Anda di halaman 1dari 12

JRGI

Interpretasi Sebaran Zona Mineralisasi Emas Berdasarkan Metode


Polarisasi Terinduksi Di Daerah “Y” Gunung Pongkor Jawa Barat
Muhammad Ichsanul Akbar Natsir1, Jamhir Safani1*, Erwin Anshari 1
1
Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo, Kendari,Indonesia
Alamat e-mail: jamhir.safani@uho.ac.id

ABSTRAK

Kandungan emas daerah Pongkor merupakan endapan emas hidrothermal tipe ephitermal (berupa urat-
urat kuarsa) low sulphidation, dengan mineral pembawa yang mengandung logam dan non-logam.
Dengan menggunakan metode Induced Polarization (IP) yang memanfaatkan sifat kelistrikan dan
polarisabilitas batuan, dapat dideteksi adanya mineral-mineral sulfida yang disseminated dan berasosiasi
dengan mineral logam lainnya yang disokong oleh metode resistivity. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa zona penyebaran mineralisasi emas berdasarkan penampang 2D dan 3D data resistivity dan
Chargeability yang didukung dengan data geologi yang ada. Pemodelan penampang 2D data resistivity
dan Chargeability dilakukan dengan menggunakan software Res2dinv yang kemudian diinput kedalam
software surfer 13 dan pemodelan penampang 3D data resistivity dan Chargeability dilakukan dengan
menggunakan software Geosoft Oasis Montaj, yang dimana penampang 3D ini akan digunakan untuk
mengetahui kedalaman serta sebaran mineral logam pada daerah penelitian. Data pengukuran
merupakan data sekunder dengan panjang lintasan pengukuran IP sepanjang 2000 meter dan berjumlah
5 lintasan, serta masing-masing lintasan memiliki spasi antar elektroda sepanjang 50 meter. Interpretasi
dilakukan dengan mengkorelasikan penampang 2D true resistivity dan true Chargeability. Hasil
interpretasi menyatakan bahwa zona mineralisasi emas ditandai dengan nilai high resistivity (200 –
2365,7 Ωm) dan high Chargeability (500 – 810 msec). Hal ini disebabkan oleh sistem mineralisasi pada
daerah penelitian merupakan sistem epithermal. Dari 5 lintasan yang diolah, indikasi keterdapatan zona
mineralisasi emas hampir terdapat pada tiap lintasan yang diklasifikasikan berdasarkan zona
mineralisasi tinggi, sedang dan rendah. Volume potensi mineralisasi emas berdasarkan nilai
Chargeability terestimasi pada sistem ephitermal ini adalah 174.028.250 m3.
Kata kunci: Induced polarization, mineralisasi, epithermal, Chargeability, resistivity

Abstract. Gold mineralized in Pongkor area is a hidrothermal gold deposits of ephitermal low
sulfidation gold deposits type which contain methal and non methal. By utilizing electricity and
polarizability of rocks, induced polarization (IP) method can detect sulphide minerals that are
disseminated and associated with the other metal mineral. This research aim to analyzed distribution
zone of gold mineralization based on 2D and 3D section of resistivity and Chargeability data, combined
with available geological data. The 2D section was carried out using Res2Dinv software, then inputed
to surfer 13 software. While the 3D section was carried out using Geosoft Oasis Montaj software to
know the depth and deployment of metal mineral in research area. The measurement data in this
research were the secondary data received form PT. Antam, Tbk. The data were collected in five lines,
with 2000 m lenght of each. Each line was separated of 50 meters of electrode. Interpretation was
conductes by correlating the 2D section of the estimated resistivity and estimated Chargeability. The
results show that gold mineralized zone is marked by high resistivity (200 – 2365,7 Ωm) and high
Chargeability (500 – 810 msec). It because of mineralized system in research area is an epithermal
system. Along the five tracks measured is indicated by deployment gold mineralized in almost all of
them. Gold mineralized defined by high zone, medium zone and low zone with potential volume depend
on the Chargeability value of this ephitermal system is 174.028.250m3.
Key words: Induced Polarization, mineralisasi, epithermal, Chargeability, resistivity

24
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
1. Pendahuluan
Mineral emas merupakan jenis mineral yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Mineral ini
terbentuk akibat adanya kenaikan larutan sisa magma atau larutan hidrotermal yang bergerak
naik melalui rongga antar butir (primary permeability) ataupun kekar dan sesar (secondary
permeability) kemudian bereaksi terhadap batuan sedimen dan menghasilkan mineral ubahan
(Wibowo, 2014). Identifikasi penyebaran mineral emas dapat ditentukan dengan metode
geofisika (Fajariyah, 2013).
Mineralisasi emas dan perak di Gunung Pongkor ditemukan dalam batuan gunung api yang
tersusun oleh aglomerat, tufa breksi, dan lava andesit. Kandungan emas daerah Pongkor
merupakan endapan emas hidrothermal tipe epithermal (berupa urat-urat kuarsa), termasuk
dalam epithermal low sulphidation (Basuki dkk., 1994).
Metode IP merupakan metode yang sering digunakan untuk mengeksplorasi mineral logam
dasar (Muthmainnah, 2011). Metode induced polarization adalah metode geofisika yang
memanfaatkan sifat kelistrikan dan polarisabilitas batuan sebagai dasar. Metode ini mengukur
tingkat polarisasi dalam batuan sebagai akibat dari adanya arus listrik yang melewatinya. Ketika
batuan dilewati arus listrik, batuan akan terinduksi oleh energi listrik dan kemudian menyimpan
induksi tersebut untuk sementara. Contoh pemanfaatan metode IP di Indonesia adalah yang
telah dilakukan di Muara Manderas, Jambi yang telah berhasil menentukan adanya deposit
mineral emas berdasarkan analisis data IP (Dirgantara dan Hariyadi, 2007). Kemudian di Ujung
Langit, Lombok, NTB yang berhasil memperoleh cadangan mineral besi sebesar 539,600 ton.
Kelebihan metode IP adalah dapat mendeteksi adanya mineral-mineral sulfida yang letaknya
tersebar tak beraturan (disseminated) dan berasosiasi dengan bijih besi, emas, dan bijih logam
yang lainnya (Yatini dan Suyanto, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa zona
penyebaran mineralisasi emas berdasarkan penampang 2D dan 3D data resistivity dan
Chargeability yang didukung dengan data geologi yang ada.

2. Metode penelitian
Penelitian ini telah dilaksankan pada bulan Agustus hingga Oktober 2017, data yang digunakan
merupakan data sekunder berupa data resistivity dan Chargeability daerah “Y” serta peta
geologi yang mencakup seluruh IUP milik PT. Antam (persero) Tbk Unit Geomin di daerah
Gunung Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Gambar 1. Lokasi Penyelidikan


dan arah lintasan pengukuran IP
25
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dengan pengukuran
menggunakan alat T-3 Transmitter dan V8 Receiver buatan Phoenix Geophysics yang diperoleh
dari pihak PT. Antam (persero) Tbk Unit Geomin. Data pengukuran merupakan data sekunder
berjumlah 5 lintasan terpisah secara horizontal dengan jarak 400 m tiap lintasannya dengan arah
lintasan (N 45o E) Barat daya - Timur laut. Lintasan pengkuran sebagaimana ditunjukan pada
Gambar 1. Konfigurasi pengukuran pada penelitian ini menggunakan konfigurasi dipole-dipole
yang merupakan metode untuk melakukan mapping (pemetaan) dengan sasaran batuannya
berupa zona alterasi dan zona mineralisasi. Metode ini digunakan untuk melihat variasi nilai
resistivity dan Chargeability dari bawah permukaan secara horisontal (lateral) dan vertikal.
Konfigurasi ini merupakan perpaduan antara teknik profiling dan sounding, yang
memungkinkan pengambilan data dapat berlangsung efektif dan efisien. Komposisi konfigurasi
adalah n = 1-8, spasi antar elektroda 50 meter, panjangan bentangan 2000 meter. Data yang
diperoleh dari pengukuran lapangan terdiri dari data arus (I), tegangan (V) dan Chargeability
(M).
Pemodelan penampang 2D data resistivity dan Chargeability dilakukan dengan
menggunakan software Res2dinv yang kemudian diinput kedalam software surfer 13 dan
pemodelan penampang 3D data resistivity dan Chargeability dilakukan dengan menggunakan
software Geosoft Oasis Montaj, yang dimana penampang 3D ini akan digunakan untuk
mengetahui kedalaman serta sebaran mineral logam pada daerah penelitian. Interpretasi
dilakukan dengan mengkorelasikan penampang 2D true resistivity dan true Chargeability.

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1. Korelasi Penampang 2d Line Ip


Bedasarkan klasifikasi zona alterasi berdasarkan nilai resistivity menurut Hallof (1959) dan
pembagian zona mineralisasi berdasarkan nilai Chargeability menurut Ariesandra, dkk (2015)
maka sebaran nilai resistivity dan nilai Chargeability pada daerah penelitian dapat di bagi dalam
tiga zona, yaitu zona tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian tiga zona tersebut untuk setiap
lintasan ditampilan pada Tabel 1, 2, 3, 4, dan 5. Selanjutnya penampang resistivity dan
Chargeability serta interpretasi zona mineralisasi berdasarkan nilai Chargeability dan nilai
resistivity unutuk setiap lintasan ditampilkan pada Gambar 2, 3, 4, 5 ,dan 6 secara berurutan.
Tabel 1. Interpretasi nilai resistivity dan nilai Chargeability pada line IP-1
Nilai Nilai
Resistivity Chargeability Zona
(Ωm) (msec)
200 – 631,6 250 - 610 Tinggi
100 – 200 100 – 250 Sedang
0,219 - 100 0,0006 - 100 Rendah

Nilai resistivity terestimasi yang diperoleh pada line IP-1 adalah antara 0,219 – 631,6 Ωm
sedangkan nilai Chargeability terestimasi 0,0006 – 610 msec. Kedalaman maksimum
penampang adalah 150 meter ditinjau berdasarkan titik permukaan. Nilai resistivity terestimasi
tinggi pada line IP-1 terletak pada nilai 200 Ωm – 631,6 Ωm, nilai ini terletak pada elevasi
sekitar 525 – 475 meter dan berada pada titik sekitar -400 m – -200 m. Untuk nilai Chargeability
terestimasi tinggi pada line IP-1 terletak pada nilai 250 – 810,1 msec dengan elevasi sekitar 500
- 425 m, nilai tertinggi ini berada pada titik sekitar -600 – -250 m.

26
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI

Gambar 2. Interpretasi dan Korelasi Gambar 3. Interpretasi dan Korelasi Penampang


Penampang 2D sebaran nilai resistivity dan 2D sebaran nilai resistivity dan nilai Chargeability
nilai Chargeability terestimasi line IP-1 terestimasi line IP-2

Tabel 2. Interpretasi nilai resistivity dan nilai Chargeability pada line IP-2
Nilai Nilai
Resistivity Chargeability Zona
(Ωm) (msec)
200 – 2592,3 250 – 810,1 Tinggi
100 – 200 100 – 250 Sedang
0,144 - 100 0,0028 - 100 Rendah
Nilai resistivity terestimasi yang diperoleh pada line IP-2 adalah antara 0,144 – 2592,3 Ωm
sedangkan nilai Chargeability terestimasi 0,0028 – 810,1 msec. Kedalaman maksimum
penampang adalah 200 meter ditinjau berdasarkan titik permukaan. Nilai resistivity terestimasi
tinggi pada line IP-2 terletak pada nilai 200-2592,3 Ωm, nilai ini terletak didekat permukaan
pada titik -500 m dan -100 m. Untuk nilai Chargeability terestimasi tinggi pada line IP-2
terletak pada nilai 250 – 810,1 msec. Nilai ini terdapat didua tempat yaitu pada -800 sampai -
500 m dan pada titik -100 sampai 100 m dengan elevasi antara 450 – 350 meter.

Tabel 3. Interpretasi nilai resistivity dan nilai Chargeability pada line IP-3
Nilai Nilai
Resistivity Chargeability Zona
(Ωm) (msec)
200 – 2365,7 250 – 810,1 Tinggi
100 – 200 100 – 250 Sedang
1,44 - 100 0,033 - 100 Rendah

27
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
Nilai resistivity terestimasi yang diperoleh pada line IP -3 adalah antara 1,44 – 2365,7 Ωm
sedangkan nilai Chargeability terestimasi 0,033 – 810,1 msec. Kedalaman maksimum
penampang adalah 100 meter ditinjau berdasarkan titik permukaan. Nilai resistivity terestimasi
tinggi pada line IP-3 berada pada nilai 200 – 2365,7 Ωm dan terletak pada elevasi sekitar 500
meter dan berada pada titik sekitar -700 m – 500 m. Untuk nilai Chargeability terestimasi tinggi
pada line IP-3 terletak pada nilai 250 – 810,1 msec dengan elevasi sekitar 500 - 400 m, nilai
tertinggi ini berada pada titik sekitar -200 – -100m, 0– 200 m, dan 400–600m.

Gambar 4. Interpretasi dan Korelasi Gambar 5. Interpretasi dan Korelasi


Penampang 2D sebaran nilai resistivity dan Penampang 2D sebaran nilai resistivity dan
nilai Chargeability terestimasi line IP-3 nilai Chargeability terestimasi line IP-4
Tabel 4. Interpretasi nilai resistivity dan nilai Chargeability pada line IP-4
Nilai Nilai
Resistivity Chargeability Zona
(Ωm) (msec)
200 – 1049,5 250 – 810,1 Tinggi
100 – 200 100 – 250 Sedang
0,00016 -
1,64 - 100 Rendah
100
Tabel 5. Interpretasi nilai resistivity dan nilai Chargeability pada line IP-5
Nilai Nilai
Resistivity Chargeability Zona
(Ωm) (msec)
200 – 1333,5 250 – 810,1 Tinggi
100 – 200 100 – 250 Sedang
0,697 - 100 0,0074 - 100 Rendah
Nilai resistivity terestimasi yang diperoleh pada line IP -4 adalah antara 1,64 – 1049,5 Ωm
sedangkan nilai Chargeability terestimasi 0,00016 – 810,1 msec. Kedalaman maksimum
penampang adalah 100 meter ditinjau berdasarkan titik permukaan. Nilai resistivity terestimasi
28
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
tinggi pada line IP-4 terletak pada nilai 200 – 1049,5 Ωm, nilai ini tersebar pada titik -800 m
dan -200 m. Untuk nilai Chargeability terestimasi tinggi pada line IP-4 terletak pada nilai 250
– 810,1 msec. Nilai ini terdapat didua tempat yaitu pada -800 sampai -500 m dan pada titik -
600 sampai 600 m dengan elevasi antara 450 – 550 meter.
Nilai resistivity terestimasi yang diperoleh pada line IP -5 adalah antara 0,697 – 1333,5 Ωm
sedangkan nilai Chargeability terestimasi 0,0074 – 810,1 msec. Kedalaman maksimum
penampang adalah 200 meter ditinjau berdasarkan titik permukaan. Nilai resistivity terestimasi
tinggi pada line IP-5 terletak pada nilai 200 - 1333,5 Ωm, nilai ini terletak didekat permukaan
pada titik -200 – 0 m. Untuk nilai Chargeability terestimasi tinggi pada line IP-5 terletak pada
nilai 250 – 810,1 msec. Nilai ini terletak pada titik -400 sampai -200 m, titik -200 sampai 0 m,
titik 0 sampai 200 m dan titik 400 sampai 600 m dengan elevasi antara 600 – 400 meter.

Pada penampang 2D line resistivity terestimasi diketahui bahwa anomali berupa nilai low
resistivity mencirikan zona alterasi argilik atau batuan ubahan yang diduga penyebabnya adalah
karena pengaruh fluida hidrotermal yang mengalir melalui struktur batuan serta nilai high
resistivity yang merupakan karakterisitik dari zona alterasi silifikasi kuat. Pada penampang 2D
line Chargeability terestimasi daerah penelitian terdapat anomali berupa nilai high
Chargeability yang berdasarkan karakteristiknya dapat berasal dari mineral lempung yang
merupakan hasil ubahan disebabkan oleh hadirnya fluida hidrotermal yang mengalir melalui
rekahan.

Gambar 6. Interpretasi dan Korelasi Penampang


2D sebaran nilai resistivity dan nilai
Chargeability terestimasi line IP-5
Zona alterasi terhadap nilai resistivity dan Chargeability terestimasi dari korelasi penampang
2D resistivity (Gambar 7) dan korelasi penampang Chargeability (Gambar 8), terlihat bahwa
zona alterasi yang berkembang pada daerah ini adalah zona alterasi argilik (high Chargeability
dan low resistivity) dengan mineral ubahan Kaolinit, Pirit (FeS2), Kalkopirit, Kuarsa dan batuan
asal berupa andesit. Selain itu zona alterasi silisifikasi juga terdapat pada daerah penelitian (high
29
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
Chargeability dan high resistivity) yang juga diduga sebagai zona mineralisasi emas. Indikasi
keterdapatan zona mineralisasi emas hampir terdapat pada tiap lintasan yang diklasifikasikan
berdasarkan nilai zona mineralisasi tinggi, sedang dan rendah.

3.2. Model Penampang 3D Resistivity dan Chargeability Line IP


Model penampang 3D sebagaimana ditampilkan pada Gambar 9 dan Gambar 10 dibuat untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai sebaran nilai resistivity batuan bawah
permukaan serta persebaran nilai Chargeability sebagai respon adanya mineral konduktif yang
terdapat di bawah permukaan. Dari beberapa analisis yang telah dilakukan, dugaan pada daerah
penelitian sebagai daerah manifestasi mineral emas sistem epitermal low-sulphidation.
Ditandai dengan adanya tipe alterasi argilik dan alterasi silifikasi, berada dekat dengan
permukaan yaitu dengan kedalaman sekitar 380 – 640 m dibawah permukaan dan terdapat
endapan sulfida yang mengisi rekahan rekahan pada zona sesar dengan arah tenggara –
baratlaut. Jenis batuan yang ada berupa tuff dan tuff lapili serta breksi dengan batuan dasar
berupa andesit. Berdasarkan penampang Chargeability yang didasarkan nilai karakteristik
mineral logam dalam penelitian ini mineral emas dengan nilai 250 – 810 msec , diperkirakan
volume potensi manifestasi mineral emas pada sistem ephitermal ini adalah 174.028.250 m3.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan interpretasi serta analisis data utama yang
diintergrasikan dengan pendukung lainnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penelitian dengan data resistivity dan Chargeability dapat digunakan untuk memetakan
sebaran zona mineralisasi emas, karena kontras nilai Chargeability zona mineralisasi emas
memiliki nilai yaitu diatas 250 msec dan disebabkan oleh jenis alterasi akbiat larutan
hidrotermal yaitu zona alterasi argilik (kurang dari 100 Ohm.meter) dan alterasi silifikasi
(lebih dari 200 Ohm.meter).
2. Dari korelasi 2D penampang line IP dan model 3D sebaran emas pada daerah penelitian
diduga terjadi akibat alterasi argilik dan alterasi silifikasi yang berasosiasi dengan kuarsa
dan mengisi rekahan-rekahan dengan arah baratlaut – tenggara dan terjadi dekat permukaan
dengan kedalaman sekitar 380 – 640 meter dari titik elevasi.
3. Berdasarkan penampang Chargeability yang didasarkan pada nilai karakteristik mineral
logam dalam hal ini mineral emas dengan nilai 250 – 810 msec, diperkirakan volume potensi
manifestasi mineral emas pada sistem epitermal ini adalah 174.028.250 m3.

5. Daftar pustaka
[1]. Adrian, Fery. 2006. Pemodelan 2D Data Geofisika Untuk Investasi Zona Mineralisasi
Emas Pada Daerah “A” Bengkulu. Universitas Indonesia: Jakarta .
[2]. Ariesandra D., Wardhana, D., D., Iryanti, M., 2015, Karakterisasi Cebakan Mineral
Sulfida Berdasarkanhasil Metode Geolistrik Resistivitas Dan Induksi Polarisasi
Daerah Jampang Kabupaten Sukabumi. UPI: Bandung.
[3]. Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jawa Tengah dan sekitarnya Ditinjau dari Segi
Teori Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, Departemen Teknik Geologi ITB,
Tidak Dipublikasikan.
[4]. Basuki, A., D.Aditya Sumanagara, D.Sinambela., 1994. The Gunung Pongkor gold-
silver deposit, West Java, Indonesia. Journal of Geochemical Exploration 50 (1994)
371- 391. Elsevier Science.
30
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
[5]. Bateman, A.M, and Jensen, M.L., 1981. Economic Mineral Deposits. John Wiley and
Sons, Australia, limited
[6]. Bemmelen, R.W., van, 1949. The Geology of Indonesia. Government Printing Office,
Nijhoff, The Hague.
[7]. Browne P.R.L., 1991, Hydrothermal Alteration and Geothermal Systems, Geology
Lecture Course, University of Auckland, New Zealand
[8]. Corbett, G.J. & Leach, T.M. (1995). Southwest Pasific Rim Gold-Copper Systems:
Structure, Alteration, and Mineralization. Colorado: Bookcrafters
[9]. Corbett, G.J. dan Leach, T.M., 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration and Mineralization SEG Special Publication No.6. Auckland,
New Zealand
[10]. Corbett G and Leach T (1997), Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat Eksplorasi di
Baguio, Philippines
[11]. Damtoro, Juswanto, 2007, Geologi & Geolistrik. [On line] http://
www.geolistrik.com /Home.php [19 April 2007]
[12]. Dirgantara, F., Hariyadi, J., The Existance Of Mineral Gold Deposit Zone Using
Induced Polarization Method At Muara Manderas, Jambi, Proceedings Joint
Convention Bali; The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual
Conference and Exhibition, 2007.
[13]. Doyle, A.H., 1990, Geophysical Exploration for Gold, Geophysics, Hal. 134-146.
[14]. Evans, A,M., 1993, Ore geology and Industrial Minerals, Blackwell scientific
publication
[15]. Faeyumi, Muhammad. 2012, Sebaran Potensi Emas Epitermal di Areal Eksploitasi
PT. Antam Unit Geomin, Tbk Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Universitas
Indonesia: Jakarta
[16]. Fajariyah, E., N., 2013, Aplikasi Metode TDIP untuk Pendugaan Zona Mineralisasi
Emas di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang: UNNES.
[17]. Geotomo Software. 2010, RES2DINV ver. 3.59 for Windows XP/Vista/7. Gelogor,
Malaysia
[18]. Hadrian, E., 2010, Pemodelan Data Ip-Resistivity Dan Magnetik Untuk Melokalisir
Endapan Nikel Laterit Di Daerah “Ltd”, Sulawesi Tenggara, Universitas Indonesia,
Jakarta.
[19]. Hallof, P.G., 1964, A Comparison of Various Parameters Employed In The Variable-
Frequency Induced Polarization Method, Geophysics, Vol. 29. page 425 -433.
[20]. Hedenquist, J. W., dan White, N. C., 1995, Epithermal gold deposits: Styles,
characteristics, and exploration, Society of Resource Geology, Tokyo, Japan, 16pp.
[21]. Hendrawati, A.,2013. Identifikasi Instrusi Limbah Pertambangan Emas Liar dengan
Menggunakan Metode Geolistrik 3D Studi Kasus Desa Jendi Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
[22]. Insani, A., R., Yulianto, T. Intrepertasi Struktur Bawah Permukaan Manifestasi
Mineral Emas Sistem Epithermal Dengan Metode Polarisasi Terimbas (Induced
Polarization) Di Daerah “X” Kabupaten Garut Jawa Barat, Semarang : Youngster
Physics Journal.
[23]. Keller, G. V. and F. C. Frischknecht. 1966. Electrical Methods in Geophysical
Prospecting, Pergamon Press, New York
[24]. Koesoemadinata, R.P., dan Katili, J.A., 1962, Structural pattern of South Bantam and
its relation to the ore bearing veins, Contr. Dept. Of Geology no.52, ITB, Bandung.

31
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
[25]. Kurniawan, Andi dan Hartono. (2010). Karakteristik Mineralisasi Permukaan Vein
Cikoneng Daerah Cibaliung – Banten. Proceedings PIT IAGI Lombok The 39th IAGI
Annual Convention and Exhibition.
[26]. Lindgren, W., 1922, A suggestion for the terminology of certain mineral deposits,
Economic Geology, v. 17
[27]. Lindgren ,W., 1993,Mineral deposits, 4th ed. McGraw-Hill, New York
[28]. Loke, M.H. dan Barker, R.D., 1996, Rapid Least-Square Inversion of Apparent
Resistivity Pseudosection by Quasi-Newton Method, Geophysical Prospecting, vol.44,
p.131-152.
[29]. Lowrie, W., 2007, Fundamental of Geophysics Second Edition. New York:
Cambridge University.
[30]. MacKenzie, D.J. dan Craw, D. (2010). Structural controls on hydrothe White River
area, Yukon. In: Yukon Exploration and Geology.
[31]. Marshall, J.D., dan Madden, T.R., 1959, Induced Polarization, a study of its causes,
Geophysics, vol.24, p.790-816.
[32]. Martodjojo, S. dan Pulunggono, 1994, Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Proceeding Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa, Percetakan NAFIRI, Yogyakarta
[33]. Muthmainnah, S., Lantu, dan Syamsuddin. 2011. Identifikasi Zona Minralisasi
Sulfida Menggunakan Metode Induksi Polarisasi Dan Metode Controlled Source
Audio-Frequency Megnetotelluric (CSAMT). Makassar: Universitas Hasanuddin
[34]. Mutoharoh, A. 2013, Akuisisi dan Pengolahan Data Menggunakan Metode Induksi
Polarisasi untuk Mencari Penyebaran Mineralisasi Emas. Bandar Lampung: UNILA.
[35]. Pirajno F., 1992, Hydrothermal Mineral Deposits, Principles and Fundamental
Concepts for the Exploration Geologist, Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, New
York, London, Paris.
[36]. Purwanto H., S., 2010, Mineralisasi Emas Dan Mineral Pengikutnya Di Daerah
Nirmala, Bogor, Jawa-Barat , UPN “Veteran” : Yogyakarta.
[37]. Rahma, Siti. 2009, Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced Polarization
Untuk Mendelineasi Deposi Emas Sisitem Epithermal di Daerah "X". Universitas
Indonesia: Jakarta
[38]. Rahmi, H., Asrul, dan Akmam, 2015, Penyelidikan Jenis Mineral Di Jorong Koto
Baru Nagari Aie Dingin Kabupaten Solok dengan Metode Geolistrik Induced
Polarization (IP), Pillar of Physics, vol.6, p.25-32.
[39]. Riswandi, H., Purwanto, H. S., 2008, Interpretasi Zona Struktur dan Alterasi
Berdasarkan Geofisika IP di Daerah Nirmala, Bogor, Jawa-Barat, UPN
“Veteran”:Yogyakarta.
[40]. Robert, F and Brommecker R, 2007, Models and Eksploration Methods for Major
Gold Deposit Types, Proceedings of Eksploration 07: Fifth Decennial International
Conference on Mineral Eksploration, 691-711.
[41]. Rosyidah, S. Yuliatur, 2005, Pencitraan Obyek Sederhana Dengan Metode Geolistrik
Resistivitas Konfigurasi Wenner-Schlumberger, Tidak Dipublikasikan.
[42]. Sarma, V.S., Srinivas, G.S., d , and Joshi, M.S., 2001, Physical Modelling Results on
Modified Pseudo-depth Section in Exploration of Highly Resitive Targets-II, Pure
app. Geophys. no.158, p.813-820.
[43]. Setiono, G., Suprianto, 2013, Metode Induced Polarization Untuk Eksplorasi
Mineral Emas Daerah ”B”. Universitas Indonesia: Depok.

32
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI
[44]. Suhendra. 2005. Penyelidikan Daerah Rawan Gerakan Tanah dengan Metode
Geolistrik Tahanan Jenis (studi kasus:longsoran di desa cikukun). Jurnal Gradien 1(1):
1-5.
[45]. Sukadi, D., 2016, Identifikasi Zona Mineralisasi Emas Menggunakan Data Geolistrik
IP Domain Waktu Di Blok S Gunung Pongkor Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Universitas Halu Oleo : Kendari.
[46]. Sukandarumiddi. 2009. Geologi Mineral Logam. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta
[47]. Sumner, J.S., 1976, Principles of Induced Polarization for Geophysical Exploration,
Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.
[48]. Sumardi, Eddy. 2009. Tinjauan Emas Epitermal Pada Lingkunagn Volkanik. Pusat
Sumber Daya Geologi.
[49]. Surip, Noraini, Ab. Halim Hamzah, Mohammad Roston Zakaria, Azlikamil Napiah
dan Jasmi Ab.Talib. (2007). Mapping of Gold in Densely Vegetated Area Using
Remote Sensing Techniques in Pahang, Malaysia.
[50]. Telford, W. M. & Geldart, L. P. & Sherift, R. E. 1990, Applied Geophysics Second
Edition. Cambridge University Press
[51]. Wibisono, P., 2013, Akuisisi Data Metode Geolistrik Resistivitas dan Induced
Polarization dengan Menggunakan Konfigurasi Dipole-Dipole di Kaki Gunung
Papandayan Garut Jawa Barat. Purwokerto: UNSOED.
[52]. Wibowo, O., 2014. Interpretasi Data Anomali Medan Magnet Total untuk
Mengestimasi Potensi Sumber Daya Mineral Emas di Desa Paningkaban Kecamatan
Gumelar Kabupaten Banyumas. Purwokerto: UNSOED.
[53]. Yatini., Suyanto, Imam. Eksplorasi Batu Besi Dengan Metode Polarisasi Terinduksi
di Ujung Langit, Kabupaten Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pertemuan Ilmiah
Tahunan IAGI Ke-37, 2008.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimkasih kepada PT. ANTAM (persero), Tbk. Unit Geomin, Mas
Satria, Mas Agus dan Mas Akbar atas kesempatan untuk melakukan tugas akhir serta bimbingan
selama berada .

33
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI

Gambar 7. Korelasi penampang 2D sebaran nilai Gambar 8. Korelasi penampang 2D sebaran nilai
resistivity semua lintasan Chargeability semua lintasan

Gambar 9. Model penampang 3D sebaran nilai


Resistivity semua lintasan

34
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019
JRGI

Gambar 10. Model penampang 3D sebaran nilai Chargeability


semua lintasan

35
JRGI | Jurnal Rekayasa Geofisika Indonesia.
Edisi Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai