HIDUP
KEGIATAN REKLAMASI PULAU I BAGIAN BARAT
SELUAS 202,5 HA
DISUSUN OLEH :
1. FAJAR (197052513)
2. RICO PRANATA SAPUTRA (177052084)
3. DIMAS ABDI PRATAMA (197052490)
4. GRANDO ALI FADILLAH (197052519)
5. MUHAMMAD RIZKY FADILAH (197052497)
6. HERDIANSYAH ALKAH (197052510)
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
D4 KESELAMATAN KESEHATAN KERJA
2020
BAB 1
RENCANA KEGIATAN
iii) Kajian geoteknik berkaitan dengan penentuan disain reklamasi telah dilakukan
dengan bantuan dari konsultan PT. LAPI ITB. Kajian ini telah selesai dilakukan. Hasil
kajian antara lain adalah:
• Kondisi tanah dasar pada bagian dasar laut Pulau I mempunyai lapisan yang
lunak hingga mencapai kedalaman sekitar 14 m. Sedangkan rencana
pembuatan pulau ini mengharuskan adanya konstruksi tanggul dan timbunan
reklamasi yang tinggi. Akibatnya daya dukung tanah dasar tidak dapat
memikul beban di atasnya sehingga diperlukan suatu metode perbaikan tanah
untuk menanggulangi permasalahan ini.
• Perbaikan tanah yang dimaksud adalah pemasangan vertical drain pada area
timbunan reklamasi dan pembuatan sandkey pada bagian bawah tanggul.
Pemasangan vertical drain bertujuan untuk mempercepat proses konsolidasi
dan meningkatkan daya dukung tanah dasarnya sedangkan pembuatan
sandkey akan menggantikan tanah yang kurang baik dengan material pasir
sehingga tidak ada lagi tekanan air pori ekses yang terbentuk di bagian bawah
tanggul. Pada analisis ini, kedalaman sandkey di Pulau I adalah hingga lapisan
clayed silty yaitu pada kedalaman rata-rata ±6 m (sebaran kedalaman 6-11 m).
iv) Kajian global warming terkait dengan peningkatan muka air laut (sea level rise)
didapatkan tinggi penaikan muka air laut hingga 50 tahun kedepan adalah 0,40 m.
Sedangkan survei yang akan dilakukan adalah survei material dasar. Survei ini perlu
dilakukan untuk mengetahui kondisi dibawah permukaan tanah dasar (seabed).
Survei ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa dibawah dasar perairan yang akan
direklamasi tidak terdapat fasilitas, alat-alat, atau material yang bernilai penting,
peninggalan sejarah, atau berbahaya yang dapat mengganggu kegiatan reklamasi.
Survei terdiri dari pemboran (boring) dangkal atau menggunakan multibeam
echosounder.
3) Perizinan Reklamasi
Untuk kegiatan reklamasi Pulau I Bagian Barat, PT. Jaladri Kartika Pakci telah memiliki
beberapa izin dan rekomendasi yaitu:
• Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau I dari Gubernur DKI Jakarta dengan Surat
Nomor 1292/-1.794.2 Tanggal 21 September 2012 dan diperpanjang dengan
Surat Nomor 541/-1.794.2 Tanggal 10 Juni 2014.
• Rekomendasi Keselamatan Pelayaran untuk Kegiatan Pengerukan dari KSOP
Klas III Sunda Kelapa dengan Surat No. PP.201/1/3/KSOP-SKA/14 Tanggal 8
Desember 2014.
Dalam proses perizinan ini, akan dilakukan juga koordinasi dengan pemilik atau
pengelola utilitas yang mungkin terkena dampak dari kegiatan reklamasi Pulau I.
Sebelum reklamasi dilakukan maka dilakukan dahulu kegiatan penanganan terhadap
utilitas yang terkena dampak.
Secara garis besar pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahap reklamasi dapat
dijelaskan sebagaimana disajikan pada Gambar 4 dengan tahapan sebagai berikut
Jumlah
No. Jabatan / Posisi Kualifikasi
(Orang)
1 Site Manajer S1, Pengalaman 1
2 Sekretariat D3, Pengalaman 3
3 Surveyor SLTA, Pengalaman 4
4 Supervisor SLTA, Pengalaman 4
5 Penyelam Sertifikat, Pengalaman 4
6 Awak Kapal CSD Sertifikasi 30
7 Awak Kapal TSHD Sertifikasi 80
8 Awak Kapal Tugboat dan Barge Sertifikasi 48
9 Operator Crane Barge Lisensi 9
10 Operator Bulldozer Lisensi 6
11 Operator Crane Lisensi 6
12 Operator Loader / Excavator Lisensi 6
13 Transportation Boat Crew + pembantu Lisensi 3
14 Sopir dan kenek truk SIM B1 467
15 Catering - 3
16 Pembantu - 10
17 Sekuriti Lisensi 3
Jumlah - 687
Sumber : PT Jaladri Kartika Pakci, 2014
Berdasarkan Kajian Sumber Material Reklamasi yang dilakukan oleh PT LAPI ITB
(2013) diperoleh informasi bahwa bahan urugan reklamasi (pasir dan batu) akan
diangkut melalui laut dari wilayah pemegang konsesi Kuasa Penambangan yang
telah memiliki Izin UsahaPertambangan dan Izin Lingkungan serta sertifikat Clean
and Clear. Beberapa wilayah yang dapat menjadi sumber material adalah di Selat
Sunda, Banten, Lampung dan Bangka Belitung. Proses pengangkutan merupakan
tanggung jawab pemasok atau supplier, sedangkan PT Jaladri Kartika Pakci
menerima material ditempat reklamasi atau franco on board (FOB).
Pengangkutan pasir laut menggunakan kapal TSHD kapasitas 20.000 – 30.000 m3.
Kapal TSHD (Trailing Suction Hopper Dredger) adalah kapal keruk yang menghisap
/ menyedot pasir di area quarry, menyimpannya dalam hopper, berlayar
mengangkut ke area reklamasi dan untuk kemudian ditimbunkan di areal
reklamasi.
Pengadaan batu alam didatangkan dari Bangka Belitung Belitung atau
Bojonegara. Pengangkutan batu alam menggunakan tongkang (barge/flip barge)
kapasitas ±5.000 m3 yang ditarik (towing) atau didorong (pushing) oleh tug boat.
Alat
Angkut Lama
Material Jumlah Asal Material
TSH Barg Truk Pekerjaa
D e n
Kap Rit/Hari Kap Rit/Hari Kap Rit/Hari
Bangka
3 Belitung,
Pasir laut (m ) 40.878.220 25,000 5 - - - - 1 tahun
Selat Sunda,
Lampung
Jumlah 5 28 45 467
3) Pengerukan Sandkey
Berdasarkan kajian geoteknik, kondisi seabed material disusun oleh lumpur.
Lapisan lumpur ini diperkirakan tidak cukup kuat untuk menahan beban tanggul
di atasnya. Maka untuk itu dilakukan penguatan dengan pembuatan sandkey.
Sandkey adalah teknologi penguatan dengan membuang lapisan lumpur dan
kemudian menggantinya dengan material yang lebih Rute Pengangkutan kuat
dan mempunyai kemampuan menahan beban yang direncanakan. Lapisan
lumpur yang akan dibuang berkisar pada kedalaman 6-11 m, hal ini berdasarkan
hasil boring yang memperlihatkan bahwa kedalaman ketebalan lapisan clayey silt
bervariasi mulai dari 6 – 11 m dengan nilai N-SPT 1/100 hingga 3. Sedangkan
lapisan silty clay ditemukan pada lapisan dibawah clayey clay dengan nilai N-SPT
lebih dari 4.
Pembuatan sandkey dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pemasangan rambu-rambu kerja
Rambu-rambu kerja adalah rambu-rambu atau tanda-tanda yang dapat
memberikan informasi tentang keberadaan kegiatan pembuatan sandkey.
Rambu-rambu ini berguna baik bagi pekerja maupun bagi orang-orang atau
kapal-kapal yang berlayar di sekitar area kerja. Rambu-rambu kerja ini akan
dikoordinasikan dengan Distrik Navigasi yang membawahi perairan sekitar.
Umumnya rambu-rambu kerja ini adalah bola-bola merah –putih – merah.
Rambu-rambu kerja akan dipasang di areal pembuatan sandkey dan areal
pembuangan (dumping site).
b. Pre Sounding
Kegiatan pre sounding adalah kegiatan pemetaan kedalaman dan kondisi
seabedmenggunakan echosounder (pemeruman) single atau multibeam.
Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui kondisi dasar perairan dan
mendeteksi ada tidaknya benda yang mengganggu aktvitas pengerukan dan
atau benda-benda yang perlu penanganan khusus. Benda-benda yang
menganggu seperti bangkai kapal yang telah lama tenggelam, kayu atau besi
yang dapat membahayakan peralatan keruk. Benda-benda yang perlu
penanganan khusus antara lain adalah jaringan pipa bawah laut atau jaringan
kabel bawah laut. Hasil dari pre sounding adalah peta yang menunjukkan
kondisi dasar perairan yang akan berguna untuk menentukan posisi kapal dan
kedalaman pengerukan.
Waktu
Kegiata
(menit)
n
Pengangkutan ke dumping area (full loaded) 60
Proses pembuangan (dumping) 10
Pengangkutan ke areal pengerukan (empty loaded) 30
Penambatan / pengikatan ke CSD 10
Pengikatan ke tugboat 10
Waktu satu siklus 120
Sumber : Hasil Analisis, 2014 Keterangan:1)
Kondisi Existing
Gambar 12. Ilustrasi Penguatan Tanah Dengan Sandkey
4) Pembangunan Tanggul
Berdasarkan hasil kajian disain tanggul yang dilakukan oleh konsultan PT. LAPI ITB
(dalam Rencana Pengerukan Pulau I, 2013) yang telah mempertimbangkan
berbagai aspek yaitu bathimetri, pasang surut, gelombang, sea level rise akibat
pemanasan global, land subsidenceakibat beban di atas tanah, tsunami, storm
surge maka direncanakan terdapat tiga tipe tanggul seperti diperlihatkan pada
Tabel 9 dan Gambar 13 sampai Gambar 15. Lebih jelas tipe-tipe tanggul yang
dibangun adalah:
- Tanggul tipe 1: Tanggul ini dibangun pada kedalaman -8 hingga -9 m.
Tanggul ini dibangun untuk mampu menahan gelombang dengan
ketinggian gelombang rencana hingga 3,61 m. Tanggul ini terdiri dari
lapisan paling dalam (core layer) berupa susunan batu alam dengan bobot
45-50 kg per unit, kemudian dilapis dengan filter layer dari batu alam
dengan bobot 450 – 500 kg per unit. Pada lapisan terluar dilengkapi
dengan tetrapod untuk meredam energy gelombang. Bobot masing-
masing tetrapod adalah 4,68 ton.
- Tanggul tipe 2: Tanggul ini dibangun pada kedalaman -6 hingga -8 m.
Tanggul ini dibangun untuk mampu menahan gelombang dengan
ketinggian gelombang rencana hingga 3,33 m. Tanggul ini terdiri dari
lapisan paling dalam (core layer) berupa susunan batu alam dengan bobot
45-50 kg per unit, kemudian dilapis dengan filter layer dari batu alam
dengan bobot 450 – 500 kg per unit. Pada lapisan terluar dilengkapi
dengan tetrapod untuk meredam energy gelombang. Bobot masing-
masing tetrapod adalah 2,10 ton.
- Tanggul tipe 3: Tanggul ini dibangun pada kedalaman -4 hingga -6 m.
Tanggul ini dibangun untuk mampu menahan gelombang dengan
ketinggian gelombang rencana hingga 1,44 m. Tanggul ini terdiri dari
lapisan paling dalam berupa susunan batu alam dengan bobot 45-50 kg
per unit. Karena gelombang yang dating di area ini sudah kecil (1,44 m)
maka lapisan terluar cukup dilindungi dengan batu alam dengan bobot 350
– 500 kg/unit.
Tabel 9. Parameter dan Properti Tanggul
b. Penggelaran Geotextile
Setelah sandkey terbentuk maka selanjutnya dilakukan penggelaran atau
penghamparan geotextile. Geotextile dipasang pada lokasi sesuai gambar
desain. Geotextile yang akan dipasang dibawa menggunakan barge untuk
kemudian dipasang di lokasi. Penyelam dapat digunakan untuk membantu
pemasangan geotextile pada lokasi yang memiliki elevasi pemasangan
cukup rendah dari muka air laut. Geotextile yang sudah terpasang di lokasi
kemudian diberi pemberat agar tidak terangkat ke permukaan atau
bergeser dari posisi yang seharusnya. Pemberat tersebut dapat berupa
batu-batu yang nantinya akan menjadi lapisan core layer. Ilustrasi
pemasangan geotextile diperlihatkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi Pemasangan Geotextile
5) Pengurugan / Reklamasi
Pekerjaan reklamasi dalam bagian ini adalah pekerjaan penimbunan dan
pemadatan material pasir yang digunakan untuk mengisi area reklamasi yang
sudah dikelilingi tanggul laut berupa revetment. Pekerjaan reklamasi baru boleh
dilaksanakan setelah area reklamasi dikelilingi oleh revetment. Hal ini dilakukan
agar material yang digunakan tidak berpindah dari tempat yang seharusnya.
Dengan demikian, reklamasi atau pengurugan baru dapat dilakukan setelah
tanggul atau revetment di Pulau I bagian timur telah terpasang dan menyatu
dengan tanggul di bagian barat. Proses reklamasi dapat diuraikan sebagai berikut:
c. Pemasangan PVD
Setelah didapat elevasi pemasangan PVD (1,5 meter di bawah elevasi
rencana) dan material sudah dipadatkan, kegiatan berikutnya adalah
pemasangan PVD untuk mempercepat proses terjadinya konsolidasi. PVD
dipasang dengan pola segitiga dengan jarak 1,30 meter dengan kedalaman
pemasangan sampai kedalaman -16.00 meter dari LLWL.
1) Demobilisasi Peralatan
Setelah pekerjaan reklamasi selesai maka peralatan reklamasi akan
didemobilisasi oleh kontraktor ke base masing-masing.
2) Keberadaan Pulau I Hasil Reklamasi
Setelah proses reklamasi selesai, akan dihasilkan lahan hasil reklamasi Pulau I
Bagian Barat seluas ± 202,5 Ha. Lahan reklamasi ini sebelum dimanfaatkan akan
dibiarkan selama beberapa bulan (biasanya 9 bulan) agar konsolidasi tanah dapat
berjalan maksimal. Di atas lahan reklamasi ini nantinya akan dibangun berbagai
fasilitas perkotaan. Untuk kegiatan ini akan diurus izin lingkungan tersendiri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
Skedul Rencana Reklamasi Pulau I yang telah disepakati bersama oleh PT Jaladri Kartika
Pakci dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:
Rencana kegiatan reklamasi Pulau I, berlokasi pada area yang telah ditetapkan dalam
RTRW DKI Jakarta 2030, sistem atau mekanisme reklamasi telah dikaji dalam Rencana
Reklamasi Pulau I (2013). Dengan demikian tidak ada kajian alternative dalam studi
ANDAL ini.
BAB II. RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
2.1. KOMPONEN GEO FISIK KIMIA
2.1.1. Iklim
Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi
Maritim (SMM) Tanjung Priok (Jakarta) selama 10 tahun terakhir (Tahun 2004 – 2013).
Data iklim tersebut terdiri atas: suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, penyinaran
matahari, curah hujan dan angin.
Seperti halnya daerah lain yang termasuk dalam wilayah Indonesia, maka di Kota Jakarta
juga hanya mengenal dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Keadaan ini
berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di Indonesia. Pada bulan Juni sampai
dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap
air, sehingga mengakibatkan musim kemarau di Indonesia. Sebaliknya pada bulan
Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik setelah melewati beberapa lautan, dan pada bulan-bulan
tersebut biasanya terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun
setelah melewati masa peralihan pada bulan April - Mei dan Oktober - November.
32.0
27.0
24.5
22.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Maks 32.6 32.4 33.3 33.6 33.9 33.4 33.1 33.8 34.2 34.2 34.0 33.2
Rata-Rata 28.2 27.9 28.8 29.0 29.2 29.0 28.7 29.1 29.6 29.3 29.1 28.7
Min 24.1 23.8 24.6 24.9 24.9 24.9 24.6 24.8 25.3 24.8 24.7 24.7
Gambar 31. Grafik Suhu Udara (OC) Minimum Rata-Rata Bulanan Dalam Periode 10
Tahun (2004 – 2013)
Bulan
Tekanan udara merupakan berat sebuah kolom udara persatuan luas di atas sebuah
titik, di mana tekanan udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Berdasarkan
data SMM Tanjung Priok selama periode tahun 2004 – 2013 tekanan udara di wilayah
Jakarta berkisar 1007,4 – 1012,8 mbar. Fluktuasi tekanan udara di daerah Jakarta
sangat kecil, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kondisi geografis wilayah Jakarta yang merupakan
daerah dataran rendah. Secara rata-rata tekanan udara selama tahun 2004 – 2013
berkisar 1009,0 – 1011,1 mbar, dimana terendah terjadi pada bulan Desember dan
tertingi pada bulan September, sebagaimana disajikan pada Gambar 33. Dari gambar
tersebut menunjukkan bahwa pada musim barat dan musim peralihan I tekanan udara
menurun sedangkan pada musim timur dan peralihan tekanan udara meningkat.
1011.5
1011.0 1011.1
1011.0
Tekanan Udara (mb)
1010.6
1010.5 1010.6
1010.0
1010.0 1009.9 1009.9
1009.8 1009.8
1009.5 1009.5
1009.5
1009.0
1009.0
1008.5
1008.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan
Penyinaran matahari berdasarkan data SMM Tanjung Priok selama periode tahun
2004 – 2013 di wilayah Jakarta berkisar 14,9% sampai 94,3%, sedangkan secara
rata-rata berkisar 34,4% sampai 76,8% dimana maksimum terjadi pada bulan
September dan terendah terjadi pada bulan Desember sebagaimana disajikan pada
Gambar 34. Dari gambar tersebut juga menunjukkan pola penyinaran matahari
rata-rata pada bulan Maret (musim timur) terus naik sampai bulan September
(musim Peralihan II), kecuali bulan Juni yang menurun. Selanjutnya saat
memasuki bulan Oktober terus menurun sampai Desember (musim barat).
80.0
76.8
Penyinaran Matahari (%)
73.9
70.0
64.8
60.7
60.0 61.3
53.8
51.2 53.5
50.0
42.6 44.8
40.0
35.1
34.4
30.0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan
horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Sedangkan hari hujan
adalah periode sehari semalam dengan CH 0.5 mm.
Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi
dan perputaran/pertemuan arus udara. Berdasarkan data dari SMM Tanjung Priok
pada periode tahun 2004 – 2013 curah hujan di wilayah Jakarta berkisar 0 mm
sampai 707,3 mm dengan jumlah hari hujan dari tidak terjadi hujan sampai 23
hari hujan. Oleh karena pengaruh geografis Jakarta dan perubahan iklim global
(dampak elnino dan lanina) sangat terasa di daerah ini. Kondisi curah hujan rata-
rata di wilayah Jakarta tertinggi terjadi pada bulan Februari (381,8 mm) dan
terendah pada bulan Agustus (48,3 mm), sebagaimana disajikan pada Gambar 35.
Dari gambar tersebut juga menunjukkan pola bahwa pada bulan maret (musim
peralihan I) terus menurun sampai bulan Agustus (musim timur) dan terus menaik
saat memasuki musim peralihan II sampai mencapai maksimum bulan Februari
(musim barat).
Hujan
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi yang disebabkan
oleh beda tekanan horisontal. Berdasarkan data angin rata-rata bulanan dari
BMKG Tanjung Priok untuk wilayah Jakarta, selama tahun 2004 – 2014 yang
kemudian dianalisis untuk menentukan frekuensi dan persentase kecepatan angin
sebagaimana disajikan pada Tabel 14, sedangkan Gambar 36 adalah wind rose.
Diperoleh arah angin dominan dari arah barat (31,5 %), kemudian dari arah timur
laut (22 %), dengan kecepatan angin dominan pada interval 5,4 – 7,9 m/s (36,2
%), sedangkan angin dengan kecepatan ≥ 13,8 m/s sebesar 26,8%.
Tabel 14. Frekuensi Dan Persentase Angin Maksimum Selama Tahun 2004 – 2014
Wind 0 - 5,4 m/s 5,4 - 7,9 m/s 7,9 - 10,7 m/s 10,7 - 13,8 m/s ≥ 13,8 m/s Total
Direction Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - 5 3,9 1 0,8 2 1,6 4 3,1 12 9,4
NE - - 14 11,0 5 3,9 3 2,4 6 4,7 28 22,0
E - - 4 3,1 5 3,9 3 2,4 3 2,4 15 11,8
SE - - 3 2,4 - - 1 0,8 1 0,8 5 3,9
S - - - - 1 0,8 - - 1 0,8 2 1,6
SW - - 1 0,8 2 1,6 2 1,6 4 3,1 9 7,1
W - - 13 10,2 11 8,7 3 2,4 13 10,2 40 31,5
NW - - 6 4,7 5 3,9 3 2,4 2 1,6 16 12,6
Total - - 46 36,2 30 23,6 17 13,4 34 26,8 127 100
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Gambar 36. Windrose Dalam Periode 10 Tahun (2004 – 2013) Di
Daerah Jakarta
Untuk perubahan arah dan kecepatan angin maksimum pada tiap musimnya
selama Tahun 2004 – 2014, sebagaimana disajikan pada Tabel 15 sampai Tabel
18 dan Gambar 37 dan Gambar 38) menunjukkan bahwa untuk daerah Jakarta,
pada musim barat (Bulan Desember
Februari) arah angin dominan berasal dari barat (59,4 %) kemudian
barat laut (18,8 %), untuk kecepatannya sebagian besar berkisar
pada interval ≥ 13,8 m/s (37,5 %). Pada musim peralihan I (Bulan
Maret – Mei), arah angin sudah bervariasi meskipun masih dominan
dari arah barat (48,5 %) dan dari barat laut (21,2%), untuk
kecepatannya melemah dengan arah dominan pada interval 5,4 – 7,9
m/s (39,4 %), sedangkan kecepatan ≥13,8 m/s menurun menjadi
27,3%. Pada musim timur (Bulan Juni – Agustus) kecepatan angin
sudah berubah dengan arah dominan dari arah timur laut dan timur
(masing-masing 31,3 %) dengan kecepatan dominan pada interval
5,4 – 7,9 m/s meningkat menjadi 43,8 %, sedangkan kecepatan
≥13,8 m/s kembali menurun menjadi 21,9%. Pada musim peralihan
II (Bulan September – Nopember) arah angin sudah lebih dominan
dari arah timur laut (43,3 %), dengan kecepatan mulai pada interval
5,4 – 7,9 m/s menurun hanya 36,7 sedangkan kecepatan ≥13,80 m/s
sebesar 20,0%.
Tabel 15. Frekuensi dan Persentase Angin Maksimum Pada Musim Barat
Selama Tahun 2004 – 2014
Wind 0 - 5,4 m/s 5,4 - 7,9 m/s 7,9 - 10,7 m/s 10,7 - 13,8 /s ≥ 13,8 m/s Total
Direction Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - - - 1 3,1 - - 1 3,1 2 6,3
NE - - - - - - - - - - - -
E - - - - - - - - - - - -
SE - - - - - - - - 1 3,1 1 3,1
S - - - - - - - - 1 3,1 1 3,1
SW - - 1 3,1 - - 1 3,1 1 3,1 3 9,4
W - - 6 18,8 5 15,6 1 3,1 7 21,9 19 59,4
NW - - 1 3,1 3 9,4 1 3,1 1 3,1 6 18,8
Total - - 8 25,0 9 28,1 3 9,4 12 37,5 32 100
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Wind 0 - 5,4 m/s 5,4 - 7,9 m/s 7,9 - 10,7 m/s 10,7 - 13,8 m/s ≥ 13,8 m/s Total
Direction Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - - - - - - - - - - -
NE - - 4 12,1 - - 1 3,0 - - 5 15,2
E - - 1 3,0 1 3,0 - - - - 2 6,1
SE - - - - - - - - - - - -
S - - - - - - - - - - - -
SW - - - - - - 1 3,0 2 6,1 3 9,1
W - - 4 12,1 4 12,1 2 6,1 6 18,2 16 48,5
NW - - 4 12,1 1 3,0 1 3,0 1 3,0 7 21,2
Total - - 13 39,4 6 18,2 5 15,2 9 27,3 33 100
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Tabel 17. Frekuensi dan Persentase Angin Maksimum Pada Musim Timur
Selama Tahun 2004-2014
Wind 0 - 5,4 m/s 5,4 - 7,9 m/s 7,9 - 10,7 m/s 10,7 - 13,8 m/s ≥ 13,8 m/s Total
Direction Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - 4 12,5 - - 1 3,1 1 3,1 6 18,8
NE - - 4 12,5 1 3,1 2 6,3 3 9,4 10 31,3
E - - 2 6,3 3 9,4 2 6,3 3 9,4 10 31,3
SE - - 3 9,4 - - 1 3,1 - - 4 12,5
S - - - - - - - - - - - -
SW - - - - - - - - - - - -
W - - 1 3,1 1 3,1 - - - - 2 6,3
NW - - - - - - - - - - - -
Total - - 14 43,8 5 15,6 6 18,8 7 21,9 32 100
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Tabel 18 Frekuensi Dan Persentase Angin Maksimum Pada Musim
Peralihan II Selama Tahun 2004- 2014
Wind 0 - 5,4 m/s 5,4 - 7,9 m/s 7,9 - 10,7 m/s 10,7 - 13,8 m/s ≥ 13,8 m/s Total
Direction Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
N - - 1 3,3 - - 1 3,3 2 6,7 4 13,3
NE - - 6 20,0 4 13,3 - - 3 10,0 13 43,3
E - - 1 3,3 1 3,3 1 3,3 - - 3 10,0
SE - - - - - - - - - - - -
S - - - - 1 3,3 - - - - 1 3,3
SW - - - - 2 6,7 - - 1 3,3 3 10,0
W - - 2 6,7 1 3,3 - - - - 3 10,0
NW - - 1 3,3 1 3,3 1 3,3 - - 3 10,0
Total - - 11 36,7 10 33,3 3 10,0 6 20,0 30 100
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Gambar 37. Windrose Musim Barat dan Musim Peralihan I di Daerah Jakarta
Gambar 37. Windrose Musim Barat dan Musim Peralihan I di Daerah Jakarta
2.1.2. Kualitas Udara
Untuk mengetahui kondisi kualitas udara ambien sesaat telah dilakukan pengukuran
yang dilakukan pada 2 lokasi berbeda, yaitu: di lokasi dekat dengan pelabuhan Sunda
Kelapa dan di lokasi Jalan Lodan. Hasil analiais dapat dilihat pada Tabel 19.
Keterangan: * SK Gubernur No. 551 tahun 2001 Tentang Bakumutu Kualitas Udara dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan
di Provinsi DKI Jakarta
Lokasi: U1= Dekat dengan Musium Bahari; U2 = Pemukiman Warga dekat Pesisir
Berdasarkan uraian pada tabel di atas dapat dikemukakan bahwa seluruh parameter
kualitas udara nilainya masih di bawah nilai baku mutu lingkungan.
2.1.3. Kebisingan
Pengukuran yang lazim dipakai untuk menyatakan tingkat kebisingan adalah ‘desibel’
terukur pada skala A (‘A’ weighted decibels (dBA)). Satuan ini merupakan suatu skema
yang memadukan tingkat kebisingan dalam rentang frekuensi yang dapat didengar oleh
manusia dan diukur terhadap spektrum intensitas fisik dengan frekuensi. Skala ukuran
ini bersifat logaritmik (dari pada linear). Tingkat kebisingan 10 dBA dianggap sebagai
‘ambang batas pendengaran’ tipikal (minimum) dan 130 dBA – 140 dBA adalah ‘ambang
batas menyakitkan’ (maksimum). Untuk mengetahui rona awal sesaat mengenai tingkat
kebisingan diluar ruangan, dilakukan pengukuran di 2 lokasi berbeda, yaitu: di lokasi
dekat dengan pelabuhan Sunda Kelapa dan di lokasi Jalan Lodan. Hasil analiais dapat
dilihat pada Tabel 20.
Keterangan: * SK Gubernur No. 551 tahun 2001 Tentang Bakumutu Kualitas Udara dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan
di Provinsi DKI Jakarta
Lokasi: U1= Dekat dengan Musium Bahari; U2 = Pemukiman Warga dekat Pesisir
Berdasarkan hasil pengukuran sesaat ini dapat diketahui bahwa secara umum intensitas
kebisingan di deekat lokasi Musium Bahari nilainya sudah melebihi baku mutu lingkungan yaitu
55,2 dBA sementara BML = 55 dBA. Kemudian hasil pengukuran di lokasi pemukiman nilainya
dibawah nilai baku mutu lingkungan yaitu 53,4 dBA. Tingginya nilai di lokasi U1 dikarenakan
suara yang berasal dari kendaraan yang relatif padat.
Kawasan Pantura Jakarta terletak pada satuan geomorfologi dataran pantai dan satuan
geomorfologi daratan alluvial dengan kelerengan datar hingga landai. Stratigrafi daerah
tersebut tersusun oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 100 meter (PPGL,
1996 dalam Anonimous, 2013). Endapan tersebut dibedakan menjadi satuan batuan
yang terdapat di daratan dan di laut atau lepas pantai Teluk Jakarta. Satuan batuan di
daratan dapat dibedakan menjadi endapan vulkanik, endapan sungai, endapan rawa,
endapan pematang pantai, endapan laut, dan terumbu karang (Situmorang, 1997 dalam
Anonimous, 2013). Kondisi litologi mengindikasikan bahwa kawasan tersebut terdapat
tanah batuan yang relatif lunak, yakni endapan pasir dan lempung serta sebagian
merupakan rawa-rawa.
Di lepas pantai Teluk Jakarta terdapat sedimen permukaan dasar laut yang terdiri atas:
• Endapan pasir lumpuran, pada kedalaman laut antara 17- 29 m. umumnya didominasi oleh
pasir berukuran sedang sampai halus, sedangkan pasir kasar sampai kerikil hanya berkisar
kurang dari 10%
• Endapan lumpur pasiran merupakan transisi antara endapan pasir lumpuran dan endapan
lumpur. Endapan lumpur pasiran dijumpai pada kedalaman 15 m.
• Endapan lumpur, menempati 70% dari keseluruhan endapan di Teluk Jakarta dengan
kedalaman laut sangat bervariasi. Endapan ini tersebar hampir merata terutama di bagian
timur Teluk Jakarta, diduga dipengaruhi oleh muara Sungai Citarum.
• Endapan pasir.
Berdasarkan data seismik PPGL (1995 dalam Anonimous, 2013), di bawah lapisan
penutup dengan ketebalan +10 m terdapat kanal-kanal yang diduga merupakan
sungai-sungai purba. Sedimen pengisi sungai-sungai purba ini terdiri dari pasir dan
kerikil dengan ketebalan mencapai 50 m, dan di beberapa tempat kedalamannya
mencapai 54m . penyebarannya berarah hampir Utara - Selatan atau Baratdaya -
Timurlaut. Kondisi di bawah permukaan bagian teratas dari lempung laut yang lunak
dengan ketebalan 7 – 10 m. lempung ini didasari oleh lanau lempungan yang kaku
dengan ketebalan bervariasi antara 5 – 10 m. Lempung yang kaku ini merutupi
lapisan pasir lanauan yang padat dengan ketebalan 8 – 20 m. Di bawah lapisan
pasir atau pada kedalaman di bawah 30 - 40 m terdapat lempung alluvial yang
mempunyai batas plastisitas tinggi dan sangat kaku (Sengara dkk, 1997 dalam
Anonimous, 2013). Data pengeboran (Dinas pertambangan DKI Jakarta – LPM ITB
(1997 dalam Anonimous, 2013) menunjukkan bahwa kondisi bawah permukaan di
daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdiri dari endapan laut di bagian atas, yang
dialasi oleh endapan pantai. Endapan laut terdiri dari lempung, lanau, dan pasir
halus dengan ketebalan bervariasi antara 10-19m. endapan pantai terdiri dari
lempung lanauan, lanau lempungan, pasir lempungan, dan pasir dengan variasi
ketebalan 7 – 15 m.
2.1.5. Geoteknik
Berdasarkan data dari hasil survey geoteknik yang dilakukan oleh LAPI-ITB, 2013
(Anonimous, 2013 terhadap tanah dasar yang dilakukan pada empat titik yang lokasinya
dapat dilihat pada Gambar 39. Hasil kegiatan survei geoteknik berupa data hasil uji
laboratorium disajikan pada Tabel 21.
22 - 25 Silty sand 27 - - - - - - -
25 - 33 Silty clay 27 - 34 - - - - - - -
33 - 40 Silty sand 52 - 64 - - - - - - -
6 - 15,6 Silty clay 4-8 14,6 49,5 6,7 0,27 2,28 2,5 0,29
BH-04
15,6 - 22 Silty sand 18 - 32 - - - - - - -
Terlihat pada umumnya kondisi tanah sampai kedalaman 0-6 m dengan N-SPT<3
adalah clayey silt dan 12m-15m dengan 3<N-SPT<20 adalah silty clay. Dengan nilai c
(kohesi) yang besar dan nilai ϕ (sudut geser) yang kecil. Hal ini mengindikasikan tanah
dasar adalah lumpur (silty).
2.1.6. Hidrooseanografi
2.1.2.1. Batimetri
Wilayah studi terdapat di wilayah utara daerah DKI Jakarta atau perairan Teluk Jakarta.
Berdasarkan data sekunder yang ada pada lembaran peta Dishidros (Lembar 86 dan
86A). Dari peta tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui bentuk profil
batimetrinya. Dari analisis peta batimetri di lokasi studi menunjukkan kedalaman cukup
landai, di mana untuk kedalaman 2 m ditemukan pada jarak 250 m km dari pantai,
untuk kedalaman 5 m ditemukan pada jarak 1
– 2 km dari pantai. Sedangkan untuk kedalaman 8 m ditemukan pada jarak 2,7-3,5 km dari
pantai dan > 10 m ditemukan pada jarak 3,7 – 4,8 km dari pantai. Batimetri di lokasi studi dan
sekitarnya sebagaimana Gambar 40.
Kedalaman pada sebelah barat DKI Jakarta (Kabupaten Tanggerang) umumnya lebih
dangkal dibandingkan dengan sebelah timur DKI Jakarta. Daerah barat umumnya
bervegetasi mangrove, sehingga mudah terjadi pendangkalan, oleh karena mangrove
merupakan perangkap alami sedimen. Untuk daerah timur sudah banyak yang
direklamasi untuk kawasan pemukiman, pelabuhan dan industri.
Tabel 22. Konstanta Harmonik Pasang Surut di Perairan Teluk Jakarta (Marunda)
Komponen
So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
Pasut
A (cm) 120 6 4 4 28 13 1 10 1 9
g(°) - 350 287 335 146 121 148 232 287 146
Dari konstanta harmonik pasut di atas menunjukkan bahwa amplitudo komponen
pasang surut harian utama (K1 dan O1) tersebut lebih besar yakni 28 dan 13
dibandingkan komponen pasang surut ganda utama (M2 dan S2) yakni hanya 6 dan 4.
Selain itu berdasarkan nilai konstanta harmonik pasang surut tersebut diperoleh
bilangan Formzahl (F) sebesar 4,1 maka berdasarkan kriteria courtier range nilai
tersebut termasuk dalam tipe pasut tipe tunggal (diurnal). Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 41, menunjukkan dalam satu hari/piantan pengamatan terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air surut. Gambar grafik peramalan pasang surut selama 30
hari/piantan (1 Nopember – 30 Nopember 2014) ini diperoleh dari hasil analisis
software pasut yang dikembangkan oleh BPPT (1998) berdasarkan konstanta harmonik
dari Tabel di atas. Pola pasang surut di perairan Teluk Jakarta sangat dipengaruhi
oleh rambatan pasang surut dari perairan Laut Jawa.
Gambar 41. Gambar Grafik Peramalan Pasang Surut di Perairan Teluk Jakarta
Nilai tunggang air pasang surut pasang purnama ( spring tide), pada air tinggi rata-rata
pasang (MHHWS) sebesar 161 cm atau sebesar 41 cm di atas MSL dan air rendah pada
rata-rata surut (MLLWS) adalah 79 cm atau –41 cm di bawah MSL. Untuk nilai tunggang
air pasang surut pada saat pasang perbani (neap tide), air tinggi rata-rata pasang
(MHHWN) sebesar 135 cm atau sebesar 15 cm di atas MSL sedang untuk air rendah pada
rata-rata surut (MLLWN) sebesar 105 cm atau –15 cm di bawah MSL. Untuk nilai Air tinggi
tertinggi pada pasang besar (HAT) adalah 171 cm atau 51 di atas MSL dan nilai air rendah
terendah pada surut besar (LAT) adalah 69 cm atau –51 di bawah MSL. Untuk nilai
tunggang pasut antara MHHWS dan MLLWS ( tidal range) adalah 82 cm. Dapat dilihat
pada Tabel 23.
Pola pasang surut di perairan Teluk Jakarta sangat dipengaruhi oleh aliran massa air dari
perairan Laut Jawa, selain itu amplitudo dan fasenya juga turut dipengaruhi oleh aliran
debit sungai yang terdapat pada daerah ini.
Tabel 23. Tunggang Air Pasang Surut Untuk Tipe Pasang Surut Tipe Tunggal (Diurnal) Pada
Referensi MSL dan Palem Pasut
Formula Referensi
Karakteristik Pasang Palem
Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997 dalam MSL LWL
Surut Pasut
Baharudin, 2006 (m) (m)
(m)
HAT = LAT + 2 (AK1 + AO1 + AS2 + AM2) 0,51 1,08 1,71
MHHWS = LAT + 2 (AK1 + AO1) + AS2 + AM2 0,41 0,92 1,61
MHHWN = LAT + 2 AK1 + AS2 + AM2 0,15 0,66 1,35
MSL = So 0,51 1,20
MLLWN = LAT + 2 AO1 + AS2 + AM2 -0,15 0,36 1,05
MLLWS = LAT + AS2 + AM2 -0,41 0,10 0,79
LAT = MSL – AK1 – AO1 – AS2 – AM2 -0,51 0,0 0,69
Tidal Range = MHHWS - MLLWS 82,0
Sumber : Hasil analisis 2014.
2.1.2.3. Gelombang
Gelombang yang paling umum dikaji dalam bidang teknik pantai adalah gelombang yang
dibangkitkan oleh angin dan pasang surut. Gelombang tersebut membawa/memiliki energi
untuk membentuk pantai, arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan
sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Gelombang merupakan salah satu faktor utama dalam penentuan morfologi dan
komposisi pantai serta penentuan proses perencanaan dan desain pembangunan
pelabuhan, terusan (waterway), struktur pantai, alur pelayaran, proteksi pantai dan
kegiatan pantai lainnya (CERC 1984).
Hasil prediksi gelombang setiap musim selama Tahun 2004 – 2014 dari arah angin yang
membangkitkan gelombang disajikan pada Tabel 25, dimana terlihat pada musim barat
gelombang maksimum yang terbentuk dominan berasal dari arah barat (70,37 %) dan
dari barat laut (22,22 %) dengan tinggi dan periode gelombang masing-masing berkisar
pada interval 0,9 – 2,7 m dan 3,6 – 5,2 s (dari arah barat) dan 1,8 – 3,5 m dan 5,4 – 6,7
s (dari arah barat laut).
Pada musim peralihan I arah gelombang yang terbentuk sudah lebih bervariasi, meskipun
masih dominan dari arah barat (53,33 %) dengan tinggi dan periode gelombang berkisar
1,0 – 3,2 dan 3,7 - 5,5.
Pada musim timur gelombang maksimum sudah berubah arah dengan dominan dari arah
timur laut dan timur (masing-masing 37,04 %) dengan tinggi dan periode gelombang
pada berkisar 1,6 – 3,4 m dan 5,2 – 6,7 s (timur laut) 1,3 – 2,5 m dan 4,4 – 5,5 s.
Pada musim peralihan II arah gelombang maksimum sudah dominan dari arah timur laut
(50
%), tinggi dan periode gelombang berkisar 1,7 – 3,2 m dan 5,5 – 6,8 s.
Dari hasil prediksi gelombang menunjukkan bahwa setiap musim parameter gelombang
yang terbentuk terjadi perbedaan. Hal ini disebabakan karena adanya perbedaan faktor
yang mempengaruhi dan membangkitkan gelombang seperti kecepatan angin, durasi,
arah angin, dan fetch (CHL 2006). Angin yang berhembus di atas permukaan laut
menimbulkan tegangan pada permukaan laut, dimana semakin lama angin bertiup,
semakin besar pula energi yang dapat membangkitkan gelombang (Davis 1991;
Triatmodjo 1999).
Perbedaan faktor koreksi angin (U*) dan panjang fetch (Feff) mempengaruhi tinggi dan
periode gelombang signifikan (Hs dan Ts). Meskipun faktor koreksi angin dari dari koreksi
kecepatan angin darat menjadi angin laut dari kelima arah angin setiap arah hampir
sama, akan tetapi yang diperoleh panjang fetch-nya yang membangkitkan gelombang
(dari arah utara, timur, barat dan barat laut) perbedaanya cukup besar (lihat Tabel 25).
Hal ini disebabakan karena panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan gelombang
untuk terbentuk akibat energi
yang ditransfer angin juga terpengaruh, sehingga faktor koreksi angin berpengaruh
terhadap tinggi, periode dan durasi pertumbuhan gelomban (CERC 1984). Hal ini terlihat
pada semua arah disetiap musim.
Panjang gelombang (Lo) di laut dalam hanya dipengaruhi oleh periode gelombang, dimana
semakin besar periodenya maka kecepatan dan panjang gelombangnya juga besar.
Perhitungan panjang gelombang laut dalam (Lo) dengan menggunakan persamaan
amplitudo kecil (CHL 2006) :
Sebagaimana terlihat pada Tabel 25 oleh karena periode gelombang dari arah barat lebih
besar, sehingga kecepatan dan panjang gelombang juga besar bila dibandingkan dengan arah
lainnya.
Tabel 25. Hasil Analisis Parameter Gelombang Setiap Musim Selama Tahun 2004 – 2014
Jumlah
Musim Arah F (m) UA (m/s) Hmo (m) T (s) Lo (m) Hb (m) db (m)
(%)
U 197.490 0,4-0,6 2,2-3,3 6,0-6,8 56-72 2,33-3,32 3,0-4,2 7,41
Barat B 60.725 0,3-0,8 0,9-2,7 3,6-5,2 21-43 0,91-2,54 1,2-3,3 70,37
BL 157.124 0,3-0,7 1,8-3,5 5,4-6,7 45-70 2,0-3,6 0,12-0,16 22,22
TL 192.470 0,3-0,5 1,7-3,0 5,5-6,6 46-69 1,49-2,58 1,9-3,3 16,67
T 95.267 0,3-0,4 1,3-1,6 4,4-4,7 30-35 1,09-1,31 1,4-1,7 6,67
Peralihan I
B 60.725 0,3-1,0 1,0-3,2 3,7-5,5 21-48 0,97-2,97 1,2-3,8 53,33
BL 157.124 0,3-0,7 1,6-3,5 5,2-6,7 42-70 1,42-2,87 1,8-3,6 23,33
U 197.490 0,3-0,6 1,7-3,4 5,5-6,9 47-75 1,82-3,49 2,3-4,4 22,22
TL 192.470 0,3-0,6 1,6-3,4 5,3-6,9 44-74 1,41-2,86 1,8-3,6 37,04
Timur
T 95.267 0,3-0,6 1,3-2,5 4,4-5,5 30-47 1,09-2,01 1,4-2,6 37,04
B 60.725 0,36 1,2 4,0 25 1,19 1,5 3,70
U 197.490 0,3-0,6 1,8-3,6 5,6-7,1 49-78 1,93-3,65 2,4-4,7 15,38
TL 192.470 0,3-0,6 1,7-3,2 5,5-6,8 46-71 1,49-2,72 1,9-3,5 50,00
Peralihan II T 95.267 0,3-0,5 1,4-1,9 4,6-5,0 32-39 1,20-1,57 1,5-2,0 11,54
B 60.725 0,3-0,4 1,0-1,2 3,8-4,1 22-26 1,03-1,24 1,3-1,6 11,54
BL 157.124 0,3-0,5 1,6-2,8 5,2-6,2 42-60 1,42-2,32 1,8-2,9 11,54
Sumber : Hasil analisis 2014.
Gelombang yang merambat dari laut dalam ( deep water) menuju pantai mengalami
perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses transformasi seperti refraksi dan shoaling
karena pengaruh perubahan kedalaman laut, difraksi, dan refleksi. Berkurangnya
kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang dan kecepatan gelombang
serta bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kelancipan gelombang (steepnes)
mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah dengan membentuk sudut tertentu
terhadap garis pantai.
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan kecepatan rambat gelombang, dimana
perubahan cepat rambat gelombang terjadi di sepanjang garis puncak gelombang yang
bergerak dengan membentuk sudut terhadap kontur, karena bagian dari gelombang di
laut dalam bergerak lebih cepat dari pada bagian laut yang lebih dangkal. Perubahan
tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan
garis kontur kedalaman. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap tinggi
gelombang, dengan menganggap periode konstan, tinggi gelombang mula-mula menurun
di perairan transisi dan dangkal namun di perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang
membesar sampai terjadi pecah (Latief 1994).
Selain itu banyaknya pulau-pulau yang berada di depan perairan Teluk Jakarta (Kepulauan
Seribu) menyebabkan daerah pesisir Jakarta lebih terlindung dari serangan gelombang
langsung dari laut dalam (Laut Jawa).
Konvergensi (penguncupan gelombang) umumnya terjadi pada garis kontur/pantai yang
menjorok ke luar maupun bangunan pantai (daerah reklamasi, breakwater, jeti dan
pelabuhan), sedangkan divergensi (penyebaran gelombang) terjadi pada garis
kontur/pantai yang menjorok ke dalam. Daerah yang mengalami konvergensi umumnya
menyebabkan tinggi gelombang pecah yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah
divergensi. Hal ini dapat dilihat pada gambar model transformasi gelombangnya pada
Gambar 42 sampai Gambar 44.
Gambar 42. Model Transformasi Gelombang dari Arah Utara di Perairan Teluk Jakarta
Gambar 43. Model Transformasi Gelombang dari Arah Timur Laut di Perairan Teluk Jakarta
Gambar 44. Model Transformasi Gelombang dari Barat Laut di Perairan Teluk Jakarta
2.1.2.1. Kualitas Sedimen
Untuk mengetahui kandungan logam berat dalam sedimen dan tekstur sedimen, dilakukan
pengamblan sampel dalam sedimen. Hasil analisis disajikan pada Tabel 26 dibawah ini.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dikemukakan bahwa kandungan logam berat dalam
sedimen secara umum masih tergolong baik. Semua parameter kecuali kadmium sudah
berada di bawah baku mutu lingkungan berdasarkan Quality standard in the Netherland
dalam The Environmental Impact of Dredging Study of Problems and Solution, 1992.
Pemenuhan Baku Mutu ini bermakna bahwa sedimen yang akan dikeruk dapat didumping
di perairan laut secara open dumping dan tidak memerlukan topping (lapisan penutup).
Selanjutnya tekstur atau ukuran sedimen terdiri dari fraksi pasir, debu dan liat dengan
masing- masing ukuran sebagaimana tersaji pada Tabel 26. Pada lokasi stasiun SED-1
terlihat bahwa fraksi terbesar adalah liat dengan prosentase 42,27 % dan sisanya terdiri
dari debu 36,45% dan pasir 21,28%. Hal yang sebaliknya di stasiun DED-2 fraksi tersbesar
adalah pasir 62,15.
Tabel 26. Kualitas dan Fraksi Sedimen
Hasil
NO. Parameter Satuan BAKU MUTU*)
SED - 1 SED - 2
I Logam Sedimen
1 Arsen (As) mg/kg 3,53 3,28 85
2 Nikel (Ni) mg/kg 22,72 22,55 35
3 Kadmium (Cd) mg/kg 1,59 0,79 2
4 Khrom Total(Cr) mg/kg 11,36 16,81 480
5 Tembaga (Cu) mg/kg 19,73 48,85 35
6 Timbal (Pb) mg/kg 2,79 17,01 530
7 Merkuri (Hg) mg/kg 0,04 0,14 0,5
8 Selenium (Se) mg/kg 4,18 0,90 -
9 Kobalt (Co) mg/kg 41,05 34,81 -
10 Seng (Zn) mg/kg 55,20 129,75 480
II Tekstur :
1 Pasir/sand % 21,28 62,15 -
2 Debu/silt % 36,45 25,76 -
3 Liat/clay % 42,27 12,09 -
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium, tanggal 27-10- 2014
Keterangan: *) Quality standard in the Netherland dalam The Environmental Impact of Dredging Study of Problems and
Solution, 1992
Selanjutnya untuk membandingkan hasil analisis sedimen, juga disajikan hasil analisis sedimen di
rencana Reklamasi Pulau F dalam Amdal Reklamasi Pulau F (Tabel 27). Hasil analisis menunjukkan
bahwa semua parameter dibandingkan dengan Quality standard in the Netherland dalam The
Environmental Impact of Dredging Study of Problems and Solution, 1992 berada dibawah standar
tersebut.
Tabel 27. Hasil Analisis Sedimen di Areal Rencana Pulau F
Hasil
No. Parameter Sedimen 1 Sedimen 2 Sedimen 3
BAKU MUTU*) UNIT
Keterangan: *) Quality standard in the Netherland dalam The Environmental Impact of Dredging Study of Problems and
Solution, 1992
0.8
0.6
EMA (m) thd MSL
0.4
0.2
0.0
01 04 07 10 13 16 19 22 25 28 31
Tanggal (Juli 2013)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
01 04 07 10 13 16 19 22 25 28 31
Tanggal (Juli 2013)
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Proling Fakultas Perikanan IPB, tanggal 27 -10-2014
Keterangan: *) Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 ( Untuk Biota Laut)
AL- 1 6° 6'37.10"S 106°48'35.71"E AL- 4 6° 4'41.71"S 106°50'19.17"E
AL- 2 6° 6'31.33"S 106°50'12.87"E AL- 5 05⁰56'19,44" S 106⁰44'40,55" E
AL- 3 6° 4'40.92"S 106°47'56.41"E
Selanjutnya sebagai pembanding disajikan juga data hasil pengukuran analisis kualitas air
laut dari Amdal Reklamasi Pulau F (Tabel 29). Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat
dikemukakan bahwa hampir semua parameter air laut berada di bawah baku mutu
lingkungan. Parameter yang telah melebihi baku mutu lingkungan adalah cadmium dan
seng.
Tabel 29. Hasil Analisis Kualitas Air Laut di Sekitar Lokasi Rencana Pulau F
Hasil
TEST REGULAT
No. UNIT
DESCRIPTION SW1 SW2 SW3 SW4 SW5 SW6 ORY LIMIT
I Phisical
1 Brightness >5 >5 >5 >5 >5 >5 >3 Meter
2 Odour Natural Natural Natural Natural Natural Natural Natural -
3 Turbidity 0.8 1.2 0.9 2.3 2.1 2.3 <5
coral : 20
4 TSS 5 5 6 10 13 15 mangrove mg/L
: 80
5 Rubbish none none none none none none none -
0
6 Temperature 30 30 30 30 30 30 Natural C
7 Oil Film none none none none none none none -
II Chemical
1 pH 8 8 8.1 8.1 8.1 7.9 7 - 8,5 pH units
2 Salinity 29.3 29.4 29.5 29.1 29.3 29.1 Natural
3 DO 6.5 6.4 6.3 6 5.9 5.5 >5 mg/L
4 BOD5 4 4 5 6 8 6 20 mg/L
5 Amonia, NH3-N 0.11 0.15 0.18 0.21 0.23 0.19 0.3 mg/L
6 Phospate, PO4-P <0,11 <0,01 <0,01 <0,01 0.01 <0,01 0.015 mg/L
7 Nitrate, NO3-N <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0.008 mg/L
8 Cyanide, CN <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 <0,02 0.5 mg/L
9 Sulhide, H2S <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 0.01 mg/L
10 PAH <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.003 mg/L
11 Phenol <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.002 mg/L
12 PCB's <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.01 mg/L
13 Surfactant, MBAS 0.026 0.029 0.037 0.033 0.044 0.028 1 mg/L
14 Oil and Grease <1 <1 <1 <1 <1 <1 1 mg/L
15 Pesticide <0,0024 <0,0024 <0,0024 <0,0024 <0,0024 <0,0024 0.01 mg/L
16 Tri Butil Tin, TBT <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.01 mg/L
III Metals :
1 Mercury, Hg <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 0.001 mg/L
IV Biological
MPN/100
1 Total Coliform 25 30 45 60 70 55 1000
ml
Cell/100
2 Patogen none none none none none none none
ml
Sumber: Hasil Analisis kualitas air laut dalam Amdal Reklamasi Pulau F, 2014 Keterangan: *)
Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 ( Untuk Biota Laut)
Tabel 30. Kualitas Air Saluran Ciliwung yang Bermuara di Marina Ancol Tahun 2011
Hasil Analisis
No Parameter Satuan BML*)
April Juli Sept Okt Des
1 Fosfat Mg/l 0,60 0,97 0,85 1,60 1,40 0,5
2 BOD Mg/l 25 30 25 22 22 20
3 COD Mg/l 90 90 100 80 70 30
Sumber: Status Lingkungan Hidup Daerah Prov. DKI, 2011
Keterangan: *) Pergub DKI No. 582 Tahun 1995 Tentang Penetapan Peruntukan Dan Baku Mutu Air Sungai / Badan Air
Serta Baku Mutu Limbah Cair Dl Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lampiran D: Pertanian Dan
Usaha Perkotaan)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau KOB (kebutuhan oksigen biokimiawi) adalah
jumlah oksigen yang diperlukan untuk degradasi biologis dari senyawa organik dalam
suatu sampel. Pengukuran BOD dengan sendirinya digunakan sebagai dasar untuk
mendeteksi kemampuan senyawa organik dapat didegradasi (diurai) secara biologis dalam
air. Perbedaan antara BOD dan COD (Chemical Oxygen Demand) adalah bahwa COD
menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat didegradasi secara biologis.
Secara analitis BOD (biochemical oxygen demand) adalah jumlah mg oksigen yang
dibutuhkan untuk menguraikan zat organik secara biokimiawi dalam 1 liter air selama
pengeraman 5 x 24 jam pada suhu 20 oC. Sedangkan COD (chemical oxygen demand)
atau KOK (kebutuhan oksigen kimiawi) adalah jumlah (mg) oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasikan zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator
kalium dikromat selama 2 jam pada suhu 150
o
C.
Data parameter BOD dan COD di lokasi Saluran Ciliwung di Marina Ancol sebagai mana
tersaji pada tabel di atas tercatat antara 22 mg/l sampai 30 mg/l sementara baku mutu
lingkungan 20 mg/l. Dengan demikian parameter BOD telah melebihi baku mutu
lingkungan. Selanjutnya parameter COD tercatat antara 70 mg/l sampai 100 mg/l
sementara baku mutu lingkungan 30 mg/l). Dengan demikian nilai COD sudah jauh diatas
baku mutu lingkungan. Tingginya nilai BOD dan COD diperairan ini diduga karena
banyaknya buangan dari limbah domestik dari penduduk di sekitar saluran Ciliwung. Selain
itu Saluran Ciliwung yang berada di lokasi Marina Ancol digunakan untuk tambatnya
kapal-kapal.
Total Fosfat
Fosfor merupakan nutrisi penting untuk semua tanaman air dan ganggang. Fosfor di
alam dibutuhkan hanya dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga kelebihan fosfor dapat
dengan
mudah terjadi. Kelebihan fosfor biasanya dianggap polutan karena dapat menyebabkan
eutrofikasi yaitu suatu kondisi dimana nutrisi kandungannya berlebih yang menyebabkan
peningkatan pertumbuhan alga. Eutrofikasi dapat menurunkan tingkat oksigen terlarut
dalam air dan dapat membuat air ditumbuhi oleh banyak organisme air. Fosfor sering
menjadi faktor pembatas yang menentukan tingkat eutrofikasi yang terjadi .
Sebagian besar fosfor dalam air permukaan hadir dalam bentuk fosfat. Ada empat
klasifikasi fosfat sering disebut dalam literatur lingkungan yaitu:
Hasil analisis parameter total fosfat tercatat antara 0,6 mg/l sampai 1,6 mg/l sementara
nilai baku mutu lingkungan adalah 0,5 mg/l. Dengan demikian parameter fosfat sudah
melebihi baku mutu lingkungan. Tingginya nilai fosfat di lokasi tersebut dimungkinkan
karena banyaknya kontribusi dari limbah domestik dari pemukim-pemukim yang ada di
sekitar sungai.
2.1. KOMPONEN BIOLOGI
2.1.1. Fitoplankton
Fitoplankton merupakan biota yang penting di dalam perairan. Hal ini disebabkan karena
dalam kehidupannya selain dapat menyumbang bahan organik atau sebagai pakan dari
strata rantai makanan juga menghasilkan oksigen di dalam ekosistem perairan. Oleh
karena pentingnya posisi dari fitoplankton ini, maka keberadaannya dapat dipergunakan
sebagai tolok ukur stabilitas perairan yang dicirikan oleh nilai indeks biologisnya seperti
indeks keanekaragaman, dominansi dan keseragamannya serta status kesuburan
perairan. Perkem- bangan fitoplankton dapat menyumbang siklus tropik perairan dicirikan
oleh kemampuan fungsionalnya yang terukur baik dalam bentuk produktivitas primer.
Sedangkan oksigen hasil fotosintesisnya berguna untuk respirasi biota akuatik lainnya.
Kemampuan berproduksi fitoplankton merupakan implementasi kemampuan biota ini
mengubah energi kinetik cahaya matahari dengan bantuan nutrien untuk diubah sebagai
energi dan asam amino. Keterangan ini diperjelas oleh Nyabakken (1992) bahwa unsur
utama yang mempengaruhi sistem biologik fitoplankton adalah intensitas cahaya
matahari, nutrien serta suhu sebagai katalis enzimatis. Dikaitkan dengan fenomena
pencemaran lingkungan perairan dan kemampuan fisiologis serta efek sirkulasi materi
energi perairan melalui fitoplankton, maka masukan berbagai unsur kimia dalam perairan
tidak semata berpengaruh lethal sesaat terhadap biota tingkat tinggi (yang dikonsumsi
manusia) secara langsung, akan tetapi melalui jalur food web (jejaring makanan)
keseragaman biota air dapat menggambarkan kondisi ekosistem disamping juga menilai
produktivitasnya.
Kriteria stabilitas perairan berdasarkan keberadaan fitolankton mengacu kepada pendapat
Pillou (1985) yaitu ditentukan oleh nilai indeks keanekaragamannya, yang dikelompokkan
menjadi 3 golongan yaitu :
• Nilai indeks keanekaragamannya < 1,5 berarti perairan tidak stabil,
• Nilai indeks keanekaragamannya 1,5 – 2,5 berarti perairan cukup stabil,
• Nilai indeks keanekaragamannya > 2,5 berarti perairan stabil
Tabel 31. Hasil Identifikasi Fitoplankton
Hasil Identifikasi
ORGANISME Satuan
AL - 1 AL - 2 AL - 3 AL - 4 AL - 5
BACILLARIOPHYCEAE
Chaetoceros sp. Sel/m3 173.076.750 1.318.680 178.516.305 64.285.650 145.310.220
Coscinodiscus sp. Sel/m3 828.864 414.432 103.608 155.412 500.772
Thalassiosira sp. Sel/m3 1.226.028 0 1.139.688 483.504 552.576
Skeletonema sp. Sel/m3 1.674.996 0 414.432 656.184 14.867.748
Thalassiothrix sp. Sel/m3 224.484 189.948 103.608 120.876 189.948
Pleurosigma sp. Sel/m3 51.804 17.268 51.804 34.536 120.876
Nitzschia sp. Sel/m3 103.608 0 0 0 259.020
Streptotheca sp. Sel/m3 51.804 51.804 328.092 293.556 51.804
Rhizosolenia sp. Sel/m3 34.536 69.072 51.804 17.268 120.876
Climacodium sp. Sel/m3 103.608 0 0 0 0
Bacteriastrum sp. Sel/m3 120.876 0 0 0 69.072
Hemiaulus sp. Sel/m3 0 0 0 0 51.804
DINOPHYCEAE
Peridinium sp. Sel/m3 483.504 0 379.896 103.608 967.008
Ceratium sp. Sel/m3 466.236 17.268 379.896 120.876 673.452
Dinophysis sp. Sel/m3 17.268 0 17.268 17.268 0
Noctiluca sp. Sel/m3 17.268 2.193.036 34.536 86.340 34.536
Prorocentrum sp. Sel/m3 0 0 0 0 17.268
Jumlah Taksa taksa 15 8 12 12 15
Kelimpahan (Sel/m³) Sel/m3 178.481.634 4.271.508 181.520.937 66.375.078 163.786.980
Indeks Keragaman - 0,19 1,23 0,12 0,20 0,45
Indeks Keseragaman - 0,07 0,59 0,05 0,08 0,17
Indeks Dominansi - 0,94 0,37 0,97 0,94 0,80
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Proling Fakultas Perikanan IPB, tanggal 27 -10-2014
Keterangan: Lokasi Pengambilan sama dengan kualitas air laut
2.1.9. Zooplankton
Zooplankton adalah jenis plankton hewani. Jenis ini hanya mampu memanfaatkan
fitoplankton sebagai sumber energinya. Berbeda dengan fitoplankton yang mampu
memanfaatkan unsur inorganik sebagai sumber nutrisinya. Biota ini sudah mampu
bergerak baik dalam upaya untuk mempertahankan diri maupun di dalam mencari makan.
Jenis zooplankton mempunyai ukuran relatif beragam sesuai dengan sejarah hidupnya.
Dalam hal ini ada diantaranya yang
selamanya terdapat dalam ukuran planktonik, namun sebagian besar merupakan jenis
yang dapat berubah ukuran pada umur dewasanya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, kemampuan fungsional zooplankton sangat
ditentukan oleh kualitas maupun kuantitas fitoplankton. Hal ini disebabkan sumber nutrisi
utama bagi kehidupannya adalah fitoplankton. Sama halnya dengan pengamatan yang
telah dilakukan sebelumnya di wilayah studi maka dapat diperlihatkan profil zooplankton.
Ini juga dimaksudkan untuk memperlihatkan sejauh mana lingkungan fisik memberikan
konstribusi kehidupan biota yang ada.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium (Tabel 32), indeks keragaman berkisar antara
1,50 sampai 1,85. Nilai ini menunjukkan perairan memiliki kestabilan cukup stabil dan
tingkat pencemaran ringan.
Tabel 32. Hasil Identifikasi Zooplankton
Hasil Identifikasi
ORGANISME Satuan
AL - 1 AL - 2 AL - 3 AL - 4 AL - 5
CRUSTACEAE
Nauplius Ind/m3 267.750 37.800 92.925 40.950 266.175
Oithona sp. Ind/m3 61.425 12.600 15.750 12.600 107.100
Euchaeta sp. Ind/m3 1.575 0 0 0 0
Neocalanus sp. Ind/m3 26.775 11.025 9.450 17.325 96.075
Euterpina sp. Ind/m3 7.875 0 1.575 20.475 12.600
Calanus sp. Ind/m3 11.025 14.175 4.725 4.725 4.725
Candacia sp. Ind/m3 1.575 0 0 0 4.725
Paracalanus sp. Ind/m3 4.725 0 0 0 0
Balanus sp. Ind/m3 6.300 1.575 0 0 25.200
Corycaeus sp. Ind/m3 0 0 1.575 0 0
Lucifer sp. Ind/m3 0 0 0 1.575 0
Calocalanus sp. Ind/m3 0 0 0 1.575 0
Oncaea sp. Ind/m3 0 0 0 1.575 0
Acartia sp. Ind/m3 0 0 0 0 3.150
Penilia sp. Ind/m3 0 1.575 0 0 0
CILIATA
Favella sp. Ind/m3 6.300 6.300 3.150 0 11.025
Codonella sp. Ind/m3 1.575 0 0 0 0
Codonellopsis sp. Ind/m3 0 0 3.150 0 1.575
Eutintinnus sp. Ind/m3 0 0 0 0 1.575
Tintinnopsis sp. Ind/m3 6.300 0 3.150 0 3.150
UROCHORDATA
Oikoleura sp. Ind/m3 18.900 0 9.450 6.300 26.775
POLYCHAETA (Larva) Ind/m3 3.150 0 0 0 6.300
BIVALVIA (Larva) Ind/m3 17.325 9.450 12.600 7.875 20.475
ROTIFERA
Trichocerca sp. Ind/m3 0 0 0 0 1.575
Jumlah Taksa taksa 15 8 11 10 16
Kelimpahan (Ind/m3) Ind/m3 442.575 94.500 157.500 114.975 592.200
Indeks Keragaman - 1,50 1,72 1,51 1,85 1,74
Indeks Keseragaman - 0,55 0,83 0,63 0,80 0,63
Indeks Dominansi - 0,39 0,23 0,37 0,20 0,27
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Proling Fakultas Perikanan IPB, 2 tanggal 27 -10-2014
Keterangan:
AL- 1 6° 6'37.10"S 106°48'35.71"E AL- 4 6° 4'41.71"S 106°50'19.17"E
AL- 2 6° 6'31.33"S 106°50'12.87"E AL- 5 05⁰56'19,44" S 106⁰44'40,55" E
AL- 3 6° 4'40.92"S 106°47'56.41"E
2.1.1. Benthos
Benthos sebenarnya dapat terdiri dari fitobenthic dan zoobenthic, yang termasuk ke
dalam biota fitobenthic di samping tumbuhan tingkat rendah seperti fitoplankton, dapat
juga algae atau rumput laut (sea grasses). Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga
baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah
yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor- faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan bentos terus
menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah.
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh factor biotik
maupun abiotik. Faktor biotik seperti produsen, yang merupakan salah satu sumber
makanan bagi hewan bentos. Sedangkan faktor abiotik seperti suhu, arus, oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N),
kedalamam air dan substrat dasar. Secara fungsional, biota ini mempunyai peranan yang
mendasar dalam mekanisme rantai makanan sebagaimana halnya dengan Fitoplankton.
Peranan utamanya adalah sebagai hirarkhi dasar dalam food web benthik. Komponen
nekton demersal sangat menggantungkan kepada kekayaan komponen ini, di samping
sebagian diantaranya akan pemakan serasah. Perbedaannya dengan fitoplankton adalah
dalam memanfaatkan pakan, maka biota ini sebagian besar bersifat filter feeder.
Meskipun nekton demersal tidak seluruhnya memanfaatkan biota ini, namun
keberadaannya cukup penting. Di samping kepentingan fungsional, maka oleh sifatnya
yang sessile maka beberapa jenis dari komponen hewan biota makrobenthos seringkali
dipergunakan sebagai indikator pencemaran perairan.
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 33) indeks keragaman (indeks diversitas) bentos
diperoleh nilai 0,24 sampai 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa perairan tidak stabil. Kondisi
ini disebabkan oleh karena tekanan dari kualitas air sebagai media hidup benthos,
meskipun hasil analisis sesaat menunjukkan kualitas air lebih baik.
Tabel 33. Hasil Identifikasi Benthos
Hasil Identifikasi
ORGANISME Satuan
AL - 1 AL - 2 AL - 3 AL - 4 AL - 5
POLYCHAETA
Nereis sp. Ind/m2 116 29 0 0 116
Ancistrosylis sp. Ind/m2 145 0 0 29 29
Eunice sp. Ind/m2 174 145 0 0 0
Nephtys sp. Ind/m2 29 145 87 87 87
Glycera sp. Ind/m2 29 0 0 0 0
Notomastus sp. Ind/m2 0 0 29 0 0
ECHIURIDA Ind/m2
Thalassema sp. Ind/m2 0 0 0 29 29
Jumlah taksa taksa 5 3 2 3 4
Kepadatan (Ind/m²) Ind/m2 493 319 116 145 261
Indeks Keragaman - 0,61 0,41 0,24 0,34 0,45
Indeks Keseragaman - 0,87 0,85 0,81 0,83 0,87
Indeks Dominansi - 0,27 0,42 0,63 0,51 0,38
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Proling Fakultas Perikanan IPB, 2 tanggal 27 -10-2014
Keterangan:
AL- 1 6° 6'37.10"S 106°48'35.71"E AL- 4 6° 4'40.92"S 106°47'56.41"E
AL- 2 6° 6'31.33"S 106°50'12.87"E AL- 5 6° 4'41.71"S 106°50'19.17"E
AL- 3 6° 4'56.14"S 106°48'58.89"E
2.1.1. Nekton
Jenis ikan laut sekitar Teluk Jakarta diketahui dan dicatat berdasarkan data Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI 712) di wilayah penangkapan Teluk
Jakarta dan Laut Jawa. Berdasarkan data tersebut, ikan-ikan yang terdapat di perairan
Teluk Jakarta dan sekitarnya terdiri dari ikan pelagis kecil, sebagian ikan pelagis besar,
ikan demersal dan jenis non ikan Tabel 34.
Tabel 34. Jenis-Jenis Ikan yang Ditemukan di Perairan Wilayah Studi
No Nama Ikan Nama Ilmiah No Nama Ikan Nama Ilmiah
IKAN
1 Belanak Valamugil speigleri 22 Lemadang Coryphaena hippurus
2 Bentong Selar crumenophthalmus 23 Alu-alu Sphyraena sp
3 Cendro Tylosurus spp 24 Bawal Bramidae sp
4 Talang-talang Chorinemus tala 25 Biji nangka Upeneus moluccensr's
5 Ikan terbang Cypsilurus poecilopterus 26 Gerot-gerot Pomadasydae sp
6 Japuh Dussumieria acuta 27 Golok-golok Chirocentrus dorab
7 Julung-julung Hemirhamphus far 28 Kuniran Upeneus moluccensis
8 Kembung Rastrelliger sp. 29 Gulamah Angyrosomus sp
9 Layang Decapterus sp. 30 Ikan sebelah Psettodes erumeri
10 Lemuru Sardinella longiceps 31 Ikan Lidah Cynoglossus lingua
11 Selanget Dorosoma chacunda 32 Kapas-kapas Geres punctatus
12 Selar Selaroides leptolepis 33 Kerong-kerong Terapon Jarbua
13 Sunglir Elagatis bipinnulatus 34 Kurau Eleutheronema sp
14 Tembang Sardinella fimbriata 35 Kurisi Nemipterus sp
15 Teri Stolephorus commersonii 36 Senangin Eleutheronema sp
16 Terubuk Hilsa toli 37 Kuwe Caranx ignobilis
17 Tongkol Euthynnus affinis 38 Layur Atlantic cutlassfish
18 Cucut botol Hemigaleus balfouri 39 Manyung Netuma thalassina
19 Ikan layaran Istiophorus orientalis 40 Pari Manta birostris
20 Ikan pedang Xiphias gladius 41 Peperek Caesio caerulaurea
21 Tengiri Scomberomorus sp
NON-IKAN
1 Teripang Holothria sp.
2 Udang Barong Panulirus sp.
3 Udang Putih Panaeus merguensis
4 Tiram Crassostrea cuculata
5 Rajungan Portunus pelagicus
6 Kepiting Scylla serrata
7 Cumi-cumi Loligo spp.
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap di Laut WPPNRI 712, 2013
Berdasarkan tabel ditas terlihat bahwa penduduk di Kelurahan Ancol yang luasnya
31,65% luas Kecamatan Pedemangan dihuni oleh 18,05% penduduk, sebaliknya
Kelurahan Penjaringan yang luasnya mencapai 8,71% dari kecamatan Penjaringan
dhihuni oleh 37,45% penduduk. Dari tabel juga terlihat bahwa jika dibandingkan
kepadatan penduduk antara masing-masing kelurahan dengan kecamatannya terlihat
bahwa kepadatan di Kelurahan Ancol lebih jarang dari kepadatan Kecamatan, dan
sebaliknya untuk Kelurahan Penjaringan jauh lebih padat dibandingkan dengan kepadatan
kecamatannya. Data diatas juga menunjukkan bahwa Kelurahan Penjaringan mempunyai
kepadatan lebih dari tiga kali kepadatan penduduk di Kelurahan Ancol. Kepadatan di
wilayah ini termasuk padat, karena standar BPS untuk kepadatan kota metropolitan >
5000 jiwa/km2.
Jika dibandingkan antara penduduk laki-laki dan perempuan, maka sex rasio di wilayah
studi mencapai 111 s/d 112, artinya Setiap 100 orang perempuan tersedia 111 s/d 112
orang laki- laki. Tingginya sex ratio di wilayah ini menunjukkan bahwa wilayah ini
merupakan wilayah tempat tujuan migrasi.
2.2.1.1. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk disuatu wilayah ditandai dengan kelahiran, kematian, pindah dan
datang. Selisih jumlah kelahiran dengan kematian disebut pertumbuhan penduduk alami,
sedangkan selisih penduduk pindan dan datang disebut dengan pertumbuhan penduduk
karena migrasi. Untuk Kelurahan Ancol pertumbuhan penduduk alami sebesar + 16 jiwa
atau 0,05%, sedangkan pertumbuhan penduduk karena migrasi – 36 jiwa atau -0,11%.
Dengan demikian pertumbuhan penduduk tahun 2012 adalah -20 jiwa atau -0,06 %.
Angka pertumbuhan penduduk sebesar tersebut tergolong sangat kecil. Kondisi mobilitas
penduduk selengkapnya disajikan pada grafik berikut.
20
18
16
14
12
10
8 Januari februari maret april mai juni juli agustus september oktober nopember desember
lahir 10 14 6 5 5 18 18 4 5 5 5 2
mati 2 5 3 9 6 9 9 4 13 7 5 9
pindah 2 10 12 12 12 14 8 18 7 5 3 5
datang 0 5 2 7 4 12 6 6 4 4 4 2
Jika dibandingkan antara mobilitas penduduk di kedua Kelurahan ini selama tahun 2013
akan terlihat seperti tabel berikut:
Berdasarkan data tabel diatas dapat dihitung bahwa pertumbuhan penduduk karena alami
(lahir – mati) di kelurahan Ancol relative rendah jika dibandingkan dengan di Kelurahanan
Penjaringan, tetapi pertumbuhan penduduk akrena migrasi, di Kelurahan Ancol masih
positif, tetapi di Kelurahan Penjaringan telah negative. Namun demikian pertumbuhan
total penduduk di kedua kelurahan ini masih positif 1,38 – 1,30 %. Sebagaimana disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 37. Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Studi
Pertumbuhan alami Perumbuhan karena Pertumbuhan
No Kelurahan/Kec
(%) migrasi (%) Penduduk (%)
1 Kel Ancol 0.95 0.43 1.38
2 Kec. Pedemangan 1.11 0.26 1.37
3 Kel. Penjaringan 1.47 -0.16 1.30
4 Kec. Penjaringan 1.23 0.14 1.37
Sumber: Kec. Pademangan dan Penjaringan dalam angka 2014
Data penduduk kelurahan Ancol berdasarkan kelompok umur dapat dilihat sebagai berikut:
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa kondisi penduduk di Kelurahan Ancol sangat
timpang, dimana jumlah penduduk usia 0-4 tahun sangat besar, kemudian umur 5-9
tahun sampai 20-24 tahun relative sama, tetapi umur 30 sampai 39 tahun kembali
mengecil dan besar lagi pada kelompok umur 40-49 tahun. Lebih lanjut jika di lihat
penduduk yang berumur kecil dari 15 tahun sebanyak 6.927 jiwa atau 41,27% dan
penduduk yang berumur lebih besar dari 64 tahun sebanyak 100 jiwa atau 0,60%.
Memperhatikan hal ini, dapat dikatakan bahwa penduduk Kelurahan Ancol merupakan
penduduk muda, yang akan berkembang. Jika dihitung angka ketergantungan di wilayah
ini adalah :
Berdasarkan data laporan tahunan kelurahan ancol tahun 2013 terlihat bahwan mata
pencaharian penduduk Kelurahan Ancol yang dominan adalah sebagai karyawan baik
karyawan pemerintah maupun swasata (53,80%), selain itu adalah bekerja sebagai
pedagang (7,57%), dan sangat kecil bekerja sebagai tukang (0,30%), sebanyak 9,95%
bekerja serabutan seperti ngojek, tukang parkir dan penjual jasa lainya.
Kelurahan Ancol merupakan kelurahan yang menjadi tempat pariwisata di DKI Jakarta,
oleh karena itu fasilitas perekonomian di wilayah ini telah berkembang dengan baik. Di
Kelurahan ini terdapat beberapa unitbank, pasar, toko swalayan, Mall, hotel dan restoran.
Fasilitas perekonomian di Kelurahan Ancol selengkapnya disajikan pada tabel berikut.
Tabel 39. Fasilitas Perekonomian di di Wilayah Studi (unit)
Kelurahan Kelurahan
No Fasilitas Perekonomian
Penjaringan Ancol
1 Bank (negeri/swasta) 13 16
2 Koperasi simpan pinjam 9 12
3 Pasar 3 1
4 Swalayan 1 1
5 Mall 1 4
6 Perusahaan 50 17
7 Hotel 0 7
8 Losmen 2 1
9 Restoran 45 41
10 Warung / toko 119 132
Sumber: Pademangan dan Penjaringan Dalam Angka, 2014
Untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat disuatu wilayah dalam studi ini didekati
dengan melihat fasilitas perumahan yang ditempati masyarakat tersebut. Semakin baik
fasilitas perumahan yang ada di masyarkat, akan menunjukkan semakin baik pula tingkat
kesejahteraan masyarakat dimaksud.
Berdasarkan kondisi fisiknya, bangunan tempat tinggal penduduk di wilayah studi
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu: Bangunan permanen, semi permanen
dan sementara. Berdasarkan pendataan BPS akhir tahun 2013, di Kelurahan Ancol
terdapat 46,86% rumah permanen, 46,88% rumah semi permanen dan 6,26% rumah
sementara (darurat), sedangkan di Kelurahan Penjaringan terdapat 53,03 % bangunan
tempat tinggal penduduk yang permanen, 32,31% semi permanen dan 14,66% rumah
sementara (darurat). Berdasarkan hal tersebut dengan melihat proporsi bangunan tempat
tinggal penduduk yang masih menempati bangunan sementara/darurat, dapat
diindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di kelurahan Ancol relative lebih
baik dari tingkat kesejahteraan penduduk di Kelurahan Penjaringan, karena jumlah
masyarakt yang belum sejahtera di Kelurahan Penjaringan mencapai 14,66%, sedangkan
di Ancol hanya 6,26%. Kondisi fisik bangunan tempat tinggal penduduk di wilayah studi
selengkapnya disajikan apda tabel berikut:
Tabel 40. Kondisi Fisik Tempat Tinggal Penduduk di Wilayah Studi (dalam prosentase)
No Kelurahan Permanen Semi Permanen Sementara/darurat
1 Ancol 46,86 46,88 6,26
2 Penjaringan 53,03 32,31 14,66
Sumber: Pademangan dan Penjaringan dalam angka 2014
Kelompok masyarakat yang tinggal di real estate, umumnya adalah masyarakat yang
mapan, biasaya bekerja di sector keuangan, perdagangan atau property. Kelompok ini
biasanya tidak banyak berinteraksi dengan lingkungan. Karena banyak menghabiskan
waktunya di luar rumah (ditempat kerja atau di tempat rekreasi). Real estate ini antara
lain terdapat di Ancol Timur.
2.2.3.3. Pendidikan
Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, diperoleh informasi bahwa
kesadaran terhadap perlunya pendidikan telah semakin tinggi. Banyak diantara responden
menyebutkan bahwa putra putrinya telah sekolah di tingkat SLTP atau di SLTA, dan
mereka ingin agar putra- putri tersebut dapat melanjutkan pendidikannya sampai ke
perguruan tinggi. Nampaknya adanya program pemerintah yang membebaskan biaya
sekolah sampai tingkat SLTA sangat membantu meningkatkan pendidikan masyarakat
khususnya golongan kecil dan menengah.
Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan tidak ditemukan baik didalam Kecamatan
dalam angka, maupun di dalam laporan tahunan masing-masing kelurahan. Oleh karena
itu sebagai gambaran dilakukan melalui pendekatan fasilitas pendidikan serta rasio murid
dan guru serta rasio murid dan sekolah di wilayah ini.
Di Kelurahan Ancol telah ada faslitas pendidikan sejak dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tingi. Jumlah fasilitas pendidikan di wilayah ini secara lengkap tersaji pada
tabel berikut:
Tabel 42. Fasilitas Pendidikan di Wilayah Studi
No Jenis Fasilitas Pendidikan Kelurahan Ancol Kel. Penjaringan
Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah
1 TK 0 3 3 0 12 12
2 Sekolah Dasar 4 3 7 12 7 19
3 SLP 1 3 4 1 6 7
4 SLTA 0 1 1 1 2 3
3 SMK 0 0 0 0 3 3
4 Madrasah Ibtidaiya 0 0 0 0 9 9
5 Madrasah Tsanawiyah 0 0 0 0 1 1
6 Universitas 0 1 0 0 1 1
Sumber: Kec. Pademangan dan Penjaringan dalam angka 2014
Dari tabel diatas, terlihat bahwa fasilitas pendidikan yang ada tidak saja yang
dibangundan dibiayai oleh Negara, tetapi lebih banyak yang dibangun dan dibiayai oleh
swasta. Banyaknya fasilitas pendidikan yang berasal dari swasta menunjukkan bahwa
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan telah cukup tinggi.
Tabel 43. Sebaran Penduduk (%) di Wilayah Studi berdasarkan Sumber Air Minum
Air Tanah/
Kemasan/
No Kelurahan/Kecamatan Sumur Beli Pikulan Jumlah
PDAM
Pompa
1 Kelurahan Ancol 72,99 0 27 100
Kec. Pedemangan 82,15 0 17,85 100
2 Kelurahan Penjaringan 67,50 0 32,50 100
Kec. Penjaringan 61,21 0 38,79 100
Sumber: Kec. Pademangan dan Penjaringan dalam angka 2014
Responden adalah kepala keluarga (baik Bapak maupun ibu). Berdasarakan jenis kelamin
responden terdiri dari 70% laki-laki dan 30 % perempuan
Berdasarkan umur terlihat bahwa sebagian besar (80 %) berada dalam kisaran umur 30-60
tahun, hanya 20 % responden yang berumur >60 tahun.
Berdasarkan lama tinggal di wilayah tersebut, terlihat bahwa sebagian besar responden
(82%) menyatakan telah tinggal di wilayah ini lebih dari 10 tahun, 9% telah tinggal selama
5-9 tahun dan 9% yang menyebutkan kurang dari 5 tahun.
Berdasarkan pekerjaan, terlihat bahwa 20 orang berprofesi sebagai karyawan (swasta atau
negeri),
10 orang wiraswasta/pedagang, 5 orang nelayan dan 5 orang dengan pekerjaan sebagai
buruh/sopir/ojek.
Ditinjau dari pendapatan responden, terlihat sangat berfariasi dengan ketimpangan yang
sangat tinggi, dimana perbandingan antara pendapatan terendah dengan pendapatan
tertinggi 1 : 130. Disamping itu tercatat bahwa 40% responden yang berpendaptan rendah
hanya menerima 16% dari jumlah pendapatan, sedangkan 20% responden yang
berpendaptan tinggi menerima proporsi 56,63% pendaptan. Pendaptan responden
terendah Rp. 300 ribu/bulan, tertinggi Rp. 40,20 juta
/bulan, pendapatan responden rata-rata Rp. 4,37 juta/bulan.
Jika diperhatikan lebih lanjut dari pendpatan rata-rata dapat disimpulkan bahwa besarnya
pendapatan responden tersebut berada diatas UMP DKI Jakarta (UMP DKI 2013,
2.400.000,-).
Namun demikian jika diperhatikan sebaran pendapatan, akan nampak bahwa 37%
responden berada dibawah UMP.
Pendapat responden terhadap kondisi ekonomi/pendapatan tahun sekarang dibandingkan
tahun lalu, sebanyak 50% responden menyatakan sama saja, dan 12,5% menyatakan
lebih buruk dibandingkan tahun lalu, sedangkan yang menyatakan lebih baik sebanyak
25% sebagaimana tergambar pada table berikut.
Dari hasi wawancara terhadap rencana reklamasi pulai I, hasilnya dapat disampaikan
sebagai berikut: Masyarakat Ancol sebenarnya telah tau adanya reklamasi yang
dilakukan oleh berbagai perusahaan denganberbagai tujuan di wilayah pantai utara
Jakarta tersebut. Namun demikian terhadap rencana kegiatan reklamasi pembangunan
pulau I tidak banyak diketahui masyarakat. Dari serangkaian wawancara yang
dilakukan dengan pemuka masyarakat di Kelurahan Ancol hanya 30% yang telah
mendapatkan informasi rencana tersebut. Angka ini akan lebih kecil lagi jika ditanyakan
ke masyarakat, dimana hanya 10 % yang mengetahui. Sumber informasi tersebut
mereka dapatkan dari teman-ke teman dan ada juga dari kehadiran mereka pada waktu
konsultasi public yang dilakukan pada waktu menyusun kerangka acuan amdal.
Pengetahuan terhadap rencana reklamasi pulau I tersebut hanya sekedar tau saja,
bagaimana teknisnya pekerjaan reklamasi mereka tidak mengetahui. Dalam bayangan
mereka pekerjaan ini tentu akan mendatangkan tanah atau batu yang sangat banyak
dari darat, sehingga hal tersebut akan menambah kemacetan lalulintas di sekitar Ancol
yang saat ini (eksisting) telah macet. Disisi lain hal ini juga akan menambah masalah
banjir di wilayah ini.
Lebih lanjut ketika ditanyakan terhadap opini setuju atau tidak terhadap penetapan area
pulau I tersebut, responden yang berasal dari tokoh masyarakat maupun dari
masyarakat menyatakan tidak keberatan/menyetujui (70-85%), jika pemerintah telah
menetapkan demikian. Responden memaklumi bahwa dengan adanya kegiatan tersebut
tentu akan memberikan manfaat kepada masyarakat seperti tenaga kerja dan peluang
berusaha, tetapi berdasarkan pengalaman pada kegiatan serupa, tidak akan banyak
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Sedangkan berbagai dampak negative
telah akan pasti menerpa mereka seperti: gangguan lalulintas perahu dan kapal,
kekeruhan air laut, dan banjir. Secara lengkap persepsi yang dihimpun tim tersaji pada
tabel berikut.
Lebih lanjut ketika ditanyakan harapan responden terhadap rencana reklamasi tersebut
dapat dihipun sebagai berikut:
- Agar dampak negative yang akan terjadi dapat ditanggulangi, sehingga tidak merugikan
masyarakat.
- Agar dapat memberikan manfaat kepada masyarakat misalnya lapangn kerja dan peluang
berusaha.
- Agar memberikan peluang kepada masyarakat sekitar untuk mendapatkan akses tempat
usaha/kerja di pulau tersebut.
• KEGIATAN LAIN DI SEKITAR
Sumber: http://www.pt-pp.com/?m=completed&pages=2
Tabel 48. Kegiatan Kapal Masuk dan Keluar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zacman
Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan
pelabuhan terpenting Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran. Kemudian pada
masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara
kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya
cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama
pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an,
nama kuno “Sunda Kelapa” kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini.
Pada jaman penjajahan Belanda, tempat ini merupakan pelabuhan utama, namun
seiring jalannya waktu tempat yang mempunyai arti sejarah bagi kota Jakarta ini
menjadi terlupakan. Saat ini pelabuhan ini menampung kapal phinisi yang berlayar
menuju Jakarta untuk membawa kayu dari daerah lainnya di Indonesia ke Jakarta.
Pelabuhan Sunda Kelapa terutama disinggahi kapal-kapal antar pulau dan pelayaran
rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong,
dan bahan bangunan.
Tabel 49. Arus Kunjungan Kapal dan Arus Barang di Pelabuhan Sunda Kelapa Agustus 2014
Kapal Bendera Indonesia Kapal Bendera Asing
Container Muatan
No Jenis Kapal Tiba Berangkat Muatan Cargo Tiba Berangkat
(Unit) Cair
Unit GT Unit GT B M B M B M Unit GT Unit GT
5 Kapal Tanker - - - - - - - - - - - - - -
Sumber: http://www.portofsundakelapa.org/en/
Dari rencana lokasi kegiatan terluar, ke Pelabuhan Sunda Kelapa berjarak 1500 meter
arah Barat Daya. Antara lokasi kegiatan dan pelabuhan dibatasi oleh perairan.
Taman Impian Jaya Ancol merupakan kawasan wisata terpadu yang telah berdiri sejak
tahun 1966. Sejak berdiri sudah ditujukan sebagai sebuah kawasan wisata terpadu
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pemda DKI
menunjuk PT Pembangunan Jaya sebagai Badan Pelaksana Pembangunan (BPP)
Proyek Ancol yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan peningkatan
perekonomian nasional serta daya beli masyarakat.
Obyek wisata yang ada di taman impian Jaya Ancol terdiri dari: Wisata Pantai dan
Taman; Dunia Fantasi (Dufan); Atlantis Water Adventure (Atlantis); Gelanggang
Samudra (Samudra); Sea World; Putri Duyung Cottages; Padang Golf Ancol; Marina;
Pasar Seni; Pulau Bidadari; Ritel; Hailai Executive Club; Kereta Gantung (Gondola);
Bowling dan Wisata Kuliner.
Dari rencana lokasi kegiatan terluar, ke tempat wisata Taman Impian Jaya Ancol
berjarak 3500 meter arah Tenggara. Antara lokasi kegiatan dan pelabuhan dibatasi
oleh perairan.
Pantai Mutiara dibangun lokasi hasil reklamasi di Teluk Jakarta. Kawasan perumahan
menawarkan panorama laut Jawa dan kepulauan Seribu. Kawasan pemukiman yang
diluncurkan sejak 1986 ini dilengkapi dengan dermaga kapal pesiar, kondominium,
rumah teras, penthouse, dan pusat olah raga.
Pantai Mutiara mempunyai jarak sekitar 2200 m dari rencana lokasi reklamasi Pulau I
sebelah Barat. Lokasi pantai Mutiara tidak berbatasan langsung dengan Pulau I karena
terhalang oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zacman.
a) Menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup yang timbul akibat
rencana usaha dan/atau kegiatan ini.
b) Menanggulangi, meminimisasi atau mengendalikan dampak negatif yang timbul saat
usaha dan/atau kegiatan beroperasi hingga kegiatan berakhir.
c) Meningkatkan dampak positif yang timbul akibat rencana usaha dan/atau kegiatan ini
sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada Pemrakarsa dan
masyarakat.
a) Mengatur jadwal pengangkutan peralatan dan material reklamasi pada malam hari pukul
22.00-05.00 WIB.
b) Menyediakan area bongkar muat kendaraan di Pantai Festival sekitar proyek.
c) Memasang penutup bagi truk-truk pengangkut material reklamasi yang keluar masuk
proyek dan membersihkan ban kendaraan sebelum keluar proyek untuk memperkecil
ceceran dan debu.
d) Mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup dan
dampak lingkungan hidup lainnya yang bersifat negatif akibat rencana usaha dan/atau
kegiatan ini.
e) Memahami fenomena-fenomena atau perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan/atau
kegiatan pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek sampai ke tingkat kawasan
atau bahkan regional, tergantung pada skala masalah yang dihadapi.
a) Menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup yang timbul akibat
rencana usaha dan/atau kegiatan ini.
b) Menanggulangi, meminimisasi atau mengendalikan dampak negatif yang timbul saat
usaha dan/atau kegiatan beroperasi hingga kegiatan berakhir.
c) Meningkatkan dampak positif yang timbul akibat rencana usaha dan/atau kegiatan ini
sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada Pemrakarsa dan
masyarakat.
Melakukan pengerukan lumpur di Kali Bintang Mas dan kanal Pulau K secara periodik untuk
mengurangi pendangkalan.
BAB IV
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Dalam bagian ini diuraikan bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan atas
dampak yang ditimbulkan kegiatan reklamasi Pulau K dalam rangka untuk menghindari,
mencegah, meminimisasi dan/atau mengendalikan dampak negatif dan meningkatkan dampak
positif.
Uraian bentuk-bentuk pengelolaan lingkungan hidup tersebut dicantumkan secara singkat dan
jelas dalam bentuk matrik atau tabel yang berisi elemen-elemen sebagai berikut :
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.1, sedangkan gambar
lokasi pengelolaan lingkungan saat Konstruksi dan Operasi dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2
berikut.
BAB III
RENCANA PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP
3.1 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pada bagian ini diuraikan secara singkat dan jelas rencana pemantauan dampak yang ditimbulkan
kegiatan reklamasi Pulau K dalam bentuk matrik atau tabel yang berisi elemen-elemen sebagai
berikut :
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1,
sedangkan gambar lokasi pemantauan lingkungan saat Konstruksi dan Operasi dapat
dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2 berikut.
LAMPIRAN 1
REKLAMASI PULAU K
1. Tahap Konstruksi
Selama tahap konstruksi yang bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan lingkungan di
area reklamasi Pulau K adalah PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk sebagai Pemrakarsa
yang didalam pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan Kontraktor Pelaksana.
”Laporan Pelaksanaan Izin Lingkungan” pada 3 (tiga) bulan setelah dokumen ini disetu- jui
BPLHD Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
Struktur Organisasi Pelaksana Pengelolaan dan Manajemen Pengelolaan Dampak pada saat
konstruksi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1 Struktur Organisasi Pelaksana Pengelolaan Lingkungan Saat Konstruksi
Secara keseluruhan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan pada tahap Paska
Konstruksi adalah PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk yang dalam pelaksanaannya
bekerjasama dengan Departemen Pengelolaan Property dan HSE.
Tugas dan wewenang PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk sebagai pengelola Pulau K ini
adalah sebagai berikut:
LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi Pengelolaan Lingkungan.
2. Baku Mutu Air Laut Sesuai Lampiran III Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Dari Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
KOP SURAT PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL TBK
SURAT PERNYATAAN
Jakarta Utara-14430
Selaku Penanggung Jawab atas Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan dari kegiatan :
Jakarta Utara
Telepon :-
Faksimili :-
Demikianlah Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan ini dibuat untuk menjadi
pedoman dalam pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan kami.
Jakarta, Tanggal-Bulan-Tahun
Hormat Kami
(Gatot Setyowaluyo)
Direktur Utama
KOP SURAT PT. PEMBANGUNAN JAYA ANCOL TBK SURAT
PERNYATAAN
No ..........
Selaku Penanggung Jawab atas Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan dari kegiatan :
Dalam rangka pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan dari kegiatan dimaksud
diatas, dengan ini menyatakan bahwa :
1. Mengurus pengesahan Kajian Hidrodinamika ke Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta.
2. Mengurus pengesahan Kajian Penanggulangan Banjir ke Dinas Tata Air Provinsi DKI
Jakarta.
3. Mengurus pengesahan Kajian Dampak Pemanasan Global (Global Warming) ke Dinas Bina
Marga Provinsi DKI Jakarta.
4. Akan mengurus Izin Membangun Prasarana ke Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta.
5. Akan melakukan Kajian Masterplan dan Panduan Rancang Kota (Urban Design
Guideline/UDGL) berkoordinasi dengan Dinas Penataan Kota Provinsi DKI Jakarta.
6. Akan mengurus Izin Pelaksanaan Reklamasi dari Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
7. Akan mengurus Surat Rekomendasi Pengambilan Material Reklamasi dari Dinas
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.
8. Akan mengurus Surat Izin Pengerukan dari Direktur Jenderal Pelabuhan dan Pengerukan
Kementerian Perhubungan.
9. Akan mengurus Surat Rekomendasi Lokasi Pembuangan Hasil Keruk (Dumping Area) dan
Syarat-syaratnya ke Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan usaha dan/atau
kegiatan kami.
Jakarta, Tanggal-Bulan-Tahun
Hormat Kami
(Gatot Setyowaluyo)
Direktur Utama
Tabel 2.1 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Kegiatan Reklamasi Pulau K
8. Mengatur jadwal
pengangkutan me lalui laut
diluar jadwal keberang- katan
dan kembalinya kapal dari/ke
Dermaga Pantai Marina serta
hari Sabtu dan hari libur.
3. Penurunan Debu & Gas Buang Kadar Debu, HC, 1. Memasang penutup bagi Di lokasi Selama Masa PT. Pemba- BPLHD Prov Gubernur
Kualitas Udara dari emisi kendara- CO, NO2 & SO2 di truk pe- ngangkut material kegiatan Konstruksi ngunan Jaya DKI Jakarta, up BPTSP
an pengangkut udara ambien tidak yang keluar masuk proyek. & sekitarnya Ancol Tbk Sudin Prov DKI
peralatan & melebihi baku mutu 2. Membersihkan ban-ban (Pantai Festival) Penata- an Jakarta,
material reklamasi sesuai SK Gub Prop truk pe- ngangkut material Kota Kota BPLHD Prov
DKI Jakarta No. 551 reklamasi dengan air sebelum Administrasi DKI Jakarta,
sebesar ± 110
Th 2001 : keluar proyek. Jakarta Walikota
kendaraan/hari &
▪ Debu: 230 ug/Nm3 3. Mematikan mesin Utara, Kantor Kota
Debu dari kegia- tan
▪ HC : 160 ug/Nm3 kendaraan pada saat bongkar Penge lola Administrasi
pengangkutan Jakarta
▪ CO:26.000ug/Nm3 muat. Lingku- ngan
material reklamasi. Utara, Dinas
▪ NO2 : 400 ug/Nm3 4. Kendaraan Operasional Hidup Kota
yang digu- nakan harus lolos Administrasi Penata an
▪ SO2 : 900 ug/Nm3
Uji KIR dan Uji Emisi. Jakarta Kota Prov
Utara, Sudin DKI Jakarta
Kesehatan Ja setiap 3
karta Utara, bulan
Kec.
Pademangan,
Kel. An- col
4. Peningkatan Pengoperasian ± Tingkat Kebisingan 1. Mematikan mesin Di lokasi Selama Masa PT. Pemba- BPLHD Prov Gubernur
Kebisingan 110 kendaraan tidak melebihi baku kendaraan pada saat bongkar proyek dan Konstruksi ngunan Jaya DKI Jakarta, up BPTSP
pengangkut mutu sesuai SK muat. sekitarnya Ancol Tbk Sudin Prov DKI
peralatan & Gub Prop DKI Jakar 2. Menempatkan peralatan (Hotel Mercure Penata- an Jakarta,
material reklamasi ta No. 551 Thn konstruksi Dozer, Back Hoe, & Pantai Kota Kota BPLHD Prov
perhari serta pengo- 2001 untuk Kawa- Genset, dll yang memiliki Festival) Administrasi DKI Jakarta,
san Rekreasi, Perda kebisingan tinggi di lokasi yang Jakarta Walikota
perasian peralatan
gangan & Jasa : 70 tidak terlalu dekat dengan Utara, Kantor Kota
konstruksi saat pe- Administrasi
dBA. Hotel Mercure terutama pada Penge lola
ngurugan/reklamasi. Jakarta
malam hari dan Pantai Festival Lingku- ngan
teruta- ma pada jam Hidup Kota Utara, Dinas
operasional pantai. Admini- Penata an
strasi Jakarta Kota Prov
DKI Jakarta
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
NO JENIS DAM
INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
A. BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) SAAT KONSTRUKSI
1. Peningkatan Tingkat Kegiatan Pengamatan langsung Di Kawasan An- Setiap hari PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Volume kelancaran pengang- kutan terhadap tingkat kelancaran col (Gerbang Se Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Kendaraan lalu lin- tas peralatan/ma- lalu lintas di Kawasan Ancol latan-Pemadam Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
di Jalan terial reklamasi & jalan-jalan di sekitarnya & Pintu Masuk Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
me- lalui darat yang menjadi jalur keluar depan Rukindo) nistrasi Jakarta Walikota Kota
menimbul kan masuk kendaraan proyek & ja lur keluar Uta- ra, Kantor Administrasi
bangkitan mak- Pengelo- la Jakarta Utara,
pada malam hari. masuk
simum sebesar ± Lingkungan Hidup Dinas Penata an
kendaraan
110 Kota Administra si Kota Prov DKI
proyek (Jl. Jakarta Utara, Su Jakarta, Sudin
kendaraan/hari.
Lodan Raya, Jl. din Perhubungan Perhubu ngan
RE Martadina ta Ja karta Utara, Jakarta Utara
& Jl. Pelabu- Kec. Pa setiap 3 bulan
han) demangan, Kel.
An
col
2. Gangguan Tingkat Kegiatan Pengamatan langsung Di perairan Setiap hari PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Transportasi kese- pengang- kutan terhadap tingkat kelancaran Ancol sekitar Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Laut lamatan peralatan dan lalu lintas kapal di perairan lokasi ke- giatan Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
pela- yaran material Ancol yang menjadi jalur Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
reklamasi melalui pelayaran kapal Jakarta Uta- ra, Walikota Kota
laut sebesar ± 5 pengangkutan peralatan dan Kantor Pengelo- la Administrasi
kapal/hari. material reklamasi. Lingkungan Hi- Jakarta Utara,
dup Kota Dinas Penata an
Administra si Kota Prov DKI
Jakarta Utara, Su Jakarta, Kantor
din Perhubungan Kesyah bandaran
Ja karta Utara, Utama Tan jung
Kantor Priok setiap 3
Kesyahbandaran bulan
Utama Tanjung
Pri- ok Cq. Bidang
Pen- jagaan
Patroli & Pe-
nyidikan, Kec.
Pade mangan,
Kel. Ancol
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
NO JENIS DAM
INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
Penurunan Kadar Debu, Debu & Gas Buang Pengambilan sampel Di Pantai Festival Setiap 3 PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up BPTSP
Kualitas HC, CO, NO2, dari emisi kendara- mengguna kan Air Sampler & Halaman Hotel (tiga) bulan Pembangunan karta, Sudin Prov DKI Jakarta,
Udara SO2 an pengangkut (Impinger) un- tuk Gas CO, Mercure Selama Masa Jaya Ancol Penata an Kota BPLHD Prov DKI
peralatan & material NO2 & SO2 selama 1 jam & HC Konstruksi Tbk Kota Administrasi Jakarta, Walikota
reklamasi sebesar ± selama 3 jam pada siang hari Jakarta Utara, Kota Administrasi
110 kendaraan/hari & Dust Sampler untuk Debu Kantor Pengelo- la Jakarta Utara, Dinas
& Debu dari kegia- selama 24 jam kemudian Lingkungan Hidup
Penata an Kota
tan pengangkutan dianalisa di Laboratorium Kota Administra si
Prov DKI Jakarta
material reklamasi. terakreditasi & dibandingkan Jakarta Utara, Su
SK Gub Prop DKI Jakarta No. din Kesehatan Ja- setiap 3 bulan
551 Thn 2001 yaitu : karta Utara, Kec.
- Debu: 230 ug/Nm3 Pa demangan, Kel.
- HC : 160 ug/Nm3 An
col
- CO : 26.000 ug/Nm3
- NO2 : 400 ug/Nm3
- SO2 : 900 ug/Nm3
Peningkatan Tingkat Pengoperasian ± 110 Pengukuran tingkat Di Pantai Setiap 3 PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up BPTSP
Kebisingan kebisingan kendaraan kebisingan selama 10 menit Festival, (tiga) bulan Pembangunan karta, Sudin Prov DKI Jakarta,
pengangkut dengan interval 5 detik Halaman Hotel Selama Masa Jaya Ancol Penata an Kota BPLHD Prov DKI
peralatan & material menggunakan Sound Le- vel Mercure & area Konstruksi Tbk Kota Administrasi Jakarta, Walikota
reklamasi perhari Meter, dianalisa mengguna- Ecopark Jakarta Uta- ra, Kota Administrasi
kan metode Resonansi Suara Kantor Pengelo- la
serta pengo- Jakarta Utara, Dinas
& dibandingkan SK Gub Prop Lingkungan Hidup
perasian peralatan Penata an Kota
DKI Kota Administra si
konstruksi saat pe- Prov DKI Jakarta
Jakarta No. 551 Thn 2001 Jakarta Utara, Su
ngurugan/reklamasi. untuk Kawasan Rekreasi, din Kesehatan setiap 3 bulan
Perdagangan & Jasa : 70 dBA Jakarta Utara, Kec.
Pa demangan, Kel.
An
col
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
JENIS DAM
NO INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
5. Penurunan Kecerahan, Lumpur yang lolos Pengambilan sampel kualitas Di muara Kali Setiap 3 PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Kualitas Air Kekeruhan, saat pengisian air Kali Bintang Mas Bintang Mas (tiga) bulan Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Permukaan TSS, BOD geo tube. menggunakan Water Selama Masa Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
Sampler kemudian dianali sa Konstruksi Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
di Laboratorium terakreditasi Jakarta Utara, Walikota Kota
untuk parameter Kecerahan, Kantor Pengelola Administrasi
Lingkungan Hidup
Kekeruhan, TSS, BOD dan Jakarta Utara,
Kota Administra si
diban- dingkan BM Air Laut Dinas Penata an
Jakarta Utara,
untuk Biota Laut sesuai Lamp Kec. Pademangan, Kota Prov DKI
III Kep Men Neg LH No. 51 Kel. Ancol Jakarta setiap 3
Thn 2004 ten- tang Baku bulan
Mutu Air Laut.
6. Penurunan TSS Lumpur yang lolos 1. Pengambilan sampel Di Laut Jawa Setiap 3 PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up BPTSP
Kualitas Air saat pengisian kualitas air laut sebelah Utara (tiga) bulan Pembangunan karta, Sudin Prov DKI Jakarta,
Laut geo- tube. menggunakan Water Kawasan Ancol Selama Masa Jaya Ancol Penata an Kota BPLHD Prov DKI
Sampler kemudian Barat (Up Konstruksi Tbk Kota Admi- Jakarta, Walikota
dianalisa di Laboratorium Stream), di Laut nistrasi Jakarta Kota Administrasi
terakreditasi untuk Jawa sebelah Uta- ra, Kantor Jakarta Utara,
parameter TSS dan Pengelo- la
Timur Lokasi Dinas Penata an
dibandingkan BM Air Laut Lingkungan Hi-
Kegiatan (Down Kota Prov DKI
untuk Biota Laut sesuai dup Kota
Lamp III Kep Men Neg LH Stream) dan di Administra si Jakarta setiap 3
No. 51 rencana kanal Jakarta Utara, bulan
Thn 2004 tentang Baku Mutu Pulau K Kec. Pademangan,
Air Laut. Kel. Ancol
2. Pencatatan kinerja
pengisian geotube &
penggelaran mate- rial
reklamasi.
7. Perubahan Kecepatan & Pembuatan Pengukuran langsung kecepa- Di perairan Satu Kali PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Pola Arus Arah Arus tanggul sepanjang tan & arah arus di perairan sebe- lah Barat Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
± 1.839 m, seki- tar lokasi reklamasi & Sela- tan area Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
dinding pantai Pulau K pada saat pasang & reklamasi Pulau Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
(Revetment) surut menggu- nakan current K Jakarta Utara, Walikota Kota
sepan- jang ± Kantor Pengelo- la
meter. Administrasi
1.073 m & Pencatatan kinerja pengisian Di lokasi rekla- Setiap Bulan Lingkungan Hidup Jakarta Utara,
pengurugan Pulau geotube & pembangunan masi Pulau K Selama Masa Kota Administra si Dinas Penata an
K seluas ± 32 Ha. tang- gul serta revetment. Konstruksi Jakarta Utara, Kota Prov DKI
Kec. Pademangan, Jakarta setiap 3
Kel. Ancol bulan
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
JENIS DAM
NO INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
8. Perubahan Tinggi Pembuatan Penentuan tinggi gelombang Di perairan Satu Kali PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Pola Gelom- bang tanggul sepanjang di perairan sekitar lokasi sebe- lah Barat Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Gelombang ± 1.839 m, reklamasi Pulau K & Sela- tan area Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
dinding pantai menggunakan pendeka- tan reklamasi Pulau Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
(Revetment) Hindcasting. K Jakarta Utara, Walikota Kota
sepan- jang ± Kantor Pengelo- la Administrasi
Pencatatan kinerja pengisian Di lokasi rekla- Setiap Bulan
1.073 m & Lingkungan Hidup
geotube & pembangunan masi Pulau K Selama Masa Jakarta Utara,
pengurugan Pulau Kota Administra si
tang- gul serta revetment. Konstruksi Dinas Penata an
K seluas ± 32 Ha. Jakarta Utara,
Kec. Pademangan, Kota Prov DKI
Kel. Ancol Jakarta setiap 3
bulan
9. Peningkatan Ketebalan Lumpur yang lolos 1. Pengukuran langsung Di Kali Bintang Setiap bulan PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Sedimen se- dimen saat pengisian ketebalan sedimen di Mas Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
geo- tube. perairan se- kitar lokasi Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
reklamasi Pulau K Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
menggunakan sounding nistrasi Jakarta Walikota Kota
yang memiliki akurasi
Uta- ra, Kantor Administrasi
tinggi.
Pengelo- la Jakarta Utara,
2. Pencatatan terhadap
Lingkungan Hi- Dinas Penata an
kinerja pengerukan
dup Kota Kota Prov DKI
sedimen di Kali Bintang
Administra si Jakarta setiap 3
Mas & kanal Pulau K.
Jakarta Utara, bulan
Sudin Tata Air
Jakar ta Utara,
Kec. Pademangan,
Kel. Ancol
10. Peningkatan Tingkat Ceceran material Pengamatan langsung Di lokasi proyek Setiap hari PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Limbah penge lolaan reklamasi di jalan. terhadap ada/tidaknya & jalan-jalan Selama Masa Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Padat ceceran ceceran tanah di badan jalan sekitar nya Konstruksi Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
(Cece- tanah/ sekitar proyek. Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
ran) lumpur di Jakarta Uta- ra, Walikota Kota
jalan sekitar Kantor Pengelo- Administrasi
la Lingkungan Hi-
lo- kasi Jakarta Utara,
dup Kota
Proyek. Dinas Penata an
Administra si
Jakarta Utara, Su Kota Prov DKI
din Kebersihan Jakarta setiap 3
Jakarta Utara, bulan
Kec. Pa
demangan, Kel.
An-
col
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
JENIS DAM
NO INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
11. Terganggunya Kondisi Peningkatan sedi- Pengambilan sampel Di muara Kali Setiap 3 PT. BPLHD Prov DKI Gubernur up BPTSP
Biota biota men di Kali plankton menggunakan Bin tang Mas, (tiga) bulan Pembangunan Ja karta, Sudin Prov DKI Jakarta,
Laut perairan Bintang Mas & plankton net dan benthos Laut Ja wa Selama Masa Jaya Ancol Penata an Kota BPLHD Prov DKI
(plan kton, laut di sekitar menggunakan Eijckman sebelah Utara Konstruksi Tbk Kota Administrasi Jakarta, Walikota
benthos, lokasi reklamasi Grab sebelum Kawasan Ancol Jakarta Uta- ra, Kota Administrasi
nekton) Pulau K. diindentifikasi- kan Barat, Laut Kantor Pengelola Jakarta Utara,
Lingkungan Hidup
menggunakan Mikroskop Jawa sebelah Dinas Penata an
Kota Administra si
Binokuler di Laboratorium Timur Lo kasi Kota Prov DKI
Jakarta Utara,
terakre- ditasi dan dihitung Kegiatan & di Kec. Pademangan, Jakarta setiap 3
tingkat kelimpahan, rencana kanal Kel. Ancol bulan
keanekaragaman & kese Pu lau K
ragaman jenis.
Identifikasi langsung jenis
nekton dan jumlahnya
12. Terbukanya Jumlah ma- Adanya Pencatatan data-data dari Di lokasi Setiap 6 PT. BPLHD Prov DKI Gubernur up
Kesempatan syarakat kebutuhan Kon- traktor tentang proyek & (enam) Pembangunan Ja karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Bekerja dan seki- tar pekerja konstruksi masyarakat Kel. Ancol yang masyarakat bulan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
Berusaha yang dapat sebanyak ± 140 terlibat pada kegia- tan sekitar (Kel. Selama Masa Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
serta Pening bekerja di orang. konstruksi. Ancol) Konstruksi nistrasi Jakarta Walikota Kota
proyek & Uta- ra, Kantor
katan Penda Administrasi
tingkat Pengelo- la
patan Jakarta Utara,
pendapatan Lingkungan Hidup
Kota Administra si Dinas Penata an
mereka Kota Prov DKI Ja-
Jakut, Sudin Te-
naga Kerja Jakut, karta setiap 3
Kec. bulan
Pademangan,
Kel. Ancol
13. Terganggu Tingkat Debu, Gas Buang, Pencatatan jika terjadi Di lokasi sekitar Setiap 6 PT. BPLHD Prov DKI Gubernur up
nya kenya Kebisingan & komplain dari Hotel Mercure & (enam) Pembangunan Ja karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Keny manan, kese ceceran di jalan tamu/Management Hotel Pantai Festival bulan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
a manan, Ke- hatan & dari ke- giatan Mercure & Pengunjung Selama Masa Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
sehatan dan keselamatan pengangkutan Pantai Festival akibat Konstruksi nistrasi Jakarta Walikota Kota
Keselamatan kegia tan material reklamasi kegiatan reklama si. Uta- ra, Kantor Administrasi
& terganggu- nya Pengelo- la
Kerja sekitar Ho Jakarta Utara,
keselamatan pe Lingkungan Hidup
tel Mercure Dinas Penata an
layaran akibat Kota Administra si
& Pantai kegia tan Jakarta Utara, Kota Prov DKI
Festi- val pengangkutan Kec. Pademangan, Jakarta setiap 3
peralatan/material Kel. Ancol bulan
reklamasi
melalui
laut.
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
JENIS DAM
NO INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
B. BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) SAAT PASKA KONSTRUKSI
1. Peningkatan Tingkat Keberadaan Pulau 1. Pengamatan Di lokasi Setiap 3 (tiga) PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Kuantitas gena- K. langsung terha- dap: kegiatan (Kali bulan Selama Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Air ngan/banjir kondisi air, arah aliran dan Bintang Mas Keberadaan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
Permukaan di Kawasan ketinggian air Kali Bintang & kanal Pulau K) Pulau K Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
An- col Mas dan kanal Pulau K. nistrasi Jakarta Walikota Kota
2. Pengamatan Uta- ra, Kantor Administrasi
terutama di
terhadap kejadian Pengelo- la Jakarta
sekitar Pu-
genangan di Kawasan Lingkungan Hidup Utara setiap 6
lau K
Ancol sekitar Pulau K. Kota Administra si bulan
Jakarta Utara, Su
din Tata Air
Jakarta
Utara
2. Perubahan Kecepatan & Keberadaan Pengukuran langsung kecepa- Di perairan Setiap 3 (tiga) PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Pola Arus Arah Arus tanggul & lahan tan & arah arus di perairan sebe- lah Barat bulan Selama Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Pulau K se- luas ± seki- tar lokasi reklamasi & Sela- tan Keberadaan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
32 Ha. Pulau K pada saat pasang & Pulau K Pulau K Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
surut menggu- nakan current Jakarta Utara, Walikota Kota
meter. Kantor Pengelo- la Administrasi
Jakarta
Lingkungan Hidup
Utara setiap 6
Kota Administra si
bulan
Jakarta Utara.
3. Perubahan Tinggi Keberadaan Penentuan tinggi gelombang Di perairan Setiap tahun PT. BPLHD Prov DKI Ja Gubernur up
Pola Gelom- Gelombang tanggul & lahan di perairan sekitar lokasi sebe- lah Barat Selama Pembangunan karta, Sudin BPTSP Prov DKI
bang Pulau K se- luas ± reklamasi Pulau K & Sela- tan Keberadaan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
32 Ha. menggunakan pendeka- tan Pulau K Pulau K Tbk Kota Administrasi Prov DKI Jakarta,
Hindcasting. Jakarta Utara, Walikota Kota
Kantor Pengelo- la Administrasi
Jakarta
Lingkungan Hidup
Utara setiap 6
Kota Administra si
bulan
Jakarta Utara.
DAMPAK LINGKUNGAN YANG DIPANTAU BENTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN INSTITUSI PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP
JENIS DAM
NO INDIKATOR/ METODE PENGUMPULAN LOKASI WAKTU DAN
PAK YANG SUMBER DAMPAK PELAKSANA PENGAWAS PELAPORAN
PARAMETER DAN ANALISIS DATA PANTAU FREKUENSI
TIMBUL
4. Peningkatan Ketebalan Keberadaan 1. Pengukuran Di Kali Bintang Setiap bulan PT. BPLHD Prov DKI Gubernur up
Sedimen se- dimen tanggul/breakwater langsung ketebalan Mas dan kanal Selama Pembangunan Ja karta, Sudin BPTSP Prov DKI
dan lahan sedimen di perairan se- di sekitar Pulau Keberadaan Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
reklamasi Pulau K kitar lokasi reklamasi K. Pulau K Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
seluas ± 32 Ha. Pulau K menggunakan nistrasi Jakarta Walikota Kota
sounding yang memiliki Administrasi
Uta- ra, Kantor
akurasi tinggi. Jakarta
Pengelo- la
2. Pengamatan Utara setiap 6
Lingkungan Hi-
terhadap kinerja bulan
dup Kota
pengerukan sedimen di
Administra si
Kali Bintang Mas & kanal
Jakarta Utara,
Pulau K. Sudin Tata Air
Jakar ta Utara
5. Terganggu- Kondisi Peningkatan sedi- Pengambilan sampel Di muara Kali Setiap 6 PT. BPLHD Prov DKI Gubernur up
nya Biota biota men di Kali Bintang plankton menggunakan Bin tang Mas, (enam) bulan Pembangunan Ja karta, Sudin BPTSP Prov DKI
Perairan perairan Mas & laut di plankton net dan benthos Laut Ja wa Selama Jaya Ancol Penata an Kota Jakarta, BPLHD
(plan kton, sekitar Pulau K. menggunakan Eijckman sebelah Utara Keberadaan Tbk Kota Admi- Prov DKI Jakarta,
benthos, Grab sebelum Kawasan Ancol Pulau K nistrasi Jakarta Walikota Kota
Administrasi
nekton) diindentifikasi- kan Barat, Laut Uta- ra, Kantor
Jakarta
menggunakan Mikroskop Jawa sebelah Pengelo- la
Utara setiap 6
Binokuler di Laboratorium Timur Lo kasi Lingkungan Hidup
bulan
terakre- ditasi dan dihitung Kegiatan & Kota Administra
tingkat kelimpahan, kanal Pulau K si Jakarta Utara
keanekaragaman & kese
ragaman jenis.
Identifikasi langsung jenis
nekton dan jumlahnya
BAB VI
TENGAH
Deskripsi :
Pantai Loli merupakan pantai yang terletak didekat ruas jalan antara Donggala dan Palu dan
terletak di Kecamatan Banawa di Sulawesi Tengah. Bermula pada kegiatan pembabatan
tanaman bakau di sekitar pantai Loli kemudian terjadinya kerusakan lingkungan alam sekitar
di pesisir pantainya, Kondisi kerusakan lingkungan pesisir pantai ini seringkali menyebabkan
ter- jadinya kecelakaan pada ruas jalan antara Donggala dan Palu. Kegiatan reklamasi pesisir
pantai Loli ini terus berkembang sehingga pihak LSM Lingkungan dan masyarakat sekitar
merasagram akibat terjadinya degradasi lingkungan alam sekitar.
Analisa sementara tim kelompok 3 SML :
Kegiatan reklamasi pesisir pantai di pantai Loli ini dinilai beberapa kalangan telah membawa
akibat pada rusaknya lingkungan alam sekitar terutama habitat mangrove dan terumbu
karang. Direktur Yayasan Bonebula mengatakan bahwa laju kerusakan alam lingkungan
sekitar kawasan pesisir pantai di pantai Loli diperkirakan telah mencapai 70%. Motive utama
dari dilakukannya kegiatan reklamasi kawasan pesisir pantai di lokasi ini adalah untuk
pengembangan kawasan yang sifatnya lebih komersial.
Dari pengamatan lapangan bahwa kegiatan reklamasi kawasan pesisir pantai yang
dilakukandi lokasi ini dianggap telah menyalahi aturan. Karena para pelaksana reklamasi
tidak memiliki UKL/UPL yaitu izin pengelolaan lingkungan seperti yang ditentukan dalam
turunan Undang- undang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Nomor 32 Tahun 2009. Adanya
kegiatan reklamasi untuk pengembangan kawasan dermaga dan terminal ini dilakukan oleh
dua perusahaan pengembang yang menurut Direktur Yayasan Bonebula tidak memiliki UPL.
Artinya pada tingkat prosedur dan tata-cara melaksanakan kegiatan reklamasi kawasan
pesisir pantai, kasus di pantai Loli ini ada yang diabaikan.
Kasus reklamasi pantai Loli di ruas jalan Donggala–Palu di Sulawesi Tengah ini pada
dasarnya menyangkut konflik dalam dalam hal gesekan kepentingan dari pihak-pihak terkait
dan dalam prosedur pengelolaan pengembang- an kawasan. Hampir lima tahun belakangan
ini, kawasan ruas jalan Donggala – Palu merupakan kawasan yang padat dan strategis,
dimana desakan kepentingan ekonomi kawasan menjadi semakin dominan yang diakibatkan
adanya perkembangan kawasan
Kegiatan pengembangan kawasan pesisir pantai pada dasarnya dapat dilihat sebagai
bentuk kegiatan pembangunan kawasan yang memiliki karakteristik khusus. Dalam
pengembangan kawasan pesisir pantai perlu diperhatikan adanya atau terjadi proses
perubahan dari lingkungan hidup alami menjadi lingkungan buatan bagi berbagai
kebutuhan dan kegiatan hidup manusia. Proses perubahan lingkungan alam sekitar
kawasan pengembangan padapokoknya dapat berjalan mulus dan lancer, dapat berjalan
dengan adanya kendala atau masalah atau dapat berjalan penuh dengan konflik dan
persoalan-persoalan pelik. Sudut pandang bagi arsitek atau perencana kawasan hendaknya
kegiatan pengembangan kawasan baru di pesisir pantai mestinya dari sudut pandang
perencanaan komprehensif.
Tabel: Form Ringkasan Studi Kasus
No. Uraian Bukti-Bukti Observasi Review Tim Audit Jenis Kasus Waktu
Ketidaksesuaian Objektif Temuan Keterangan
Tabel1 : Form Wawancara Audit Lingkungan
Langkah Kerja
Periksa kecukupan prosedur tersebut dan
kemampuannya dalam memonitor dan
mengukur aktivitas penting pengelolaan
lingkungan secara regular.
Langkah Kerja
Periksa kecukupan prosedur tersebut dalam
mengevaluasi keputusan manajemen
lingkungan terhadap ketentuan dam peraturan
yang berlaku serta terdokumentasinya.
3. Apakah dilakukan audit secara periodic
dalam menetapkan prosedur dan program?
4. Apakah pemerintah memiliki sistem
informasi manajemen dan pengumpulan data
yang memadai untuk mendukung kebutuhan
pelaporan pengembangan lingkungan
berkelanjutan?
Langkah Kerja
Periksa sistem manajemen lingkungan
pemerintah nilai kemampuan sistem
informasi yang terakup di dalamnya
menyediakan data dan informasi lingkungan
yang cukup akurat dan tepat waktu bagi
manajemen untuk pengambilan keputusan
tentang lingkungan
Diudit oleh : Jumlah Jawaban Catatan Di-reiview oleh :
Iya Tidak
Tgl Tgl
DATAR PUSTAKA
BPLHD Provinsi DKI Jakarta. 2009. Laporan Final Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Pantura Teluk Jakarta. Jakarta : BPLHD Provinsi DKI Jakarta.
Coastal Engineering Research Center Department of The Army. 1984. Shore Protection Manual.
Washington, D.C : Department of The Army US Army Corps of Engineers.
Demirbilek, Zeki and Vijay Panchang. 1998. Technical Report for CGWAVE: A Coastal Surface
Water Wave Model of the Mild Slope Equation. Washington, D.C : US Army Corps of
Engineers.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2007.
Panduan Pelingkupan Dalam AMDAL. Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta. 2005. Solid Waste Management For Jakarta : Master Plan
Review and Program Development. Jakarta : Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta.
Eckenfelder, W. Wesley. 1989. Industrial Water Pollution Control. Singapore : McGraw-Hill Book
Co.
K, Rangga Chandra dan Rima Dewi Supriharjo. 2013. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta
Utara. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
LAPI ITB. 2012. Kajian Reklamasi (Pemodelan) Area Rencana Dufan Sea Ancol, Propinsi DKI
Jakarta. Bandung : LAPI ITB.
LAPI ITB. 2013. Laporan Final Desain Reklamasi dan Kajian Hidrodinamika Pulau K Ancol,
Propinsi DKI Jakarta. Bandung : LAPI ITB.
LAPI ITB. 2013. Laporan Akhir Pekerjaan Kajian Penanggulangan Banjir Terhadap Rencana Area
Reklamasi 5 (32 Ha). Bandung : LAPI ITB.
LAPI ITB. 2013. Laporan Kajian Potensi Rendaman di Ancol, Propinsi DKI Jakarta. Bandung :
LAPI ITB.
Loebis, Joesron. 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Jakarta : Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum.
Met Calf and Eddy, INC. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, and Reuse.
Singapore : Mc Graw - Hill Book Co.
Ongkosongo, O.S.R. 1990. Sedimen Dasar Laut Jakarta. Jakarta : LON LIPI.
PT. Citra Murni Semesta. 2011. Laporan Akhir Studi Komposisi dan Karakteristik Sampah di DKI
Jakarta. Jakarta : PT. Citra Murni Semesta.
PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. 2013. Laporan Pelaksanaan Izin Lingkungan Pembangunan
Kawasan Ancol Barat Periode Bulan April-Juni 2013. Jakarta : PT. Pembangunan Jaya
Ancol, Tbk.
PT. Tiga Sinergi Multi Inovasi. 2014. Konsep Laporan Akhir Kajian Analisa Dampak Lalu
Lintas Pembangunan Apartemen “Ancol Northland Residence”. Jakarta : PT. Tiga
Sinergi Multi Inovasi.
Smith, Jane McKee, Ann R. Sherlock and Donald T. Resio. 2001. User’s Manual for STWAVE:
Steady-State Spectral Wave Model, Version 3.0. Washington, D.C : US Army Corps of
Engineers.
Supardi, I. 1983. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Bandung : Penerbit Alumni.
Timotius, H. 2010. Kajian Rob yang Disebabkan Pasang Surut dan Storm Surges yang Dibangkitkan
Badai Hagibis : Studi Kasus Teluk Jakarta 20-27 November 2007, Tugas Akhir Program
Studi Oseanografi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
US Army, Engineer Research And Development Center Waterways Experiment Station Coastal and
Hydraulics Laboratory. 2003. Users Guide To SED2D WES Version 4.5. New York :
WexTech Systems, Inc.
US Army, Engineer Research And Development Center Waterways Experiment Station Coastal and
Hydraulics Laboratory. 2005. Users Guide To RMA2 WES Version 4.5. New York :
WexTech Systems, Inc
Wardhana, Wisnu Arya. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi
Offset.