DERMATITIS ATOPIC
a. Etiologi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang umum, kronis, kambuh, dan
terutama menyerang anak-anak. Atopi didefinisikan sebagai kecenderungan yang diturunkan
untuk menghasilkan antibodi imunoglobulin E (IgE) sebagai respons terhadap sejumlah kecil
protein lingkungan umum seperti serbuk sari, tungau debu rumah, dan alergen makanan.
Dermatitis berasal dari bahasa Yunani "derma," yang berarti kulit, dan "itis," yang berarti
peradangan. Terjadinya disfungsi barrier kulit dan immune dysregulation berkontribusi
terhadap patobiologi terjadinya dermatitis atopik. Filaggrin (FLG), transglutaminase, keratin,
dan protein antar sel adalah protein utama yang bertanggung jawab untuk fungsi epidermal.
Cacat pada protein ini memudahkan penetrasi alergen dan mikroba ke dalam kulit.
Dermatitis atopik dapat bervariasi dari bentuk ringan ke bentuk sedang dan berat.
Dermatitis atopik dapat terjadi pada masa kanak-kanak, berlangsung hingga dewasa atau
bermanifestasi bahkan untuk pertama kalinya selama dewasa. Dermatitis atopik dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu dermatitis atopik infantil, yang terjadi pada bayi baru lahir sampai
dua tahun, dermatitis atopik pada anak usia 2 tahun sampai 11 tahun, dan dermatitis atopik
pada orang dewasa. Berbagai faktor bisa mencetuskan dermatitis atopik termasuk makanan,
alergen musiman, kondisi lingkungan, bahan iritan, stres emosional dan paparan akibat
pekerjaan.
Farmakokinetik:
Betametason secara topikal dapat diabsorpsi melalui kulit. Penggunaan jangka
panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik,
antara lain mempunyai kemampuan untuk supresi (menekan) korteks adrenal
(Suherman dan Ascobat, 2007).
Indikasi:
Menekan sistem kekebalan tubuh, meredakan gejala peradangan dan alergi.
Betametason bisa digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi, seperti penyakit
artritis, lupus, psoriasis, kolitis ulseratif, asma dan mengobati kanker tertentu.
Efek Samping:
Efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan betametason
adalah:
● Sakit kepala.
● Lelah atau otot-otot melemah.
● Sulit tidur.
● Risiko infeksi.
● Nyeri lambung dan gangguan pencernaan.
● Berat badan bertambah.
● Perubahan suasana hati, terutama pada awal pengobatan.
● Siklus haid tidak beraturan.
Kontra Indikasi:
Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selain itu,
penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis (Sartono, 1996).
2. Dexamethason
Mekanisme Kerja:
Obat ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang
menyebabkan peradangan.
Farmakokinetik:
Diabsopsi dengan baik oleh mukosa saluran gastrointestinal, ruang sinovial, dan
otot. Dimetabolisme oleh hepar, serta diekskresikan melalui urin.
Indikasi:
Indikasi dexamethasone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan,
misalnya pada penyakit sendi inflamatori, meningitis bakterial, ataupun eksaserbasi
akut multiple sklerosis.
Efek Samping:
● Badan terasa lelah atau lemas.
● Gangguan pola tidur.
● Sakit kepala.
● Vertigo.
● Keringat berlebihan.
● Jerawat.
● Kulit kering dan menipis serta gampang memar.
● Pertumbuhan rambut yang tidak biasa.
● Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung.
● Mudah haus.
● Sering buang air kecil.
● Nyeri otot.
● Nyeri pada sendi atau/dan tulang.
● Sakit perut atau perut terasa kembung.
● Rentan terhadap infeksi.
Kontraindikasi:
Kontraindikasi dexamethasone adalah pada kasus hipersensitivitas, infeksi akut
yang tidak diobati, dan adanya infeksi jamur. Penggunaan pada pasien tuberkulosis
juga perlu berhati-hati karena dapat membuat infeksi aktif kembali. Sementara itu,
peringatan penggunaan dexamethasone adalah pada pasien dengan ulkus peptikum.
Dosis
Tablet dan Sirop
Dewasa: 0,75-9 mg per hari dibagi menjadi 2-4 kali pemberian.
Anak-anak (mulai usia 1 bulan): 10-100 mcg/kgBB per hari dibagi menjadi 1-2
kali pemberian tergantung dari respons pasien terhadap obat. Dosis maksimal 300
mcg/kgBB per hari.
Interaksi Obat:
Agar dapat bekerja secara efektif, dexamethasone tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi bersamaan dengan obat phenytoin, fenobarbital, rifampicin, suplemen
vitamin A, tetrasiklin dan antibiotik lainnya, tiazid, ephedrine, barbiturat, primidon.
Dexamethasone juga dapat mengubah efek obat pengencer darah oral, serta
menurunkan efek obat hipoglikemik oral dan salisilat.
3. Methylprednisolone
Mekanisme Kerja:
Metilprednisolon berikatan dengan dan mengaktifkan reseptor glukokortikoid
intraseluler. Reseptor glukokortikoid yang diaktifkan berikatan dengan daerah
promotor DNA (yang dapat mengaktifkan atau menekan transkripsi) dan
mengaktifkan faktor transkripsi yang mengakibatkan inaktivasi gen melalui
deasetilasi histone. Onset: Efek puncak: 1-2 jam (oral); 4-8 hari (IM); 1 minggu
(intra-artikular). Durasi: 30-36 jam (oral); 1-4 minggu (IM); 1-5 minggu (intra-
artikular).
Struktur Kimia:
Farmakokinetik:
Penyerapan: Diserap dengan cepat (oral); diserap dari sendi di atas minggu tetapi
lebih lambat diserap setelah inj IM dalam (sebagai asetat); cepat diserap setelah
injeksi IM (Na succinate ester). Waktu untuk memuncak konsentrasi plasma: 2 jam
(ester suksinat Na). Distribusi: Didistribusikan dengan cepat (oral). Melintasi
plasenta. Volume distribusi: 0,7-1,5 L / kg. Ekskresi: Waktu paruh plasma: ≥3,5
jam.
Indikasi:
Indikasi methylprednisolone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan,
tatalaksana status asmatikus, reaksi penolakan pada transplantasi organ, dan
kondisi alergi.
Efek Samping:
Efek samping methylprednisolone cukup luas karena obat ini mempengaruhi
hormon kortikosteroid. Pada penggunaan jangka panjang, dapat terjadi efek
samping supresi adrenal. Penggunaan lebih dari 5 hari harus di tappering off.
Efek samping berdasarkan sistem organ di antaranya :
Reaksi alergi: hipersensitivitas, reaksi anafilaksis, angioedema.
Kardiovaskular: bradikardia, henti jantung, aritmia, gagal jantung kongestif,
sinkop, hipertensi
Dermatologis: dermatitis alergi, acne, atrofi kutan dan subkutan,
hiperpigmentasi, hipopigmentasi, kulit kering bersisik, ekimosis dan
petekie, eritema, striae, urtikaria.
Endokrin: toleransi karbohidrat dan glukosa menurun, peningkatan
kebutuhan insulin atau obat antidiabetes, cushingoid state, hirsutisme,
menstruasi ireguler, secondary adrenocortical and pituitary
unresponsiveness (terutama saat stres, trauma, operasi, atau sakit), dan
supresi pertumbuhan pada pasien pediatrik.
Gangguan elektrolit: retensi natrium, retensi cairan, menurunnya kalium.
Gastrointestinal: distensi abdomen, hepatotoksisitas, hepatomegali, mual,
esofagitis ulseratif, pankreatitis, ulkus peptikum dengan kemungkinan
perforasi atau perdarahan.
Muskuloskeletal: nekrosis aseptik bonggol femoral dan humerus, Charcot-
like arthropathy, penurunan massa otot, osteoporosis, fraktur patologis,
fraktur kompresi vertebra.
Neurologis/psikiatrik: konvulsi, depresi, instabilitas emosional, euphoria,
sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial dengan papiledema,
insomnia, perubahan mood.
Ophtalmik: glaukoma, katarak subkapsular posterior, eksoftalmus.
Lainnya: meningkatnya kemungkinan infeksi.
Kontraindikasi:
Kontraindikasi methylprednisolone antara lain adalah:
Alergi terhadap methylprednisolone
Infeksi fungal sistemik
Administrasi intramuskular pada ITP (Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura). Pada kondisi ini, methylprednisolone dapat diberikan secara
intravena.
Pemberian dosis imunosupresan bersamaan dengan vaksinasi
Dosis berdasarkan kondisi pasien dan rute pemberian:
Krim
Dewasa: Dosis krim methylprednisolone 0,1% adalah ambil secukupnya dengan
ujung jari lalu oleskan 1 kali pada kulit yang ingin diobati, maksimal selama 12
minggu.
Anak-anak: Dosis krim methylprednisolone 0,1% adalah ambil krim secukupnya
dengan ujung jari lalu oleskan 1 kali pada kulit yang ingin diobati, maksimal
selama 4 minggu.
Interaksi Obat:
Penggunaan methylprednisolone jangka panjang dapat menurunkan respon
antibodi tubuh terhadap toksoid, vaksin hidup, atau vaksin hidup dilemahkan.
Vaksin sebaiknya diberikan setelah penggunaan methylprednisolone dihentikan.
Keseluruhan interaksi obat methylprednisolone adalah sebagai berikut:
b. Calcineurin Inhibitor
Contoh obat golongan ini adalah
1. Ciclosporine
Mekanisme Kerja:
Dengan menekan reaksi imun tubuh yang dimediasi oleh sel. Ciclosporin
digunakan untuk mencegah penolakan terhadap transplantasi organ. Ciclosporin
juga dapat mengurangi peradangan pada rheumatoid arthritis (RA) aktif dan
psoriasis rekalsitrans.
Struktur Kimia:
Farmakokinetik:
Indikasi:
Efek Samping:
Kontraindikasi:
Oral
Psoriasis, Dermatitis atopik berat
Dewasa: Awalnya, 2,5 mg / kg / hari, dalam 2 dosis terbagi. Kurangi dosis efektif
terendah setelah remisi tercapai. Hentikan pengobatan jika tidak ada peningkatan
yang cukup untuk dosis maksimal dalam waktu 6 minggu. Maks: 5 mg / kg / hari.
Interaksi Obat:
Peningkatan kadar siklosporin oleh diltiazem, doksisiklin, eritromisin, ketokonazol,
metilprednisolon (dosis tinggi), nikardipin, verapamil, kontrasepsi oral. Obat yang
mengurangi tingkat siklosporin adalah karbamazepin, isoniazid, fenobarbiton,
fenitoin, dan rifampisin. Peningkatan risiko kejang bila digunakan bersamaan
dengan metilprednisolon dosis tinggi. Berpotensi Fatal: Nefrotoksisitas aditif bila
digunakan dengan aminoglikosida, amfoterisin B, siprofloksasin, colchicine,
melphalan, kotrimoksazol dan NSAID.
2. Tacrolimus
Mekanisme Kerja:
Tacrolimus adalah makrolida kuat yang menekan aktivasi sel T dan proliferasi sel
B yang bergantung pada sel T-helper, serta pembentukan limfokin [mis. interleukin
(IL) -2, IL-3, dan γ-interferon] dan ekspresi reseptor IL-2. Ini menghambat
aktivitas kalsineurin dengan mengikat protein intraseluler, FKBP-12; membentuk
kompleks dg Ca, kalmodulin dan kalsineurin
Struktur Kimia:
Farmakokinetik:
Indikasi:
PO Profilaksis penolakan transplantasi organ Transplantasi ginjal, Pengobatan
penolakan transplantasi organ Pada pasien yang kebal terhadap agen imunosupresif
konvensional, Profilaksis penolakan transplantasi organ Transplantasi ginjal, dan
Dermatitis atopik topikal
Efek Samping:
Tacrolimus oles dapat menimbulkan efek samping berupa rasa tersengat, terbakar,
iritasi, gatal, jerawat, kulit sensitif, gangguan pencernaan,serta gejala seperti flu,
yaitu demam, pilek, sakit tenggorokan, dan pegal-pegal. Sedangkan tacrolimus
tablet dan suntik berisiko menimbulkan efek samping, berupa:
● Tampak bingung
● Batuk
● Demam
● Pusing
● Lemas
● Nyeri otot
● Diare
● Nafsu makan menurun
● Mual dan muntah
Kontraindikasi:
Obat oles
Dosis: Oleskan tipis pada area yang meradang. Penggunaan hanya boleh diberikan
pada anak-anak di atas usia 2 tahun.
Interaksi Obat:
Mekanisme Kerja:
Mycophenolate mofetil menghambat sintesis de novo purin. Mycophenolate
mofetil mengalami hidrolisis di dalam GI menjadi mycophenolic acid yang
merupakan metabolit aktif yang bekerja secara nonkompetitif, selektif, dan
reversibel menghambat IMP dehidrogenase. IMP dehidrogenase jika tidak
dihambat dapat mengubah inosine monophospate menjadi xantine monophosphate,
yaitu metabolit intermediet yang memproduksi GMP. Karena IMP dehidrogenase
dihambat, maka akan terjadi bloking formasi GMP sehingga menghambat
proliferasi sel T dan B yang merupakan prekursor yang dibutuhkan dalam sintesis
asam nukleat.
Struktur Kimia:
Farmakokinetik:
Setelah menelan mycophenolate, mycophenolate dengan cepat dan benar-benar
berubah menjadi metabolit aktifnya, asam mycophenolic. Bioavailabilitas rata-rata
asam mikofenolat setelah mengkonsumsi obat ini adalah sekitar 94%. Konsentrasi
puncak metabolit aktif dicapai 60 sampai 90 menit setelah konsumsi. Asam
mycophenolic mengalami resirkulasi enterohepatik, ditandai dengan adanya
puncak kedua dalam konsentrasi plasma 6-12 jam setelah masuk. Bila obat
diberikan pada dosis terapeutik, 97% asam mycophenolic terikat pada albumin
plasma. Pemberian mofetil mycophenolate bersamaan dengan asupan makanan
tidak berpengaruh signifikan terhadap AUC (area di bawah kurva "waktu
konsentrasi"), namun mengurangi konsentrasi asam mycophenolic maksimum
dalam plasma (Cmax) sebesar 40%.
Metabolisme asam mycophenolic terjadi di hati, di mana ia diubah menjadi
glycuronide asam mycophenolic, yang diekskresikan terutama dalam urin.
Sejumlah kecil asam mycophenolic (kurang dari 1%) diekskresikan dalam urin.
Waktu paruh asam mycophenolic setelah satu asupan oral 1,5 g obat adalah 17,9
jam, dan izinnya adalah 11,6 jam.
Indikasi:
Kaplet mofetil Mychopenolate diindikasikan untuk profilaksis penolakan organ
akut dan peningkatan kelangsungan hidup pasien dan cangkok pada pasien yang
menerima transplantasi jantung alogenik. Mychopenolate mofetil harus digunakan
bersamaan dengan siklosporin dan kortikostreoid.
Efek Samping:
● Demam.
● Sakit kepala.
● Linglung.
● Kejang.
● Penglihatan kabur.
● Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki.
● Sulit bernapas.
● Gusi berdarah.
● Mulut kering.
● Batuk dan suara serak.
Kontraindikasi:
Reaksi alergi terhadap mychopenolate mofetil telah diamati. Oleh karena itu,
mikofenolat mofetil dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap
mikofenolat mofetil atau asam mikofenolat.
Dosis
Kondisi Tranplantasi Ginjal
Dewasa: 1 g, 2 kali sehari.
Anak-anak (3 Bulan - 18 Tahun): Dosis disesuaikan dengan berat badan pasien.
Dosis berkisar antara 750 mg-1g, dua kali sehari.
Kondisi Tranplantasi Jantung dan Hati
Dewasa: 1,5 g, 2 kali sehari.
Interaksi Obat:
Mycophenolate mofetil dapat menimbulkan reaksi jika digunakan dengan obat lain,
seperti: Meningkatkan risiko infeksi, jika digunakan dengan azathioprine,
rifampicin, dan obat yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh lain seperti
rituximab. Menurunkan efektivitas pil KB.
d. Crisaborole
Merupakan pengobatan topikal. Bekerja dengan menghambat PDE4 yang
mencegah degradrasi cAMP menjadi AMP, menyebabkan meningkatnya level
cAMP yang menekanaktivitas NFAT dan NF-kB sehingga pembentukan sitokin
(IL-4) terhambat.
SUNBURN
Sunburn adalah luka bakar radiasi pada kulit yang disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet
(UV) matahari terlalu banyak atau sumber buatan seperti tanning bed. Faktor risiko terbesar
untuk terbakar sinar matahari adalah jumlah waktu kulit terpapar sinar UV, ditambah
intensitasnya. Banyak faktor seperti waktu, obat-obatan, penipisan ozon, ketinggian tinggi,
langit cerah, dan fototipe kulit mempengaruhi kulit terbakar. Peningkatan jumlah sengatan
matahari yang diperoleh seseorang berhubungan langsung dengan peningkatan risiko kanker
kulit.
a. Etiologi Sunburn
b. Patofisiologi
Sinar UVA dan UVB keduanya berperan dalam sengatan matahari, meskipun
sinar UVB bertanggung jawab untuk secara langsung merusak DNA dengan
menginduksi pembentukan dimer cycobutane timin-timin. Ketika dimer ini terbentuk,
tubuh menghasilkan respons perbaikan DNA, yang meliputi induksi apoptosis sel dan
pelepasan penanda inflamasi seperti prostaglandin, spesies oksigen reaktif, dan
bradikinin,. Hal ini menyebabkan vasodilatasi, edema, dan rasa sakit yang
diterjemahkan ke dalam kulit yang secara klasik berwarna merah dan nyeri seperti
terbakar sinar matahari. Paparan kulit terhadap UVB menyebabkan peningkatan
kemokin seperti CXCL5 sebagai proalgesik sebagai respon paparan sinar UVB dan
mengaktifkan nosiseptor perifer, yang mengakibatkan aktivasi berlebihan dari
reseptor rasa sakit pada kulit. Respon imunologis lainnya dimediasi oleh sitokin
seperti IL-1β dan IL-6, yaitu juga diketahui menyebabkan dan memfasilitasi rasa
sakit.
Penyerapan: Ketersediaan hayati: 95%; Onset: 30-60 mnt; Durasi: <12 jam;
serum puncak: 1-4 jam (tablet); 2-12 jam (penundaan pelepasan perut
kosong); 4-24 jam (terlambat relase dengan makanan); Konsentrasi plasma
puncak: 62-96 mcg / mL
Eliminasi: Waktu paruh: 12-17 jam; Dialyzable: Tidak ada nilai; Jarak
bebas: 0,13 mL / menit / kg; Ekskresi: Urin (95%), tinja (<3%)
- Indikasi : rasa sakit (nyeri), Dismenore, Gout, Akut, dll
- Efek Samping : NSAID meningkatkan risiko efek samping GI yang serius,
termasuk perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung atau usus, yang bisa
berakibat fatal. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat meningkatkan
risiko kejadian trombotik kardiovaskuler yang serius, infark miokard (MI),
dan stroke, yang dapat berakibat fatal.
- Kontraindikasi : Mutlak: Alergi aspirin; nyeri perioperatif dalam
pengaturan operasi cangkok bypass arteri koroner (CABG); Relatif:
Gangguan perdarahan, keterlambatan transit kerongkongan, penyakit hati,
tukak lambung, gangguan ginjal, stomatitis, kehamilan lanjut (dapat
menyebabkan penutupan dini duktus arteriosus)
- Dosis : Dewasa: 500 mg PO awalnya, lalu 250 mg PO q6-8hr atau 500 mg
PO q12hr PRN; tidak melebihi basis naproxen 1250 mg / hari pada hari 1;
dosis harian berikutnya tidak boleh melebihi 1000 mg basa naproxen.
Extended release: 750-1000 mg PO qDay; untuk sementara dapat
ditingkatkan menjadi 1500 mg / hari jika ditoleransi dengan baik. Pediatrik:
500 mg PO awalnya, lalu 250 mg PO q6-8hr atau 500 mg PO q12hr PRN;
tidak melebihi basis naproxen 1250 mg / hari pada hari 1; dosis harian
berikutnya tidak boleh melebihi 1000 mg basa naproxen. Extended release:
750-1000 mg PO qDay; untuk sementara dapat meningkat menjadi 1500
mg / hari jika ditoleransi dengan baik dan ditunjukkan secara klinis.
- Interaksi Obat: asam aminolevulinic oral; asam aminolevulinat topikal;
apixaban; benazepril; kaptopril; enalapril; fosinopril; ibuprofen; ibuprofen
IV; ketorolak; ketorolak intranasal; Lisinopril; metotreksat; metil
aminolevulinat; moexipril; pemetrexed; perindopril; quinapril; ramipril;
tacrolimus; trandolapril.
Penyerapan
Diserap dengan cepat (85%)
Ketersediaan hayati: 80-100%
Onset: 30-60 mnt
Durasi: 4-6 jam
Waktu plasma puncak (dewasa)
Tablet konvensional: 120 mnt
Tablet kunyah: 62 mnt
Penangguhan oral: 47 menit
Waktu puncak plasma (anak-anak yang demam)
Tablet kunyah: 86 mnt
Penangguhan oral: 58 menit
Konsentrasi plasma puncak
Tablet konvensional: 20 mcg / mL
Tablet kunyah: 15 mcg / mL
Suspensi oral: 19 mcg / mL
Distribusi
Protein terikat: 90-99%; konsentrasi> 20 mcg / mL
Vd: 0,12 L / kg (dewasa); 0,164 L / kg (anak-anak)
Metabolisme
Dimetabolisme dengan cepat di hati (terutama oleh CYP2C9; substrat
CYP2C19) melalui oksidasi menjadi metabolit tidak aktif
Metabolisme
Metabolit A: (+) - 2- [4 '- (2-hidroksi-2-metilpropil) fenil] asam propionat
Metabolit B: (+) - 2- [4 '- (2-karboksipropil) fenil] asam propionat
Eliminasi
Waktu paruh: 2-4 jam (dewasa); 1,6 jam (anak 3 mon hingga 1 tahun; 35-51
jam (hari 3), 20-33 jam (hari 5)
Ekskresi: Urin (50-60%; <10% tidak berubah); sisa dalam tinja dalam
waktu 24 jam
- Indikasi : Nyeri, Demam, Dismenore, ductus arteriosus
- Efek Samping : Pusing (3-9%), Nyeri epigastrik (3-9%), Mulas (3-9%),
Sembelit (1-3%), Mual (3-9%), Ruam (3-9%), Tinnitus (3-9%), Edema (1-
3%), Retensi cairan (1-3%), Sakit kepala (1-3%), Muntah (1-3%),
Agranulositosis, Anemia aplastik, Erythema multiforme, Ruam makula
eritematosa, Dermatitis eksfoliatif, Anemia hemolitik (dengan atau tanpa
hasil tes antiglobulin langsung positif), Neutropenia, Trombositopenia
(dengan atau tanpa purpura), Nekrolisis epidermal toksik (sindrom Lyell)
dan reaksi fotosensitifitas
- Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap obat, NSAID, aspirin, atau
eksipien lainnya. Nyeri perioperatif dalam pengaturan operasi bypass graft
arteri koroner (CABG). Kehamilan trimester 1 dan 3
- Dosis :
Dewasa: OTC: 200-400 mg PO q4-6hr; tidak melebihi 1.200 mg kecuali
diarahkan oleh dokter. Resep: 400-800 mg PO q6hr; tidak melebihi
3200 mg / hari
Pediatrik: 4-10 mg / kg / dosis PO q6-8hr; tidak melebihi 40 mg / kg / hari
- Interaksi Obat: asam aminolevulinic oral, asam aminolevulinat topikal,
apixaban, aspirin, benazepril, kaptopril, enalapril, erdafitinib, ketorolak,
lisinopril, metotreksat, naproxen, oxaprozin, perindopril
2. Analgeic lainnya
● Acetaminophen (Tylenol, anacin-Free Aspirin, Feverall, Tempra)
- Mekanisme Kerja : Bertindak pada hipotalamus untuk menghasilkan
antipyresis. Dapat bekerja secara perifer untuk memblokir timbulnya
impuls rasa sakit; juga dapat menghambat sintesis prostaglandin pada
SSP.
- Farmakokinetik :
Waktu Plasma Puncak: 10-60 mnt (rilis segera PO); 60-120 mnt (PO
diperpanjang-rilis); 6 jam (PO 500 mg, tablet konvensional); 8 jam (PO
650 mg, tablet rilis cepat)
Konsentrasi Plasma Puncak: 2,1 mcg / mL (PO 500 mg, tablet
konvensional); 1,8 mcg / mL (PO 650 mg, tablet rilis cepat)
Onset: 1 jam
Distribusi: 1 L / kg
Batas Protein: 10 hingga 25%
Metabolisme: Hati (sistem enzim mikrosomal); konjugasi (asam
glukuronat / sulfurat)
Metabolit: N-acetyl-p-benzoquinoneimine, N-acetylimidoquinone,
NAPQI; selanjutnya dimetabolisme melalui konjugasi dengan glutathione
Eliminasi paruh waktu: 1,25-3 jam (remaja); 2-5 jam (anak-anak); 4 jam
(bayi); 7 jam (neonatus); 2-3 jam (dewasa)
Ekskresi: urin (terutama sebagai acetaminophen glucuronide dengan
acetaminophen sulfate / mercaptate)
- Indikasi : nyeri, demam,
- Efek Samping : Angioedema, Disorientasi, Pusing, Ruam makulopapular
pruritus, Ruam, Hiperamonemia, Sindrom Stevens-Johnson, Nekrolisis
epidermis toksik, Urtikaria, Perdarahan gastrointestinal, hepatotoksisitas,
dll
- Kontraindikasi : Hipersensitif; Penyakit hati aktif yang parah
- Dosis :
Dewasa:
immediate-release
● Kekuatan reguler: 325-650 mg PO / PR q4hr PRN; tidak melebihi
3250 mg / hari; di bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis
harian hingga 4 g / hari dapat digunakan
● Kekuatan Ekstra: 1000 mg PO q6-8hr PRN; tidak melebihi 3000 mg /
hari; di bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis harian hingga
4 g / hari dapat digunakan:
extended-release
Pediatrik:
Dosis berbasis berat badan
● Solusi oral
● Neonatus 28-31 minggu kehamilan: 10-15 mg / kg / dosis PO q12hr
prn; dapat memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 40
mg / kg / hari atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 32-37 minggu kehamilan: 10-15 mg / kg / dosis PO q8hr
prn; dapat memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 60
mg / kg / hari atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 0-9 hari: 10-15 mg / kg / dosis PO q6-8hr prn; dapat
memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 60 mg / kg /
hari; atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Neonatus 10-29 hari: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-8hr prn; dapat
memberikan beban awal 20 mg / kg PO; tidak melebihi 90 mg / kg /
hari; atau 48 jam (berturut-turut) dari dosis maksimum
● Bayi: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-6hr prn; tidak melebihi 15 mg /
kg / dosis atau 75 mg / kg / hari
● Anak-anak dan remaja <60 kg: 10-15 mg / kg / dosis PO q4-6hr prn;
tidak melebihi 15 mg / kg / dosis atau 1.000 mg / dosis, mana yang
kurang atau 75 mg / kg / hari atau 4.000 mg / hari, mana yang kurang
Dosis tetap
● <6 tahun: Tanyakan penyedia layanan kesehatan
● 6-12 tahun: 325-650 mg PO q4-6hr; tidak melebihi 1,625 g / hari
selama tidak lebih dari 5 hari kecuali diarahkan oleh penyedia layanan
kesehatan
> 12 tahun
○ Kekuatan reguler: 325-650 mg q4-6hr; tidak melebihi 3,25 g / hari; di
bawah pengawasan profesional kesehatan, dosis hingga 4 g / hari
dapat digunakan
○ Kekuatan ekstra: 1000 mg q6hr; tidak melebihi 3 g / 24 jam; di bawah
pengawasan profesional kesehatan, dosis hingga 4 g / hari dapat
digunakan
○ Perpanjangan yang diperpanjang: 1,3 g q8hr; tidak melebihi 3,9 g / 24
jam
3. Kortikosteroid
● Prednisone (Deltasone, Orasone, Meticorten)
- Mekanisme Kerja : Glukokortikosteroid; menimbulkan aktivitas
mineralokortikoid ringan dan efek antiinflamasi sedang; mengendalikan
atau mencegah peradangan dengan mengontrol laju sintesis protein,
menekan migrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan fibroblas,
membalikkan permeabilitas kapiler, dan menstabilkan lisosom pada
tingkat sel; dalam dosis fisiologis, kortikosteroid diberikan untuk
menggantikan hormon endogen yang kurang; dalam dosis yang lebih
besar (farmakologis), mereka mengurangi peradangan
- Farmakokinetik :
Penyerapan
Ketersediaan hayati: 92%
Durasi: Plasma, 60 mnt; biologis, 8-36 jam
Waktu plasma puncak: PO (rilis langsung), 2 jam; PO (rilis tertunda), 6,0-
6,5 jam
Distribusi
Protein terikat: 65-91%
Metabolisme
Dimetabolisme luas di hati; terhidroksilasi menjadi metabolit aktif;
konversi dapat terganggu pada penyakit hati
Metabolit: Prednisolone (aktif)
Eliminasi
Waktu paruh: 2,6-3 jam
Dialyzable: Hemodialisis, no
Ekskresi: Urin (terutama)
- Indikasi : peradangan, sindrom nefrotik, asma akut, Purpura
Thrombocytopenic Idiopatik, dermatitis herpetiformis, dll
- Efek Samping :
Alergi: Anafilaksis, angioedema
Kardiovaskular: Bradikardia, henti jantung, aritmia jantung, pembesaran
jantung, kolaps sirkulasi, gagal jantung kongestif, embolisme lemak,
hipertensi, kardiomiopati hipertrofik pada bayi prematur, ruptur miokard
setelah infark miokard baru-baru ini, edema paru, edema paru, trombosis,
thrombosis, throm
Dermatologis: Jerawat, dermatitis alergi, atrofi kulit dan subkutan, kulit
kepala kering, edema, eritema wajah, hiper atau hipopigmentasi, gangguan
penyembuhan luka, peningkatan keringat, petekia dan ecimosis, ruam,
abses steril, striae, reaksi penekanan terhadap tes kulit, tipis kulit rapuh,
rambut kepala menipis, urtikaria
Endokrin: Timbunan lemak abnormal, penurunan toleransi karbohidrat,
perkembangan keadaan cushingoid, hirsutisme, manifestasi diabetes
mellitus laten dan peningkatan kebutuhan insulin atau agen hipoglikemik
oral pada penderita diabetes, ketidakteraturan menstruasi, fasies bulan,
adrenokortikal sekunder dan hipofisis tidak responsif (terutama pada saat
stres, seperti pada trauma, operasi, atau penyakit), penindasan
pertumbuhan pada anak-anak
Gangguan cairan dan elektrolit: Retensi cairan, kehilangan kalium,
hipertensi, alkalosis hipokalemik, retensi natrium
Gastrointestinal: Distensi abdomen, peningkatan kadar enzim hati serum
(biasanya reversibel setelah penghentian), hepatomegali, cegukan,
malaise, mual, pankreatitis, ulkus peptikum dengan kemungkinan
perforasi dan perdarahan, esofagitis ulseratif
Umum: Menambah nafsu makan dan penambahan berat badan
Metabolik: Keseimbangan nitrogen negatif karena katabolisme protein
Muskuloskeletal: Osteonekrosis kepala femoral dan humerus, Artropati
seperti Charcot, kehilangan massa otot, kelemahan otot, osteoporosis,
fraktur patologis tulang panjang, miopati steroid, ruptur tendon, fraktur
kompresi vertebra
Neurologis: Arachnoiditis, kejang-kejang, depresi, ketidakstabilan
emosional, eufhoria, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial dengan
papilledema (pseudotumor cerebri; biasanya setelah penghentian
pengobatan), insomnia, meningitis, perubahan suasana hati, neuritis,
neuropati, paraparesis / paraplegia, perubahan kepribadian. , gangguan
sensorik, vertigo
Oftalmik: Exophthalmos, glaukoma, peningkatan tekanan intraokular,
katarak subkapsular posterior, korioretinopati serosa sentral
Reproduksi: Perubahan motilitas dan jumlah spermatozoa
- Kontraindikasi :
infeksi serius yang tidak diobati
Hipersensitivitas yang terdokumentasi
Varicella
Administrasi vaksin hidup langsung atau dilemahkan (Komite Penasihat
Praktik Imunisasi (ACIP) dan Akademi Dokter Keluarga Amerika
(AAFP) menyatakan bahwa pemberian vaksin virus hidup biasanya tidak
dikontraindikasikan pada pasien yang menerima terapi kortikosteroid
sebagai jangka pendek (<2 minggu) pengobatan, dalam dosis rendah
hingga sedang, sebagai pengobatan alternatif jangka panjang dengan
persiapan aksi pendek, atau dalam pemeliharaan dosis fisiologis, seperti,
terapi penggantian)
- Dosis :
Dewasa: 5 hingga 60 mg per hari
Pedriatik: 0,5-2 mg / kg / hari PO dalam dosis harian tunggal atau dibagi
12 jam; tidak melebihi 80 mg / hari
- Interaksi Obat: mifepristone, aldesleukin, vaksin antraks, ciloleucel
axicabtagene, Vaksin BCG hidup, carbamazepine, simetidin,
dihydroergotamine, dihydroergotamine intranasal, vaksin difteri & tetanus
toksoid / aselular pertusis, toksoid difteri & tetanus / aselular pertusis /
poliovirus, vaksin tidak aktif, dronedarone, ergotamine, basis eritromisin,
erythromycin ethylsuccinate
4. Anestetik Lokal
● Lidocaine Topical
- Mekanisme Kerja : Lidocaine adalah anestesi lokal tipe amida. Ini
digunakan untuk memberikan anestesi lokal dengan blokade saraf di
berbagai tempat di tubuh. Ia melakukannya dengan menstabilkan membran
saraf dengan menghambat fluks ionik yang diperlukan untuk inisiasi dan
konduksi impuls, sehingga mempengaruhi tindakan anestesi lokal . Secara
khusus, agen lidokain bekerja pada saluran ion natrium yang terletak pada
permukaan internal membran sel saraf . Pada saluran ini, molekul netral
lidokain bermuatan netral berdifusi melalui selubung saraf ke dalam
axoplasma di mana mereka kemudian terionisasi dengan bergabung dengan
ion hidrogen . Kation lidokain yang dihasilkan kemudian mampu mengikat
saluran natrium secara terbalik dari dalam, menjaga mereka terkunci dalam
keadaan terbuka yang mencegah depolarisasi saraf . Akibatnya, dengan
penyumbatan yang cukup, membran neuron postsinaptik pada akhirnya
tidak akan terdepolarisasi dan dengan demikian akan gagal untuk
mengirimkan potensial aksi . Ini memfasilitasi efek anestesi dengan tidak
hanya mencegah sinyal rasa sakit merambat ke otak tetapi dengan
membatalkan generasi mereka di tempat pertama. Selain memblokir
konduksi pada akson saraf di sistem saraf tepi, lidokain memiliki efek
penting pada sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Setelah
penyerapan, lidokain dapat menyebabkan stimulasi SSP diikuti oleh depresi
dan dalam sistem kardiovaskular, ia bertindak terutama pada miokardium di
mana ia dapat menghasilkan penurunan rangsangan listrik, laju konduksi,
dan kekuatan kontraksi
- Farmakokinetik :
Penyerapan: kulit
Distribusi: Volume distribusi yang ditentukan untuk lidokain adalah 0,7
hingga 1,5 L / kg. Pengikatan protein yang dicatat untuk lidokain adalah
sekitar 60 hingga 80% dan tergantung pada konsentrasi plasma glikoprotein
alpha-1-asam
Metabolisme: Lidocaine dimetabolisme secara dominan dan cepat oleh hati,
Ekskresi: 5 % lidocaine tidak berubah diekskresikan melalui ginjal
Waktu paruh: 1,5 hingga 2,0 jam
- Indikasi : Lidocaine topikal (untuk digunakan pada kulit) digunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh iritasi
kulit seperti sengatan matahari, gigitan serangga, poison ivy , poison oak,
poison sumac, dan luka ringan, goresan, atau luka bakar. Lidokain topikal
juga digunakan untuk mengobati ketidaknyamanan dubur yang disebabkan
oleh wasir .
- Efek Samping :
Reaksi alergi: gatal - gatal ; sulit bernafas; pembengkakan pada wajah,
bibir, lidah, atau tenggorokan.
Efek samping lainnya; Terbakar parah, menyengat, atau iritasi ketika obat
diterapkan; bengkak atau kemerahan; pusing mendadak atau kantuk setelah
obat diterapkan; kebingungan, pandangan kabur, dering di telinga; atau
sensasi suhu yang tidak biasa.
Efek samping yang umum termasuk: iritasi ringan ketika obat
diterapkan; atau mati rasa di tempat-tempat di mana obat itu secara tidak
sengaja diterapkan.
- Kontraindikasi : tidak boleh menggunakan lidocaine topikal jika alergi
terhadap segala jenis obat mati rasa. Beri tahu dokter Anda jika menderita
penyakit hati ; atau jika sedang mengonsumsi obat detak jantung. Kategori
kehamilan
US FDA: B. dibutuhkan pengawasan medis selama mengonsumsi obat
Ketika dalam keadaan hamil.
- Dosis :
Untuk dewasa, salep 5%: Oleskan secara topikal untuk kontrol gejala yang
memadai. Dosis maksimum: 5 gram per aplikasi tunggal ( sekitar 6 inci dari
salep yang diperas dari tabung); Total 20 gm setiap hari
Untuk pediatrik, 5% salep: Oleskan secara topikal untuk kontrol gejala yang
adekuat. Dosis maksimum: 4,5 mg / kg (2 mg / lb)
- Interaksi Obat: dapat berinteraksi dengan prilocaine dan natrium nitrit.
Menggunakan prilocaine dan natrium nitrit bersama dengan lidocaine
topical dapat meningkatkan risiko methemoglobinemia, suatu kondisi yang
dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam jaringan dan organ vital
karena berkurangnya kapasitas pembawa oksigen dalam darah. Individu
mungkin lebih rentan terhadap pengembangan methemoglobinemia selama
perawatan dengan obat-obat ini jika mereka sangat muda (terutama
neonatus dan bayi) atau memiliki anemia, penyakit jantung atau paru-paru,
gangguan sirkulasi darah, syok, sepsis, dan kecenderungan genetik tertentu
seperti NADH defisiensi sitokrom-b5 reduktase, defisiensi dehidrogenase
glukosa-6-fosfat, dan hemoglobin M.
GIGITAN SERANGGA
a. Etiologi Gigitan Serangga
Istilah "gigitan serangga" biasanya digunakan untuk menunjukkan gigitan dan
sengatan yang ditimbulkan oleh anggota filum Arthropoda. Empat kelas arthropoda
yang signifikan secara medis adalah Chilopoda, Diplopoda, Insecta, dan Arachnida.
Dari jumlah tersebut, serangga (insect), yang mewakili lebih dari setengah dari semua
organisme hidup, dan arachnida memiliki dampak klinis terbesar pada manusia.
Konsekuensi dari gigitan arthropoda umumnya karena cedera traumatis atau
peradangan (inflamasi) lokal dan hipersensitif terhadap air liur arthropoda. Meskipun
beberapa arthropoda mampu menyuntikkan racun saat menggigit, sebagian besar
envenomasi terjadi melalui penyengat yang terhubung ke kelenjar racun. Arthropoda
terkenal yang memiliki penyengat termasuk lebah, tawon, lebah, semut api, dan
kalajengking. Kedua gigitan dan sengatan membuat cedera jaringan yang dapat
berfungsi sebagai pintu masuk untuk infeksi bakteri sekunder.
b. Patofisiologi Gigitan Serangga
Ada empat mekanisme umum yang bertanggung jawab atas dampak
patofisiologis dari gigitan dan sengatan arthropoda. Cedera mekanis pada jaringan
selama gigitan dan sengatan menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan dan
menyediakan pintu masuk bagi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Respons alergi terhadap antigen saliva arthropoda sering terjadi dan berkontribusi
terhadap perkembangan ruam lokal dan sistemik serta pruritus kulit. Respons alergi
yang paling signifikan terhadap gigitan dan sengatan arthropoda adalah
perkembangan anafilaksis, yang dapat berakibat fatal dengan cepat. Sementara
beberapa arthropoda dapat menghasilkan racun beracun, dampak patofisiologis yang
paling signifikan dari gigitan arthropoda adalah potensinya untuk menularkan
beberapa penyakit yang penting secara klinis.
Anafilaksis dimediasi oleh antibodi IgE. Bagian Fc dari IgE dapat berikatan
dengan reseptor pada sel mast dan basofil. Jika bagian Fab dari molekul antibodi
kemudian mengikat antigen, berbagai mediator (mis., Histamin, leukotrien, dan
prostaglandin) dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi, edema, dan respons
peradangan. Sasaran utama dari jenis reaksi ini adalah saluran sistem pencernaan
(alergi makanan), kulit (urtikaria dan dermatitis atopik), sistem pernapasan (rinitis dan
asma), dan pembuluh darah (syok anafilaksis). Respons-respons ini cenderung terjadi
dengan cepat setelah tantangan dengan antigen yang telah disensitisasi oleh individu
dan disebut reaksi hipersensitivitas langsung (immediate hypersensitivity).
Skema Reaksi Hipersensitivitas Tipe I yang Diduga Terjadi pada Gigitan Serangga
Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa selama proses sensitisasi, IL-
25, IL-33, dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) dilepaskan dari sel epitel yang
meradang atau cedera, menginduksi sel limfoid bawaan tipe 2 (type 2 innate lymphoid
cells / ILC2) untuk menghasilkan IL-5 dan IL-13. Di bawah pengaruh sitokin dan
TSLP ini, sel-sel penyaji antigen (antigen-presenting cells / APC) mengarahkan
respon imun terhadap Th2 dengan produksi IL-4 dan IL-13. Selanjutnya, sel B
menjalani pertukaran kelas dan menghasilkan IgE spesifik alergen yang berikatan
dengan reseptor FcεRI afinitas tinggi pada basofil dan sel mast, yang mengarah ke
sensitisasi (Gambar 1A). Pada individu yang alergi dan peka, pajanan ulang terhadap
alergen menyebabkan ikatan silang IgE yang berikatan dengan reseptor FcεRI
berafinitas tinggi pada sel mast dan basofil dan selanjutnya segera melepaskan
mediator sel efektor. Amina vasoaktif, mediator lipid, enzim granul, dan sitokin
menyebabkan tanda-tanda klinis hipersensitivitas langsung / immediate
hypersensitivity (Gbr. 1B). Reaksi fase akhir terjadi 2-4 jam setelah paparan dengan
puncak setelah 24 jam. Pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast yang diaktifkan
menyebabkan infiltrasi leukosit, sebagian besar sel Th2 dan eosinofil di lokasi reaksi
alergi (Gbr. 1B).
c. Terapi Farmakologis Gigitan Serangga
1. Obat Antihistamin (H1-Blocker)
Histamin dilepaskan sebagai respons terhadap rangsangan. Stimulus yang diberikan
termasuk destruksi sel sebagai hasil dari kondisi dingin, toksin dari organisme lain,
venom dari serangga dan laba-laba, serta trauma. Histamine melepaskan efeknya
dengan berikatan dengan reseptornya. Reseptor H1 diekspresikan di sel endothelial
vascular, sel otot polos, dan ujung saraf tepi. Reseptor ini memediasi reaksi alergi
dan inflamasi.
● Ketika histamin berikatan dengan reseptor endothelial vascular, hal tersebut
menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan menjadi permeabel sehingga
menimbulkan kemerahan dan edema.
● Ketika histamine berikatan dengan reseptor sel otot dapat menyebabkan
bronkokonstriksi.
● Ketika histamine berikatan dengan reseptor H1 di otak dapat menyebabkan
wakefulness, penurunan nafsu makan.
● Ketika histamine memediasi stimulasi ujung saraf tepi à nyeri, sensasi rasa
gatal.
Histamin tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi lokal dan anafilaksis. Perbedaan
antara kedua situasi ini dihasilkan dari perbedaan di situs tempat mediator
dilepaskan dan dalam tingkat pelepasannya. Misalnya, jika pelepasan histamin
cukup lambat untuk memungkinkan inaktivasi sebelum memasuki aliran darah,
reaksi alergi lokal terjadi. Namun, jika pelepasan histamin terlalu cepat untuk
inaktivasi yang efisien, terjadi reaksi anafilaksis penuh. Reseptor histamin H1 adalah
reseptor yang termasuk subfamily G-Protein Coupled Receptor (GPCR). Seperti
GPCR lain, reseptor histamin H1 bertindak sebagai “cellular switch” yang berada
sebagai kesetimbangan antara keadaan tidak aktif dan keadaan aktif. H 1 receptor
blockers bertindak sebagai inverse agonis, H1 bertindak dengan cara berikatan pada
situs yang berbeda pada reseptor untuk menghasilkan efek yang berlawanan dan
menstabilisasi konformasi inaktifnya sehingga dapat menginhibisi efek histamin,
dan menghilangkan gejala alergi terkait secara bertahap.
Antihistamin digolongkan menjadi dua, yaitu antihistamin generasi pertama dan
antihistamin generasi kedua.
a. Antihistamin Generasi Pertama
Antihistamin ini memiliki struktur yang lipofilik sehingga dapat dengan
mudah menembus blood brain barrier. Hal tersebut menyebabkan efek
sedatif. Antihistamin generasi pertama tidak selektif terhadap reseptor H1
karena dapat menempati reseptor lain seperti reseptor serotonin, alfa
adrenergik, dan reseptor kolinergik sehingga dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan. Berikut ini contoh obat antihistamin generasi pertama.
Brompheniramine
● Mekanisme Kerja. Brompheniramine adalah antihistamin dengan
antimuskarinik dan tindakan sedatif sedang. Obat ini bekerja dengan
melakukan persaingan dengan histamin untuk situs reseptor H1 pada
sel efektor.
● Farmakokinetik. Absorpsi (diserap dengan baik dari saluran
gastrointestinal dengan waktu untuk memuncak konsentrasi plasma
selama 2-4 jam), Distribusi (didistribusikan secara luas dengan volume
distribusi sekitar 12 L / kg dan melakukan pengikatan dengan protein
plasma sebesar 39-49%), Metabolisme (mengalami N-dealkilasi untuk
membentuk monodesmethyl brompheniramine dan didesmethyl
brompheniramine, dan dimetabolisme menjadi turunan asam
propionat), Ekskresi (melalui urin, sekitar 40% sebagai obat dan
metabolit yang tidak berubah dan feses sekitar 2% dengan waktu paruh
eliminasi kira-kira 25 jam)
● Efek Samping. Rasa euforia berlebihan (terutama pada anak), kantuk,
sedasi, angina pektoris, sesak dada, syok peredaran darah, ekstrasistol,
hipotensi, palpitasi, peningkatan tekanan darah, takikardia,
kegelisahan, ataksia, kedinginan, kebingungan, euforia, kelelahan,
sakit kepala, histeria, insomnia, mudah marah , kegugupan, neuritis,
parestesia, gelisah, kejang, ketegangan, vertigo, diaforesis,
fotosensitifitas, ruam, urtikaria, kram perut, anoreksia, konstipasi,
diare, epigastrium, mulas, mual, muntah, xerostomia, disuria, haid,
haid , agranulositosis, anemia hemolitik, trombositopenia, tremor,
kelemahan, diplopia, midriasis, penglihatan kabur, laringitis akut,
tinitus, poliuria, hidung atau tenggorokan kering, hidung tersumbat,
sekresi bronkial.
● Kontraindikasi. Jangan diberikan pada ibu hamil yang memasuki
jenjang trimester ketiga.
● Dosis dan Indikasi. (Oral) Digunakan sebagai obat pada saat
mengalami kondisi alergi. Dewasa (sebanyak 4 mg setiap 4-6 jam),
Anak (untuk berusia 2-6 tahun sebesar 1 mg 4-6 jam setiap hari; usia
>6-12 tahun sebesar 2 mg 4-6 jam setiap hari; usia > 12 tahun
menggunakan dosis yang sama seperti dosis dewasa).
● Interaksi Obat. Dapat meningkatkan efek sedatif dari depresan sistem
saraf pusat apabila digunakan bersamaan dengan obat-obatan, seperti
barbiturat, ansiolitik, hipnotik, analgesik opioid, antipsikotik. Memiliki
efek antimuskarinik aditif dengan obat antimuskarinik lainnya, seperti
atropin, TCA, MAOI. Dapat menutupi tanda-tanda peringatan
kerusakan yang disebabkan oleh obat ototoxic (misalnya
Aminoglikosida).
Clemastine
Beclometasone
● Mekanisme Kerja. Beclomethasone (sebagai diproprionate) merupakan produk
yang mengandung glukokortikoid kuat dan aktivitas mineralokortikoid lemah. Ini
mengontrol laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit polimorfonuklear,
mengurangi aktivitas fibroblast, dan membalikkan permeabilitas kapiler dan
stabilisasi lisosom pada tingkat seluler untuk mencegah atau mengendalikan
peradangan. Memiliki onset dalam beberapa hari hingga 2 minggu.
● Farmakokinetik. Absorpsi (mudah diserap dari saluran pernapasan dan
gastrointestinal dengan bioavailabilitas absolut sebesar 44%. Waktu untuk
mencapai puncak konsentrasi plasma selama 0,5 jam dengan inhalasi), Distribusi
(didistribusikan dengan cepat ke semua jaringan tubuh dengan volume distribusi
sebesar 20 L dan pengikatan plasma protein hingga 87%), Metabolisme
(mengalami hidrolisis oleh esterase paru menjadi metabolit aktif utama,
beclomethasone-17-monopropionate (17-BMP), selama penyerapan; kemudian
mengalami metabolisme di hati oleh enzim CYP3A4 menjadi metabolit yang
kurang aktif, beclomethasone-21-monopropionate (21-BMP) dan
beclomethasone. Mengalami metabolisme first-pass di hati dan / atau saluran
gastrointestinal untuk oral), Ekskresi (melalui feses sebanyak 60%, terutama
sebagai metabolit dan urin sebanyak <10-12% sebagai metabolit bebas dan
terkonjugasi) dengan waktu paruh eliminasi selama 0,5 jam).
● Efek Samping. Kandidiasis oral, suara serak, batuk, epistaksis, iritasi dan
kekeringan pada hidung dan tenggorokan, rasa dan bau tidak sedap,
nasofaringitis, rinitis, bersin, bronkospasme paradoks dengan mengi, dyspnoea;
hipersensitivitas (mis. ruam, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema); gangguan
penyembuhan luka; sakit kepala, vertigo, tremor; penindasan adrenal. Jarang
terjadi sindrom Cushing, penurunan kepadatan mineral tulang, hiperaktif
psikomotor, agresi, lekas marah, cemas, depresi, gangguan tidur, ide bunuh diri.
● Kontraindikasi. Jangan digunakan sebagai pengobatan utama status asma atau
akut asma yang memerlukan tindakan intensif (inhalasi).
● Dosis dan Indikasi.
● Inhalasi. Sebagai obat profilaksis asma. Dewasa (Sebagai aerosol atau
inhaler powder kering: Awalnya, 100-200 mcg setiap hari untuk kasus
ringan; 200-400 mcg setiap hari untuk kasus sedang; 400-800 mcg setiap
hari untuk kasus yang parah. Semua dosis diberikan dalam 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan biasa: 400-800 mcg setiap hari dalam 2 dosis terbagi,
dititrasi dengan dosis efektif terendah. Maks: 800 mcg (hingga 2 mg
mungkin diperlukan dalam kasus berat) setiap hari dalam dosis terbagi),
Anak (usia ≥6 tahun sebesar 100 mcg dalam 2-4 dosis terbagi, dititrasi
dengan dosis efektif terendah untuk pemeliharaan. Maks: 200 mcg setiap
hari.
● Nasal. Digunakan sebagai pengobatan dan profilaksis rinitis alergi dan non-
alergi. Dewasa (Seperti semprotan: 100 mcg ke setiap tawaran lubang
hidung, atau 50 mcg di setiap lubang hidung 3-4 kali sehari. Maksimal 400
mcg setiap hari. 50 mcg dalam setiap tawaran lubang hidung dapat
digunakan sebagai profilaksis), Anak (usia ≥6 tahun menggunakan dosis
yang sama seperti dosis orang dewasa)
● Oral. Digunakan untuk mengobati kolitis ulseratif. Dewasa (Sebagai tablet
modification-release: 5 mg sekali sehari di pagi hari, sebelum atau sesudah
sarapan, untuk kasus ringan hingga sedang. Durasi maksimum selama 4
minggu)
● Topikal / Kulit. Digunakan untuk mengobati dermatosis kortikosteroid
responsif. Dewasa (krim 0,025%: Oleskan film tipis ke area yang terkena 1-
3 kali sehari, atau sesuai petunjuk berdasarkan tingkat keparahan)
● Perhatian Khusus. Pasien dengan infeksi bakteri (misalnya tuberculosis paru
aktif atau pasif), infeksi jamur, parasit, dan virus (misalnya Cacar air, campak,
herpes simpleks okular), diabetes melitus, ulkus gastro-duodenum, hipertensi
arterial berat, miastenia gravis, MI, osteoporosis, hipoadrenalis. , glaukoma,
katarak, gangguan kejang, depresi, psikosis terkait steroid sebelumnya, ulkus
septum hidung baru-baru ini, trauma, dan operasi. Gangguan ginjal dan hati
(misalnya Sirosis). Anak Kehamilan dan menyusui.
dermatitis in 6–8 year-old first graders in Taipei. Pediatrics and Neonatology, 60(2),
166–171. https://doi.org/10.1016/j.pedneo.2018.05.010
Malik, K., et al. (2017). An Update on the Pathophysiology of Atopic Dermatitis. New
York: Elsevier Inc.
Yassky, E.G., et al. (2017). Atopic Dermatitis: pathogenesis. New York: Frontline Medical
Communications.
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
(2007). Mekanisme Antihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade
Reseptor–Penghambatan Aktivasi Reseptor.
Evalina, Rita. (2018). Dermatitis Atopi. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Elieh Ali Komi, D., Shafaghat, F., & Zwiener, R. D. (2018). Immunology of Bee Venom.
Clinical Reviews in Allergy and Immunology, 54(3), 386–396.
https://doi.org/10.1007/s12016-017-8597-4
Faisal, A., & Loebis, H. M. S. (2017). Peran Imunoterapi pada Alergi Sengatan Lebah. Sari
Pediatri, 6(3), 104. https://doi.org/10.14238/sp6.3.2004.104-9
Features, C., & Przybilla, B. (2012). Clinical Features and Management. 109(13).
https://doi.org/10.3238/arztebl.2012.0238
Kennedy, J. (2011). SELF-CARE OF INSECT BITES AND STINGS. 2(July), 111–114.
Kwatra, G., & Mukhopadhyay, S. (2018). Topical Corticosteroids : Pharmacology. A Treatise
on Topical Corticosteroids in Dermatology, 11–21. https://doi.org/10.1007/978-981-10-
4609-4