Anda di halaman 1dari 10

GILAR RYANDHI

Manager Public Relation


Staf Public Relation :

STEFANI EVITA AHLAN PUTRA ALYA ANINDITA

FANESSA MELLINIA EMILIA SEKAR AYU INTAN

AISYAH AZ ZAHRA MUH. AGUNG DARMAWAN ZENITA INSAN


M. ARRAFI BHIMARJUNA INGGITMA RAISSA JEBRI ADI WAHYU

NATASHA MILANI GRACIA SEKARJATI

KHOFIFA ADEATNA RACHMA FITRIA

NAMA : AMANDA GIVELLINE ERARI


NIM : F0320007
KELOMPOK : SHI JACK
Tugas Makrab ( membuat cerita pendek).
TERJEBAK DALAM MIMPI

Silau, cahaya matahari yang langsung menyambutku, membuatku tersadar dari


kegelapan yang tak ku tahu berapa lama kualami. 7 orang yang memegang senjata
seperti bambu runcing terlihat telah bersiap untuk menikamku kapan saja.

“Keluar kau bocah kecil” teriak salah seorang dari mereka dan itu membuatku tersadar
bahwa aku berada dalam sebuah box merah bersama beberapa bahan makanan di
sekelilingku. Kepalaku terasa berat, tetapi seseorang mendorongku dan memaksaku
untuk berjalan. Aku dibawa ke sebuah pondok kecil, di dalam pondok tersebut terlihat
dua orang wanita sedang duduk dan memetik sayur. Seorang wanita datang
menghampiriku dan menanyakan namaku “apakah kau mempunyai nama?” kata wanita
itu, “tentu aku mempunyai nama” jawabku, namun aku tidak mengingat namaku,
semakin berusaha ku mengingatnya, semakin pusing kepalaku. “jangan dipaksakan, kita
semua pernah mengalaminya” kata perempuan tersebut. “namaku Gracia, aku adalah
juru masak disini dan ini temanku Inggit” kata cewe itu sambal menunjuk temannya.

Hari sudah malam dan aku merasa sangat lapar, si cewe bernama Inggit datang
menghampiriku dan memberikanku makanan, makanan yang biasa namun terasa sangat
nikmat karena kelaparan yang melandaku. Setelah menghabiskan makananku, aku pun
tertidur, di dalam tidur aku bermimpi seorang wanita memanggil namaku, “Gilar” ya,
itu namaku, Gilar Ryandhi. Sontak aku pun terbangun dari mimpiku, aku menoleh dan
melihat jam besar yang tergantung di dinding menunjukan pukul lima pagi. Karena
sudah merasa lebih baik, aku memutuskan untuk berjalan keluar pondok, aku melihat
sebuah gerbang besar yang terbuka dan beberapa orang berkerumun di depannya
melepaskan dua orang berlari keluar gerbang tersebut. Hendak ingin menghampiri
kerumunan orang tersebut, seseorang merangkulku dan berkata “tak usah repot-repot
untuk menanyakan apa yang terjadi, aku akan memberitahumu, btw namaku Agung, apa
kau sudah ingat namamu?” dan aku pun langsung menjawab “yaaa, namaku Gilar”.
Agung pun berteriak kaget dan memanggil semua orang untuk memberi tahu namaku.

Saat hari mulai siang, matahari terlihat sangat terik, Gracia dan Inggit memintaku untuk
mengambil bahan makanan di hutan, saat aku berada di hutan tiba-tiba aku mendengar
suara grasak grusuk, dan benar saja, aku melihat sebuah makhluk hitam yang melayang
berusaha untuk menerkamku, tak banyak yang bisa ku lakukan, “lari gilar” kata itu
terngiang-ngiang di dalam pikiranku, tetapi apa yang aku lakukan berbeda dengan apa
yang ada di dalam otakku. Sontak aku mengepal kedua tanganku dan menabrak sosok
hitam tersebut, terjadi baku hantam antara aku dan makhluk tersebut, aku berpikir
bahwa aku tak mungkin mengalahkannya, saat aku berpikir seperti itu, aku melihat
sebuah cahaya merah yang bersinar dari dada makhluk tersebut, dan benar saja aku
berlari dan mencabut benda merah tersebut, makhluk tersebut pun lari dan menghilang
entah kemana.

Aku berlari menuju perkemahan dengan tenagaku yang tersisa, belum juga sampai aku
sudah jatuh dan aku mendengar suara “Gilarrr” dan yaa gelap, aku pingsan. Kurang
lebih 3 jam aku tidak sadar, begitu aku bangun aku melihat Arrafi ketua perkemahan
tersebut. Dia bertanya apa yang terjadi pada ku, dan aku pun menjelaskan apa yang ku
alami di dalam hutan tadi. Beberapa orang terlihat kagum dengan apa yang kuceritakan,
ada pula yang kaget dan tak percaya, “omong kosong apa yang kau ceritakan?” kata
seorang dari mereka, orang itu adalah Ahlan, dia adalah orang yang memaksaku dan
menendangku saat aku pertama kali tiba disini, ya jelas terlihat bahwa Ahlan tak
menyukaiku, tanpa banyak bicara Arrafi pun berdiri dan berkata “hari ini gilar kuangkat
menjadi salah satu pembuat senjata, melihat ketangkasan dan kekuatan yang dia
keluarkan untuk membunuh suanggi tersebut” tunggu apa yang baru saja kudengar?
“suanggi? Apa itu?” tanyaku, “makhluk hitam yang kau bunuh tadi, kami menyebutnya
dengan panggilan suanggi” jawab Agung.

Hari-hari kulewati menjadi pandai besi dalam pembuatan senjata, di dalam kelompok
pembuat senjata ini hanya aku yang laki-laki, ya aku memiliki 3 partner wanita yaitu
Fanessa, Ayu dan Ghandi. Mereka sangat pintar dalam memberikan ide, sedangkan aku
yang melakukan ide tersebut. Senjata yang kami buat bukan hanya berbahan besi, ada
yang dari kayu bahkan ada pula yang dari gabah. Tak banyak yang bisa kulakukan, aku
sangat penasaran dengan apa yang ada di luar gerbang tersebut, tapi saat kutanyakan ke
semua orang jawaban mereka pasti sama “hal yang mengerikan” begitulah.

3 bulan kemudian.

Seperti biasa pagi hari ini mereka membuka gerbang tersebut dan melihat Arrafi ketua
labirin tersebut dan yang pasti Jebri pelari terkenal di dalam perkemahan tersebut,
berlari keluar untuk mencari jalan agar bisa kembali ke rumah. Jam demi jam, menit
demi menit, detik demi detik pun berlalu, terlihat pukul lima sore, tugasku hari ini sudah
selesai, aku akan pergi untuk mandi, kuambil peralatan mandiku namun tiba-tiba
terdengar teriakan dan penduduk kemah pun berlari ke depan gerbang, tak lain dan tak
bukan, itu adalah Arrafi dan Jebri, terlihat Jebri sedang membopong Arrafi yang terlihat
tak sadarkan diri, “panggilkan Stefani dan Emil!!!” seru Jebri, Stefani dan Emil adalah
dokter di dalam perkemahan ini. Arrafi pun dibawa ke dalam pondok dan diobati,
namun Stefani berkata “kami belum berhasil menemukan obat yang dapat digunakan
untuk menyembuhkan luka yang diakibatkan oleh suanggi”.

Di dunia nyata.

“Kapan kau bangun? Sudah berminggu-minggu kau tak sadarkan diri” terdengar suara
parau yang berasal dari wanita bernama Aisya yang sedang berada di samping ranjang
anaknya. “Tante yang sabar, Gilar pasti akan sadar suatu saat nanti” kata Rachma yang
tak lain adalah teman kuliahku. Aku Gilar, aku mengalami kecelakaan mobil yang
membuatku mengalami koma selama 3 minggu di rumah sakit, dan selama itu pula aku
mengalami mimpi yang menyeramkan ini.

Kembali ke dunia mimpi.

Pagi itu cuaca tidak terlalu mendukung, hujan deras membuat kami semua berdiam di
dalam kemah, tetapi bunyi sirine tiba-tiba terdengar, Jebri, Ahlan, Ghandi dan Ayu
berlari menerobos hujan kearah kotak merah yang mengirimku kesini, seperti biasa
kotak tersebut membawa beberapa bahan makanan dan kali ini bukan orang. “Apa ini?”
tanya Ghandi, “tak ada orang baru yang mereka kirim untuk kita.” jawab Ahlan. Jebri
meloncat masuk ke dalam kotak tersebut dan menemukan dua buah benda berbentuk
seperti jarum suntik dengan cairan berwarna hijau sebagai isinya. “Berikan itu
kepadaku, akan kuteliti.” Kata emil yang tiba-tiba muncul. Sorenya emil memberi kabar
bahwa ternyata obat tersebut adalah obat untuk luka yang disebabkan oleh suanggi.
Tanpa pikir Panjang, Ahlan langsung menyuruh mereka menyuntikan satu dosis obat
tersebut kepada Arrafi.

Keesokan harinya terlihat bahwa Arrafi sudah sadar dan merasa lebih baik dari
sebelumnya. Untuk pagi hari ini Arrafi tak bisa menemani Jebri untuk mencari jalan
keluar. Jebri memutuskan untuk lari sendiri, semua kembali ke aktivitas masing-masing.
Hari berlalu, tak terasa sudah jam 5 dan kami semua menunggu kepulangan Jebri
dengan banyak harapan, jauh di luar gerbang, Jebri terlihat menggendong sesuatu dan
berteriak meminta tolong, saat Agung hendak berlari menuju Jebri, gerbang tersebut
berbunyi menandakan bahwa gerbang tersebut akan segera tertutup, bukannya berlari
menolong Jebri, Agung ketakutan dan kembali, melihat Jebri yang kesusahan akhirnya
tanpa berpikir Panjang, aku pun berlari dan mengambil alih orang yang ada di
gendongan jebri dan berlari sekuat tenaga menuju perkemahan, sebelum akhirnya
gerbang tersebut benar-benar tertutup.

Aku menggendong orang itu menuju Stefani dan Emil, “dia seorang wanita, apa yang
dia lakukan diluar sana?” Stefani bertanya kepadaku, aku hanya menjawabnya dengan
mengangkat bahu menandakan bahwa aku pun tak tau. Aku pun berjalan keluar dari
pondok tersebut dan mendapati Araffi dan Jebri sedang berbincang, Arrafi melihat ke
arahku dengan tatapan heran dan kagum “ada apa?”tanyaku, “bagaimana kau bisa lari
secepat itu?” tanya Arrafi kepadaku “di dalam situasi yang genting, semua orang akan
berusaha untuk melakukan yang dia bisa, dan itulah yang aku bisa, entah kekuatan dari
mana yang datang kepadaku.” Jawabku. Keesokan paginya, aku dibangunkan oleh Jebri
“ikutlah denganku untuk lari keluar dari perkemahan”katanya, “bagaimana bisa? Aku
belum menjadi pelari sepertimu.” Jawabku kepada Jebri, “larilah Gil, aku sudah
menyetujuinya” jawab Arrafi yang sedari tadi menguping pembicaraanku dengan Jebri.

Hari itu aku diangkat menjadi pelari bersama dengan Jebri, aku menyadari bahwa diluar
perkemahan tersebut, terdapat hutan belantara yang gelap dan berliku, setiap 2 jam
sekali hutan itu bergerak dan berubah bentuk, entah letak pohonnya ataupun jurang baru
yang terbentuk. “Bagaimana bisa dihutan yang gelap dan luas ini, kau bisa menemukan
jalan kembali ke perkemahan?” tanyaku pada Jebri, “sudah 6 tahun aku berada di dalam
perkemahan ini, dan setiap hari selama 6 tahun itu pula aku berlari mengelilingi hutan
ini, tak ada sudut hutan ini yang belum pernah kudatangi, dan ya selama 6 tahun pula
aku tidak menemukan petunjuk untuk keluar dari hutan ini.” Jawab Jebri dengan muka
yang sedih. Grrrrrrr…. aku dan Jebri kaget dengan bunyi yang baru saja kami dengar
“bunyi apa itu?” tanyaku “itu adalah suanggi, dia berada tak jauh dari kita, tetaplah
waspada.” Jawab Jebri kepadaku. Kami bersembunyi dari makhluk tersebut, kami
melihat makhluk tersebut jalan menjauh dari kami tetapi aku melihat makhluk tersebut
menjatuhkan sesuatu. Setelah makhluk tersebut hilang dari pandangan kami, aku berlari
ke tempat makhluk tersebut menjatuhkan beda tadi, benda tersebut Nampak seperti
belati, berwarna merah dengan kode huruf P di bagian gagangnya. “Apa ini?” tanya
Jebri kepadaku, aku pun tak tahu. Kami memutuskan untuk kembali ke perkemahan,
dalam perjalanan kembali, kami bertemu dengan salah satu makhluk itu, Jebri dan aku
menyadari bahwa makhluk tersebut memiliki kode di bagian kepalanya, ya kode huruf P
seperti belati tersebut.
Malam itu di dalam perkemahan sedang dibuat api unggun besar, mereka menyebutnya
“malam keakraban”. Kami saling bercerita tentang kehidupan kami. Sampai digiliran
orang yang Jebri temukan di Hutan, namanya Alya, dia mengatakan bahwa awalnya dia
sendirian di dalam hutan ini, belum terdapat perkemahan seperti sekarang, ya dia adalah
orang pertama yang ditempatkan di dalam hutan ini, dia berlari ke hutan dan menyamar
menjadi salah satu dari suanggi tersebut, dia menyerahkan dirinya untuk menjadi
pelayan bagi para suanggi, saat dia sedang berjalan di hutan mencari santapan untuk
para suanggi tersebut, dia melihat Jebri dan meminta bantuannya. Kami menanyakan
Alya tentang belati dan kode yang terdapat pada kepala para suanggi tersebut, dia
mengatakan bahwa belati tersebut digunakan untuk membunuh para suanggi tersebut,
belati dengan kode P hanya bisa membunuh suanggi yang memiliki kode P sedangkan
ada satu belati lagi berwarna biru dengan kode R yang digunakan untuk membunuh
suanggi dengan kode R.

“Tak mungkin kita yang mempunyai badan lebih kecil dibanding dengan para suanggi
tersebut dapat membunuh suanggi yang memiliki badan sebesar perahu kayu itu.” Kata
Zenita dengan judes kepada Alya. Zenita adalah pemimpin para wanita di dalam
perkemahan itu, meskipun dikenal dengan kebijakannya, Zenita pun dikenal dengan
keras kepalanya. “Apakah kau lupa Zen? Aku pernah membunuh salah satu dari mereka
dengan tangan kosong.” Kataku kepada Zenita. Zenita kesal dan meninggalkan api
unggun tersebut. Aku termenung duduk di sekitar api unggun lalu Jebri menepukku dari
belakang “apa yang kau pikirkan Gil?”tanya Jebri kepadaku “tak ada, aku hanya
bingung sampai kapan kita semua akan terkurung di perkemahan ini?” jawabku.
“Bersama-sama, kita akan menemukan jalan keluar dari hutan ini” jawab Jebri.

Di dunia nyata.

“Maaf nyonya Aisyah, jika dalam satu bulan kedepan dia tak kunjung sadar, kita akan
melepas semua alat yang menopang kehidupannya, karena jika dalam satu bulan taka da
tanda-tanda kesadaran, bisa kita pastikan bahwa otak tuan Gilar telah mengalami
kelumpuhan permanen atau yang biasa kita sebut dengan mati otak.” Kata dokter yang
memakai jubah putih dengan papan nama bertuliskan dr.Natasha itu kepada ibuku.
Ibuku pun langsung lemas dan tumbang, untung ada Rachma teman kuliahku yang
dengan sigap menahan ibu. Rachma membaringkan ibu di sofa dan berjalan menuju
ranjangku, dia menggenggam tanganku dan berkata “kembalilah Gilar”.

Kembali ke dunia mimpi.

Pagi itu, aku, Arrafi dan Jebri bertekad untuk menemukan belati yang bertuliskan huruf
R tersebut, seperti biasa sebelum pergi untuk berlari, Agung selalu datang untuk
memberikanku nasehat agar selalu berhati-hati. Kami bertiga berpencar untuk mencari
belati tersebut. Saat kami berpencar, Jebri melihat bahwa salah satu makhluk itu
memegang belati berwarna biru dan bertuliskan kode R tersebut, Jebri mengingat bahwa
masih ada satu obat lagi yang dapat digunakannya jikalau dia terluka, Jebri berlari dan
benar saja suanggi tersebut menghantam dan menggigit Jebri, melihat itu aku pun
berlari dan mencabut benda merah di dada suanggi tersebut, seperti yang aku lakukan
dulu, aku menariknya dari dadanya dan suanggi tersebut lenyap seketika. Kami bertiga
kembali ke perkemahan dan memberi tahu semuanya bahwa kami telah menemukan
kedua belati tersebut. Jebri mendapatkan pertolongan dari Stefani dan Emil.
Arrafi mengundang seluruh penghuni perkemahan tersebut untuk berdiskusi tentang lari
mencari jalan keluar dari hutan ini. “bagaimana kalau kita semua, berlari keluar
perkemahan ini, dan keluar dari hutan ini bersama-sama?” tanya Arrafi “kau gila? Tidak
ada yang tahu apa yang akan terjadi saat kami diluar sana, bagaimana jika salah satu
dari kita terbunuh?” bentak Ahlan tidak setuju dengan apa yang dikatakan Arrafi,
“aku,Jebri dan Gilar, telah berjuang untuk mencari jalan keluar bagi kita, kami berjuang
mencari benda yang dapat kita gunakan untuk membunuh para suanggi itu, dan kami
juga akan berjuang untuk melindungi kalian, agar kalian dapat pulang ke rumah kalian
masing-masing.” Kata Arrafi dengan tegas, “oh ya? Apa kau dapat memastikan kita
tidak akan mati? BISA KAH KAU?!” Ahlan berteriak membentak Arrafi, dan terjadi
pertengkaran hebat malam itu, “kita berdiskusi untuk mencari kesepakatan, bukan untuk
mendengar pertengkaran kalian berdua.” Agung memarahi mereka berdua dan membuat
mereka berhenti berkelahi. “baiklah, kau bisa tinggal di dalam perkemahan ini, dan
yang ingin tinggal bersama dengan Ahlan pun bisa tinggal, yang ingin berjuang
bersama-sama ku mencari jalan pulang, bangkitlah dan lawan para suanggi itu!”Kata
Arrafi tegas.

Pagi itu terasa sunyi, perkelahian semalam membuat suasana sangat tegang, Jebri sudah
kembali pulih namun hari ini kami memutuskan untuk tidak keluar perkemahan, kami
memilih untuk berdiskusi tentang jalan yang akan kita ambil besok. “selama aku
menjadi pelari, satu-satunya jalan keluar yang pernah kutemukan adalah sebuah jurang,
dengan cahaya di ujungnya. Jurang tersebut mempunyai pintu besar di bagian ujungnya,
namun, pintu tersebut dilengkapi dengan kunci, dan aku tak pernah mengetahui kunci
apa itu.” Kata Jebri menjelaskan. “Kunci itu adalah kunci yang berada di tangan raja
suanggi.” Kata Alya yang tiba-tiba masuk ke dalam pondok tersebut.

Keesokan harinya kami semua berkumpul di depan gerbang menunggu gerbang tersebut
terbuka, Ahlan dan Zenita yang memilih tetap tinggal di dalam kemah tak Nampak,
bahkan untuk mengantar kami pergi pun mereka tak mau. Aku, Jebri, Agung, Arrafi,
Alya, Emil, Inggit, Ayu, Ghandi, Stefani, Fanessa, dan Gracia bersiap untuk lari menuju
hutan gelap tersebut. “Beranikan dirimu gaesss!” teriak Arrafi. Gerbang pun terbuka,
Jebri dan aku memimpin di depan. Kami berlari menuju jurang yang dikatakan Jebri
tersebut. Di dalam perjalanan, kami bertemu 7 suanggi, aku, Jebri dan Arrafi dengan
berani, bergantian membunuh para suanggi tersebut menggunakan belati yang kita
miliki. Sesampainya di jurang tersebut, kami benar-benar melihat suatu pintu besar yang
menjadi satu-satunya harapan kami untuk pulang. Saat hendak berlari menuju pintu
tersebut, sosok raksasa besar berwarna hitam, mempunyai ekor sebesar tali kapal, dan
memiliki gigi taring yang Panjang muncul menghadang kami. Takut. Ya hanya itu yang
kami rasakan sekarang.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” seru Ghandi ketakutan. “Ambil kedua belati
itu dan tusukan ke dada raksasa itu, dialah raja suanggi. Kunci yang kita butuhkan
berada di tangannya.” Kata Alya nyaring. Pertanyaannya adalah “siapa?” siapa yang
cukup berani menghadapi raksasa tersebut?.

Melihat teman-temanku yang ketakutan, aku dan Jebri saling bertatapan. Dalam hati aku
tahu bahwa Jebri akan dengan rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kita
semua, tapi aku tak sanggup mematahkan harapannya yang 6 tahun berusaha mencari
jalan keluar sendirian. Aku melihat mereka semua, menatap mata mereka, dan berhenti
di Jebri. Ya lelaki berani yang telah menjadi saudaraku itu. Aku merampas belati yang
berada di dalam tangannya dan berlari ke arah raksasa itu. Perasaan takut, sedih, marah,
tak lagi kupikirkan. Aku menancapkan kedua belati tersebut ke dada raksasa tersebut,
tanpa kusadari, raksasa tersebut telah menikamku begitu banyak dengan duri raksasa
yang menjadi senjatanya. Raksasa itu terjatuh ke dalam jurang, dan bersamaan dengan
raksasa itu aku pun juga terjatuh. “GILARRRR!!” hanya itu kata yang kudengar
sebelum akhirnya gelap.

Di dunia nyata.

“Ini adalah hari terakhirnya, kami akan melepaskan semua alat penopang hidup di
dalam tubuhnya.” Kata dr. Natasha kepada ibuku. Dengan lemas ibu menggenggam
tanganku dan menangis, memanggil namaku dengan harapan aku akan kembali. Dokter
mulai melepaskan semua alat yang ada di tubuhku, dan tiba-tiba “ibu?” kataku. Ibu
yang kaget melihatku tak percaya, dokter langsung memeriksa kondisi diriku dan
mengatakan bahwa ini adalah mukjizat.

Aku mengatakan bahwa aku mengalami mimpi Panjang yang mengajariku menghargai
setiap momen. Menghargai pertemanan dan toleransi. “Tidur panjangmu membuatmu
lebih puitis ya.” Kata Rachma yang dating membawakan buah untukku. Tujuanku yaitu
menjadi berani seperti Jebri, bertanggung jawab seperti Arrafi, penyayang seperti
Agung dan berjuang seperti Alya.

 
Instagram teman Angkatan 2020 46. @euginiaangella
47. @yunitakartikaaaa
1. @rashishghani
2. @sauuusakhmad
3. @roel_faoez
4. @albertilistia 48. @marlinanur.a
5. @alfare._ 49. @dnlsyn_
6. @silvianaa03_ 50. @aldo_sht919
7. @sekarwulanoktavia 51. @chantyapsplcn
8. @kanabrii 52. @isyaa.putri
9. @raissavar 53. @galgal.nrt
10. @yuniyar_isma 54. @arinrina_
11. @mrisadf 55. @dwikidammara
12. @yuliamarsenda20 56. @annisandd
13. @zahraghinan 57. @divaafra
14. @monicaalyptr 58. @nrtys_
15. @annsarahmawati 59. @yumnanh_
16. @evitamarcella_ 60. @mhrsnarf
17. @rndnfndns_ 61. @reyhan35_
18. @silvia_anggraaa 62. @shintaveronicaa_
19. @b0m.grace 63. @yustinapn
20. @yuyunlstt 64. @andikasatriap_
21. @ucikhoyrotun 65. @rheza.ar1
22. @ladelaaaa 66. @rivan_mp7
23. @lau.kns 67. @rismaalfi_
24. @novaatama 68. @fathina_rch
25. @suitilat69 69. @stefaniwieka
26. @errinmarcella_ 70. @raisyaalfh
27. @sandi_yudhapermana 71. @ftksr_
28. @zandhima39 72. @nisa196_
29. @mtdevita 73. @grandyyoga_s
30. @vinalismirum 74. @kikytazkiyah
31. @regitaca 75. @habib.willy
32. @padmaniluh 76. @adiitttya_
33. @febyyysss 77. @meilindalynn
34. @dheaprliaa 78. @vinadw_
35. @leonycandra 79. @avii_0310
36. @mister_tinker 80. @therealgigaone
37. @angrelcia 81. @tjutaurel_
38. @ameliasrizqi 82. @19nmarcel
39. @firdaushmad 83. @chantikarenata_
40. @anjamm._ 84. @philip.purba
41. @strmna_ 85. @garrymaulana
42. @tantri.29 86. @yudis.pw
43. @bungafebri1 87. @santiayaaa
44. @laili_hubudina 88. @arlienelvinamirum
45. @chrstoto 89. @apriliatwnd_
90. @sabilut_rhm15
91. @_ummiaisyaa
92. @fitripebriyani_28

Anda mungkin juga menyukai