Anda di halaman 1dari 142

PRAKTIKUM

PALEONTOLOGI
ANALISIS
Acara 4
Pengamatan Foraminifera Besar

Fadli Robbi A.
Aditya Sony K.
Perbedaan foram besar dan
kecil
• Foraminifera kecil:
• Berukuran 200 – 600 µm,
• Identifikasi morfologi test luar (butiran)
• Menggunakan mikroskop binokuler

• Foraminifera Besar
• Berukuran 0,5 mm – 10 cm
• Identifikasi bagian dalam
• Pengamatan Menggunakan sayatan tipis, polarisasi
ataupun binokuler
Pengamatan Foram Besar

Sayatan
SayatanHorizontal
Vertikal
Untuk mengetahui struktur dalam foram besar :
- Sayatan Horizontal (SH)
Sayatan dibuat melalui kamar pertama, dan tegak
lurus sumbu putar
- Sayatan Vertikal (SV)
Sayatan dibuat melalui kamar pertama, dan sejajar
sumbu putar
- Sayatan Oblique (SM)
Sayatan dibuat tidak melalui kamar pertama, dan tidak
sejajar sumbu putar dan tegak lurus sumbu putar.
KENAMPAKAN SAYATAN
DALAM
MORFOLOGI DASAR

 Kamar Embrionik :
◦ Adalah kamar permulaan yang terdiri dari beberapa inti :
Protoconch, Deuteroconch.
◦ Protoconch adalah kamar awal, berukuran lebih kecil dari
Deuteroconch

 Kamar Nepionik :
◦ Kamar yang mengelilingi kamar embrionik dan kamar post
- nepionik
MORFOLOGI DASAR
 Kamar post Nepionik :
◦ Kamar – kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik.

 Kamar lateral
◦ Adalah kamar yang letaknya teratur terletak di atas atau di
bawah kamar equator.

 Kamar equator = Kamar nepionik + post nepionik.


Protoconch

Nepionik Deuteroconch

Deuteroconch
Deuteroconch Lateral
Deuteroconch
Deuteroconch
Protoconch
Protoconch
Protoconch

Protoconch
KAMAR Post – Nepionik
(Orbitoididae)

a: Rhombic d: Arcuate
b: Hexagonal e: Ogival
c: Spatulate
Kamar Ekuator Kamar Lateral

Kamar Ekuator Kamar Lateral


Kamar Ekuator
KLASIFIKASI FORAMINIFERA

1. Fusulinina : berguna pada biostratigrafi


Paleozoik akhir
2. Textulariina : berguna pada studi Mesozoik dan
Kenozoik
3. Miliolina : berguna pada studi Mesozoik dan
Kenozoik
4. Rotaliina : berguna pada studi Tersier Awal
hingga Tersier tengah
Genus Pada Foraminifera Besar
Genus Foramninifera Besar Penciri Umur
Discocyclina Eosen
Nummulites Eosen
Assilina Eosen Akhir
Asterocyclina Eosen Akhir
Myogypsina Miosen Awal - Miosen Tengah
Myogypsinoides Oligosen Akhir - Miosen
Operculina Eosen Akhir - Holosen
Spiroclypeus Eosen Akhir - Miosen Awal
Heterostegina Eosen akhir - Holosen
Cycloclypeus Oligosen Awal- Holosen
Pellatispira Eosen Akhir
Alveolina Eosen Akhir
Austrotrilina Miosen Awal – Miosen Akhir
Lepidocyclina Oligosen – Miosen Tengah
Distribusi Genus Foraminifera Besar Paleogen,
Boudhager-Fadel (2008)
Biometri Foram Besar

• Biometri adalah pengukuran morfologi cangkang


guna menginterpretasi pertumbuhan dan
perkembangan sel. Selanjutnya, parameter
biometri ini dapat merefleksikan respon sel
foraminifera tersebut terhadap perubahan
lingkungan, sehingga dipakai untuk perubahan
paleoekologi (Rahmawati, 2019)
• Pengamatan biometri untuk interpretasi
paleoekologi dapat menggunakan Alveolina,
Discocyclina, dan Kelompok Nummulitid
Parameter Biometri Alveolina

• Ukuran Test – Diameter / ketebalan test;


• Jumlah kamar – Banyaknya kamar akan
menggambarkan ukuran yang dicapai oleh
individu tersebut sebelum bereproduksi
• Proloculus – Berbagai macam variasi dari bentuk
dan ukuran proloculus;
• Basal wall/basal layer;
• Rasio panjang aksial dan panjang ekuatorial (index
of prolongations).
Parameter Biometri Discocyclina

• panjang diameter, meliputi diameter test dan diameter umbo;


• ketebalan, yaitu ketebalan pada bagian tengah test, ketebalan
pada bagian depresi tengah (misalnya pada Discocyclina
dispansa umbilicata);
• informasi mengenai perkamaran embrionik, meliputi ukuran
protoconch dan deuteroconch;
• informasi mengenai perkamaran ekuatorial, pada kenampakan
vertikal, yang dapat diamati adalah ketebalan layer kamar
ekuatorial pada bagian tengah dan bagian perifer;
• informasi mengenai perkamaran lateral, pada kenampakan
vertikal, yang dapat diamati adalah panjang dan lebar kamar
lateral, serta ketebalan bagian roof dan floor dari perkamaran
lateral; dan
• Ukuran proloculus, pada generasi megalosferik.
Parameter Biometri Kelompok
Nummulutid
• bentuk test, meliputi panjang diameter dan ketebalan,
serta perhitungan rasio diameter per ketebalan (D/K);
• septa dan uliran perkamaran (whorl), meliputi pengukuran
jarak radius untuk setiap uliran perkamarannya (radius per
whorl);
• variasi ukuran proloculus pada generasi megalosferik;
• bentuk filamen septa (septal filaments), meliputi
pengamatan bentuk filamen septa;
• bentuk putaran/uliran (spiral shape), yang dapat diamati
dengan baik pada kenampakan ekuatorial;
• marginal cord, meliputi pengamatan terhadap ujung
perkanalan yaitu pada sisi periferal test;
• keterdapatan granule/pilar.
Interpretasi Paleoekologi
• Bentuk Test
Dinding test yang tebal mengindikasikan lingkungan
laut dangkal
• Ukuran test
Jumlah yang banyak dan ukuran test yang kecil
mengindikasikan lingkungan yang menguntungkan
• Rasio A:B
A=Megalosferik B=Mikrosferik, kumpulan fosil yang
didominasi dari bentuk A-form dapat terbentuk pada
lingkungan pengendapan paling dangkal maupun
lingkungan paling dalam sesuai dengan kemampuan /
jangkauan hidup suatu spesies secara spesifik.
Kegunaan Foram Besar (interpretasi
umur)

Rahmawati, 2019
Kegunaan Foram Besar
(Paleobatimetri)
• Dalam konteks paleobatimetri, fosil foraminifera
besar diinterpretasikan sebagai petunjuk laut
dangkal, hangat dan biasanya berupa dangkalan
dan/atau lingkungan karbonat di sekitar terumbu
KESIMPULAN
• Terdapat 2 jenis sayatan utama, sayatan horizontal
dan sayatan vertikal.
• Secara umum, terdapat 3 kamar sebagai
identifikasi :
• Kamar Embrionik ( proloculus )
• Kamar Lateral
• Kamar Ekuator
• Foraminefera dapat juga sebagai penentu umur
fosil. ( Rentang waktu besar) serta interpretasi
paleoekologi
PENUGASAN

• Mendeskripsi Fosil Foram Besar (gambar


disediakan asisten)
• Membuat fosil list foram besar
• Tentukan umur berdasarkan tampalan spesies-
spesies dalam satu sampel
• Tentukan lingkungan pengendapannya
• Lakukan interpretasi berdasarkan data yang ada
CONTOH DESKRIPSI
CONTOH DESKRIPSI
Praktikum Paleontologi Analisis 2021

Acara 6:
Analisis Fosil Jejak

Asisten Acara:
Bunga Fitri S.
Sonia Cantika W.
Tsabita Hanun M.
Fosil Jejak (Trace Fossil)
• Struktur biogenik yang mendokumentasikan kehidupan dan kejadian organisme in
situ saat atau sesudah sedimen terendapkan.
• Bentuk:
• Track (tapak)
• Trail (seretan)
• Burrow (galian pada sedimen lunak)
• Boring (galian pada sedimen keras)
• Keunggulan:
• Tidak terjadi reworked
• Dapat dijumpai di nonfossilferous rock
• Petunjuk kehadiran organisme lunak yang
tidak terawetkan.
Ichnofasies (Seilacher, 1967)

* Tidak berdasarkan nama


spesies organisme.
Ichnofasies
• Skolithos
• Sandy foreshore, upper shelf, litoral
(tidal)
• Resting
• Galian vertikal
• Cruziana
• Zona sublitoral
• Resting + feeding
• Galian vertikal & horizontal
• Zoophycos
• Zona batial
• Resting + feeding
• Galian kompleks dan bertingkat
• Nereites
• Zona abisal
• Feeding
• Seretan horisontal
Interpretasi
• Lingkungan pengendapan, kadar
oksigen
• Tingkat dan proses sedimentasi
• Apakah sedimentasi terjadi secara
berkelanjutan atau tidak
• Penunjuk arah atas (way up)
after Bromley, 1996
suatu lapisan
• Semakin dalam, semakin sedikit O2.
• Lingkungan yang masih terpengaruh surface waves
akan memiliki kandungan O2 banyak.
• Contoh: Chondrites bisa jadi petunjuk lingkungan
rendah oksigen (dysaerobic).
Interpretasi
• Lingkungan pengendapan, kadar A
MH tetap keep
oksigen up saat
sedimentasi B
• Tingkat dan proses sedimentasi
• Apakah sedimentasi terjadi secara ➔ Sedimentasi B
berkelanjutan atau tidak cepat (dalam skala
B waktu makhluk
• Penunjuk arah atas (way up) hidup)
suatu lapisan
MH mati saat
sedimentasi B

➔ Sedimentasi A
A lambat
Interpretasi
• Lingkungan pengendapan, kadar
oksigen
• Tingkat dan proses sedimentasi
• Apakah sedimentasi terjadi secara
berkelanjutan atau tidak
• Penunjuk arah atas (way up) suatu
lapisan

Shillito & Davies, 2020


Referensi
• Department of Geology UMD, 2019, Sedimentary structures II: University of Maryland:
https://www.geol.umd.edu/~jmerck/geol342/lectures/03.html.
• Hasiotis,S., 2014, Ichnocoenoses vs Ichnofabrics: KU Ichnology IBGS Research Group:
https://ichnology.ku.edu/poi/poi/models.html.
• San Joaquin Valley Geology, 2010, Glossary of Trace Fossils Terms: Geology of SJV:
http://www.sjvgeology.org/geology/glossary.html#traces.
• Seilacher, A., 2007, Trace Fossil Analysis: Berlin, Springer-Verlag, 238 p.
• SEPM, 2021, Ichnofacies: SEPM STRATA: http://www.sepmstrata.org/Terminology.aspx?id=ichnofacies.
• Shillito, A. dan Davies, N, 2020, The Tumblagooda Sandstone revisited: Exceptionally abundant trace fossils
and geological outcrop provide a window onto Palaeozoic littoral habitats before invertebrate
terrestrialization: Geological Magazine, v. 157(12), 1939-1970. doi:10.1017/S0016756820000199.
• UCL Earth Sciences, 2012, Applications: University College London: http://www.es.ucl.ac.uk/tf/applic.htm.
Waktunya POST TEST
Silakan cek Classroom

• Presensi dari post test


• Penugasan laporan praktikum akan diinfokan lebih
lanjut ;)
Praktikum Paleontologi Analisis
BIOSTRATIGRAFI

Asisten Acara :
Gelya Kandida
M. Sylvandra Risma R.
Radian Marthamevia
PENDAHULUAN
Biostratigrafi
• Biostratigrafi merupakan cabang dari stratigrafi yang
menggolongkan lapisan-lapisan batuan di bumi secara bersistem
menjadi satuan-satuan bernama berdasarkan kandungan dan
penyebaran fosil.
• Satuan dasar dari biostratigrafi adalah zona (Biozonasi), yang
merupakan suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kandungan
fosilnya yang terdiri dari satu takson atau lebih (Sandi Stratigrafi
Indonesia, 1996).
• Batas-batas dari suatu zona tidak ditentukan oleh tebal atau
luas dari penyebaran tubuh batuan, namun berdasarkan
kandungan fosilnya.
• Penentuan biostratigrafi dapat menggunakan berbagai fosil antara
lain adalah foraminifera, nannofosil, spora, polen, ostracoda,
diatom, radiolaria, moluska, dinoflagelata, koral, alga, dan porifera.
Macam – Macam Zona Biostratigrafi
Macam Macam Zona

 Zona Kumpulan
 Zona Kisaran
 Zona Puncak
 Zona Selang
 Zona Rombakan
 Zona Padat.
Zona Kumpulan

• Terdiri dari satu lapisan atau


lebih yang di dalamnya terdapat
kumpulan suatu jenis spesies
fosil. Zona kumpulan dapat
digunakan sebagai petunjuk
lingkungan kehidupan masa
lampau yang digunakan sebagai
penciri waktu.
• Penamaan dari zona kumpulan
ini diambil dari satu spesies atau
lebih yang harus merupakan
penciri utama zona kumpulan
tersebut.
Zona Kisaran
• Merupakan zona dalam tubuh
batuan yang kisarannya
berdasarkan kumpulan
keseluruhan fosil yang
ditemukan.
• Penamaan dari zona ini
diambil dari satu spesies yang
menjadi penciri utama dari
zonanya.
• Zona ini terbagi menjadi dua,
yaitu
 Zona Kisaran Utuh
 Zona Kisaran Sebagian
Zona Selang
Zona Selang
• Merupakan zona yang
memperhitungkan awal
kemunculan dan akhir
kemunculan dari dua takson
atau spesies penciri.
• Penamaannya diambil dari
takson penciri yang mencaji
batas atas dan batas bawah
dari zona ini.
Zona Puncak
Zona Puncak
• Merupakan zona yang
memperlihatkan
perkembangan puncak atau
kelimpahan maksimum dari
suatu takson atau spesies
tertentu.
Zona Rombakan Zona Padatan
• Merupakan tubuh lapisan • Merupakan zona pada tubuh
batuan yang mengandung lapisan batuan yang dicirikan
sejumlah fosil rombakan. oleh kelimpahan fosil yang
Penamaan untuk zona ini padat dimana kepadatan
tidak resmi digunakan. jumlah populasinya sangat
jauh lebih besar dibanding
• Zona rombakan biasanya
tubuh batuan yang ada diatas
khas terkait dengan aktivitas
maupun dibawahnya.
penurunan muka air laut
relatif yang besar dan dapat
bersifat lokal, regional
bahkan global.

Biozonasi Standar
Dalam penentuan zonasi dicocokkan dengan zonasi standar yang ada :
 Biozonasi Blow (1969) dan Bolli & Saunders (1985)
 Biozonasi Blow (1969) terdiri dari 22 zona utama Paleogen dengan notasi P1-
P22, serta 23 zona utama Neogen dengan notasi N 1-N23, dimana dalam Bolli
& Saunders (1987) zona P20-P22 memiliki batas yang sama dengan N1-N3.
 Biozonasi Wade et.al (2011)
 Wade et.al (2011) membagi Kenozoikum menjadi lebih detail. Wade et.al
melakukan penelitian yang menghasilkan notasi P untuk Paleosen, E untuk
Eosen, O untuk Oligosen, M untuk Miosen, Pl untuk Pliosen, dan Pt untuk
Pleistosen. Hal ini membuat biozonasi menjadi lebih rinci dibanding yang pernah
ada sebelumnya.
 Biozonasi Foraminifera Bentonik
 Pringgoprawiro & Kapid (2000) menyatakan beberapa spesies foraminifera kecil
bentonik dapat pula digunakan untuk penentuan umur, selain digunakan untuk
penentuan lingkungan purba. Pada beberapa kasus, penggunaan data
foraminifera bentonik untuk penentuan umur dapat dipertanggungjawabkan
kehandalannya. Hal ini“terpaksa” dilakukan karena tidak seluruh batuan
sedimen dapat mengandung foram plangtonik.
Kegunaan Biostratigrafi
Manfaat Biostratigrafi
• Korelasi Umur antar Jalur Pengukuran Stratigrafi
Kegunaan Biostratigrafi
Manfaat
• Interpretasi Biostratigrafi
Struktur Geologi Bawah Permukaan
Kegunaan Biostratigrafi
Manfaat
• Menghitung Biostratigrafi
kecepatan sedimentasi
 Dalam perhitungan kecepatan sedimentasi, data yang harus dimiliki
adalah data ketebalan suatu jalur dan rentang umurnya. Rentang umur
biasanya didapatkan dari biodatum yang ditemukan, sehingga pada
umumnya kecepatan sedimentasi dapat dihitung pada setiap zonasi
biostratigrafi.
-SELESAI-
NANNOFOSIL
Asisten Acara:
Ananda Dewi F.
Dina Mustika S.
Josea Adith P.S

Yogyakarta, Mei 2021


NANNOPLANKTON
NANNOFOSIL GAMPINGAN
Nanofosil gampingan merupakan kelompok mikrofosil laut yang mempunyai
ukuran 0,25-30 μm yang terdiri dari coccolith, discoaster dan nannoconid.
(Armstrong, 2005)

Nannofosil yang diamati


sebenarnya adalah
lempengan-lempengan
(scale) kalsium karbonat
yang diproduksi oleh
coccolithophore.
10
µm
NANNOFOSIL GAMPINGAN
Grup Cocolith, Discoaster, dan Nannolith berukuran
0,25µm-30µm (Armstrong, 2005)
Kingdom : Chromista
Filum : Chromobiota
Kelas : Patellifera
Ordo : Coccosphaeralles
Badan golgi + cahaya matahari = pelat-pelat kalsit
(~Coccolith)
Fungsi pelat-pelat kalsit :
(Armstrong dan Brasier,
1. Perlindungan 2005)

2. Pengumpul cahaya matahari


Mekanisme penenggelaman nannofosil
3. Pembuangan racun ion kalsium gampingan (Honjo, 1976 dalam Kapid, 2002) :
4. Pemberat sel 1. Secara Fisik
2. Secara Kimiawi
CARA PENGENGGELAMAN NANNOFOSIL

- Normal => kedalaman


5000m butuh waktu 50-150
tahun
- Fecal Pellet => butuh
waktu hanya 1 bulan, telah
diselemuti oleh pellicle
PREPARASI NANNOFOSIL
KLASIFIKASI NANNOFOSIL
Klasifikasi mengikuti klasifikasi standar dalam penamaan Linnean
(binominal), dengan pola umum penggunaannya adalah:
• Penentuan Ordo, didasarkan oleh morfologi umum dari lingkaran luar
(rim), misalnya placolith, discolith dan sebagainya, serta pola susunan
umum dari elemen rim tersebut.
• Penentuan Famili, didasarkan pada bentuk dan susunan dari elemen
rim dan lebar serta sifat dari daerah pusatnya (Central area)
• Penentuan Genus didasarkan pada pola-pola detail dari elemen dari
elemen rim serta struktur umum dari daerah pusat.
• Penentuan Species, didasarkan pada struktur detail dari daerah pusat.
MORFOLOGI NANNOFOSIL
1. Bentuk 1 (Coccolithophore coccolith) => Heterococcoliths
2. Bentuk 2 (Non-Coccolithophore) => Holococcoliths & Nannoliths

Farrinacci, 1971 dalam Kapid, 2003 Janin, 1987 dalam Kapid, 2003
MORFOLOGI NANNOFOSIL
GOLONGAN I

Garner, 1981 dalam Kapid 2003


Golongan I
1. Placolith: Nannofosil yang terbentuk oleh dua lempengan dengan penghubung berupa
saluran di bagian tengah. Lempengan ini ada yang berbentuk bulat maupun bulat oval.
Contoh : Coccolithus.
2. Discolith: Nannofosil yang terbentuk oleh satu lempeng bulat atau bulat telur, dengan
atau tanpa perforasi dan pinggirannya menebal. Contoh : Discolithina.
3. Lopadolith: Nannofosil yang berbentuk bakul atau mangkok dan mempunyai lubang
pada arah luar. Contoh: Scyphosphaera
4. Cricolith: Nannofosil yang berbentuk cincin bulat telur dan tersusun oleh banyak
elemen. Contoh: Pyrocyclus.
5. Cyclolith: Nannofosil yang berbentuk cincin bulat dan tersusun oleh beberapa siklus
elemen. Contoh: Cyclolithella.
6. Zygolith: Nannofosil yang berbentuk cincin bulat telur, dengan bagian tengahnya
seperti ada struktur jembatan. Contoh: Zygodiscus.
MORFOLOGI NANNOFOSIL
GOLONGAN II

Garner, 1981 dalam Kapid 2003

Garner, 1981 dalam Kapid 2003


Golongan II
1. Rhabdolith: Nannofosil yang berbentuk seperti batang panjang yang melekat pada
bagian tengah dari suatu lempeng. Contoh: Rabdosphaera.
2. Caliptrolith: Nannofosil yang berbentuk seperti topi. Contoh: Caliptrosphaera.
3. Pentalith: Nannofosil yang memiliki lempengan dengan simetri kelipatan lima,
berbentuk segilima, bintang atau lingkaran. Contoh: Braarudosphaera.
4. Asterolith: Nannofosil yang berbentuk seperti bintang, butiran salju atau tajuk bunga.
Contoh: Discoaster, Hayaster.
5. Stelolith: Nannofosil yang berbentuk pilar atau silinder. Contoh: Fasciculithus.
6. Sphenolith: Nannofosil yang berbentuk seperti taji, dengan alas berbentuk prisma yang
tersusun oleh elemen radial dan semakin ke arah atas menjadi runcing. Contoh:
Sphenolithus.
Discoaster

Asterolith : nannofosil yang mempunyai bentuk luar seperti


bintang, butir salju atau tajuk bunga.
Discoaster pentaradiatus
Discoaster druggii
• Berupa Asterolith, Jumlah tangannya 6,
bentuknya gemuk, pendek dan bagian
ujungnya datar serta centra area-nya
besar
• Miosen Awal (NN2-NN5)

Discoaster bollii
• Mempunyai tangan 5 atau 6.
Central area relatif besar dan
tangannya pendek dan ramping
• Bagian atas Miosen Tengah (NN8-
NN10)
Coccolith

Placolith : nannofosil yang terbentuk oleh dua perisai dan dihubungkan oleh
saluran di tengah. Perisainya ada yang berbentuk bulat maupun bulat telur.
Contoh : Coccolithus
Coccolithus pelagicus
DESKRIPSI SPESIES

Coronocyclus nitescens

• Bentuk bulat, bagian tengah terbuka lebar dan


memantulkan cahaya rendah. Pada sinar padam
berbentuk lingkaran yang terbagi empat dan ukuran
diameternya 4-7 um. Suture tidak jelas, spesies ini juga
dinamakan dengan coccolith cincin karena nampak
seperti cincin .
• Eosen Akhir-Miosen Akhir / NP17 – NN6
Helicosphaera
Sphenolithus

Sphenolith : nannofosil berbentuk taji, dengan alas berbentuk prisma


yang tersusun oleh elemen-elemen yang radial ke arah atas menjadi
meruncing. Contoh : Sphenolithus
Sphenolithus

Sphenolithus belemnos

Sphenolithus heteromorphus Deflandre 1953


Pontosphaera
Pontosphaera
Pontosphaera
Reticulofenestra

Cyclicargolithus floridanus (Roth & Hay) Bukry 1971


Kegunaan Nannofosil
• Elemen skeletal dari nannofosil mampu terawetkan walaupun telah mengalami satu atau
beberapa sedimentasi dengan hanya menunjukan sedikit gejala aus. Hal ini dapat
menjelaskan terjadinya fosil rombakan dengan relatif lebih baik dari kelompok mikrofosil
lainnya yang hanya mampu bertahan dalam satu daur sedimentasi.
• Nannofosil memiliki beberapa sifat yang memiliki arti penting dalam penyusunan zona
biostratigrafi dan bermanfaat dalam usaha penetapan umur dan korelasi batuan
sedimen, sifat tersebut adalah :
1. Hanya dibutuhkan perconto, yang berukuran kecil (0,5-2,0 mgr)
2. Cara preparasinya mudah, cepat, sederhana dan murah
3. Nannofosil pada umumnya banyak terdapat pada lapisan batuan sedimen yang berumur
Jura hingga Resen.
4. Variasi bentuknya tidak banyak (± 500 macam)
5. Ukurannya yang sangat kecil dan dijumpai secara melimpah dalam batuan sedimen laut
6. Sifat hidupnya yang planktonis sehingga dimungkinkan penyebaran geografis yang luas
ke seluruh dunia
Biostratigrafi Nannofosil
Zonasi standar yang banyak dijadikan acuan dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Zonasi Standar nannofosil gampingan yang dibuat oleh Martini (1971)
untuk jaman Tersier dan Kuarter. Dalam zonasi tersebut, Paleogen
(Paleosen, Eosen, Oligosen) dibagi menjadi 25 zona dan diberi notasi NP
(Nannopankton Paleogene). Setiap zona dibatasi oleh petunjuk / fosil
indek. Setiap zona telah didiskusikan dan mengacu pada peneliti yang
lain, yaitu mengenai indikator datum, spesies yang umum. Diagram zona
yang dihasilkan dikorelasikan dengan zona foraminifera, radiolaria dan
silicoflagelata.
2. Sedangkan Okada dan Bukry (1980) membagi Kala Kenozoik menjadi 34
zona dengan istilah CP dan CN (Coccolith Paleogene dan Coccolith
Neogene). Zonasi ini merupakan penyempurnaan dari zonasi yang dibuat
oleh Bukry (1973). Dilaporkan juga bahwa ada 4 zona yang mempunyai
interval sama dengan zonasi Martini (1971).
Distribusi dan
zonasi
nannofosil
pada
Paleogen(Mart
ini, 1971 dalam
Bolli, 1985)
Distribusi dan
zonasi
nannofosil
pada
Neogen(Marti
ni, 1971 dalam
Bolli, 1985)
THANK YOU
RATE OF SEDIMENTATION
& UNCONFORMITY
Asisten Acara :
Gelya Kandida
M. Sylvandra
Radian Marthamevia
RATE OF SEDIMENTATION
Rate of sedimentation atau kecepatan sedimentasi adalah
kecepatan rata-rata yang dibutuhkan sedimen untuk mengendap di
suatu cekungan tiap Ma (Million age).
Data yang digunakan untuk menghitung rate of sedimentation :
1. Ketebalan sedimen yang diendapkan (m)
2. Waktu yang dibutuhkan sedimen untuk mengendap (gunakan selisih
umur absolut antara 2 biodatum) (Ma)
RATE OF SEDIMENTATION
Tujuan mengetahui rate of sedimentation :
1. Membantu menentukan proses sedimentasi yang terjadi
2. Mengidentifikasi adanya struktur
3. Mengetahui umur batas bawah dan batas atas unconformity
4. Memperkirakan kapan terjadi unconformity
RATE OF SEDIMENTATION
• Perhitungan :
𝑻
𝝁𝑹 =
𝑨
𝜇𝑅 = Rate of Sedimentation (m/Ma) / (cm/ky)
T = Tebal sedimen yang diendapkan (m)
A = Waktu yang dibutuhkan sedimen untuk mengendap
(m/Ma)
Biozonasi nannofosil
,Backman et al. 2012
Identifikasi Unconformity
Hal yang perlu diperhatikan apabila ada unconformity yang dapat
ditandai dengan :
1. Adanya gap umur fosil
2. Ada perbedaan paleobatimetri yang signifikan
(contoh : dari paleobatimetri neritik berubah tiba-tiba menjadi abysal)
Identifikasi Unconformity
Lompatan Umur

Lompatan Paleobatimetri Van Hinte, 1978


CONTOH
Sedimentation Rate and Unconformity
𝑻
UMUR (ma)
𝝁𝑹 =
10m
2.3 ma ( L.A.
Globorotalia
seudomiocenica)
2
Penulisan yg benar
𝑨
30m
3.13 ma ( L.A. T= ketebalan
Dentoglobigerina
altispira) A= umur absolut biodatum

Contoh 1 :
𝑇 30 𝑚
1 𝜇𝑅 = 𝐴
= 3 𝑀𝑎

𝜇𝑅 = 10 m/Ma
Contoh perhitungan
UMUR (mya)

40 m/Ma

40 m/Ma

Penentuan batas
atas dan batas
bawah
unconformity. 10 m/Ma

10 m/Ma
Penentuan umur terjadi unconformity
Contoh

Konsep Van Hinte, 1978


TERIMA KASIH
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI ANALISIS

ACARA 9 : ANALISIS DATA


PALEONTOLOGI UNTUK GEOHISTORI

Muhammad Virgiawan Agustin, S.T., M.T.


Aditya Sony Kurniawan
Ananda Dewi Febryasuri
Dina Mustika Setyaningtyas
01 Juli 2020
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory
• Analisis Geohistory adalah aplikasi paleontologi, dimana dari analisis ini akan dihasilkan grafik yang menunjukkan pergerakan lapisan
stratigrafi secara vertikal (perkembangan sedimentasi dari waktu ke waktu) sebagai indikator subsidence dan uplift dari cekungan
sejak lapisan tersebut diendapkan (van Hinte, 1978).
• Dalam metode ini, kompaksi akan sangat diperhitungkan, dimana sedimen akan memiliki porositas yang besar ketika pengendapan
awal, tetapi perlahan akan terus berkurang karena proses penimbunan. Secara umum, semakin dalam batuan sedimen tertimbun,
kompaksi intensif akan terjadi sehingga akan menyebabkan penurunan porositas (Allen & Allen, 2006).
• Aplikasi analisis Geohistory antara lain:
• Mengetahui evolusi cekungan sedimentasi
• Mengidentifikasi tipe tektonisme pembentukan cekungan
• Menjadi pendukung model kematangan batuan induk
• Data yang diperlukan untuk Analisis Geohistory meliputi:
• Kolom stratigrafi yang menunjukkan litologi dan ketebalan (saat ini) dari satuan batuan sedimen
• Umur absolut dari setiap batas satuan (atas dan bawah)
• Angka absolut dari paleobatimetri pada setiap batas unit (atas dan bawah)
• Data porositas (opsional)

2
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory
Unit
stratigrafi

Kurva
paleobatimetri

Umur Absolut 3
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory
• Karena data absolut dari umur dan paleobatimetri diperlukan di bagian atas dan bawah setiap unit, maka perlu dilakukan koreksi umur
(ekstrapolasi, seperti mencari umur ketidakselarasan) dan koreksi paleobatimetri (umumnya mengambil titik tengah interval
paleobatimetri)

Koreksi Umur Koreksi Paleobatimetri


Umur Satuan A  11 – 5 Ma Menggunakan kurva paleobatimetri
Umur Satuan B  3.25 – 1.75 Ma 4
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap pertama – akumulasi sedimen: plot semua akumulasi sedimen selama waktu pengendapan. Contoh, waktu mulai dari To dan berlanjut hingga T4.
Ketebalan sedimen setiap unit stratigrafi adalah ketebalan saat ini. Karena ketebalan unit sedimen yang konstan pada saat diendapkan pada kisaran waktu
yang sama, kecepatan akumulasi sedimen akan linear.

Angevine et al. (1990)

5
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: pada kondisi sesungguhnya,


sedimen akan memadat setelah pengendapan sehingga
ketebalan unit stratigrafi saat ini akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan ketebalan saat diendapkan. Oleh
karena itu, pada tahap ini harus dilakukan perhitungan
ketebalan awal.

Angevine et al. (1990)

• Dengan asumsi ukuran butiran sedimen tetap sama sebelum


dan sesudah kompaksi, dan tidak mempertimbangkan
sementasi, ketebalan awal dapat ditentukan dengan
persamaan:

To = Ketebalan awal
Tp = Ketebalan saat ini
Φs = Porositas awal
Φd = Porositas saat ini (di bawah permukaan)

Bond and Kominz (1984) 6


APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: Contoh perhitungan ketebalan awal

Satuan dominan “sand” = 0.39


Satuan dominan “shale” = 0.68

Bond & Kominz (1984)

7
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: Contoh perhitungan ketebalan awal

Bond & Kominz (1984)

8
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: Contoh perhitungan ketebalan awal

Bond & Kominz (1984)

9
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: Contoh perhitungan ketebalan awal

Bond & Kominz (1984)

10
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap kedua - Kompaksi: Contoh perhitungan ketebalan awal

11
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

200
Analisis Geohistory 11 100
0.37 123.34 = Thickness
300 345.28 123.35 = Burial Thickness
10 350 150
Berdasarkan perhitungan koreksi kompaksi, kita dapat 0.39 0.47
123.34 = Porosity

mengetahui perkembangan porositas dan ketebalan 200 217.24 323.08


8 600 445.28 100
sedimen dari waktu ke waktu. 0.37 0.42 0.61
400 405.48 428.99 462.50
7 900 762.52 523.08 200
0.26 0.27 0.31 0.36
200 202.78 211.59 221.21 286.27
D C Erosi B A 6 1200 1068 852.06 562.50 100
0 Ketebalan Menimbun 0.27 0.28 0.31 0.34 0.49
D 0 0 0 0 0 0 400
0,39 Porositas 5 - - - - - - 200
400 0 Ketebalan Menimbun (same with unit 4)
C - - - - - - 0.54
0,44 0,68 Porositas 200 205.56 211.43 224.24 246.67 246.67 246.67 379.49
600 350 0 0 Ketebalan Menimbun 4 1400 1270.78 1063.66 783.71 386.27 100 500 100
B
0,3 0,33 0,39 0,39 Porositas 0.26 0.28 0.3 0.34 0.4 0.4 0.4 0.61
300 303.85 307.79 311.84 324.66 324.66 324.66 343.48 376.19
900 690,3 373,77 537,77 0 Ketebalan Menimbun
A 3 1650 1526.34 1325.09 1057.95 682.94 396.67 796.67 529.49 150
0,24 0,29 0,31 0,31 0,39 Porositas 0.21 0.22 0.23 0.24 0.27 0.27 0.27 0.31 0.37
400 405.06 415.58 432.43 450.70 450.70 450.70 470.59 516.13 695.65
2 2000 1880.18 1682.88 1419.80 1057.60 771.32 1171.32 922.97 576.19 200
D C EROSI B A 0.2 0.21 0.23 0.26 0.29 0.29 0.29 0.32 0.38 0.54
D 400 300 300 303.70 307.50 311.39 311.39 311.39 319.48 328 336.99 390.48
1 2250 2235.25 2048.46 1802.23 1458.30 1172.03 1572.03 1343.55 1042.32 845.65 150
C 200 150
0.18 0.18 0.19 0.2 0.21 0.21 0.21 0.23 0.25 0.27 0.37
B 300 340,2985 373,77 573,77
A 300 321,1268 330,435 330,435 373,7705 ∑ Tp 2500.00 2385.25 2202.17 1959.73 1619.70 1333.42 1333.42 1513.03 1220.32 1032.64 390.48

Total Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1


1200 1011,425 704,205 904,205 373,7705
Ketebalan

12
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

• Tahap ketiga - paleobatimetri: kurva subsidence mempertimbangkan perubahan kedalaman cekungan, selain koreksi kompaksi. Data kedalaman yang
diperoleh dari paleobatimetri akan ditambahkan ke ketebalan sedimen untuk mendapatkan pola subsidence dari suatu cekungan selama pengendapan.

Angevine et al. (1990)

Husein (2019) 13
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

modified from Husein (2019) 14


APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

modified from Husein (2019) 15


APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

modified from Husein (2019) 16


APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory

Subsidence
modified from Husein (2019) 17
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)

Buatlah analisis geohistory/subsidence pada


data hasil pengeboran lepas pantai berikut.
a. Tiga (3) kolom perkembangan subsidence
(akumulasi sedimen, koreksi kompaksi, dan
koreksi paleobatimetri).
b. Satu (1) grafik geohistory dengan tiga (3)
jenis kurva (akumulasi sedimen, koreksi
kompaksi, dan koreksi paleobatimetri).
c. Satu (1) tabel koreksi kompaksi.
d. Perhitungan kecepatan sedimentasi setiap
unit (dikalkulasi dari ketebalan unit saat
selesai sedimentasi [Tp] per panjangnya
waktu sedimentasi dari waktu geologi)
dengan satuan m/ky (m/seribu tahun).

18
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)
Tbe (before Age uR Paleobathymetry
Unit Lithology Tp
erosion) A0 A1 (m/Ma) P0 P1
11 Limestone 200 200 2 0 100 50 40
10 Siltstone 300 300 4 2 150 80 50
8 Shale 200 200 5 4 200 130 80
7 Sandstone 400 400 7 5 200 300 130
6 Siltstone 200 200 8 7 200 0 300
Erosion - - 9 8 -400 0 0
5 (same with unit 4) Shale 0 400 11 9 200 780 0
4 Shale 200 200 12 11 200 670 780
3 Sandstone 300 300 15 12 100 750 670
2 Shale 400 400 19 15 100 480 750
1 Sandstone 300 300 22 19 100 350 480

T = Thickness
uR = Sedimentation rates

19
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)

KECEPATAN SEDIMENTASI DAN


KURVA PALEOBATIMETRI

20
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)
Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1
TABEL KOREKSI KOMPAKSI 200
11 100
0.37 123.34 = Thickness
300 345.28 123.35 = Burial Thickness
10 350 150 123.34 = Porosity
0.39 0.47
200 217.24 323.08
8 600 445.28 100
0.37 0.42 0.61
400 405.48 428.99 462.50
7 900 762.52 523.08 200
0.26 0.27 0.31 0.36
200 202.78 211.59 221.21 286.27
6 1200 1068 852.06 562.50 100
0.27 0.28 0.31 0.34 0.49
0 0 0 0 0 0 400
5 - - - - - - 200
(same with unit 4)
- - - - - - 0.54
200 205.56 211.43 224.24 246.67 246.67 246.67 379.49
4 1400 1270.78 1063.66 783.71 386.27 100 500 100
0.26 0.28 0.3 0.34 0.4 0.4 0.4 0.61
300 303.85 307.79 311.84 324.66 324.66 324.66 343.48 376.19
3 1650 1526.34 1325.09 1057.95 682.94 396.67 796.67 529.49 150
0.21 0.22 0.23 0.24 0.27 0.27 0.27 0.31 0.37
400 405.06 415.58 432.43 450.70 450.70 450.70 470.59 516.13 695.65
2 2000 1880.18 1682.88 1419.80 1057.60 771.32 1171.32 922.97 576.19 200
0.2 0.21 0.23 0.26 0.29 0.29 0.29 0.32 0.38 0.54
300 300 303.70 307.50 311.39 311.39 311.39 319.48 328 336.99 390.48
1 2250 2235.25 2048.46 1802.23 1458.30 1172.03 1572.03 1343.55 1042.32 845.65 150
0.18 0.18 0.19 0.2 0.21 0.21 0.21 0.23 0.25 0.27 0.37

∑ Tp 2500.00 2385.25 2202.17 1959.73 1619.70 1333.42 1333.42 1513.03 1220.32 1032.64 390.48

Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1
21
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)

GEOHISTORY ANALYSIS
(UNCORRECTED, SEDIMENT
ACCUMULATION)
Data Plotting:
Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

11 200
10 500 300
8 700 500 200
7 1100 900 600 400
6 1300 1100 800 600 200
5 - - - - - 0 400
4 1500 1300 1000 800 400 200 600 200
3 1800 1600 1300 1100 700 500 900 500 300
2 2200 2000 1700 1500 1100 900 1300 900 700 400
1 2500 2300 2000 1800 1400 1200 1600 1200 1000 700 300

Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

22
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)

GEOHISTORY ANALYSIS (with


COMPACTION CORRECTED)

Data Plotting:
Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

11 200
10 500 345.28
8 700 562.52 323.08
7 1100 968.00 752.06 462.50
6 1300 1170.78 963.66 683.71 286.27
5 - - - - - 0 400
4 1500 1376.34 1175.09 907.95 532.94 246.67 646.67 379.49
3 1800 1680.18 1482.88 1219.80 857.60 571.32 971.32 722.97 376.19
2 2200 2085.25 1898.46 1652.23 1308.30 1022.03 1422.03 1193.55 892.32 695.65
1 2500 2385.25 2202.17 1959.73 1619.70 1333.42 1733.42 1513.03 1220.32 1032.64 390.48

Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

23
APLIKASI BIOSTRATIGRAFI
Analisis Geohistory (Contoh analisis)

GEOHISTORY ANALYSIS (with


COMPACTION and
PALEOBATHYMETRY
CORRECTED)
Data Plotting:
Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

11 240
10 540 395.28
8 740 612.52 403.08
7 1140 1018.00 832.06 592.50
6 1340 1220.78 1043.66 813.71 586.27
5 - - - - - 0 400
4 1540 1426.34 1255.09 1037.95 832.94 246.6667 646.6667 1159.49
3 1840 1730.18 1562.88 1349.80 1157.60 571.3242 971.3242 1502.97 1046.19
2 2240 2135.25 1978.46 1782.23 1608.30 1022.028 1422.028 1973.55 1562.32 1445.65
1 2540 2435.25 2282.17 2089.73 1919.70 1333.421 1733.421 2293.03 1890.32 1782.64 870.48

Unit 11 10 8 7 6 Erosion 5 4 3 2 1

24
FORMAT LAPORAN

Buatlah analisis geohistory/subsidence pada data hasil


pengeboran lepas pantai berikut.
a. Tiga (3) kolom perkembangan subsidence (akumulasi
sedimen, koreksi kompaksi, dan koreksi paleobatimetri).
b. Satu (1) grafik geohistory dengan tiga (3) jenis kurva
(akumulasi sedimen, koreksi kompaksi, dan koreksi
paleobatimetri).
c. Satu (1) tabel koreksi kompaksi.
d. Perhitungan kecepatan sedimentasi setiap unit (dikalkulasi
dari ketebalan unit saat selesai sedimentasi [Tp] per
panjangnya waktu sedimentasi dari waktu geologi) dengan
satuan m/ky (m/seribu tahun).
TERIMA KASIH
THANK YOU

26
PALEOCLIMATE BERDASARKAN
FORAMINIFERA DAN NANNOFOSIL
Praktikum Paleontologi Analisis 2021

► Asisten Acara:
1. Fadli Robbi A
2. Aqnaa Furqon A F
3. Tsabita Hanun M
PENGERTIAN PALEOCLIMATE
Kajian ilmu yang dilakukan untuk analisa iklim masa lampau.
Iklim ini terekam dengan adanya organisme penciri yang
dapat bertahan hidup dengan kondisi iklim tertentu
(Sukandarrumidi, 2008)
Paleoclimate
Berdasarkan Foraminifera
Penentuan Paleoklimat
1) Kelimpahan Spesies Penciri Suhu
Penyebaran dan kelimpahan dari spesies foraminifera
sangat bergantung pada suhu laut di tiap daerah dan
mempengaruhi kelimpahan spesies penciri.

Spesies foraminifera planktonik penciri suhu panas dan dingin (Bricchi et al,
2003)

Penyebaran foraminifera tiap zona lintang (Kucera, 2007)


Penentuan Paleoklimat
2) Perputaran Cangkang
Perbandingan kelimpahan kandungan foraminifera
terputar kanan (dekstral) merupakan penciri suhu
hangat, sedangkan foraminifera terputar ke arah kiri
(sinistral) merupakan penciri suhu dingin.

Persentase arah putaran fosil foraminifera planktonik


terhadap suhu permukaan laut (Kucera, 2007)
Penentuan Paleoklimat
3) Rasio Isotop Oksigen
Perbandingan atom oksigen pada isotop stabil 16O,
17O, 18O yang dipengaruhi oleh:

► Suhu : setiap penurunan suhu 1oC maka terjadi


pengkayaan 18O
► Glasiasi : muka air laut yang menurun
menyebabkan isotop 16O membeku lebih dulu
sehingga muka air laut kaya akan isotop 18O

Perubahan suhu selama Miosen berdasar kandungan


isotop oksigen pada Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo
(Akmaluddin et al, 2010)
Penentuan Paleobatimetri
1) Pelagic Ratio (P/B ratio)
Metode yang didasarkan pada persentase perbandingan kelimpahan
organisme Pelagik (plankton dan nekton) dengan seluruh jumlah
organisme di laut (plankton, nekton, benton).

Tipsword, 1966
Penentuan Paleobatimetri
2) Biofasies
Penyebaran bentonik digunakan sebagai penentu lingkungan pengendapan
menggunakan klasifikasi Tipsword (1966) yang didasari pada kedalaman habitat dari
setiap spesies.

Zona Keterangan
Zona Darat Sampel sangat sedikit, tidak ada
Zona Transisi Laguna, estuarine, air payau, pantai
Zona Neritik Dalam Zona laut terbuka dangkal dengan kedalaman 0-20 m
Zona Neritik Tengah Zona laut terbuka dangkal dengan kedalaman 20-100 m
Zona Neritik Luar Zona laut terbuka dangkal dengan kedalaman 100-200 m
Zona Batial Atas Zona laut dalam dengan kedalaman 200-1000 m
Zona Batial Bawah Zona laut dalam dengan kedalaman 1000-2000 m
Zona Abisal Zona laut dalam dengan kedalaman >2000m
Paleoclimate
Berdasarkan Nannofosil
Nannofosil memiliki beberapa sifat yang memiliki arti penting dalam penyusunan
zona biostratigrafi dan bermanfaat dalam usaha penetapan umur dan korelasi
batuan sedimen, sifat tersebut adalah :
► Hanya dibutuhkan perconto, yang berukuran kecil (0,5-2,0 mgr)
► Cara preparasinya mudah, cepat, sederhana, dan murah
► Nannofosil pada umumnya banyak terdapat pada lapisan batuan sedimen yang
berumur Jura hingga Resen.
► Variasi bentuknya tidak banyak (± 500 macam)
► Ukurannya yang sangat kecil dan dijumpai secara melimpah dalam batuan
sedimen laut sehingga ada tidaknya suatu spesies dalam suatu spesies dalam
suatu peraga dapat ditentukan secara lebih pasti dengan nannofosil,
dibandingkan dengan penggunaan fosil lain yang ukurannya lebih besar
► Sifat hidupnya yang planktonis sehingga dimungkinkan penyebaran geografis
yang luas ke seluruh dunia

Selain itu Nannofosil juga sensitive terhadap perubahan suhu di lautan sehingga
sangat baik digunakan untuk analisis paleoclimate.
Cara Penentuan Paleoclimate
► Identifikasi nannofossil kemudian tarik umurnya lalu plotkan pada fossil list
yang telah disediakan
► Susun distribution chart
► Buat tabel biozonasi lalu tentukan biodatum, biozonasi dan umurnya
► Penentuan paleoclimate menggunakan kelimpahan spesies penciri suhu
Contohnya genus Discoaster adalah penciri iklim hangat dan Gephyrocapsa
caribbeanica adalah penciri iklim dingin.
Distribusi dan
zonasi
nannofosil
pada
Paleogen(Mar
tini, 1971
dalam Bolli,
1985)
Distribusi dan
zonasi
nannofosil
pada
Neogen(Marti
ni, 1971
dalam Bolli,
1985)
Distribusi dan
zonasi
nannofosil
pada Eosen -
Oligosen
(Fioroni et
al., 2012)
Contoh spesies penciri iklim hangat
Isnaniawardhani et al., 2020

► Calcidiscus leptoporus

Sumber gambar : mikrotax.org

► Coccolithus pelagicus

Sumber gambar : mikrotax.org


► Discoaster challengeri

Sumber gambar : mikrotax.org


► Discoaster variabilis

Sumber gambar : mikrotax.org


► Hayaster perplexus

Sumber gambar : mikrotax.org


Contoh Spesies Penciri Iklim Dingin
Less, 2002; Dobrinescu dan Bojar, 2010
► Gephyrocapsa caribbeanica

Sumber gambar : mikrotax.org


► Nephrolithus miniporus

Sumber gambar : mikrotax.org


► Gartnerago spp.

Sumber gambar : mikrotax.org


► Lucianorhabdus inflatus

Sumber gambar : mikrotax.org


TUGAS PRAKTIKUM
1. Praktikan akan diberikan data sampel fosil foraminifera dan nannoplankton
2. Setiap fosil sudah diberikan tabel distribusi fosil

Foraminifera
1. Tarik umur (Bolli and Saunders,1985) dan kedalaman fossil foraminifera lalu plotkan pada fossil
list yang telah disediakan
2. Susun distribution chart seperti yang telah dilakukan pada praktikum biostratigrafi
3. Buat tabel biozonasi seperti yang telah dilakukan pada praktikum biostratigrafi lalu tentukan
biodatum, biozonasi dan umurnya
4. Penentuan paleoclimate yang diinterpretasikan berdasarkan PERPUTARAN CANGKANG
5. Penentuan paleobatimetri berdasarkan P/B Ratio dan dilanjutkan dengan biofasies
6. Lakukan interpretasi berdasarkan data yang ada.
Nannoplankton
1. Tarik umur (Martini, 1971) lalu plotkan umur nannoplankton dalam fosil list
yang sudah disediakan
2. Buat tabel biozonasi lalu tentukan biodatum, biozonasi dan umurnya
3. Penentuan paleoclimate menggunakan kelimpahan spesies penciri suhu

Anda mungkin juga menyukai