Anda di halaman 1dari 19

VOLATILITAS HARGA SAHAM PASAR MODAL INDONESIA:

STUDI PADA INDEKS LQ45 PERIODE 30 DESEMBER 2011-30 JUNI 2014

Winda Wulansari1, Universitas Andalas


Efa Yonnedi2, Universitas Andalas

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mempelajari volatilitas dari harga saham di Bursa Efek Indonesia
khususnya pada Indeks LQ45. Sampel penelitian ini adalah harga penutupan LQ45 dari 30
Desember 2011 sampai dengan 30 Juni 2014, dengan jumlah sebanyak 610 observasi.
Penelitian ini menggunakan model ARCH/GARCH untuk memodelkan volatilitas dan
menggunakan uji granger kausalitas untuk melihat pengaruh lag (return) LQ45 terhadap
volatilitas LQ45. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat fenomena volatility clustering
pada indeks LQ45, GARCH (1,1) sebagai model yang baik untuk menggambarkan pergerakan
volatilitas dari Indeks LQ45 dan return LQ45 granger cause volatilitas LQ45. Penemuan ini
dapat digunakan investor sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan
investasi.

Kata kunci: volatilitas, volatility clustering, lag, ARCH, GARCH

1
Email : windawulansari.mly@gmail.com
2
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (Email: yonnedi@fekon.unand.ac.id)
1
1. Pendahuluan

Ketidakpastian adalah risiko yang harus ditanggung saat berhadapan dengan masa
depan. Pada pasar keuangan ketidakpastian merupakan sebuah hal yang mengganggu investor
dalam memilih alternatif keputusan yang akan diambil saat merancang strategi investasi. Salah
satu ketidakpastian pada aktivitas keuangan adalah naik turunnya harga saham di pasar modal.
Pergerakan harga saham harian di pasar keuangan merupakan salah satu konsekuensi alamiah
yang terjadi di pasar keuangan.
Pergerakan harga saham yang biasa terjadi di pasar modal sebenarnya bukan
merupakan hal yang buruk, namun ini akan menjadi sesuatu yang buruk ketika pergerakan
harga saham terjadi secara tajam dalam waktu singkat sehingga sulit bagi investor untuk
melakukan perencanaan keuangan. Tingginya fluktuasi harga saham dapat meningkatkan
ketidakpastian atas return masa depan dan meningkatkan risiko (Islam, 2013). Jika kondisi pasar
tidak stabil investor sulit untuk memprediksi pergerakan saham dan risiko masa depan. Oleh
karena itu dengan adanya ketidakpastian mendorong investor untuk selalu berhati-hati dalam
mengambil keputusan dalam menginvestasikan dananya di pasar modal.
Ketidaknyamanan dengan keberadaan volatilitas dari harga saham tersebut dapat
diatasi oleh investor melalui pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai volatilitas.
Emenike (2010) menjelaskan dengan memodelkan volatilitas perusahaan dapat menggunakan
harga saham sebagai signal untuk mendeteksi nilai instrintik suatu sekuritas dan dengan
demikian dapat mempermudah perusahaan untuk meningkatkan pendanaanya pada pasar
modal. Sedangkan bagi investor dengan memodelkan pola volatilitas ini membantu investor
dalam merancang strategi investasi, manajemen risiko dan manajemen portofolio.
Salah satu hal yang menjadi permasalahan pada volatilitas harga saham di pasar modal
adalah keberadaan fenomena volatility clustering. Volatility clustering merupakan
kecenderungan pergerakan harga saham yang mengikuti pergerakan historisnya. Islam (2013)
menjelaskan jika kemarin terjadi volatilitas yang tinggi, maka hari ini kemungkinan besar akan
mengalami volatilitas yang tinggi juga. Volatilitas dapat diukur dengan menggunakan data
historis, melalui pola pergerakan saham masa lalu dapat diestimasi volatilitas masa depan.
Pemodelan ARCH/GARCH merupakan metode estimasi yang dapat mendekati kondisi real.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terkait fenomena volatility clustering dan
pemodelannya pada pasar modal diberbagai negara. Penelitian-penelitian tersebut
menemukan bahwa pergerakan saham cenderung mengikuti pergerakan historisnya (volatility
2
clustering) dan membuktikan model ARCH/GARCH merupakan model yang baik untuk
menggambarkan volatilitas harga saham seperti Emenike (2010) meneliti volatility clustering,
leptokurtosis dan leverage effect dari return saham pada Nigerian Stock Exchange. Emenike
menemukan bahwa model GARCH (1,1) sebagai model yang cocok untuk membuktikan
volatility clustering pada pasar modal Nigeria. Ahmed dan Suliman (2011) menggunakan model
ARCH/GARCH untuk mengestimasi volatilitas return harian pada Khartoum Stock Exchange dan
menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara volatilitas dan return saham yang
diharapkan. Hossain dan Uddin (2011) menemukan bahwa model GARCH merupakan model
yang cocok untuk menjelaskan fenomena volatility clustering pada Dhaka Stock Exchange.
Hossain et al. juga menemukan bahwa pada indeks DS20 ditemukan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara risiko dan return, sedangkan pada indeks DSI dan DSEG ditemukan hubungan
yang tidak signifikan antara risiko dan return.
Sama halnya juga dengan Jagajeevan (2012) menggunakan model ARCH/GARCH untuk
mengidentifikasi varying volatility yang tinggi pada return saham harian pasar modal Colombo.
Niyitegeka dan Tewari (2013) meneliti volatilitas dari return pasar modal di Johannesburg Stock
Exchange dan menemukan bahwa model yang cocok untuk memodelkan volatilitas dari return
saham di Afrika Selatan adalah GARCH (1,1). Sedangkan di Indonesia Eliyawati, Hidayat, dan
Azizah (2014) menemukan bahwa model ARCH/GARCH merupakan model yang tepat untuk
menjelaskan volatilitas saham. Eliyawati et al. menemukan model GARCH (1,1) merupakan
model yang baik untuk menjelaskan fenomena time varying volatility. Sedangkan Paye (2011)
meneliti apakah volatilitas return saham dipengaruhi oleh variabel makroekonomi seperti
corporate payout, tingkat suku bunga, return spread, ukuran perubahan pada leverage bank,
pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan time varying expected return. Penelitian ini
menemukan bahwa variabel makroekonomi, time varying expected return dan credit condition
menyebabkan volatilitas. Pengujian ini menggunakan granger kausalitas untuk melihat
pengaruh variabel makroekonomi terhadap volatilitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi model terbaik untuk menggambarkan
volatilitas dari Indeks LQ45 dengan memanfaatkan data LQ45 periode sebelumnya,
mengidentifikasi fenomena volatility clustering dan menguji hubungan kausalitas volatilitas
LQ45 dengan return LQ45 periode sebelumnya (lag LQ45). Penelitian ini menggunakan indeks
LQ45 sebagai objek karena indeks LQ45 merupakan indeks dari saham-saham yang aktif
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Melalui pemahaman terhadap kebiasaan dari Indeks

3
LQ45 tersebut maka investor dapat menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan investasi, manajemen risiko dan manajemen portofolio.
2. Kajian Pustaka
2.1. Pasar Modal
Pasar modal merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar Modal No.8 tahun 1995). Pasar
modal berperan dalam mempertemukan pihak yang membutuhkan dana untuk memodali
usahanya dengan pihak yang memiliki kelebihan dana yang kemudian dana tersebut akan
diinvestasikan. Peran pasar modal sebagai perantara antara pihak yang membutuhkan dana
dengan pihak yang memiliki kelebihan dana membuat keberadaanya berperan penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara.
2.1. Efisiensi Pasar Modal
Pasar yang efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan
saat ini telah mencerminkan semua informasi yang tersedia (Tandelilin). Pada pasar yang efisien
harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakan kedua belah pihak yakni penjual dan
pembeli. Setiap investor di pasar modal efisien memiliki kesempatan yang sama dalam
memperoleh informasi yang ada sehingga tidak ada sekelompok investor yang memperoleh
abnormal return. Setiap kali informasi diterima maka investor akan menilai dampak dari
informasi tersebut dan bereaksi terhadap kondisi tersebut.
Hipotesis pasar efisien pertama kali digagas oleh Fama (1970). Fama menjelaskan bahwa
sebuah pasar yang harganya selalu fully reflect terhadap informasi yang tersedia disebut
dengan efficient. Brigham dan Houston (2010) menjelaskan hipotesis pasar efisien adalah
hipotesis yang menyatakan bahwa secara umum harga dari efek berada pada kondisi
ekuilibrium, artinya harga saham yang terbentuk merupakan cerminan dari seluruh informasi
yang tersedia di publik atas saham tersebut. Pada pasar yang efisien harga-harga aset atau
sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia, stock prices reflect all
available information (Gumanti & Utami, 2002). Tandelilin menjelaskan bahwa semua informasi
yang tersedia meliputi informasi di masa lalu seperti laba perusahaan tahun lalu, informasi saat
ini seperti rencana kenaikan dividen tahun ini, maupun informasi yang bersifat opini rasional
yang beredar di pasar yang mempengaruhi perubahan harga.

4
Pada efficient market hypothesis-EMH (Fama, 1970) pasar efisien diklasifikasikan ke
dalam tiga bentuk. Weak form (efisiensi pasar dalam bentuk lemah), pada pasar efisien bentuk
lemah harga yang terbentuk sekarang merupakan cerminan dari informasi masa lalu. Semi
strong form (efisiensi pasar bentuk setengah kuat), pada pasar efisien bentuk setengah kuat
harga saham dipengaruhi oleh data pasar dan data yang dipublikasikan oleh perusahaan. Data
pasar berupa harga saham dan volume perdagangan sedangkan data yang dipublikasikan oleh
perusahaan seperti pembagian dividen, kondisi likuiditas perusahaan, pengumuman stock split
dan pengumuman saham baru. Strong form (efisiensi pasar dalam bentuk kuat), pada pasar
efisien bentuk kuat harga saham mencerminkan semua informasi yang relevan baik informasi
yang tersedia di publik maupun informasi yang tidak terpublikasikan. Pada strong form efficient
ini tidak ada investor yang dapat memperoleh abnormal return.
2.2. Indeks Harga Saham
Indeks harga saham merupakan indikator yang menggambarkan kondisi pergerakan
harga saham setiap harinya pada Bursa Efek Indonesia. Indeks saham digunakan oleh investor
sebagai pedoman untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham (IDX). Sebelum
investor membuat keputusan untuk menanamkan modalnya di pasar modal investor akan
melihat terlebih dahulu fluktuasi dari harga saham melalu indeks harga saham.
2.3. Indeks LQ45
Indeks LQ45 merupakan satu dari sebelas indeks saham yang ada di pasar modal
Indonesia. Indeks ini terdiri atas 45 perusahaan tercatat pada Bursa Efek Indonesia dengan
tingkat likuiditas yang tinggi (IDX, 2010). Selain likuiditas dan kapitalisasi pasar yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan anggota LQ45 adalah (1) telah tercatat pada BEI minimal tiga
bulan; (2) aktivitas transaksi di pasar reguler yaitu nilai, volume perdagangan dan frekuensi
transaksi; (3) jumlah hari perdagangan di pasar reguler; (4) kapitalisasi pasar pada waktu
tertentu; (5) kondisi keuangan dan prospektus pertumbuhan perusahaan tersebut (IDX, 2010).
Setiap tiga bulan sekali BEI secara rutin mengevaluasi pergerakan urutan saham-saham
yang masuk dalam indeks LQ45. BEI juga secara rutin melakukan pemantauan atas kinerja dari
emiten-emiten tersebut. BEI melakukan penyesuaian terhadap urutan saham yang masuk ke
dalam indeks setiap enam bulan sekali, yakni pada awal Februari dan Agustus. Bahkan untuk
menjamin kewajaran dari pemilihan saham BEI dapat meminta pendapat kepada para ahli dari
Bapepam (saat ini OJK), universitas dan profesional di pasar modal yang independen (IDX,
2010).

5
2.4. Volatilitas Harga Saham
Volatilitas adalah kecenderungan untuk mudah mengalami perubahan (KBBI). Volatilitas
merupakan jejak nyata dari aktivitas pelaku pasar modal dalam bereaksi menanggapi informasi
baru yang diterima (Jawadi & Rangau, 2012). Sova (2013) menjelaskan volatilitas harga saham
merupakan ukuran ketidakpastian yang terdapat pada pergerakan harga saham yang akan
terjadi di masa depan. Artinya semakin meningkat volatilitas berarti kemungkinan terjadinya
naik turunya harga saham juga akan semakin besar. Anton (2006) menambahkan volatilitas
suatu saham di masa depan memiliki pola yang menyerupai volatilitas di masa lalu. Oleh karena
itu informasi volatilitas di masa lalu dibutuhkan untuk memprediksi trend return saham masa
depan.
2.5. Volatility Clustering
Volatility clustering terjadi ketika perubahan harga saham yang luas (range harga saham
hari ini terhadap hari sebelumnya) cenderung diikuti dengan perubahan harga yang luas pada
periode berikutnya dan perubahan harga saham yang kecil akan cenderung diikuti pula dengan
perubahan harga yang kecil pada periode berikutnya (Mandelbrot, 1963). Konsep
kecenderungan pola perubahan harga saham ini juga disampaikan oleh Fama (1965). Fama
menjelaskan pola dari historical price akan cenderung untuk kembali mengulang pola yang
sama di masa depan, sehingga pola dari historical price dapat digunakan untuk memprediksi
pola harga saham di masa depan.
Volatility clustering membuat investor lebih berhati-hati dalam memegang saham
karena ketidakpastian. Investor akan meminta tingkat pengembalian lebih atas risiko
ketidakpastian yang ditanggung oleh investor. Meningkatnya tingkat pengembalian atas risiko
akan meningkatkan biaya modal dan ini akan mendorong penurunan jumlah investasi pada
swasta (Emenike, 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan peramalan volatility clustering untuk
mengurangi risiko yang muncul atas penanaman modal investor di pasar modal.
2.6. Faktor Lain yang Mempengaruhi Volatilitas Return Saham
Adapun hal lain yang mempengaruhi volatilitas return saham adalah leptokurtosis,
leverage effect atau efek asimetris, variabel ekonomi dan kejadian luar biasa dan heat waves
dan meteor shower. Leptokurtosis merupakan kondisi dimana distribusi dari return saham tidak
normal, terdapatnya kemungkinan nilai ekstrim yang besar pada pergerakan harga saham
(Fama, 1965). Leverage effect atau efek asimetris merupakan faktor yang mempengaruhii
volatilitas return saham yang disebabkan oleh keberadaan bad news dan good news. Anton

6
(2006) menjelaskan bahwa efek bad news memicu perubahan yang lebih besar pada volatilitas
periode selanjutnya dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh keberadaan good news
terhadap volatilitas periode selanjutnya.
Panetta et al. (2006) menjelaskan bahwa variabel ekonomi pada sektor riil, sektor
keuangan, kejadian luar biasa dan kebijakan moneter turut mempengaruhi volatilitas return
saham. Bandono et al. (2011) menjelaskan bahwa stabilitas ekonomi negara dan faktor
fundamental perusahaan dapat mempengaruhi volatilitas harga saham. Schwert (1989)
menjelaskan bahwa keberadaan saham biasa mencerminkan keuntungan perusahaan di masa
depan sehingga memungkinkan faktor aktivitas ekonomi riil menjadi penentu dari volatilitas
saham. Pada sektor keuangan beberapa penelitian seperti Schwert (1989); Bandono et al.
(2011); Hugida (2011); Jawadi et al. (2013) membuktikan bahwa volume perdagangan
berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas harga saham.
Peristiwa luar biasa (shock event) dapat mengejutkan pasar sehingga tercipta sentimen
bagi pelaku pasar modal dan berimbas pada perubahan harga saham. Beberapa penelitian juga
telah membuktikan bahwa shock event berdampak pada volatilitas saham seperti Indarti (2003)
menemukan adanya abnormal return yang signifikan pada periode diseputar peristiwa bom
Bali. Christofis, Papadamou dan Stagiannis (2013) dalam Istanbul stock market’s reaction to
terorist attacks menemukan bahwa serangan teroris yang terjadi secara signifikan
mempengaruhi pasar modal Istanbul dalam jangka pendek. Sektor pariwisata merupakan
sektor yang paling berpengaruh akibat kejadian tersebut. Kebijakan moneter juga merupakan
faktor yang mempengaruhi volatilitas return saham. Hugida (2011) menemukan variabel inflasi
dan nilai tukar mempengaruhi volatilitas saham. Sedangkan tingkat suku bunga mempengaruhi
volatilitas saham dalam jangka pendek (Gospodinov & Jamali, 2014).
Heat waves merupakan kondisi dimana volatilitas yang terjadi pada suatu pasar modal
tidak memicu perubahan volatilitas pada pasar modal lain (Engle, Ito & Lin, 1990). Contohnya
pada saat pengumuman tingkat inflasi oleh Bank Indonesia hanya mempengaruhi volatilitas
saham periode t+1 pada pasar modal Indonesia, pengumuman ini tidak mempengaruhi
volatilitas saham pada pasar modal Malaysia. Sedangkan meteor showers merupakan kondisi
dimana sebuah informasi dapat mempengaruhi volatilitas beberapa pasar modal dalam waktu
yang sangat singkat (Engle et al., 1990). Contohnya pada saat The Fed mengumumkan
kebijakan tapering off membuat hampir seluruh pasar modal di berbagai negara bereaksi
terhadap informasi tersebut dalam waktu yang sangat singkat.

7
3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data harga penutupan harian indeks LQ45 dari tanggal 30
Desember 2011 hingga 30 Juni 2014. Jumlah observasi penelitian sebanyak 610 observasi,
dimana hari efektif perdagangan saham pasar reguler adalah 5 hari kerja dalam satu minggu.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengunduh data harga indeks saham harian yang
tersedia pada website yahoo finance dan idx statistic quarterly. Penelitian ini menggunakan
variabel lag LQ45 dan volatilitas dari LQ45. Lag atau waktu pada penelitian ini menjelaskan
pengaruh nilai masa lalu dari LQ45 terhadap nilai LQ45 yang terbentuk saat sekarang.
Sedangkan variabel volatilitas dimodelkan untuk menggambarkan pergerakan indeks LQ45.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian mencakup analisis perilaku data dan
mengestimasi model terbaik sehingga dapat menjelaskan hubungan variabel lag (return) LQ45
dengan variabel volatilitas LQ45. Analisis perilaku data dilakukan dengan menggunakan uji
stationeritas. Uji stationeritas pada data merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum data
dimodelkan dengan ARIMA. Untuk memenuhi syarat yang stationer data harga penutupan
Indeks LQ45 ditransformasi ke dalam bentuk return LQ45. Return time series LQ45 dihitung
dengan membandingkan harga penutupan saat ini dengan harga penutupan hari sebelumnya.
Berikut dapat dirumuskan secara matematis:
𝑃𝑡
𝑟𝑡 (𝑡) = 𝐿𝑛 ,
𝑃𝑡−1

di mana rt (lq45)= return LQ45; Pt = harga penutupan indeks LQ45 pada waktu t dan P t-1= harga
penutupan indeks LQ45 pada t-1.
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan sebuah model yang
terbentuk dari gabungan antara model Autoregresif (AR) dan Moving Average (MA) (Nachrowi
et al., 2006). Model AR menjelaskan hubungan variabel dependen (terikat) Y terhadap nilai Y
tersebut pada waktu sebelumnya sedangkan model MA menjelaskan ketergantungan nilai
variabel dependen Y terhadap nilai residual pada waktu sebelumnya secara berurutan.
Sedangkan I (integrated) menunjukan data yang didiferensiasikan sebanyak d kali untuk
menjadi data yang stationer. Terdapat empat tahap yang harus dilakukan untuk memperoleh
pemodelan ARIMA terbaik yaitu identifikasi, estimasi parameter, tes diagnostik dan peramalan.
Untuk memutuskan model terbaik digunakan Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz
Information Criterion (SIC). Pada model ARIMA terpilih kemudian dilakukan uji ARCH effect dan

8
heteroskedastis. Jika model masih mengandung ARCH effect dan heteroskedastis artinya model
ARIMA belum cukup baik untuk menggambarkan volatilitas indeks LQ45.
Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan model Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity (ARCH)/ General Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH)
untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas pada model. Ajija, Sari, Setianto dan Primanti
(2011) menjelaskan model ARCH/GARCH digunakan untuk menganalisis estimasi yang memiliki
masalah heteroskedastisitas (variance error yang tidak konstan). Model ini memanfaatkan
heteroskedastisitas untuk pemodelan dan peramalan. Melalui tahapan yang sama seperti pada
pemodelan ARIMA kemudian model terbaik dari ARCH/GARCH dilakukan kembali pengujian
kandungan ARCH effect pada model. Jika model telah terbebas dari ARCH effect, artinya model
sudah baik untuk menggambarkan volatilitas dari indeks saham LQ45. Selanjutnya nilai
volatilitas tersebut diuji hubunganya dengan lag return LQ45 dengan menggunakan uji granger
kausalitas. Uji granger kausalitas digunakan pada data time series untuk melihat pengaruh data
masa lalu terhadap kondisi saat ini.

4. Hasil dan Pembahasan


4.1. Gambaran Umum Indeks Saham LQ45 dan Volatilitas
Harga penutupan indeks saham blue-chip LQ45 mengalami fluktuasi yang signifikan. Hal
ini terlihat pada pola pergerakan indeks LQ45 harian pada gambar 4.1 dari 30 Desember 2011
hingga 30 Juni 2014 dan pola volatilitasnya terlihat pada gambar 4.2. Pada awal tahun pola
indeks terlihat stabil sama halnya dengan pola volatilitas namun pada awal Mei hingga Juni
2012 (sampel 90-125) terlihat pola indeks mengalami penurunan begitu juga dengan pola
volatilitas yang mengalami kenaikan. Penurunan nilai indeks dan meningkatnya volatilitas ini
diakibatkan oleh terkoreksinya nilai saham yang bergerak di sektor pertambangan. Harga
komoditas yang cenderung turun mempengaruhi nilai saham LQ45.
Pada sampel 140 hingga sampel 350 terlihat indeks mengalami kenaikan yang cukup
tinggi, kenaikan ini terjadi di sepanjang semester kedua tahun 2012 hingga akhir semester
pertama tahun 2013. Sedangkan volatilitas indeks selama pola kenaikan tersebut berada dalam
kondisi cukup stabil, hal ini terlihat pada gambar 4.2. Volatilitas berada pada kisaran 0,009
persen hingga 0,02 persen. Pola kenaikan ini masih dipengaruhi oleh sentimen negatif bursa
Amerika Serikat dan Eropa karena kondisi ekonomi dunia yang masih belum kondusif. Hal
tersebut masih mempengaruhi investor asing untuk berinvestasi pada pasar modal Indonesia.

9
Pada sampel yang lebih besar dari sampel 350 terlihat bahwa pola pergerakan indeks
LQ45 mengalami trend menurun. Koreksi yang cukup signifikan ini terjadi selama Juni 2013
akibat beberapa kejadian ekonomi seperti sikap Bank Sentral Amerika Serikat yang
mengumumkan kebijakan pengurangan stimulus pada perekonomian Amerika Serikat yang
berangsur memulih pada akhir Mei 2013, kekhawatiran perlambatan ekonomi China, dan inflasi
tahunan yang merangkak naik membuat investor asing beramai-ramai melakukan aksi jual.
Volatilitas sepanjang bulan Juni 2013 ditemukan berada pada kisaran 0,04-0,08 persen, hal ini
mengalami kenaikan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Meskipun secara besar-besaran aksi jual telah terjadi sepanjang Juni 2013 tetapi hingga
Oktober 2013 nilai indeks LQ45 masih belum stabil karena masih adanya tekanan jual yang
dilakukan investor asing dan domestik di berbagai sektor. Hal ini juga dibuktikan oleh tingginya
volatilitas yang terlihat pada gambar 4.2. Bahkan pada tanggal 20-21 Agustus 2013 (sampel 402
dan 403) ditemukan bahwa volatilitas mencapai level 0,09 persen.
900

850

800

750

700

650

600
5. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600

Gambar 4.1. Grafik Harga Penutupan Indeks Saham LQ45


Periode 30 Desember 2011-30 Juni 2014
Sumber: data yang diolah, 2014
.0010

.0008

.0006

.0004

.0002

.0000
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600

Gambar 4.2. Grafik Volatilitas Return LQ45 Periode 2 Januari 2012-30 Juni 2014
Sumber: data yang diolah, 2014
Pada akhir tahun 2013 terlihat bahwa indeks LQ45 telah mulai pulih. Terlihat bahwa
indeks kembali menanjak (bullish), sedangkan pola volatilitas juga terlihat mulai menurun
10
walaupun masih terdapat kenaikan volatilitas seperti pada 15 Januari 2014. Meskipun tidak
diikuti oleh penurunan nilai indeks namun volatilitas naik ke level 0,038 persen padahal hari
sebelumnya diketahui bahwa volatilitas berada pada level 0,0016 persen. Hal ini terjadi akibat
penurunan nilai saham di Wall Street yang dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap
pengurangan stimulus lebih lanjut oleh The Fed. Selanjutnya volatilitas kembali naik ke level
0,03 persen pada Maret 2014 akibat respon negatif pelaku pasar karena krisis Ukraina.
4.2. Penerapan Model
Berdasarkan gambar 4.2 tampak bahwa selama periode Januari 2012 hingga Juni 2014
terdapat fluktuasi yang tinggi pada indeks. Melemahnya indeks memicu meningkatnya
volatilitas dari indeks tersebut. Penting dilakukan pemodelan terhadap volatilitas dari indeks
LQ45 untuk membantu investor dalam memanajemen risiko. Melalui manajemen risiko
investor dapat membuat keputusan investasi yang tepat.
Penerapan model autoregressive moving average mensyaratkan bahwa data yang
digunakan adalah stationer. Data yang stationer harus memiliki nilai tengah dan varian yang
tidak mengalami perubahan yang sistematik sepanjang waktu. Pada penelitian ini data stationer
terjadi pada tingkat deferensiasi satu, di mana data harga penutupan ditransformasi menjadi
return.
Selanjutnya data dimodelkan dengan menggunakan model Autoregressive Moving
Average (ARIMA). Dari sebelas model ARIMA hasil estimasi yang terlihat pada tabel 4.1
didapatkan satu model terbaik yaitu model ARIMA (2,1,1) dengan menggunakan pengujian
Akaike Information Criteration dan Schwarz Information Criteration. Namun melalui pengujian
arch effect yang disajikan pada tabel 4.2 membuktikan bahwa model ini masih mengandung
masalah heteroskedastisitas. Artinya model ini belum baik untuk menggambarkan pergerakan
dari harga penutupan indeks LQ45.

11
α1 α2 β1 β2 β3 SSR AIC SIC/BIC Keterangan
ARIMA 0.547417 -0.251891 -0.489558 0.172164 -0.115892 - - - Probab tidak sig α=5% :
(2,1,3) (0.0459) (0.2820) 0.0735 (0.4388) (0.0394) model ditolak.
ARIMA 1.054991 -0.500351 -0.992426 0.354757 - - - Probab tidak sig α=5% :
(2,1,2) (0,0000) (0.0063) (0,0000) (0.0775) model ditolak.
ARIMA 0.757690 -0.154005 -0.691645 0.107318 -5.789431 -5.760380 Probab sig pada α=5% :
(2,1,1) (0,0000) (0,0002) (0,0000) model diterima. Model ini
memiliki nilai AIC dan BIC
terkecil.
ARIMA 0.078821 -0.061185 - - - Probab tidak sig α=5% :
(2,1,0) (0.0526) (0.1323) model ditolak.
ARIMA 0.348369 -0.291415 -0.063745 -0.140256 - - - Probab tidak sig α=5% :
(1,1,3) (0.1054) (0.1723) (0.1362) (0.0024) model ditolak.
ARIMA 0.686212 -0.636152 -0.128929 0.107859 -5.786068 -5.757053 Probab sig pada α=5% :
(1,1,2) (0,0000) (0.0000) (0.0025) model diterima.
ARIMA -0.135900 0.214682 - - - Probab tidak sig α=5% :
(1,1,1) 0.7755 (0.6478) model ditolak.
ARIMA 0.073704 - - - Probab tidak sig α=5% :
(1,1,0) (0.0694) model ditolak.
ARIMA 0.044900 -0.045690 -0.158703 - - - Probab tidak sig α=5% :
(0,1,3) (0.2638) (0.2556) (0.0001) model ditolak.
ARIMA 0.064930 -0.046682 - - - Probab tidak sig α=5% :
(0,1,2) (0.1102) (0.2508) model ditolak.
ARIMA 0.080429 0.109826 -5.776229 -5.761740 Probab sig pada α=5% :
(0,1,1) (0.0473) model diterima.

Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Estimasi Model ARIMA


Sumber: Data yang diolah, 2014

12
No Uji Kriteria Keterangan
1. White Noise Qstat lag 10 (12,355)< ChiSquare White noise
(21,0261)
Qstat lag 20 (29,241)< ChiSquare
(31,4104)
Qstat lag 30 (41.902)< ChiSquare
(43,7729)
2. AIC/BIC -5,791993/-5,77020 Lihat tabel 4.3, model ini
memiliki nilai AIC dan BIC
terkecil
3. Autokorelasi F-test(0,0351)<0,05 Data masih mengandung
autokorelasi
4. Normality Skewness : -2,88211 Data tidak normal
test Kurtosis : 5,881654
JB : 218,4237
Probab : 0,0000
5. Correlogram Probab(0,00)<0,05 Data bersifat
squared of heteroskedastis
residual
6. Mc Leod Li Obs*R-squared (0,0346)<0,05 Data mengandung ARCH
efek
Tabel 4.2. Tes Diagnostik Model ARIMA (2,1,1)
Sumber: data yang diolah, 2014
Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan model
ARCH/GARCH. Penelitian ini menemukan bahwa model GARCH(1,1) terpilih menjadi model
terbaik melalui tahapan statistik dan model ini juga telah terbebas dari masalah
heteroskedastisitas. Pada tabel 4.3 terlihat ringkasan statistik dari beberapa estimasi model dan
tabel 4.4 menampilkan pengujian diagnostik terhadap model GARCH (1,1):
Model Log Likelihood AIC SIC/BIC Keterangan
ARCH (3) 1798,441 -5,889791 -5,853569
ARCH(4) 1817,016 -5,947507 -5,904041
GARCH(1,1) 1826,276 -5,984485 -5,955508 Model terbaik dengan
kriteria AIC dan SIC
terkecil
GARCH(2,2) 1826,972 -5,980204 -5,936738
GARCH(1,2) 1826,746 -5,982746 -5,946524
GARCH(2,1) 1826,970 -5,983479 -5,94728
Tabel 4.3. Rangkuman Estimasi Model ARCH/GARCH
Sumber: Data yang diolah, 2014

Uji Kriteria Keterangan


1. ARCH LM Obs*R-squared (0,7289)>0,05 Tidak terdapat efek ARCH
2. Correlogram of Probab lag 10 (0,821)>0,05 Homoskedastis
residual Probab lag 20 (0,892)>0,05
squared Probab lag 30 (0,968)>0,05
Tabel 4.4. Tes Diagnostik Model GARCH (1,1)
Sumber: data yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil statistik diatas disimpulkan bahwa masalah varian data yang tidak
konstan telah teratasi dan model GARCH (1,1). Melalui model GARCH (1,1) dapat dimodelkan
volatilitas LQ45 periode Januari 2012 sampai Juni 2014 sebagai berikut:
2 2
𝜎 2 𝐿𝑄45𝑡 = 5.77 × 10−6 + 0,144692𝑒𝑡−1 + 0.829008𝜎𝑡−1
Dimana:
𝜎 2 𝐿𝑄45𝑡 = Volatilitas LQ45 (dependen)
2
𝜎𝑡−1 = Lag dari VLQ45
e = Residual return LQ45
Persamaan diatas memperlihatkan bahwa volatilitas periode (t) dipengaruhi oleh volatilitas
periode (t-1) dan nilai (𝛼 + 𝛽) yaitu 0,97<1. Melalui persamaan dan nilai penjumlahan dari
koefisien terbukti bahwa pergerakan saham Indeks LQ45 memiliki sifat volatility clustering,
dimana volatilitas periode sebelumnya mempengaruhi nilai volatilitas periode sekarang. Hasil
penjumlahan 𝛼 + 𝛽 yang mendekati satu juga membuktikan bahwa volatilitas bersifat
persistent (berlansung dalam waktu yang relatif lama). Hasil statistik diatas juga membuktikan
bahwa indeks LQ45 mengandung varian yang tidak konstan. Indeks cenderung mengalami
fluktuasi tiap periodenya. Penemuan ini konsisten dengan hasil penelitian Eliyawati et al. (2014)
yang menyimpulkan bahwa terdapat time varying volatility, dimana volatilitas return saham
periode sebelumnya mempengaruhi volatilitas return saham saat ini.
Dengan menggunakan persamaan diatas diperoleh nilai uncertainty atau nilai volatilitas
LQ45 harian. Nilai volatilitas ini berfungsi untuk memperkirakan risiko di masa depan atas
sebuah investasi. Memanajemen sebuah risiko dapat membuat investor memperkecil kerugian
dari sebuah investasi. Investor dapat menyeimbangkan antara risiko dan return dari setiap
keputusan investasi yang dibuat. Berdasarkan temuan penelitian ini juga dapat disimpulkan
bahwa indeks LQ45 mengalami leptokurtosis, merupakan fenomena lainnya dari return saham,
dimana distribusi dari stock return tidak normal tetapi menunjukan fat tail dan peaked, dan
berimplikasi pada kecenderungan nilai volatilitas yang lebih besar. Hal ini terlihat pada nilai
skewness yang negatif dan terdapat masalah normalitas yang dibuktikan dengan probabilitas
Jarque-Berra 0,000.
Penemuan lain dari penelitian ini adalah pasar modal Indonesia merupakan efisien
bentuk lemah. Pasar efisiensi bentuk lemah diasumsikan bahwa harga yang terbentuk saat ini
merupakan cerminan informasi di masa lalu. Dengan kata lain harga indeks yang terbentuk saat
ini merupakan cerminan dari pergerakan indeks saham di masa lalu. Hal ini sejalan dengan sifat
volatility clustering yang dimiliki oleh indeks LQ45 dalam periode penelitian ini. Kesimpulan
14
hipotesis pasar efisien bentuk lemah pada pasar modal Indonesia ini sama seperti temuan
Bandono et al., 2011; Sartini, 2013; Eliyawati et al., 2014 yang menyimpulkan pasar modal
Indonesia sudah efisien dalam bentuk lemah.
4.3. Kausalitas Antara Return LQ45 dan Volatilitas LQ45
Berdasarkan pengalaman pasar seperti yang digambarkan pada awal bab ini pada saat
trend return indeks LQ45 menurun (bearish) membuat nilai volatilitas meningkat. Terdapat
risiko yang lebih besar di saat return indeks mengalami penurunan nilai. Untuk mengetahui
apakah volatilitas indeks LQ45 dipengaruhi oleh return LQ45 secara statistik maka dilakukan uji
granger kausalitas terhadap kedua variabel ini. Dengan mengetahui hubungan volatilitas
dengan nilai LQ45 maka hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan investasi. Berikut persamaan yang menggambarkan hubungan antara LQ45 dengan
volatilitasnya. Melalui persamaan ini dilakukan pengujian granger kausalitas dari kedua
variabel.

𝜎 2 (𝐿𝑄45) = 1.08 × 10−5 + 0,917218𝜎 2 𝐿𝑄45𝑡−1 + 0,026364𝜎 2 𝐿𝑄45𝑡−2 − 0.000442𝑅𝐿𝑄45𝑡−1


− 0.000215𝑅𝐿𝑄45𝑡−2

Berikut hubungan variabel Lag (return) LQ45 dengan volatilitas LQ45 melalui uji ranger
causalitas:

Hipotesis nol Kriteria Kesimpulan


Volatilitas return LQ45 Probab H0 diterima. Volatilitas LQ45
mempengaruhi return LQ45 (0.9988)>0,05 tidak mempengaruhi return
LQ45.
Return LQ45 mempengaruhi Probab H0 ditolak. Return LQ45
volatilitas return LQ45 (0.0056)<0,05 mempengaruhi volatilitas
LQ45.
Tabel 4.5. Hasil Uji Granger Kausalitas Return LQ45
dengan Volatilitas Return LQ45
Sumber: data yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil uji statistik di atas disimpulkan bahwa volatilitas LQ45 return saham
granger cause volatilitas. Artinya nilai volatilitas periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai
volatilitas periode sebelumnya dan nilai return saham pada periode sebelumnya. Hasil ini
konsisten dengan temuan Paye (2011) yang menemukan bahwa time varying expected stock
return dan credit conditions granger cause volatilitas.

15
4.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil statistik di atas ditemukan bahwa pada indeks LQ45 terjadi fenomena
volatility clustering, dimana volatilitas dari indeks masa lalu mempengaruhi conditional
volatility. Seperti yang telah dijelaskan oleh Mandelbrot (1963) dan Fama (1965) bahwa trend
saham memiliki kecenderungan untuk mengulang trendnya sendiri di masa depan. Persamaan
GARCH di atas membuktikan bahwa harga saham yang terbentuk sekarang dipengaruhi oleh
harga saham historis. Kecenderungan dari perilaku saham yang demikian membuktikan juga
bahwa pasar modal Indonesia berada dalam efisien bentuk lemah, dimana informasi historis
mempengaruhi pembentukan conditional price.
Sedangkan berdasarkan hasil statistik menggunakan uji granger kausalitas ditemukan
return LQ45 menyebabkan terjadinya volatilitas. Hubungan ini menjelaskan bahwa return LQ45
dan volatilitas LQ45 periode sebelumnya mempengaruhi volatilitas periode sekarang. Melalui
penemuan ini investor dapat berhati-hati dengan kondisi di saat terjadi sentimen negatif pada
pasar modal karena hal tersebut mengindikasikan meningkatnya risiko investasi yang terdapat
di pasar modal.
Return yang diharapkan oleh investor berhubungan dengan nilai ketidakpastian di masa
depan, investor akan mengharapkan return lebih atas investasi dengan nilai uncertainty yang
tinggi. Melalui pengetahuan mengenai ketidakpastian di masa depan investor dapat
mempertimbangkan keputusan investasi masa depan yang akan diambilnya. Dengan
kemampuan dalam memanajemen risiko investor dapat memaksimalkan keuntungan atas biaya
kesempatannya.
4. Kesimpulan dan Saran
Saham merupakan sebuah alat investasi yang digunakan oleh investor dalam melakukan
portofolio investasinya. Tentunya sebuah investasi yang dilakukan investor mengharapkan
pengembalian atas modal yang telah mereka tanamkan. Bagi investor yang rasional sebelum
memutuskan untuk berinvestasi pada sebuah pasar modal dia akan mempertimbangkan kondisi
pasar modal tersebut. Hal utama yang dipertimbangakan oleh investor sebelum membuat
keputusan investasi adalah risiko dan return yang nanti akan diperoleh dimasa depan. Untuk
mengetahui kondisi pasar modal yang akan dimasuki biasanya indikator yang dilihat adalah
indeks saham yang terdapat pada pasar modal tersebut dan historis dari indeks tersebut.
Berdasarkan hasil statistik disimpulkan bahwa pada indeks LQ45 terdapat volatility
clustering pada indeks LQ45. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya model GARCH (1,1) sebagai

16
model yang cocok untuk memodelkan volatilitas LQ45. Dengan memanfaatkan sifat pergerakan
return saham ini investor dapat memprediksi kemungkinan volatilitas masa depan.
Pengetahuan ini dapat membantu investor dalam memanajemen resiko atas investasinya. Pada
penelitian juga ini ditemukan bahwa terdapat hubungan undirectionality causality dari variabel
lag(return) LQ45 dan volatilitas LQ45. Artinya sentimen negatif yang terefleksi pada penurunan
harga saham pada pasar modal memicu peningkatan volatilitas dan oleh karena itu penting bagi
investor untuk selalu berhati-hati dalam mempertimbangkan keputusan investasi. Berdasarkan
temuan bahwa nilai indeks LQ45 dipengaruhi oleh pergerakan indeks historisnya dapat juga
disimpulkan bahwa pasar modal Indonesia merupakan pasar efisien bentuk lemah. Temuan
lainnya dari penelitian ini adalah pergerakan saham dari indeks LQ45 mengalami fenomena
leptokurtosis dimana distribusi dari return saham LQ45 tidak normal dan mengalami fat tails.
Untuk menganalisis data time series khususnya data keuangan yang bersifat
heteroskedastisitas, model GARCH merupakan model yang sebaiknya dipertimbangkan oleh
investor. Dalam meramalkan harga saham pada periode berikutnya sebaiknya investor juga
mempertimbangan variabel lain yang mungkin terjadi di masa lalu seperti inflasi, krisis
moneter, indeks harga saham pasar modal lain, nilai kurs dan peristiwa yang berdampak pada
aktivitas perkonomian khususnya aktivitas transaksi di pasar modal. Bagi peneliti selanjutnya
sebaiknya melakukan penelitian lanjutan mengenai fenomena pada trend return saham lainnya
yaitu leptokurtosis dan leverage effect. Penelitian selanjutnya sebaiknya juga menganalisis
volatilitas saham individu sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang risiko saham
masing-masing perusahaan.
6. DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, A.E.M., & Suliman, S.Z. (2011). Modelling Stock Market Volatility Using GARCH Models
Evidence From Sudan. International Journal of Business and Social Science, Vol 2, No 23,
ph. 114-128.

Ajija, S.R., Sari, D.W., Setianto, R.H, & Primanti, M.R. (2011). Cara Cerdas Menguasai Eviews.
Jakarta: Salemba Empat.

Anton. (2006). Analisis Model Volatilitas Return Saham (Studi Kasus pada Saham LQ45 di Bursa
Efek Jakarta). Tesis ; Semarang, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Bandono,B., Pohan, B., Bryant, D., Ngapon, PN T.F., Darmadi S., Hidayatulloh, Wijaya E.,
Oktaviani I.H., Payung T.U., & Abimanyu Y. (2011). Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan
Perekonomian Dunia. Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian
Dunia. Jakarta: Bapepam.

17
Brigham, E.F., Houston, J.F. (2010). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.

Christofis, N., Kollias, C., Papadamou, S., & Stagiannis, A. (2013). Istanbul Stock Market’s
Reaction To Terrorist Attacks. Doğuş Üniversitesi Dergisi, 14 (2), pg. 153-164.

Eliyawati, W.Y., Hidayat R.R., & Azizah, D.F. (2014). Penerapan Model GARCH (Generalized
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) Untuk Menguji Pasar Modal Efisiensi Di
Indonesia (Studi pada Harag Penutupan (Closing Price) Indeks Saham LQ 45 Periode
2009-2011). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol.7 No.2, pg. 1-10.

Emenike, K.O. (2010). Modelling Stock Returns Volatility In Nigeria Using GARCH Models.
Munich Personal RePEc Archieve, No 20.

Engle, R.F., Ito, T., & Lin, W-L. (1990). Meteor Showers or Heat Waves? Heteroskedastic Intra-
Daily Volatility in the Foreign Exchange Market. Econometrica, Vol. 58, No. 3., pg. 525-
542.

Fama, E.F. (1965). The Behavior of Stock-Market Prices. The Journal of Bussiness, Vol 38, No 1,
pg. 34-105.

________. (1970). Efisient Capital Markets: A review Of Theory And Empirical Work. Journal of
Finance, Volume 25, Issue 2, pg. 383-417.

Gospodinov, N., & Jamali, I. (2014). The Response of Stock Market Volatility to Futures-Based
Measures of Monetary Policy Shocks. Federal Reserve Bank of Atlanta Working Paper
Series.

Gumanti, T.A., & Utami, E.S. (2002). Bentuk Pasar Efisien dan Pengujiannya. Jurnal Akuntansi &
Keuangan, Vol. 4, No. 1, pg. 54-68.

Hossain, M.S & Uddin, M.G.S. (2011). Efficiency Analysis and Volatility Effect of Bangladesh
Stock Market. Cambridge Business & Economics Conference.

Hugida, L. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Saham (Studi
Perusahaan Terdaftar dalam Indeks LQ45 Periode 2006-2009). Skripsi ; Universitas
Diponegoro.

IDX. (2010). Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia 2010. Jakarta: Indonesia
Stock Exchange.

___. (2012). IDX Statistics 1st Quarter 2012. Jakarta: Corporate Secretary Indonesian Stock
Exchange.

___. (2012). IDX Statistics 2012. Jakarta: Corporate Secretary Indonesian Stock Exchange.

___. (2012). IDX Statistics 2nd Quarter 2012. Jakarta: Corporate Secretary Indonesian Stock
Exchange.

___. (2012). IDX Statistics 3rd Quarter 2012. Jakarta: Corporate Secretary Indonesian Stock
Exchange.

18
___. (2013). IDX Statistics 1st Quarter 2013. Jakarta: Croporate Secretary Indonesian Stock
Exchange.

___. Indeks. Retrieved November, 2014 from http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/


bagiinvestor/indeks.aspx.

Indarti, J. (2003). Analisis Perilaku Return dan Aktivitas Volume Perdagangan Saham di Bursa
Efek Jakarta (Event Study: Dampak Peristiwa Bom Bali Tanggal 12 Oktober pada Saham
LQ45). Tesis; Semarang, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Islam, M.A. (2013). Estimating Volatility of Stock Index Returns by Using Symmetric Garch
Models. Middle-East Journal of Scientific Reserch 18 (7), pg. 991-999.

Jagajeevan, S. (2012). Return Volatility and Asymmetric News Effect in Sri Lanka Stock Market.
Staff Studies, Vol 40, No 1&2, pg. 37-57.

Jawadi, F., & Rangau, L.U. (2013) Threshold Linkages Between Volatility and Trading volume:
Evidence From Developed and Emerging Markets. De Gruyter, pg. 313-333.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan). Retrieved
December from http://kbbi.web.id/volatilitas.

Mandelbrot, B. (1963). The Variation of Certain Speculative Prices. The Journal of Business, Vol
36, No 4, pg. 394-419.

Nachrowi, N.D. & Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk
Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Niyitegeka, O. & Tewari, D.D. (2013). Volatility Clustering at the Johannersburg Stock Exchange:
Investigation and Analysis. Mediterranean Journal of Social Science, Vol 4, No 14, pg.
621-626.

Panetta F., Angelini P., Grande G., Levy A., Perli R., Yesin P., Stevan G., Ramaswamy S., Scatigna
M. (2006). The Recent Behaviour Financial Market Volatility. BIS Papers, No. 29.
Switzerland: Bank for International Settlement.

Paye, B.S. (2011). Deja Vol: Predictive Regressions for Agregate Atock Market Volatility Using
Macroeconomic Variables. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=783986.

Sartini, N.P.E.N. (2013). Pengujian Efisiensi Pasar Modal Atas Peristiwa Pengumuman Stock Split
Periode Tahun 2010-2011. Skripsi ; Universitas Mataram.

Schwert, G.W. (1989). Why Does Stock Market Volatility Change Over Time. The Journal
Finance, Vol. XLIV, NO. 5, pg. 1115-1153.

Sova, M. (2013). Pengaruh Ratio Leverage Terhadap Volatilitas Saham Pada Industri Barang
Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2008. E-Journal WIDYA Ekonomika,
Volume 1, Nomor 1.

Tandelilin, E. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai