Anda di halaman 1dari 1

Kepemimpinan Fasilitatif

Kepemimpinan fasilitatif adalah gaya kepemimpinan yang bertolak ukur pada kinerja yang
efektif, dimana kelompok yang memiliki efektivitas yang tinggi maka pemimpin tak banyak
campur tangan. Sebaliknya, jika kinerja kelompok tidak efektif, maka pemimpin akan memberi
petunjuk dan membantu kelompok tersebut menjalankan prosesnya. Para pemimpin dengan tipe
kepemimpinan fasilitatif biasanya terlalu bergantung pada pengukuran dan hasil, bukan
keterampilan dari para anggotanya, meskipun dibutuhkan banyak keterampilan juga untuk
dikuasai. Keefektivitasan dari kerja sama suatu kelompok secara langsung sangat erat kaitannya
dengan kelancaran dari prosesnya.
 
Keberhasilan dari tipe kepemimpinan fasilitatif yang efektif sangat tergantung pada pemantauan
dinamika kerja sama kelompok dengan jalan menawarkan saran hingga melakukan intervensi
demi menolong setiap anggota kelompok tetap bekerja pada jalur yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan fasilitatif sering diimplementasikan dalam collaborative governance, dimana


dalam kepemimpinan fasilitatif akan melahirkan kepemimpinan kolaboratif
(Misalnya: Walikota Surabaya selalu pemegang kebijakan bisa disebut sebagai pemimpin
fasilitatif, kemudian menerbitkan SK untuk membentuk TP2TP2A untuk bekerja menangani
masalah KDRT). Kepemimpinan yang ada di TP2TP2A merupakan kepemimpinan kolaboratif
karena melibatkan berbagai unsur instansi yang berbeda-beda.

Tiga komponen kepemimpinan kolaboratif yang efektif, yaitu:


1) Manajemen yang cukup terhadap proses kolaborasi;
Dalam kolaborasi tidak hanya terdiri dari 1 atau 2 instansi, bisa saja terdiri dari banyak
instansi yang berbeda-beda dengan perannya masing-masing sesuai tupoksi. Untuk
menghindari adanya konflik kepentingan atau adanya miskomunikasi, maka dibutuhkan
manajemen kolaborasi yang jelas dan peran pimpinan apabila ada kelompok yang belum
berfungsi dengan baik
2) Pengelolaan kemampuan melaksanakan kredibilitas teknis;
Dalam kolaborasi lebih ditekankan pada kinerja atau hasilnyang dicapai, untuk itu masing-
masing instansi yang terlibat akan dituntut perannya secara teknik untuk menjalankan
fungsinya sesuai tupoksinya.
3) Memastikan bahwa kolaborasi tersebut diberdayakan untuk membuat keputusan yang
kredibel dan meyakinkan bagi semua aktor.
Banyak instansi yang terlibat dalam kolaborasi, maka semakin banyak aktor yang memiliki
peran untuk mensukseskan perannya masing-masing. Masing-masing aktor harus diperkuat
dengan tupoksi sehingga tidak adanya saling lempar tanggungjawab dalam kegiatan
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai