Natsir Abduh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 113
KETENTUAN PIDANA
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
ii
REKAYASA BANDAR UDARA
JILID 1
PENERBIT: AGMA
iii
REKAYASA BANDAR UDARA: JILID 1
Penulis:
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
ISBN:……………………
Penyunting:
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Perancang Sampul
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Penata Letak:
Agusalim Juhari
Diterbitkan Oleh:
AGMA
Redaksi:
Jl. Dirgantara, Kel. Mangalli, Kec. Pallangga, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan.
92161
Telp: (0411) 8988093, HP/WA: 08114161500
Email: agma.myteam@gmail.com
iv
Kata Pengantar
P
uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Buku Rekayasa Bandar Udara ini.
Selanjutnya dipahami bahwa industri transportasi udara saat ini telah
berkembang dengan cepat, persaingan fasilitas modern berbasis IT untuk
mendukung operasional kebandar-udaraan. Fasilitas pada sisi darat
Bandar udara untuk melayanani pengguna jasa transportasi yang
berhubungan dengan kenyamanan dan keamanan. Sisi udara Bandar
udara lebih menekankan terhadap fasilitas kebutuhan pesawat udara
pada saat menaikkan penumpang, take off dan landing. Kebutuhan ini
minimal mencakup apron, taxiway dan runway yang memerlukan
perencanaan, perancangan yang cukup baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sesuai kebutuhan.
Buku jilid 1 ini berisi pedoman perencanaan dan perancanangan
termasuk perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan transportasi udara. Secara umum berisi sifat pesawat udara dan
hubungan terhadap perencanaan Bandar udara, rancangan Bandar udara
(airport planning), konfigurasi bandar udara, geometrik dan area
pendaratan, serta marking landasan dan perlampauan.
Dalam penyusunan buku ini, penulis mendapatkan bahan dari buku atau
literatur tentang perencanaan dan perancanagan Bandar udara,
manajemen kebandar udaraan, dan jurnal-jurnal baik yang berkaitan
langsung maupun yang tidak berkaitan langsung dengan kebandar-
udaraan. Disamping itu juga literatur berupa jurnal-jurnal dan disertasi
program doktor penulis.
Kami menyadari bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan ke arah kesempurnaan.
v
Akhir kata, diucapkan terimakasih dan penyampaian apresiasi
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang berkenan membaca buku
ini.
Makassar, September 2017.
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi
vi
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ~ v
2.1 Pengantar ~ 7
2.2 Kebutuhan Perencanaan Bandar Udara ~ 8
2.3 Bising (Noise) ~ 11
2.4 Panjang Runway (Landasan Pacu) ~ 14
BAB III RANCANGAN BANDAR UDARA (AIRPORT PLANNING) ~ 19
3.1 Pengantar ~ 19
3.2 Rancangan Bandar Udara ~ 20
3.3 Rencana Induk Bandar Udara ~ 32
3.4 Kebutuhan Ramalan Bandar Udara ~ 33
3 .5 Ramalan ~ 34
3.6 Fasilitas Yang Dibutuhkan ~ 35
3.7 Pemilihan Lokasi Bandar Udara ~ 36
3.8 Ukuran Bandar Udara ~ 40
3.9 Tata Guna Lahan ~ 41
3.10 Dampak Lingkungan ~ 43
vii
BAB IV KONFIGURASI BANDAR UDARA ~ 45
4.1 Pengantar ~ 45
4.2 Konfigurasi Runway ~ 46
4.3 Konfigurasi Taxiway ~ 56
4.4 Konfigurasi Apron ~ 59
4.5 Konfigurasi Parkir ~ 61
4.6 Land Side (Sisi Darat) ~ 62
BAB V GEOMETRIS AREA PENDARATAN ~ 69
5.1 Pengantar ~ 69
5.2 Data Angin/Analisa Windrose ~ 70
5.3 Pengaruh Kemampuan Pesawat Udara Terhadap Panjang
Landasan Pacu ~ 73
5.4 Geometri Runway ~ 78
5.5. Geometri Taxiway ~ 87
5.6 Geometri Holding Bay ~ 101
5.7 Geometri Apron ~ 102
5.8 Jarak Pandang (Sight Sistance) ~ 103
BAB VI MARKING LANDASAN DAN PERLAMPAUAN ~ 105
viii
PENDAHULUAN
1
1. 1 Latar Belakang
Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah
tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja
tergantung arah angin. Di masa Perang Dunia I, bandar udara mulai
dibangun permanen seiring dengan meningkatnya penggunaan pesawat
udara serta landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Fasilitas mulai
ditambahkan berupa fasilitas komersial untuk melayani penumpang.
Sekarang bandar udara bukan hanya tempat untuk naik dan turunnya
penumpang dan barang, akan tetapi perkembangan dengan berbagai
fasilitas seperti toko-toko, restouran, pusat kebugaran, dan butik-butik
merek ternama.
Bandar udara selain sebagai terminal lalu lintas manusia
(penumpang) juga sebagai terminal lalu lintas barang. Bagi yang
berstatus bandar udara internasional ditempatkan petugas bea dan
cukai. Kebanyakan Bandar udara digunakan untuk tujuan komersial
namun ada beberapa Bandar udara yang berfungsi sebagai landasan
pesawat udara militer.
Pedoman-pedoman perencanaan bandar udara secara detail
ditemukan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan Federal Aviation
Adminitration (FAA) dan International Civil Aviation Organization
(ICAO). Di Indonesia sendiri peraturan-peraturan tersebut tercakup
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001
Aerodrome
Suatu area tertentu di darat atau di air (termasuk bangunan, instalasi,
dan peralatan) yang tujuannya digunakan baik secara keseluruhan
10 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Landing Distance Available (LDA)
Landing Distance Available, adalah panjang runway yang tersedia dan
mencukupi untuk landing.
Holding Bay
Holding Bay, didefinisikan sebagai area dimana pesawat berhenti dan
siap disalip untuk tujuan supaya pergerakan pesawat di bandar udara
lebih efektif. Holding bay perlu disediakan jika kondisi traffic di bandara
sedang padat/sibuk.
Gambar 2.1 Konfigurasi Holding Bay Menuju Area Lepas Landas
2.3 Bising (Noise)
3.1 Pengantar
Bandar udara bukan hanya tempat lepas landas, mendarat, serta
pergerakan di darat bagi pesawat udara, disamping itu bandar udara
merupakan simpul dari sistem transportasi udara secara umum
menghubungkan antar simpul moda transportasi. Namun peranan
bandar udara dalam kehidupan masyarakat ternyata lebih dari itu,
bahwa bandar udara bisa menjadi identitas sebuah daerah. Bandar udara
perlu dirancang dengan baik sehingga tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya dan diperlukan perencanaan dalam konteks rencana regional
yang menyeluruh.
Pemetaan, ukuran dan konfigurasi disesuaikan dengan pola
permukiman yang sudah ada, direncanakan dengan mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan sekitar serta mengutamakan kelestarian
fungsi lingkungan hidup untuk masa sekarang dan masa akan
Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan udara
dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:
SKEP/124/VI/2009 Tahun 2009, Tentang Pedoman Pelaksanaan Bandar
Udara Ramah Lingkungan (eco-airport), memberikan pengertian bahwa
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara
mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat
barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda, transportasi,
Land Side (sisi darat)
Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan
penghubung (jalan masuk bandara), lapangan parkir dan sirkulasi
kendaraan, dan bangunan terminal.
a. Jalan Masuk (Acces Interface)
Jalan masuk ke bandar udara termasuk fasilitas sisi darat yang
merupakan jalan penghubung dari jalan darat kota menuju bandar udara
atau menuju parkir darat. Jalan ini digunakan oleh kendaraan atau para
karyawan, penumpang, pengantar dan penjemput penumpang. Daerah
pertemuan jalan masuk dimana penumpang naik turun ke bagian
pemrosesan penumpang, sirkulasi, dan parkir.
Akses jalan, utamanya bagi bandar udara baru akan dapat menjadi
masalah oleh karena kebanyakan lokasi bandar udara jauh dari jalan
Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 21
kota. Pembebasan lahan khusunya jalan masuk biasanya menjadi utama
dan yang berikutnya adalah bahwa melalui jalan tersebut dapat
dijangkau dengan mudah. Moda-moda angkutan darat harus
dipertimbangkan sebagai moda pemadu transportasi, sehingga
kebutuhan dapat terlayani untuk menghubungkan bandar udara ke kota.
Fasilitas yang disediakan pada jalan masuk terdiri dari parkir dan jalan
penghubung yang memungkinkan penumpang, pengunjung dan barang
untuk masuk dan keluar terminal.
Penggunaan mobil pribadi masih menjadi pilihan utama untuk
tujuan bandar udara, termasuk penumpang dan kartayawan. Bandar
udara. Kecenderungan ini akan terus berlanjut dimasa depan, walaupun
telah tersedia angkutan masal pemadu moda transportasi yang telah
cukup ekslusif dan pelayanannnya cukup baik. Pertimbangan dan
alasannya memakai kendaraan pribadi adalah praktis, cepat, mudah dan
aman. Bagi sebahagian masyarakat Indonesia mungkin masih pada
alasan “gengsi”.
Angkutan barang wesel, kiriman melalui pesawat udara
perkembangannya cukup besar, akan tetapi kendaraan pengangkut
barang-barang tersebut bukan penyumbang terbesar lalu lintas di jalan
masuk dan parkir kendaraan bandar udara. Lalu lintas kendaraan
penumpang dan pengunjung termasuk sumber pemacu kepadatan akan
tetapi justru kendaraan karyawan bandar udara lebih besar memacu
kepadatan dari lalu lintas kendaraan yang lainnya. Ini menunjukkan
bahwa karyawan semuanya memakai kendaraan pribadi. Semua
kemungkinan ini tergantung terhadap ukuran dan seberapa besar
fasilitas perawatan bandar udara.
Perkiraan lalu lintas darat sebagai langkah awal untuk ramalan
perjalanan udara dimasa depan bagi kebutuhan penumpang pesawat
udara. Kebutuhan dimaksud berupa adanya ramalan distribusi harian
dari jumlah penumpang, jumlah barang, bahkan distribusi mingguan
sampai bulanan dan untuk akurat lagi ssampai tahunan. Arus masuk,
keluar penumpang terutama pada jam-jam sibuk setiap hari dan setiap
minggu.
Memperkiran “modal split” yaitu memisahkan kebutuhan
angkutan, diantara moda-moda angkutan darat yang tersedia atau yang
digunakan. Moda angkutan mobil pribadi, taksi, bus mini dan angkutan
masal merupakan jenis moda angkutan yang menjadi objek pemisahan.
Selanjutnya memperkiran modal split perlu memperkiran jumlah
3.10 Dampak Lingkungan
- Berdekatan/rapat (close).
- Menengah (intermediate).
- Jauh/renggang (far).
b. Karakteristik Runway
c. Perencanaan Runway
§ Klasifikasi Bandar Udara
Kaitan lebar bentangan sayap (wing span) dan jarak tepi luar
roda-roda pendaratan (outer main gear wheel span), sehingga
ditetapkan Standar perencanaan suatu bandar udara. International Civil
Aviation Organization (ICAO) menetapkan aerodrome reference code
suatu bandar udara. Melalui sistem klasifikasi ini suatu bandar udara
akan mempunyai reference code yang terdiri atas code number (kode
angka) dan code letter (kode huruf). Code number yang digunakan
terdiri atas angka 1 sampai dengan angka 4. Angka ini berhubungan
dengan panjang runway pada kondisi standar (aeroplane reference
field length) sedangkan code letter yang digunakan adalah A sampai
dengan E. Huruf-huruf ini berhubungan dengan lebar bentangan sayap
(wing span) dan jarak tepi luar roda pendaratan (outer main gear wheel
span).
Tabel 4.2 Klasifikasi Bandar Udara
Aeroplane Lebar Jarak Tepi
Code Reference Field Code Bentangan Luar Roda-
Number Length (ARFL) Letter Sayap Roda
(L0) (B1) Pendaratan
(B2)
1 L0 < 800 m A B1< 15 m B2 < 4,5 m
2 800 m < L0 < B 15 m<B1<24 4,5 m<B2< 6
1200 m m m
3 800 m < L0 < C 24 m<B2<36 6 m< B2< 9 m
1200 m m
4 800 m < L0 < D 36 m<B2<52 9 m<B2<14
1200 m
m m
E 52 m<B2<60 9 m<B2<14
m m
a. Areal Terminal
Pertukaran moda
Angkutan darat merupakan pemadu moda transportasi angkutan udara.
Perjalanan udara merupakan perjalanan campuran berbagai moda yaitu
4 Slope Change per 30m (100 feet) 0.1 0.2 0.4 0.4
Sumber: Horonjeff, 2010
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan.
- Satuan kemiringan dalam persen.
- Landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang
landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
- Landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang
landasan precision aproach category II and III tidak boleh lebih 0.8
%.
Sebenarnya runway datar (level runway) lebih baik dan disukai, akan
tetapi kondisi topografi sering tidak memungkinkan, sehingga dengan
terpaksa runway harus mempunyai perubahan kelandaian (longitudinal
slope).
Runway yang terletak pada suatu area yang disebut area strip berfungsi
untuk maksud berikut:
§ Memperkecil resiko kerusakan pada pesawat udara apabila pesawat
udara terpaksa harus keluar dari runway.
§ Melindungi pesawat udara yang meluncur diatasnya pada saat take
off maupun landing.
FAA
Taxiway safety area setara dengan the air craft wingspan taxiway. OFA
(Object Free Area) setara dengan 1,4 kali the critical aircraft wingspan +
20 ft (6 m). Taxilane OFA (Object Free Area) setara dengan 1,2 kali the
critical aircraft wingspan + 20 ft (6 m).
5 E 4,5
Untuk memenuhi persyaratan jarak minimum pada saat pesawat
berputar ada kemungkinan diperlukan penambahan perkerasan pada
pertemuan antara taxiway dengan runway. Tambahan perkerasan
seperti ini dinamakan fillet.
d. Runway Occupancy Time
Penggunaan waktu sebuah pesawat dapat diperkirakan dengan
prosedur pertimbangan beberapa estimasi sebagai berikut.
§ Penerbangan dari ujung runway ke touchdown roda utama;
§ Waktu yang dibutuhkan roda depan hingga terjadi kontak dengan
perkerasan setelah roda utama telah terjadi kontak dengan
perkerasan;
Gambar 5.6. Kurva Taxiway
Gambar 5.7 Potongan Melintang Taxiway
e. Persilangan
Pada persilangan antara taxiway dengan runway, apron dengan
taxiway perlu tambahan luas agar gerakkan pesawat udara masih
mempunyai wheel clearance seperti yang dipersyaratkan, yaitu
penambahan luas yang disebut fillet . Tetapi tambahan luas pada
kurva taxiway lebih baik disebut lebar tambahan, sebab memang
lebar tambahan merupakan tambahan ke taxiway pada kurvanya.
Kecepatan exit taxiway ICAO merekomendasikan radius minimum
terhadap kelengkungan/pembelokan pesawat untuk kode runway 1 dan
2 adalah 275m (900ft); kode runway 3 dan 4 adalah 550m (1800ft).
b. Penentuan lokasi Exit Taxiway
Lokasi dari exit taxiway tergantung pada pesawat campuran,
kecepatan waktu approach dan kecepatan menyentuh landasan,
kecepatan keluar, tingkat pengereman, yang mana tergantung pada
kondisi permukaan perkerasan basah atau kering, dan jumlah
exit taxiway yang direncanakan.
Pesawat udara dikelompokkan berdasarkan kecepatan
touchdown untuk perencanaan exit taxiway seperti pada tabel berikut.
Antara 121
Airbus A-300 &310,
knots (224
120 knots B-707 -320 &420, B-
C km/h) – 140
3 ( 222 km/h) 727,B-737, B-757, B-
knots(259
767, BAC-111, DC-9
km/h)
Antara 141
B-747, MD-11, DC-
knots ( 261
140 knots 10, L-1011, A-340,
D km/h) – 165
4 ( 259 km/h) TU-154, IL-62M, DC-
knots (306
8, B707-200
km/h)
Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan jarak
dari runway threshold ke titik tangen dari kurva exit.
Jarak dari runway threshold = jarak touchdown + D ke lokasi exit taxiway.
Dimana:
Jarak touchdown = 300 m.
Untuk pesawat grup B = 450 m.
Untuk pesawat grup C dan D.
Gambar 5.8 Penampang Holding Bay
5.7 Geometri Apron
Pelataran parkir pesawat udara atau apron, merupakan tempat
menaikkan/menurunkan penumpang/barang dan untuk parkir dan
perbaikan ringan pesawat udara. Batas apron harus tidak melewati
pembatas rintangan yang berada dipermukaan dan terutama didalam
area sisi udara. Ukuran pelataran parkir pesawat udara harus cukup
untuk dapat melayani arus lalu lintas maksimum yang diperlukan.
Gambar 5.9 Penampang Samping Apron
5.8 Jarak pandang (Sight Distance)
Biasanya perubahan kemiringan tidak bisa dihindari karena
kondisi area maka terjadi perubahan, namun demikian garis pandangan
tidak boleh terhalang seperti diuraikan berikut:
§ Landasan berkode huruf C, D atau E
Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m
(10 ft) dari permukaan landasan.
§ Landasan berkode huruf B
Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m
(7 ft) dari permukaan landasan.
§ Landasan berkode huruf A
Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m
(5 ft) dari permukaan landasan
Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 103
Rambu
Rambu, adalah simbol atau sekelompok simbol yang diletakkan atau
dipasang di daerah pergerakan pesawat udara yang bertujuan
memberikan informasi penerbangan.
Menara Pengawas/Tower (Aerodrome Control Tower)
Merupakan unit yang didirikan di bandar udara yang berfungsi untuk
memberikan pelayanan pemanduan lalu lintas bandar udara.
Keselamatan Penerbangan
Merupakan usaha yang dilakukan dalam bentuk keadaan yang terwujud
dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur
operasi dan persyaratan kelaikan teknis sarana dan prasarana terhadap
penerbangan beserta penunjang lainnya.
Keterangan:
Lebar garis: 1. 0,9 m untuk runway dengan lebar >30m
2. 0,45 m untuk runway dengan lebar <30m
Gambar 6.6 Runway Site Stripe Marking
Alternatif IV:
Runway Side Stripe Marking untuk runway ukuran lebar < 30 m
Alternatif I
garis warna putih lebar 0,45m
Alternatif II
garis warna putih lebar 0,15m
lebar celah 0,15m
garis warna putih lebar
0,15m
Alternatif III
garis putih lebar 0,09m
Gambar 6.37 Typical Stand Layout
Angkasa Pura I, PT. 2010. Data mengenai Bandar Udara, Jurnal
Transportasi Vol.11 No.3, Desember 2011: 183-190.
Adisasmita Sakti Adji and Josef Hadipramana, 2011. Improving The
Airport Operation and Environmental Quality at Small Airports in
Indonesia. Civil Engineering Department, Faculty of Engineering,
University of Hasanuddin, Makassar, Indonesia.
Adisasmita Sakti Adji, 2012. Passenger Perception on Airport Terminal
Facilities Performance (Case Study: Soekarno-Hatta International
Airport, Indonesia), Lecturer, Department of Civil Engineering,
Faculty of Engineering, University of Hasanuddin.
Adisasmita Sakti Adji, 2012. Penerbangan dan Bandar Udara, Edisi
Pertama Graha Ilmu Yokyakarta.
Amold, Tamin, Ofyar Z., 1997. Transport Planning and Traffic
Engineering, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, penerbit
ITB, Bandung.
Abduh Natsir, Gufran D.Dirawan, 2015. Evaluation of Environmental and
Socio-Cultural Dimension of Sustainability Eco-Airport
International Airport Sultan Hasanuddin. Jurnal Environmental
Man India, Volume: 95 (2015) issue No.3 (2015) Page: 703-713,
Tahun 2015.
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi., dilahirkan di Enrekang pada tanggal 31
Desember 1960. Penulis adalah Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Bosowa Makassar. Menyelesaikan pendidikan dasar
SDN tahun 1972 di Enrekang, SMP Negeri Cakke tahun 1975 dan SMA
Negeri Cakke tahun 1979. Pendidikan S1 dalam bidang Teknik Sipil
Universitas Muslim Indonesia di Makassar (1986), S2 dalam bidang
Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) di Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin di Makassar (1999), dan Program Doktor (S3)
dalam bidang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
di Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (2016).
BAB I