Anda di halaman 1dari 32

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.

K Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan

Andriyansyhah
andriyansyha15@gmail.com

BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngya
dengan nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang
tergangangu maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta dengan
konseling. Upaya terbesar untuk penangan penyakit gangguan jiwa terletak
pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah bentuk
dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia
(Pitayanti, & Hartono, 2020). Privalensi skizofrenia berdasarkan Provinsi
Bali berada di peringkat ketiga kasus gangguan jiwa terbanyak setelah
Provinsi Yogyakarta dan Aceh dengan prevalensi 2,3 per mil. Sedangkan, di
Provinsi Bali pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 3% dari 4 juta jumlah
Provinsi Bali berada di peringkat ketiga kasus gangguan jiwa terbanyak
setelah Provinsi Yogyakarta dan Aceh dengan prevalensi 2,3 per mil.
Sedangkan, di Sumatera Utara berada pada anggka 6,3 per mil
(Kemenkes, 2018).

Pada penanganan masalah gangguan jiwa terdapat diagnosa keperawatan


yaitu resiko perilaku kekerasan (RPK). Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang
lain. Penatalaksanaan pasien dengan resiko perilaku kekerasan juga
banyak dikaji keakuratanya. Salah satu keabnormalan pasien RPK juga
dapat dibantu proses penyembuhanya dengan terapi musik. Menurut
hasil riset penelitian (Aprini & Prasetya 2018).
Tanda dan gejala yang timbul akibat skizofrenia berupa gejala positif dan
negatif seperti perilaku kekerasan. Risiko perilaku kekerasan merupakan
salah satu respon marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman,
mencederai diri sendiri maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah
meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, marah, mudah
tersinggung, mengamuk dan bisa mencederai diri sendiri. Perubahan pada
fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga perilaku dan sosial hingga
menyebabkan risiko perilaku kekerasan. Berdasarkan data tahun 2017
dengan risiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang
menunjukkan risiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede, Siregar
& Hulu, 2020).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap streesor yang


dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat menimbulkan kerugian baik
kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Seseorang yang
mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan perilaku
seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah,
intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada
suara tinggi dan bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang
mengalami risiko perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya
penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang serta gelisah (Pardede, Siregar & Halawa, 2020).

Risiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain. Risiko perilaku
kekerasan adalah beresiko memebahayakan secara fisik, emosi adn atau
seksual pada diri sendiri ataupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah
kemarahan yang diekspreikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara
verbal sampai dengan mencederai orang lain dan atau lingkungan (Azis,
Sukamto & Hidayat, 2018).

Survei awal pada pembuatan askep pada skizofrenia ini dilakukan di


Yayasan Pemenag Jiwa Sumatera dengan jumlah pasien 70 orang tetapi
yang menjadi subjek di dalam pembuatan askep ini berjumlah 1 orang
dengan pasien risiko perilaku kekerasan atas nama inisial Tn. K,
Penyebabnya Tn. K. di jadikan sebagai subjek dikarenakan pasien belum
bisa mengatasi emosinya selain meminum obat. Maka tujuan asuhan
keperawatan yang akan di lakukan ialah untuk mengajarkan standar
pelaksaan risiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan pada saat Tn. K.
mengalami ke amukan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan pada latar belakang maka


rumusan masalah dalam askep ini yaitu Asuhan Keperawatan Risiko
Perilaku Kekerasan Tn. K. di Yasasan pemenang Jiwa Sumatera.

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara
holistik dan komprehensif kepada Tn. K. dengan gangguan risiko
perilaku kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan gejala,
etiologi, penatalaksanaan medis dan keperawatan risiko
perilaku kekerasan.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. K dengan
gangguan risiko perilaku kekerasan.
c. Mahasiswa mampu melakukan menegakkan diagnosa pada Tn.
K.dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan pada
Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. K dengan
gangguan risiko perilaku kekerasan.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada
Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.

1.4. Manfaat
1. Responden

Diharapkan tindakan yang telah di ajakarkan dapat di terapkan secara


mandiri untuk mengontrol emosi dan untuk mendukung kelangsungan
kesehatan pasien.

2. Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

Diharapkan dapat menjadi acuan dalam menanganin atau dalam


memberikan pelayanan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
perilaku kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Risiko Perilaku Kekerasan

2.1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari kemarahan,


hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan
tidak berharga, takut,dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu
akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan oran lain
(Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang


dihadapi oleh seseorang yang dihadapi oleh seeorang yang di
tunjukan dengan perilaku kekerasan baik pada diri sediri maupun
orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non-verbal.
Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa amuk, bermusuhan
yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun kata-kata (Kio,
Wardana & Arimbawa, 2020). Perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain (Kandar &Iswanti, 2019).

2.1.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan meliputi: Fisik :Mata melotot


atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah, dan tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal : mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri
atau orang lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif. Emosi :
tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut, Intelektual : Mendominasi, cerewet,
kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-
kata bernada sarkasme. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri
benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
dan sindiran. Perhatian : bolos, melarikan diri, (Hasannah, 2019).

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan


keperawatan jiwa dengan masalah risiko perilaku kekerasan, ialah
Subjektif : Mengungkapkan perasaan kesal atau marah., keinginan
untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka
membentak dan menyerang orang lain. Objektif : Mata
melotot/pandangn tajam, tangan mengepal dan rahang mengatup,
wajah memerah.postur tubuh kaku.mengancam dan mengumpat
dengan kata-kata kotor. suara keras.bicara kasar, ketus menyerang
orang lain dan melukai diri sendiri/orang lain. merusak lingkungan.
amuk/agresif (Pardede, 2020).

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor


tetapi termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan,
biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti
gangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya
diri, risiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan,
isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).

Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia


meliputi biologis, psikologis, dan sosialkultural, dimana faktor
biologis yang mendukung terjadinya skizofrenia adalah genenitk,
neuroanotomi, neurokimia, dan imunovirologi. Faktor presipitasi
merupakan faktor stressor yang menjadikan klien mengalami
sikizofrenia yang terdiri dari faktor biologi, psikologi, dan
sosiokultural yang mampu menyebabkan risiko perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah (Pardede, 2014).
Penyebab pasien berisiko untuk melakukan perilaku kekerasan
disebabkan oleh cemas secara terus menerus, untuk itu dibutuhkan
strategi preventif untuk mencegah perilaku kekerasan yang salah
satunya adalah dengan melakukan teknik relaksasi (Pardede,
Simanjuntak & Laia, 2020). Faktor presipitasi dan faktor
predisposisi menurut (Kandar &Iswanti, 2019)

1. Faktor Prediposisi
a. Faktor genetik ini menunjukkan bahwa faktor genetik
tidak mempengaruhi partisipan mengalami perilaku
kekerasan (RPK). Berdasarkan hasil wawancara
bersama pasien RPK
b. Faktor psikologis
Faktor psikoligis yang mempengaruhui partisipan mengalami
Perilaku kekerasan antara lain
1.) Kepribadian yang tertup
Partisipan mengungkapkan bahwa memili kepribadian
yang tertup, kepribadian yang tertup yang tidak pernah
mengungkapkan atau yang menceritakan atau
menceritakan permasalahannya.
2.) Kehilangan
Partisipan merupakan bahwa persaan kehilangan yang
mendalam yang di alami oleh partisapan. Seperti
kehilangan pekerjaan.orang yang di cintai.

3.) Aniaya seksual


Berdasarkan hasil wawancara partisipan mengungkapkan
bahwa aniaya seksual menyebabkan pasien mengalami
risiko perilaku kekerasan.
4.) Kekerasan dalam keluarga. Berdasarkan hasil partisipan
wawancara mengungkapkan bahwa partisipan pernah
mengalami kekerasan dalam keluarga.
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien mengalami Resiko
Perilaku, kekerasan.pasiean mengungkapkan bahwa penyebab
putus obat, disebabkan berbagai faktor,seperti efek samping
obat yang membuat pasien pusing, tidak ada yang mengigatkan
untuk kontrol dan minum obat serta keinginan untuk tidak
mengkonsumsi obat lagi.
b. Faktor psikologis
Konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami Resiko
Perilaku Kekerasan .
c. Faktor sosial budaya
Partisipan mengungkapkan bahwa konfilik lingkungan yang
menjadi stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan
jiwa ketidak hormonisan membuat diri igin marah dan
berbicara dengan kasar.

2.1.4 Penatalaksanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan generalis pada klien perilaku kekerasan


dilakukan dalam 4 macam strategi pelaksanaan (SP) yaitu:
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik yaitu tarik nafas
dalam dan pukul kasur bantal, mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara minum obat secara teratur, mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal yaitu: menceritakan perilaku
kekerasan, bicara baik (meminta, menolak dan mengungkapkan
perasaan), mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spritual, pada
setiap pertemuan klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih
untuk mengatasi masalah kedalam jadwal kegaiatan harian (Keliat,
2019). Mengajarkan stimulasi persepsi perilaku kekerasan
berdasarkan standar pelaksanaan untuk mengenal penyebab perilaku
kekerasan dengan latihan fisik seperti : Tarik nafas dalam dan pukul
kasur bantal, meminum obat dengan teratur, berbicara secara baik-
baik seperti meminta sesuatu dan mengajarkan spritual sesuai
kepercayaan pasien (Pardede & Laia, 2020).

2.2 Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pangkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada


pasien dan keluarga. Pada saat di lakukan pengkajian, didapatkan
respon perilaku pasien. Menurut Stuar & Larasia Perilaku kekerasan
didefinisikan sebagai bagian dari rentang respon marah yang paling
maladaftif, yautu amuk, Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon terhadap ansictas (Sutejo 2017). Berikut adalah
rentang respon perilaku kekerasan :

Asetif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau
terhambat.

Pasif : Respon lanjut dimana pasien tidak mampu mengungkapkan


Perasaannya.

Agresif : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.

Selain melihat respon perilaku melului tingkah laku pasien,pada


pengkajian perlu juga untuk melihat penyebab terjadinya perilaku
kekerasan yang dilukakan pasien. Penyebab terjadinya Perilaku
Kekerasan dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep steres
adaptasi Sturuat yang meliputi faktor predisposisi dan faktor
presipitasi Faktor yang memicu adanya masalah. ( Nurhalimah, 2016 )

a. Faktor Predisposisi

Hal yang dikaji dapat mempengaruhui terjadinya perilaku


kekerasan meliputi

1. Faktor Bioligis
Hal-hal yang dikaji faktor biologis meliputi adanya faktor
herrediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanya
riwayat penyakit atau trauma kepala,dan riwayat pengguna
NAPZA (nakotika psikotropika,dan zat adiktif lainnya).
Faktor-Faktor tersebut masi ada teori-teori yang menjelaskan
tiap faktor (Sutejo, 2017).

a. Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)

Teori menyatakan bahwa perilaku,kekerasan disebabkan


oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

b. Teori psikomatik ((Psycomatic theor)

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi


terhadap stimulus eskternal maupun internal. Sehingga
sistem limbik memiliki peran sebagai pusat untuk
mengekspresikan mauun menghambat rasa marah.

2. Faktor psikolgi

a. Frustation aggresion theory. Menerjemahkan bahwa bila


usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek. Hal ini dapat terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. keadaan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.

b. Teori Perilaku (Behaviororal theory). Kemarahan


merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima saat melakukan kesalahan
sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar
rumah.

c. Teori Eksistensi (Existential theory). Salah satu kebutuhan


dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila
kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.

3. Faktor Sosial Budaya. Teori lingkungan sosial (social


environment theory) menyatakan bahwa lingkungan sosial
sangat mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung melalui proses sosialisasi (Social learning
theo).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada seiap individu bersifat


unik, berbeda satu orang dengan yang lain. Faktor ini
berhubungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan perilaku
kekerasan bagi setiap individu. Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang berasal dari dalam maupun dari luar individu.\

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Dari data yang didapat pasien mengalami diagnosa keperawatan


yaitu terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman. Amuk merupakan respon kemarahan
yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Yusuf,
Rizky dan Hanik, 2015).

2.2.3 Perencana Keperawatan

1. Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling


percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah :

a. Mengucapkan salam terapeutik.


b. Berjabat tangan.
c. Menjelaskan tujuan interaksi.
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien.
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu :
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis.
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual.
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual.
3. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah, yaitu secara verbal terhadap :
a. Orang lain.
b. Diri sendiri. Diri sendiri.
c. Lingkungan
d. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
e. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan secara :
a) Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam.
b) Verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya.
c) Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien.
d) Obat
4. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.
b. Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
5. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal :
a. Latih mengungkap rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik.
2.2.4 Implementasi Keperawatan

Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan


kepada pasien dengan risiko perilaku kekerasan, selanjutnya adalah
menerapkan rencana tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi
setiap selesai pemberian implementasi.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan
berhasil apabila pasien dapat :
a. Menyebutkan penyebab, tanda, dan gejala perilaku kekerasan
dan akibat dari perilaku kekerasan.
b. Mengontrol perilaku kekerasan :
a) Fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur.
b) Sosial/verbal : meminta, menolak, mengungkapkan
perasaan secara sopan dan baik.
c) Spiritual : dzikir/berdoa, meditasi berdasarkan agama yang
dianut.
d) Psikofarmaka : rutin mengkonsumsi obat, tidak putus obat,
mampu mengenal obat sendiri dari warna, bentuk, nama,
dosis.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien

Inisial : Tn. K
Alamat : Jln. Anggrek Simpang selanyan no 76
Tanggal Pengkajian : 25 Februari 2021
Umur : 42 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Tidak Menikah
Infoment : Status pasien dan komunikasi dengan pasien

3.2 Keluhan Utama


Pasien mengatakan mengeluh karna tidak suka meminum obat di karenakan
tidak sembuh-sembuh dari semenjak masuk ke yayasan hingga saat ini.
Pasien mengatakan suka marah-mara jika diberikan obat disebabkan karena
penyakit. Klien tidak sembuh. Klien juga mengatakan jika tidak di awasi
untuk minum obat maka obatnya dibuangnya, karane klien tidak percaya
jika minum obat akan menyembuhkannya di sebabkan pasien mengatakan
bahwa pasien percaya hanya Tuhanlah yang dapat menyembuhkan
penyakitnya.

3.3 Faktor Predisposisi


Pasien mengatakan belum pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya.Pasien sebelumnya belum pernah minum obat,Pasien di antar
oleh kaka nya ke pemengan jiwa dengan alasan telah memukuli orang
tuanya dan kakanya

3.4 Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien tidak memiliki
pemeriksaan fisik, didapat hasil
TD : 120/80 mmHg
N : 83x/Menit
S : 36,50C
RR : 20x/Menit
TB : 162 cm
BB : 60 Kg

3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Pasein merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara, pasien memiliki 1 orang


abang, 1 orang kakak, dan 2 orang adik laki-laki,1 orang adik perempuan
dimana semua sudah berkeluarga, ayahnya telah meninggal dunia dan
ibunya masih hidup.

Ket :

Laki-Laki Pasien Pasien


Perempuan Meninggal Dunia
Meninggal Dunia
Tinggal Bersama Keluarga
Pasien Tinggal di Yayasan Kemenagan Jiwa
Jelaskan : Pasien tinggal di Yayasan Pemenang Jiwa sudah
2 tahun dengan alasan keluarga mengantar karena
melakukan perilaku kekerasan di rumah.

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan


3.5.2 Konsep Diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan menyukai seluruh
tubuhnya dan tidak ada yang cacat.

b. Identitas : Pasien mengatakan hanya lulusan SMA

c. Peran : Pasien mengatakan anak ketiga dari enam


bersaudara.

d. Ideal diri : Pasien mengatakan menyadari sakitnya dan


ingin cepat sembuh.

e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa dirinya di buang


oleh keluarga dan ibunya pilih kasih terhadap
anak-anaknya.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.

3.5.3 Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti :

Pasien mengatakan bahwa keluarganya adalah orang yang


sangat berarti baginya terutama ibunya, pasien juga
mengatakan menyesal telah memukul ibunya,adiknya

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :

Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di masyarakat


tetapi mengikuti kegiatan kelompok seperti beribadah bersama
di dalam Yayasan,jalan santai

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Pasien mengatakan susah berinteraksi di luar lingkungan


yayasan karena diawasi sangat ketat. Tetapi untuk berinteraksi
di dalam yayasan pasien mengatakan tidak memiliki hambatan.
3.5.4 Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan : Pasien beragama kristen protestan dan


yakin dengan agamanya.

b. Kegiatan Ibadah : Selama dirawat di yayasan pemenang


jiwa pasien selalu ikut beribadah
terjadwal setiap harinya.

3.5.5 Status Mental


a. Penampilan
Penampilan pasien rapi seperti berpakain biasa pada umumnya
b. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat, tangan mengepal
Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
c. Aktivitas motorik
Pasien mengatakan bisa melakukan aktifitas sehari-hari
d. Alam perasaan.
Pasien tidak mampu megespresikan perasaan sesuai kondisi
Pada saat emosi
Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
e. Afe
Pasien merespon saat di panggil tetapi pandangan tajam.
Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
f. Interaksi selama wawancara.
Selama diwawancara pasien bersifat koperatif.
g. Persepsi
Pasien mengatakan sekali-kali mendengarkan suara yang
Memicu amarahnya dan igin memukul orang yang di
Sekitarnya.
Masalah Keperawatan ; Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi
h. Proses Pikir
Pasien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat
Merespon umpan balik dan dapat mengulang hal penting yang
Disampaikan perawat
i. Isi pikir
Pasien mengatakan rindu kepada keluanganya dan igin
Sengera pulang
J. Tingkat Kesadaran
Pasien tidak mengalami gangguan orientasi,pasien mengenali
Waktu,orang dan tempat
k. Memori
Pasien mampu mengigat kejadian-kejadian saat melakukan
pemukulan kepada ibunya dan adiknya
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung pasien mampu menjawab
pertanyaan dan hitungan sederhan.
m. Kempuan Penilain Pasien dapat membedakan tempat yang
kotor dan bersih
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa,
namun mengingkarinya.
Masalah Keperawatan ; Harga Diri Rendah

3.6 Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan,Minum,BAB/BAK. Pasien dapat mengambil makan dan


minum dan dapat kekamar. Mandi untuk BAB/BAK.
2. Mandi,Berpakain/Berhias. Pasien mengatakan dapat mandi dan
berpakain secara mandiri.
3. Istrahat dan tidur. Tidur siang 13.00 wib s/d 16.00 wib, tidur malam
22.00 wib s/d 05.00 wib,Kegiatan sebelum /sesudah ;Beribadah.
3.7 Mekanisme Koping

Pasien mengatakan jika pada saat emosi selalu menumbuk beton kamarnya.

3.8 Masalah Koping

Pasien mengatakan dukungan pesikososial dan lingkungan di yayasan


sangat baik.

3.9 Pengetahuan Kurang Tentang

Pasien mengatakan jika emosi akan mempiaskan pada dinding kamar.


Masalah Keperawatan ; Risiko Perilaku Kekerasan.

3.10 Aspek Medis

Diagnosa Medik : a. Risiko Perilaku Kekerasan

b Perilaku Kekerasan

Terapi Medik : 1. Pemberian obat kepada pasien secara teratur

a. Resperidon (RSP) tablet 2 mg 2x1

3.11 Analisa Data

Masalah
No Identifikasi Data
Keperawatan
1. Ds : Risiko
Perilaku
Pasien mengatakan bahwa alasan adiknya mengantarnya ke Kekerasan
Yayasan pemenang jiwa karena sudah memukul ibu dan
adiknya, higga saat ini belum di jemput untuk pulang oleh
keluarganya. Pasien Juga mengatakan mungkin keluarganya
masih takut kepadanya.
Pasien mengatakan merasa marah den jengkel apabila
keiginannya tidak terpenuhui
Do :
Mata klien tanpak tajam seperti menunjukkan bermusuhan
Raut wajah tegang
2. Ds : Halusinasi
Pendengaran
Pasein mengatakan sekali-kali mendengarkan suara-suara
yang membuatnya dapat emosi untuk memukul orang yang
tidak dia senangi.dan memukul dinding di kamar
Do :
- pasien sering brbicara sendiri,sering senyum-
- Senyum sendiri
- Pasien tampak gelisa dan mulut komat kamit
- Tanpa suara
3. Ds : Harga Diri
Rendah
Pasien mengatakan igin menikah tapi merasa minder karena
umur nya 42 tahun
Pasien megatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa,
namun pasien menggikarinya.
Do :
Pasien terkadang duduk sendiri
Pasien tampak tidak berdaya.

3.12 Daftar Masalah Keperawatan


1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Halusinasi Pendengaran.
3. Harga Diri Rendah.

3.13 Pohon Masalah

Risiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi

Gangguan Konsep Diri

3.14 Diagnosa Prioritas


1. Risiko Perilaku Kekerasan

3.15 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Risiko Pasien dapat 1.ketika di evaluasi 1. Membina hubungan
Perilaku membina pasien mampu saling percaya dengan
Kekerasan. hubungan membalas salam, cara menjelaskan
saling percaya. tersenyum, ada maksud dan tujuan
kontak mata serta interaksi, jelaskan
menyediakan waktu tentang kontrak yang
untuk kunjungan akan di buat, beri rasa
berikutnya. aman dan sikap empati.
2.bersedia 2. Diskusi bersama pasien
menceritakan tentang perilaku
perasaannya kekerasan, penyebab,
tanda dan gejala
perilaku yang muncul
dan akibat dari perilaku
tersebut.
Pasien dapat Pasien mampu Sp1 :
mengendalikan menyebutan dan Latihan Melakukan cara
mengendalikan menrekomendasikan mengontrol amarah :
perilaku cara mengontrol a. Anjurkan teknik
kekerasan perilaku kekerasan relaksasi nafas dalam.
dengan cara dengan cara b. Pukul bantal.
relaksi nafas relaksasi nafas
dalam dan dalam dan pukul
pukul bantal.
bantal/kasur.
Pasien dapat Pasien mampu Sp2 :
mengendalikan mengendalikan a. Bantu pasien
perilaku perilaku kekerasan mengotrol perilaku
kekerasan dengan minum obat kekerasan dengan
dengan minum Risperidon (RSP) minum obar secara
obat secara dengan teratur. teratu 2x1 hari.
teratur.
Pasien paham Pasien paham dan Sp3 :
dan mampu mampu Bantu pasien mengontrol
mengendalikan menyampaikan risiko perilaku kekerasan
risiko perilaku amarah dengan cara dengan menganjurkan
kekerasan berbicara dengan pasien berbicara yang baik
dengan cara baik. bila sedang marah, dengan
berbicara tiga cara :
dengan baik. b. Meminta sesuatu
dengan baik tanpa
marah.
c. Menolak sesuatu
dengan baik.
Mengungkapkan perasaan
kesal.
Pasien paham Pasien paham dan Sp4 :
dan mampu mamu Pasien risiko perilaku
mengendalikan mengendalikan kekerasan : Diskusikan
risiko perilaku risiko perilaku bersama pasien cara
kekerasan kekerasan dengna mengendalikan perilaku
dengan cara cara beribadah kekerasan dengan cara
mempraktikan sesuai agama yang beribadah.
cara spritual. di anut pasien.

3.14 Implementasi dan Evaluasi


Hari/ Implementasi Evaluasi
Tgl
Kamis, 1. Data : S : Antusias dan Bersemangat
26 feb Tanda dan gejala : mudah marah- dalam menjawab pertanyaan yang
2021. marah, mudah tersinggung, di ajukan oleh perawat dan
10.30 tatapan sinis, suka menyendiri mampu mengulangi tindakan
Wib. merasa tidak di hargai. yang telah di ajarkan.

2. Diagnosa Keperawatan O:
a. Risiko perilaku kekerasan. - Pasien mampu melakukan
b. Perilaku kekerasan. latihan tarik nafas dalam
dengan mandiri.
3. Tindakan Perilaku Kekerasan - Pasien mampu pukul bantal
Sp1 : Risiko perilaku kekerasan. dengan mandiri.
- Mengidentifikasi penyebab
reisko perilaku kekerasan yaitu A : Risiko perilaku kekerasan (+).
jika memauan klien tidak
diturutin. P : Latihan fisik :
- Mengidentifikasi tanda dan - Tarik nafas dalam 1x/hari.
gejala risiko perilaku kekerasan - Pukul kasur bantal 1x/hari.
yaitu pasien marah, mengamuk
tanpa alasan yang jelas, merusak
barang-barang dan cenderung
melukai orang lain.
- Menyebutkan cara mengontrol
risiko perilaku kekerasan
dengan latihan fisik : Tarik
nafas dalam dan pukul bantal
kasur.
- Membantu pasien latihan tarik
nafas dalam dan pukul bantal.

4. RTL :
Sp2 : Risiko perilaku kekerasan.
- Mengontrol risiko perilaku
kekerasan dengan minum obat
secara teratur.
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Komunikasi secara verbal :
Asertif/Bicara baik-baik
Jumat, 1. Data : S : Pasien mengatakan merasa
27 feb Tanda dan gejala : mudah marah- senang telah mampu
2021. marah, mudah tersinggung, mengontrol emosinya setelah
11.30 tatapan sinis, merasa tidak perawat menjelaskan bangai
Wib. dihargai. mana cara mengontrol emosi
Kemampuan bermain alat musik dan guan minum obat secara
gitar. teratur

2. Diagnosa keperawatan O:
- Risiko perilaku kekerasan - Pasien mampu melakukan
- Perilaku kekerasan tarik nafas dalam dengan
mandiri.
3. Tindakan keperawatan - Pasien mampu pukul bantas
Sp2 : Risiko Perilaku Kekerasan. secara mandiri.
a. Mengevaluasi kemampuan - Pasien mampu mengontrol
pasien tarik nafas dalam dan amarah dengan minum obat
pukul kasur secara teratur dengan bantuan
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan. pengawas yayasan.
a. Minum obat - Pasien mampu melakukan
b. Komunikasi secara verbal : komunikasi secara verbal :
asertif/bicara baik-baik. asertif/bicara baik-baik dengan
4. RTL : motivasi.
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Spritual : Beribadah. A : Risiko Perilaku Kekerasan (+).
P :
- Latihan tarik nafas dalam
1x/hari.
- Latihan pukul bantal 1x/hari.
- Berobat
- Pasien melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara
baik-baik.

Sabtu, 1. Data : S : Senang.


28 feb Tanda dan gejala : mudah marah-
2021. marah, mudah tersinggung, O :
10.00 tatapan sinis, merasa tidak - Pasien mampu melaksanakan
Wib. dihargai. Kemampuan yang kegiatan ibadah dengan baik,
dimiliki bermain alat musik gitar. misalnya berdoa dan mengikuti
kegiatan ibadah di dalam
2. Diagnosa Keperawatan yayasan.
- Risiko perilaku kekerasan.
- Perilaku kekerasan. A : Perilaku Kekerasan (+).

3. Tindakan Keperawatan. P:
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan. - Latihan tarik nafas dalam
- Mengevaluasi kemampuan dan pukul kasur bantal
pasien dalam tarik nafas 2x/hari.
dalam dan pukul bantal kasur, - Berobat.
minum obat secara teratur dan - Latihan melakukan
berbicara baik-baik. komunikasi secara verbal :
- Melatih pasien untuk asertif/bicara baik-baik.
melakukan kegiatan spritual - Latihan pasien untuk
yang sudah diatur. melaksakan kegiatan
RTL : beribada seperti berdoa.
Risiko perilaku kekerasan : Follow
up dan evaluasi Sp 1-4 Risiko
Perilaku Kekerasan.
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah mahasiwa melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn. K dengan


Risiko Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa
Sumatera, maka mahasiswa pada BAB ini akan membahas kesenjangan antara
teoritis dan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan prosess
keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evalusi.

4.1 Tahap Pengkajian

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu


dari pasien dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan
dalam mmenyimpulkan data kerena keluarga pasien jarang mengkunjungi
pasien di yayasan pemenang jiwa. Maka mahasiwa melakukan pendekatan
pada pasien melalui komunikasi terapautik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi
kepada pasien. Adapau upaya tersebut yaiut :

a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada


pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan
perasaan.

b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak


menemukan kesenjangan karena di temukan hal sama seperti diteori
bahwasanya Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
kemarahan, hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku
kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya
perasaan tidak berharga, takut,dan ditolak oleh lingkungan sehingga
individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan oran lain
(Pardede, Keliat & Yulia, 2015).
4.2 Tahap Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan lebih di kenal dengan asuhan


keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan mahasiswa hanya
menyusun rencan tindakan keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan dan
Perilaku Kekerasan. Pada tahap ini antara tinjauan teroritis dan tinjauan
kasus tidak ada kesenjangan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan
tindakan seobtimal mungkin di dukung dengan seringnya bimbingan dengan
pembimbing. Secara teoritis digunakan secara strategi pertemua sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya
yang digunakan mahasiswa ialah :

1. Risiko Perilaku Kekerasan


a. Mengidentifikasikan isi Risiko Perilaku Kekerasan.
b. Mengidentifikasikan waktu terjadi Risiko Perilaku Kekerasan.
c. Mengidentifikasikan situasi pencetus Risiko Perilaku Kekerasan.
d. Mengidentifikasikan respon terhadap Risiko Perilaku Kekerasan.
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol Risiko
Perilaku Kekerasan dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal.
f. Menjelaskan cara mengontrol Perilaku Kekerasan dengan minum
obat secara teratur.
g. Melatih pasien mengotrol Risiko Perilaku Kekerasan dengan
berbicara baik-baik dengan orang lain dan spritual.
h. Mengevalusi jadwal kegiatan harian pasien.

4.3 Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi mahasiswa hanya mengatasi masalah keperawatan


dengan diagnosa keperawatan Risiko perilaku Kekerasan/Perilaku
Kekerasan karena masalah utama yang dialami pasien. Pada diagnosa
keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan strategi
pertemuan ialah mengidentifikasi perilaku kekerasan, mengotrol perilaku
kekerasan, dan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur. Strategi
pertemuan yang kedua ialah anjurkan minum obat secara teratur, strategi
pertemua ketiga ialah latihan cara komunikasi secara verbal atau bicara
baik-baik dan strategi terakhir pertemua keempat yaitu spritual.

4.4 Tahap Evaluasi

Pada tinjaun kasus evaluasi yang dihasilkan adalah ;

1. Pasien sudah dapat mengontrrol dan mengindefikasi Resiko perilaku


Kekerasan

2. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan melalui latihan


fisik

3. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan cara pergi


ke poli jiwa untuk mendapatkan minum obat.

4. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan berbicaara


baik-baik dengan orang

5. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan


melakukan spritual
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Tn. K dan


disimpulkan bahwa pasien dapat mengontrol risiko perilaku kekerasan
dengan terapi yang di ajarkan oleh mahasiswa. Dimana pasien dapat
melakukan tarik nafas dalam, memukul bantal secara mandiri untuk
mengontrol amarahnya. Pasien juga minum obat secara teratur dan berbicara
secara baik-baik jika ingin meminta sesuatu atau melakukan penolakan,
hingga pasien dapat melakukan spritual sesuai ajaran agama yang dianut.

5.2 Sara

1. Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama waktu


perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien
merasa berarti dan dibutuhkan dan juga setelah pulang keluarga harus
memperhatikan obat dikonsumsi seta membawa pasien kontrol secara
teratur kepelayana kesehatan jiwa ataupun rumah sakit jiwa.

2. Bagi mahasiswa /mahasiwi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan


khusus tentang keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Aprini, K. T. & Prasetya, A S. 2018. Penerapan Terapi Musik Klasik pada


Pasien yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan di
ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Jurnal
keperawatan Panca Bhakti Volume VI no. 1 diunduh dalam
http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/download/
23/25/
Azis, N. R., Sukamto, E., & Hidayat, A. (2018). Pengerun Terapi De-Ekslasi
Terhadap Perubahan Perilaku Pasien dengan Risiko Perilaku
Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/797
Diari, N. W. B. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi
Mengontrol Emosi Secara Fisik Pada Pasien Risiko Perilaku
Kekerasan Di RSJ Provinsi Bali Tahun 2018 (Doctoral dissertation,
Jurusan Keperawatan 2018). http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/id/eprint/561
Estika Mei Wulansari, E. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Daerah dr Arif
Zainuddin Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma
Husada Surakarta). http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1020
Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain
terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan
perilaku kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 135-144.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4907/pdf
Hasannah, S. U. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Dengan Risiko
Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma Husada
Surakarta)http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/41
Kio, A. L., Wardana, G. H., & Arimbawa, A. G. R. (2020). Hubungan Dukungan
Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien dengan Risiko
Perilaku Kekerasan. Caring: Jurnal Keperawatan, 9(1), 69-72.
http://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/caring/article/view/5
92
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta: Kemenkes
RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebar
an-prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia#
Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3),
149-156. http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Kusumaningtyas, K. P. (2018). Penerapan Tindakan Asertif Pada Pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di Bangsal Maintenance RSJ Grhasia
Yogyakarta (Doctoral dissertation, poltekkes kemenkes
yogyakarta).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2112
Makhruzah, S., Putri, V. S., & Yanti, R. D. (2021). Pengaruh Penerapan Strategi
Pelaksanaan Perilaku Kekerasan terhadap Tanda Gejala Klien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Jurnal
Akademika Baiturrahim Jambi, 10(1), 39-46.
http://dx.doi.org/10.36565/jab.v10i1.268
Novendra & Rizky. (2019). Pengelolaan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan
(Rpk) Pada Tn. A Dengan Skizofrenia Di Wisma Puntadewa
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr Soerojo Magelang. Diss. Universitas
Ngudi Waluyo,http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
Pardede, J. A. (2013). Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Dan
Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala,
Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dasar Kepatuhan
Pasien Skizofrenia. FIK UI, Depok
Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and
Health Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and
Commit to Treatment and Compliance in Hallucinations Clients
Mental Hospital of Medan, North Sumatra. J Psychol Psychiatry
Stud, 1, 30-35.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa, M. (2020). Beban dengan Koping
Keluarga Saat Merawat Pasien Skizofrenia yang Mengalami
Perilaku Kekerasan. Jurnal Kesehatan, 11(2), 189-196.
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v11i2.1980
Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan.
https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Laia, R. (2020). The Symptoms of Risk of
Violence Behavior Decline after Given Prgressive Muscle
Relaxation Therapy on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(2), 91-100.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i2.534
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien
Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 8-14.
http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And
Commitment Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan
Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 3(18), 157-166.
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan
PerilakuKesehatan.
Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam
Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas
Kebonsari-Madiun. Journal of Community Engagement in
Health, 3(2), 300-303.
https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78
Putri, M., Arif, Y., & Renidayati, R. (2020). Pengaruh Metode Student Team
Achivement Division Terhadap Pencegahan Perilaku Kekerasan.
Media Bina Ilmia,14(10), 3317-3326.
Yusuf Ah, Rizky, P. K & Hanik Endang, (2015) Buku Ajaran Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jidil,: Jakarta: Salemba Merdeka.
http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
WHO, (2019). Schizophrenia. Retrieved from. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/%20detail/schizophrenia

Anda mungkin juga menyukai