Anda di halaman 1dari 5

Contoh Sofware Dalam Bidang Keperawatan

Dosen Pembimbing : Endah Purwanti, S.Si, M.Kom

Disusun Kelompok 8:
1. Evy Andriyani Ningsih (151911913008)
2. Angga Prasetyo (151911913010)
3. Wafdah Imalah (151911913012)
4. Shandy Fajar Rizkyanto (151911913019)
5. Kumala Madurahayu Nirwana (151911913037)

PROGAM STUDY D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS AIRLANGGAN
2021
PENGEMBANGAN APLIKASI ELECTRONIC HEALTH CARE (eASTHMACARE) PADA
ANAK DENGAN ASMA
Jenis Sofware Teknologi informasi tidak dapat dipisahkan dengan sistem komputer. Sistem komputer
merupakan gabungan dari berbagai perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan
perangkat otak (brainware). Perangkat keras meliputi peralatan teknologi yang terdiri dari beragai alat
dengan basis komputer, yaitu personal computer (PC), monitor, keyboard. Selanjutnya perangkat lunak
terdiri dari sistem untuk mengoperasikan perangkat keras yang berupa program-program. Sedangkan
perangkat otak merupakan penghubung antara perangkat keras dan perangkat lunak yang satu dengan
perangkat keras dan perangkat lunak yang lain, yang dapat berupa segala sumber daya terkait hubungan
antara perengkat, termasuk pelaku dan pengguna perangkat (Pangestu, 2007).

Deskipsi eAsthmaCare merupakan salah satu aplikasi berbasis internet yang mengembangkan
program online diary yang berfokus pada pemantauan dan edukasi untuk memfasilitasi
manajemen mandiri pasien di rumah. Aplikasi ini membantu komunikasi dua arah antara
pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien atau keluarga tanpa harus bertatap muka. sehingga
dapat menurunkan angka kunjungan ke pelayanan kesehatan dan hospitalisasi pada anak (Lin,
Chiang, Wen, Yeh, & Huang, 2014). eAsthmaCare merupakan perangkat yang dikembangkan
oleh JavaTM Servlet (JSP technology). Desain infrastruktur sistem ini meliputi monitoring tier,
communication tier, management tier, analysis tier, dan database tire. Hubungan antara kelima
unsur tersebut terlihat dalam skema berikut ini:
eAsthmaCare merupakan aplikasi yang komprehensif karena monitoring tidak hanya didasarkan
pada tanda dan gejala fisik dari asma, namun sampai dengan pemantauan kualitas hidup pasien
asma terkait emosi (psikologis) dan interaksi sosial pasien menggunakan ARQL. Hal ini sangat
sesuai dengan prinsip perawatan anak dengan penyakit kronis, yaitu tidak hanya berfokus pada
pengobatan penyakit, namun bagaimana suatu intervensi kesehatan yang diberikan dapat
mengoptimalkan kualitas hidup pasien (Bowden & Greenberg, 2010). Monitoring secara
kontinyu dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan dan membantu pasien mengontrol asmanya.
Menurut GINA (2012a), ASMA terkontrol dapat dilihat dari karakteristik gejala harian,
pembatasan aktivitas, gejala nokturnal, kebutuhan akan reliever, fungsi paru yang dapat
diobservasi dengan APE (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009), dan frekuensi eksaserbasi.
Monitoring APE juga merupakan salah satu data yang wajib diinput dalam sistem eAsthmaCare
sebanyak dua kali sehari pada pagi dan malam hari. Monitoring APE bermanfaat untuk menilai
beratnya asma, derajat variasi diurnal, respon pengobatan 19 saat serangan akut dan pengobatan
jangka panjang, deteksi perburukan kondisi, pedoman dalam pemberian terapi, serta
mengidentifikasi faktor pencetus seperti alergen. Pengukuran APE dianjurkan untuk pemantauan
sehari-hari di rumah, idealnya untuk penderita asma persisten berusia diatas 5 tahun, terutama
bagi penderita pasca perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit atau tidak mengenal
perburukan melalui gejala, padahal memiliki risiko tinggi untuk mendapat serangan yang
mengancam jiwa. Pada pengelolaan asma secara mandiri, pengukuran APE dapat digunakan
untuk membantu kesepakatan dokter dan pasien dalam pengobatan atau self medication, seperti
mengetahui apa yang membuat asma memburuk, memutuskan apa yang akan dilakukan bila
rencana pengobatan berjalan baik, memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan
penambahan atau penghentian obat, dan memutuskan kapan penderita meminta bantuan medis.

Manfaat atau Keunggulan lain dari eAsthmaCare adalah semua data yang diinput disajikan
dalam bentuk diagram yang memudahkan untuk membaca kondisi pasien, adanya
pengklasifikasian pasien berdasarkan berat ringannya gejala (merah, kuning, hijau), serta adanya
tanda peringatan yang diberikan pada situasi kegawatdaruratan sehingga prioritas tindakan bisa
dilakukan. Keberadaan program data update juga memudahkan keluarga atau pasien mengisi
kembali catatan harian pada hari berikutnya, bila lupa atau berada di daerah yang tidak ada sinyal
internet sehingga data yang diinput tidak terputus. Rekaman data kesehatan yang terdapat pada
Asthma e-Healthcare Database juga dapat diakses dengan mudah untuk kepentingan penelitian
sehingga membuat data dalam sistem menjadi lebih bermakna. Selain itu, 20 data kesehatan yang
terkomputerisasi dapat digunakan sebagai bahan ajar mahasiswa keperawatan sebelum
melaksanakan praktik klinik di rumah sakit. Data kesehatan tersebut dapat disusun dalam bentuk
studi kasus atau simulasi laboratorium yang membantu mahasiswa memahami proses dan
manajemen penyakit berdasarkan kondisi nyata di lapangan (Kowitlawakul, Wang, & Chan,
2013).
Program ini berfokus pada upaya monitoring tanda dan gejala asma serta edukasi melalui sistem
pencatatan online harian (online diary) dengan tujuan meningkatkan kemampuan keluarga dan
pasien dalam melakukan manajemen diri yang baik (selfmanagement) terhadap penyakit kronis
melalui 5 lingkup program, yaitu:
1. Catatan harian asma (online asthma diary) Keluarga melaporkan Arus Puncak
Ekspirasi (APE) dan kondisi harian pasien terkait tanda dan gejala asma sebanyak
dua kali dalam sehari pada pagi dan malam hari. Pelaporan dan pencatatan bisa
dilakukan menggunakan smartphone, laptop, tablet, atau PC yang terhubung pada
jaringan internet. Apabila pasien atau keluarga belum menyelesaikan laporan
karena kendala tertentu seperti tidak adanya sinyal internet, pasien atau keluarga
dapat mengisi pada hari berikutnya dengan menggunakan program data update.
2. Pengkajian asma jarak jauh (remote asthma assessment) Dalam melakukan
pengkajian asma jarak jauh, program ini menggunakan kuesioner yang diadaptasi
dari Asthma Related Quality of Life (ARQL). Terdiri atas 35 pertanyaan yang
harus dijawab dan dicatat oleh pasien atau keluarga, antara lain meliputi lima
domain, yaitu :
1) pengaruh gejala asma terhadap keseharian anak,
2) pengaruh asma terhadap kehidupan anak,
3) pengaruh asma terhadap interaksi sosial,
4) kemampuan manajemen mandiri asma, dan
5) pengaruh emosi terhadap hubungan dengan orang tua. Semua pertanyaan
dijawab berdasarkan data selama empat minggu sebelumnya.
3. Peringatan waspada asma (instantaneous asthma alert) Berdasarkan data yang
diinput terkait gejala asma harian dan kualitas hidup pasien, sistem ini kemudian
mengevaluasi risiko asma dengan menggunakan “The Asthma Threshold” untuk
menentukan derajat peringatan waspada asma, seperti pada sistem triase yang
menggunakan kategori tiga warna (merah, kuning, 15 dan hijau). Sistem ini juga
menggunakan model “Chart Plotter” yang akan memberikan tanda peringatan
(high light) pada area risiko tinggi. Hal ini berfungsi seperti short message service
(SMS) yang akan menginformasikan kepada tenaga kesehatan bila ada situasi
gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
4. Pendidikan kesehatan terkait asma (asthma health education) Setelah klasifikasi
peringatan waspada asma dilakukan, program selanjutnya menyampaikan
informasi pendidikan kesehatan terkait kondisi pasien. Informasi diberikan
dengan tetap memperhatikan tingkat pendidikan orang tua yang telah diinput pada
sistem. Pendidikan kesehatan dapat berupa pengenalan tanda dan gejala sampai
dengan medikasi yang bisa dilakukan mandiri di rumah.
5. Diagrammatical clinical support Semua data yang diinput oleh pasien atau
keluarga akan ditampilkan dalam bentuk diagram online yang bisa diakses oleh
pasien dan tenaga kesehatan. Sistem ini menjamin adanya interaksi secara
kontinyu dan berkesinambungan antara pasien, petugas kesehatan, dan petugas
pengolah data.
Jurnal Referensi :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. (2013). Laporan
hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Indonesia tahun 2013. Diperoleh dari:
depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Bowden, V.R., & Greenberg, C.S. (2010). Children and their families the continuum of care (2
nded.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Chiang, L. C., Chen, W. C., Dai, Y. T., & Ho, Y. L. (2012). The effectiveness of telehealth care
on caregiver burden, mastery of stress, and family function among family caregivers of heart
failure patients: A quasi-experimental study. International Journal of Nursing Studies, 49(10),
1230–1242.

Global Initiative for Asthma. (2012a). Global strategy for asthma management and prevention.

Guljas, R., Ahmed, A., Chang, K., & Whitlock, A. (2014). Impact of Telemedicine in Managing
Type 1 Diabetes Among School-age Children and Adolescents: An Integrative Review. Journal
of Pediatric Nursing, 29(3), 198–204.

Harrington, L. (2012). Safety of Health Information Technology: New Report from the Institute
of Medicine. Nurse Leader, 10(2), 50–52.

Kowitlawakul, Y., Wang, L., & Chan, S. W. C. (2013). Development of the


electronic health records for nursing education (EHRNE) software program.

Lin, H. C., Chiang, L. C., Wen, T. N., Yeh, K. W., & Huang, J. L. (2014). Development of
online diary and self-management system on e-Healthcare for asthmatic children in Taiwan.
Computer Methods and Programs in Biomedicine, 116(3), 299–310.

Mulvaney, S.A., Ho, Y-X., & Johnson, K.B. (2013). Assessing adolescent asthma symptoms
and adherence using mobile phones. Journal of Medical Internet

Sittig, D.F., & Singh, H. (2012). Electronic health record and national patient-safety
goals. The New England Journal of Medicine, 367(19), 1854-1860.

Anda mungkin juga menyukai