Anda di halaman 1dari 60

DERMATITIS ATOPIC, SUNBURN DAN GIGITAN SERANGGA

DERMATITIS ATOPIC
a. Etiologi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang umum, kronis, kambuh, dan
terutama menyerang anak-anak. Atopi didefinisikan sebagai kecenderungan yang diturunkan
untuk menghasilkan antibodi imunoglobulin E (IgE) sebagai respons terhadap sejumlah kecil
protein lingkungan umum seperti serbuk sari, tungau debu rumah, dan alergen makanan.
Dermatitis berasal dari bahasa Yunani "derma," yang berarti kulit, dan "itis," yang berarti
peradangan. Terjadinya disfungsi barrier kulit dan immune dysregulation berkontribusi
terhadap patobiologi terjadinya dermatitis atopik. Filaggrin (FLG), transglutaminase, keratin,
dan protein antar sel adalah protein utama yang bertanggung jawab untuk fungsi epidermal.
Cacat pada protein ini memudahkan penetrasi alergen dan mikroba ke dalam kulit.
Dermatitis atopik dapat bervariasi dari bentuk ringan ke bentuk sedang dan berat.
Dermatitis atopik dapat terjadi pada masa kanak-kanak, berlangsung hingga dewasa atau
bermanifestasi bahkan untuk pertama kalinya selama dewasa. Dermatitis atopik dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu dermatitis atopik infantil, yang terjadi pada bayi baru lahir sampai
dua tahun, dermatitis atopik pada anak usia 2 tahun sampai 11 tahun, dan dermatitis atopik
pada orang dewasa. Berbagai faktor bisa mencetuskan dermatitis atopik termasuk makanan,
alergen musiman, kondisi lingkungan, bahan iritan, stres emosional dan paparan akibat
pekerjaan.

b. Patofisiologi Dermatitis Atopic


Filaggrin memainkan beberapa peran dalam patofisiologi DA yang menjelaskan
mengapa ekspresi yang lebih rendah dari komponen tunggal dari kompleks diferensiasi
epidermal mungkin memiliki pengaruh yang sangat besar pada seluruh fungsi barrier kulit.
Filaggrin menggabungkan filamen keratin menjadi bundel yang kompak dan memodifikasi
komposisi keratinosit dan lapisan sel granular. Hal ini berinteraksi dengan badan pipih dan
mengurangi ketersediaan metabolit filaggrin, seperti faktor pelembab alami, menyebabkan
perubahan hidrasi kulit dan pH kulit. Peningkatan pH kulit meningkatkan aktivitas protease
serin dan kallikrein, yang mengarah pada degradasi corneodesmosom dan kepatuhan antar
seluler, tetapi melemahkan aktivitas sisi lain dari enzim yang bertanggung jawab untuk
sintesis ceramide yang mengarah pada kandungan ceramide yang lebih rendah. Akhirnya,
mekanisme ini menghasilkan peningkatan peradangan Th2 dan penetrasi alergen yang lebih
tinggi melalui kulit.
Secara khusus sitokin Th2 IL-4 dan IL-13, tetapi juga IL-25 dan IL-33 serta faktor-
faktor yang larut seperti limfopoietin stroma timus (TLSP), yang mempromosikan respon
Th2, telah terdeteksi dalam jumlah yang meningkat di kulit dermatitis atopik. Faktor-faktor
ini mampu memodulasi fungsi keratinosit dan integritas barrier kulit. Tingginya kadar sitokin
Th2 pada kulit DA meningkatkan serine protease kallikrein 7 (KLK7) dan peningkatan kadar
protease serin menyebabkan disfungsi sawar kulit. Selanjutnya, tumor-necrosis factor (TNF)
-a bersama dengan sitokin Th2 IL-4, IL-13 dan IL-31 meningkatkan sekresi TSLP dari
keratinosit dan merusak organisasi lipid dengan mengurangi produksi asam lemak bebas
rantai panjang (FFA) dan ester linked ω-hydroxy (EO) ceramides dalam model kulit.
Selain itu, TNF-a bersama-sama dengan TNF-like weak inducer of apoptosis
(TWEAK) pada kulit AD menginduksi apoptosis keratinosit dan lesi kulit. Lebih lanjut,
pensinyalan epidermis yang tidak teratur berkontribusi terhadap patogenesis DA. ADAM17
menyebabkan penurunan pensinyalan Notch epidermal dan memicu Th2 dan / atau Th17
yang diturunkan gejala mirip DA. Penurunan ekspresi sitokin Th1 utama IFN-γ dan
reseptornya telah ditunjukkan pada sel dendritik kulit dan prekursor darah. Polimorfisme
nukleotida tunggal (SNP) dalam IFNG dan IFNGR1 secara signifikan terkait dengan eksim
herpeticum, yang didasarkan pada kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi kulit HSV
dari sub kelompok pasien DA. Keratinosit pasien dengan DA menunjukkan peningkatan
apoptosis yang diinduksi oleh IFN-γ dibandingkan dengan keratinosit dari orang sehat. Tiga
gen terkait apoptosis (NOD2, DUSP1 dan ADM) dan delapan gen lebih diekspresikan dalam
lesi kulit DA (CCDC109B, CCL5, CCL8, IFI35, LYN, RAB31, IFITM1 dan IFITM2)
diinduksi oleh IFN-γ pada keratinosit primer
Tidak hanya kulit itu sendiri, tetapi interaksi mikroba dengan sistem kekebalan kulit
penting untuk patogenesis DA. Karena faktor yang berbeda, seperti pH yang lebih tinggi dan
jumlah mikromilieu yang meningkat Th2 dari Staphylococcus aureus (S. aureus), terdeteksi
pada kulit AD. Selanjutnya, S. aureus meningkatkan fungsi sawar kulit dengan melepaskan
faktor virulensi seperti toksin untuk menginduksi kematian sel keratinosit dan untuk
mempromosikan peradangan tipe Th2
Kerusakan barrier epidermal dan faktor dari lingkungan merangsang keratinosit
untuk melepaskan IL-1β, IL-25, IL-33, MDC, TARC, dan TSLP, yang mengaktifkan sel
dendritik dan sel Langerhans. Sel dendritik aktif merangsang sel Th2 untuk menghasilkan IL-
4, IL-5, IL-13, IL-31, dan IL-33, yang mengarah ke disfungsi barrier, penurunan produksi
AMP, gangguan diferensiasi keratinosit, dan gejala gatal. Dermatitis atopik kronis ditandai
dengan perekrutan subset Th1, Th22, dan Th17, yang menghasilkan penebalan epidermal dan
proliferasi keratinosit yang abnormal.

c. Terapi farmakologi dan nonfarmakologi Dermatitis Atopik


Untuk menangani dermatitis atopik, dapat dilakukan dengan terapi, antara lain terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi.
1. Terapi Non Farmakologi
a) Penghindaran alergen
Pada orang dewasa, DA sering dikaitkan dengan konsumsi makanan yang
bersifat alergen, yang sensitasinya mungkin terjadi pada awal kehidupan, seperti susu,
telur atau gandum. Namun literatur yang mengasosiasikan antara alergi makanan dan
DA masih sedikit.
b. Pelembab (Moisturizer)
Pelembab adalah senyawa yang terdiri dari beberapa komponen, diaplikasikan
eksternal dan bertujuan mempertahankan intergritas kulit dan penampilan. Pelembab
mempengaruhi fungsi barier kulit normal untuk mengurangi kehilangan air
transepidermal dan kerentanan terhadap iritasi. Pemakaian pelembab secara teratur
sangat penting untuk mengatasi kekeringan kulit.
c. Mandi
Mandi secara teratur dapat melembabkan kulit dan melepaskan krusta. Mandi
berendam 1-2 kali sehari selam beberapa menit dalam air hangat (jangan terlalu
panas) dengan pembersih kulit (skin cleanser) yang mengandung pelembab sangat
bermanfaat. Setelah mandi dan dikeringkan, segera oleskan obat topikal, misalnya
kortikosteroid, diikuti dengan pelembab atau pelembab saja.
d. Wet Wrap Therapy (Balut Basah)
Terapi balut basah dapat meningkatkan penetrasi transepidermal kortikosteroid
topikal. Balut basah (wet wrap dressing) dapat diberikan sebagai terapi tambahan
untuk mengurangi gatal, terutama untuk lesi yang berat dan kronik atau yang refrakter
terhadap pengobatan biasa. Balut basah juga dapat berfungsi sebagai pelindung efektif
terhadap garukan sehingga mempercepat penyembuhan lesi. Bahan pembalut (kasa
balut) dapat diberi larutan kortikosteroid atau mengoleskan krim kortikosteroid pada
lesi kemudian dibalut basah dengan air hangat dan ditutup dengan lapisan/baju kering
di atasnya.
2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan sebagai
berikut :
a. Kortikosteroid
Obat golongan ini digunakan sebagai pengobatan topikal. Mekanisme kerja dari obat
golongan ini yaitu glukokortikoid berikatan dengan GR (Glukokortikoid Reseptor),
lalu kompleks GCR translokasi ke dalam nukleus dimana terjadi mediasi efek anti-
inflamasi. Kompleks GCR berikatan sebagai homodimer lalu menginduksi transkripsi
gen melalui ikatan dimer-dimer GCR dengan GRE (Glukokortikoid Response
Elements) pada daerah promoter gen target. Ikatan ligan GCR berikatan dengan gen
AP-1 (Activator Protein-1) dan gen ikBα (Inhibitory Nuclear Factor-κBα . IκBα
protein, menghambat transkripsiBα . IκBα . IκBα protein, menghambat transkripsiBα
protein, menghambat transkripsi gen proinflamasi yang mengkode protein
proinflamasi seperti sitokin dengan cara berikatan dengan NF- κBα . IκBα protein,
menghambat transkrips iB. Beberapa obat golongan Kortikosteroid antara lain:
1. Betametason
Mekanisme Kerja:
Obat ini bekerja dengan cara mencegah terlepasnya senyawa kimia oleh tubuh
yang bisa menyebabkan peradangan. Bagi orang yang menderita kelainan
kelenjar adrenal dan tidak bisa memproduksi cukup banyak kortikosteroid, maka
betametason bisa dikonsumsi sebagai pengganti.
Struktur Kimia:

Farmakokinetik:
Betametason secara topikal dapat diabsorpsi melalui kulit. Penggunaan jangka
panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik,
antara lain mempunyai kemampuan untuk supresi (menekan) korteks adrenal
(Suherman dan Ascobat, 2007).
Indikasi:
Menekan sistem kekebalan tubuh, meredakan gejala peradangan dan alergi.
Betametason bisa digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi, seperti penyakit
artritis, lupus, psoriasis, kolitis ulseratif, asma dan mengobati kanker tertentu.
Efek Samping:
Efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan betametason
adalah:
● Sakit kepala.
● Lelah atau otot-otot melemah.
● Sulit tidur.
● Risiko infeksi.
● Nyeri lambung dan gangguan pencernaan.
● Berat badan bertambah.
● Perubahan suasana hati, terutama pada awal pengobatan.
● Siklus haid tidak beraturan.

Kontra Indikasi:
Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selain itu,
penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis (Sartono, 1996).

Dosis berdasarkan kondisi pasien dan rute pemberian:


Kondisi: Peradangan atau alergi
Tablet dan sirop (oral)
Dewasa: Dosis betametason adalah 0,5-5 mg per hari dibagi menjadi beberapa
kali pemberian, tergantung dari tingkat keparahan penyakit dan respons pasien
terhadap obat.
Anak-anak:
Anak usia 1-6 tahun: 25% dari dosis orang dewasa.
Anak usia 7-11 tahun: 50% dari dosis orang dewasa.
Anak usia 12 tahun atau lebih: 75% dari dosis orang dewasa.
Obat Suntik
Dewasa: 4-20 mg per hari.
Anak-anak:
Anak usia 1 tahun atau kurang: 1 mg sebanyak 3-4 kali per 24 jam atau sesuai
kebutuhan.
Anak usia 2-5 tahun: 2 mg sebanyak 3-4 kali per 24 jam atau sesuai kebutuhan.
Anak usia 6-12 tahun: 4 mg sebanyak 3-4 kali per 24 jam atau sesuai kebutuhan.
Kondisi: Rheumatoid arthritis
Tablet dan sirop (oral)
Dewasa: 0,5-2 mg per hari.
Kondisi: Peradangan kulit
Krim, salep, dan gel (topikal)
Dewasa: Betametason tersedia dalam konsentrasi 0,025%, 0,05%, atau 0,1%.
Pemberian pada masing-masing konsentrasi akan disesuaikan dengan kondisi
pasien. Oleskan betametason 1-3 kali per hari selama 2-4 minggu atau hingga
kondisi membaik.
Kondisi: Psoriasis
Krim, salep, dan gel (topikal)
Dewasa: Betametason 0,05% dioleskan secukupnya, 2 kali sehari, selama 4
minggu.
Kondisi: Alergi dan peradangan pada mata
Tetes mata
Dewasa: Dosis awal sebanyak 1-2 tetes pada mata meradang tiap dua jam, lalu
frekuensi pemberian tetes mata akan dikurangi jika kondisi mata telah berangsur
membaik.
Interaksi Obat:
Hindari penggunaan obat-obat berikut ini bersama dengan betametason untuk
mencegah interaksi yang tidak diinginkan, seperti:
● Meningkatkan risiko perdarahan saluran pencernaan, jika digunakan bersama
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
● Meningkatkan risiko robeknya jaringan yang menghubungkan otot dengan
tulang (tendon), jika digunakan bersama quinolone.
● Meningkatkan risiko hipokalemia, jika digunakan bersama acetazolamide,
hydrochlorothiazide, digoxin, atau teofilin.
● Meningkatkan kadar betametason dalam darah, jika digunakan bersama
itraconazole atau ritonavir.
● Meningkatkan metabolisme tretinoin dan quetiapine.
● Mengurangi efektivitas betametason, jika digunakan bersama carbamazepine,
phenobarbital, phenytoin, rifampicin, dan ephedrine.
● Menyebabkan efek yang berlawanan, jika digunakan bersama antihipertensi,
diuretik, obat diabetes, dan obat pelumpuh otot (misalnya atracurium).

2. Dexamethason
Mekanisme Kerja:
Obat ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang
menyebabkan peradangan.

Farmakokinetik:
Diabsopsi dengan baik oleh mukosa saluran gastrointestinal, ruang sinovial, dan
otot. Dimetabolisme oleh hepar, serta diekskresikan melalui urin.
Indikasi:
Indikasi dexamethasone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan,
misalnya pada penyakit sendi inflamatori, meningitis bakterial, ataupun eksaserbasi
akut multiple sklerosis.
Efek Samping:
● Badan terasa lelah atau lemas.
● Gangguan pola tidur.
● Sakit kepala.
● Vertigo.
● Keringat berlebihan.
● Jerawat.
● Kulit kering dan menipis serta gampang memar.
● Pertumbuhan rambut yang tidak biasa.
● Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung.
● Mudah haus.
● Sering buang air kecil.
● Nyeri otot.
● Nyeri pada sendi atau/dan tulang.
● Sakit perut atau perut terasa kembung.
● Rentan terhadap infeksi.
Kontraindikasi:
Kontraindikasi dexamethasone adalah pada kasus hipersensitivitas, infeksi akut
yang tidak diobati, dan adanya infeksi jamur. Penggunaan pada pasien tuberkulosis
juga perlu berhati-hati karena dapat membuat infeksi aktif kembali. Sementara itu,
peringatan penggunaan dexamethasone adalah pada pasien dengan ulkus peptikum.
Dosis
Tablet dan Sirop
Dewasa: 0,75-9 mg per hari dibagi menjadi 2-4 kali pemberian.
Anak-anak (mulai usia 1 bulan): 10-100 mcg/kgBB per hari dibagi menjadi 1-2
kali pemberian tergantung dari respons pasien terhadap obat. Dosis maksimal 300
mcg/kgBB per hari.
Interaksi Obat:
Agar dapat bekerja secara efektif, dexamethasone tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi bersamaan dengan obat phenytoin, fenobarbital, rifampicin, suplemen
vitamin A, tetrasiklin dan antibiotik lainnya, tiazid, ephedrine, barbiturat, primidon.
Dexamethasone juga dapat mengubah efek obat pengencer darah oral, serta
menurunkan efek obat hipoglikemik oral dan salisilat.

3. Methylprednisolone
Mekanisme Kerja:
Metilprednisolon berikatan dengan dan mengaktifkan reseptor glukokortikoid
intraseluler. Reseptor glukokortikoid yang diaktifkan berikatan dengan daerah
promotor DNA (yang dapat mengaktifkan atau menekan transkripsi) dan
mengaktifkan faktor transkripsi yang mengakibatkan inaktivasi gen melalui
deasetilasi histone. Onset: Efek puncak: 1-2 jam (oral); 4-8 hari (IM); 1 minggu
(intra-artikular). Durasi: 30-36 jam (oral); 1-4 minggu (IM); 1-5 minggu (intra-
artikular).

Struktur Kimia:

Farmakokinetik:
Penyerapan: Diserap dengan cepat (oral); diserap dari sendi di atas minggu tetapi
lebih lambat diserap setelah inj IM dalam (sebagai asetat); cepat diserap setelah
injeksi IM (Na succinate ester). Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma: 2 jam
(ester suksinat Na). Distribusi: Didistribusikan dengan cepat (oral). Melintasi
plasenta. Volume distribusi: 0,7-1,5 L / kg. Ekskresi: Waktu paruh plasma: ≥3,5
jam.
Indikasi:
Indikasi methylprednisolone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan,
tatalaksana status asmatikus, reaksi penolakan pada transplantasi organ, dan
kondisi alergi.
Efek Samping:
Efek samping methylprednisolone cukup luas karena obat ini mempengaruhi
hormon kortikosteroid. Pada penggunaan jangka panjang, dapat terjadi efek
samping supresi adrenal. Penggunaan lebih dari 5 hari harus di tappering off.
Efek samping berdasarkan sistem organ di antaranya :
 Reaksi alergi: hipersensitivitas, reaksi anafilaksis, angioedema.
 Kardiovaskular: bradikardia, henti jantung, aritmia, gagal jantung kongestif,
sinkop, hipertensi
 Dermatologis: dermatitis alergi, acne, atrofi kutan dan subkutan,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi, kulit kering bersisik, ekimosis dan
petekie, eritema, striae, urtikaria.
 Endokrin: toleransi karbohidrat dan glukosa menurun, peningkatan
kebutuhan insulin atau obat antidiabetes, cushingoid state, hirsutisme,
menstruasi ireguler, secondary adrenocortical and pituitary
unresponsiveness (terutama saat stres, trauma, operasi, atau sakit), dan
supresi pertumbuhan pada pasien pediatrik.
 Gangguan elektrolit: retensi natrium, retensi cairan, menurunnya kalium.
 Gastrointestinal: distensi abdomen, hepatotoksisitas, hepatomegali, mual,
esofagitis ulseratif, pankreatitis, ulkus peptikum dengan kemungkinan
perforasi atau perdarahan.
 Muskuloskeletal: nekrosis aseptik bonggol femoral dan humerus, Charcot-
like arthropathy, penurunan massa otot, osteoporosis, fraktur patologis,
fraktur kompresi vertebra.
 Neurologis/psikiatrik: konvulsi, depresi, instabilitas emosional, euphoria,
sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial dengan papiledema,
insomnia, perubahan mood.
 Ophtalmik: glaukoma, katarak subkapsular posterior, eksoftalmus.
 Lainnya: meningkatnya kemungkinan infeksi.
Kontraindikasi:
Kontraindikasi methylprednisolone antara lain adalah:
 Alergi terhadap methylprednisolone
 Infeksi fungal sistemik
 Administrasi intramuskular pada ITP (Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura). Pada kondisi ini, methylprednisolone dapat diberikan secara
intravena.
 Pemberian dosis imunosupresan bersamaan dengan vaksinasi
Dosis berdasarkan kondisi pasien dan rute pemberian:
Krim
Dewasa: Dosis krim methylprednisolone 0,1% adalah ambil secukupnya dengan
ujung jari lalu oleskan 1 kali pada kulit yang ingin diobati, maksimal selama 12
minggu.
Anak-anak: Dosis krim methylprednisolone 0,1% adalah ambil krim secukupnya
dengan ujung jari lalu oleskan 1 kali pada kulit yang ingin diobati, maksimal
selama 4 minggu.
Interaksi Obat:
Penggunaan methylprednisolone jangka panjang dapat menurunkan respon
antibodi tubuh terhadap toksoid, vaksin hidup, atau vaksin hidup dilemahkan.
Vaksin sebaiknya diberikan setelah penggunaan methylprednisolone dihentikan.
Keseluruhan interaksi obat methylprednisolone adalah sebagai berikut:
b. Calcineurin Inhibitor
Contoh obat golongan ini adalah

1. Ciclosporine

Mekanisme Kerja:

Dengan menekan reaksi imun tubuh yang dimediasi oleh sel. Ciclosporin
digunakan untuk mencegah penolakan terhadap transplantasi organ. Ciclosporin
juga dapat mengurangi peradangan pada rheumatoid arthritis (RA) aktif dan
psoriasis rekalsitrans.

Struktur Kimia:

Farmakokinetik:

Penyerapan: Diserap secara lengkap dan bervariasi dari saluran GI (oral).


Distribusi: Didistribusikan secara luas; melintasi plasenta dan memasuki ASI.
Pengikatan protein: 90%.
Metabolisme: Hati: Luas.
Ekskresi: Di feses melalui empedu; 5-20 jam (waktu paruh eliminasi), lebih cepat
pada anak-anak.

Indikasi:

PO Imunosupresi dalam transplantasi organ, pengobatan psoriasisi dan dermatitis


atopik berat, Pencegahan penolakan graft dalam transplantasi sumsum tulang
Awal.

Efek Samping:

Obat ciclosporin dapat menyebabkan efek samping seperti:

 Gemetar, pusing, sakit kepala,


 Hiperkalemia
 Hipertensi
 Hirsutisme
 Bengkak pada wajah
 Retensi cairan
 Peningkatan risiko terjadinya infeksi
 Mual, diare, nyeri perut

Kontraindikasi:

Hipersensitif; neoplasma ganas; hipertensi yang tidak terkontrol; psoriasis; laktasi

Dosis berdasarkan kondisi pasien dan rute pemberian:

Oral
Psoriasis, Dermatitis atopik berat
Dewasa: Awalnya, 2,5 mg / kg / hari, dalam 2 dosis terbagi. Kurangi dosis efektif
terendah setelah remisi tercapai. Hentikan pengobatan jika tidak ada peningkatan
yang cukup untuk dosis maksimal dalam waktu 6 minggu. Maks: 5 mg / kg / hari.
Interaksi Obat:
Peningkatan kadar siklosporin oleh diltiazem, doksisiklin, eritromisin, ketokonazol,
metilprednisolon (dosis tinggi), nikardipin, verapamil, kontrasepsi oral. Obat yang
mengurangi tingkat siklosporin adalah karbamazepin, isoniazid, fenobarbiton,
fenitoin, dan rifampisin. Peningkatan risiko kejang bila digunakan bersamaan
dengan metilprednisolon dosis tinggi. Berpotensi Fatal: Nefrotoksisitas aditif bila
digunakan dengan aminoglikosida, amfoterisin B, siprofloksasin, colchicine,
melphalan, kotrimoksazol dan NSAID.

2. Tacrolimus
Mekanisme Kerja:

Tacrolimus adalah makrolida kuat yang menekan aktivasi sel T dan proliferasi sel
B yang bergantung pada sel T-helper, serta pembentukan limfokin [mis. interleukin
(IL) -2, IL-3, dan γ-interferon] dan ekspresi reseptor IL-2. Ini menghambat
aktivitas kalsineurin dengan mengikat protein intraseluler, FKBP-12; membentuk
kompleks dg Ca, kalmodulin dan kalsineurin

Struktur Kimia:

Farmakokinetik:

Penyerapan: Tidak lengkap dan bervariasi. Makanan, khususnya makanan tinggi


lemak, mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan. Ketersediaan hayati: 20-25%
(oral); sekitar 0,5% (topikal). Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma: 0,5-6
jam.
Distribusi: Didistribusikan secara luas dalam jaringan (IV). Melintasi plasenta dan
memasuki ASI. Volume distribusi: 0,5-4,7 L / kg (anak); 0,55-2,47 L / kg
(dewasa). Ikatan protein plasma: Sekitar 99% (terutama untuk albumin dan α1-
asam glikoprotein).
Metabolisme: Dimetabolisme secara luas di hati oleh isoenzim CYP3A4.
Ekskresi: Terutama melalui feses (sekitar 93%); urin (<1% sebagai obat tidak
berubah). Waktu paruh eliminasi darah: Sekitar 43 jam (pasien sehat); sekitar 12-
16 jam (pasien transplantasi).

Indikasi:
PO Profilaksis penolakan transplantasi organ Transplantasi ginjal, Pengobatan
penolakan transplantasi organ Pada pasien yang kebal terhadap agen imunosupresif
konvensional, Profilaksis penolakan transplantasi organ Transplantasi ginjal, dan
Dermatitis atopik topikal

Efek Samping:

Tacrolimus oles dapat menimbulkan efek samping berupa rasa tersengat, terbakar,
iritasi, gatal, jerawat, kulit sensitif, gangguan pencernaan,serta gejala seperti flu,
yaitu demam, pilek, sakit tenggorokan, dan pegal-pegal. Sedangkan tacrolimus
tablet dan suntik berisiko menimbulkan efek samping, berupa:

● Tampak bingung
● Batuk
● Demam
● Pusing
● Lemas
● Nyeri otot
● Diare
● Nafsu makan menurun
● Mual dan muntah

Kontraindikasi:

Hipersensitivitas terhadap makrolida, penggunaan bersamaan dengan siklosporin,


asupan kalium tinggi atau penggunaan diuretik hemat kalium, pemberian vaksin
live-attenuated, kehamilan, menyusui.

Dosis berdasarkan kondisi pasien dan rute pemberian:

Obat oles

Dosis: Oleskan tipis pada area yang meradang. Penggunaan hanya boleh diberikan
pada anak-anak di atas usia 2 tahun.

Interaksi Obat:

Penggunaan tacrolimus bersama obat antivirus untuk mengatasi infeksi hepatitis C


dan HIV, serta obat antijamur, antasida, atau metoclopramide dapat meningkatkan
kadar tacrolimus dalam darah. Sedangkan penggunaan tacrolimus bersama dengan
rifampicin, metamizole, carbamezapine, serta isoniazid dapat menurunkan kadar
tacrolimus dalam darah. Penggunaan tacrolimus bersama OAINS, aminoglikosida,
vancomycin, kotrimoksazol, ganciclovir, serta acyclovir juga berisiko
menimbulkan gangguan pada ginjal dan sistem saraf. Penggunaan bersama obat
diuretik hemat kalium dapat meningkatkan risiko hiperkalemia atau kelebihan
kalium dalam darah.
c. Mycophenolate mofetil

Mekanisme Kerja:
Mycophenolate mofetil menghambat sintesis de novo purin. Mycophenolate
mofetil mengalami hidrolisis di dalam GI menjadi mycophenolic acid yang
merupakan metabolit aktif yang bekerja secara nonkompetitif, selektif, dan
reversibel menghambat IMP dehidrogenase. IMP dehidrogenase jika tidak
dihambat dapat mengubah inosine monophospate menjadi xantine monophosphate,
yaitu metabolit intermediet yang memproduksi GMP. Karena IMP dehidrogenase
dihambat, maka akan terjadi bloking formasi GMP sehingga menghambat
proliferasi sel T dan B yang merupakan prekursor yang dibutuhkan dalam sintesis
asam nukleat.
Struktur Kimia:

Farmakokinetik:
Setelah menelan mycophenolate, mycophenolate dengan cepat dan benar-benar
berubah menjadi metabolit aktifnya, asam mycophenolic. Bioavailabilitas rata-rata
asam mikofenolat setelah mengkonsumsi obat ini adalah sekitar 94%. Konsentrasi
puncak metabolit aktif dicapai 60 sampai 90 menit setelah konsumsi. Asam
mycophenolic mengalami resirkulasi enterohepatik, ditandai dengan adanya
puncak kedua dalam konsentrasi plasma 6-12 jam setelah masuk. Bila obat
diberikan pada dosis terapeutik, 97% asam mycophenolic terikat pada albumin
plasma. Pemberian mofetil mycophenolate bersamaan dengan asupan makanan
tidak berpengaruh signifikan terhadap AUC (area di bawah kurva "waktu
konsentrasi"), namun mengurangi konsentrasi asam mycophenolic maksimum
dalam plasma (Cmax) sebesar 40%.
Metabolisme asam mycophenolic terjadi di hati, di mana ia diubah menjadi
glycuronide asam mycophenolic, yang diekskresikan terutama dalam urin.
Sejumlah kecil asam mycophenolic (kurang dari 1%) diekskresikan dalam urin.
Waktu paruh asam mycophenolic setelah satu asupan oral 1,5 g obat adalah 17,9
jam, dan izinnya adalah 11,6 jam.

Indikasi:
Kaplet mofetil Mychopenolate diindikasikan untuk profilaksis penolakan organ
akut dan peningkatan kelangsungan hidup pasien dan cangkok pada pasien yang
menerima transplantasi jantung alogenik. Mychopenolate mofetil harus digunakan
bersamaan dengan siklosporin dan kortikostreoid.

Efek Samping:
● Demam.
● Sakit kepala.
● Linglung.
● Kejang.
● Penglihatan kabur.
● Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki.
● Sulit bernapas.
● Gusi berdarah.
● Mulut kering.
● Batuk dan suara serak.
Kontraindikasi:
Reaksi alergi terhadap mychopenolate mofetil telah diamati. Oleh karena itu,
mikofenolat mofetil dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap
mikofenolat mofetil atau asam mikofenolat.

Dosis
Kondisi Tranplantasi Ginjal
Dewasa: 1 g, 2 kali sehari.
Anak-anak (3 Bulan - 18 Tahun): Dosis disesuaikan dengan berat badan pasien.
Dosis berkisar antara 750 mg-1g, dua kali sehari.
Kondisi Tranplantasi Jantung dan Hati
Dewasa: 1,5 g, 2 kali sehari.

Interaksi Obat:
Mycophenolate mofetil dapat menimbulkan reaksi jika digunakan dengan obat lain,
seperti: Meningkatkan risiko infeksi, jika digunakan dengan azathioprine,
rifampicin, dan obat yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh lain seperti
rituximab. Menurunkan efektivitas pil KB.

d. Crisaborole
Merupakan pengobatan topikal. Bekerja dengan menghambat PDE4 yang
mencegah degradrasi cAMP menjadi AMP, menyebabkan meningkatnya level
cAMP yang menekanaktivitas NFAT dan NF-kB sehingga pembentukan sitokin
(IL-4) terhambat.
SUNBURN

Sunburn adalah luka bakar radiasi pada kulit yang disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet
(UV) matahari terlalu banyak atau sumber buatan seperti tanning bed. Faktor risiko terbesar
untuk terbakar sinar matahari adalah jumlah waktu kulit terpapar sinar UV, ditambah
intensitasnya. Banyak faktor seperti waktu, obat-obatan, penipisan ozon, ketinggian tinggi,
langit cerah, dan fototipe kulit mempengaruhi kulit terbakar. Peningkatan jumlah sengatan
matahari yang diperoleh seseorang berhubungan langsung dengan peningkatan risiko kanker
kulit.

a. Etiologi Sunburn

Sunburn disebabkan oleh paparan berlebihan kulit terhadap UVR. Spektrum


ultraviolet dapat dibagi menjadi ultraviolet A-I (UVA-I), 340-400 nm; ultraviolet A-II
(UVA-II), 320-340 nm, ultraviolet B (UVB), 290-320 nm; dan ultraviolet C (UVC),
200-290 nm. UVR matahari dengan panjang gelombang lebih pendek dari 290 nm
disaring atau diserap di atmosfer luar dan tidak ditemukan di permukaan laut. Sinar
UVB dengan panjang gelombang yang lebih pendek jauh lebih efektif dalam
menginduksi eritema daripada sinar UVA dan, oleh karena itu, merupakan penyebab
utama terbakar sinar matahari. Namun, UVA terdiri dari sebagian besar UVR yang
mencapai permukaan bumi (sekitar 95-98% pada tengah hari) dan, oleh karena itu,
menyumbang persentase yang signifikan dari efek kulit UVR langsung dan jangka
panjang. Dosis tunggal UVR minimal (energi per unit area) yang diperlukan untuk
menghasilkan eritema setelah 24 jam di lokasi yang terpapar dikenal sebagai dosis
eritema minimal (MED). Dosis ini berbeda berdasarkan jenis kulit.

1. Obat: Risiko terbakar matahari meningkat oleh tetrasiklin (terutama doksisiklin),


diuretik thiazide, sulfonamid, fluoroquinolones, obat antiinflamasi nonsteroid,
retinoid, dan St. John's wort di antara obat fotosensitisasi lainnya [1].
2. Peningkatan indeks UV:
● Waktu antara 10 pagi dan 4 sore adalah ketika sinar matahari berada pada titik
terkuatnya.
● Berkurangnya cakupan awan berhubungan dengan peningkatan paparan sinar
UV yang lebih kuat.
● Ketinggian yang lebih tinggi berkorelasi dengan peningkatan risiko terbakar
matahari karena lapisan yang lebih kecil dari perlindungan atmosfer bumi.
● Kedekatan dengan garis katulistiwa berkorelasi dengan paparan sinar UV yang
lebih langsung.
3. Penipisan ozon: Wilayah-wilayah tertentu di dunia mengalami penurunan ozon atau
lubang di lapisan ozon. Ini sama dengan peningkatan penetrasi sinar UV matahari.
4. Fotipe kulit Fitzpatrick: Semakin terang warna kulit, semakin mudah terbakar sinar
matahari.
5. Penyamakan: Penyamakan atau menghabiskan lebih banyak waktu di bawah sinar
matahari untuk mendapatkan kulit yang lebih gelap, telah menjadi hobi populer
Amerika selama beberapa dekade. Penyamakan meningkatkan risiko kanker kulit dan
mempercepat penuaan kulit. Penyamakan cepat dapat menyebabkan kulit terbakar.

b. Patofisiologi

Epitel permukaan (epidermis) kulit memberikan penghalang perlindungan


terhadap dehidrasi dan yang berpotensi berbahaya lingkungan luar. Dengan demikian,
kulit adalah situs pertama interaksi antara lingkungan sekitar dan secara imunologis
struktur organisme yang kompeten, dan juga situs untuk tanggapan makhluk hidup.
Neuron sensorik di ganglia akar dorsal (DRG) dan trigeminal ganglia (TG) diberkahi
dengan kapasitas transduksi sensorik untuk panas, dingin, isyarat mekanis, gatal, dan
nyeri, dan akson mereka langsung berinteraksi dengan epitel kulit.

Sinar UVA dan UVB keduanya berperan dalam sengatan matahari, meskipun
sinar UVB bertanggung jawab untuk secara langsung merusak DNA dengan
menginduksi pembentukan dimer cycobutane timin-timin. Ketika dimer ini terbentuk,
tubuh menghasilkan respons perbaikan DNA, yang meliputi induksi apoptosis sel dan
pelepasan penanda inflamasi seperti prostaglandin, spesies oksigen reaktif, dan
bradikinin,. Hal ini menyebabkan vasodilatasi, edema, dan rasa sakit yang
diterjemahkan ke dalam kulit yang secara klasik berwarna merah dan nyeri seperti
terbakar sinar matahari. Paparan kulit terhadap UVB menyebabkan peningkatan
kemokin seperti CXCL5 sebagai proalgesik sebagai respon paparan sinar UVB dan
mengaktifkan nosiseptor perifer, yang mengakibatkan aktivasi berlebihan dari
reseptor rasa sakit pada kulit. Respon imunologis lainnya dimediasi oleh sitokin
seperti IL-1β dan IL-6, yaitu juga diketahui menyebabkan dan memfasilitasi rasa
sakit.

Gambar: sel-sel kulit terbakar apoptosis di epidermis.

Nyeri sebagai respons terhadap isyarat lingkungan eksternal telah dipahami


lebih baik karena kemajuan ilmiah di bidang saluran ion potensial reseptor transien
(TRP) yang telah ditemukan responsif terhadap isyarat tersebut, dan yang ditemukan
diekspresikan dalam neuron sensorik periferal DRG dan TG, yang merupakan sel
yang dipercayai menjadi transduser utama. TRPV4, saluran kation nonselektif yang
diekspresikan dalam sel-sel kulit epitel dan diketahui berfungsi dalam transduksi
sensorik, suatu sifat yang dimiliki bersama dengan saluran potensial reseptor
sementara lainnya. Epidermal TRPV4 mengatur kerusakan jaringan kulit yang
ditimbulkan oleh UVB dan peningkatan ekspresi mediator proalgesik / algogenik
endothelin-1. Dalam kultur, UVB menyebabkan respons Ca2 + yang bergantung
TRPV4 langsung dalam keratinosit. saluran ion TRPV4 kalsium permeabel dalam sel
epitel kulit sangat penting untuk menerjemahkan stimulus UVB menjadi sinyal
intraseluler dan juga menjadi sinyal dari sel kulit epitel ke sel saraf sensorik yang
menginervasi kulit, menyebabkan rasa sakit. Mekanisme pensinyalan ini mendasari
sunburn dan khususnya nyeri terkait sunburn. Dengan demikian, aktivasi TRPV4
dalam kulit oleh UVB membangkitkan rasa sakit akibat terbakar sinar matahari. Pada
manusia, sunburn meningkatkan ekspresi epidermal dari TRPV4 dan endothelin-1,
sehingga potensi TRPV4 turunan keratinosit sebagai target terapi untuk sunburn
imbas UVB, khususnya nyeri.
c. Terapi Farmakologi
1. Analgesic, Nonstreoidal Anti-Inflammantory Drug (NSAID)
● Naproxen (Aleve, Anaprox, Naprelan, Naprosyn)
- Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan
tubuh dengan menghambat setidaknya 2 isoenzim cyclooxygenase (COX),
COX-1 dan COX-2. Dapat menghambat kemotaksis, mengubah aktivitas
limfosit, menurunkan aktivitas sitokin proinflamasi, dan menghambat
agregasi neutrofil; efek ini dapat berkontribusi pada aktivitas anti-inflamasi.
- Farmakokinetik :

Penyerapan: Ketersediaan hayati: 95%; Onset: 30-60 mnt; Durasi: <12 jam;
serum puncak: 1-4 jam (tablet); 2-12 jam (penundaan pelepasan perut
kosong); 4-24 jam (terlambat relase dengan makanan); Konsentrasi plasma
puncak: 62-96 mcg / mL

Distribusi: Terikat protein: <99%; Vd: 0,16 L / kg

Metabolisme: Dimetabolisme di hati melalui konjugasi; Metabolit: 6


Desmethylnaproxen, konjugat glukuronida; Enzim terhambat: COX-1,
COX-2

Eliminasi: Waktu paruh: 12-17 jam; Dialyzable: Tidak ada nilai; Jarak
bebas: 0,13 mL / menit / kg; Ekskresi: Urin (95%), tinja (<3%)
- Indikasi : rasa sakit (nyeri), Dismenore, Gout, Akut, dll
- Efek Samping : NSAID meningkatkan risiko efek samping GI yang serius,
termasuk perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung atau usus, yang bisa
berakibat fatal. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat meningkatkan
risiko kejadian trombotik kardiovaskuler yang serius, infark miokard (MI),
dan stroke, yang dapat berakibat fatal.
- Kontraindikasi : Mutlak: Alergi aspirin; nyeri perioperatif dalam
pengaturan operasi cangkok bypass arteri koroner (CABG); Relatif:
Gangguan perdarahan, keterlambatan transit kerongkongan, penyakit hati,
tukak lambung, gangguan ginjal, stomatitis, kehamilan lanjut (dapat
menyebabkan penutupan dini duktus arteriosus)
- Dosis : Dewasa: 500 mg PO awalnya, lalu 250 mg PO q6-8hr atau 500 mg
PO q12hr PRN; tidak melebihi basis naproxen 1250 mg / hari pada hari 1;
dosis harian berikutnya tidak boleh melebihi 1000 mg basa naproxen.
Extended release: 750-1000 mg PO qDay; untuk sementara dapat
ditingkatkan menjadi 1500 mg / hari jika ditoleransi dengan baik. Pediatrik:
500 mg PO awalnya, lalu 250 mg PO q6-8hr atau 500 mg PO q12hr PRN;
tidak melebihi basis naproxen 1250 mg / hari pada hari 1; dosis harian
berikutnya tidak boleh melebihi 1000 mg basa naproxen. Extended release:
750-1000 mg PO qDay; untuk sementara dapat meningkat menjadi 1500
mg / hari jika ditoleransi dengan baik dan ditunjukkan secara klinis.
- Interaksi Obat: asam aminolevulinic oral; asam aminolevulinat topikal;
apixaban; benazepril; kaptopril; enalapril; fosinopril; ibuprofen; ibuprofen
IV; ketorolak; ketorolak intranasal; Lisinopril; metotreksat; metil
aminolevulinat; moexipril; pemetrexed; perindopril; quinapril; ramipril;
tacrolimus; trandolapril.

● Aspirin (Bayer, Anacin, Bufferin)


- Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis prostaglandin oleh
siklooksigenase; menghambat agregasi trombosit; memiliki aktivitas
antipiretik dan analgesik
- Farmakokinetik :
Penyerapan
Ketersediaan hayati: 80-100%
Onset: PO, 5-30 mnt; PR, 1-2 jam
Durasi: PO, 4-6 jam; PR,> 7 jam
Waktu plasma puncak: PO, 0,25-3 jam
Konsentrasi plasma puncak: Analgesia / antipyresis, 30-100 mcg / mL;
antiinflamasi, 150-300 mcg / mL
Distribusi
Terikat protein: ≤100 mcg / mL, 90-95%; 100-400 mcg / mL, 70-85%;
konsentrasi yang lebih tinggi, 25-60%
Vd: 170 mL / kg
Metabolisme
Dimetabolisme oleh hati melalui sistem enzim mikrosomal
Metabolit: Salicylurate, salicyl phenolic glucuronide, salicyl acyl
glucuronide, asam 2,5-dihydroxybenzoic (asam gentisic), asam 2,3-
dihydroxybenzoic, 2,3,5-trihydroxybenzoic acid, asam gentisuric
(aktif)
Enzim yang dihambat: Cyclooxygenase (tidak signifikan)
Eliminasi
Waktu paruh: Dosis rendah, 2-3 jam; dosis lebih tinggi, 15-30 jam
Pembersihan ginjal: 80-100% dalam 24-72 jam
Ekskresi: Urin (80-100%), keringat, air liur, tinja
Dialyzable: Ya
- Indikasi : Nyeri dan Demam; kanker kolorektal; sindrom koroner akut, dll
- Efek Samping : Angioedema; Bronkospasme; Perubahan SSP; Masalah
dermatologis; Nyeri, ulserasi, perdarahan GI; Hepatotoksisitas; Gangguan
pendengaran; Mual; Penghambatan agregasi trombosit; Hemolisis
prematur; Edema paru (diinduksi salisilat, nonkardiogenik); Ruam;
Kerusakan ginjal; Tinnitus; Urtikaria; Muntah
- Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap aspirin atau NSAID; Reaksi hipersensitivitas terkait
aspirin termasuk urtikaria yang diinduksi aspirin (HLA-DRB1 * 1302-
DQB1 * 0609 haplotype), asma intoleransi aspirin (HLA-DPB1 * 0301)
Alergi terhadap pewarna tartrazine
Mutlak
● Perdarahan ulkus GI, anemia hemolitik dari piruvat kinase (PK) dan
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), hemofilia, diatesis
hemoragik, wasir, ibu menyusui, polip hidung yang berhubungan dengan
asma, sarkoidosis, trombositopenia, ulseratif kolitis
Relatif
● Apendisitis, asma (bronkial), diare kronis, obstruksi saluran keluar
usus (untuk formulasi salut enterik), dehidrasi, gastritis erosif,
hipoparatiroidisme
- Dosis :
Dewasa: Immediate release: 325- 650 mg PO q4hr PRN atau 975 mg PO
q6hr PRN atau 500-1.000 mg PO q4-6hr selama tidak lebih dari 10 hari;
tidak melebihi 4 g / hari; Rektal: 300-600 mg PR q4hr selama tidak lebih
dari 10 hari atau seperti yang diarahkan oleh penyedia layanan kesehatan.
Pediatrik: <50 kg, 0-15 mg / kg PO q4hr, hingga 60-80 mg / kg / hari; ≥50
kg, Immediate release: 325-650 mg PO / PR q4-6hr PRN; tidak melebihi 4
g / hari

- Interaksi Obat: dichlorphenamide; mifepristone; benazepril; kaptopril;


enalapril; fosinopril; ibuprofen; ibuprofen IV; ketorolak; ketorolak
intranasal; lesinurad; Lisinopril; macimorelin; vaksin campak, gondong,
rubella dan varicella, hidup; metotreksat; moexipril; pemetrexed;
perindopril; probecid; quinapril; ramipril; tiklopidin; trandolapril; vaksin
virus varicella hidup

● Ibuprofen (Advil, Motrin, Nuprin)


- Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan
tubuh dengan menghambat setidaknya 2 isoenzim cyclo-oxygenase (COX),
COX-1 dan COX-2. Dapat menghambat kemotaksis, mengubah aktivitas
limfosit, menurunkan aktivitas sitokin proinflamasi, dan menghambat
agregasi neutrofil; efek ini dapat berkontribusi pada aktivitas anti-inflamasi
- Farmakokinetik :

Penyerapan
Diserap dengan cepat (85%)
Ketersediaan hayati: 80-100%
Onset: 30-60 mnt
Durasi: 4-6 jam
Waktu plasma puncak (dewasa)
Tablet konvensional: 120 mnt
Tablet kunyah: 62 mnt
Penangguhan oral: 47 menit
Waktu puncak plasma (anak-anak yang demam)
Tablet kunyah: 86 mnt
Penangguhan oral: 58 menit
Konsentrasi plasma puncak
Tablet konvensional: 20 mcg / mL
Tablet kunyah: 15 mcg / mL
Suspensi oral: 19 mcg / mL
Distribusi
Protein terikat: 90-99%; konsentrasi> 20 mcg / mL
Vd: 0,12 L / kg (dewasa); 0,164 L / kg (anak-anak)
Metabolisme
Dimetabolisme dengan cepat di hati (terutama oleh CYP2C9; substrat
CYP2C19) melalui oksidasi menjadi metabolit tidak aktif
Metabolisme
Metabolit A: (+) - 2- [4 '- (2-hidroksi-2-metilpropil) fenil] asam propionat
Metabolit B: (+) - 2- [4 '- (2-karboksipropil) fenil] asam propionat
Eliminasi
Waktu paruh: 2-4 jam (dewasa); 1,6 jam (anak 3 mon hingga 1 tahun; 35-51
jam (hari 3), 20-33 jam (hari 5)
Ekskresi: Urin (50-60%; <10% tidak berubah); sisa dalam tinja dalam
waktu 24 jam
- Indikasi : Nyeri, Demam, Dismenore, ductus arteriosus
- Efek Samping : Pusing (3-9%), Nyeri epigastrik (3-9%), Mulas (3-9%),
Sembelit (1-3%), Mual (3-9%), Ruam (3-9%), Tinnitus (3-9%), Edema (1-
3%), Retensi cairan (1-3%), Sakit kepala (1-3%), Muntah (1-3%),
Agranulositosis, Anemia aplastik, Erythema multiforme, Ruam makula
eritematosa, Dermatitis eksfoliatif, Anemia hemolitik (dengan atau tanpa
hasil tes antiglobulin langsung positif), Neutropenia, Trombositopenia
(dengan atau tanpa purpura), Nekrolisis epidermal toksik (sindrom Lyell)
dan reaksi fotosensitifitas
- Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap obat, NSAID, aspirin, atau
eksipien lainnya. Nyeri perioperatif dalam pengaturan operasi bypass graft
arteri koroner (CABG). Kehamilan trimester 1 dan 3
- Dosis :
Dewasa: OTC: 200-400 mg PO q4-6hr; tidak melebihi 1.200 mg kecuali
diarahkan oleh dokter. Resep: 400-800 mg PO q6hr; tidak melebihi
3200 mg / hari
Pediatrik: 4-10 mg / kg / dosis PO q6-8hr; tidak melebihi 40 mg / kg / hari
- Interaksi Obat: asam aminolevulinic oral, asam aminolevulinat topikal,
apixaban, aspirin, benazepril, kaptopril, enalapril, erdafitinib, ketorolak,
lisinopril, metotreksat, naproxen, oxaprozin, perindopril
2. Analgeic lainnya
● Acetaminophen (Tylenol, anacin-Free Aspirin, Feverall, Tempra)
- Mekanisme Kerja : Bertindak pada hipotalamus untuk menghasilkan
antipyresis. Dapat bekerja secara perifer untuk memblokir timbulnya
impuls rasa sakit; juga dapat menghambat sintesis prostaglandin pada
SSP.
- Farmakokinetik :
Waktu Plasma Puncak: 10-60 mnt (rilis segera PO); 60-120 mnt (PO
diperpanjang-rilis); 6 jam (PO 500 mg, tablet konvensional); 8 jam (PO
650 mg, tablet rilis cepat)
Konsentrasi Plasma Puncak: 2,1 mcg / mL (PO 500 mg, tablet
konvensional); 1,8 mcg / mL (PO 650 mg, tablet rilis cepat)
Onset: 1 jam
Distribusi: 1 L / kg
Batas Protein: 10 hingga 25%
Metabolisme: Hati (sistem enzim mikrosomal); konjugasi (asam
glukuronat / sulfurat)
Metabolit: N-acetyl-p-benzoquinoneimine, N-acetylimidoquinone,
NAPQI; selanjutnya dimetabolisme melalui konjugasi dengan glutathione
Eliminasi paruh waktu: 1,25-3 jam (remaja); 2-5 jam (anak-anak); 4 jam
(bayi); 7 jam (neonatus); 2-3 jam (dewasa)
Ekskresi: urin (terutama sebagai acetaminophen glucuronide dengan
acetaminophen sulfate / mercaptate)
- Indikasi : nyeri, demam,
- Efek Samping : Angioedema, Disorientasi, Pusing, Ruam makulopapular
pruritus, Ruam, Hiperamonemia, Sindrom Stevens-Johnson, Nekrolisis
epidermis toksik, Urtikaria, Perdarahan gastrointestinal, hepatotoksisitas,
dll
- Kontraindikasi : Hipersensitif; Penyakit hati aktif yang parah
- Dosis :
Dewasa:
immediate-release
● Kekuatan reguler: 325-650 mg PO / PR q4hr PRN; tidak melebihi
3250 mg / hari; di bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis
harian hingga 4 g / hari dapat digunakan
● Kekuatan Ekstra: 1000 mg PO q6-8hr PRN; tidak melebihi 3000 mg /
hari; di bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis harian hingga
4 g / hari dapat digunakan:
extended-release

● 2 kapsul (1300 mg) PO q8hr PRN; tidak melebihi 3,9 g / hari


dosis maksimum
● Produk yang mengandung asetaminofen: Tidak melebihi dosis
kumulatif 3,25 g / hari asetaminofen; di bawah pengawasan
profesional kesehatan, dosis harian hingga 4 g / hari dapat digunakan
● Kekuatan Ekstra Tylenol (yaitu, 500 mg / tab atau tutup): Tidak
melebihi 3 g / hari (6 tab atau tutup); di bawah pengawasan
profesional kesehatan, dosis harian hingga 4 g / hari dapat digunakan

Pediatrik:
Dosis berbasis berat badan
● Solusi oral
● Neonatus 28-31 minggu kehamilan: 10-15 mg / kg / dosis PO q12hr
prn; dapat memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 40
mg / kg / hari atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 32-37 minggu kehamilan: 10-15 mg / kg / dosis PO q8hr
prn; dapat memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 60
mg / kg / hari atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 0-9 hari: 10-15 mg / kg / dosis PO q6-8hr prn; dapat
memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 60 mg / kg /
hari; atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 10-29 hari: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-8hr prn; dapat
memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 90 mg / kg /
hari; atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Bayi: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-6hr prn; tidak melebihi 15 mg /
kg / dosis atau 75 mg / kg / hari
● Anak-anak dan remaja <60 kg: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-6hr prn;
tidak melebihi 15 mg / kg / dosis atau 1.000 mg / dosis, mana yang
kurang atau 75 mg / kg / hari atau 4.000 mg / hari, mana yang kurang
Dosis tetap
● <6 tahun: Tanyakan penyedia layanan kesehatan
● 6-12 tahun: 325-650 mg PO q4-6hr; tidak melebihi 1,625 g / hari
selama tidak lebih dari 5 hari kecuali diarahkan oleh penyedia layanan
kesehatan
> 12 tahun
○ Kekuatan reguler: 325-650 mg q4-6hr; tidak melebihi 3,25 g / hari; di
bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis hingga 4 g / hari
dapat digunakan
○ Kekuatan ekstra: 1000 mg q6hr; tidak melebihi 3 g / 24 jam; di bawah
pengawasan profesional kesehatan, dosis hingga 4 g / hari dapat
digunakan
○ Perpanjangan yang diperpanjang: 1,3 g q8hr; tidak melebihi 3,9 g / 24
jam

- Interaksi Obat: pexidartinib, pretomanid, apalutamide, avapritinib,


axitinib, busulfan, topikal dapson, eltrombopag, isoniazid, tetrakain,
tazemetostat, imatinib, warfarin, dll

3. Kortikosteroid
● Prednisone (Deltasone, Orasone, Meticorten)
- Mekanisme Kerja : Glukokortikosteroid; menimbulkan aktivitas
mineralokortikoid ringan dan efek antiinflamasi sedang; mengendalikan
atau mencegah peradangan dengan mengontrol laju sintesis protein,
menekan migrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan fibroblas,
membalikkan permeabilitas kapiler, dan menstabilkan lisosom pada
tingkat sel; dalam dosis fisiologis, kortikosteroid diberikan untuk
menggantikan hormon endogen yang kurang; dalam dosis yang lebih
besar (farmakologis), mereka mengurangi peradangan
- Farmakokinetik :
Penyerapan
Ketersediaan hayati: 92%
Durasi: Plasma, 60 mnt; biologis, 8-36 jam
Waktu plasma puncak: PO (rilis langsung), 2 jam; PO (rilis tertunda), 6,0-
6,5 jam
Distribusi
Protein terikat: 65-91%
Metabolisme
Dimetabolisme luas di hati; terhidroksilasi menjadi metabolit aktif;
konversi dapat terganggu pada penyakit hati
Metabolit: Prednisolone (aktif)
Eliminasi
Waktu paruh: 2,6-3 jam
Dialyzable: Hemodialisis, no
Ekskresi: Urin (terutama)
- Indikasi : peradangan, sindrom nefrotik, asma akut, Purpura
Thrombocytopenic Idiopatik, dermatitis herpetiformis, dll
- Efek Samping :
Alergi: Anafilaksis, angioedema
Kardiovaskular: Bradikardia, henti jantung, aritmia jantung, pembesaran
jantung, kolaps sirkulasi, gagal jantung kongestif, embolisme lemak,
hipertensi, kardiomiopati hipertrofik pada bayi prematur, ruptur miokard
setelah infark miokard baru-baru ini, edema paru, edema paru, trombosis,
thrombosis, throm
Dermatologis: Jerawat, dermatitis alergi, atrofi kulit dan subkutan, kulit
kepala kering, edema, eritema wajah, hiper atau hipopigmentasi, gangguan
penyembuhan luka, peningkatan keringat, petekia dan ecimosis, ruam,
abses steril, striae, reaksi penekanan terhadap tes kulit, tipis kulit rapuh,
rambut kepala menipis, urtikaria
Endokrin: Timbunan lemak abnormal, penurunan toleransi karbohidrat,
perkembangan keadaan cushingoid, hirsutisme, manifestasi diabetes
mellitus laten dan peningkatan kebutuhan insulin atau agen hipoglikemik
oral pada penderita diabetes, ketidakteraturan menstruasi, fasies bulan,
adrenokortikal sekunder dan hipofisis tidak responsif (terutama pada saat
stres, seperti pada trauma, operasi, atau penyakit), penindasan
pertumbuhan pada anak-anak
Gangguan cairan dan elektrolit: Retensi cairan, kehilangan kalium,
hipertensi, alkalosis hipokalemik, retensi natrium
Gastrointestinal: Distensi abdomen, peningkatan kadar enzim hati serum
(biasanya reversibel setelah penghentian), hepatomegali, cegukan,
malaise, mual, pankreatitis, ulkus peptikum dengan kemungkinan
perforasi dan perdarahan, esofagitis ulseratif
Umum: Menambah nafsu makan dan penambahan berat badan
Metabolik: Keseimbangan nitrogen negatif karena katabolisme protein
Muskuloskeletal: Osteonekrosis kepala femoral dan humerus, Artropati
seperti Charcot, kehilangan massa otot, kelemahan otot, osteoporosis,
fraktur patologis tulang panjang, miopati steroid, ruptur tendon, fraktur
kompresi vertebra
Neurologis: Arachnoiditis, kejang-kejang, depresi, ketidakstabilan
emosional, eufhoria, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial dengan
papilledema (pseudotumor cerebri; biasanya setelah penghentian
pengobatan), insomnia, meningitis, perubahan suasana hati, neuritis,
neuropati, paraparesis / paraplegia, perubahan kepribadian. , gangguan
sensorik, vertigo
Oftalmik: Exophthalmos, glaukoma, peningkatan tekanan intraokular,
katarak subkapsular posterior, korioretinopati serosa sentral
Reproduksi: Perubahan motilitas dan jumlah spermatozoa
- Kontraindikasi :
infeksi serius yang tidak diobati
Hipersensitivitas yang terdokumentasi
Varicella
Administrasi vaksin hidup langsung atau dilemahkan (Komite Penasihat
Praktik Imunisasi (ACIP) dan Akademi Dokter Keluarga Amerika
(AAFP) menyatakan bahwa pemberian vaksin virus hidup biasanya tidak
dikontraindikasikan pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid
sebagai jangka pendek (<2 minggu) pengobatan, dalam dosis rendah
hingga sedang, sebagai pengobatan alternatif jangka panjang dengan
persiapan aksi pendek, atau dalam pemeliharaan dosis fisiologis, seperti,
terapi penggantian)
- Dosis :
Dewasa: 5 hingga 60 mg per hari
Pedriatik: 0,5-2 mg / kg / hari PO dalam dosis harian tunggal atau dibagi
12 jam; tidak melebihi 80 mg / hari
- Interaksi Obat: mifepristone, aldesleukin, vaksin antraks, ciloleucel
axicabtagene, Vaksin BCG hidup, carbamazepine, simetidin,
dihydroergotamine, dihydroergotamine intranasal, vaksin difteri & tetanus
toksoid / aselular pertusis, toksoid difteri & tetanus / aselular pertusis /
poliovirus, vaksin tidak aktif, dronedarone, ergotamine, basis eritromisin,
erythromycin ethylsuccinate

4. Anestetik Lokal
● Lidocaine Topical
- Mekanisme Kerja : Lidocaine adalah anestesi lokal tipe amida. Ini
digunakan untuk memberikan anestesi lokal dengan blokade saraf di
berbagai tempat di tubuh.  Ia melakukannya dengan menstabilkan membran
saraf dengan menghambat fluks ionik yang diperlukan untuk inisiasi dan
konduksi impuls, sehingga mempengaruhi tindakan anestesi lokal  . Secara
khusus, agen lidokain bekerja pada saluran ion natrium yang terletak pada
permukaan internal membran sel saraf . Pada saluran ini, molekul netral
lidokain bermuatan netral berdifusi melalui selubung saraf ke dalam
axoplasma di mana mereka kemudian terionisasi dengan bergabung dengan
ion hidrogen . Kation lidokain yang dihasilkan kemudian mampu mengikat
saluran natrium secara terbalik dari dalam, menjaga mereka terkunci dalam
keadaan terbuka yang mencegah depolarisasi saraf . Akibatnya, dengan
penyumbatan yang cukup, membran neuron postsinaptik pada akhirnya
tidak akan terdepolarisasi dan dengan demikian akan gagal untuk
mengirimkan potensial aksi . Ini memfasilitasi efek anestesi dengan tidak
hanya mencegah sinyal rasa sakit merambat ke otak tetapi dengan
membatalkan generasi mereka di tempat pertama. Selain memblokir
konduksi pada akson saraf di sistem saraf tepi, lidokain memiliki efek
penting pada sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Setelah
penyerapan, lidokain dapat menyebabkan stimulasi SSP diikuti oleh depresi
dan dalam sistem kardiovaskular, ia bertindak terutama pada miokardium di
mana ia dapat menghasilkan penurunan rangsangan listrik, laju konduksi,
dan kekuatan kontraksi 
- Farmakokinetik :
Penyerapan: kulit
Distribusi: Volume distribusi yang ditentukan untuk lidokain adalah 0,7
hingga 1,5 L / kg. Pengikatan protein yang dicatat untuk lidokain adalah
sekitar 60 hingga 80% dan tergantung pada konsentrasi plasma glikoprotein
alpha-1-asam 
Metabolisme: Lidocaine dimetabolisme secara dominan dan cepat oleh hati,
Ekskresi: 5 % lidocaine tidak berubah diekskresikan melalui ginjal
Waktu paruh: 1,5 hingga 2,0 jam
- Indikasi : Lidocaine topikal (untuk digunakan pada kulit) digunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh iritasi
kulit seperti sengatan matahari, gigitan serangga, poison ivy , poison oak,
poison sumac, dan luka ringan, goresan, atau luka bakar. Lidokain topikal
juga digunakan untuk mengobati ketidaknyamanan dubur yang disebabkan
oleh wasir .
- Efek Samping :
Reaksi alergi: gatal - gatal ; sulit bernafas; pembengkakan pada wajah,
bibir, lidah, atau tenggorokan.
Efek samping lainnya; Terbakar parah, menyengat, atau iritasi ketika obat
diterapkan; bengkak atau kemerahan; pusing mendadak atau kantuk setelah
obat diterapkan; kebingungan, pandangan kabur, dering di telinga; atau
sensasi suhu yang tidak biasa.
Efek samping yang umum termasuk: iritasi ringan ketika obat
diterapkan; atau mati rasa di tempat-tempat di mana obat itu secara tidak
sengaja diterapkan.
- Kontraindikasi : tidak boleh menggunakan lidocaine topikal jika alergi
terhadap segala jenis obat mati rasa. Beri tahu dokter Anda jika menderita
penyakit hati ; atau jika sedang mengonsumsi obat detak jantung. Kategori
kehamilan
US FDA: B. dibutuhkan pengawasan medis selama mengonsumsi obat
Ketika dalam keadaan hamil.
- Dosis :
Untuk dewasa, salep 5%: Oleskan secara topikal untuk kontrol gejala yang
memadai. Dosis maksimum: 5 gram per aplikasi tunggal ( sekitar 6 inci dari
salep yang diperas dari tabung); Total 20 gm setiap hari
Untuk pediatrik, 5% salep: Oleskan secara topikal untuk kontrol gejala yang
adekuat. Dosis maksimum: 4,5 mg / kg (2 mg / lb)
- Interaksi Obat: dapat berinteraksi dengan prilocaine dan natrium nitrit.
Menggunakan prilocaine dan natrium nitrit bersama dengan lidocaine
topical dapat meningkatkan risiko methemoglobinemia, suatu kondisi yang
dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam jaringan dan organ vital
karena berkurangnya kapasitas pembawa oksigen dalam darah. Individu
mungkin lebih rentan terhadap pengembangan methemoglobinemia selama
perawatan dengan obat-obat ini jika mereka sangat muda (terutama
neonatus dan bayi) atau memiliki anemia, penyakit jantung atau paru-paru,
gangguan sirkulasi darah, syok, sepsis, dan kecenderungan genetik tertentu
seperti NADH defisiensi sitokrom-b5 reduktase, defisiensi dehidrogenase
glukosa-6-fosfat, dan hemoglobin M. 

● Benzocaine Topical Spray (trade name: Solarcaine. Lanacane)


- Mekanisme Kerja : Benzocaine berikatan dengan saluran natrium dan
menstabilkan membran neuron secara reversibel yang menurunkan
permeabilitasnya terhadap ion natrium. Depolarisasi membran neuron
dihambat sehingga menghambat inisiasi dan konduksi impuls saraf.
- Farmakokinetik :
Penyerapan: Diserap dengan baik dari selaput lendir dan kulit yang
mengalami trauma; kurang terserap dari kulit utuh.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati (tingkat yang lebih rendah) dan plasma
melalui hidrolisis oleh cholinesterase.
Ekskresi: Melalui urin, sebagai metabolit.
- Indikasi : digunakan untuk meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh
sengatan matahari dan iritasi kulit. Selain itu juga digunakan untuk
menghilangkan gatal dan rasa sakit akibat gigitan serangga atau iritasi kulit.
- Efek Samping :
Tanda-tanda reaksi alergi, seperti ruam; gatal - gatal ; gatal; kulit merah,
bengkak, melepuh, atau mengelupas dengan atau tanpa
demam; mengi; sesak di dada atau tenggorokan; kesulitan bernapas,
menelan, atau berbicara; suara serak yang tidak biasa; atau pembengkakan
mulut, wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.
Tanda-tanda methemoglobinemia seperti warna biru atau abu-abu pada
bibir, kuku, atau kulit; detak jantung yang tidak terasa
normal; kejang ; pusing yang sangat buruk atau pingsan; sakit kepala
yang sangat buruk ; merasa sangat mengantuk; merasa lelah atau
lemah; atau sesak napas. Efek ini jarang terjadi tetapi bisa mematikan jika
terjadi.
Efek samping lainnya; Iritasi di mana Solarcaine (semprot topikal
benzocaine) digunakan.
- Kontraindikasi: memiliki alergi terhadap benzokain atau bagian lain
dari Solarcaine ( benzocaine topikal semprot). Risiko dapat meningkat pada
orang yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),
masalah jantung, atau masalah paru-paru. Risiko ini juga dapat dinaikkan
ketika menggunakan obat-obatan tertentu lainnya dan pada bayi di bawah
usia 6 bulan. Beri tahu dokter Anda jika Anda pernah mengalami
methemoglobinemia. Topikal Benzocaine telah ditetapkan untuk kategori
kehamilan C oleh FDA. Penelitian pada hewan belum dilaporkan. Tidak ada
data terkontrol dalam kehamilan manusia. Topikal Benzocaine hanya
direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan ketika manfaatnya
melebihi risiko.
- Dosis :
Dewasa: Benzocaine topikal 5% semprotan : sengatan matahari , nyeri,
gigitan serangga, pruritus: Pegang wadah kira-kira 10 inci dari kulit dan
semprotkan pada area yang terkena hingga basah sesuai kebutuhan hingga 4
kali sehari. Saat dioleskan ke area wajah semprotkan ke telapak tangan, lalu
gosokkan pada wajah hindari daerah sekitar mata. Semprotan topikal
Benzocaine : Kulit terbakar, pruritus: Pegang wadah sekitar 4 hingga 6
inci dari kulit dan semprotkan dengan hemat ke area yang terkena sesuai
kebutuhan hingga 3 kali sehari.
Pediatrik: Benzocaine topikal-topikal semprot : Sunburn, pruritus: Tahan
4 sampai 6 inci dari kulit dan semprot hemat untuk daerah yang terkena (s)
yang diperlukan hingga 3 kali sehari.
- Interaksi Obat: Menggunakan prilocaine atau natrium nitrit bersamaan
dengan benzocaine topikal dapat meningkatkan risiko methemoglobinemia,
suatu kondisi yang dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam jaringan
dan organ vital karena berkurangnya kapasitas pembawa oksigen dalam
darah. Individu mungkin lebih rentan terhadap pengembangan
methemoglobinemia selama perawatan dengan obat-obat ini jika mereka
sangat muda (terutama neonatus dan bayi) atau memiliki anemia, penyakit
jantung atau paru-paru, gangguan sirkulasi darah, syok, sepsis, dan
kecenderungan genetik tertentu seperti NADH defisiensi sitokrom-b5
reduktase, defisiensi dehidrogenase glukosa-6-fosfat, dan hemoglobin M. 
d. Terapi Non Farmakologi
1. Sering mandi air dingin atau mandi untuk membantu meringankan rasa
sakit. Segera setelah keluar dari bak mandi atau pancuran, tepuk-tepuk kulit
dengan lembut, biarkan sedikit air di kulit. Lalu, oleskan pelembab untuk
membantu menjebak air di kulit. Ini bertujuan untuk membantu mengurangi kulit
kering.
2. Gunakan pelembab yang mengandung lidah buaya atau kedelai untuk membantu
menenangkan kulit yang terbakar sinar matahari. 
3. Minumlah lebih banyak air. Kulit terbakar menarik cairan ke permukaan kulit
sehingga menjauh dari bagian tubuh lainnya. Minum air ekstra saat kulit terbakar
matahari membantu mencegah dehidrasi.
4. Jika kulit melepuh, biarkan lepuhan sembuh. Kulit yang melepuh berarti
mengalami sengatan matahari tingkat kedua. Biarkan lepuh itu sembuh jangan
digosok-gosok atau digaruk-garuk.
5. Melindungi kulit dari sinar matahari. Kenakan pakaian yang menutupi saat berada
di luar ruangan. Kain tenunan yang rapat sangat baik. 

GIGITAN SERANGGA
a. Etiologi Gigitan Serangga
Istilah "gigitan serangga" biasanya digunakan untuk menunjukkan gigitan dan
sengatan yang ditimbulkan oleh anggota filum Arthropoda. Empat kelas arthropoda
yang signifikan secara medis adalah Chilopoda, Diplopoda, Insecta, dan Arachnida.
Dari jumlah tersebut, serangga (insect), yang mewakili lebih dari setengah dari semua
organisme hidup, dan arachnida memiliki dampak klinis terbesar pada manusia.
Konsekuensi dari gigitan arthropoda umumnya karena cedera traumatis atau
peradangan (inflamasi) lokal dan hipersensitif terhadap air liur arthropoda. Meskipun
beberapa arthropoda mampu menyuntikkan racun saat menggigit, sebagian besar
envenomasi terjadi melalui penyengat yang terhubung ke kelenjar racun. Arthropoda
terkenal yang memiliki penyengat termasuk lebah, tawon, lebah, semut api, dan
kalajengking. Kedua gigitan dan sengatan membuat cedera jaringan yang dapat
berfungsi sebagai pintu masuk untuk infeksi bakteri sekunder.
b. Patofisiologi Gigitan Serangga
Ada empat mekanisme umum yang bertanggung jawab atas dampak
patofisiologis dari gigitan dan sengatan arthropoda. Cedera mekanis pada jaringan
selama gigitan dan sengatan menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dan
menyediakan pintu masuk bagi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Respons alergi terhadap antigen saliva arthropoda sering terjadi dan berkontribusi
terhadap perkembangan ruam lokal dan sistemik serta pruritus kulit. Respons alergi
yang paling signifikan terhadap gigitan dan sengatan arthropoda adalah
perkembangan anafilaksis, yang dapat berakibat fatal dengan cepat. Sementara
beberapa arthropoda dapat menghasilkan racun beracun, dampak patofisiologis yang
paling signifikan dari gigitan arthropoda adalah potensinya untuk menularkan
beberapa penyakit yang penting secara klinis.
Anafilaksis dimediasi oleh antibodi IgE. Bagian Fc dari IgE dapat berikatan
dengan reseptor pada sel mast dan basofil. Jika bagian Fab dari molekul antibodi
kemudian mengikat antigen, berbagai mediator (mis., Histamin, leukotrien, dan
prostaglandin) dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi, edema, dan respons
peradangan. Sasaran utama dari jenis reaksi ini adalah saluran sistem pencernaan
(alergi makanan), kulit (urtikaria dan dermatitis atopik), sistem pernapasan (rinitis dan
asma), dan pembuluh darah (syok anafilaksis). Respons-respons ini cenderung terjadi
dengan cepat setelah tantangan dengan antigen yang telah disensitisasi oleh individu
dan disebut reaksi hipersensitivitas langsung (immediate hypersensitivity).

Hipersensitivitas Tipe I : Reaksi Hipersensitivitas Langsung (Immediate


Hypersensitivity)
Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi hipersensitivitas cepat, terjadi
dalam beberapa menit setelah terpapar antigen, dan selalu melibatkan degranulasi
basofil atau sel mast yang dimediasi oleh lgE. Reaksi ini mengharuskan seseorang
pertama kali memproduksi antibodi IgE pada pertemuan awal dengan antigen, juga
disebut sebagai alergen. Setelah antigen dibersihkan, molekul IgE spesifik antigen
yang tersisa akan diikat oleh sel mast, basofil, dan eosinofil yang mengekspresikan
reseptor untuk wilayah konstan IgE (FcεR1). Proses ini disebut sebagai sensitisasi.
Pada paparan antigen berikutnya, ikatan silang molekul IgE pada sel yang peka
menginduksi degranulasi langsung mereka. Pelepasan amin vasoaktif dan mediator
inflamasi lainnya seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin menyebabkan
vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkial, dan produksi lendir yang mirip dengan
yang terlihat selama respons inflamasi terhadap cedera dan infeksi jaringan. Reaksi
hipersensitivitas tipe I dapat bersifat lokal atau sistemik. Reaksi sistemik terhadap
antigen kacang atau lebah dapat menyebabkan anafilaksis, kondisi yang berpotensi
mengancam jiwa. Reaksi arthropoda yang khas disebabkan oleh respons
hipersensitivitas Tipe-1 terhadap air liur arthropoda atau bagian mulut artropoda
yang bersentuhan dengan jaringan pasien.

Mekanisme Gigitan Serangga


Bagian mulut dari blood-feeding arthropoda (serangga dan acari) membentuk tabung
pengisi yang menembus kulit dan menyedot darah. Nyamuk dan serangga triatomine
(penghisap darah) adalah capillary-feeder dengan tabung pengisi yang sangat
menembus kulit. Arthropoda lain, seperti lalat pasir (sandflies) dan pengusir hama
Culicoides, dikenal sebagai pool-feeder dan memiliki mulut yang menembus ke
dalam jaringan lunak. Arthropoda-arthropoda tersebut memiliki bahan kimia dalam
air liur mereka yang nantinya akan disuntikkan ke dalam inang sebelum pengambilan
darah yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, memulai pencernaan, dan
dalam beberapa kasus, untuk membius daerah setempat. Zat kimia ini bertindak
sebagai alergen pada inang dan menyebabkan reaksi kulit terhadap gigitan.
Komponen racun serangga, termasuk fosfolipase dan hyaluronidase, merupakan
alergen utama pada sengatan hymenoptera (tawon, lebah, semut). Alergen ini
mengikat antibodi IgE spesifik pada basofil dan sel mast, menyebabkan degranulasi
dan pelepasan mediator inflamasi yang bertanggung jawab untuk reaksi alergi
sistemik dan anafilaksis.

Skema Reaksi Hipersensitivitas Tipe I yang Diduga Terjadi pada Gigitan Serangga

Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa selama proses sensitisasi, IL-
25, IL-33, dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) dilepaskan dari sel epitel yang
meradang atau cedera, menginduksi sel limfoid bawaan tipe 2 (type 2 innate lymphoid
cells / ILC2) untuk menghasilkan IL-5 dan IL-13. Di bawah pengaruh sitokin dan
TSLP ini, sel-sel penyaji antigen (antigen-presenting cells / APC) mengarahkan
respon imun terhadap Th2 dengan produksi IL-4 dan IL-13. Selanjutnya, sel B
menjalani pertukaran kelas dan menghasilkan IgE spesifik alergen yang berikatan
dengan reseptor FcεRI afinitas tinggi pada basofil dan sel mast, yang mengarah ke
sensitisasi (Gambar 1A). Pada individu yang alergi dan peka, pajanan ulang terhadap
alergen menyebabkan ikatan silang IgE yang berikatan dengan reseptor FcεRI
berafinitas tinggi pada sel mast dan basofil dan selanjutnya segera melepaskan
mediator sel efektor. Amina vasoaktif, mediator lipid, enzim granul, dan sitokin
menyebabkan tanda-tanda klinis hipersensitivitas langsung / immediate
hypersensitivity (Gbr. 1B). Reaksi fase akhir terjadi 2-4 jam setelah paparan dengan
puncak setelah 24 jam. Pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast yang diaktifkan
menyebabkan infiltrasi leukosit, sebagian besar sel Th2 dan eosinofil di lokasi reaksi
alergi (Gbr. 1B).
c. Terapi Farmakologis Gigitan Serangga
1. Obat Antihistamin (H1-Blocker)
Histamin dilepaskan sebagai respons terhadap rangsangan. Stimulus yang diberikan
termasuk destruksi sel sebagai hasil dari kondisi dingin, toksin dari organisme lain,
venom dari serangga dan laba-laba, serta trauma. Histamine melepaskan efeknya
dengan berikatan dengan reseptornya. Reseptor H1 diekspresikan di sel endothelial
vascular, sel otot polos, dan ujung saraf tepi. Reseptor ini memediasi reaksi alergi
dan inflamasi.
● Ketika histamin berikatan dengan reseptor endothelial vascular, hal tersebut
menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan menjadi permeabel sehingga
menimbulkan kemerahan dan edema.
● Ketika histamine berikatan dengan reseptor sel otot dapat menyebabkan
bronkokonstriksi.
● Ketika histamine berikatan dengan reseptor H1 di otak dapat menyebabkan
wakefulness, penurunan nafsu makan.
● Ketika histamine memediasi stimulasi ujung saraf tepi à nyeri, sensasi rasa
gatal.
Histamin tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi lokal dan anafilaksis. Perbedaan
antara kedua situasi ini dihasilkan dari perbedaan di situs tempat mediator
dilepaskan dan dalam tingkat pelepasannya. Misalnya, jika pelepasan histamin
cukup lambat untuk memungkinkan inaktivasi sebelum memasuki aliran darah,
reaksi alergi lokal terjadi. Namun, jika pelepasan histamin terlalu cepat untuk
inaktivasi yang efisien, terjadi reaksi anafilaksis penuh. Reseptor histamin H1 adalah
reseptor yang termasuk subfamily G-Protein Coupled Receptor (GPCR). Seperti
GPCR lain, reseptor histamin H1 bertindak sebagai “cellular switch” yang berada
sebagai kesetimbangan antara keadaan tidak aktif dan keadaan aktif. H 1 receptor
blockers bertindak sebagai inverse agonis, H1 bertindak dengan cara berikatan pada
situs yang berbeda pada reseptor untuk menghasilkan efek yang berlawanan dan
menstabilisasi konformasi inaktifnya sehingga dapat menginhibisi efek histamin,
dan menghilangkan gejala alergi terkait secara bertahap.
Antihistamin digolongkan menjadi dua, yaitu antihistamin generasi pertama dan
antihistamin generasi kedua.
a. Antihistamin Generasi Pertama
Antihistamin ini memiliki struktur yang lipofilik sehingga dapat dengan
mudah menembus blood brain barrier. Hal tersebut menyebabkan efek
sedatif. Antihistamin generasi pertama tidak selektif terhadap reseptor H1
karena dapat menempati reseptor lain seperti reseptor serotonin, alfa
adrenergik, dan reseptor kolinergik sehingga dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan. Berikut ini contoh obat antihistamin generasi pertama.
Brompheniramine
● Mekanisme Kerja. Brompheniramine adalah antihistamin dengan
antimuskarinik dan tindakan sedatif sedang. Obat ini bekerja dengan
melakukan persaingan dengan histamin untuk situs reseptor H1 pada
sel efektor.
● Farmakokinetik. Absorpsi (diserap dengan baik dari saluran
gastrointestinal dengan waktu untuk memuncak konsentrasi plasma
selama 2-4 jam), Distribusi (didistribusikan secara luas dengan volume
distribusi sekitar 12 L / kg dan melakukan pengikatan dengan protein
plasma sebesar 39-49%), Metabolisme (mengalami N-dealkilasi untuk
membentuk monodesmethyl brompheniramine dan didesmethyl
brompheniramine, dan dimetabolisme menjadi turunan asam
propionat), Ekskresi (melalui urin, sekitar 40% sebagai obat dan
metabolit yang tidak berubah dan feses sekitar 2% dengan waktu paruh
eliminasi kira-kira 25 jam)
● Efek Samping. Rasa euforia berlebihan (terutama pada anak), kantuk,
sedasi, angina pektoris, sesak dada, syok peredaran darah, ekstrasistol,
hipotensi, palpitasi, peningkatan tekanan darah, takikardia,
kegelisahan, ataksia, kedinginan, kebingungan, euforia, kelelahan,
sakit kepala, histeria, insomnia, mudah marah , kegugupan, neuritis,
parestesia, gelisah, kejang, ketegangan, vertigo, diaforesis,
fotosensitifitas, ruam, urtikaria, kram perut, anoreksia, konstipasi,
diare, epigastrium, mulas, mual, muntah, xerostomia, disuria, haid,
haid , agranulositosis, anemia hemolitik, trombositopenia, tremor,
kelemahan, diplopia, midriasis, penglihatan kabur, laringitis akut,
tinitus, poliuria, hidung atau tenggorokan kering, hidung tersumbat,
sekresi bronkial.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada ibu hamil yang memasuki
jenjang trimester ketiga.
● Dosis dan Indikasi. (Oral) Digunakan sebagai obat pada saat
mengalami kondisi alergi. Dewasa (sebanyak 4 mg setiap 4-6 jam),
Anak (untuk berusia 2-6 tahun sebesar 1 mg 4-6 jam setiap hari; usia
>6-12 tahun sebesar 2 mg 4-6 jam setiap hari; usia > 12 tahun
menggunakan dosis yang sama seperti dosis dewasa).
● Interaksi Obat. Dapat meningkatkan efek sedatif dari depresan sistem
saraf pusat apabila digunakan bersamaan dengan obat-obatan, seperti
barbiturat, ansiolitik, hipnotik, analgesik opioid, antipsikotik. Memiliki
efek antimuskarinik aditif dengan obat antimuskarinik lainnya, seperti
atropin, TCA, MAOI. Dapat menutupi tanda-tanda peringatan
kerusakan yang disebabkan oleh obat ototoxic (misalnya
Aminoglikosida).
Clemastine

● Mekanisme Kerja. Clemastine secara kompetitif memblokir situs


reseptor H1 pada sel efektor saluran pencernaan, pembuluh darah dan
saluran pernapasan. Memiliki onset selama 2 jam dengan durasi selama
10-12 jam, hingga 24 jam.
● Farmakokinetik. Absorpsi (diserap dengan cepat dan hampir
sepenuhnya dari saluran pencernaan dengan bioavailabilitas sekitar
40%. Waktu untuk mencapai puncak konsentrasi plasma selama 2-4
jam), Distribusi (memasuki ASI dengan volume distribusi kira-kira 800
L. Melakukan pengikatan protein plasma sebesar 95%), Metabolisme
(dimetabolisme di hati melalui O-dealkilasi diikuti oleh degradasi
alkohol, alifatik, aromatik, dan oksidasi langsung. Tunduk pada
metabolisme first pass yang signifikan), Ekskresi (terutama melalui
urin sekitar 42% sebagai metabolit dengan waktu paruh eliminasi
sekitar 21 jam).
● Efek Samping. Signifikan (depresi sistem saraf pusat, seperti sedasi,
pusing, kantuk), gangguan gastrointestinal (distress epigastrium),
gangguan umum dan kondisi tempat administrasi (kelelahan),
gangguan sistem saraf (sakit kepala)
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada pasien dengan penyakit
pernapasan bawaan, termasuk asma dan porfiria ; bayi prematur,
neonatus dan anak-anak <1 tahun ; ibu menyusui ; penggunaan
bersamaan dengan MAOI.
● Dosis dan Indikasi. (Oral) Digunakan sebagai obat pada saat
mengalami kondisi alergi. Dewasa (sebanyak 1 mg dua kali sehari,
meningkat hingga maksimal 6 mg setiap hari jika perlu. Durasi
pengobatan maksimal selama 14 hari), Anak (usia 1-3 tahun sebesar
250-500 mcg dua kali sehari; usia 3-6 tahun dua kali sehari sebesar 500
mcg; usia 6-12 tahun, dua kali sehari sebesar 500-1000 mcg).
● Interaksi Obat. Dapat mempotensiasi aktivitas antikolinergik atropin
dan TCA. Berpotensi Fatal: Sedasi parah dan depresi sistem saraf
pusat dengan depresan sistem saraf pusat lainnya (mis. MAOI,
hipnotik, ansiolitik, analgesik opioid).
b. Antihistamin Generasi Kedua
Antihistamin generasi kedua memiliki struktur yang kurang lipofilik sehingga
sulit menembus blood brain barrier. Efek sedatif yang dihasilkan tidak sekuat
antihistamin generasi pertama dan beberapa obat antihistamin generasi kedua
tidak menghasilkan efek sedatif sama sekali. Antihistamin generasi kedua ini
bersifat selektif terhadap reseptor H1. Berikut ini contoh obat antihistamin
generasi kedua, yakni acrivastine.
Acrivastine

● Mekanisme Kerja. Acrivastine, termasuk bagian dari alkylamine, adalah


antihistamin generasi kedua yang secara struktural terkait dengan
triprolidine. Obat ini merupakan antagonis kompetitif reseptor H1, namun
tidak memiliki efek antikolinergik. Memiliki onset selama 15 menit
● Farmakokinetik. Absorpsi (diserap dengan cepat dari saluran
gastrointestinal. Waktu untuk mencapai puncak konsentrasi plasma kira-
kira 1,5 jam), Distribusi (volume distribusi sekitar 0,5-0,8 L / kg.
Membentuk ikatan protein plasma sekitar 50%, terutama untuk albumin),
Metabolisme (dimetabolisme secara minimal di hati menjadi metabolit
aktifnya, yakni asam propionat), Ekskresi (melalui urin sebanyak 84%
dan feses sebanyak 13%. Waktu paruh eliminasi kira-kira 2-4 jam).
● Efek Samping. Efek antikolinergik, gangguan gastrointestinal, sakit
kepala, gangguan psikomotor, mengantuk, mulut kering, ruam,
penglihatan kabur, retensi urin. Jarang terjadi pusing, dyspnoea,
angioedema.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal
berat.
● Dosis dan Indikasi. (Oral) Digunakan sebagai obat pada saat mengalami
kondisi alergi. Dewasa (sebanyak 8 mg, sesuai kebutuhan, hingga tiga kali
sehari), Anak (usia ≥12 tahun menggunakan dosis yang sama dengan
dosis orang dewasa).
● Interaksi Obat. Dapat menghasilkan depresi mental tambahan dengan
depresan sistem saraf pusat.

2. Kortikosteroid topikal (Topical corticosteroid)


Topical corticosteroid biasanya digunakan untuk mengatasi inflamasi dan
hiperproliferasi pada dermatologi. Efek terapetik dari topical corticosteroid ini ada
tiga, yaitu anti-inflamasi, imunosupresan, vasokontriktif, dan aksi anti-proliferatif.
Efek-efek tersebut dimediasi oleh reseptor nuclear glucocorticoid yang memodulasi
transkripsi protein. Kortikosteroid menginhibisi fungsi sel yang terlibat dalam respon
inflamasi. Aksi-aksi anti-inflamasi kortikosteroid sebagai berikut:
● Mengurangi leukosit dan monosit pada situs inflamasi
● Pengurangan sitotoksisitas sel natural killer dan antibody-dependent oleh
limfosit
● Pengurangan Sel Langerhans
● Menghambat pelepasan fosfolipase A2 yang terlibat dalam produksi
prostaglandin, leukotriene, PAF dan derivate dari jalur asam arakidonat.
● Mengurangi produksi sel T dan meningkatkan apoptosis sel T untuk
mengurangi IL-2
● Mengurangi ekspresi ELAM1 (endothelial-leukocyte adhesion molecule-1)
dan ICAM-1 (intracellular adhesion molecule-1) dari sel endothelial
● Menghambat faktor transkripsi seperti AP1 dan NF-κB yang mengaktifasi gen
proinflamasi. Lipocortin berikatan dengan fosfolipid membrane yang
merupakan substrat fosfolipase A2 dan menghambat pembentukan asam
arakidonat yang menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
leukotriene
● Mengurangi pelepasan IL-1α, IL-2, TNF dan GM-CSF
● Kompleks reseptor glukokortikoid menginhibisi COX-2
● Mengurangi level nitric oxide synthetase (NOS) yang menyebabkan sintesis
NO. NO merupakan vasodilator dan mediator inflamasi.
Berikut ini merupakan contoh obat kortikosteroid topikal.
Alclometasone

● Mekanisme Kerja. Alclometasone merupakan glukokortikoid sintetik yang


menginduksi protein penghambat fosfolipase A2 (lipokortin) dan secara
berurutan menghambat pelepasan asam arakidonat, sehingga menekan
biosintesis dan aktivitas prostaglandin, leukotrien, dan mediator inflamasi
lainnya
● Farmakokinetik. Absorpsi (sekitar 3% diserap secara sistemik setelah 8 jam
ketika diaplikasikan pada kulit yang utuh), Metabolisme (dimetabolisme secara
luas menjadi metabolit yang tidak diketahui identitasnya), Ekskresi (melalui
urin dan feses).
● Efek Samping. Gatal, terbakar, eritema, kering, iritasi, ruam papular; folikulitis,
hipertrikosis, erupsi akneiformis, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis
kontak alergi, infeksi sekunder, atrofi kulit, striae, miliaria, dan maserasi.
Jarang, penindasan adrenal, sindrom Cushing.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada luka kulit yang rusak, kulit, tuberculosis
atau virus (misalnya Herpes simpleks, vaccinia, varicella), jamur (misalnya
Kandidiasis, tinea) atau infeksi kulit, misalnya Impetigo), rosacea, jerawat,
dermatitis perioral..
● Dosis dan Indikasi. (Topikal) Digunakan sebagai obat dermatosis kortikosteroid
responsif, Dewasa (sebagai krim 0,05% / salep: Oleskan tipis-tipis film ke
daerah yang terkena 2-3 kali sehari, hingga 7 hari. Durasi pengobatan yang lebih
lama dengan pemantauan yang tepat mungkin diperlukan pada pasien dengan
kondisi resisten atau kronis), Anak (usia ≥1 tahun menggunakan dosis yang
sama dengan dosis orang dewasa. Jangan gunakan untuk > 3 minggu).
● Perhatian Khusus. Pasien dengan dermatitis seboroik, psoriasis, anak, ibu yang
mengalami kehamilan dan menyusui.

Beclometasone
● Mekanisme Kerja. Beclomethasone (sebagai diproprionate) merupakan produk
yang mengandung glukokortikoid kuat dan aktivitas mineralokortikoid lemah. Ini
mengontrol laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit polimorfonuklear,
mengurangi aktivitas fibroblast, dan membalikkan permeabilitas kapiler dan
stabilisasi lisosom pada tingkat seluler untuk mencegah atau mengendalikan
peradangan. Memiliki onset dalam beberapa hari hingga 2 minggu.
● Farmakokinetik. Absorpsi (mudah diserap dari saluran pernapasan dan
gastrointestinal dengan bioavailabilitas absolut sebesar 44%. Waktu untuk
mencapai puncak konsentrasi plasma selama 0,5 jam dengan inhalasi), Distribusi
(didistribusikan dengan cepat ke semua jaringan tubuh dengan volume distribusi
sebesar 20 L dan pengikatan plasma protein hingga 87%), Metabolisme
(mengalami hidrolisis oleh esterase paru menjadi metabolit aktif utama,
beclomethasone-17-monopropionate (17-BMP), selama penyerapan; kemudian
mengalami metabolisme di hati oleh enzim CYP3A4 menjadi metabolit yang
kurang aktif, beclomethasone-21-monopropionate (21-BMP) dan
beclomethasone. Mengalami metabolisme first-pass di hati dan / atau saluran
gastrointestinal untuk oral), Ekskresi (melalui feses sebanyak 60%, terutama
sebagai metabolit dan urin sebanyak <10-12% sebagai metabolit bebas dan
terkonjugasi) dengan waktu paruh eliminasi selama 0,5 jam).
● Efek Samping. Kandidiasis oral, suara serak, batuk, epistaksis, iritasi dan
kekeringan pada hidung dan tenggorokan, rasa dan bau tidak sedap,
nasofaringitis, rinitis, bersin, bronkospasme paradoks dengan mengi, dyspnoea;
hipersensitivitas (mis. ruam, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema); gangguan
penyembuhan luka; sakit kepala, vertigo, tremor; penindasan adrenal. Jarang
terjadi sindrom Cushing, penurunan kepadatan mineral tulang, hiperaktif
psikomotor, agresi, lekas marah, cemas, depresi, gangguan tidur, ide bunuh diri.
● Kontraindikasi. Jangan digunakan sebagai pengobatan utama status asma atau
akut asma yang memerlukan tindakan intensif (inhalasi).
● Dosis dan Indikasi.
● Inhalasi. Sebagai obat profilaksis asma. Dewasa (Sebagai aerosol atau
inhaler powder kering: Awalnya, 100-200 mcg setiap hari untuk kasus
ringan; 200-400 mcg setiap hari untuk kasus sedang; 400-800 mcg setiap
hari untuk kasus yang parah. Semua dosis diberikan dalam 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan biasa: 400-800 mcg setiap hari dalam 2 dosis terbagi,
dititrasi dengan dosis efektif terendah. Maks: 800 mcg (hingga 2 mg
mungkin diperlukan dalam kasus berat) setiap hari dalam dosis terbagi),
Anak (usia ≥6 tahun sebesar 100 mcg dalam 2-4 dosis terbagi, dititrasi
dengan dosis efektif terendah untuk pemeliharaan. Maks: 200 mcg setiap
hari.
● Nasal. Digunakan sebagai pengobatan dan profilaksis rinitis alergi dan non-
alergi. Dewasa (Seperti semprotan: 100 mcg ke setiap tawaran lubang
hidung, atau 50 mcg di setiap lubang hidung 3-4 kali sehari. Maksimal 400
mcg setiap hari. 50 mcg dalam setiap tawaran lubang hidung dapat
digunakan sebagai profilaksis), Anak (usia ≥6 tahun menggunakan dosis
yang sama seperti dosis orang dewasa)
● Oral. Digunakan untuk mengobati kolitis ulseratif. Dewasa (Sebagai tablet
modification-release: 5 mg sekali sehari di pagi hari, sebelum atau sesudah
sarapan, untuk kasus ringan hingga sedang. Durasi maksimum selama 4
minggu)
● Topikal / Kulit. Digunakan untuk mengobati dermatosis kortikosteroid
responsif. Dewasa (krim 0,025%: Oleskan film tipis ke area yang terkena 1-
3 kali sehari, atau sesuai petunjuk berdasarkan tingkat keparahan)
● Perhatian Khusus. Pasien dengan infeksi bakteri (misalnya tuberculosis paru
aktif atau pasif), infeksi jamur, parasit, dan virus (misalnya Cacar air, campak,
herpes simpleks okular), diabetes melitus, ulkus gastro-duodenum, hipertensi
arterial berat, miastenia gravis, MI, osteoporosis, hipoadrenalis. , glaukoma,
katarak, gangguan kejang, depresi, psikosis terkait steroid sebelumnya, ulkus
septum hidung baru-baru ini, trauma, dan operasi. Gangguan ginjal dan hati
(misalnya Sirosis). Anak Kehamilan dan menyusui.

3. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID)


Obat anti inflamasi non steroidal pada umumnya bekerja dengan cara menghambat
biosintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase.
COX-1 adalah anggota konstitutif dari sel normal dan COX-2 diinduksi dalam sel-sel
inflamasi. Penghambatan aktivitas COX-2 merupakan mekanisme aksi yang paling
mungkin untuk analgesia yang dimediasi NSAID. Prostaglandin adalah eicosanoid
yang menginisiasi demam, nyeri, dan inflamasi. Dengan menginhibisi enzim COX,
produksi prostaglandin akan berkurang. Dipercayai bahwa efek terapeutik dari
NSAID, yaitu antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik berhubungan dengan
penghambatan COX-2. Berikut ini merupakan contoh obat NSAID.
Ibuprofen
● Mekanisme Kerja. Ibuprofen merupakan salah satu obat NSAID yang memiliki
sifat analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. Obat ini menghambat
siklooksigenase-1 dan 2 dengan demikian, juga menghambat sintesis
prostaglandin. Memiliki onset untuk Analgesik selama 30-60 menit dan
Antiinflamasi selama ≤7 hari (oral) dengan durasi selama 4-6 jam (oral)
● Farmakokinetik. Absorpsi (diserap dari saluran pencernaan, sebagian ke dalam
kulit, dan hampir sepenuhnya diserap setelah pemberian dubur. Asupan makanan
mengurangi tingkat penyerapan. Waktu untuk mencapai puncak konsentrasi
plasma selama 1-2 jam untuk oral dan 0,75 jam pada dubur), Distribusi
(memasuki ASI dengan membentuk ikatan protein plasma sebanyak 90-99%),
Metabolisme (dimetabolisme di hati melalui oksidasi), Ekskresi (terutama
melalui urin (45-80% sebagai metabolit, kira-kira 1% sebagai obat tidak
berubah); feses, dengan waktu paruh eliminasi kira-kira 2 jam).
● Efek Samping. Signifikan: Reaksi anafilaktoid, risiko hiperkalemia, edema,
HTN, kelainan fungsi hati, anemia, penglihatan kabur, skotomata, perubahan
penglihatan warna. Jarang, diskrasia darah yang parah (mis. Agranulositosis,
trombositopenia, anemia aplastik), gangguan telinga dan labirin: Tinnitus,
gangguan gastrointestinal: Mual, muntah, diare, perut kembung, sembelit,
dispepsia, mulas, sakit perut; enterocolitis (IV), gangguan umum dan kondisi
tempat administrasi: Retensi cairan, infeksi dan infestasi: Sepsis (IV), komplikasi
cedera, keracunan dan prosedur (Reaksi di tempat suntikan), investigasi:
(Peningkatan BUN IV), gangguan metabolisme dan nutrisi (Nafsu makan
menurun; hipoalbuminemia, hipoglikemia, hipokalsemia, hipokalemia,
hipernatremia, insufisiensi adrenal IV), gangguan sistem saraf (Sakit kepala,
pusing; perdarahan intraventrikular IV), gangguan kejiwaan (Gugup), gangguan
ginjal dan kemih (Haematuria, ISK), gangguan pernapasan, toraks, dan
mediastinum (Apnea, batuk, infeksi saluran pernapasan), gangguan kulit dan
jaringan subkutan (Ruam, pruritus; iritasi kulit pada intravena). Berpotensi Fatal:
Kejadian trombotik CV (mis. MI, stroke), ulserasi gastrointestinal, perforasi, atau
perdarahan; jarang, hepatotoksisitas (mis. hepatitis fulminan, nekrosis atau
kegagalan hati), sindrom Stevens-Johnson, dermatitis eksfoliatif, nekrolisis
epidermal toksik.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada pasien dengan hipersensitivitas (termasuk
asma) terhadap ibuprofen atau NSAID lainnya ; Riwayat perdarahan
gastrointestinal, perforasi, atau ulserasi terkait dengan terapi NSAID ; Ulserasi
gastrointestinal, perforasi, atau perdarahan ; Gagal jantung parah atau pasien yang
menjalani operasi cangkok bypass arteri koroner ; Gangguan ginjal atau hati berat
; Kehamilan (trimester ketiga).
● Dosis dan Indikasi.
● Intravena. Digunakan untuk mengobati demam. Dewasa (Awalnya, 400 mg
kemudian, 400 mg 4-6 jam atau 100-200 mg 4 jam, sesuai kebutuhan. Maks:
3,2 g setiap hari), Anak (6 bulan hingga <12 tahun 10 mg / kg selama 10
menit 4-6 jam, sesuai kebutuhan; 12-17 tahun 400 mg selama 10 menit 4-6
jam. Maks: 2,4 g setiap hari (Maks 400 mg / dosis).
● Intravena. Digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang. Dewasa (400-800
mg 6 jam, sesuai kebutuhan. Maks: 3,2 g setiap hari), Anak (6 bulan hingga
<12 tahun 10 mg / kg selama 10 menit 4-6 jam, sesuai kebutuhan. 12-17
tahun 400 mg selama 10 menit 4-6 jam. Maks: 2,4 g setiap hari (Maks 400
mg / dosis).
● Intravena. Untuk penutupan paten ductus arteriosus. Anak (Awalnya, 10 mg
/ kg diinfuskan selama 15 menit kemudian, 2 dosis 5 mg / kg setelah 24 dan
48 jam. Dosis harus didasarkan pada berat lahir).
● Oral. Untuk rematik artritis remaja. Anak (Sebagai tablet konvensional: 30-
40 mg / kg setiap hari dalam 3-4 dosis terbagi. Maks: 2,4 g setiap hari.
Sebagai tab modification-release: ≥12 tahun memiliki dosis yang sama
dengan dosis dewasa).
● Oral. Untuk mengobati dismenorea. Dewasa (Sebagai tablet konvensional:
200-400 mg 4-6 setiap jam. Maksimal 3,2 g setiap hari. Sebagai tablet
modification-released: Hingga 1,6 g sekali sehari (malam). Jika diperlukan,
selanjutnya dapat meningkat menjadi 2,4 g setiap hari dalam 2 dosis terbagi).
● Oral. Untuk mengobati demam. Dewasa (200-400 mg 4-6 setiap jam. Maks:
1,2 (OTC) atau 3,2 g setiap hari. Durasi maksimum: 3 hari (OTC), Anak ( ≥6
bulan 5-10 mg / kg 6-8 setiap jam. Maks: 40 mg / kg setiap hari (Maksimal
400 mg / dosis).
● Oral. Untuk mengobati osteoartritis, artritis reumatoid. Dewasa (Sebagai
tablet konvensional: 400-800 mg 3-4 kali sehari. Maksimal 3,2 g setiap hari.
Sebagai tablet modification-released: Hingga 1,6 g sekali sehari (malam).
Jika diperlukan, selanjutnya dapat meningkat menjadi 2,4 g setiap hari dalam
2 dosis terbagi).
● Oral. Untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang. Dewasa (Sebagai tablet
konvensional: 200-400 mg 4-6 setiap jam sesuai kebutuhan. Maksimal 1,2
(OTC) atau 3,2 g setiap hari. Durasi maksimum: 10 hari (OTC). Sebagai tab
atau penutup pelepasan yang dimodifikasi: Hingga 1,6 g sekali sehari
(malam). Jika diperlukan, selanjutnya dapat meningkat menjadi 2,4 g setiap
hari dalam 2 dosis terbagi), Anak (Sebagai tablet konvensional: ≥6 bulan 4-
10 mg / kg setiap hari 6-8 jam. Maksimal 400 mg / dosis, 40 mg / kg setiap
hari. Sebagai tablet modification-released : ≥12 tahun Sama dengan dosis
dewasa).
● Supositoria. Untuk mengobati demam, nyeri ringan sampai sedang. Anak
(Supositoria 60 atau 125 mg: ≥3-9 bulan dengan berat 6-8 kg: 60 mg 6-8
setiap jam hingga 3 dosis sehari; > 9 bulan hingga 2 tahun dengan berat 8-
12,5 kg: 60 mg 6 setiap jam hingga 4 dosis setiap hari; > 2-4 tahun dengan
berat 12,5-17 kg: 125 mg 6-8 setiap jam hingga 3 dosis setiap hari; > 4-6
tahun dengan berat 17-20,5 kg: 125 mg 6 setiap jam hingga 4 dosis setiap
hari. Sebagai supositoria 75 mg: ≥8-12 bulan dengan berat 7,5-10 kg: 75 mg
hingga 3 kali sehari; > 12 bulan hingga 3 tahun dengan berat 10-15 kg: 75
mg hingga 4 kali sehari.
● Topikal / Kulit. Untuk mengobati nyeri dan peradangan yang terkait dengan
gangguan muskuloskeletal dan sendi. Dewasa (Sebagai 5% gel, busa, larutan
semprotan atau 10% gel: Oleskan ke area yang sakit sesuai petunjuk. Sebagai
plester 200 mg: 1 plester setiap hari), Anak (Sebagai 5% gel, busa, larutan
semprotan atau 10% gel: ≥12 tahun Sama seperti dosis orang dewasa.
Sebagai plester 200 mg: ≥16 tahun 1 plester setiap hari).
● Interaksi Obat. Peningkatan risiko ulserasi gastrointestinal, perforasi atau
perdarahan dengan NSAID lain (mis. Aspirin), antiplatelet, antikoagulan (mis.
Warfarin), kortikosteroid, SSRI. Peningkatan risiko hiperkalemia dan toksisitas
ginjal dengan siklosporin, tacrolimus. Peningkatan kadar dan risiko toksisitas
dengan litium, metotreksat. Dapat mengurangi efek antihipertensi dari inhibitor
ACE, antagonis reseptor angiotensin II; efek natriuretik diuretik.
4. Epinephrine
● Mekanisme Kerja. Epinefrin adalah katekolamin simpatomimetik yang
memberikan efek farmakologis pada reseptor alfa dan beta-adrenergik. Epinefrin
memiliki afinitas yang lebih besar untuk reseptor beta dalam dosis kecil. Namun,
dosis besar menghasilkan aksi selektif pada reseptor alfa. Pada dosis dan rute
pemberian yang direkomendasikan, efek vasokonstriktif α-adrenergik
membalikkan vasodilatasi perifer, yang mengurangi hipotensi dan juga
mengurangi eritema, urtikaria, dan angioedema. Injeksi epinefrin lokal juga dapat
meminimalkan penyerapan antigen lebih lanjut dari sengatan atau injeksi, tetapi
ini belum dipelajari secara sistematis. Sifat β-adrenergik epinefrin menyebabkan
bronkodilasi, meningkatkan output dan kontraktilitas miokard, dan menekan
pelepasan mediator lebih lanjut dari mast sel dan basofil. Epinefrin yang
diberikan dalam konsentrasi rendah (misalnya 0,1 μg / kg) secara paradoks dapat
menghasilkan vasodilatasi, hipotensi, dan peningkatan pelepasan mediator
inflamasi. Maka dari itu, untuk mengatasi reaksi anafilaksis, dibutuhkan epinefrin
dalam dosis yang besar.
● Farmakokinetik. Absorpsi (pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis
tetapi karena dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang terdapat pada dinding
usus dan hati. Pada penyuntikan subkutan, absorpsi lambat karena terjadinya
vasokonstriksi lokal), Metabolisme (Sebagian besar epinefrin akan dimanfaatkan
oleh tubuh untuk menstimulasi resptor alfa dan beta dan hanya sebagian kecil
substans yang akan dimetabolisme dan diinaktivasi oleh enzim MAO dan COMT
serta diubah menjadi metabolit inaktif yaitu metadrenalin, derivat hidroksil dari
asam mendelik, yang pada akhirnya akan dikonjugasi dan diekskresi di urin.),
Ekskresi (melalui urin).
● Efek Samping. Efek CNS; Gangguan gastrointestinal; nyeri epigastrium;
Gangguan CV; kesulitan berkemih dengan retensi urin; dyspnoea; hiperglikemia;
berkeringat; hipersalivasi; kelemahan, tremor; dinginnya ekstremitas;
hipokalemia. Gangren, jaringan nekrosis dan mengelupaskan (ekstravasasi) bila
digunakan selain anestesi lokal. Tetes mata (Perih parah, penglihatan kabur,
fotofobia; obstruksi saluran naso-lachrymal). Edema, hiperemia dan radang mata
dengan pemberian berulang..
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada pasien dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya; penyakit pembuluh darah oklusif; glaukoma sudut-tertutup (tetes
mata); hipersensitivitas; aritmia jantung atau takikardia. Ketika digunakan
sebagai tambahan untuk anestesi lokal: Prosedur yang melibatkan digit, telinga,
hidung, penis atau skrotum.
● Dosis dan Indikasi.
● Inhalasi. Untuk mengobati asma akut. Dewasa (Semprot: Larutan encer
dengan konten adrenalin yang setara dengan 1: 100. Aerosol bertekanan
memberikan dosis terukur yang setara dengan sekitar 160-275 mcg: 1-2
inhalasi, dapat diulang setelah 3 jam jika perlu).
● Intramuskular. Untuk mengobati syok anafilaksis. Dewasa (Sebagai
larutan 1: 1.000: 500 mcg (0,5 ml), ulangi setiap 5 menit sesuai kebutuhan
sampai terjadi perbaikan. Untuk administrasi darurat sendiri (mis. Via
autoinjector): Dosis 300 mcg (0,3 ml) dapat digunakan), Anak (Dosis
tergantung pada usia dan berat badan. Dosis biasa: 10 mcg / kg).
● Intravena. Sebagai dukungan kehidupan jantung lanjut. Dewasa (Awalnya,
1 mg (10 mL larutan 1: 10.000), dapat diulang sesering setiap 3-5 menit
selama proses resusitasi. Dapat juga diberikan melalui rute intraosseous
dengan dosis yang sama. Untuk dosis endotrakeal: 2-2,5 mg setiap 3-5
menit), Anak (Awalnya, 10 mcg / kg, maksimal dosis tunggal 1mg, dapat
diulang sesering setiap 3-5 menit selama proses resusitasi melalui IV atau
Intraosseous. Dosis endotrakeal: 100 mcg / kg. Maksimal dosis tunggal 2,5
mg).
● Intravena. Untuk mengobati syok anafilaksis. Dewasa (0,5 mg (5 mL
larutan 1: 10.000) diberikan dengan kecepatan lambat 100 mcg / menit,
berhenti ketika respons tercapai), Anak (10 mcg / kg. Jika autoinjektor
digunakan, dosis didasarkan pada tubuh dengan berat: 15-30 kg: 150 mcg
dan> 30 kg: 300 mcg).
● Tetes mata. Untuk mengobati hipertensi okular, glaukoma sudut terbuka.
Dewasa (Teteskan 0,5%, 1% atau 2% tetes mata sekali atau dua kali sehari).
● Parenteral. Untuk mengobati asma akut. Dewasa (Sebagai 1: 1.000 larutan
air: 0,3-0,5 ml (300-500 mcg). Dosis dapat diberikan melalui injeksi IM
atau SC), Anak (Sebagai 1: 1.000 larutan encer: 0,01 ml / kg (10 mcg / kg).
Maks: 0,5 ml (500 mcg). Dosis dapat diberikan melalui injeksi IM atau SC).
● Interaksi Obat. Anestesi inhalasi terhalogenasi; agen penghambat β- atau α;
methyldopa, guanethidine; obat-obatan dengan vasokonstriktor dan efek pressor;
antihipertensi; penghambat neuron adrenergik; obat penipis potasium; glikosida
jantung; ephedra, yohimbe. TCA dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia.

5. Salep untuk Gigitan Serangga Lain


Obat-obat yang telah disebutkan di atas adalah obat-obatan yang dapat diperoleh
setelah melakukan konsultasi dengan dokter. Untuk itu, tersedia obat-obatan lain yang
dapat digunakan atau disediakan di rumah untuk mengobati gigitan serangga dengan
segera. Salah satu contoh obatnya adalah gentamisin.
● Mekanisme Kerja. Gentamicin mengganggu sintesis protein bakteri dengan
mengikat subunit ribosom 30S dan 50S yang mengakibatkan membran sel bakteri
rusak.
● Farmakokinetik. Absorpsi (buruk diserap dari saluran gastrointestinal. Cepat
diserap (IM). Waktu untuk mencapai puncak konsentrasi plasma selama 30-60
menit), Distribusi (difusi terutama ke dalam cairan ekstraseluler; penetrasi
minimal ke jaringan mata; berdifusi dengan mudah ke dalam perilymph dari
telinga bagian dalam. Melintasi plasenta dan memasuki ASI (jumlah kecil).
Membentuk ikatan protein plasma sebesar <30% dengan volume distribusi
sebanyak 0,2-0,3 L / kg), Ekskresi (melalui urin sebagai obat yang tidak berubah;
melalui empedu dalam jumlah kecil dengan waktu paruh eliminasi plasma selama
2-3 jam).
● Efek Samping. Ototoksisitas, gangguan elektrolit (terutama hipomagnesemia,
tetapi juga hipokalsemia dan hipokalemia); reaksi hipersensitivitas, diskrasia
darah, purpura, mual dan muntah, stomatitis, peningkatan kadar aminotransferase
dan bilirubin serum; neurotoksisitas (mis. ensefalopati, kebingungan, kelesuan,
halusinasi, kejang, depresi mental); atrofi atau nekrosis lemak di tempat inj; nyeri,
hiperemia, dan edema konjungtiva (subkonjungtiva); iskemia retina berat (intra
okular); reaksi endotoksin (IV); eritema, pruritus, fotosensitifitas (topikal).
Berpotensi Fatal: Nefrotoksisitas, depresi pernapasan, kelumpuhan otot, dan
anafilaksis.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap
gentamisin dan aminoglikosida lain. Jangan diaplikasikan topikal ke dalam
telinga untuk pasien yang diketahui atau diduga perforasi gendang telinga.
● Dosis dan Indikasi. (Topikal / Kulit). Untuk mengobati infeksi kulit. Dewasa
(Sebagai 0,1% krim / salep: Oleskan dengan lembut ke daerah yang sakit
dibersihkan 3-4 kali sehari), Anak (dosis yang digunakan sama seperti dosis
orang dewasa).
● Interaksi Obat. Efek aditif dengan obat neurotoksik dan / atau nefrotoksik
lainnya termasuk sefalosporin, metisilin, amfoterisin B, siklosporin, cisplatin,
diuretik poten (misalnya Asam etakrilat, furosemid) dan agen penghambat
neuromuskuler (misalnya Suksinilkolin, tubokur). Dapat mempotensiasi efek
antikoagulan (misalnya Warfarin, phenindione). Dapat melawan efek neostigmin
dan piridostigmin. Peningkatan risiko hipokalsemia dg bisfosfonat. Peningkatan
risiko blokade neuromuskuler dengan toksin botulinum. Indometasin dapat
meningkatkan konsentrasi plasma gentamisin pada neonatus.

d. Terapi Non Farmakologis Gigitan Serangga


Salah satu bentuk terapi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk mengobati gigitan
serangga adalah cold therapy. Cold therapy adalah terapi yang memanfaatkan rasa dingin
yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala inflamasi seperti rasa panas, nyeri,
kemerahan dan edema. Rasa dingin dapat memberikan efek vasokonstriksi secara
langsung pada pembuluh vascular. Pengurangan suhu juga menyebabkan aliran darah
berjalan lambat dan secara tidak langsung mencegah terjadinya pembengkakan atau
edema, memperlambat pengiriman mediator inflamasi dan mengurangi inflamasi. Dingin
juga menyebabkan berkurangnya aktivitas saraf sehingga dapat mengurangi rasa sakit.
Terapi dingin dapat mengurangi ambang aktivasi nociceptor jaringan dan kecepatan
konduksi sinyal saraf yang menyebabkan rasa nyeri. Penurunan suhu jaringan juga
mengurangi permintaan metabolisme jaringan hipoksia, yang berpotensi mencegah
kerusakan hipoksia sekunder di jaringan yang terluka. Reseptor kunci yang responsif
terhadap dingin lingkungan termasuk saluran kation TRP subfamili M, anggota 8
(TRPM8), dan, terutama di hadapan agonis lain, saluran kation TRP subfamili A, anggota
1 (TRPA1), yang memiliki peran dalam hiperalgesia dingin Contoh terapi dingin yang
dapat digunakan untuk mengobati gigitan serangga adalah ice pack. Ice pack
menggunakan kemasan yang dapat mempertahankan es dalam waktu yang relatif lama di
luar freezer. Penggunaannya mudah dengan cara dikompres pada area yang terinfeksi
selama 15 sampai 20 menit.
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Dermatology Association (AAD). (2020). How To Treat Sunburn.
Diakses dari https://www.aad.org/public/everyday-care/injured-skin/burns/treat-
sunburn# pada 25 April 2020
Brunton, L. L., Dandan, R. H., & Knollmann, B. C. (2017). Goodman & Gilman's the
pharmacological basis of therapeutics (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education
Dipiro, J.T. (2008). Pharmacotherapy - A Pathophysiologic Approach 7th Edition.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Doan, T., Melvold, R., et al. (2013). Lippincott’s Illustrated Reviews : Immunology
Second Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, a Wolter Kluwer
Business.
Drug.com. (2020). List of Sunburn Medications (28 Compared). Diakses dari
https://www.drugs.com/condition/sunburn.html pada 25 April 2020
Jonsdottir, S., Cvitas, I., Svansson, V. et al. (2019). New Strategies for Prevention and
Treatment of Insect Bite Hypersensitivity in Horses. Curr Derm Rep 8, 303–312.
https://doi.org/10.1007/s13671-019-00279-w
Kim, J., Kim, B. E., & Leung, D. (2019). Pathophysiology of atopic dermatitis: Clinical
implications. Allergy and asthma proceedings, 40(2), 84–92.
https://doi.org/10.2500/aap.2019.40.4202
Medscape. (2018). Sunburn Medication. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/773203-medication#showall pada 25 April
2020
MIMS. (2018). MIMS Referensi Obat : Informasi Ringkas Produk Obat Bahasa Indonesia.
Jakarta: BIP Kelompok Gramedia
Moore C, Cevikbas F, Pasolli HA, Chen Y, Kong W, Kempkes C, et al. UVB radiation
generates sunburn pain and affects skin by activating epidermal TRPV4 ion channels
and triggering endothelin-1 signaling. Proc Natl Acad Sci U S A [Internet].
2013;110(34). Available from: https://emas.ui.ac.id/mod/resource/view.php?
id=235574
Moore, S. J., Mordue, A. J., et al. (2012). Insect Bite Prevention. Infectious Disease Clinics
of North America, 26(3), 655-673. https://remote-
lib.ui.ac.id:2116/10.1016/j.idc.2012.07.002
Peng, W., & Novak, N. (2015). Pathogenesis of atopic dermatitis. Clinical and Experimental
Allergy, 45(3), 566–574. https://doi.org/10.1111/cea.12495
Powers J, McDowell RH. Insect Bites. [Updated 2019 Dec 15]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537235/
Sunburn - StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534837/#
Waspodo, N. N., et al. Dermatitis Atopik pada Anak. Diakses melalui
http://jurnal.fk.umi.ac.id/index.php/umimedicaljournal/article/download/35/30 pada
27 April 2020.

WebMD LLC. Sunburn: Background, Pathophysiology, Etiology [Internet]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/773203-overview#a7(2)(3)
Ho, C. L., Chang, L. I., & Wu, W. F. (2018). The prevalence and risk factors of atopic

dermatitis in 6–8 year-old first graders in Taipei. Pediatrics and Neonatology, 60(2),
166–171. https://doi.org/10.1016/j.pedneo.2018.05.010

Malik, K., et al. (2017). An Update on the Pathophysiology of Atopic Dermatitis. New
York: Elsevier Inc.

Farmasi-id.com. (2015, 17 Desember). Betamethasone / Betametason. Diakses pada 26 April


2020, dari https://www.farmasi-id.com/betamethasone-betametason/

Yassky, E.G., et al. (2017). Atopic Dermatitis: pathogenesis. New York: Frontline Medical
Communications.

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
(2007). Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade
Reseptor–Penghambatan Aktivasi Reseptor.

Evalina, Rita. (2018). Dermatitis Atopi. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Elieh Ali Komi, D., Shafaghat, F., & Zwiener, R. D. (2018). Immunology of Bee Venom.
Clinical Reviews in Allergy and Immunology, 54(3), 386–396.
https://doi.org/10.1007/s12016-017-8597-4
Faisal, A., & Loebis, H. M. S. (2017). Peran Imunoterapi pada Alergi Sengatan Lebah. Sari
Pediatri, 6(3), 104. https://doi.org/10.14238/sp6.3.2004.104-9
Features, C., & Przybilla, B. (2012). Clinical Features and Management. 109(13).
https://doi.org/10.3238/arztebl.2012.0238
Kennedy, J. (2011). SELF-CARE OF INSECT BITES AND STINGS. 2(July), 111–114.
Kwatra, G., & Mukhopadhyay, S. (2018). Topical Corticosteroids : Pharmacology. A Treatise
on Topical Corticosteroids in Dermatology, 11–21. https://doi.org/10.1007/978-981-10-
4609-4

Anda mungkin juga menyukai