Anda di halaman 1dari 22

TRAGEDI DI PERKEMAHAN

Pada suatu hari, Nico mengajak teman-temannya untuk pergi berjelajah ke hutan perkemahan
untuk mengungkap misteri yang sering terjadi di sana. Ada banyak teman-temannya yang setuju
dengan rencananya dan mau ikut pergi menjelajah dengannya. Mereka adalah teman
sekolahnya. Mereka adalah Nico, Tania, Risa, Dira, Zahra, Ayu, Rudi, Ratih, Lily, Andri, Mita, Robby
dan Tyas.

Keesokan paginya mereka bertiga belas pergi ke hutan tempat perkemahan itu. Mereka pergi ke
sana dengan menaiki bus dan dipimpin oleh Nico. Setelah sampai di dekat hutan, mereka turun
karena tidak ada jalur bus untuk masuk ke hutan. Mereka pun berjalan kaki masuk ke dalam
hutan dengan dipimpin oleh Nico ”SANG PROFESOR”. Setekah agak jauh mereka berjalan, Nico
pun lupa ke arah mana untuk menuju ke Bumi Perkemahan. Karena Nico lupa rute ke Bumi
Perkemahan, mereka pun tersesat dan salah jalur menuju jurang.

Setelah mereka mendekati jurang, Nico dan teman-temannya tidak tahu kalau di depannya ada
jurang. Sehingga membuat Nico terpeleset dan jatuh ke dalam jurang. Teman-temannya pun
segera menolong Nico dan Nico akhirnya dapat naik ke atas. Karena peristiwa itu Nico sangat
ketakutan sehingga ia berubah menjadi sebuah buku. Lalu Tania segera mengambil buku itu dan
membawanya.

Karena sudah hampir larut malam, mereka beristirahat. Ketika akan tidur Dira merasa lapar
karena dari pagi ia belum makan. Kemudian Rudi memberikan bekal makanannya kepada Dira
dan menemani Dira. Setelah itu mereka semua tidur dengan sangat pulas.

Keesokan harinya, mereka semua terbangun dari tidurnya. Tania menyadari kalau tiga orang
temannya tidak ada bersama mereka, yaitu Ayu, Ratih, dan Mita. Lalu Tania mengajak temannya
untuk mencari Ayu, Ratih, dan Mita. Karena panik dan terburu-buru mereka tidak sadar kalau Risa
dan Dira tertinggal di tempat tadi. Ketika agak jauh mereka baru menyadari kalau Risa dan Dira
tertinggal. Lalu mereka cepat-cepat kembali ke tempat peristirahatan mereka tadi.

Setelah sampai disana, ternyata Risa dan Dira sudah tidak ada di sana. Mereka pun segera
mencari Risa dan Dira sampai mereka menemukan desa yang terpencil di tengah hutan. Lalu
mereka meminta bantuan kepada penduduk untuk mencari teman mereka yang hilang. Lalu
penduduk menawarkan salah satu rumah untuk tempat mereka beristirahat selama pencarian
teman mereka.

Setelah malam tiba, mereka semua tertidur karena besok mereka akan kembali mencari teman
mereka yang hilang. Kecuali Tania, Tania tidak dapat tidur karena memikirkan teman-temannya
yang hilang.

Tiba-tiba Tania mendengar sekelompok penduduk yang membicarakan tentang rencana jahat
mereka untuk membunuh Tania dan teman-temannya. Tania kaget mendengar pembicaraan
rencana jahat penduduk terhadap mereka. Lalu Tania segera berlari menuju teman-temannya
yang sedang tertidur dan membangunkannya secara pelan-pelan. Setelah mereka semua
bangun Tania langsung menceritakan tentang apa yang didengarnya tadi. Mereka semua kaget
tentang apa yang telah diceritakan Tania. Dan akhirnya mereka membuat rencana untuk
menjebak warga yang punya rencana jahat kepada mereka. Mereka semua sepakat akan
menjebak warga dengan merelakan salah satu teman mereka untuk dijadikan umpan yaitu Tyas.

Keesokan harinya, mereka menjalankan rencana mereka untuk menjebak warga. Pertama-tama,
mereka pamit kepada warga untuk jalan-jalan dan mencari teman mereka yang hilang. Mereka
juga meminta warga untuk menjaga Tyas yang sedang tertidur karena kecapekan. Setelah itu
mereka bersembunyi dan mengintai apa yang akan dilakukan warga kepada Tyas.

Setelah beberapa lama mereka mengintai warga, mereka melihat kalau warga membawa Tyas ke
luar rumah secara paksa dan membawanya menuju suatu tempat. Dan ternyata tempat itu
adalah tempat menjadikan tumbal.

Sesampainya di tempat itu, warga membunuh Tyas sebelum dijadikan tumbal. Melihat itu Tania
dan teman-temannya berteriak histeris, sehingga membuat warga mengetahui kalau Tania dan
teman-temannya mengikuti warga. Kemudian warga langsung mengejar Tania dan teman-
temannya. Tania dan teman-temannya berlari dan berusaha untuk melawan warga.

Akhirnya mereka berhasil mengalahkan warga dan setelah itu mereka berusaha untuk
menyelamatkan Tyas tetapi, namun mereka sudah terlambat. Mereka semua menangisi
kepergian teman mereka dan menyesal telah menjadikan Tyas korban pembunuhan terakhir.

Di antara mereka bertiga belas yang bersama-sama pergi menjelajahi hutan, hanya delapan
orang saja yang selamat yaitu Tania, Zahra, Rudi, Lily, Andri, Mita, Robby dan Nico yang masih
ketakutan dan menjadi buku. Setelah keadaan aman tiba-tiba Nico berubah lagi menjadi
manusia. Melihat Nico berubah menjadi manusia, Tania langsung berlari menghampiri Nico dan
laangsung memeluknya. Nico yang tiba-tiba dipeluk oleh Tania menjadi kaget dan bingung.
Kemudian mereka segera kembali ke rumah mereka dan segera melaporkan ke pada polisi
tentang kejadian yang mereka ketahui.

TAMAT
VANILA
Gemerincing angin bernyanyi dalam gelapnya malam. Pohon pinus yang menjulang tinggi
seakan tertawa melihat satu Peri tertangkap untuk menjadi tumbal tuan besar Wolf-nya. Peri kecil
berambut perak itu pun bersusah payah melepaskan diri dari lembabnya Lumpur Kematian.

“Arghh…”
Darah dari balik punggunya pun mulai keluar. Lumpur tersebut menghisap habis tenaganya.
Sayap sang Peri mulai menghilang tak kasat mata. Rambutnya mulai berubah menjadi kuning
pucat, wajahnya mulai kehilangan tanda peri yang ia miliki. Dari jarak dekat sosok hitam
memperhatikannya dalam diam.

‘Aku tidak mau berubah jadi manusia’ batinnya berbisik.

Merutuki kebodohan yang ia lakukan, Peri berambut perak tersebut mencari akal untuk
menyelamatkannya. Otaknya bekerja sekeras mungkin. Perkiraanya, Peri tersebut berubah hanya
50% menjadi manusia karena ia bukan golongan murni para Peri, ia bisa memanfaatkan
perubahannya untuk berjalan dengan jarak 5 langkah untuk ukuran manusia.

“Ya aku harus mencobanya”


Dilangkah kan kaki mungilnya. Nafasnya tersenggal, ia harus banyak mengisi asupan oksigen
untuk mencoba kembali.

“sh..ha..sh..ha aku bisa”


Dilangkahkan kembali kaki mungilnya hingga tangan dan tubuhnya bisa menggapai daratan.
Sosok dibalik kegelapan itu pun tersenyum miring melihat pertunjukan santapannya malam ini.
“Ya sekali lagi ayo Vanila” soraknya
Tangan mungilnya berpegangan pada akar pohon yang cukup kuat untuk menolongnya.

“AYOOO VANILLA…SHH.. AAHH”


Nafasnya kembali tersenggal senggal, ditariknya kembali akar pohon tersebut dengan kuat.

“AA..HHH”
Kaki kananya berhasil menggapai daratan. Melihat ke belakang, tersenyum lemah melihat kakinya
terselamatkan walau perjuangannya belum usai. Tenggorokannya sangat kering, menelan ludah
sebanyak banyaknya peri tersebut mencoba menarik kembali kakinya.

“1..”
“2..”
“3..”
“ARHHHHHH… AYOO SEMANGATT”

Nihil, kakinya belum bisa tertarik keluar. Keringat sudah membanjiri tubuh peri tersebut. Luka di
punggungnya pun lekas mengering. Mata Vanila sedikit berkunang-kunang.

‘Tidak! Aku tidak boleh pingsan, usahaku akan gagal kalau pingsan’ batinnya kembali berbicara
“Ayoo Vanila semangat! AHHHHHHHHHHHHH…”

Ditariknya dengan penuh tenaga hingga hampir berhasil. Vanila tersenyum lirih tinggal sedikit
lagi. Tubuh mungilnya bergetar hebat. Tidak ada lagi kekuatan yang ia milliki. Vanila mencobanya
sekali lagi menarik akar pohon tersebut dan detik berikutnya gelap menyelimuti mata Vanila.

Angin bersorak ramai melihat perjuangan Vanila yang sia sia. Pepohonan pun berbisik ramai atas
kekalahan Peri berambut perak yang cantik. Sosok gelap itu pun menghampiri tubuh Peri cantik
tersebut. Matanya berkilat menghitam. Tubuh proposional-nya menjadi dambaan setiap
melihatnya.

Regan. Ya regan raja Werewolf di Hutan Kematian ini. Semua penghuni hutan tunduk
terhadapnya. Malam ini entah mengapa Regan ingin membebaskan wolf-nya. Ia dapat mencium
aroma Vanila dari jarak yang sangat jauh. Dia Mate-nya.

‘Tapi mengapa seorang peri?’ batinnya saat pertama kali melihat Peri berambut perak terjebak
dalam Lumpur kematian.

Lama ia memperhatikan gerak gerik Peri tersebut, ada sesuatu yang janggal baginya. Peri tidak
bisa berubah menjadi 50% setelah memasuki Lembah Kematian. Kemungkinan peri tersebut
bukan murni keturanan Peri.
‘Tapi mengapa ia berambut perak?’ batinnya kembali berceloteh menanyakan tanda tanya dalam
benaknya.
Setelah melihat usaha peri tersebut hati Regan tersenyum bangga. Luna-nya tidak selemah apa
yang difikirkan. Ia bisa melindungi diri sampai batas terakhir.

Dihampiri Peri tersebut dan meniupkan mantra pembebasan untuknya.


‘elefthérosi-ucapnya’. (Bebaskan)

Lumpur hitam pekat itu pun melepaskan kaki sang Peri dan berubah menjadi air yang jernih
kembali.
Diangkatnya Peri tersebut kemudian pergi membawa kabar baik untuk Pack-nya.

RAINY GIRL

Namaku Anita, aku dikenal sebagai gadis pembawa hujan sekaligus gadis pembawa sial.

“pergi kau dari tempat ini!”


“Jangan ke sini… nanti pakaianku tidak bisa kering!”
“Dasar, pembawa hujan sial!”
Cemoohan seperti itu sudah merupakan makananku sehari hari.

Aku memang terlahir dengan sebuah keunikan. Aku tak pernah melihat bagaimana bentuk
matahari, seterang apa cahayanya dalam menyinari bumi ini. Hari hariku hanya dipenuhi awan
gelap yang membuat orang orang di sekitarku membenciku. Kulitku pucat layaknya mayat yang
hidup kembali. Tatapan mataku seakan kosong dan dipenuhi oleh kesedihan. Sudah kucoba
pergi ke orang orang yang dipercaya pintar dan memiliki kekuatan magis, namun tak ada satu
pun yang bisa menghilangkan keunikanku ini.
“Ma, kenapa aku harus jadi seperti ini.. kenapa harus anita?” tanyaku kepada mama yang
mengemasi baju bajuku
“Anita, kamu harus sabar ya, mungkin ini merupakan cobaan dari tuhan” kata mama menghibur

Entah sejak kapan aku menyandang gelar wanita hujan, hanya setauku sewaktu ayahku masih
hidup aku masih sempat melihat terangnya matahari. Namun hal itu sudah terjadi sangat lama,
bahkan aku tak dapat mengingatnya lagi.

Di sekolah aku pun selalu dikucilkan. Tak ada seorang pun yang mendekat denganku. Terkadang,
suasana sedih membuatku merasa tertekan dan cuaca menjadi hujan lebat. Bahkan ketika aku
sedang senang bersama mama hujan juga turun. Maka untuk meredam hujan aku jarang
merasakan kesedihan dan kebahagiaan.

“hei, Anita! Mau pulang bareng gak?” tawar seorang pria berbadan tinggi jangkung dengan
senyum ramah
“a..aku?” ucapku sambil telunjuk mengarah ke diriku
“siapa lagi kalau bukan kamu.. kan Cuma kamu yang punya nama Anita di sini…” ucapnya
Pria itu bernama Reza, aku tak pernah menyangka cowok populer seperti dia akan menyapaku,
bahkan tak pernah terbersit di pikiranku dia akan mengajakku pulang bersama.

“ta.. tapi kalau kita pulang bersama, nanti hujan turun akan repot..” kataku
“memang apa pengaruhnya hujan sama kamu?” tanyanya bingung
“memang kamu tak pernah mendengar dari yang lain tentang aku yang membawa hujan?”
tanyaku
“kamu? Membawa hujan?? Keren sekali!!!” katanya terkesan
“tapi pokoknya sekarang kita pulang dulu!” tangannya menggenggam tanganku dan mulai
berlari menuju parkiran

Cowok aneh, dia populer tapi aneh. Tapi, dari sekian banyak orang yang sudah kutemui, baru dia
orang yang memuji keunikanku, bahkan dia orang yang pertama kali pulang bersamaku.
Mungkin dia bisa menjadi teman pertamaku.

Kami pun mulai kenal satu sama lain, aku merasa kekosonganku terisi dengan kehadiran Reza di
kehidupanku. Namun aku tak melihat adanya perubahan dari cuaca di sekitarku.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu. Aku dan Reza menjadi sepasang
kekasih. Dia menerima semua kekuranganku, bahkan dia merubah kekuranganku menjadi
kelebihan baginya.
Tanpa aku sadari, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku melihat matahari terbenam
dengan mata kepalaku sendiri. Awan benar benar menghilang dari langit, tak ada tanda tanda
adanya turun hujan. Aku sangat menikmati kehidupan yang seperti ini. Bahkan semenjak cuaca
menjadi normal, teman teman seperti mulai menerima diriku dengan ramah.
Namun, hal tersebut hanya terjadi beberapa bulan saja. Diriku yang tak pernah kembali
menangis menjadi pusat permasalahan lagi bagi orang lain. Kekeringan melanda di sekitarku. Air
menjadi kurang, sumur sumur mengering, mata air pun menjadi kering.
Aku bahkan tak sadar bagaimana itu bisa terjadi. Aku merasa semua ini bukan ulahku, namun
semua orang berpikir lain. Semuanya berpikir bahwa aku yang selalu ceria menjadi penyebab tak
pernah turunnya hujan tersebut.

“Dear, aku mau bicara denganmu” kataku


“ngomongin apa sih honey?” tanya reza yang memanggilku dengan panggilan sayangnya
“sebenernya… aku mau putus sama kamu…” kataku tanpa ragu
“kenapa nit?” panggilannya berubah seusai aku berkata seperti itu
“aku… akan kembali menjadi wanita hujan” kataku

Aku pun pergi meninggalkan Reza, dan bersiap untuk pergi dan tak akan menemuinya.
Tangisanku tak terhentikan, Reza mencoba mengejarku namun aku segera menaiki bus kota.
Kembali lagi aku melihat gumpalan awan yang memenuhi langit dan turun sebagai hujan. Diriku
yang sempat bahagia, kembali mengalami kesedihan yang sangat menyayat. akhirnya hujan lebat
turun menjadi kebahagiaan bagi orang orang di sekitarku yang mengalami kekeringan. Diriku
kembali menjadi Rainy Girl.
Hell

Cerpen Karangan: Death21


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Banyak orang yang mengatakan neraka adalah tempat berapi dimana orang jahat disiksa
selama-lamanya setelah mati. Bagaimana menurut kalian?
Menurut pendapatku secara pribadi, aku sama seperti orang lain. Dalam pandanganku, neraka
penuh api itu sangat cocok untuk orang-orang yang berbuat jahat kepada orang lain.
Tapi pandangan itu berubah sejak hari itu..

Aku bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kota Tangerang. Jarak antara kantor dengan
rumahku cukup jauh, kurang lebih satu setengah jam dengan medan yang cukup berbahaya
karena banyak dilalui oleh truk besar.

Hari itu, aku pulang larut malam karena banyaknya laporan yang harus diselesaikan. Setelah
beres-beres dan mematikan lampu ruang kantor, aku langsung menuju ke tempat parkir.
Selesai memasang earphone dan menyetel musik dengan volume yang memadai, aku pun
menyalakan mesin sepeda motor dan langsung menuju ke rumah.

Awalnya perjalananku mulus, tanpa ada kendala. sampai di sebuah jalur yang gelap dan
jalanannya cukup rusak, ada sebuah truk yang berjalan cukup cepat, tapi tidak terlalu cepat. Aku
pikir truk ini begitu menghambat. Setelah memastikan bahwa jalur sebaliknya sudah aman, aku
pun segera memacu sepeda motorku dan mulai menyusul truk tersebut.
Tapi naas, sepeda motorku terjerumus ke dalam sebuah lubang yang cukup besar dan aku
kehilangan kendali. Aku pun terjatuh tepat di bawah truk tersebut.
Pemandangan terakhir yang kulihat adalah mendekatnya roda truk yang besar ke arah wajahku
dan setelah itu semuanya gelap.

Aku tersadar di tempat aku jatuh. Aku ingat tentang kejadian yang menimpaku dan aku sadar
kalau aku sudah mati. Tapi di mana ini? Ini bukan neraka maupun surga seperti yang diceritakan
orang-orang sewaktu aku masih hidup.
Ini sama seperti dunia biasa, lengkap dengan udara dingin, gelapnya langit malam, dan jalanan
rusak dan gelap yang aku lalui.
Sepeda motorku? Masih ada di sana. Masih tergeletak di sana tanpa ada lecet sedikitpun.

Eh? Kenapa tidak ada lecet? Aku langsung memeriksa tubuhku. Tidak ada lecet sama sekali juga.
Jika begitu, kenapa sepeda motorku juga ada di sini? Apa aku belum mati? Banyak pertanyaan
yang berkecamuk dalam benakku.

Setelah termenung sejenak, aku langsung membangunkan motorku yang terjatuh dan
berkendara ke rumah. Kondisinya sangat sepi. Tapi aku tidak terlalu mempedulikannya. Terlalu
banyak pertanyaan dalam pikiranku yang belum terjawab.
Begitu pula pada saat aku sampai di jalanan yang sudah cukup terang karena diterangi lampu
jalanan. Kenapa lampu jalanan ini menyala? Apa mungkin ada yang mengoperasikan listrik di
dekat sini? Begitu pula saat sampai di rumah. Listrik dan air masih menyala. Tapi karena hari
sudah terlalu larut dan aku mulai mengantuk, aku pun menyudahi hari itu.

Keesokan harinya, keadaan masih sama. Aku pun mencoba untuk menyalakan tv dan melihat
apakah ada saluran televisi yang bekerja. Seharusnya, dengan kondisi “dunia” yang sepi seperti
ini, listrik, air, tv, dan internet tidak dapat digunakan. Tapi, setelah aku mengetes segala sesuatu,
semuanya bekerja dengan sempurna.
Apa maksudnya ini? Bagaimana mereka dapat berfungsi tanpa ada orang yang
mengoperasikannya? Atau jangan-jangan..

Aku mencoba berkeliling, mencari makhluk hidup yang dapat kutemukan. Tanaman ada di sini,
tapi binatang dan manusia tidak dapat kutemukan sama sekali.

Aku mencoba pergi ke sebuah restaurant cepat saji yang berada di daerah Karawaci. Semua
makanannya tersedia dan seperti baru dimasak. Aku mencoba mengambil sebuah ayam goreng
tepung dan memakannya dan setelah memastikan bahwa seluruh ayam tersebut masih baru, aku
mencoba membuang semua ayam itu.

Aku juga membalikkan hampir seluruh meja, memecahkan kaca, dan membuang banyak sekali
alat-alat masak ke jalan. Jika teori yang ada dalam pikiranku benar, maka benda-benda ini akan
kembali seperti semula pada saat aku pergi meninggalkan tempat ini.

Aku mencoba berkeliling selama beberapa jam dan kembali lagi ke restaurant tersebut.
Kondisinya masih sama, berantakan akibat ulahku.

Setelah memastikan bahwa teoriku salah, aku langsung menuju ke restaurant lainnya, mengambil
makanan dan segera pulang. Kalau begini aku harus menghemat bahan makanan takut sewaktu-
waktu bahan makanan akan habis.

Hari itu pun berlalu dengan banyaknya pertanyaan yang masih membayangi kepalaku. Setelah
makan, aku segera tidur
Aku kembali lagi ke restaurant tempat aku mengacak-acak segala sesuatu. Semuanya terlihat
baru. Masakannya terlihat seperti sebelum aku mengacak-acak tempat tersebut.

Apa maksudnya ini? Karena takut, aku lari keluar dan berteriak sekeras-kerasnya, berharap ada
orang yang mendengar. Jelas tidak ada yang menjawab.

Pada poin ini, aku mulai putus harapan. Bagaimana caraku keluar dari dunia tanpa makhluk
hidup ini?
Saat sedang memikirkan hal itu, sebuah menara tinggi terlihat olehku. Itu jalan keluarku..

Setelah mempersiapkan mental, aku memandang sekeliling untuk terakhir kalinya lalu melompat
dari lantai 25 gedung tadi. Aku pikir, dengan melakukan ini aku dapat terbebas dari dunia ini.
Aku tidak akan terjebak di dunia yang konyol ini!

Aku terbangun di tempat aku terjatuh. Tidak ada luka atau lecet sama sekali. Hari masih pagi
pada saat aku terbangun. Dan semuanya masih sama, Sepi.
Setelah itu, aku melakukan banyak “cara” untuk dapat keluar dari dunia tersebut seperti
melompat dari gedung tinggi, meminum racun, menggantungkan diri pada sebuah pohon.
Semuanya selalu berakhir sama. Aku terbangun di tempat aku tewas, tergeletak di tanah tanpa
lecet sedikitpun, dan hari selalu masih pagi ketika aku bangun.

TIDAK ADA CARA UNTUK KELUAR DARI DUNIA INI..

Jika kalian masih berpikir neraka adalah tempat yang ramai dimana orang disiksa selama-
lamanya, kalian salah. Entah sudah berapa lama aku di sini. Entah sudah berapa kali aku berusaha
keluar dari dunia ini. Aku bahkan tidak tahu apa aku masih waras atau apa.

Yang jelas, setelah menulis semua ini, aku akan mencoba pergi ke suah gunung berapi aktif yang
terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mungkin jika aku melemparkan diriku kedalam lava yang
panas, aku tdak akan terbangun lagi di tempat ini.

Teror Terencana
Cerpen Karangan: Michella Arvilia
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Di sebuah kota di Amerika Serikat terjadi sebuah teror. Anak-anak nakal di kota itu tiba-tiba
menghilang. Salah satu dari anak yang hilang itu adalah Alex. Alex adalah pemimpin dari anak
anak nakal di kota itu. Orangtua Alex dan orangtua anak yang hilang lainnya tidak mengingat
bahwa mereka pernah mempunyai anak. Alex mempunyai kakak perempuan bernama Alice.

Alice dan teman-temannya di kota itu menyadari bahwa Alex dan yang lainnya tiba-tiba
menghilang. Mereka bertanya-tanya ke mana anak-anak itu menghilang. Saat mereka sedang
bingung mereka bertemu dengan seorang pria tua. Pria itu mengatakan kepada mereka, mereka
bisa mencari anak-anak yang tiba-tiba menghilang tetapi dengan konsekuensi orangtua mereka
tidak akan mengingat bahwa mereka pernah ada. Setelah mereka berpikir mereka menyetujui
kesepakatan itu. Pria itu mengingatkan bahwa kesepakatan mereka berlaku mulai besok pagi.
Setelah itu mereka pulang ke rumah mereka masing-masing dan bersiap-siap untuk mencari
anak anak yang hilang.

Keesokan harinya mereka pergi sebelum orangtua mereka bangun. Mereka pergi berkumpul di
sebuah rumah kosong yang mereka jadikan basecamp. Setelah mereka semua berkumpul, Alice
memberitahu teman-temannya ke mana mereka harus pergi. Setelah selesai mereka pergi
menyebar ke tempat biasa Alex dan teman-temannya biasa terlihat. Saat Alice dan 3 temannya
sedang dalam pencarian mereka bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Mary. Alice tidak
mengenal Mary tetapi Mary mengenal Alice.

Mary mengatakan kakaknya ingin bertemu dengan Alice. Alice dan teman-temannya pun
mengikuti Mary ke rumahnya. Dalam perjalanan ke rumah Mary, Alice bertanya-tanya siapakah
Mary dan apa maksud Mary bahwa kakaknya ingin bertemu dengannya. Sambil dipenuhi dengan
tanda tanya Alice dan yang lainnya sampai di rumah Mary. Kakak Mary, Michael sudah
menunggu Mary di luar. Setelah itu Michael mengajak Alice dan teman-temannya masuk ke
rumah lalu menunggu di ruang tamu.

Lalu Michael masuk ke kamarnya dan keluar sambil membawa sebuah kotak berwarna biru.
Kemudian ia memberikan kotak itu kepada Alice dan mengatakan bahwa mereka akan
membutuhkan isi dari kotak itu. Saat Alice ingin membuka kotak itu Michael melarangnya.
Michael mengatakan untuk membuka kotak saat mereka sampai ke tempat teman-teman mereka
yang lain berkumpul. Alice menanyakan dari mana Michael mendapatkan kotak itu. Michael tidak
menjawab. Mary mengatakan bahwa kakaknya tidak bisa memberitahukan dari mana ia
mendapatkan kotak tersebut. Setelah berterima kasih Alice dan teman-temannya kembali ke
basecamp mereka.

Setelah mereka sampai ke basecamp mereka sudah ditunggu oleh teman-teman mereka. Alice
lalu membuka kotak yang diberi oleh Michael. Isi dari kotak itu adalah sebuah peta yang di
beberapa tempat ada yang dilingkari dan disilang, beberapa foto dan sebuah surat. Lalu Alice
memperhatikan peta itu, ternyata tempat-tempat yang disilang adalah rumah anak-anak yang
hilang dan tempat yang dilingkari adalah beberapa panti asuhan yang berada di luar kota.
Beberapa foto yang ada di kotak tadi ternyata foto anak-anak yang hilang. Alice mengambil surat
itu dan isi dari surat itu hanya kata-kata “Semua sudah diatur”. Alice tidak mengerti apa maksud
dari kata-kata itu. Hari sudah gelap jadi mereka berpikir untuk beristirahat.

Saat fajar tiba beberapa anak sudah bangun dan ada pula yang sudah selesai mandi. Ada
seorang yang mengetuk pintu lalu seorang anak yang membuka pintu dan ia menemukan
sebuah keranjang berisi makanan dan air minum. Lalu ia membawa keranjang itu masuk
kemudian menaruh keranjang itu di ruang tamu tempat mereka berkumpul. Setelah mereka
semua sarapan, Alice melihat ke dalam keranjang dan ternyata ada empat kunci mobil dan ada
kertas kecil yang berisi “ada di garasi”. Alice berjalan keluar dan pergi kegarasi yang terletak
bersebelahan dengan rumah yang mereka tempati. Saat Alice membuka pintu garasi di sana
terdapat empat buah mobil.

Setelah semua selesai beres-beres mereka pun berangkat ke panti asuhan yang ada di peta yang
kemarin mereka dapat. Perjalanan ke panti asuhan itu memakan waktu dua jam. Setelah sampai
di kota tujuan mereka pun menyebar ke beberapa panti asuhan. Setelah mereka sampai ke panti
asuhan mereka melihat bahwa anak-anak yang selama ini mereka cari ada di panti asuhan
tersebut. Lalu mereka masuk ke dalam panti asuhan tersebut untuk menjemput anak-anak yang
mereka cari. Setelah anak-anak itu masuk ke mobil mereka mengantar pulang anak anak yang
menghilang tiba-tiba itu.

Kemudian mereka mengantar anak-anak itu pulang sampai ke rumah mereka masing-masing.
Saat sampai di rumah anak-anak itu ternyata rumah mereka semua kosong. Tiba tiba semua tv di
rumah mereka menyala dan ada seorang pria di tv mengatakan bahwa mereka yang mengatur
semua itu mulai dari anak-anak menghilang sampai mereka ada di panti asuhan. Pria itu
mengatakan ada sebuah alamat di kotak surat. Lalu mereka keluar mengambil alamat yang ada
di kotak surat. Alamat itu tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Lalu mereka pergi ke sana dengan
berjalan kaki.

Setelah mereka sampai di alamat itu ternyata alamat itu adalah alamat sebuah pabrik. Lalu
mereka masuk ke sana. Di sana ada lorong yang sangat panjang seperti tidak ada akhirnya.
Setelah mereka melewati lorong tersebut mereka menemukan sebuah pintu. Lalu mereka masuk
ke pintu itu. Ternyata pintu itu menembus ke jalan di rumah mereka. Saat mereka semua keluar
dari pintu itu tiba tiba pintu itu menghilang dan mereka masuk ke rumah masing-masing dan
keluarga mereka menyambut mereka seperti tidak pernah ada kejadian apapun.

Karena mereka sudah lelah mereka pun masuk ke kamar mereka masing-masing. Saat anak-anak
yang menghilang itu masuk ke kamar mereka, mereka menemukan sepucuk surat. Isi dari surat
adalah “kalau kalian belum mau berubah kami akan memaksa kalian berubah”. Mereka pun tiba-
tiba pingsan. Dan saat mereka sadar di luar sudah pagi hari. Mereka langsung turun ke lantai
bawah dan bertemu orangtua mereka. Keadaan pun kembali seperti semula.

Rumah Nenek

Cerpen Karangan: Sofa Malikatu Dzakiya


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Hari ini, Shasya menginap di rumah neneknya. Ia menginap bersama ayah dan ibunya. Malam ini,
shasya tidur di kamar neneknya seorang diri. Shasya sebenarnya tidak menyukai kamar
neneknya, dikarenakan, aromanya semerbak bunga melati. Namun, kali ini Shasya terpaksa harus
tidur di kamar neneknya karena alasan yang sangat mendesak.
Shasya mulai memasuki kamar neneknya, masih tercium aroma semerbak bunga melati. Shasya
sudah tak peduli lagi tentang hal mistis, ia segera merobohkan tubuhnya di ranjang. Mata Shasya
seakan tak kuat lagi menahan kantuk yang mendalam, ia segera menutup mata dan tertidur.

Jam demi jam berlalu, tampak seorang wanita memasuki kamar dan duduk di samping Shasya.
Wanita itu mengenakan pakaian hitam pekat, berambut panjang, dan membawa sekuntum
mawar putih nan indah. Tangan wanita itu perlahan mengelus kening Shasya, sayup sayup
Shasya membuka mata, Shasya mengusap mata seraya berkata, “Ibu, ini masih malam, kenapa
ibu membangunkanku?”. Perlahan mata Shasya terbuka lebar, ia baru sadar bahwa yang duduk
di sampingnya bukan ibunya, ia sontak kaget dan berkata “Siapa kau! Kenapa aku tidak
mengenalmu?”. Namun, wanita itu hanya terdiam dan mengusap kembali kening Shasya. Entah
kenapa, mata Shasya kembali tertutup, wanita itu kemudian menyelimuti kembali Shasya dengan
selimut dan keluar pergi dari kamar.

Beberapa jam kemudian, matahari mulai menampakkan cahayanya. Ibu Shasya memasuki kamar
nenek Shasya dan membuka jendela kamar. Shasya perlahan membuka matanya seraya berkata,
“Ibu, apakah ini sudah pagi?”, “Iya, ini sudah pagi, sebaiknya kamu segera pergi untuk mandi.”
jawab ibu Shasya.

Shasya kembali mengingat kejadian semalam, ia sungguh tidak mengerti siapa wanita yang
mendatanginya tadi malam, Shasya kembali melontarkan pertanyaan pada ibunya, “Ibu, apakah
kita memiliki seorang tamu?”, ibu Shasya hanya menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa
‘tidak ada tamu’. Shasya kembali merenungkan kejadian tadi malam, Shasya kembali bertanya
pada ibunya “Ibu, tadi malam ada seorang wanita berpakaian hitam, berambut panjang, dan dia
sangat cantik. Wanita itu duduk di sampingku, awalnya aku kira itu adalah ibu, ternyata bukan.”,
ibu Shasya hanya tersenyum kecil seraya berkata “Mungkin itu adalah mimpi”. Shasya
menganggukan kepalanya, berharap jawaban yang diberikan ibu benar.

Tak lama, ibunya pergi keluar kamar dan menuju ke dapur. Namun, ada yang aneh di kamar itu,
Shasya baru menyadarinya setelah ibunya pergi keluar kamar itu, ada sekuntum mawar putih di
atas meja di samping ranjang tempat Shasya tidur. Shasya kembali bertanya tanya apakah ini
mimpi, ia segera keluar kamar dan pergi menemui ibunya di dapur.

Shasya berlari menuju dapur untuk menemui ibunya. Langkah kakinya tiba tiba terhenti melihat
makhluk putih berlari seperti kilat di depannya. Shasya benar benar kaget, namun yang Shasya
lakukan adalah mengikuti ke mana makhluk putih itu pergi. Tak lama sampailah Shasya di
belakang rumah, di sana terdapat sumur yang digunakan untuk menimba air, konon, kata ayah
Shasya, sumur itu sangat angker dan penuh tanda tanya, ayah Shasya bilang sumur itu tidak
boleh didatangi seseorang, maka dari itu, Shasya tidak pernah pergi ke sumur belakang rumah
itu. Shasya kembali teringat mimpinya tadi malam, ia bertanya tanya apakah bertemu dengan
wanita itu hanyalah mimpi atau benar benar terjadi.
Tampak dari jauh Shasya memperhatikan makhluk putih itu meloncat ke dalam sumur, Shasya
segera mendekati sumur itu, tapi tak ada apa apa di dalamnya, hanya ada air setinggi 4 meter.
Shasya membalikkan badannya untuk pergi, tiba tiba ada seorang wanita di depan Shasya.
Shasya ingin menjerit, tapi sekuat apapun tenaga Shasya untuk membuka mulut, saat Shasya
menjerit, tak ada suara yang keluar. Wanita itu mendekati Shasya seraya berkata “Matilah kau.”
Shasya tak dapat berkutik, ia sangat takut, ia berharap itu hanya mimpi. Shasya menutup
matanya seraya menangis, Shasya berkata dengan lirih “Tolong, siapapun tolong aku, kenapa
harus aku?”. Wanita itu menjawab “Karena kau…” belum selesai wanita itu bicara, ayah Shasya
datang menghampiri Shasya, tiba tiba wanita itu menghilang, entah apa yang membuat wanita
itu menghilang.

Ayah Shasya menghanpiri Shasya, ayah Shasya bertanya “Kenapa kamu bisa di sini Shasya?”,
Shasya yang benar benar syok, ia hanya bisa pingsan. “Untung aku datang tepat waktu, kalau
tidak wanita itu pasti akan memberitahu Shasya semua rahasia Shasya.” marah ayah Shasya.

Ayah Shasya kemudian membawa Shasya ke ruang keluarga, di sana Shasya ditidurkan di kursi
panjang. Ayah Shasya mencari ibu Shasya, ternyata ibu Shasya ada di rumah tetangga sedari
pagi. Sementara ayah Shasya membujuk ibu Shasya untuk pulang,

Shasya yang ditinggal di ruang keluarga mulai tersadar. keluarga mulai tersadar. Perlahan mata
Shasya terbuka, semua terlihat baik baik saja, Shasya berpikir semua itu hanyalah mimpi belaka,
mimpi yang tidak akan pernah terwujud di dunia nyata.

Shasya berjalan perlahan menuju dapur untuk minum, tampak seekor serigala putih dan wanita
berpakaian hitam di dekat sumur belakang rumah. Shasya segera berlari menuju ruang tamu
mencari ayah Shasya, namun, tak seorang pun ada di rumah itu (karena ayah Shasya sedang di
rumah tetangga bersama ibu Shasya). Shasya terus berlari hingga dia sampai di ruang tamu,
namun saat membuka pintu, ada sesuatu yang menghalanginya.
Ada sesuatu di depan pintu, rupanya itu seekor serigala putih. Shasya benar benar kaget, ia tak
dapat menjerit. Shasya hanya bisa pingsan seketika.

Tak lama ayah Shasya datang, yang ayah Shasya lihat, Shasya tergeletak di depan pintu. Ayah
Shasya langsung membawa Shasya masuk. “Kenapa ibu Shasya tidak mau dibujuk pulang saat
anaknya pingsan, ini pasti ulah Nina!!!” ucap ayah Shasya tampak marah. Ayah Shasya
menidurkan Shasya di kursi panjang di ruang keluarga.

Tiba tiba muncul sesosok wanita muncul di depan ayah Shasya, ia berkata “Ada apa kau
menyebut namaku?” ucapnya seraya menatap ayah Shasya. “Nina, cukup! aku tau ini bukan kau
yang dulu!!!” jawab ayah Shasya, wanita itu kembali berucap “Awalnya aku menganggapnya
adikku, tapi setelah aku pikir pikir lagi, dia yang merebut harta, posisi, kebahagiaan, kasih sayang,
bahkan orangtuaku!!!” ucap Nina seraya mengelus rambut Shasya. “Untuk apa kau mengelus
rambutnya.” gertak ayah Shasya seraya menyingkirkan tangan Nina dari rambut Shasya. “Dia
begitu mirip denganku, inikah alasanmu mengadopsinya? seharusnya 15 tahun dulu sebelum kau
mengadopsinya aku sudah membunuh anak ini!” ucap Nina seraya menatap ke arah ayah
Shasya.

Tak disangka Shasya terbangun dan melihat seorang wanita sedang di sampingnya bersama
ayahnya. Shasya mulai penasaran, “Ayah, siapa dia?” tanya Shasya. Ayah Shasya mulai membuka
mulut “Dia…” belum selesai ayah Shasya berbicara Nina memotong pembicaraan “Perkenalkan,
aku adalah Nina, aku mantan saudara tirimu, mungkin aku sekarang malaikat mautmu.” ucapnya
dengan menampilkan senyum tipisnya. “Ayah… apa maksudnya? sepertinya aku pernah
melihatnya? kenapa kakinya tidak menyentuh tanah?” tanya Shasya kembali. “Ayahmu takkan
menjawab semuanya, ia takkan mampu.” timpal Nina, “Why?” tanya Shasya.

“Biarkan aku yang menjelaskan. Aku dulu adalah anak dari ayah dan ibumu, ups lebih tepatnya
ayah dan ibu angkatmu. Aku jatuh tersungkur ke dalam sumur saat usiaku 9 tahun, hidupku
berakhir di sana. Ibuku atau ibu angkatmu sangat menderita kehilanganku, sampai suatu saat
orangtuaku menemukanmu di panti asuhan, wajahmu begitu mirip dengan wajahku saat itu.
Sehingga orangtuaku mengadopsimu.” jelas Nina. “Ayah??? Itu benar??” tanya Shasya, mata
Shasya mulai menitikkan beberapa tetes air mata, sementara ayah Shasya hanya bisa
mengangguk. “Drama yang dramatis. Oh ya, kedatanganku kemari untuk membalaskan dendam
pada yang merebut semuanya dariku, Shasya, kau cukup ikut aku dan semua masalah akan
terselesaikan. Ayah dan ibu akan hidup bahagia, mereka takkan mengingat pernah
mengadopsimu. Bagaimana?” timpal Nina. Ayah Shasya menjawab “Akan kau apakan Shasya?”
tatap ayah Shasya pada Nina, “Aku hanya akan membuat serigala putihku memakannya sampai
habis. Its simple.” jawab Nina dengan tenang. “Tidak!” teriak ayah Shasya histeris.

Nina kembali berucap “Shasya, kau harusnya berterima kasih padaku, setelah semua yang aku
rencanakan, aku memberitahukan padamu rencanaku. Mungkin aku adalah seorang peri baik
hati yang membawa kematian!” Nina kembali menampakkan senyum manisnya itu. Ayah Shasya
mulai membuka mulut lagi “Tolong Shasya, jangan, tetap di sini. Setidaknya untuk ibumu.”
tangan ayah Shasya memegang tangan Shasya untuk memohon. “Daripada kau hidup tapi
merebut milik orang lain. Kalau aku jadi kau, aku akan memilih mati, setelah mengetahui ini
semua. Apalagi, selama ini kau dianggap sebagai pengganti orang lain, kau tak pernah diakui
sebagai anak kandung.” Nina mulai menghasut Shasya.

“Ayah… aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu selamanya, tapi aku juga tak akan mati.
Itu cukup adil untuk kalian berdua.” Shasya memalingkan pandangannya dan pergi mengemasi
barangnya, tak lama ia keluar dari kamar. “Terima kasih ayah, dan kakak Nina. Mungkin aku akan
kembali ke panti itu lagi.” ucap Shasya, lagi lagi airmata mulai mengalir.

“Venus!!!” teriak Nina, tak lama muncul seekor serigala putih. “Makan dia!!!” tangan Nina
menunjuk ke arah ayah Shasya, serigalanya dengan cepat segera berlari menuju ke arah ayah
Shasya. “Tunggu!!!” Shasya berbalik badan, ia berlari menuju ayahnya dan menghadang serigala
yang hendak memakan ayah Shasya. Pada akhirnya, Shasya yang tercabik cabik, darah
berceceran di mana mana. “Ay….ya..h…” ucap Shasya dengan tertatih tatih. “Shasya!!! Tidak
mungkin, ini pasti mimpi.” ayah Shasya sangat syok melihat putrinya berlumuran darah dan tak
bernyawa lagi.

“Drama hampir selesai. Terkadang untuk mencapai sesuatu yang bahagia, kita harus
mengorbankan hal yang kita sayang. Sekarang kau harus lupa, bahwa kau pernah mengadopsi
seorang anak perempuan, lupakan semuanya! Yang kau ingat adalah penyesalan bahwa kau
kehilangan anak perempuanmu bernama NINAMA PUTRI ANGGRAINI, dan kau tidak akan
dengar, lihat, ataupun tau sesuatu apapun tentang SHASYA AGNESTYA PUTRI.” Nina mengusap
mata ayahnya. Nina memetikkan jarinya membuat semua kembali normal, Nina menghilang
bersama serigala putihnya (Venus) dan jasad serta darah Shasya yang bercucuran.

Tak lama ayah Nina kembali tersadar, ia pergi ke rumah tetangga untuk menjemput istrinya. Saat
ayah Nina sampai di sana, justru istrinya sudah tergeletak lemas tak bernyawa.

Rumah Nenek

Cerpen Karangan: Sofa Malikatu Dzakiya


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017
Hari ini, Shasya menginap di rumah neneknya. Ia menginap bersama ayah dan ibunya. Malam ini,
shasya tidur di kamar neneknya seorang diri. Shasya sebenarnya tidak menyukai kamar
neneknya, dikarenakan, aromanya semerbak bunga melati. Namun, kali ini Shasya terpaksa harus
tidur di kamar neneknya karena alasan yang sangat mendesak.

Shasya mulai memasuki kamar neneknya, masih tercium aroma semerbak bunga melati. Shasya
sudah tak peduli lagi tentang hal mistis, ia segera merobohkan tubuhnya di ranjang. Mata Shasya
seakan tak kuat lagi menahan kantuk yang mendalam, ia segera menutup mata dan tertidur.

Jam demi jam berlalu, tampak seorang wanita memasuki kamar dan duduk di samping Shasya.
Wanita itu mengenakan pakaian hitam pekat, berambut panjang, dan membawa sekuntum
mawar putih nan indah. Tangan wanita itu perlahan mengelus kening Shasya, sayup sayup
Shasya membuka mata, Shasya mengusap mata seraya berkata, “Ibu, ini masih malam, kenapa
ibu membangunkanku?”. Perlahan mata Shasya terbuka lebar, ia baru sadar bahwa yang duduk
di sampingnya bukan ibunya, ia sontak kaget dan berkata “Siapa kau! Kenapa aku tidak
mengenalmu?”. Namun, wanita itu hanya terdiam dan mengusap kembali kening Shasya. Entah
kenapa, mata Shasya kembali tertutup, wanita itu kemudian menyelimuti kembali Shasya dengan
selimut dan keluar pergi dari kamar.

Beberapa jam kemudian, matahari mulai menampakkan cahayanya. Ibu Shasya memasuki kamar
nenek Shasya dan membuka jendela kamar. Shasya perlahan membuka matanya seraya berkata,
“Ibu, apakah ini sudah pagi?”, “Iya, ini sudah pagi, sebaiknya kamu segera pergi untuk mandi.”
jawab ibu Shasya.

Shasya kembali mengingat kejadian semalam, ia sungguh tidak mengerti siapa wanita yang
mendatanginya tadi malam, Shasya kembali melontarkan pertanyaan pada ibunya, “Ibu, apakah
kita memiliki seorang tamu?”, ibu Shasya hanya menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa
‘tidak ada tamu’. Shasya kembali merenungkan kejadian tadi malam, Shasya kembali bertanya
pada ibunya “Ibu, tadi malam ada seorang wanita berpakaian hitam, berambut panjang, dan dia
sangat cantik. Wanita itu duduk di sampingku, awalnya aku kira itu adalah ibu, ternyata bukan.”,
ibu Shasya hanya tersenyum kecil seraya berkata “Mungkin itu adalah mimpi”. Shasya
menganggukan kepalanya, berharap jawaban yang diberikan ibu benar.

Tak lama, ibunya pergi keluar kamar dan menuju ke dapur. Namun, ada yang aneh di kamar itu,
Shasya baru menyadarinya setelah ibunya pergi keluar kamar itu, ada sekuntum mawar putih di
atas meja di samping ranjang tempat Shasya tidur. Shasya kembali bertanya tanya apakah ini
mimpi, ia segera keluar kamar dan pergi menemui ibunya di dapur.

Shasya berlari menuju dapur untuk menemui ibunya. Langkah kakinya tiba tiba terhenti melihat
makhluk putih berlari seperti kilat di depannya. Shasya benar benar kaget, namun yang Shasya
lakukan adalah mengikuti ke mana makhluk putih itu pergi. Tak lama sampailah Shasya di
belakang rumah, di sana terdapat sumur yang digunakan untuk menimba air, konon, kata ayah
Shasya, sumur itu sangat angker dan penuh tanda tanya, ayah Shasya bilang sumur itu tidak
boleh didatangi seseorang, maka dari itu, Shasya tidak pernah pergi ke sumur belakang rumah
itu. Shasya kembali teringat mimpinya tadi malam, ia bertanya tanya apakah bertemu dengan
wanita itu hanyalah mimpi atau benar benar terjadi.

Tampak dari jauh Shasya memperhatikan makhluk putih itu meloncat ke dalam sumur, Shasya
segera mendekati sumur itu, tapi tak ada apa apa di dalamnya, hanya ada air setinggi 4 meter.
Shasya membalikkan badannya untuk pergi, tiba tiba ada seorang wanita di depan Shasya.
Shasya ingin menjerit, tapi sekuat apapun tenaga Shasya untuk membuka mulut, saat Shasya
menjerit, tak ada suara yang keluar. Wanita itu mendekati Shasya seraya berkata “Matilah kau.”
Shasya tak dapat berkutik, ia sangat takut, ia berharap itu hanya mimpi. Shasya menutup
matanya seraya menangis, Shasya berkata dengan lirih “Tolong, siapapun tolong aku, kenapa
harus aku?”. Wanita itu menjawab “Karena kau…” belum selesai wanita itu bicara, ayah Shasya
datang menghampiri Shasya, tiba tiba wanita itu menghilang, entah apa yang membuat wanita
itu menghilang.

Ayah Shasya menghanpiri Shasya, ayah Shasya bertanya “Kenapa kamu bisa di sini Shasya?”,
Shasya yang benar benar syok, ia hanya bisa pingsan. “Untung aku datang tepat waktu, kalau
tidak wanita itu pasti akan memberitahu Shasya semua rahasia Shasya.” marah ayah Shasya.

Ayah Shasya kemudian membawa Shasya ke ruang keluarga, di sana Shasya ditidurkan di kursi
panjang. Ayah Shasya mencari ibu Shasya, ternyata ibu Shasya ada di rumah tetangga sedari
pagi. Sementara ayah Shasya membujuk ibu Shasya untuk pulang,

Shasya yang ditinggal di ruang keluarga mulai tersadar. keluarga mulai tersadar. Perlahan mata
Shasya terbuka, semua terlihat baik baik saja, Shasya berpikir semua itu hanyalah mimpi belaka,
mimpi yang tidak akan pernah terwujud di dunia nyata.

Shasya berjalan perlahan menuju dapur untuk minum, tampak seekor serigala putih dan wanita
berpakaian hitam di dekat sumur belakang rumah. Shasya segera berlari menuju ruang tamu
mencari ayah Shasya, namun, tak seorang pun ada di rumah itu (karena ayah Shasya sedang di
rumah tetangga bersama ibu Shasya). Shasya terus berlari hingga dia sampai di ruang tamu,
namun saat membuka pintu, ada sesuatu yang menghalanginya.
Ada sesuatu di depan pintu, rupanya itu seekor serigala putih. Shasya benar benar kaget, ia tak
dapat menjerit. Shasya hanya bisa pingsan seketika.

Tak lama ayah Shasya datang, yang ayah Shasya lihat, Shasya tergeletak di depan pintu. Ayah
Shasya langsung membawa Shasya masuk. “Kenapa ibu Shasya tidak mau dibujuk pulang saat
anaknya pingsan, ini pasti ulah Nina!!!” ucap ayah Shasya tampak marah. Ayah Shasya
menidurkan Shasya di kursi panjang di ruang keluarga.

Tiba tiba muncul sesosok wanita muncul di depan ayah Shasya, ia berkata “Ada apa kau
menyebut namaku?” ucapnya seraya menatap ayah Shasya. “Nina, cukup! aku tau ini bukan kau
yang dulu!!!” jawab ayah Shasya, wanita itu kembali berucap “Awalnya aku menganggapnya
adikku, tapi setelah aku pikir pikir lagi, dia yang merebut harta, posisi, kebahagiaan, kasih sayang,
bahkan orangtuaku!!!” ucap Nina seraya mengelus rambut Shasya. “Untuk apa kau mengelus
rambutnya.” gertak ayah Shasya seraya menyingkirkan tangan Nina dari rambut Shasya. “Dia
begitu mirip denganku, inikah alasanmu mengadopsinya? seharusnya 15 tahun dulu sebelum kau
mengadopsinya aku sudah membunuh anak ini!” ucap Nina seraya menatap ke arah ayah
Shasya.

Tak disangka Shasya terbangun dan melihat seorang wanita sedang di sampingnya bersama
ayahnya. Shasya mulai penasaran, “Ayah, siapa dia?” tanya Shasya. Ayah Shasya mulai membuka
mulut “Dia…” belum selesai ayah Shasya berbicara Nina memotong pembicaraan “Perkenalkan,
aku adalah Nina, aku mantan saudara tirimu, mungkin aku sekarang malaikat mautmu.” ucapnya
dengan menampilkan senyum tipisnya. “Ayah… apa maksudnya? sepertinya aku pernah
melihatnya? kenapa kakinya tidak menyentuh tanah?” tanya Shasya kembali. “Ayahmu takkan
menjawab semuanya, ia takkan mampu.” timpal Nina, “Why?” tanya Shasya.

“Biarkan aku yang menjelaskan. Aku dulu adalah anak dari ayah dan ibumu, ups lebih tepatnya
ayah dan ibu angkatmu. Aku jatuh tersungkur ke dalam sumur saat usiaku 9 tahun, hidupku
berakhir di sana. Ibuku atau ibu angkatmu sangat menderita kehilanganku, sampai suatu saat
orangtuaku menemukanmu di panti asuhan, wajahmu begitu mirip dengan wajahku saat itu.
Sehingga orangtuaku mengadopsimu.” jelas Nina. “Ayah??? Itu benar??” tanya Shasya, mata
Shasya mulai menitikkan beberapa tetes air mata, sementara ayah Shasya hanya bisa
mengangguk. “Drama yang dramatis. Oh ya, kedatanganku kemari untuk membalaskan dendam
pada yang merebut semuanya dariku, Shasya, kau cukup ikut aku dan semua masalah akan
terselesaikan. Ayah dan ibu akan hidup bahagia, mereka takkan mengingat pernah
mengadopsimu. Bagaimana?” timpal Nina. Ayah Shasya menjawab “Akan kau apakan Shasya?”
tatap ayah Shasya pada Nina, “Aku hanya akan membuat serigala putihku memakannya sampai
habis. Its simple.” jawab Nina dengan tenang. “Tidak!” teriak ayah Shasya histeris.

Nina kembali berucap “Shasya, kau harusnya berterima kasih padaku, setelah semua yang aku
rencanakan, aku memberitahukan padamu rencanaku. Mungkin aku adalah seorang peri baik
hati yang membawa kematian!” Nina kembali menampakkan senyum manisnya itu. Ayah Shasya
mulai membuka mulut lagi “Tolong Shasya, jangan, tetap di sini. Setidaknya untuk ibumu.”
tangan ayah Shasya memegang tangan Shasya untuk memohon. “Daripada kau hidup tapi
merebut milik orang lain. Kalau aku jadi kau, aku akan memilih mati, setelah mengetahui ini
semua. Apalagi, selama ini kau dianggap sebagai pengganti orang lain, kau tak pernah diakui
sebagai anak kandung.” Nina mulai menghasut Shasya.

“Ayah… aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu selamanya, tapi aku juga tak akan mati.
Itu cukup adil untuk kalian berdua.” Shasya memalingkan pandangannya dan pergi mengemasi
barangnya, tak lama ia keluar dari kamar. “Terima kasih ayah, dan kakak Nina. Mungkin aku akan
kembali ke panti itu lagi.” ucap Shasya, lagi lagi airmata mulai mengalir.
“Venus!!!” teriak Nina, tak lama muncul seekor serigala putih. “Makan dia!!!” tangan Nina
menunjuk ke arah ayah Shasya, serigalanya dengan cepat segera berlari menuju ke arah ayah
Shasya. “Tunggu!!!” Shasya berbalik badan, ia berlari menuju ayahnya dan menghadang serigala
yang hendak memakan ayah Shasya. Pada akhirnya, Shasya yang tercabik cabik, darah
berceceran di mana mana. “Ay….ya..h…” ucap Shasya dengan tertatih tatih. “Shasya!!! Tidak
mungkin, ini pasti mimpi.” ayah Shasya sangat syok melihat putrinya berlumuran darah dan tak
bernyawa lagi.

“Drama hampir selesai. Terkadang untuk mencapai sesuatu yang bahagia, kita harus
mengorbankan hal yang kita sayang. Sekarang kau harus lupa, bahwa kau pernah mengadopsi
seorang anak perempuan, lupakan semuanya! Yang kau ingat adalah penyesalan bahwa kau
kehilangan anak perempuanmu bernama NINAMA PUTRI ANGGRAINI, dan kau tidak akan
dengar, lihat, ataupun tau sesuatu apapun tentang SHASYA AGNESTYA PUTRI.” Nina mengusap
mata ayahnya. Nina memetikkan jarinya membuat semua kembali normal, Nina menghilang
bersama serigala putihnya (Venus) dan jasad serta darah Shasya yang bercucuran.

Tak lama ayah Nina kembali tersadar, ia pergi ke rumah tetangga untuk menjemput istrinya. Saat
ayah Nina sampai di sana, justru istrinya sudah tergeletak lemas tak bernyawa.

Sepatu Kaca Yang Terlupakan

Cerpen Karangan: Syeehan Amara Bittaqwa


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

“Ul, kamu harus bisa menghargai orang. Kalau kamu ingin mempunyai sepatu, kamu harus
membantu orang dengan hati yang senang!” nasihat peri penolong, Kika, mendengar Ulla
mengungkapkan isi hatinya pada sepatu kaca yang ia lihat di mall pada siang hari. Ulla tampak
sangat sedih. Ia berjalan lemas melewati orang-orang yang berdesakan demi membeli sepatu
kaca yang berkilauan berwarna biru itu. Ulla menatapnya, lalu menggeleng. Aku miskin. Ibuku
hanyalah seorang penjual teh di mall ini. Ucapnya dalam hati. Ulla mengembuskan napas pasrah
akan kehidupannya yang kurang cukup.

“Ulla, pagi hari ini kamu harus senang membantu orang lain!” kata seseorang. Ya! Itu adalah Kika,
peri penolong. Peri penolong bisa memberikan sepatu itu dengan cara yang mudah, asal orang
itu berbuat baik meski hanya secuil kebaikan.
“Kika! Tapi .. aku malas hari ini.” Jawab Ulla. Raut wajah Kika tampak kecewa. “Kalau begitu, aku
tidak bisa memberimu sepatu kaca yang indah untukmu. Selamat tinggal, manusia pemalas!” Kika
pun terbang meninggalkan Ulla. “Kika!” panggil Ulla. Tetapi Kika sudah lenyap dari
pandangannya.

Ulla berpikir. Kalau aku mau membantu ibu berjualan teh pasti aku diberi sepatu kaca!
“Bu, biar Ulla saja yang berjualan di sini. Ibu istirahat saja dulu,” kata Ulla. Ibunya mengucapkan
terima kasih. Setelah beberapa hari Ulla membantu ibunya, Kika tak kunjung datang. Ulla semakin
sedih.

“Buat apa aku bersedih? Sepatu kaca bukanlah segala-galanya bagiku.” Ucap Ulla. Ulla pun tidak
mempedulikan apakah sepatu kaca itu akan ia dapatkan. Ulla kerap membantu ibunya berjualan
teh di mall sampai akhirnya impian membeli sepatu kaca terlupakan. Kini, Ulla yang dulu pemalas
sudah menjadi anak yang rajin dan pintar.

Besoknya, Ulla mempersiapkan buku-buku pelajarannya untuk menghadapi ulangan besok.


Tetapi ketika ada satu buku yang jatuh, Ulla melihat sepatu kaca berwarna biru muda berhiaskan
bunga lavender itu menjumpai kedua matanya. Ia bahkan tak percaya apa yang terjadi. Tiba-tiba
suatu suara terdengar.
“Ulla, terima kasih kamu telah menjadi anak yang pandai dan rajin. Semoga prestasi-prestasimu
itu membanggakan orangtuamu. Dan juga jangan lupa untuk selalu memberi tanpa
mengharapkan imbalan. Ini ada sedikit imbalan dariku. Semoga kamu mau menerimanya, Putri
Ulla!”

Ulla sangat senang. Sepatu kaca yang ia impikan sekarang ada di tangannya. Dalam hatinya ia
berucap, “Terima kasih Kika!”

Anda mungkin juga menyukai