Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEPRIBADIAN YANG PEKA


Oleh Linda Langingi
Abstrak
Kepribadian adalah gambaran cara seseorang bertingkah laku
terhadap lingkungan sekitarnya, yang terlihat dari kebiasaan berfikir, sikap
dan minat, serta pandangan hidupnya yang khas untuk mempunyai
keajegan.
Karena dalam kehidupan manusia sebagai individu ataupun makhluk
sosial, kepribadian senantiasa mengalami warna-warni kehidupan.Ada
kalanya senang, tentram, dan gembira. Akan tetapi pengalaman hidup
membuktikan bahwa manusia juga kadang-kadang mengalami hal-hal yang
pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya.Ini menunjukan bahwa manusia
mengalami dinamika kehidupan.
Oleh karena itu kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk
memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kita
harus memahami definisi kepribadian serta bagaiman kepribadian itu
terbentuk.Untuk itu kita membutuhkan teori-teori tingkah laku, teori
kepribadian agar gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian
setiap individu dapat dihindari.

A. PENGERTIAN
Istilah “kepribadian” (personality) sesungguhnya memiliki banyak
arti. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan teori,
penelitian, dan pengukurannya. Kiranya patut diakui bahwa di antara para
ahli psikologi belum ada kesepakatan tentang arti dan definisi kepribadian
itu. Boleh dikatakan, jumlah arti dan definisi adalah sebanyak ahli yang
mencoba menafsirkannya.
a. Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Kepribadian (personality) yaitu merujuk kepada bagaimana individu
tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya.
Pengertian kepribadian seperti ini mudah dimengerti dan karenanya juga
mudah dipergunakan. Tetapi sayangnya pengertian kepribadian yang
mudah dan luas dipergunakan ini lemah dan tidak bisa menerangkan arti
kepribadian yang sesungguhnya, sebab pengertian kepribadian tersebut
hanya menunjuk terbatas kepada ciri-ciri yang diamati saja, dan
mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung
kepada situasi keliling. Tambah pula, pengertian kepribadian semacam
itu lemah disebabkan oleh sifatnya yang evaluative (menilai).
Bagaimanapun, kepribadian itu pada dasarnya tidak bisa dinilai ‘baik’

1
atau ‘buruk’ (netral). Dan para ahli psikologi selalu berusaha
menghindarkan penilaian atas kepribadian.

b. Kepribadian menurut Psikologi


Pengertian kepribadian menurut disiplin ilmu psikologi bisa
diambil dari rumusan masalah beberapa teoritis kepribadian yang
terkemuka, diantaranya sbb :
 Browner menyatakan bahwa tingkah laku manusia adalah
gerak-gerik suatu badan sehingga kepribadian dapat dikatakan
corak gerak-gerik suatu badan manusia. Tingkah laku yang
disebut kepribadian bersifat sadar dan tidak sadar. Hal itu
dapat dilihat dari sudut diri manusia dan dari sudut
lingkungannya.
 George Kelly bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari
individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman
hidupnya.
 Gordon Allpornt merumuskan kepribadian adalah suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang
menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas.
 Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur
yang terdiri dari tiga sistem , yakni id, ego, dan superego. Dan
tingkah laku tidak lain merupakan hasil dari konflik dan
rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut.

B. Kepribadian Yang Peka


Kepribadian yang peka biasa juga di sebut dengan istilah
Highly Sensitive Person (HSP) yaitu merupakan sifat kepribadian yang
mengacu pada sensitivitas seseorang terhadap rangsangan fisik,
emosional, dan sosial yang lebih tinggi dibandingkan orang pada
umumnya. (Grimen & Diseth, 2016; Yano, Kase, & Oishi, 2019).
Sifat kepribadian ini pernah diteliti oleh Psikolog Elaine N
Aron di awal tahun 1990-an. Dalam penelitian tersebut menunjukkan
bahwa sebanyak 15 sampai 20 persen dari jumlah populasi manusia di
dunia memiliki sifat kepribadian HSP.
Perlu digarisbawahi juga, Highly Sensitive Person bukanlah
gangguan atau penyakit mental melainkan salah satu tipe kepribadian.
Penyebab munculnya kepribadian ini dapat dipengaruhi oleh dua faktor
yakni, genetik dan lingkungan.

2
Ciri atau Karakterstik Kepribadian Yang Peka
Kepribadian Yang Peka memiliki ciri-ciri yang dapat dilihat dari
luar. Sebagian dari ciri-cirinya bersifat positif yang bermanfaat, dan
sebagain lagi bersifat negatif yang harus dikendalikan. Berikut ciri-cirinya:
1. Mudah Stress dan Depresi
Karena memiliki kepekaan dan sensitivitas yang tinggi, HSP
seringkali kewalahan dalam mengontrol emosinya. Sehingga
HSP lebih rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti
stress dan depresi.
2. Merasakan Sesuatu secara Mendalam
Orang dengan kadar sensitivitas yang tinggi cenderung
memproses sesuatu dengan tingkatan yang lebih dalam.
Misalnya saat terjadi peristiwa tragis, seorang sensitif bisa
langsung menangis dan menyimpannya ke dalam pikiran dalam
waktu yang cukup lama.
3. Memiliki Empati yang Tinggi
Pribadi HSP memiliki kemampuan untuk merasakan emosi,
kebutuhan, dan kekhawatiran orang lain. Menurut sains, HSP
memiliki neuron cermin yang lebih aktif (neuron yang
mencerminkan gerakan orang lain) yang bertanggung jawab
untuk memahami emosi orang lain.
4. Sangat Peduli Dengan Detail
Orang yang berkepribadian HSP melihat sesuatu lebih mendetail
dibanding orang yang non-HSP. Karena terlalu peduli dengan
detail, sering kali orang dengan tipe kepribadian ini perfeksionis
dalam pekerjaannya.
5. Sulit Mengambil Keputusan
Seperti yang disampaikan pada poin di atas, bahwa seorang HSP
itu sangat mendetail dan perfeksionis, maka mereka jadi lebih
cenderung lebih lama dalam mengambil keputusan.
6. Bekerja Optimal dalam Tim
Karena orang sensitif sangat peka terhadap perasaan orang lain
dan seorang pemikir keras, maka mereka berpotensi untuk
memberikan kontribusi terbaik bekerja dalam tim.
Ciri-ciri di atas mencakup hal-hal yang mungkin dimiliki pada
Kepribadian Yang Peka . Masing-masing orang tidak sama
kecendrungannya, tergantung pada lingkungan sekitar yang
mempengaruhinya.
Hal-hal positif yang dimiliki seorang Kepribadian Yang Peka Bukan
hanya sifat baperan, tapi ada juga sisi positif dari orang yang berkepribadian

3
HSP. Mari kita lihat hal-hal positif yang dimiliki seorang Kepribadian Yang
Peka:
1. Peka dengan Perasaan Orang Lain
2. Penyayang
3. Tulus
4. Lebih Kreatif
5. Sangat Berempati
6. Lebih Teliti dan Beriorientasi pada Detail
7. Punya Passion yang Kuat
8. Berhati-hati saat Bertindak
Menjadi orang yang sangat sensitif akan memungkinan merasakan
banyak hal secara mendalam, baik positif maupun negatif. Kelola
kepribadian dengan baik, untuk menghindari stress dan efek berbahaya
lainnya.

Mengapa Kepekaan Dianggap Biasa Biasa Saja ?


Sering kali kepekaan dianggap biasa-biasa saja atau dengan kata lain
tidak begitu bermanfaat. Padahal, dari suatu kepedulian dan kepekaan kecil
sekali pun dapat membawa dampak positif terhadap lingkungan sekitar. Dan
di zaman sekarang ini, kepekaan dari lingkungan sudah begitu susah
dirasakan.
Lima alasan di bawah ini akan membantu kita mengetahui mengapa
harus peka terhadap sekitar.
1. Melatih kepribadian agar tidak bersifat individualis
Terkadang di zaman sekarang ini, manusia membiasakan dirinya
untuk menjadi pribadi yang individualis, artinya hanya mementingkan
dirinya sendiri, tidak peduli dengan keadaan sekitar, terlebih lingkup
lebih luas Padahal, manusia itu hakikatnya tidak akan pernah bisa
memenuhi kehidupannya dengan 'tangannya' saja, akan selalu
membutuhkan peran orang lain.
Di saat manusia menjadi sosok yang peka atau sensitif terhadap
sekitar, di sana lah individu melatih kepribadian menjadi manusia
sesungguhnya, makhluk sosial.
2. Mengasah kemampuan bersosial
Selain menjadikan hakikat manusia sesungguhnya, disana pula lah
kemampuan bersosial individu akan terasah. Tatkala individu sudah
terbiasa bersosial, beragam manfaatnya yang akan didapat memiliki
banyak teman, menambah pengetahuan dan wawasan, jaringan
semakin luas, dan menghasilkan sebuah inovasi yang bermanfaat.
3. Pendengaran dan penglihatan individu agar semakin tajam

4
Sering kali kepekaan dianggap biasa-biasa saja atau dengan kata lain
tidak begitu bermanfaat. Padahal, dari suatu kepedulian dan kepekaan
kecil sekali pun dapat membawa dampak positif terhadap lingkungan
sekitar. Dan di zaman sekarang ini, kepekaan dari lingkungan sudah
begitu susah dirasakan.
4. Kepekaan individu akan membawa dampak dan perubahan positif
Justru dari kepekaan yang kecil sekali pun, bisa membawa perubahan
yang besar untuk kehidupan. Contoh kecil saja, melihat sampah di
tengah jalan berserakan, sangat tidak elok dipandang bukan? Pribadi
yang peka, langsung bertindak untuk mengambilnya dan membuang
ke tempat yang semestinya.
Bukan hanya itu, dengan menjadi pribadi yang peka pun, tak hanya
soal tindakan saja, pikiran pun semakin kritis terhadap sekitar, terlebih
pada dirinya sendiri.
5. Senantiasa merasa lebih bahagia
Tatkala bisa membawa perubahan, sekecil apa pun itu, pastinya
perasaan akan merasa lebih bahagia dan tidak dihantui rasa bersalah
karena tidak menyumbang untuk membawa perubahan ke arah yang
lebih baik. Jangan anggap kepekaan sekecil apapun tidak bermanfaat
bagi sekitar, justru dari perasaan peka sekecil apapun membawa
dampak besar baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Tokoh Tokoh Dalam Alkitab Yang Memiliki Kepribadian Peka

Petrus
Simon Petrus, juga dikenal sebagai Kefas (Yohanes 1:42), adalah
salah satu pengikut pertama Yesus Kristus. Ia merupakan murid yang sangat
bersemangat dan lantang, juga salah satu kerabat terdekat Yesus, seorang
rasul, dan "sokoguru" gereja (Galatia 2:9). Petrus bersikap antusias, keras
kepala, impulsif, dan ada kalanya, kurang ajar. Petrus mempunyai banyak
keunggulan namun juga beberapa kelemahan. Meskipun demikian, Tuhan
yang memilih menggunakannya terus bekerja membentuk karakternya
menjadi yang Ia harapkan.
Simon Petrus berasal dari Betsaida (Yohanes 1:44) dan hidup di
Kapernaum (Markus 1:29), dua kota yang berada di pesisir Danau Galilea.
Ia berstatus menikah (1 Korintus 9:5; Markus 1:30), dan ia serta Yakobus
dan Yohanes merupakan mitra dalam usaha penangkapan ikan (Lukas 5:10).
Simon Petrus menemui Yesus setelah dikenalkan oleh Andreas, saudaranya,
yang mengikuti Yesus setelah mendengar Yohanes Pembaptis berkata
bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah (Yohanes 1:35-36). Andreas

5
kemudian langsung mencari saudaranya untuk memperkenalkan Yesus.
Ketika bertemu dengan Simon, Yesus memberinya nama yang baru: Kefas
(bahasa Aram) atau Petrus (Yunani), yang berarti "batu karang" (Yohanes
1:40-42). Beberapa waktu kemudian, secara resmi Yesus memanggil Petrus
supaya mengikuti-Nya, dan dalam proses itu, menghasilkan mujizat
penangkapan ikan (Lukas 5:1-11). Dengan serentak, Petrus meninggalkan
semuanya untuk mengikuti Tuhan (ayat 11).
Selama tiga tahun kemudian, Petrus hidup sebagai murid Tuhan
YEsus. Berbakat pemimpin, Petrus menjadi juru bicara kedua-belas murid
(Matius 15:15; 18:21; 19:27; Markus 11:21; Lukas 8:45; 12:41; Yohanes
6:6; 13:6-9,36). Lebih penting lagi, Petrus-lah yang pertama menyatakan
bahwa Yesus adalah "Mesias, Anak Allah yang hidup," sebuah fakta yang
Yesus kenali sebagai kebenaran yang diungkapkan oleh Allah (Matius
16:16-17).
Bersama Yakobus dan Yohanes, Petrus adalah bagian dari kelompok
murid Yesus yang paling dalam. Hanya mereka bertiga yang hadir ketika
Yesus membangkitkan putri Yairus (Markus 5:37) dan ketika Yesus
mengalami transfigurasi di atas gunung (Matius 17:1). Petrus dan Yohanes
diberi tugas khusus menyiapkan perjamuan Paskah yang terakhir (Lukas
22:8).
Dalam beberapa peristiwa, Petrus menunjukkan sikap terburu nafsu.
Sebagai contoh, ialah Petrus yang meninggalkan perahu untuk berjalan di
atas air mendatangi Yesus (Matius 14:28-29) – dan ketika pandangannya
beralih dari Yesus, ia mulai tenggelam (ayat 30). Ialah Petrus yang menarik
Yesus ke samping dan menegur Dia karena membicarakan kematian-Nya
(Matius 16:22) – dan sebaliknya ditegur oleh Tuhan (ayat 23). Ialah Petrus
yang menyarankan dibangun tiga tabernakel sebagai penghormatan kepada
Musa, Elia, dan Yesus (Matius 17:4) – dan ia juga terdiam ketakutan ketika
kemuliaan Allah menyelimutinya (ayat 5-6). Ialah Petrus yang
mengeluarkan pedangnya dan menyerang hamba imam agung (Yohanes
18:10) – dan langsung diperintah untuk menyarungkan senjatanya (ayat 11).
Ialah Petrus yang membual bahwa dirinya tidak mungkin meninggalkan
Tuhan, meskipun yang lainnya melarikan diri (Matius 26:33) – dan
kemudian ia menyangkal bahwa dirinya mengenal Tuhan sebanyak tiga kali
(ayat 70-74)
Di tengah pasang-surutnya iman Petrus, Tuhan Yesus terus berlaku
sebagai Tuhan yang mengasihinya dan Pembimbingnya yang setia. Yesus
meneguhkan Simon sebagai Petrus, sang "batu karang," di dalam Matius
16:18-19, dengan janji bahwa ia akan memegang peran kunci dalam
menetapkan Gereja Yesus. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menunjuk

6
Petrus secara khusus mendengar kabar baik (Markus 16:7). Dan,
mengulangi mujizat tangkapan ikan sekali lagi, Yesus menegaskan
pengampunan Petrus serta pengangkatannya kembali sebagai seorang rasul
(Yohanes 21:6, 15-17).

Paulus
Paulus lahir di Tarsus, kota makmur di provinsi Kilikia. Rasul Paulus adalah
seorang Yahudi Farisi yang juga mewarisi kewarganegaraan Romawi dari
ibunya.
Saulus, atau dalam nama Romawinya Paulus, hidup pada zaman Yesus.
Namun sejauh yang kita ketahui, mereka berdua tidak pernah bertemu
muka. Sebagai seorang pemuda, Ia adalah seorang Yahudi yang sangat
fanatik, murid terkasih dari rabbi terkemuka di Yerusalem.
Ketika Paulus beranjak dewasa, ia mulai menganiaya para pengikut Yesus
yang dianggapnya sebagai para penghujat Allah. Saulus mungkin bisa
disebut sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kematian Martir
pertama, Stefanus, dan atas penganiayaan terhadap jemaat pertama.
Di dalam kitab suci dijelaskan, suatu hari, Saulus sedang dalam perjalanan
ke Kota Damsyik untuk menangkap para pengikut Kristus. Tiba-tiba, suatu
sinar yang amat terang melingkupi dia. Ia jatuh rebah ke tanah dan menjadi
buta. Ia mendengar suatu suara yang berkata, “Saulus, Saulus, mengapakah
engkau menganiaya Aku?”. Saulus menjawab, “Siapakah Engkau, Tuhan?”.
Suara itu menjawab, “Akulah Yesus yang kau aniaya itu.”. Saulus amat
kaget dan bingung. Beberapa saat kemudian Ia bertanya, “Apa yang Engkau
ingin aku lakukan?”. Yesus memintanya untuk melanjutkan perjalanannya
ke Damsyik dan di sana akan dikatakan kepadanya apa yang harus
diperbuatnya.
Pada saat itulah, melalui kuasa Tuhan, Saulus menerima karunia percaya
kepada Yesus. Dalam keadaan lemah dan gementar, Saulus mengulurkan
tangannya untuk meminta pertolongan.
Teman-teman seperjalanannya menuntunnya memasuki kota Damsyik.
Sinar yang amat terang itu telah membutakan matanya untuk sementara
waktu. Setelah buta matanya, Ia benar-benar dapat “melihat” kebenaran.
Yesus telah datang secara pribadi kepadanya, berjumpa dengannya, dan
mengundangnya untuk bertobat. Saulus menjadi seorang murid yang amat
mengasihi Yesus.
Setelah Ia dibaptis, yang dipikirkannya hanyalah membantu orang-orang
lain untuk mengenal serta mencintai Yesus.

7
Musa
Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan dia berkuasa
dalam perkataan dan perbuatannya. Pada waktu dia berumur empat puluh
tahun, timbullah keinginan dalam hatinya untuk mengunjungi saudara-
saudaranya, yaitu orang-orang Israel,” (Kis. 7:22-23). Musa, yang tumbuh
besar dalam budaya dan didikan Mesir yang terunggul di segala bidang pada
masa itu, mulai sadar akan siapa dirinya. Meski segala atribut gemilang
yang melekat padanya itu seolah hanya perlu menunggu waktu untuk
membawanya ke titik puncak pencapaian, Musa tetap ingin kembali kepada
identitas aslinya: hidup sebagai bagian dari umat Tuhan. Dia tahu bahwa
kehidupan yang benar baginya bukan menikmati segala kenyamanan Mesir
itu, melainkan beribadah kepada Tuhan. Ibrani 11:24-26 mencatat
keputusan Musa selanjutnya, “Karena iman maka Musa, setelah dewasa,
menolak disebut anak puteri Firaun, karena dia lebih suka menderita
sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati
kesenangan dari dosa. Dia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai
kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab
pandangannya dia arahkan kepada upah.” Iman orang tuanya rupanya juga
terwariskan kepada Musa. Mungkin sekali, semasa kecil dalam pengasuhan
orang tuanya sendiri, Musa telah diajar mengenal Tuhan sehingga punya
iman akan Tuhan yang sejati yang dikenalnya itu. Itulah sebabnya Musa
tetap rindu untuk hidup beribadah kepada Tuhan dan mengikuti rencana
Tuhan. Mencoba meraih keinginannya untuk kembali hidup sebagai umat
Tuhan, Musa pun pergi mengunjungi lingkungan kehidupan orang-orang
Israel. Saat itulah, dia melihat orang Mesir sedang memukuli orang Israel.
Oleh empatinya yang bergolak dalam kemarahan sebagai sesama orang
Israel, dia berusaha menolong si orang Israel dengan memukuli si orang
Mesir sampai mati, lalu menyembunyikan mayatnya di tanah pasir. Pada
kunjungan Musa di hari berikutnya, dia melihat dua orang Israel berkelahi
dan berusaha melerai mereka karena mereka sesama saudara. Kali ini, kedua
orang Israel itu justru menolak peran Musa dan berkata, “Siapakah yang
mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah
engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh
orang Mesir itu?” (Kel. 2:13-14). Musa berusaha melakukan hal yang
menurutnya benar dan baik, tetapi hal itu tidak dilakukan dengan cara dan
waktu Tuhan yang tepat. “Pada sangkanya (Musa) saudara-saudaranya akan
mengerti, bahwa Allah memakai dia untuk menyelamatkan mereka, tetapi
mereka tidak mengerti,” (Kis. 7:24-26). Musa mengerti janji dan rencana
Tuhan atas dirinya, tetapi telanjur bertindak dengan pemahamannya sendiri.
Alhasil, karena ketakutan perbuatannya membunuh orang Mesir ketahuan,

8
Musa lari meninggalkan Mesir hingga hidup di padang gurun. Iman Musa
yang diwariskan dari orang tuanya dan terus dipupuknya membuat dia teguh
bertekad untuk hidup sebagai umat Tuhan. Meski caranya dan waktunya
tidak tepat, Musa dibawa Tuhan di dalam kelanjutan rencana-Nya.
Penyertaan Tuhan selama Musa hidup di padang gurun menjadi masa
pelatihan pribadi baginya untuk kelak memimpin bangsa Israel berjalan di
padang gurun selama 40 tahun. Betapa luar biasanya Tuhan di dalam
seluruh rencana-Nya! Oleh keputusan imannya, Musa kini memasuki
kehidupan yang baru dan makin mendekati penggenapan rencana Tuhan.
Teladan iman dari fase pertama kehidupan Musa ini patut untuk kita contoh.
Temukan janji dan rencana Tuhan atas hidup kita pula, lalu teruslah
berpegang teguh pada iman akan janji dan rencana Tuhan itu. Doakan dan
bertindaklah menurut cara dan waktu Tuhan, karena di luar cara dan waktu
Tuhan segala upaya kita tidak akan menghasilkan apa-apa. Carilah
pemahaman akan waktu dan cara Tuhan saja. Ini seperti yang dikatakan
Charles Swindoll, teolog dan penulis Kristen, “Jika Anda tidak
merendahkan diri Anda setiap hari di hadapan-Nya, mencari wajah-Nya,
peka terhadap waktu-Nya, bekerja di bawah pimpinan Roh, Anda dapat
mendorong dan menerobos serta memaksa jalan Anda sebelumnya ke
tempat di mana Allah menginginkan Anda berada, namun Anda tidak akan
pernah sampai pada waktu-Nya,” (Charles R. Swindoll, Musa, Cipta Olah
Pustaka – Bandung, hal. 71). Kita tidak perlu membantu Tuhan agar
menggenapi janji-Nya. Dia memiliki cara dan waktu yang terbaik untuk
bertindak menggenapi janji itu. Yang kita perlu lakukan hanyalah
bersepakat serta mengikuti cara dan waktu Tuhan. Artikel berikutnya akan
membahas bagaimana Musa kemudian mengikuti cara dan waktu Tuhan
atas dirinya.

Abraham
Kita dapat menyaksikan ia berubah dari seorang laki-laki yang tidak cukup
iman untuk mempercayai Allah atas keperluan akan makanannya, menjadi
hamba Allah yang teguh kepercayaannya yang seperti dinyatakan Roh
Kudus dalam Ibrani 11:19, mempercayai Allah secara mutlak sehingga ia
berharap penuh kepada Allah.
Alkitab mencatat bagaimana imannya yang luar biasa, dimana tidak hanya
ketakutan dan keragu-raguan Abraham terhadap perintah Allah diubahkan
menjadi keberanian dan keyakinan yang teguh akan janji Allah dengan
ketaatannya mempersembahkan Ishak.
Dengan demikian, akan terlihat inilah kepribadian seorang murid Kristus
sejati yang tidak perlu mengikuti rumusan manusia tentang tingkah laku

9
tetapi yang mendasarkan ekspresi hidupnya berdasarkan pada prinsip-
prinsip kebenaran Firman Tuhan. Jadi se-negatif apapun kita digambarkan
melalui kepribadiab itu kita tetap mampu diubahkan dan dipakai menjadi
alat Tuhan yang luar biasa
Jangan anggap si peka sebagai sosok yang overacting atau so' peduli, justru
dari 'peka' lah suatu hasil yang di dapat membawa pengaruh besar. Apakah
kita punya alasan lain mengapa harus peka terhadap apa yang kita dengan
dan kamu lihat?

Yeremia
Yeremia adalah seorang nabi yang dipakai Tuhan di masa-masa
sulitnya kehidupan bangsa Israel. Firman Allah datang kepada Yeremia
ketika ia masih ditawan raja Zedekia dan Yerusalem masih dikepung oleh
bangsa Babel.
Dalam situasi seperti itu, kondisi hati/ perasaan Yeremia yang sangat
bergumul, karena Allah memberitahukan tentang penderitaan yang akan
dialami oleh bangsa Yehuda dan mereka tidak mungkin terlepas dari
cengkraman dan keganasan bangsa Babel.
Yeremia sangat peka dengan kehendak Tuhan. Yeremia 33 : 3
Bagaimana Allah memerintahkan Yeremia untuk berdoa dan memohon
kepada Allah menyatakan kehendakNya yang lebih besar kepada Yeremia.
Kepekaan Yeremia melakukan apa yang diperintahkan Tuhan itu memang
tidak dituliskan, akan tetapi indikator yang menunjuk bahwa perintah Tuhan
itu dilakukan oleh Yeremia, ketika ayat selanjutnya dituliskan bahwa Allah
memberitahukan kepada Yeremia tentang apa yang akan terjadi kepada
Yehuda.

KESIMPULAN
Kepribadian (personality) yaitu merujuk kepada bagaimana individu
tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya.
Kepribadian yang peka biasa juga di sebut dengan istilah Highly
Sensitive Person (HSP) yaitu merupakan sifat kepribadian yang mengacu
pada sensitivitas seseorang terhadap rangsangan fisik, emosional, dan sosial
yang lebih tinggi dibandingkan orang pada umumnya.

10

Anda mungkin juga menyukai