan bahwa spiritualitas adalah melihat ke dalam batin menuju kesadaran akan nilai-nilai
universal, sedangkan agama formal melihat keluar menggunakan ritus formal dan kitab suci.”1
Senada dengan pernyataan itu Cacioppe (2000) mengatakan bahwa agama formal
memiliki orientasi eksternal, sedangkan spiritualitas mencakup seseorang yang memandang ke
dalam batinnya dan oleh karenanya dapat dijangkau oleh semua orang, baik yang religius
maupun yang tidak.
Kajian spiritualitas di tempat kerja yang berlandasakan semangat tersebut, menawarkan
kondisi psikologis dalam bekerja yang jika dimiliki dan dikembangkan dalam sebuah organisasi,
maka dapat membawa dampak yang positif pada kehidupan individu sendiri maupun organisasi
tempat ia bekerja.
Chandra dalam Aburahman dan Agustini (2011: 529) mengemukakan bahwa spritualitas
adalah kesediaan dan kemampuan untuk menggali makna dan kenyataan-kenyataan hidup.
Sedangkan Gibon dalam Dent, et al., (2005: 34) mendefinisikan spritualitas sebagai “the search
of direction, meaning, inner wholeness dan connection to others, to non-human creation, and to a
trancedent”.
Berdasarkan definisi spritualitas tersebut menunjukan bahwa makna spritualitas
berdasarkan pada aktivitas individual yang berorientasi pada kemampuannya dalam mencari
makna dalam kehidupannya. Artinya, spritualitas yang bersifat universal.
Namun demikian, jika dihubungkan dengan tempat kerja atau spirituality in the
workplace (spritualitas ditempat kerja) menurut Robbins dan Judge (2011:529) sama sekali tidak
berhubungan dengan praktik religious yang terorganisasi atau bukan tentang tuhan dan teologi.
Robbins dan Judge (2011:529) mendefinisikan “workplace spirituality as the recognition that
people have an inner life that nourishes and is nourished by meaningful work that takes place in
the context of community”.
1
Leo Agung Manggala Yogatama dan Nilam Widyarini, “Kajian Spiritualitas Di Tempat Kerja Pada Kontek
Organisasi Bisnis”. Jurnal Psikologi Volume 42, No. 1, April 2015, hal.2.
Artinya, spritualitas ditempat kerja adalah kesadaran bahwa orang memiliki kehidupan
batin yang tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam
konteks komunitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, organisasi yang mendukung budaya
spritualitas mengakui bahwa manusia memiliki pikiran dan jiwa, berusaha mencari makna dan
tujuan dalam pekerjaan mereka, dan hasrat yang berhubungan dengan orang lain, serta menjadi
bagian dari sebuah komunitas.
Berikut adalah beberapa pegertian spiritualitas ditempat kerja menurut para ahli
2
Leo Agung Manggala Yogatama dan Nilam Widyarini, “Kajian Spiritualitas Di Tempat Kerja Pada
Kontek Organisasi Bisnis”. Jurnal Psikologi Volume 42, No. 1, April 2015, hal.3.
”meaningful work”, having a ”sense of community”, dan being in ”alignment with the
organization’s values” and mission. Masing-masing dimensi tersebut mewakili tiga level
dari workplace spirituality, yaitu (1) individual level, (2) group level, dan (3)
organizational level.”3 Penjelasan adalah sebagai berikut:
a. Meaningful work mewakili level individu. Hal ini adalah aspek fundamental dari
workplace spirituality, terdiri dari memiliki kemampuan untuk merasakan makna
terdalam dan tujuan dari pekerjaan seseorang. Dimensi ini merepresentasikan
bagaimana pekerja berinteraksi dengan pekerjaan mereka dari hari ke hari di tingkat
individu. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki motivasi
terdalamnya sendiri, kebenaran dan hasrat untuk melaksanakan aktivitas yang
mendatangkan makna bagi kehidupannya dan kehidupan orang lain. Bagaimanapun
juga, spiritualitas melihat pekerjaan tidak hanya sebagai sesuatu yang menyenangkan
dan menantang, tapi juga tentang hal-hal seperti mencari makna dan tujuan terdalam,
menghidupkan mimpi seseorang, memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup seseorang
dengan mencari pekerjaan yang bermakna, dan memberikan kontribusi pada orang
lain.
b. Sense of community mewakili level kelompok. Dimensi ini merujuk pada tingkat
kelompok dari perilaku manusia dan fokus pada interaksi antara pekerja dan rekan
kerja mereka. Pada level ini spiritualitas terdiri dari hubungan mental, emosional, dan
spiritual pekerja dalam sebuh tim atau kelompok di sebuah organisasi. Inti dari
komunitas ini adalah adanya hubungan yang dalam antar manusia, termasuk
dukungan, kebebasan untuk berekspresi, dan pengayoman.
c. alignment with organizational values yang mewakili level organisasi. Aspek ke tiga ini
menunjukkan pengalaman individu yang memiliki keberpihakan kuat antara nilai-nilai
pribadi mereka dengan misi dan tujuan organisasi. Hal ini berhubungan dengan premis
bahwa tujuan organisasi itu lebih besar daripada dirinya sendiri dan seseorang harus
memberikan kontribusi kepada komunitas atau pihak lain.
3
Leo Agung Manggala Yogatama dan Nilam Widyarini, “Kajian Spiritualitas Di Tempat Kerja Pada
Kontek Organisasi Bisnis”. Jurnal Psikologi Volume 42, No. 1, April 2015, hal.3.
3. Duchon dan Plowman menjelaskan ”Spiritualitas di tempat kerja merupakan salah satu
jenis iklim psikologis di mana orang-orang (pekerja) memandang dirinya memiliki suatu
kehidupan internal yang dirawat dengan pekerjaan yang bermakna dan ditempatkan
dalam konteks suatu komunitas. Unit kerja yang memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi
berarti mengalami iklim tersebut, dan dapat diduga bahwa unit kerja tersebut akan
mengalami kinerja yang lebih tinggi.
4. Petchsawanga & Duchon, menurut beliau indikator spritual tempat kerja terdiri dari (1)
kerja yang bermakna, yaitu hasil dari pekerjaan yang memberikan dampak bagi karyawan
tersebut dan organiasi tempat dia bekerja. (2) komunitas atau kelompok kerja, yaitu
kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling
berinteraksi. (3) tujuan organisasi, yaitu untuk mencapai suatu tujuan secara lebih efektif
dan efesien karena dilakukan bersama-sama dan mengembangkan sumber daya dan
tekhnologi bersama-sama.
5. Menurut Gibbons dalam hakim bahwa, spiritualitas di tempat kerja termasuk konsep
integritas dan solidaritas dalam bekerja dan memahami nilai-nilai yang mendalam dalam
pekerjaan.
6. Menurut Mitroff dan Denton bahwa, spiritualitas di tempat kerja yaitu upaya untuk
mencari dan menemukan makna tertinggi kehidupan untuk kehidupan kerja, untuk
berkomunikasi antara individu dan rekan-rekan mereka serta orang-orang lain yang entah
bagaimana berkontribusi terhadap pekerjaan, juga harmoni atau kesatuan antara
kepercayaan individu dengan nilai organisasi mereka.
7. Kinjerski dan Skrypnek (2004) dalam hakim dan Azlimin spiritualitas di tempat kerja
adalah pengalaman yang berbeda dicirikan oleh fitur kognitif, dimensi interpersonal,
kehadiran spiritual, dan komponen mistis.
8. Menurut Giacolone & Jurkiewics dalam dalam Nurtjahjanti spritualitas ditempat kerja
merupakan kerangka kerja dari nilai-nilai budaya organisasi yang mampu mendorong
karyawan untuk tetap bekerja secara konsisten, dimana organisasi perlu untuk
memfasilitasi kepentingan karyawan secara komprehensif untuk memenuhi totalitas
kepuasan kerja karyawan.
10. Mitroff dan Denton dalam Miliman et al.menjelaskan bahwa, “workplace spirituality
involves the effort to find one’s ultimate purpose in life, to develop a strong connection to
coworkers and other people associated with work, and to have consistency (or aligment)
between one’s core beliefs and values of their organization”. Maksud dari pernyataan ini
adalah spiritualitas di tempat kerja merupakan usaha organisasi untuk menemukan tujuan
hidup yang sangat penting, mengembangkan hubungan kemitraan kerja yang kuat, dan
mempertahankan konsistenan antara keyakinan inti pegawai dengan nilai-nilai
organisasinya. Dengan kata lain, spritualitas di tempat kerja pada prinsipnya merupakan
sinergitas usaha organisasi dan anggota organisasi dalam memaknai dan mencapai tujuan
dari pekerjaan.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa, spritualitas di tempat kerja tidak hanya berkaitan
dengan usaha atau upaya individual untuk memaknai tujuan dari sebuah pekerjaan di tempat
kerja, akan tetapi organisasi perlu untuk mensinergikannya melalui proses fasilitasi berbagai
keperluan anggotanya untuk tetap bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sejalan dengan hal ini, menurut Parvar (2008) dalam Mulyono (2010:25) bahwa
workplace spirituality dipandang dalam dua perspektif, yaitu perspektif individual yakni,
pengalaman individu dalam menerapkan nilai-nilai spiritualitas pribadi dalam organisasi.
Sedangkan perspektif organisasional yaitu suatu kerangka nilai organisasi yang dibuktikan
dengan adanya budaya yang memfasilitas individu untuk menerapkan spritualitas dalam
organisasi (menikmati kesenangan bekerja dan merasa terhubung satu sama lain). Lebih lanjut
Kolodinsky, dkk., (2008) menambahkan persepktif yang ketiga yaitu, suatu proses interaksi dari
keduanya (individual dan organisasi). Spiritualitas merupakan kemampuan dasar manusia dalam
membentuk makna, nilai, dan keyakinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa spiritualitas
memberikan nilai-nilai yang dapat dipahami dan dipegang bersama (contoh: kejujuran,
integritas) dan agama memberikan jalan untuk pelaksanaannya di tingkat individu sesuai dengan
ajarannya masing-masing.
Workplace spirituality adalah sebuah konsep yang membahas tentang kaitan aspek-aspek
spiritualitas dengan lingkungan kerja. Spiritualitas dalam pekerjaan bukan tentang membawa
agama ke dalam ranah pekerjaan, melainkan kemampuan karyawan sebagai makhluk spiritual
untuk menghadirkan keseluruhan dirinya untuk bekerja. Robbins (2008:282) menjelaskan
bahwa: “Spiritualitas di tempat kerja menyadari bahwa manusia memiliki kehidupan batin yang
tumbuh dan ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks
komunitas. Organisasi yang mendukung kultur spiritual mengakui bahwa manusia memiliki
memiliki pikiran dan jiwa, berusaha mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, dan
hasrat untuk berhubungan dengan orang lain, serta menjadi bagian dari sebuah komunitas”
1. sudut pandang manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia
memandang spiritualitas dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup karyawan.
Pada sudut pandang ini, spiritualitas dapat meningkatkan moralitas, produktivitas, dan
komitmen pada organisasi. Sebaliknya, ketiadaan spiritualitas di tempat kerja dapat
membuat karyawan menjadi stres, tingkat kehadiran rendah, dan kelelahan fisik maupun
mental sehingga komitmen dalam bekerja menjadi berkurang.
2. sudut pandang filosofis. Secara filosofis, spiritualitas akan memberikan karyawan
perasaan terdalam tentang tujuan dan makna dalam pekerjaan. Karyawan tidak lagi
berorientasi pada uang atau materi dalam bekerja, sehingga kreatifitas akan meningkat
ketika karyawan menemukan makna dari pekerjaan itu sendiri.
3. sudut pandang hubungan personal. Spiritualitas memberikan karyawan rasa keterikatan
terhadap komunitas lingkungan kerja, loyalitas, dan rasa kepemilikan terhadap
organisasi.”4
Studi literatur yang telah dilakukan oleh Karakas (2010) terhadap lebih dari 140
artikel mengenai spiritualitas di tempat kerja menunjukkan bagaimana spiritualitas
memberikan keuntungan terhadap karyawan dan mendukung kinerja organisasi, yaitu (1)
spiritualitas meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup karyawan, (2) spiritualitas
memberikan kepekaan akan tujuan dan makna bekerja, dan (3) spiritualitas menghadirkan
kepekaan karyawan akan keterikatan pada kehidupan sosial.
Orang yang bekerja biasanya mempertimbangkan spiritualitas sebagai alat untuk meningkatkan
kesempurnaan, motivasi, dan kepuasan pekerjaan. Agama juga membantu kelangsungan
spiritualitas meskipun dapat memisahkan orang dari satu sama lain. Kemampuan spiritualitas
untuk mendorong kebiasaan baik dan moral yang merupakan kriteria yang tepat untuk menguji
pengaruh spiritualitas dalam bisnis. Banyak manajer yang sukses mewakili spiritualitas dengan
cara meningkatkan kebiasaan etis yang menyenangkan bagi mereka (Cavanagh & Banduch,
2002)
“Menurut Ashmos Duchon (2000), terdapat beberapa indikator dalam workplace spirituality ini,
antara lain:
4
Aditya Ramadhan Prakoso,dkk , “pengaruh spiritualitas ditempat kerja (workplace spirituality) terhadap
komitmen organisasional”, Administrasi Bisnis, Vol.65, N0. 1 Desember 2018, hal.3.
a. Kondisi lingkungan atau kelompok. mencakup penilaian terkait dukungan dari komunitas.
Komunitas disini adalah tempat dimana individu mengalami pertumbuhan pribadi yang beharga
untuk diri mereka sendiri sebagai individu, dan memiliki rasa untuk bekerja sama
Asumsi tersebut diatas dapat membawa pengaruh besar pada keyakinan individu
didalam memaknai suatu kehidupan, meningkatkan kepekaan pada tujuan hidup dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Selanjutnya keyakinan yang dimiliki oleh individu
harus dapat dikelola dengan baik oleh organisasi jika organisasi ingin meningkatkan
hubungan interpersonal dan membuka jalan bagi perubahan organisasi.
E. Penemuan Dilapangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa dosen ditemukan ada beberapa dosen
yang kurang solit dalam bekerja, dikarenakan adanya perbedaan dari tipe-tipe individu dalam
bekerja seperti tipe pemikir melimpahkan pekerjaan yang terkait dilapangan kepada
rekannya. Ada juga sebagian dosen yang tidak ikut andil secara penuh walaupun yang
diadakan adalah kegiatan terkait jurusan sehingga atasan lah yang harus turun langsung.
Masalah lain adalah soal kedisiplinan yang kurang diterapkan pada pribadi dosen seperti
hadir yang tidak tepat waktu. Kemudian salah seorang narasumber memaparkan keadaan di
FUAD IAIN Pontianak sebenarnya sudah memiliki nilai dan budaya organisasi yang baik
akan tetapi penerapannya yang masih kurang maksimal. Dari beberapa data tersebut dapat
diketahui masih perlunya peningkatan spiritualitas ditempat kerja karena menurut
“Khasawneh (2011) menjelaskan bahwa nilai-nilai spiritual tersebut memfasilitasi perasaan
karyawan untuk terhubung dengan yang lain sehingga memberikan perasaan kesempurnaan
kehidupan batin dan rasa bahagia. Suatu perusahaan yang menerapkan spiritualitas di tempat
kerja akan menjadikan karyawan merasa terhubung dan bermakna di tempat kerja, karyawan.
akan tampil lebih baik, muncul lebih sering dan memberikan kontribusi yang lebih
terhadap suasana yang baik di tempat kerja. Selanjutnya, karyawan ingin lebih mengontrol
pekerjaan mereka, lebih menyeimbangkan kehidupan kerja dan karyawan akan lebih
meningkatkan makna dalam pekerjaan mereka.”8 Dari penjelasan Khasawneh tersebut seolah
mengatakan bahwa masih rendahnya spiritualitas di tempat kerja pada dosen FUAD IAIN
Pontianak.
8
Siti Rahayu, “Kontribusi Kepemimpinan Spiritual Terhadap Komitmen Efektif Melalui Spiritualitas Ditempat Kerja
Pada Karyawan Bank Syariah Di kota Yogyakarta”, Psikologika Volume 21 Nomor 1 Tahun 2016, hal.4.