Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami
konflik dan perubahan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu
berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama
manusia, selalu diwarnai 2 hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan
demikian konfik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Perubahan
dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang
mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas
maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat
sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang banyak membawa perubahan terhadap pola hidup maupun tatanan
sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering di hadapkan dalam
suatu hal hubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut
oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu yang akan
menjadi konflik karena adanya perubahan berubahan kurang berkenan.
Peran bidan tidak hanya sebatas membantu persalinan ibu
hamil. Lebih dari itu bidan dapat berlaku sebagai peningkat
kesejahteraan perempuan dan bayi serta agen perubahan (change of
agent) bagi pembangunan kesehatan nasional. Fungsi bidan saat ini
masih identik dengan membantu kelahiran bayi di desa, memberikan
nasihat kepada ibu hamil selama masa hamil, bersalin dan masa
pascapersalinan memimpin persalinan serta asuhan pada bayi baru lahir
dan anak merupakan tugas utama para bidan, namun luas dari itu bidan
harus mampu menjalankan program pemberdayaan perempuan artinya
setiap bidan harus cakap dalam memberikan pengetahuan bagaimana

1
memilih pelayanan kesehatan terbaik dan hak hak reproduksi kepada
pasien. Siapa orang yang di percaya oleh masyarakat di desa setelah
perangkat desa, boleh jadi orang itu adalah bidan namun mendapat
kepercayaan masyarakat kepercayaan masyarakat bukan hal mudah
terutama untuk bidan baru di desa.dukun biasanya lebih disukai
masyarakat, kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi kesehatan ibu
dan anak usia balita juga kerap jadi penghalang kerja bidan.

1.2    Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana peran bidan sebagai change agent?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan manajemen konflik?
1.2.3 Apa saja manajemen konflik ?
1.2.4 Bagaimana manajemen konflik individu dan sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui peran bidan sebagai change agent
1.3.2 Untuk mengertahui serta memahami pengertian dari konflik
1.3.3 Untuk mengetahui manajemen konflik
1.3.4 Untuk mengetahui manajemen konflik individu dan sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Bidan sebagai Change of Agent


Bidan tidak hanya sebatas membantu persalinan ibu hamil. Lebih
dari itu, dia dapat berlaku sebagai garda depan peningkatan kesejahteraan
perempuan dan bayi serta agen perubahan (change of agent) bagi
pembangunan kesehatan nasional. Bidan sebagai agen peubahan yaitu
unuk meningkatkan pembangunan kesehatan nasional, terutama dalam
hal kesejaheraan ibu dan anak serta mengajak masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat. Salah satu tugas penting yang harus dilakukan
bidan untuk menyukseskan pembangunan kesehatan nasional adalah
penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia.
Fungsi bidan saat ini masih identik dengan membantu kelahiran
bayi di desa. Itu tidak salah. Memberikan nasihat kepada ibu hamil
selama masa hamil, persalinan dan masa pascapersalinan, memimpin
persalinan serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak memang menjadi
tugas utama para bidan. Namun lebih luas dari itu, bidan juga harus
mampu menjalankan program pemberdayaan perempuan. Artinya, setiap
bidan harus cakap memberikan pengetahuan bagaimana memilih
pelayanan kesehatan terbaik dan hak-hak reproduksi kepada pasiennya.
Hak – hak reproduksi di Indonesia berdasarkan kepada :
a. UU No.7 tahun 1984 hasil replikasi CEDAW tahun 1979
b. UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera
c. UU No.23 tahun 1992 BAB II pasal 3. BAB III pasal 4, BAB V pasal
18 : 1 dan pasal 12

3
Hak – hak reproduksi wanita meliputi :
a) Wanita berhak mempunyai otonomi dan pilihan sendiri tentang fungsi
dan proses reproduksi
b) Wanita berhak menentukan secara bertanggung jawab apakah ingin,
bagaimana, kapan, mempunyai anak, termasuk menentukan berapa
jumlahnya, wanita tidak boleh dipaksa melahirkan atau mencegah
kehamilan.
Keputusan reproduksi yang diambil seorang wanita patut
dihormati, wanita perlu diberikan informasi dan otoritas untuk membuat
keputusan sendiri tentang reproduksi yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan reproduksinya. (Hidayat Asri, 2009:112)
Diketahui, tingginya aki dan akb masih menjadi permasalahan
penting di indonesia. Data survei demografi kesehatan indonesia (sdki)
2005 menunjukkan, terdapat 228 kematian ibu dalam 100.000 kelahiran
hidup dan terdapat 34 bayi meninggal dalam setiap 1.000 kelahiran
hidup. Data ini menjadikan indonesia memiliki AKI dan AKB tertinggi
di antara negara-negara asia tenggara (asean). AKI dan AKB dapat
dicegah bila ditangani dengan tepat dan cepat oleh tenaga kesehatan yang
terampil dan fasilitas yang memadai. Pemerintah indonesia sendiri,
menargetkan perbaikan kondisi kesehatan anak dan ibu secara konkret
yang tertuang dalam butir tujuan pembangunan milenium (millenium
development goals/mdgs) poin 4 dan 5. Pada 2015, pemerintah
menargetkan penurunan aki hingga sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan akb 23 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target
tersebut bukanlah hal yang mudah, karena indonesia merupakan negara
yang memiliki kondisi geografis, sosial, ekonomi, dan kultur sangat
beragam dan menantang. Namun demikian, dengan kerja keras, terutama
peran bidan di daerah-daerah terpencil target tersebut bisa tercapai.

4
Dengan kesabaran dan belajar dari pengalaman para bidan perlahan-
lahan mengajak masyarakat mengubah perilaku menuju gaya hidup lebih
rasional. Cara mereka bermacam-macam, lebih dari dua tahun terakhir
mengubah pendekatan. Belajar dari dukun melahirkan, dia juga memberi
layanan lengkap hingga pascamelahirkan. Pendekatan juga dilakukan
kepada perangkat desa dan masyarakat untuk membentuk Forum
Kesehatan Desa. Begitu juga dilakukan Husniar dan Siti Aminah untuk
menurunkan angka kematian ibu (AKI). Menurut Duncan dan Zaltman,
agen-agen perubahan harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu:
a) Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari
proyek perubahan yang bersangkutan. Misalnya pengetahuan dan
wawasan tentang tumbuh kembang anak, kesehatan reproduksi, bagi
seorang penyuluh kesehatan terutama bidan.
b) Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang
paling dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan
waktu untuk persoalan- persoalan yang relatif detail. Maksudnya,
para agen perubahan merupakan orang- orang yang menyediakan
waktu dan tenaga mereka untuk secara sepenuh hati mengurus
masyarakat yang dibinanya.
c) Hubungan antar-pribadi. Suatu sifat agen perubahan yang paling
penting adalah empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri
pada kedudukan orang lain, berbagi pandangan dan perasaan dengan
mereka sehingga hal-hal tersebut seakan- akan dialami sendiri.

2.2 Pengertian Konflik


Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan
sesama manusia.Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu
diwarnai 2 hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konfik
merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik berasal dari kata

5
kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara 2 orang atau lebih
(bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkan atau membuatanya tidak berdaya.
Konflik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono &
Golo(1987), konflik diartikan ketidak sepakatan dalam satu pendapat
emosi dan tindakan dengan orang lain. Konflik biasanya diberi
pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide,
pendapat,faham dan kepentingan diantara dua pihak atau lebih.
Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang
pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi
benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan
(violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan
(non-violent).

2.3 Manajemen Konflik


2.3.1 Pengetian manajemen konflik
Manajemen konflik merupakan pendekatan yang diciptakan
oleh pemimpin organisasi dalam mengoptimalkan konflik melalui
proses identifikasi, klasifikasi, analisis penyebab, serta
penyelesaian masalah. Dengan penerapan manajemen konflik yang
baik dan tepat diharapkan dapat mengatasi masalah yang muncul
dalam organisasi dan selanjutnya diharapkan memberikan dampak
positif pada peningkatan kinerja karyawan. (Hidayati., 2010)
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi
antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen
konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada

6
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak
luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika
ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri,
kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan
pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik
menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran
terhadap konflik. Sama halnya dengan proses manajemen konflik
yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik meliputi
beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik
(dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan
struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan
dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan
untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana
sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Konflik antar individu atau antar kelompok dapat
menguntungkan atau merugikan bagi kelangsungan
organisasi(Narjono, 2014). (Poloma, 1994) menyatakan bahwa
konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat
kelompok dan secara negatif disfungsional sejauh ia bergerak
melawan struktur. Menurutnya, manajemen konflik adalah seni
mengatur dan mengelola konflik yang ada pada organisasi agar

7
menjadi fungsional dan bermanfaat bagi peningkatan efektivitas
dan prestasi organisasi tersebut
2.3.2 Transformasi Konflik
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik
secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara
keseluruhan, yaitu:

1) Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya


konflik yang keras
2) Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku
kekerasan melalui persetujuan damai.
3) Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan
menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku
positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4) Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara
kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5) Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial
dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan
negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik
yang positif.
2.3.3 Penyebab Konflik
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki
aspirasi tinggi karena alternatif yang bersifat integrative dinilai
sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan
semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain
bersifat kaku dan menetap. Aspirasi dapat mengakibatkan konflik
karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak
memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu

8
mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau
mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut.
Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan
kedua bersifat idealis.
2.3.4 Akibat Konflik
a) Dampak Negatif: Menghambat komunikasi, mengganggu
kohesi (keeratan hubungan), Mengganggu kerjasama atau
“team work”, Mengganggu proses produksi, bahkan dapat
menurunkan produksi.Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan. Individu atau personil menga-lami tekanan (stress),
mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir,
menarik diri, frustrasi, dan apatisme. Apabila konflik
mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat
berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi
baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan,
resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan
mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa
demonstrasi.
b) Dampak Positif: Membuat organisasi tetap hidup dan
harmonis, berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi
perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur,
mekanisme, program, bahkan tujuan
organisasi, memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat
inovatif. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap
perbedaan pendapat. Konflik bisa jadi merupakan sumber
energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan
baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan:

9
membantu setiap orang untuk saling memahami tentang
perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka,
memberikan saluran baru untuk komunikasi, menumbuhkan
semangat baru pada staf, memberikan kesempatan untuk
menyalurkan emosi, menghasilkan distribusi sumber tenaga
yang lebih merata dalam organisasi.
2.3.5 Strategi Mengatasi Konflik

Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika


konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat memberi
kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa
strategi mengatasi konflik antara lain adalah:

1) Contending (bertanding) yaitu mencoba menerapkan solusi


yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain;
2) Yielding (mengalah) yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan
bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya
diinginkan;
3) Problem Solving (pemecahan masalah) yaitu mencari
alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak;
4) With Drawing (menarik diri)  yaitu memilih meninggalkan
situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis. With
drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi.
5) Inaction (diam) tidak melakukan apapun, dimana masing-
masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak
lain, entah sampai kapan.

10
2.3.6 Tahap-Tahap Berlangsungnya Konflik

Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam


lima tahap, yaitu tahap potensial, konflk terasakan, pertenangan,
konflik terbuka, dan akibat konflik.

a) Tahap Potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara


individu, organisasi, dan lingkunan merupakan potensi
terjadinya konflik;
b) Konflik Terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang
muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai
memikirkannya;
c) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi
perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok yang
saling bertentangan;
d) Konflik Terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan
berkembang menjadi permusuhan secara terbuka;
e) Akibat Konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan
dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi. Jika
konflik terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan
keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan
kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan
melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti
saling permusuhan.
2.3.7 Faktor-faktor Penyebab Konflik
a) Perbedaan Individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan;

11
b) Perbedaan latar belakang Kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak
akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya;
c) Perbedaan Kepentingan antara individu atau kelompok,
diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial;
dan
d) Perubahan-Perubahan Nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
2.3.8 Teknik Penyelesaian Konflik
a) Rujuk, merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk
kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi
kepentingan bersama.
b) Persuasi, yaitu usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan
menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti
faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita
menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar
keadilan yang berlaku.
c) Tawar-menawar, suatu penyelesaian yang dapat diterima
kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang
dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi
tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
d) Pemecahan masalah terpadu, usaha menyelesaikan masalah
dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses
pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan
berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa
saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan

12
secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi
kedua pihak.
e) Penarikan diri, suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu
atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif
apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan
tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
f) Pemaksaan dan penekanan, cara ini memaksa dan menekan
pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu
pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila
tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan
ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini
sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah
dan menyerah secara terpaksa.
g) Intervensi (campur tangan) pihak ketiga, Apabila fihak yang
bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak
menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan
dalam penyelesaian konflik.
2.3.9 Pendekatan dalam Penanganan & Penyelesaian Konflik
a) Pendekatan KAPOW (Knowledge, Authority, Power, Other,
Winning)
(1) KNOWLEDGE (Pengetahuan): Sejauh mana anda
mengetahui isu pihak lain? Sejauh mana pihak lain
mengetahui isu anda? dan Sejauh mana anda mengetahui
masalahnya?
(2) AUTHORITY (Wewenang): Apakah anda punya
wewenang untuk mengambil keputusan? Apakah pihak
lain punya wewenang untuk mengambil keputusan?
(3) POWER (Kekuatan): Sejauh mana anda dapat memberi
pengaruh terhadap situasi, Seberapa besar kekuatan yang
dimiliki pihak lain atas diri anda?

13
(4) OTHER (Relasi): Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi
anda? Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi pihak lain?
(5) WINNING (Kemenangan): Seberapa pentingnya unsur
kemenangan? Apakah anda harus menang? Apakah pihak
lain harus menang? Apakah kompromi dapat
diterima? Apakah kekalahan dapat diterima?
b) Pendekatan ACES (Asses, Clarify, Evaluated, Solve)
(1) Asses the Situation (Mengenali Situasi)
(2) Clarify the Issues (Memperjelas Permasalahan)
(3) Evaluate Alternative Approaches  (Menilai Pendekatan-
pendekatan Alternatif)
(4) Solve the Problem (Mengurai Permasalahan)

2.4 Manajemen Konflik Individu dan Sosial


Manajemen konflik adalah cara yang digunakan individu untuk
menghadapi pertentangan atau perselisihan antara dirinya dengan orang
lain yang terjadi di dalam kehidupan.
1. Konflik individu
Dalam perkembangan sosial remaja, dapat dilihat adanya dua
macam gerakan yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke
arah teman – teman sebaya, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
merupakan lingkungan primer bagi seseorang sejak lahir sampai tiba
masa individu meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri.
Sebagai lingkungan primer, hubunan antar manusia paling awal
terjadi dalam keluarga. Oleh sebab itu setiap individu akan menyerap
norma dan nilai yang ada dalam keluarga untuk dijadikan bagian dari
kepribadiannya sebelum mengenal norma dan nilai dari masyarakat
umum.
2. Konflik sosial

14
Pesatnya teknologi komunikasi massa memperkecil batas
geografis, etnis,politis, maupun sosial antara masyarakat satu dengan
masyarakat yang lain. Pengaruh lingkungan diawali dengan
pergaulan antar teman. Pada usia 15 tahun hubungan teman
merupakan hubungan yang akrab dan diikat oleh minat yang sama,
kepentingan bersama, saling berbagi perasaan dan tolong menolong
untuk memecahkan masalah bersama. Namun pada usia yang lebih
tinggi, ikatan emosi bertambah kuat dan remaja makin saling
membutuhkan tetapi saling memberi kesempatan untuk
mengembangkan kepribadianya masing-masing (Selman dan Selman
dalam Sarwono, 1994).

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa


individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang direncanakan


yaitu suatu usaha sistematik untuk mendesain ulang suatu organisasi
dengan cara melakukan adaptasi pada perubahan yang terjadi
dilingkungan eksternal maupun internal untuk mencapai sasaran baru.
Banyak teori – teori yang menjelasnyakan tentang perubahan yang berisi
tentang bagaimana perencanaan untuk bisa merubah sesuatu konflik atau
masalah yang harus di perbaiki.

Peran bidan tidak hanya sebatas membantu persalinan ibu hamil.


Lebih dari itu, dia dapat berlaku sebagai garda depan peningkatan
kesejahteraan perempuan dan bayi serta agen perubahan (agent of
change) bagi pembangunan kesehatan nasional. Fungsi bidan saat ini
masih identik dengan membantu kelahiran bayi di desa. Itu tidak salah.
Memberikan nasihat kepada ibu hamil selama masa hamil, persalinan dan

16
masa pascapersalinan, memimpin persalinan serta asuhan pada bayi baru
lahir dan anak memang menjadi tugas utama para bidan. Namun lebih
luas dari itu, bidan juga harus mampu menjalankan program
pemberdayaan perempuan. Artinya, setiap bidan harus cakap
memberikan pengetahuan bagaimana memilih pelayanan kesehatan
terbaik dan hak-hak reproduksi kepada pasiennya.

3.2 SARAN

1. Di harapkan pembaca dapat memahami bahwa konflik harus di


lakukan management konflik agar konflik tersebut dapat berdampak
positive.
2. Di harapkan pembaca memahami pengertian perubahan dan teori teori
perubahan untuk penunjang proses perubahan dari kurang baik
menjadi lebih baik atau merubah opini pemikiran yang akan
membawa dampak buruk
3. Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami
tentang peran bidan sebagai agen perubaha n dan apa saja yang
menjadi hambatan bidan agen. Dan diharapkan juga bagi pembaca
agar dapat mengetahui kunci sukses dalam pergerakan bidan agen
perubahan.

17

Anda mungkin juga menyukai