Anda di halaman 1dari 11

BAB III

GEOLOGI DAERAH SONGA-WAYAUA

3.1 Geomorfologi
Daerah penelitian terletak di Desa Songa dan Desa Wayaua, Kecamatan
Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, dengan luas
area sekitar 31.000 Ha. Daerah penelitian berada pada ketinggian yang bervariasi,
yaitu 0 – 1375 mdpl. Topografi daerah penelitian memiliki kontur morfologi yang
beragam, dari rapat hingga renggang dilihat dari peta topografi dan citra SRTM
(Gambar 3.1). Morfologi yang beragam menunjukkan bentukan bentang alam di
daerah Songa-Wayaua berupa perbukitan landai, perbukitan terjal, gawir, lembah,
dan dataran vulkanik.

Gambar 3. 1. Perbedaan warna pada citra SRTM dan peta topografi daerah Songa-
Wayaua.
Berdasarkan penelitian panasbumi yang dilakukan tim LVG (2012), dan dari
perbedaan warna pada citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission), perbedaan
morfologi, serta persebaran batuan pada Peta Geologi Daerah Songa-Wayaua,
geomorfologi daerah penilitan dibagi menjadi empat satuan tidak resmi, yaitu :
Satuan Perbukitan Kompleks, Satuan Perbukitan Vulkanik, Satuan Lembah
Vulkanik, dan Satuan Dataran Aluvial (Gambar 3.1).

13
Gambar 3. 2. Pembagian satuan geomorfologi daerah Songa-Wayaua (LVG,2012).
3.1.1 Satuan Perbukitan Kompleks
Satuan ini berada di bagian barat daerah penelitian dan menempati
sekitar 35% dari keseluruhan daerah penelitian. Secara garis besar, satuan ini
diperlihatkan oleh bentuk kontur yang rapat dengan lereng-lereng yang terjal
dengan tahapan sungai muda. Hal ini mencerminkan bahwa satuan ini
disusun oleh batuan dengan litologi yang resistif dibanding dengan satuan
yang lain. Berdasarkan peta geologi daerah Songa-Wayaua, batuan yang
berada dalam satuan ini adalah batuan metamorf.

3.1.2 Satuan Perbukitan Vulkanik


Satuan ini berada di bagian tengah dan timur daerah penelitian dan
menempati sekitar 40% dari keseluruhan daerah penelitian. Secara garis

14
besar, satuan ini diperlihatkan oleh bentuk kontur rapat dan renggang yang
membentuk puncak-puncak gunungapi maupun produk vulkanisme dengan
lereng-lereng yang terjal. Tahapan sungai yang berada di satuan ini muda-
sedang. Berdasarkan peta geologi daerah Songa-Wayaua, batuan yang
terdapat di satuan ini adalah batuan gunungapi berupa batuan beku basaltik
dan batuan piroklastik.

3.1.3 Satuan Lembah Vulkanik


Satuan ini berada di bagian tengah daerah penelitian dan menempati
sekitar 7% dari keseluruhan daerah penelitian. Secara garis besar, satuan ini
diperlihatkan oleh bentuk kontur yang renggang dan morfologi yang landai.
Hal ini mencerminkan bahwa satuan ini disusun oleh litologi yang kurang
resisten, tingkat kekompakannya rendah, dan tingkat erosionalnya tinggi.
Tahapan sungai di Satuan Lembah Vulkanik berada pada tahapan sedang.
Berdasarkan peta geologi daerah Songa-Wayaua, litologi yang berada dalam
satuan ini adalah batuan piroklastik dan batulempung.

3.1.4 Satuan Dataran Aluvial


Satuan ini melingkupi sekeliling daerah penelitian dan menempati
sekitar 18% dari keseluruhan daerah penelitian. Secara garis besar, satuan ini
diperlihatkan oleh bentuk kontur yang renggang – sangat renggang. Hal ini
mencerminkan bahwa satuan ini disusun oleh batuan dengan litologi yang
tidak kompak, lepas-lepas dan tingkat erosionalnya tinggi. Berdasarkan peta
geologi daerah Songa-Wayaua, litologi yang terdapat di satuan ini adalah
endapan aluvial, yang terdiri dari material lepas berukuran pasir, kerikil, dan
kerakal.

3.2 Stratigrafi
Berdasarkan penelitian panasbumi oleh LVG (2012), stratigrafi daerah
Songa-Wayaua dibagi menjadi 15 satuan batuan tidak resmi, terdiri dari 10 satuan
batuan vulkanik, 3 satuan batuan non-vulkanik, dan 2 satuan endapan permukaan.
Urut-urutan satuan batuan daerah penelitian dari tua ke muda, yaitu : Satuan Batuan
Metamorf (Km), Satuan Vulkanik Tua (Tovt), Satuan Granit Tawa (Tmgt), Satuan
Batugamping (Qgt), Satuan Lava Gamjaha (Qvg), Satuan Aliran Lava Gunung
Bibinoi Tua (Qlbt), Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Bibinoi (Qjb), Satuan

15
Piroklastik Aliran Gunung Bibinoi (Qab), Satuan Lava Gunung Lansa (Qll), Satuan
Lava Gunung Pele (Qlp), Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Lansa (Qjp), Satuan
Lava Bibinoi (Qlb), Satuan Basalt Gunung Songa (Qls), Satuan Endapan Koluvial
(Qkw), dan Satuan Endapan Aluvial (Al) (Gambar 3.3 dan Gambar 3.4).

Gambar 3. 3. Peta Geologi Daerah Songa-Wayaua, yang terdiri 15 satuan batuan


tidak resmi (LVG, 2012).

Gambar 3. 4. Kolom volkanostratigrafi daerah Songa-Wayaua (LVG, 2012).

16
3.2.1 Satuan Batuan Metamorf (Km)
Satuan Batuan Metamorf (Km) merupakan satuan batuan tertua di
daerah penelitian. Ketebalan satuan ini sulit untuk diketahui, namun dari
rekonstruksi penampang diperkirakan tebal satuan ini lebih dari 500 m dan
merupakan batuan dasar pada daerah pusat penyebaran erupsi Bukit Lansa.
Serpentinit, berwarna hijau kehitaman, berstruktur lamelar, terdiri atas
mineral serpentin, dan mineral mafik, terdapat kekar-kekar, dan di sebagian
tempat terdapat urat kalsit. Sekis, berwarna abu-abu kehitaman, tekstur
sekistose, lepidoblastik, terdiri dari mineral mika.

3.2.2 Satuan Vulkanik Tua (Tovt)


Satuan ini pada peta geologi digambarkan dengan warna hijau dan
litologi penyusunnya adalah basalt. Ketebalan satuan ini sulit untuk
ditentukan, namun dari rekonstruksi penampang dapat diperkirakan tebal
satuan ini lebih dari 250 m. Basalt, kehijauan, afanitik, euhedral-subhedral,
ekigranular, sebagian mineral teralterasi menjadi klorit, mineralogi
plagioklas. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Bacan.

3.2.3 Satuan Granit Tawa (Tmgt)


Satuan ini terdiri dari litologi batuan granit, diwakilkan dengan warna
merah pada peta geologi. Satuan ini berada pada sebelah utara dari Bukit
Sibela berupa intrusi yang menerobos Satuan Batuan Metamorf (Km) yang
melalui jalur lemah sesar menganan. Intrusi granitik demikian yang mungkin
menyebabkan terjadinya mineralisasi pada Satuan Batuan Metamorf.

3.2.4 Satuan Batugamping (Qgt)


Satuan ini tersebar di bagian Baratlaut daerah penelitian, berwarna biru
tua pada peta geologi dan litologi penyusun satuan ini adalah batugamping
terumbu. Secara megaskopis batugamping ini dideskripsikan sebagai
batugamping berwarna putih-kecokelatan, kemas tertutup, pemilahan sedang-
buruk, semen kalsit, matriks karbonatan, terlarutkan.

3.2.5 Satuan Lava Gumjaha (Qvg)


Satuan ini berada di Pulau Gumhaja yang terisolir dan diperkirakan
merupakan hasil ekstrusif dari sumber yang sama dengan dapur magma Bukit

17
Lansa. Satuan ini terdiri dari breksi vulkanik, warna kelabu kemerahan,
komponen andesit amfibol dengan masa dasar tufa yang agak kompak.

3.2.6 Satuan Aliran Lava Gunung Bibinoi Tua (Qlbt)


Satuan ini tersebar di bagian Tenggara daerah penelitian, pada peta
geologi berwarna jingga dan litologi penyusun satuan ini adalah lava yang
berkomposisi basaltik. Basalt, hitam, afanitik, vesikuler, ekigranular,
mineralogi plagioklas.

3.2.7 Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Bibinoi (Qjb)


Satuan ini terdiri dari batuan piroklastik dengan fragmen-fragmen
batuan beku, konglomerat, breksi dan batugamping berada didalam matriks
tufa lepas. Diperkirakan lahar panas yang membawa fragmen-fragmen
tersebut yang kemudian menjadi satu bagian dalam suatu singkapan.

3.2.8 Satuan Aliran Piroklastik Gunung Bibinoi (Qab)


Satuan ini terdiri dari batuan piroklastik aliran hasil erupsi Gunung
Bibinoi. Satuan ini batuan piroklastik terdiri atas bongkah-bongkah besar dan
kecil yang bercampur dalam matriks kerikil dan abu bersifat kacaan, tidak
ada gradasi, terpilah buruk, terkompaksi.

3.2.9 Satuan Lava Gunung Lansa (Qll)


Satuan ini didominasi oleh batuan andesit dan sebagian trakoandesit.
Satuan ini berwarna merah muda pada peta geologi dan diperkirakan hasil
ekstrusif Gunung Lansa. Berdasarkan penampang, ketebalan satuan ini
sekitar 260 meter. Pusat erupsi Gunung Lansa merupakan target sumber
panas untuk potensi panasbumi pada daerah penelitian. Manifestasi
panasbumi ditemukan di satuan ini seperti mata air panas, tanah panas,
solfatara, dan sinter silika.

3.2.10 Satuan Lava Gunung Pele (Qlp)


Satuan ini didominasi oleh lava andesitik. Lava andesitik, putih
keabuan, anhedral-subhedral, inekuigranular, porfiritik, dengan mineralogi
piroksen, plagioklas, hornblenda, kuarsa, K-felspar.

18
3.2.11 Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Lansa (Qjp)
Satuan ini terdiri dari batuan piroklastik berlapis baik, bersifat
andesitik dengan komposisi mineral plagioklas, K-feldspar, kuarsa. Satuan
ini tampak menutupi Satuan Lava Gunung Lansa (Qll).

3.2.12 Satuan Lava Bibinoi (Qlb)


Satuan ini tersebar di bagian Tenggara daerah penelitian, pada peta
geologi digambarkan dengan warna merah muda dan litologi penyusunnya
adalah basalt. Ketebalan satuan ini berdasarkan penampang sekitar 350 m.
Basalt, hitam, afanitik, vesikuler, ekigranular, mineralogi plagioklas.

3.2.13 Satuan Basalt Gunung Songa (Qls)


Satuan ini terdiri dari basalt, abu-abu kehitaman, afanitik,
inekigranular, terdapat mineral plagioklas, piroksen, K-felspar. Satuan ini
merupakan hasil erupsi parasit dari pusat erupsi Gunung Bibinoi yang
membentuk Maar.

3.2.14 Satuan Endapan Koluvial (Qkw)


Satuan ini tersusun atas material lepas, terdiri dari komponen polimik,
berukuran bongkah, terdiri dari aneka batuan seperti batugamping, andesit,
basalt, sekis, serpentin, konglomerat dan breksi, menyudut–membundar.

3.2.15 Satuan Endapan Aluvial (Al)


Satuan ini merupakan satuan termuda di daerah penelitian, dan
merupakan endapan permukaan. Satuan ini tersusun atas material lepas,
terdiri dari komponen polimik, berukuran kerikil sampai bongkah, terdiri dari
aneka batuan seperti batugamping, andesit, basalt, sekis, serpentin,
konglomerat dan breksi, menyudut – membundar

3.3 Struktur Geologi


Struktur geologi di daerah Songa-Wayaua dikontrol oleh tatanan tektonik
yang disebabkan oleh Sesar Sorong. Perkembangan struktur di daerah penelitian
sangat dipengaruhi oleh pergerakan miring Sesar Sorong. Menurut Hall (1999),
Kompleks batuan metamorf di Pulau Bacan yang merupakan basement dari Pulau
Bacan adalah bagian dari Lempeng Benua Australia yang terbawa oleh Sesar Sorong
dan deformasi kompleks ofiolit di Bacan diperkirakan dikarenakan oleh

19
magmatisme di zona sesar. Ini menyebabkan daerah penelitian terdapat zona sesar
yang disebabkan Sesar Sorong.

Struktur geologi di daerah penelitian terdiri dari sesar geser dan sesar normal.
Sesar tersebut diindikasikan mengontrol sistem panasbumi di daerah penelitian.
Berdasarkan peta geologi daerah Songa-Wayaua (LVG, 2012) arah utama dari sesar-
sesar tersebut adalah Baratdaya–Timurlaut dan Baratlaut–Tenggara (Lampiran 1).
Diperkirakan arah tegasan utama daerah penelitian berarah Barat–Timur yang
merupakan arah kemenerusan Sesar Sorong.

Terdapat sesar normal dan sesar mendatar di daerah Songa-Wayaua. Sesar


normal Pele-pele berarah Baratlaut-Tenggara, sesar ini memanjang dari Pele-pele ke
Selatan. Sesar ini berada di Baratdaya daerah penelitian. Blok sebelah Barat sesar
relatif bergerak turun dibandingkan dengan blok sebelah Timurnya. Sesar ini
menyebabkan munculnya mata air panas di pesisir dan lembah bukit. Terdapat juga
sesar normal arah Baratlaut-Tenggara yang berada di Tengah daerah penelitian.

Selanjutnya terdapat sesar mendatar di daerah penelitian, yaitu sesar


mendatar menganan berarah Baratdaya-Timurlaut. Bidang sesar merupakan batas
Satuan Batuan Metamorf dengan Satuan Endapan Koluvial. Sesar ini menyebabkan
adanya mata air panas, tanah panas, lumpur panas, dan fumarol di daerah Pele-pele.
Selain itu, terdapat sesar mendatar mengiri berarah Baratlaut-Tenggara yang berada
di Selatan daerah penelitian. Sesar ini diperkirakan yang mengontrol kemunculan
manifestasi air panas yang berada di pesisir pantai Desa Wayaua.

3.4 Sebaran Manifestasi Panasbumi


Di daerah penelitian, yaitu daerah Songa-Wayaua ditemukan beberapa
manifestasi panasbumi aktif (Gambar 3.5). Manifestasi panasbumi yang ditemukan
berupa kolam lumpur, mata air panas, mata air hangat, gas vulkanik, dan tanah
panas/hangat (Lampiran 2). Manifestasi ini tersebar di beberapa desa, yaitu di Desa
Tawa, Desa Songa, dan Desa Wayaua.

3.4.1 Mata Air Hangat


Manifestasi mata air hangat yang ditemukan di daerah Songa-Wayaua
berjumlah dua manifestasi. Dua manifestasi berada di Pantai Pele-pele
dengan temperatur mata air hangat ini berkisar antara 37,2 - 44,6°C. Fluida

20
manifestasi ini merupakan fluida ber-pH mendekati netral yaitu berkisar
6,23-6,75. Debit keluaran fluida manifestasi relatif kecil.

Gambar 3. 5. Sebaran manifestasi panasbumi di daerah Songa-Wayaua.


3.4.2 Mata Air Panas
Manifestasi berupa mata air panas yang ditemukan di daerah Songa-
Wayaua berjumlah enam manifestasi. Temperatur manifestasi mata air
hangat ini berkisar antara 62,4-98,8°C. Fluida manifestasi ini merupakan
fluida ber-pH asam hingga mendekati netral dengan kisaran 3,12-6,49. Debit
keluaran fluida manifestasi relatif lebih besar dibandingkan manifestasi mata
air hangat.

3.4.3 Gas Vulkanik


Manifestasi keluaran gas vulkanik yang ditemukan di daerah Songa-
Wayaua adalah tanah beruap. Tanah beruap terletak di Pele-Pele. Tanah

21
beruap di Pele-Pele memiliki suhu yang cukup tinggi yaitu 86,0°C dengan
pH mendekati netral (6,76).

3.4.4 Tanah Panas/Hangat


Manifestasi tanah panas/hangat dijumpai di lokasi Pele-pele dan
Pado-pado. Umumnya tanah panas berwarna kemerahan, lunak, terasa panas
atau hangat, dan sering mengeluarkan gas-gas vulkanik, serta dijumpai di
daerah-daerah yang dilalui oleh sesar. Temperatur tanah panas di daerah
panasbumi Songa-Wayaua ini berkisar antara 86-960 C.

3.5 Sejarah Geologi


Pada Pra-Tersier diwakili oleh Satuan Batuan Metamorf yang berumur Kapur
disetarakan dengan Komplek Metamorf Sibela menurut Peta Geologi Lembar Bacan
(Yasin, 1980). Satuan ini tersingkap di Bukit Sibela berupa sekis genesan. Setelah
proses malihan yang membentuk Satuan Batuan Metamorf, terjadi selang waktu
geologi yang cukup lama (Paleosen – Oligosen). Satuan Batuan Metamorf
merupakan bagian dari Kerak Benua Australia yang terbawa akibat splay dari Sesar
Sorong (Hall, 1999).

Kemudian pada Tersier diawali oleh kegiatan gunungapi bersusunan


andesitik yang hasilnya disatukan dalam Satuan Vulkanik Tua dan disetarakan
dengan Formasi Bacan. Satuan ini berumur Oligo-Miosen dan diendapkan secara
tidak selaras di atas Satuan Metamorf. Kegiatan vulkanik ini terjadi selama Oligosen
hingga Awal Miosen, kemungkinan berupa busur gunungapi dan pluton. Terobosan
batuan plutonik terjadi juga pada Kala tersebut, sehingga tersingkap Satuan Granit
Tawa di bagian Utara daerah penelitian.

Pada Miosen Akhir kegiatan gunungapi menurun dan mulai aktif lagi pada
akhir Tersier, membentuk Satuan Lava Gunung Langsa, setelah itu terbentuk Satuan
Lava Gunung Pele. Pada masa itu terjadi pengendapan batuan sedimen Satuan
Satugamping yang diendapkan pada zona litoral sampai neritik. Satuan ini
tersingkap di daerah Timur daerah penelitian. Kegiatan gunungapi terus berlanjut
hingga Holosen, membentuk Gunung Songa dan Gunung Bibinoi, sejalan dengan
pembentukan terumbu koral dibeberapa tempat. Proses geologi terakhir berupa
pengangkatan dan erosi serta pengendapan Satuan Koluvium dan Aluvium.

22
Kegiatan vulkanisme terbaru menghasilkan gunungapi aktif sampai sekarang,
yang menyebabkan munculnya manifestasi panasbumi di daerah penelitian.
Manifestasi panasbumi tersebut dikontrol oleh sesar normal dan mendatar yang
diakibatkan oleh zona Sesar Sorong. Sumber panas diperkirakan berada di bawah
permukaan Bukit Lansa, kemudian aliran panas mengalir melalui sesar hingga
muncul manifestasi di permukaan.

23

Anda mungkin juga menyukai