Anda di halaman 1dari 160

M.

Natsir Abduh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 113
KETENTUAN PIDANA

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komerial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)

ii
REKAYASA BANDAR UDARA

JILID 1

Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.,

PENERBIT: AGMA

iii
REKAYASA BANDAR UDARA: JILID 1

Penulis:
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
ISBN:……………………
Penyunting:
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Perancang Sampul
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Penata Letak:
Agusalim Juhari

Diterbitkan Oleh:
AGMA
Redaksi:
Jl. Dirgantara, Kel. Mangalli, Kec. Pallangga, Kab. Gowa, Sulawesi Selatan.
92161
Telp: (0411) 8988093, HP/WA: 08114161500
Email: agma.myteam@gmail.com

Cetakan Pertama, September 2017


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
All Rights Reserved
Dilarang memperbanyak buku ini dalam bemtuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari
penulis dan penerbit.

iv
Kata Pengantar

P
uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Buku Rekayasa Bandar Udara ini.

Selanjutnya dipahami bahwa industri transportasi udara saat ini telah
berkembang dengan cepat, persaingan fasilitas modern berbasis IT untuk
mendukung operasional kebandar-udaraan. Fasilitas pada sisi darat
Bandar udara untuk melayanani pengguna jasa transportasi yang
berhubungan dengan kenyamanan dan keamanan. Sisi udara Bandar
udara lebih menekankan terhadap fasilitas kebutuhan pesawat udara
pada saat menaikkan penumpang, take off dan landing. Kebutuhan ini
minimal mencakup apron, taxiway dan runway yang memerlukan
perencanaan, perancangan yang cukup baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sesuai kebutuhan.

Buku jilid 1 ini berisi pedoman perencanaan dan perancanangan
termasuk perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan transportasi udara. Secara umum berisi sifat pesawat udara dan
hubungan terhadap perencanaan Bandar udara, rancangan Bandar udara
(airport planning), konfigurasi bandar udara, geometrik dan area
pendaratan, serta marking landasan dan perlampauan.
Dalam penyusunan buku ini, penulis mendapatkan bahan dari buku atau
literatur tentang perencanaan dan perancanagan Bandar udara,
manajemen kebandar udaraan, dan jurnal-jurnal baik yang berkaitan
langsung maupun yang tidak berkaitan langsung dengan kebandar-
udaraan. Disamping itu juga literatur berupa jurnal-jurnal dan disertasi
program doktor penulis.

Kami menyadari bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan ke arah kesempurnaan.

v
Akhir kata, diucapkan terimakasih dan penyampaian apresiasi
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang berkenan membaca buku
ini.


Makassar, September 2017.
Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi

vi
Daftar Isi

HALAMAN SAMPUL ~ iii


KATA PENGANTAR ~ v

DAFTAR ISI ~ vii



BAB I PENDAHULUAN ~ 1

1.1 Latar Belakang ~ 1


1.2 Pengertian dan Istilah Bandar Udara ~ 2

BAB II SIFAT PESAWAT UDARA DAN HUBUNGAN TERHADAP
PERENCANAAN BANDAR UDARA ~ 7

2.1 Pengantar ~ 7
2.2 Kebutuhan Perencanaan Bandar Udara ~ 8
2.3 Bising (Noise) ~ 11
2.4 Panjang Runway (Landasan Pacu) ~ 14

BAB III RANCANGAN BANDAR UDARA (AIRPORT PLANNING) ~ 19

3.1 Pengantar ~ 19
3.2 Rancangan Bandar Udara ~ 20
3.3 Rencana Induk Bandar Udara ~ 32
3.4 Kebutuhan Ramalan Bandar Udara ~ 33
3 .5 Ramalan ~ 34
3.6 Fasilitas Yang Dibutuhkan ~ 35
3.7 Pemilihan Lokasi Bandar Udara ~ 36
3.8 Ukuran Bandar Udara ~ 40
3.9 Tata Guna Lahan ~ 41
3.10 Dampak Lingkungan ~ 43

vii
BAB IV KONFIGURASI BANDAR UDARA ~ 45

4.1 Pengantar ~ 45
4.2 Konfigurasi Runway ~ 46
4.3 Konfigurasi Taxiway ~ 56
4.4 Konfigurasi Apron ~ 59
4.5 Konfigurasi Parkir ~ 61
4.6 Land Side (Sisi Darat) ~ 62

BAB V GEOMETRIS AREA PENDARATAN ~ 69

5.1 Pengantar ~ 69
5.2 Data Angin/Analisa Windrose ~ 70
5.3 Pengaruh Kemampuan Pesawat Udara Terhadap Panjang
Landasan Pacu ~ 73
5.4 Geometri Runway ~ 78
5.5. Geometri Taxiway ~ 87
5.6 Geometri Holding Bay ~ 101
5.7 Geometri Apron ~ 102
5.8 Jarak Pandang (Sight Sistance) ~ 103

BAB VI MARKING LANDASAN DAN PERLAMPAUAN ~ 105

6.1 Pengantar ~ 105



6.2 Fasilitas Navigasi dan Perlampauan ~ 107

6.3 Kontrol Lalu Lintas Udara ~ 109

6.4 Sistem Pendaratan Pesawat Udara ~ 110

6.5. Marking Runway ~ 112

6.6 Marking Taxiway ~ 125

6.7 Marking Apron ~ 132

6.8 Rambu di Runway dan Taxiway ~ 141


DAFTAR PUSTAKA ~ 145

TENTANG PENULIS ~ 151

viii

PENDAHULUAN
1






1. 1 Latar Belakang

Pada masa awal penerbangan, bandar udara hanyalah sebuah
tanah lapang berumput yang bisa didarati pesawat dari arah mana saja
tergantung arah angin. Di masa Perang Dunia I, bandar udara mulai
dibangun permanen seiring dengan meningkatnya penggunaan pesawat
udara serta landas pacu mulai terlihat seperti sekarang. Fasilitas mulai
ditambahkan berupa fasilitas komersial untuk melayani penumpang.
Sekarang bandar udara bukan hanya tempat untuk naik dan turunnya
penumpang dan barang, akan tetapi perkembangan dengan berbagai
fasilitas seperti toko-toko, restouran, pusat kebugaran, dan butik-butik
merek ternama.
Bandar udara selain sebagai terminal lalu lintas manusia
(penumpang) juga sebagai terminal lalu lintas barang. Bagi yang
berstatus bandar udara internasional ditempatkan petugas bea dan
cukai. Kebanyakan Bandar udara digunakan untuk tujuan komersial
namun ada beberapa Bandar udara yang berfungsi sebagai landasan
pesawat udara militer.
Pedoman-pedoman perencanaan bandar udara secara detail
ditemukan pada peraturan-peraturan yang dikeluarkan Federal Aviation
Adminitration (FAA) dan International Civil Aviation Organization
(ICAO). Di Indonesia sendiri peraturan-peraturan tersebut tercakup
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2001

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 1


tentang Kebandar-udaraan dan Kep-Men Perhubungan No. KM 44 Tahun
2002 tentang Tatanan Kebandar-udaraan Nasional.

Bandar udara memiliki dua area berbeda yaitu sisi darat (land
side) dan sisi udara (air side). Kebutuhan-kebutuhan yang berbeda pada
dua bagian tersebut terutama pada kegiatan-kegiatan seperti keamanan
membatasi sedikit mungkin hubungan (pintu-pintu) antara sisi darat
(land side) dan sisi udara (air side). Kegiatan pelayanan memerlukan
sebanyak mungkin pintu terbuka dari sisi darat ke sisi udara agar
pelayanan berjalan lancar. Kegiatan-kegiatan itu saling tergantung satu
sama lainnya sehingga suatu kegiatan tunggal dapat membatasi kapasitas
dari keseluruhan kegiatan.

1.2 Pengertian dan Istilah Bandar Udara

Weight (berat)
Berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal perkerasan dan
kekuatan landasan pacu (runway), landasan penghubung (taxiway), dan
apron.

Size (Ukuran)
Lebar sayap dan panjang badan pesawat udara mempengaruhi dimensi
parkir area pesawat, konfigurasi terminal, lebar landasan pacu (runway),
lebar landas hubung (taxiway), apron, dan jarak antar pesawat udara.
Lebar sayap pesawat didefinisikan sebagai jarak dari ujung sayap ke
ujung sayap pada sayap utama.
Panjang pesawat didefinisikan sebagai jarak dari depan ujung badan
pesawat, atau badan utama ke ujung belakang bagian ekor yang dikenal
sebagai empennage.

Capacity (Kapasitas)
Kapasitas penumpang dibutuhkan dalam perencanaan gedung terminal
dan sarana lainnya terkait dengan kapasitas pelayanan dan kenyamanan.

Runway (Landasan Pacu)
Panjang landasan pacu (runway) berpengaruh terhadap luas tanah yang
dibutuhkan oleh bandar udara.

2 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Apron
Apron adalah tempat parkir pesawat yang dekat dengan bangunan
terminal. Konstruksi apron umumnya beton bertulang, karena memikul
beban besar yang statis dari pesawat udara. Untuk keamanan dan
pengaturan, terdapat air traffic controller (ATC), berupa menara khusus
pemantau yang dilengkapi radio kontrol dan radar.

Taxiway
Taxiway, adalah bangunan jalan yang menghubungkan antara
apron dan runway.

Terkait Dengan Karakter Pesawat Udara
Piston Engine Aircraft
Pesawat udara yang digerakkan oleh perputaran baling-baling dengan
tenaga mesin piston.

Turbo Prop
Pesawat udara digerakkan oleh baling baling dengan tenaga mesin
turbin.

Turbo Jet
Gerak pesawat udara bukan didapat oleh putaran baling baling,
melainkan oleh daya dorong dan tenaga semburan jet.

Turbo Fan
Pada pesawat udara ditambahkan kipas (fan) didepan atau dibelakang
sehingga bahan bakar yang sama dengan turbo jet didapat tenaga
penggerak yang lebih besar.

Airport
Merupakan area daratan atau air yang secara teratur digunakan untuk
mendarat dan lepas landas pesawat udara. Tempat ini dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas untuk menyimpan dan memperbaiki pesawat sebagai
tambahan fasilitas-fasilitas umum lainnya untuk penumpang dan barang.

Aerodrome
Suatu area tertentu di darat atau di air (termasuk bangunan, instalasi,
dan peralatan) yang tujuannya digunakan baik secara keseluruhan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 3


maupun sebagian untuk kedatangan, keberangkatan, dan gerakan
pesawat di darat (sebelum mengudara).

Landing Area (tempat pendaratan)
Suatu bagian dari bandar udara yang digunakan untuk mendarat dan
lepas landas pesawat udara.

Landing Strip (jalur pendaratan)
Area yang panjang dan sempit membentuk bagian dari bandar udara
yang cocok untuk mendarat dan lepas landas pesawat, yang terdiri dari
landas pacu dan bahu landas pacu di kedua sisi landas pacu.

Runway (landas pacu)
Area segi empat yang ditentukan di aerodrome yang disiapkan untuk
mendarat dan lepas landas pesawat. Biasanya diberi perkerasan kecuali
untuk aerodrome yang kecil.

Taxiway
Area yang ditentukan di aerodrome dimana pesawat akan menuju ke dan
dari landas dan apron.

Apron
Area yang ditentukan yang digunakan untuk mengakomodasi pesawat
untuk memuat dan bongkar/menurunkan penumpang dan barang,
parkir, dan mengisi bahan bakar.
Apron biasanya diperkeras dan dirancang dekat dengan bangunan
terminal.

Holding Apron
Area tertentu yang terletak di ujung landas pacu yang berfungsi untuk
mengecek peralatan pesawat dan kerja mesin sebelum lepas landas dan
memungkinkan pesawat untuk menunggu sebelum
dipersilahkan/diijinkan untuk lepas landas.

Holding Bay
Area tertentu dimana pesawat bisa ditunda atau didahului untuk
mempermudah/memungkinkan gerakan pesawat di darat sehingga
pergerakan efisien.

4 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.



Turning Area
Area tertentu yang terletak di ujung landas pacu yang digunakan untuk
gerakan memutar/belok pesawat. Area ini biasanya tidak selalu ada,
tergantung pada lebarnya landas pacu.

Overrun
Area tertentu diluar landas pacu dan secara terpusat terletak digaris
tengah tambahan landas pacu, yang dipakai untuk mengakomodasi
pesawat jika terjadi pembatalan lepas landas.

Fillet
Bagian tambahan dari perkerasan yang terdapat di persimpangan atau
perempatan jalur lalu lintas untuk memudahkan pesawat melakukan
gerakan memutar/belok dan mencegahnya ke bahu perkerasan.

Shoulder
Area didekat pinggir jalur yang dicor disiapkan untuk memberikan
transisi antara jalur yang diperkeras dan permukaan didekatnya.

Hanggar
Bangunan besar yang didirikan di bandar udara dengan tujuan untuk
memeriksa, servis, dan memperbaiki pesawat.

Terminal Area
Bagian dari bandar udara diluar area/tempat pendaratan yang menjadi
titik penting bagi aktivitas-aktivitas di lapangan terbang. Tempat ini
termasuk bangunan terminal dan operasional, area parkir kendaraan,
hanggar untuk servis pesawat udara.

Terminal Building
Bangunan di area terminal yang menyediakan tempat/ruangan untuk
menjalankan bisnis penerbangan, fasilitas-fasilitas untuk kepentingan
penumpang, kantor untuk manajemen lapangan terbang dan fungsi-
fungsi aeronatika lainnya.


Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 5


Airport Control Tower
Satu unit bangunan yang dibangun didalam bandar udara untuk
menyediakan pelayanan pengatur lalu lintas udara untuk lalu lintas
lapangan terbang.

6 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


SIFAT PESAWAT UDARA DAN
HUBUNGAN TERHADAP
PERENCANAAN
BANDAR UDARA
2








2.1 Pengantar

Merancang fasilitas dan prasarana bandar udara yang lengkap
dibutuhkan pengetahuan tentang spesisikasi pesawat terbang secara
umum. Pesawat udara yang digunakan untuk operasional penerbangan
mempunyai kapasitas bervariasi mulai dari 10 hingga 1000 penumpang.
Pesawat udara ”General Aviation” dikategorikan sebagai pesawat-
pesawat terbang berukuran kecil jika memiliki daya angkut berkisar 50
orang.
Karakteristik dari penerbangan umum tipikal maupun pesawat
terbang komuter (commuter) jarak pendek, termasuk yang digunakan
pada kepentingan perusahaan. Karakteristik seperti berat kosong,
kapasitas penumpang, dan panjang landasan pacu tidak dapat dibuat
secara tepat yang di plot dalam bentuk tabel karena terdapat banyak
faktor yang dapat mengubah nilai-nilai didalamnya. Ukuran roda
pendaratan utama dan tekanan udara pada ban tipikal untuk beberapa
pesawat udara juga harus diperhitungkan guna perencanaan lebih lanjut.
Karakter yang dijelaskan di atas adalah perlu untuk perencanaan bandar
udara.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 7


Berat pesawat udara memiliki peran penting untuk menentukan
tebal perkerasan landasan pacu, landas hubung, taxiway, dan perkerasan
apron. Bentangan sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi
ukuran apron, yang juga akan mempengaruhi susunan gedung-gedung
terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar landasan pacu, landas
hubung dan jarak antar keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar
yang dibutuhkan saat pesawat udara akan parkir. Kapasitas penumpang
mempunyai pengaruh penting dalam menentukan pengadaan fasilitas-
fasilitas yang ada di dalam terminal. Panjang landasan pacu
mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan suatu bandar
udara.

2.2 Kebutuhan Perencanaan Bandar Udara

a. Sifat-Sifat Pesawat Udara Bermesin Jet

Sifat-sifat pesawat bermesin Jet dibagi dalam dua jenis yaitu:
Turbo Jet, terdiri dari kompresor, kamar bakar, dan turbin.
Turbo Fan, terdiri dari kompresor, kamar bakar, dan turbin namun
kepalanya ditambah dengan sudu sudu yang dinamakan dengan “fan”.

b. Istilah Berat Pesawat


Beban pesawat udara perlu diketahui untuk menentukan tebal lapis
keras landing movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban
pesawat yang berhubungan dengan pengoperasiannya antara lain:

Operating Weight Empty (berat kosong pesawat)
Berat kosong pesawat, adalah berat dasar pesawat termasuk didalamnya
crew dan peralatan pesawat yang biasa disebut dengan “No Go Item”
tetapi tidak termasuk bahan bakar dan penumpang/barang yang
membayar.

Pay Load (muatan)
Muatan, yaitu produksi muatan barang (barang/penumpang) yang
membayar termasuk penumpang, barang, surat, paket, bagasi. Secara
teoritis beban muatan ini merupakan perbedaan antara berat bahan
bakar kosong dan berat operasi kosong.

8 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Zero Fuel Weight (berat bahan bakar kosong)
Berat bahan bakar kosong, adalah batasan berat dengan tambahan berat
harus berupa bahan bakar sehingga ketika pesawat sedang terbang tidak
terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan.

Maximum Ramp Weight (berat ramp maksimum)
Berat ramp maksimum, adalah berat maksimum pesawat yang diijinkan
untuk taxi dari apron menuju ujung landasan pacu. Selama melakukan
gerakan ini akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan
kehilangan berat.

Maximum Structural Take Off Weight (berat maksimum lepas landas)
Berat maksimum lepas landas, adalah berat maksimum pesawat
termasuk crew, berat pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang
diijinkan oleh pabrik. Kondisi ini momen tekuk yang terjadi pada badan
pesawat, rata-rata masih dalam batas kemampuan material pembentuk
pesawat.

Maximum Structural Landing Weight (berat maksimum pendaratan)
Berat maksimum pendaratan, adalah kemampuan struktural pesawat
pada waktu mendarat. Main gear (roda pendaratan) utama yang
strukturalnya direncanakan untuk menyerap gaya yang lebih besar tentu
harus dengan gear yang lebih kuat. Pada saat penerbangan dengan route
jauh akan kehilangan berat akibat terbakarnya bahan bakar.

Main gear direncanakan dapat menahan berat pesawat pada saat
mendarat dengan ketentuan bahwa berat yang terjadi lebih kecil dari
berat maksimum lepas landas.

c. Istilah kaitan geometrik landasan pacu
Climb Out
Kecepatan awal untuk mendaki.

Decision Speed
Kecepatan putusan apabila mesin gagal, maka harus diputuskan
penghentian pesawat.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 9


Rotation Speed
Kecepatan saat mengangkat hidung pesawat saat mulai lepas landas.

Lift Off Speed (V lof)
Kecepatan saat badan pesawat mulai terangkat dari landasan.


Take-off run available (TORA)
Panjang runway yang tersedia dan mencukupi untuk akselerasi pesawat
take off.

Take-off distance available (TODA)
Jarak tempuh akselerasi pesawat di runway ditambah clearway.

Take Off Distance
Jarak yang diperlukan untuk lepas landas dengan mesin tidak bekerja
tetapi pesawat telah mencapai ketinggian 35 ft (10,5m).

Accelerate stop distance available (ASDA)
Jarak tempuh akselerasi pesawat di runway ditambah stopway.

Stopway
Stopway, adalah area segi empat di permukaan tanah pada ujung
landasan yang disiapkan sebagai daerah aman bagi pesawat yang
gagal take-off. Lebar stopway sama dengan lebar runway. Kekuatan
stopway harus dirancang untuk mampu mendukung beban pesawat
yang gagal take-off serta permukaan stopway dilapisi konstruksi yang
sama dengan lapisan runway.

Clearway
Clearway, adalah area berbentuk segi empat pada permukaan tanah/air
yang dikontrol oleh otoritas bandara sebagai daerah aman bagi pesawat
yang lepas landas hingga mencapai ketinggian tertentu.
Clearway terletak pada ujung landasan. Panjang clearway tidak melebihi
setengah dari panjang take-off run dan lebar clearway paling sedikit 75
m ke masing-masing sisi samping as runway.



10 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
Landing Distance Available (LDA)
Landing Distance Available, adalah panjang runway yang tersedia dan
mencukupi untuk landing.

Holding Bay
Holding Bay, didefinisikan sebagai area dimana pesawat berhenti dan
siap disalip untuk tujuan supaya pergerakan pesawat di bandar udara
lebih efektif. Holding bay perlu disediakan jika kondisi traffic di bandara
sedang padat/sibuk.









Gambar 2.1 Konfigurasi Holding Bay Menuju Area Lepas Landas

2.3 Bising (Noise)

Bising atau kebisingan ditimbulkan oleh bunyi atau suara yang


didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara
atau penghantar lainnya. Apabila bunyi atau suara tersebut tidak
dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang
yang bersangkutan. Kebisingan telah menjadi salah satu jenis
pencemaran yang perlu diperhatikan karena berdampak terhadap
kesehatan. Berbagai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) sepakat memasukkan dampak kebisingan sebagai menu wajib
dampak besar penting yang harus dikelola.

Suma’mur (2009), mendefenisikan Kebisingan adalah bunyi atau
suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam
telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 11


sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui
media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara
tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar
kemauan orang yang bersangkutan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau
suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718/Menkes/Per/XI/ 1987,
kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga
mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising
merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas
yang tidak diinginkan sehingga mengganggu ketentraman orang
terutama pendengaran. Lebih lanjut bahwa berdasarkan tingkat tekanan
bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi, maka bising dibagi tiga kategori,
sebagai berikut:
a. Bising yang berhubungan dengan pekerjaan (accupational noice),
yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, seperti
suara bunyi mesin ketik.
b. Bising pendengaran (audible noise), yaitu bising yang disebabkan
oleh frekuensi bunyi antara 31,5 Hz – 8.000 Hz.
c. Bising Impulsif atau impact bising (impuls noice), yaitu bising yang
terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, seperti bunyi pukulan
palu, senapan meriam.

Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep- Men
48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
a. Bising Interior, merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat
rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan
oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan
oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut seperti kipas angin,
motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.
b. Bising Eksterior, merupakan bising yang dihasilkan oleh kendaraan
transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi.

12 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Tabel 2.1 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Untuk Kenyamanan dan
Kesehatan.

Peruntukan Kawasan/ Tingkat Kebisingan
Lingkungan Kegiatan (dBA)

1. Peruntukan Kawasan
a. Perumahan dan Permukinan 55
b. Perdagangan dan Jasa 70
c. Perkantoran dan Perdagangan 65
d. Ruang Terbuka Hijau 50
e. Industri 70
f. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
g. Rekreasi 70
h. Khusus
2. Bandar Udara 75
3. Pelabuhan Laut 70
4. Cagar Budaya 60
5. Lingkungan Kegiatan
a. Rumah Sakit dan Sejenisnya 55
b. Sekolah dan Sejenisnya 55
c. Tempat Ibadah dan Sejenisnya 55

Sumber: - Kep.Menteri Negara LH No: Kep.Men 48/MEN.LH/11/1996.


- UPTD (Laboratorium Lingkungan) BLH Kota Pare-Pare.
Bising mempengaruhi kesehatan, utamanya terhadap fisiologis
manusia. Dalam berbagai penyelidikan ditemukan pemaparan bunyi
terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti denyut
nadi, tekanan darah metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan
pembuluh darah.

Sumber utama dari bisingnya pesawat udara adalah dari mesin jet
primair yang ditimbulkan oleh bergeraknya bagian mesin pesawat
seperti fan, compressor, dan sudu sudu turbin. Kebisingan primair jet
dibangkitkan oleh adanya gas buang yang berkecepatan tinggi dari mesin
bersama udara diam yang ada disekelilingnya. Paling dominan selama
lepas landas adalah dari primair jet, tetapi ketika mendarat sumber
bising berasal dari suara mesin (Abduh Natsir, 2016)

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 13


2.4 Panjang Runway (Landasan Pacu)
Panjang landasan pacu dalam perencanaan lapangan terbang telah
dibuat persyaratan oleh Federal Aviation Administration (FAA), dan atau
International Civil Aviation Organization (ICAO), Aerodrome Manual
DOC 7920-AN/865 part 1 Air Craft Characteristic. Panjang landasan pacu
dapat dipengaruhi beberapa hal, seperti:
a. Karakteristik performan dan operasional dari pesawat yang dilayani
b. Ketinggian Altitude Cuaca, terutama angin permukaan dan suhu.
Temperatur tinggi dibutuhkan landasan pacu yang panjang oleh
karena densiti udara rendah yang menghasilkan output daya dorong
bagi pesawat udara menjadi rendah pula.
c. Kemiringan landasan (Runway Gradient).
Karakteristik runway, seperti kemiringan (slope) dan kondisi
permukaan. Arah pesawat udara saat melakukan take off pada arah
menuju kemiringan akan membutuhkan landasan pacu yang pendek
apabila dibandingkan pada posisi arah landasan pacu menanjak.
Begitu pula saat landing, membutuhkan landasan pacu pendek apabila
posisi arah landasan pacu menanjak. Kondisi permukaan landasan
pacu menyebabkan adanya genangan air tipis (standing water) sangat
membahayakan bagi pesawat udara karena licin, sehingga mudah
terjadi sliding dan harus dihindari.
d. Faktor lokasi aerodrome, sebagai contoh elevasi dari aerodrome yang
menyebabkan tekanan barometer dan keterbatasan topografi.
Persyaratan take-off dan landing harus diperhitungkan pada waktu
menentukan panjang runway.
Aeroplane Reference Field Length (ARFL) didefinisikan sebagai
panjang field length minimum yang diperlukan oleh pesawat terbang
yang bersangkutan untuk dapat take-off dengan Maximum Take-off
Weight. Kebutuhan ini pada saat kondisi bandar udara, adalah Mean Sea
Level (MSL), kondisi atmosfir standar, runway tidak mempunyai
kelandaian (Zero Runway Slope), serta tidak ada angin. ARFL setiap
pesawat terbang dapat dilihat di flight manual yang diterbitkan oleh
pabrik pesawat terbang yang bersangkutan.
ARFL suatu pesawat udara yang ada bukanlah panjang aktual yang
dikondisikan oleh pesawat udara tersebut untuk dapat beroperasi di
suatu daerah tertentu. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan
daerah tersebut berbeda dengan kondisi ARFL yang ditetapkan. Karena
itu, untuk mendapatkan panjang runway aktual untuk take-off, ARFL

14 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


tersebut perlu dikoreksi akibat elevasi, temperatur, dan
kelandaian runway. Semakin tinggi elevasi suatu tempat, semakin
berkurang kepadatan (density) udara di tempat tersebut. Karena itu
untuk mendapatkan gaya angkat yang memadai pada daerah tersebut
pesawat udara harus bergerak lebih cepat. Pada kondisi ini maka
runway yang diperlukan harus lebih panjang.
Koreksi akibat elevasi bandar udara ini, bahwa
panjang runway harus diperpanjang 7% setiap 300 m kenaikan elevasi
terhadap muka air laut. Temperatur yang tinggi akan mengurangi
kepadatan udara. Karena itu semakin tinggi Airport Reference
Temperatur (ART), semakin panjang runway yang diperlukan. ARFL
yang telah dikoreksi akibat pengaruh elevasi harus dikoreksi lagi akibat
pengaruh temperatur. Panjang runway yang diperlukan untuk take-off
yang telah dikoreksi akibat elevasi harus diperpanjang 1% untuk setiap
derajat Celcius naiknya ART terhadap temperatur standar bandar udara.
Temperatur standar adalah temperatur yang berhubungan
dengan atmosfir standar. Temperatur standar dipengaruhi pula oleh
elevasi bandar udara. Pada perencanaan lapangan terbang atmosfir
standar yang digunakan adalah atmosfir standar International Standard
Atmosphere (ISA), dimana pada kondisi ini temperatur pada Mean Sea
Level adalah 15° C. Selanjutnya panjang runway yang dibutuhkan
untuk take-off harus dikoreksi terhadap kelandaian memanjang runway.
Untuk itu digunakan effective gradient, yaitu rasio antara selisih titik
tertinggi dan titik terendah pada runway terhadap panjang runway-nya.
Setiap 1% effective gradient runway harus diperpanjang 10%. Secara
singkat, dapat dirumuskan sebagai berikut:

Actual Runway Length = ARFL x Fe x Ft x Fs
Dimana,
Fe= 1+ (0.07 x h/300)
Ft = 1 + 0.01 [T - (15 - 0.0065.h)]
Fs = 1 + 0.10 S
Berikut ini diberikan contoh untuk menghitung panjang runway aktual
yang diperlukan oleh suatu pesawat udara untuk dapat beroperasi di
suatu bandar udara dengan kondisi lingkungan tertentu.
Data:

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 15


Tipe pesawat terbang rencana Airbus A-300-600
§ ARFL = 2332 m
§ Elevasi lapangan terbang, 500 m (1500 ft.) di atas Mean Sea Level
(MSL).
§ Temperatur standar lapangan terbang tersebut adalah 12°C.
§ Airport Reference Temperature (ART) : 29° C.
§ Kelandaian (effective slope) runway : 0.8 %.
Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh elevasi = [1+0.07 x
500/300] = 1,1166 m.
Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh temperatur = [1+0,01
(29-(15-0,0065 x 500)] =1,1725 m.
Panjang runway yang dikoreksi akibat pengaruh kelandaian = [1
+0,10x0,8] = 1,08 m.
ARFL = Panjang Runway / (Fe x Ft x Fs), atau
Panjang runway actual terkoreksi = ARFL x (Fe x Ft x Fs) = (2332 x
1,1166 x 1,1725 x 1,08) = 3297,33 m = 3,297 km.
Penentuan lebar runway tergantung dari kode ARC (Aerodrome
Reference Code) Runway Width Classifications berdasarkan klasifikasi
ICAO.

16 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.




Gambar 2.2 Susunan Bagian Pada Runway (Landasan Pacu)


Karena dalam bandar udara sering terjadi kecelakaan, maka
disediakan unit penanggulangan kecelakaan (air rescue service) berupa
peleton penolong dan pemadan kebakaran, mobil pemadam kebakaran,
tabung pemadam kebakaran, ambulance, dll. Selain peralatan penolong
dan pemadam kebakaran juga ada hanggar servive aeroplane dan fuel
service untuk mengisi bahan bakar avtur.

Ruang Sisi Darat (Land Side),
Terminal bandar udara atau concourse adalah pusat urusan
administrasi penumpang yang datang atau pergi. Di dalamnya terdapat
alat pemindahan bagasi sinar X, counter check-in, (CIQ, Custom -
Inmigration - Quarantine) untuk bandar udara internasional, dan ruang
tunggu (boarding lounge) serta berbagai fasilitas untuk kenyamanan
penumpang.
Di bandar udara besar, penumpang masuk ke pesawat
melalui garbarata atau avio bridge. Di bandar udara kecil, penumpang
naik ke pesawat melalui tangga (pax step) yang bisa dipindah-pindah.
Curb, adalah tempat penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke
dalam bangunan terminar parkir kendaraan, untuk parkir para
penumpang dan pengantar/penjemput, termasuk taksi.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 17



Gambar 2.3 Konfigurasi Fasilitas Bandar Udara

18 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


RANCANGAN
BANDAR UDARA
(AIRPORT PLANNING) 3






3.1 Pengantar

Bandar udara bukan hanya tempat lepas landas, mendarat, serta
pergerakan di darat bagi pesawat udara, disamping itu bandar udara
merupakan simpul dari sistem transportasi udara secara umum
menghubungkan antar simpul moda transportasi. Namun peranan
bandar udara dalam kehidupan masyarakat ternyata lebih dari itu,
bahwa bandar udara bisa menjadi identitas sebuah daerah. Bandar udara
perlu dirancang dengan baik sehingga tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya dan diperlukan perencanaan dalam konteks rencana regional
yang menyeluruh.
Pemetaan, ukuran dan konfigurasi disesuaikan dengan pola
permukiman yang sudah ada, direncanakan dengan mempertimbangkan
dampak terhadap lingkungan sekitar serta mengutamakan kelestarian
fungsi lingkungan hidup untuk masa sekarang dan masa akan
Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan udara
dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:
SKEP/124/VI/2009 Tahun 2009, Tentang Pedoman Pelaksanaan Bandar
Udara Ramah Lingkungan (eco-airport), memberikan pengertian bahwa
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara
mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat
barang, dan tempat perpindahan intra dan antar moda, transportasi,

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 19


yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Sebuah bandar udara mempunyai ruang lingkup kegiatan yang
sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda, bahkan kadang-
kadang berlawanan, seperti misalnya kegiatan keamanan membatasi
sedikit mungkin hubungan (pintu-pintu) antara landside dan airside,
sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu
terbuka dari landside ke airside agar pelayanan berjalan lancar.
Konsep bandar udara didasarkan atas beberapa fungsi antara
lain; 1) bandar udara tempat penumpang pesawat udara memulai dan
mengakhiri penerbangannya; 2) bandar udara sebagai kesatuan sistem
udara dan darat sehingga mempunyai keistimewaan dalam
pengelolaannaya. Pengunjung yang bukan penumpang pesawat udara
ikut pula meramaikan bandar udara, 3) bandar udara terdapat beberapa
fasilitas pelayanan yang penting untuk penumpang dan pengunjung
seperti: ruang tunggu, kamar telepon, restauran, hotel, tempat parkir
kendaraan, dan pertokoan; 4) dalam konsep lain bandar udara telah
membentuk dirinya menjadi suatu unit pelayanan yang lengkap dimana
lingkup kegiatannya makin meluas dengan semakin meningkatnya lalu
lintas pesawat udara, dan bertambahnya jumlah penumpang, jumlah
pengantar dan penjemput penumpang pesawat udara. Perubahan ini
menyebabkan bandar udara sebagai pusat pertumbuhan dan
pengendalian serta peralihan penumpang dari satu tempat ketempat
lain; 5) bandar udara menjadi pusat perdagangan dan pemberi lapangan
kerja bagi masyarakat sekitarnya (Abduh Natsir, 2016).

3.2 Rancangan Bandar Udara

Sistem bandar udara dibagi menjadi dua, yaitu land side (sisi darat)
dan air side (sisi udara) yang keduanya dibatasi oleh terminal.
a. Land Side (sisi darat), adalah fasilitas yang terkait dengan
pengaturan keperluan di daratan seperti; bangunan terminal, parkir,
ruang tunggu, dll
b. Air site (sisi udara), adalah bangunan yang terkait dengan
pelayanan pesawat untuk tinggal landas dan pendaratan seperti
landasan pacu (runway), taxiway, apron dll.

20 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.























Gambar 3.1 Sistem Penerbangan


Land Side (sisi darat)
Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan
penghubung (jalan masuk bandara), lapangan parkir dan sirkulasi
kendaraan, dan bangunan terminal.

a. Jalan Masuk (Acces Interface)

Jalan masuk ke bandar udara termasuk fasilitas sisi darat yang
merupakan jalan penghubung dari jalan darat kota menuju bandar udara
atau menuju parkir darat. Jalan ini digunakan oleh kendaraan atau para
karyawan, penumpang, pengantar dan penjemput penumpang. Daerah
pertemuan jalan masuk dimana penumpang naik turun ke bagian
pemrosesan penumpang, sirkulasi, dan parkir.
Akses jalan, utamanya bagi bandar udara baru akan dapat menjadi
masalah oleh karena kebanyakan lokasi bandar udara jauh dari jalan
Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 21
kota. Pembebasan lahan khusunya jalan masuk biasanya menjadi utama
dan yang berikutnya adalah bahwa melalui jalan tersebut dapat
dijangkau dengan mudah. Moda-moda angkutan darat harus
dipertimbangkan sebagai moda pemadu transportasi, sehingga
kebutuhan dapat terlayani untuk menghubungkan bandar udara ke kota.
Fasilitas yang disediakan pada jalan masuk terdiri dari parkir dan jalan
penghubung yang memungkinkan penumpang, pengunjung dan barang
untuk masuk dan keluar terminal.
Penggunaan mobil pribadi masih menjadi pilihan utama untuk
tujuan bandar udara, termasuk penumpang dan kartayawan. Bandar
udara. Kecenderungan ini akan terus berlanjut dimasa depan, walaupun
telah tersedia angkutan masal pemadu moda transportasi yang telah
cukup ekslusif dan pelayanannnya cukup baik. Pertimbangan dan
alasannya memakai kendaraan pribadi adalah praktis, cepat, mudah dan
aman. Bagi sebahagian masyarakat Indonesia mungkin masih pada
alasan “gengsi”.
Angkutan barang wesel, kiriman melalui pesawat udara
perkembangannya cukup besar, akan tetapi kendaraan pengangkut
barang-barang tersebut bukan penyumbang terbesar lalu lintas di jalan
masuk dan parkir kendaraan bandar udara. Lalu lintas kendaraan
penumpang dan pengunjung termasuk sumber pemacu kepadatan akan
tetapi justru kendaraan karyawan bandar udara lebih besar memacu
kepadatan dari lalu lintas kendaraan yang lainnya. Ini menunjukkan
bahwa karyawan semuanya memakai kendaraan pribadi. Semua
kemungkinan ini tergantung terhadap ukuran dan seberapa besar
fasilitas perawatan bandar udara.
Perkiraan lalu lintas darat sebagai langkah awal untuk ramalan
perjalanan udara dimasa depan bagi kebutuhan penumpang pesawat
udara. Kebutuhan dimaksud berupa adanya ramalan distribusi harian
dari jumlah penumpang, jumlah barang, bahkan distribusi mingguan
sampai bulanan dan untuk akurat lagi ssampai tahunan. Arus masuk,
keluar penumpang terutama pada jam-jam sibuk setiap hari dan setiap
minggu.
Memperkiran “modal split” yaitu memisahkan kebutuhan
angkutan, diantara moda-moda angkutan darat yang tersedia atau yang
digunakan. Moda angkutan mobil pribadi, taksi, bus mini dan angkutan
masal merupakan jenis moda angkutan yang menjadi objek pemisahan.
Selanjutnya memperkiran modal split perlu memperkiran jumlah

22 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


muatan atau tingkat pengisian (ocupancy) setiap jenis angkutan. Tingkat
rata-rata jumlah muatan akan menentukan jumlah kendaraan yang
dibutuhkan oleh penumpang dalam sehari, seminggu dan seterusnya.
Jenis dan jumlah kendaraan yang dibutuhkan, menjadi ukuran dan
pedoman untuk menentukan rencana dimensi atau ukuran jalan masuk
bandar udara berdasarkan standar bina marga. Pertimbangann jumlah
pengunjung, karyawan bandar udara bagi beberapa bandar udara
diperhitungkan dengan menambahkan jumlahnya antara 15-25% kali
lalu lintas penumpang pesawat udara. Perhitungan pendekatan lainnya
melalui korelasi kegiatan penumpang di darat setiap jam dengan
menggunakan emultiple regression analysis. Pendekatan model
regression akan menjadi pilihan dalam analysis perhitungan dalam
anggapan bahwa hubungan lalu lintas darat dan udara akan menjadi
angkutan utama tanpa memperhitungkan angkutan lain seperti moda
transportasi kereta api yang juga merupakan moda transportasi massal.
Alasan pendekatan regression cukup tepat untuk hitungan pendekatan
awal. Kebutuhan angkutan darat dapat diketahui dimasa depan yang
lebih teliti akan didapatkan melalui pengetahuan yang lebih mendalam
dari beberapa faktor untuk menentukan lalu lintas darat.
Lalu lintas darat yang disebabkan oleh karyawan bandar udar
sepanjang jam-jam sibuk dapat melebihi yang dihasilkan oleh lalu lintas
penumpang dan pengunjung. Karyawan mempunyai asal dan tujuan
serta kebiasaan yang berbeda dengan penumpang. Karakter ini tentunya
berpengaruh kepada kebutuhan jalan masuk. Hubungan yang konsisten
tidak ada antara jumlah karyawan bandar udara dan jumlah tahunan
penumpang pesawat. Oleh karena itu sebenarnya pertimbangan jalan
masuk karyawan dapat terpisah dari jalan masuk penumpang.
Sirkulasi lalu lintas kendaraan di areal terminal dibutuhkan perlu
dirancang untuk menghindari kesemrawutan dan kemacetan.
Mengetahui jumlah lalu lintas kendaraan yang masuk keluar di areal
bangunan terminal menjadi ukuran terhadap perancangan. Sirkulasi lalu
lintas kendaraan di bandar udara secara umum diatur sistem lalu lintas
satu arah, sesuai putaran arah jarum jam karena mobil di Indonesia stir
berada di kanan sehingga dengan sendirinya penempatan bangunan
terminal berada di kiri pengemudi untuk efisiensi.
Untuk memudahkan akses di jalan dan memudahkan agar
kendaraan mobil dapat saling mendahului apabila menaikkan atau
menurunkan penumpang, maka jalan di terminal harus cukup lebar.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 23


Petunjuk arah mulai masuk jalan bandar udara untuk mencapai terminal
penumpang keberangkatan, kedatangan, dan fasilitas lain harus mudah
dilihat, jelas serta mengundang perhatian. Pedestrian untuk pejalan kaki
harus langsung, tidak berputar, ditandai dengan jelas dan terang. Door
Loop (gang-gang yang beratap) bagi pejalan kaki dari tempat parkir ke
pintu masuk terminal atau sebaliknya diperlukan.
Jalan masuk mempunyai fasilitas, berupa:
• Peralatan depan bagi penumpang untuk naik turun dari kendaraan
yang menyediakan bongkar muat baik kendaraan untuk menuju atau
meninggalkan gedung terminal.
• Fasilitas parkir kendaraan yang menyediakan tempat parkir untuk
jangka pendek dan panjang.
• Pelataran parkir dan jaringan jalan umum serta jalan bebas hambatan.
• Fasilitas untuk penyeberangan bagi pejalan kaki termasuk
terowongan, jembatan dan peralatan otomatis yang memberikan jalan
masuk antara fasilitas parkir dan terminal.
• Jalan khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran, truck pengangkut
bahan bakar, kantor pos dll yang menuju terminal

b. Parkir
Parkir dipergunakan bagi kendaraan didarat, baik bagi kendaraan
yang parkir sementara maupun yang parkir lama. Parkir lama ini
biasanya dilakukan oleh pemilik kendaraan yang berangkat dengan
tujuan ke tempat lain menggunakan pesawat udara dan memarkir atau
menitip kendaraannya (Valet) di Bandar udara.
Parkir kendaraan letaknya di antara jalan masuk dan terminal
bandar udara. Tempat parkir bagi mobil penumpang, karyawan dan
pengunjung sangat penting untuk bandar udara. Penggunaan angkutan
umum di bandar udara terus dikembangkan baik jumlah maupun
pelayanannnya, namun pemakaian kendaraan pribadi akan masih tetap
diperhitungkan dimasa depan. Sebagian besar lapangan terbang, dewasa
ini kebutuhan akan parkir mobil menjadi persoalan yang penting dan
membutuhkan pemikiran yang dominan dalam membuat rancangan
pelabuhan udara.
Pertimbangan utama didalam merencanakan lokasi parkir
kendaraan untuk penumpang pesawat udara adalah jarak pejalan kaki
sedemikian hingga sependek mungkin. Letak lokasi parkir sedapat
mungkin dekat dengan terminal. Jumlah dan karakteristik pemakai

24 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


lapangan parkir, mempengaruhi dalam merencanakan fasilitas lapangan
parkir. Masyarakat pemakai lapangan parkir mempunyai kebutuhan
yang berbeda, tergantung kepada tingkatan sosial dan kepentingannya
bandar udara. Lapangan parkir bandar udara digunakan oleh beberapa
komponen pengguna, yaitu:
a. Penumpang pesawat udara.
b. Pengunjung yang menemani penumpang.
c. Pengunjung lapangan untuk rekreasi.
d. Karyawan bandar udara.
e. Taxi, suburban, persewaan mobil.
f. Orang yang berkepentingan dengan usaha di bandar udara.

Lapangan parkir bagi karyawan bandara udara sebaiknya


tersendiri. Letak parkirnya ditempatkan pada lokasi sedekat mungkin
dengan fasilitas aktifitas. Dibutuhkan efisiensi waktu dan tenaga untuk
berjalan kaki sampai di tempat beraktifitas. Kebutuhan parkir bagi mobil
persewaan tidak perlu dekat dengan bangunan terminal, tetapi harus
disediakan ruangan bagi mobil yang telah dipesan di dekat pintu keluar.
Lapangan parkir umum disediakan untuk penumpang, penjemput dan
termasuk orang-orang yang akan berekreasi.
Pada bandar udara besar yang sudah memadukan fungsi bandar
udara itu sendiri dengan sarana rekreasi. Kota-kota besar di dunia
biasanya mempunyai bandar udara dengan fasilitas kelas satu yang
membuat para pengantar, penjemput dan bahkan pengunjung
(pelancong) betah berlama-lama di dalamnya.
Survey bandar udara di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
hampir 80% lama parkir kendaraan sekitar 3 jam. Parkir kendaraan
kurang dari 3 jam dikategorikan sebagai parkir short tern dan lebih dari
3 jam dikategorikan sebagai long term. Perencanaan lapangan parkir
prioritas diberikan kepada parkir short term, sehingga tidak diperlukan
lapangan parkir yang luas. Proyeksi-proyeksi kebutuhan lapangan parkir
di masa depan pada umumnya dibuat dengan metode korelasi terhadap
proyeksi pertumbuhan lalu lintas udara dan yang menjadi tolok ukur
biasanya kendaraan penumpang pesawat.
Bagi bandar udara yang suada beroperasi, data lalu lintas
kendaraan masuk-keluar bandar udara baik harian jam demi jam sudah
diketahui. Selisih antara kendaraan masuk dengan kendaraan keluar
adalah akumulasi kendaraan yang tinggal dilapangan parkir atau
menggunakan fasilitas parkir. Ploting distribusi harian dari kendaraan
Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 25
yang parkir, akan menggambarkan akumulasi jam-jam tersibuk
termasuk kapan jam sibuk terjadi. Akumulasi tersibuk menunjukkan
kebutuhan luasan lapangan parkir untuk saat sekarang.
Proyeksi kebutuhan lapangan parkir untuk masa datang,
diperlukan hubungan antara jumlah kendaraan masuk dan keluar di
lapangan parkir pada jam-jam tertentu, serta total jumlah penumpang
datang dan berangkat selama waktu yang bersamaan. Jumlah
penumpang atau tingkat pengisian (occupancy) kendaraan dapat
dipengaruhi jumlah pengantar yang menemani penumpan, sangat
bervariasi dari 1 sampai 10 pengantar tergantung sifat dan karakteristik
penduduk setempat. Kalau pengantar haji misalkan bagi kategori
penduduk daerah, bahkan pengantarnya menggunakan bus tersendiri.
Jumlah kendaraan pada jam sibuk yang keluar masuk lapangan
parkir, bisa ditentukan dengan membagi ramalan peningkatan
penumpang pada jam-jam sibuk dengan tingkat pengisian kendaraan.
Ramalan jumlah penumpang dan tingkat pengisian penumpang dapat
dipakai untuk menentukan ukuran lapangan parkir serta jalan-jalan
masuk keluarnya.
Pertama, didapatkan projeksi distribusi harian dari penumpang
yang masuk dan keluar lapangan terbang, konversikan jumlah
penumpang ini ke jumalah kendaraan untuk menentukan akumulasi
puncak dari jumlah kendaraan. Kedua, hubungkan akumulasi maximum
jumlah kendaraan dengan jam-jam sibuk jumlah penumpang pada tahun-
tahun yang diketahui, dan digunakan korelasi untuk memproyeksikan
permintaan kendaraan pada jam sibuk di masa yang akan datang.
Kesulitan biasa didapati dengan metode diatas karena ada beberapa
keterbatasan-keterbatasan yang dijumpai, seperti: karakteristik sifat
kendaraan yang sulit untuk menentukan tingkat pengisian kendaraan.
Pemilihan metode rancangan memang tergantung kepada tingkat
ketelitian dan tingkat ketetapan rancangan. Metode yang sederhana
didasarkan kepada peramalan jumlah pemarkir di bandar udara melalui
pengamatan yang berkesinambungan. Umumnya di Indonesia biasa
dipakai untuk rancangan jangka panjang, namun demikian untuk
pembangunan lapangan parkir yang menelan dana banyak misalnya
parkir pada gedung bertingkat, diperlukan teknik perancangan yang
rumit, dengan mempertimbangkan berbagai faktor sesuai persyaratan
untuk mendapatkan angka kebutuhan luasan lapangan parkir. Perancang
selalu berdasarkan pada pemikiran dan ketelitian projeksi penumpang.

26 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Luas parkir rata-rata untuk satu mobil adalah lebar 2,6 m, dan
panjang 5,5 m. Pemilihan konfigurasi parkir tertentu dipertimbangkan
terhadap luas tanah yang tersedia.

c. Gedung Terminal

Gedung terminal digunakan oleh 3 (tiga) unsur yang berkepentingan
dalam pengoperasian bandar udara, yaitu:
- Penumpang dan pengantar/penjemput.
- Perusahaan penerbangan.
- Operator Bandar udara

Ketiga unsur diatas, volume penumpang jauh lebih besar dalam
pemanfaatan gedung terminal apabila dibandingkan dengan pemakaian
oleh perusahaan penerbangan dan operator Bandar udara, sehingga
kebutuhan area bagi pelayanan penumpang juga lebih luas.

Tujuan perancangan terminal meliputi:
- Memaksimalkan akomodasi penumpang.
- Memberikan pelayanan yang baik bagi perusahaan penerbangan.
- Memberikan dukungan yang memadai bagi personil bandar udara
walaupun dalam kondisi yang sangat sibuk.

Proses Perencanaan Terminal
Pengembangan suatu terminal dilakukan dalam suatu rangkaian langkah
terpadu meliputi pengembangan konsep, rencana skematis dan
pengembangan rancangan. Fasilitas terminal dikembangkan selaras
dengan rencana pengembangan fasilitas sisi udara dengan
mempertimbangkan penggunaan lapangan udara yang paling efektif,
kemampuan untuk memperluas fisik dan keluwesan operasional,
keterpaduan dengan sistem jalan masuk dan kesesuaian dengan tata
guna lahan yang sudah direncanakan disekitar bandar udara.
Pada tahap penyusunan ditetapkan tujuan dan ruang lingkup pekerjaan
dasar pemikiran bagi awal penelaahan. Rancangan skematik
menjabarkan konsep dan hubungan fungsional ke dalam gambar-gambar
denah yang menunjukkan ukuran keseluruhan bentuk dan letak ruangan
yang dibutuhkan untuk setiap fungsi. Perkiraan biaya yang terinci
disiapkan dalam rancangan skematik sehingga dapat dibuat

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 27


perbandingan antara kebutuhan ruangan dan biaya. Tahap ini
merupakan dasar bagi persiapan dokumen-dokumen konstruksi, proses
permintaan penawaran, pengerjaan dan pelaksanaan pekerjaan akhir.

Konsep pengembangan
Lokasi terminal sangat ditentukan oleh proses perencanaannya, sehingga
ada beberapa alternatf pertimbangan yang harus diperhatikan
adalah:
§ Kemampuan untuk menangani permintaan yang diharapkan.
§ Kesesuaian dengan tipe pesawat udara yang akan menggunakan.
§ Keluwesan terhadap pertambahan dan perubahan teknologi.
§ Kesesuaian dengan rencana induk Bandar udara keseluruhan.
§ Kesesuaian dengan tata guna lahan didalam dan disekitar bandar
udara.
§ Analisis rute-rute manuver pesawat dan pertentangan-
pertentangan yang mungkin terjadi pada sistem landas hubung dan
daerah apron.
§ Penundaan kendaraan darat, penumpang pesawat udara yang
mungkin terjadi.
§ Kelayakan keuangan dan ekonomi.

Kriteria yang ditetapkan dalam rancangan terminal
§ Biaya pemrosesan penumpang.
§ Jarak berjalan kaki untuk berbagai tipe penumpang.
§ Penundaan penumpang dalam pemrosesan.
§ Tingkat pengisian dan kemacetan.
§ Penundaan dan biaya manuver pesawat udara.
§ Pemakaian bahan bakar pesawat udara dalam melakukan. manuver
dilapangan terbang antar runway dan terminal.
§ Biaya konstruksi.
§ Biaya-biaya administrasi, operasi dan pemeliharaan
§ Sumber-sumber pendapatan yang potensial dan tingkat pendapatan
yang diharapkan dari setiap sumber.

Pengembangan Konsep Terminal
Pemrosesan dilakukan secara terpusat yang berarti seluruh fasilitas
terdapat dalam satu gedung. Hal ini akan lebih ekonomis karena banyak
fasilitas bersama dapat digunakan untuk melayani sejumlah besar posisi

28 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


pintu (gate) ke pesawat udara. Terdapat 4 (empat) konsep distribusi
horisontal dasar, dan dari konsep-konsep dasar tersebut dapat dibuat
berbagai kombinasi. Setiap konsep dapat digunakan dengan tingkat
pemusatan yang berbeda.

Penentuan Fasilitas-fasilitas Terminal Penumpang
Ketersediaan fasilitas pada terminal penumpang dapat
diperkirakan dengan menggunakan bermacam-macam cara.
§ Kerb Keberangkatan (Departure Kerb)
§ Anjungan Keberangkatan (Departuses Concourse)
§ Tempat Check In
§ Area antrean untuk Check In
§ Pemeriksaan Paspor Keberangkatan (Pasport Control)
§ Tempat Menunggu untuk Keberangkatan (Departure lounge)
§ Pemeriksaan Keamanan (Security Check)
§ Ruang Tunggu (Gate Hold Room)
§ Pemeriksaan Kesehatan Kedatangan (Arrival Health Check)
§ Pemeriksaan Paspor Kedatangan (Pasport Control Arrival)
§ Area Antrian Pemeriksaan Pasport Keberangkatan
§ Area Pengambilan Bagasi
§ Pemeriksaan Pabean untuk Kedatangan
§ Area Antrean Pemeriksaan Pabean
§ Jumlah Alat Pengambilan Bagasi
§ Anjungan Kedatangan
§ Kerb Kedatangan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 29




P











Gambar 2.2 Komponen Sisi Darat



Gambar 3.2 Komponen Sisi Darat


Air site (sisi udara)
Sistem bandar udara dari sisi udara terdiri dari area pintu
gerbang-apron, taxiway, holding pad, exit taxiway, runway, dan jalur
penerbangan di angkasa.

Apron adalah suatu bidang tertentu di dalam bandar udara yang
disediakan sebagai tempat bagi pesawat saat melakukan kegiatan
menaikkan dan menurunkan penumpang, muatan pos dan kargo dari
pesawat, pengisian bahan bakar, parkir, dan perawatan pesawat namun
dalam waktu singkat.

Taxiway (landas hubung) adalah suatu jalur tertentu di dalam lokasi
bandar udara yang menghubungkan antara landasan pacu (runway)
dengan landas parker (apron) di daerah bangunan terminal dan
sebaliknya, Taxiway terdiri dari exit taxiway, pararel taxiway, dan high
speed taxiway.

30 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Runway (landasan pacu) adalah suatu bidang persegi panjang tertentu di
dalam lokasi bandar udara yang berupa suatu perkerasan yang disiapkan
untuk pesawat melakukan kegiatan pendaratan dan tinggal landas.














AC = Access Point
RTB = Return to Base
DS = Direct Speech
R/W = Runway
T/W = Taxiway
Gambar 3.3 Komponen Sisi Udara Bandara














Gambar 3.4 Komponen Bandara Sisi Darat, Sisi Udara

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 31


3.3 Rencana Induk Bandar Udara
Rencana Induk Bandar Udara, adalah pedoman pembangunan dan
pengembangan bandar udara yang mencakup seluruh kebutuhan dan
penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan
kegiatan penunjang penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-
aspek teknis, pertahanan keamanan, sosial budaya serta aspek-aspek
terkait lainnya. Rancangan induk merupakan konsep pengembangan
lapangan terbang ultimate, dimana pengertian pengembangan disini
adalah di lingkungan seluruh area lapangan terbang di dalam dan di luar,
di sekitar operasi penerbangan dan tata guna lahan sekitarnya Air Port
Master Plant, FAA No. AC 150/5070/-6 dan ICAO Air Port Planning,
manual part 1 Dokumen No. 9184 Edisi Tahun 1977.
Tujuan umum dari rancangan induk lapangan terbang adalah
memberikan pedoman untuk pengembangan di kemudian hari yang
memadai bagi operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan
dan pengembangan masyarakat serta moda transportasi yang lain.
Rancangan lapangan terbang di susun berdasarkan kriteria dan
prosedur. Termasuk evaluasi diperlukan yang merupakan hasil
pemikiran-pemikiran yang logis, penyusunan urutan prioritas dan
kemungkinan (alternatif) serta pertimbangan dari alternatif yang
terpilih.
Pada masa awal penyusunan rancangan induk di kenal
hanya perancangan teknis, terutama untuk keperluan operasi
penerbangan. Namun dewasa ini rancangan induk sudah banyak
pertimbangan kepentingan seperti teknis operasi penerbangan,
ekonomi, keuangan dan politis. Pertimbangan lingkungan hidup, atau
keseimbangan masyarakat sekeliling mendapat perhatian dan pengaruh
kuat atas rancangan induk. Rancangan merupakan hasil kompromi dari
kebutuhan fisik maupun non fisik.
Rancangan induk lapangan terbang mempunyai isi yang berbeda
untuk setiap lokasi dan rencana, namun paling kurang harus mendukung
beberapa pertimbangan, berupa:

§ Ramalan kebutuhan /permintaan


Ramalan terhadap operasional penerbangan, jumlah penumpang,
volume barang dan lalu lintas darat. Ramalan di buat tidak hanya
ramalaan tahunan tetapi juga jam-jam tersibuk harian.


32 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
§ Alternatif pemecah persoalan.
Setiap alternatif pemecah persoalan harus memperhatika
pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan keselamatan, ekonomi
dan sosial.
§ Analisa biaya investasi
Tinjauan terhadap pemanfaatan biaya pembanguan harus terukur
dan bermanfaat. Analisa biaya investasi serta keuntungan haruslah
diketahui, sehingga dibutuhkan studi kelayakan untuk pertimbangan
keputusan.
§ Pengaruh lingkungan dan alternatif mengatasinya.
Setiap pembahasan dari rancangan tentu mangandung resiko
antara keuangan, teknis, pengaruhnya terhadap lingkungan.
Pengembangan sebuah lapangan terbang tentu akan
mengundang penduduk untuk membangun perumahan sepanjang
jalan masuk, membangun fasilitas kehidupan. Pengembangan sebuah
lapangan terbang tentu akan mengundang minat kalangan luas,
pemakai lapangan, penyediaan jasa, pengelola lapangan dan
sebagainya. Dalam tahap penyususnan rancangan induk, pihak-
pihak yang berkaitan haruslah di ajak berkonsultasi.

3.4 Kebutuhan Rencana Induk Bandar Udara

Persiapan rancangan induk, adalah pengumpulan data dari fasilitas
lapangan terbang yang sudah dan usaha-usaha merancang pada daerah
yang luas. Konsultasi harus dengan pihak-pihak yang terkait tidak hanya
dengan pihak perhubungan udara tetapi dengan pemerintah daerah,
perusahaan penerbangan dan penggunaan lapangan terbang lainnya.
Data-data bisa di dapat dari perhubungan udara
a. Operasi Data Centere (ODC) terutama data lalu lintas penumpang
maupun barang dan pos, serta lalu lintas pesawat.
b. Peraturan-peraturan dari sebuah lapangan terbang bisa di dapat
dari badan-badan internasional semacam Federal Aviation Agency
(FAA).
c. International Civil Aviation Organization (ICAO).

Kebutuhan yang disediakan dalam Rencana Induk, antara lain:
a. Gambar rencana tata letak Bandara sampai fase perkembangan
terakhir (ultimate fase) termasuk tata guna lahan disekitarnya.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 33


b. Jadwal prioritas dan pentahapan untuk melengkapi gambar rencana
tata letak.
c. Data dan informasi penting yang diperlukan pada pembangunan
rencana.
d. Penjelasan bagi masyarakat disekitarnya dan pemerintah daerah
dimana bandar udara tersebut akan dibangun.
e. Rencana Induk dapat dibuat bagi Bandar udara yang sudah ada atau
yang akan dibangun hanya akan berbeda dalam pelaksanaan
pembangunannya.

Selain itu dalam pembangunan bandara udara, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan:
a. Memanfaatkan fasilitas yang sudah ada atau menghindari
pembongkaran fasilitas yang sudah ada.
b. Adanya dampak pengembangan bandar udara terhadap lingkungan
sekitarnya.

Perencana harus mengakomodir semua fasilitas fisik yang telah ada pada
lapangan terbang dan penggunaan lalu lintas lapangan terbang, seperti:
a. Fasilitas navigasi dan telekomunikasi udara, pemanfaatan fasilitas,
penggunaan area udara.
b. Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan, perancang harus
mengenali penggunaan tanah sekitar bandar udara.
c. Data sisi ekonomi, jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, tata guna
daerah, untuk di pakai sebagai dasar ramalan permintaan.

3.5 Ramalan

Rancangan induk bandar udara di kembangkan berdasarkan
kepada ramalan dan permintaan (Forecast and Demand). Ramalan bisa
di bagi dalam 3 kategori, antara lain:
a. Ramalan jangka pendek, yaitu sekitar 5 tahun
b. Ramalan jangka menengah, yaitu sekitar 10 tahun
c. Ramalan jangka panjang, yaitu sekitar 20 tahun

• Ramalan jangka menengah, yaitu sekitar 10 tahun.
• Ramalan jangka panjang, yaitu sekitar 29 tahun s/d 50 tahun.

34 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Jangka ramalan semakin jauh, ketepatan dan ketelitiannya semakin
berisiko, maka perlu di sadari bahwa ramalan jangka panjang hanyalah
pendekatan. Telah dikemukakan bahwa beberapa kegiatan seperti
ramalan pergerakan pesawat, jumlah penumpang tahunan maupun jam-
jam sibuk, sangat di perlukan, akan tetapi untuk barang dan pos cukup
ramalan tahunan saja.
Ada beberapa cara untuk meramal permintaan di waktu yang akan
datang. Setiap metode ramalan bisa mempunyai perbedaan yang sangat
besar. Metode ramalan yang sangat rumit, tetapi mempunyai tingkat
keakuratan relative baik, Teknik ramalan yang paling sederhana adalah
meramal kecenderungan volume lalu lintas di masa depan dan ramalan
yang lebih kompleks, rumit adalah meramal yang berhubungan dengan
permintaan dengan mengindahkan faktor-faktor sosial, ekonomi,
teknologi, selera yang mempengaruhi transportasi udara.
Ada beberapa hal yang perlu diamati, diperhatikan, dan perlu dilakukan
antara lain:
a. Kecenderungan dari permintaan perjalanan udara (air travel)
dimasa lalu.
b. Pengaruh berbagai faktor variasi ekonomi, sosial dan teknologi
terhadap permintaan perjalanan udara.
c. Buat model-model hubungan permintaan transportasi udara dan
rencana induk lapangan terbang.
d. Proyeksi kebutuhan sebuah lapangan terbang.
e. Memakai model untuk mendapatkan harga ramalan dari permintaan
transportasi udara dimasa depan.

3.6 Fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan

a. Runway (Landasan pacu), bangunan dengan menggunakan
perkerasan mutu tinggi yang dipergunakan lepas landas (take off)
atau pendaratan (landing).
b. Taxiway (jalan pesawat dari bangunan terminal menuju ujung
landasan pacu untuk lepas landas atau arah sebaliknya setelah
pendaratan pesawat).
c. Apron (tempat menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang
serta tempat parker sementara bagi pesawat udara).
d. Terminal (tempat menunggu penumpang).

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 35


e. Jalan masuk (akses jalan dari jalan kota menuju bandar udara atau
parkir).
f. Parkir, untuk kendaraan penumpang, pengunjung, karyawan, taxi dan
persewaan kendaraan, dll).
g. Bangunan Kargo (lalu lintas barang).
h. Hanggar (untuk parkir pesawat).

Kebutuhan akan adanya runway, taxiway, apron, bangunan
terminal, jalan masuk dan tempat parkir, di kembangkan sesuai analisa
permintaan dari rencana geometri dan standar-standar yang
menentukan perencanaan lapangan terbang. Standar yang di
keluarkan oleh Federal Aviation Administration (FAA), dan
International Civil Aviation Organization (ICAO) badan pengatur
berbagai komponen lapangan terbang, yaitu; runway, jumlah, panjang,
taxiway, bangunan terminal, bangunan kargo, konfigurasi dan fasilitas
untuk pesawat General Aviation.
Memakai standar ini mempermudah rencana untuk
mendapatkan pendekatan awal dari bentuk kasar dan ukuran tiap-tiap
komponen lapangan terbang, baik untuk lapangan terbang baru maupun
lapangan terbang yang sudah ada.

3.7 Pemilihan Lokasi Bandar Udara

Dalam pemilihan lokasi bandar udara baru, pertama-tama harus
membuat kriteria sebagai pedoman dalam penentuan lokasi yang
sepatutnya untuk pengembangan di masa depan. Kriteria di bawah ini
bisa di gunakan untuk pengembangan bandar udara baru namun
sebagian besar dapat juga dipergunakan untuk lapangan terbang yang
telah ada.
Lokasi lapangan terbang di pengaruhi oleh faktor-faktor, antara
lain sebagai berikut:

a. Tipe pengembangan lingkungan sekitar
Tipe pengembangan sekitar merupakan faktor yang sangat
penting, sebab kegiatan sebuah lapangan terbang dapat mengganggu
lingkungan, manusia yang berada disekitar bandar udara, terutama
terhadap tingkat kebisingan. Oleh karena itu penelitian, pengamatan
terhadap penggunaan tanah sekitar lapangan terbang sangat perlu.

36 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Proritas di berikan kepada pengembangan lingkungan yang selaras
dengan aktifitas lapangan terbang. Pertimbangan menjadi tidak tepat
terhadap pemilihan lokasi pada daerah pemukiman penduduk dan
sekolah.
Lokasi terpilih yang masih mempunyai daerah pemukiman
belum rapat, sangat baik untuk di keluarkan peraturan daerah yang
mengatur tata ruang sekitar lapangan terbang semacam koordinasi tata
ruang, akan sangat membantu pengembangan lapangan udara maupun
lingkungan sekitar sehingga tidak ada konflik di kemudian hari.
Bandar udara sangat esensial bagi transport sebuah lingkungan
masyarakat, karena memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi dan
merupakan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu lapangan
terbang perlu adanya pengembangan, disamping itui tentu masyarakat
juga perlu berkembang, sehingga di tuntut pengaturan sebaik-baiknya.
Diperlukan koordinasi pengembangan dengan mempertimbangkan
keduannya.
Gangguan terhadap lingkungan atau terhadap kehidupan
masyarakat sekitar lapangan terbang akibat pengoperasian lapangan
terbang dapat diminimalisir melalui adanya jalur hijau (green belt) pada
sisi udara yaitu antara runway, taxiway, apron, dan bangunan terminal
sebagai pembatas.

b. Kondisi Atmosfer
Pengaruh kabut yang biasanya terjadi pada bandar udara yang
tofograpi sekitar pegunungan, asap akibat kebakaran hutan dan asap
akibat industri, mengurangi jarak pandang. Hambatan jenis ini
mempunyai pengaruh kepada menurunnya kapasitas lalu lintas
penerbangan. Jeleknya jarak pandang (Visibility) mengurangi
kemampuan pesawat terbang di banding visibility yang jauh.
Pesawat-pesawat yang mempunyai instrument khusus dapat terbang
pada visibility 0, yang biasa disebut Instrument Flight Rule (IFR) yaitu
pada kondisi Instrument Meteorologi Condition (IMC) kabut yang
mempunyai kecenderungan bertahan pada suatu daerah yang
tiupan anginnya kecil.

c. Kemudahan untuk mendapatkan transportasi darat.
Akses jalan dari semua asal penumpang pesawat udara menuju
lapangan udara harus diperhatikan. Kebutuhan waktu terutama di kota-

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 37


kota besar lebih banyak di darat dari pada waktu di udara dalam suatu
perjalanan. Sekarang ini di kenal penerbangan yang sangat singkat dari
suatu bandar udara ke bandar udara lain. Waktu perjalanan di darat
untuk kebutuhan ke bandar udara dan sebaliknya dari bandar udara
biasanya dibutuhkan waktu dua kali lipat.
Di Indonesia kecenderungan penumpang pesawat udara untuk ke bandar
udara dan keluar dari bandar udara menggunakan kendaraan pribadi.
Kendaraan pribadi dan kendaraan lainnya yang menuju ke bandar udara,
daya tampung jalan masuk bandar udara cukup termasuk tempat parkir
darat bandar udara. Pemakaian mobil tentu dengan berbagai alasan
seperti keamanan, praktis, cepat dan mudah. Kendaraan umum dianggap
tidak aman, kemudian transport dengan taxi mahal.
Setelah kendaraan akan keluar bandar udara dan sampai pada jalan kota,
rawan akan kemacetan. Transport darat massal dari dari bandar udara
ke pusat kota dan sebaliknya dibutuhkan. Kebutuhan bus kendaraan
pemadu moda dengan pelayanan nyaman dan untuk mengurangi
kemacetan kota.

d. Tersediannya lahan untuk pengembangan
Tingkat perkembangan angkutan penumpang bandar udara
termasuk angkutan barang cukup dinamis sehingga bandar udara perlu
menyesuaikan permintaan kebutuhan. Seiring dengan peningkatan
jumlah penumpang dari waktu ke waktu tentunya berkorelasi dengan
pertambahan jumlah pesawat udara yang akan menggunakan bandar
udara.
Pertambahan jumlah runway, taxiway, apron, tempat parkir
kendaraan dan bangunan terminal perlu pengembangan. Semua itu
tentunya memerlukan lahan untuk pengembangan, baik untuk
memperluas fasilitas yang sudah ada maupun membangun fasilitas baru
yang dibutuhkan.

e. Adanya lapangan terbang lain
Ketika memilih lokasi untuk menentukan sebuah bandar udara
yang baru atau menambah landasan pacu, perlu dipertimbangkan adanya
bandar udara lain yang berada disekitarnya. Jarak yang cukup jauh satu
sama lain, agar ruang lingkup yang diperlukan cukup untuk maneuver
pada saat akan mendarat.

38 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Jarak minimum antara pelabuhan udara tergantung kepada
volume dan type lalu lintas. Bandar udara harus mempunyai
perlengkapan operasional terhadap kondisi jarak pandang yang jelek.
Jarak yang terlalu dekat akan saling mengganggu termasuk instrument-
instrumen komunikasi. Kondisi jarak panjang jarak pandang yang jelek
mengakibatkan maneuver pesawat di udara hampir-hampir tanpa
batasan.
Fasilitas-fasilitas instrument pada bandar udara dibutuhkan
sehingga dengan mudah berkomunikasi oleh pengatur lalu lintas udara
(PLLU) di bandar udara melalui radar.

f. Halangan sekeliling (Surrounding Obstruction)
Pemilihan lokasi bandar udara harus dipilih sedemikian,
sehingga dalam pengembangan, bebas halangan atau halangan dapat
dengan mudah diatasi. Diperlukan kebijakan yang melindungi melalui
peraturan yang ketat agar orang tidak sembarang melakukan atau
membangun apa saja yang merupakan halangan bagi penerbangan
terutama pada daerah approach area. Di daerah approach area
terdapat areal disebut daerah landasan bersih halangan (runway clear
zone) yang biasanya didapatkan kesulitan dalam mengatasi bangunan-
bangunan masyarakat atau suatu lembaga di sekitar bandar udara. Oleh
Karen itu pengawasan harus seketat terhadap pelanggaran yang terjadi.
Pengaturan tata ruang yang didukung oleh peraturan undang-
undang atau minimal peraturan daerah yang mengatur tentang
pengaman sekeliling bandar udara.

g. Pertimbangan ekonomis
Dalam rancangan induk, pertimbangan ekonomi memberikan
beberapa alternative pilihan penentuan lokasi. Pemilihan lokasi
biasanya terdapat pada area yang membutuhkan biaya perbaikan tanah,
penimbunan tanah yang cukup besar. Berbagai alternative lengkap
dengan perhitungan biaya tentu saja memilih lokasi dengan biaya
pembangunan yang murah.

h. Tersedianya Utilitas
Sebuah bandar udara membutuhkan utilitas yang tersedia dalam
kondisi yang cukup. Tersedia air bersih, tenaga listrik, sambungan
telepon, bahan bakar minyak sesuai kebutuhan. Utilitas tersedia yang

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 39


berkesinambungan untuk operasional bandar udara yang tidak pernah
terputus.
Tenaga listrik bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan
persediaan genset sebagai tenaga cadangan dalam kondisi PLN tidak
berfungsi. Saluran telepon dan sumber air bersih baik dari Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) maupun sumur bor harus tersedia.
Bahan bakar disalurkan melalui pipa-pipa dan keluar dari apron melalui
hidran atau dibawa dengan truk tanki. Air limbah diolah di satu bak
pengolahan limbah sampai aman untuk dibuang ke lingkungan.

3.8 Ukuran Bandar Udara

Bandar Udara membutuhkan fasilitas yang cukup memadai
sesuai kebutuhan. Kebutuhan dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
untuk diadakan dalam suatu ruang atau tempat yang berhubungan
dengan ukuran lapangan terbang yang tersedia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran lapangan terbang, sebagai
berikut:

a. Karakteristik dan ukuran pesawat
Karakteristik prestasi pesawat terbang akan mempengaruhi panjang
landasan pacu. Data mengenai karakteristik pesawat terbang serta tipe-
tipe pesawat dan ketentuan landasan pacu dapat dilihat pada badan yang
berwenang seperti FAA dan ICAO.

b. Perkiraan volume penumpang
Volume atau jumlah penumpang berkorelasi dengan jumlah pesawat
udara yang dibutuhkan dalam operasional. Jumlah pesawat yang akan
menggunakan fasilitas di sisi udara mempengaruhi jumlah landasan pacu
yang dibutuhkan, susunan landasan hubung (taxiway) dan ukuran
daerah ramp (ramp area).

c. Kondisi meteorology
Kondisi-kondisi meteorologi dapat mempengaruhi ukuran bandar udara,
yaitu angin dan temperature setempat. Temperature mempengaruhi
panjang landasan pacu. Temperature yang tinggi membutuhkan
landasan pacu yang lebih panjang karena temperature tinggi
mencerminkan kerapatan udara yang lebih rendah, yang mengakibatkan

40 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


hasil daya dorong yang lebih rendah. Arah angin mempengaruhi jumlah
dan susunan landasan pacu (konfigurasi landasan pacu). Angin
permukaan mempengaruhi panjang landasan pacu, semakin besar angin
sakal, semakin pendek landasan pacu, sedangkan semakin besar angin
buritan semakin panjang landasan landasan pacu.

d. Ketinggian Tapak
Ketinggian Tapak diukur dari ketinggian muka air laut terhadap bandar
udara. Ketinggian sangat mempengaruhi kebutuhan panjang landasan
pacu. Semakin tinggi letak bandar udara dari muka air laut, temperatur
semakin rendah mengakibatkan landasan pacu yang dibutuhkan oleh
pesawat udara semakin panjang.
Demikian pula dengan kemiringan landasan pacu, kemiringan
keatas membutuhkan landasan pacu yang lebih panjang daripada
landasan pacu yang rata atau yang kemiringannya kebawah,
pertambahan panjang ini juga tergantung pada ketinggian bandar udara
dan temperatur.
Umumnya landasan pacu menjadi dasar utama dalam penentuan
ukuran bandar udara. Komponen-komponen pendukung bandar udara
baik di sisi darat maupun di sisi udara, landasan pacu merupakan
komponen terpanjang dalam area bandar udara. Oleh karena itu dalam
menentukan lokasi bandar udara, landasan pacu yang terdahulu
dipikirkan, apakah area yang tersedia cukup untuk ukuran landasan
pacu.

3.9 Tata Guna Lahan

Dalam rancangan induk lapangan terbang tata guna lahan sangat
dipertimbangkan utamanya dalam peruntukan lahan dan sesuai dengan
program rancangan induk terpadu wilayah pengembangan.
Pertimbangan tersebut bahwa lapangan terbang merupakan salah satu
sarana transportasi yang berfungsi pelayanan angkutan udara.
Permukiman yang padat di sekitar bandar udara dapat menghalangi
gelombang radio sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya alat
navigasi dan radar pesawat udara.
Beberapa dampak yang mempengaruhi aktivitas dan kehidupan
penduduk sekitar dan sebaliknya aktivitas penduduk sekitar juga akan
mempengaruhi operasional bandar udara. Kebisingan akibat bunyi

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 41


pesawat udara pada kawasan bandar udara mengakibatkan dampak
terhadap kehidupan manusia yang tinggal di sekitar bandar udara.
Dampak dimaksud berupa:
Gangguann terhadap pembicaraan atau komunikasi.
Gangguan terhadap waktu istirahat.
Gangguan tidur dan aktifitas kerja.
Berpengaruh tidak baik terhadap bayi dalam kandungan.
Menyebabkan menurunnya ambang pendengaran manusia.
Menyebabkan menurunya kualitas lingkungan hidup.

Pengembangan bandar udara menuntut adanya perluasan tata
guna tanah dan ini tergantung pada ketersediaan tanah. Kebutuhan dapat
berupa penggunaan langsung untuk kebutuhan utama atau penerbangan,
seperti apron, taxiway dan runway atau untuk kebutuhan terminal dan
parkir kendaraan. Penggunaan sarana penunjang yang non-penerbangan
seperti sarana rekreasi, pendidikan, pertokoan, dan restaurant.
Kelebihan tanah untuk kebutuhan penerbangan, disarankan untuk
pembangunan fasilitas non penerbangan. Areal Ruang Terbuka (open
space) Hijau, merupakan areal bandar udara yang perlu di kembangkan
dalam tatanan yang berwawasan lingkungan hidup. Ruang terbuka hijau
yang berfungsi sebagai ekologi, yaitu berfungsi sebagai sarana
lingkungan, meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang
kelestarian air dan tanah.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah
ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas
lansekap kota. Bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan oleh ruang
terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan,
atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik.
Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi pemikiran
bahwa ruang terbuka hijau tersebut merupakan komponen alam, yang
berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh
karena itu ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung
terhadap keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan
ruang terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia minimal
sebesar 30%.
Gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, asap pesawat
udara sebagai gas buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia
(dan makhluk hidup lainnya). Gas yang berbahaya adalah dari golongan

42 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


NOx, CO, dan SO2. Polusi udara akibat gas tersebut akan berkurang
dengan adanya tanaman di ruang terbuka hijau. Kebisingan akibat suara
kendaraan bermotor, suara pesawat udara yang sangat mengganggu,
juga dapat berkurang.


3.10 Dampak Lingkungan

Pertimbangan terhadap lingkungan merupakan salah satu faktor


yang perlu diperhatikan dalam pembangunan bandar udara baru
maupun mengembangkan sebuah bandar udara yang telah ada.
Dibutuhkan suatu penelitian untuk melihat pengaruh pembangunan dan
operasi penerbangan. Dampak yang terjadi akibat pengoperasian bandar
udara seperti; insensitas suara bising kategori melampaui ambang batas
yang disyaratkan, menurunnya kualitas udara terhadap CO2 (karbon
dioksida), CO (karbon monoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx
(nitrogen oksida), kualitas air, persampahan, proses ekologi dan
pengembangan demograpi daerah.
Kebisingan merupakan masalah besar bagi lingkungan bandar
udara. Sudah banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi
kebisingan antara lain membuat prosedur penerbangan sehingga
kebisingan tidak berintensitas tinggi, menginstruksikan kepada
pengelola bandar udara agar supaya menerapkan bandar udara ramah
lingkungan (eco-airport).
Usaha lain untuk mengurangi bising adalah dengan rancangan yang
tepat pada tata guna tanah untuk daerah sekeliling bandar udara, seperti
pemanfaatan untuk ruang terbuka hijau (RTH). Walaupun untuk bandar
udara yang telah ada usaha tata guna tanah mungkin sulit, karena
bangunan telah terlanjur berdiri, akan tetapi sebatas pada
memaksimalkan kondisi setempat.
Faktor lingkungan terpenting lainnya adalah sisa buangan industri,
limbah yang berasal dari kegiatan bandar udara (terminal, perawatan
pesawat).
Pembangunan bandar udara baru atau pengembangan, mempunyai
pengaruh yang sangat berarti bagi lingkungan alam sehingga dibutuhkan
penanganan yang melibatkan komponen penentu kebijakan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Dampak terhadap terhadap lingkungan dari pengembangan yang
diusulkan utamanya kebisingan.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 43


b. Dalam pembangunan terjadi dampak lingkungan, antara lain
memisahkan sumber pekerjaan, pasar, atau ada bangunan bersejarah
yang harus dibongkar.
c. Adanya alternative dari pengembangan yang diusulkan.
d. Pertimbangan ekonomis untuk jangka panjang.
e. Hilangnya sumber daya alam setelah pembangunan.

Penerapan dari pedoman diatas, ada beberapa pertanyaan yang


perlu dikaji, yaitu:
a. Penyebab perbedaan pendapat.
b. Pengaruh letak suara bising yang menganggu.
c. Perpindahan pemukiman.
d. Kehadiran bandar udara apakah mengisahkan fungsi-fungsi
masyarakat seperti pasar terpisah dari perumahan.
e. Peningkatan polusi udara dan polusi air.
f. Bagaimana pengaruhnya terhadap water table, bagaimana dengan
sumber air bagi penduduk yang menggunakan sumber sumur.
g. Apakah menyebabkan hambatan dan kongesti bagi jalan disekeliling
bandar udara.

Proses berikut adalah menganalisa pertanyaan-pertayaan di atas


terhadap pengaruhnya terhadap lingkungan. Petanyaan-pertanyaan
harus mewakili semua masalah-masalah yang berdampak terhadap
lingkungan. Kemudian selanjutnya ada beberapa usulan langkah-langkah
tindakan atau usaha-usaha yang diyakini dapat mengurangi dampak.
Statment pertanyaan dan langkah tindakan dan usaha yang diusulkan,
seharusnya terpadu dalam artian dibutuhkan satu pemahaman terhadap
pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan baru atau pengembangan
bandar udara.

44 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


KONFIGURASI
BANDAR UDARA 4








4.1 Pengantar

Konfigurasi Bandar Udara adalah jumlah dan arah orientasi dari
landasan serta penempatan bangunan terminal termasuk lapangan
parkir yang relatif dekat terhadap landasan pacu. Penempatan bangunan
terminal dibutuhkan penataan yang lebih terprogram dengan
mempertimbangkan aksesibilitas terhadap pelayanan penumpang.
Terprogram dalam arti untuk jangka panjang dan terintegrasi terhadap
fasilitas pada sisi udara, utamanya terhadap letak apron dan juga
terhadap landasan pacu (runway) dan landas hubung (taxiway).
Jumlah landasan tergantung pada volume lalu lintas, orientasi
landasan, dan juga terhadap pada arah angin dominan yang bertiup. Luas
tanah yang tersedia juga mempengaruhi terhadap pengembangan
bandar udara. Orientasi utama dalam Bandar udara adalah landasan pacu
(runway), apron dan landasan hubung (taxiway) maka
penempatannya harus benar-benar tepat sehingga letaknya dapat
memberi kemudahan dalam melayani penumpang.

4.2 Konfigurasi Runway (Landasan Pacu)

v Landasan Pacu (Runway)
Runway adalah Area yang dipergunakan untuk take-
off dan landing pesawat udara yang sedang beroperasi, Jumlahnya
tergantung dari volume lalu lintas yang dilayani oleh lapangan udara
yang bersangkutan dan Orientasinya tergantung kepada antara lain oleh

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 45


luas lahan yang tersedia untuk pengembangan lapangan terbang dan
arah angin dominan yang bertiup.
Runway dan taxiway diatur sedemikian sehingga dapat memenuhi
persyaratan-persyaratan, seperti berikut ini.

§ ”Separation” pemisahan lalu lintas udara.
§ Gangguan operasi satu pesawat udara dengan lainnya, penundaan di
dalam pendaratan, taxiway serta lepas landas.
§ Pembuatan taxiway dari bangunan terminal menuju ujung landasan
untuk lepas landas dengan memilih jarak terpendek.
§ Pembuatan taxiway untuk memenuhi kebutuhan sehingga setelah
pendaratan, pesawat udara dapat secepat mungkin mencapai
bangunan terminal.

Ada 5 (lima) macam konfigurasi dasar runway, seperti berikut ini.
§ Landasan tunggal
§ Landasan paralel
§ Landasan dua jalur
§ Landasan berpotongan
§ Landasan terbuka V
Dari konfigurasi diatas, masih terdapat banyak macam konfigurasi
runway yang merupakan kombinasi dari konfigurasi dasar. Konfigurasi
ini ditentukan oleh arah angin dominan yang berhembus.

a. Konfigurasi Runway

§ Runway Tunggal (Landasan Tunggal)
Runway Tunggal, merupakan konfigurasi sangat sederhana dan
mempunyai kapasitas berkisar antara 50–100 operasi setiap jam pada
kondisi Visual Flight Rule (VFR) dan 50–70 operasi setiap jam pada
kondisi Instrument Flight Rule (IFR). Kapasitasnya dipengaruhi oleh
komposisi variasi pesawat udara dan alat-alat bantu navigasi yang
tersedia.
Kondisi Visual Flight Rules (VFR) adalah kondisi penerbangan
dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat udara
dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara-cara
visual. Kondisi Instrument Flight Rules (IFR) adalah kondisi
penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada

46 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi-kondisi IFR jarak
pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas
pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu
merupakan tanggung jawab penerbang. Dalam kondisi-kondisi VFR,
pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang
diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.











Gambar 4.1 Runway Tunggal

§ Runway Sejajar (Landasan Sejajar/Paralel)
Runway Sejajar, terdiri atas dua atau lebih runway yang mempunyai
orientasi yang sama. Bandar udara di dunia saat sekarang ini diketahui
hanya mempunyai dua runway sejajar atau belum ada yang tiga sejajar.
Kapasitas runway sejajar dipengaruhi oleh jumlah runway dan jarak
diantara keduanya. Jarak antar dua runway dapat digolongkan dalam
jarak yang rapat, menengah, dan renggang.
Jarak pemisah antara runway satu dengan runway lainnya bervariasi,
seperti diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Klasifikasi Jarak Pemisah Runway Sejajar

No. Kode Number Konstanta
1 700–2500 Dekat
2 2.500–4.300 Sedang
3 3 15.000
4 ≥ 4.300 Renggang

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 47


Jarak antara dua landasan sejajar sangat bermacam-macam.
Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga :

- Berdekatan/rapat (close).
- Menengah (intermediate).
- Jauh/renggang (far).

Landasan sejajar berdekatan (close) mempunyai jarak sumbu


kesumbu 100 ft = 213 m (untuk lapangan terbang pesawat transport)
sampai 3500 ft = 1067 m. Dalam kondisi Instrument Flight Rule (IFR)
operasi penerbangan pada satu landasan tergantung kepada operasi
pada landasan lain. Landasan sejajar menengah (intermediate)
mempunyai jarak sumbu kesumbu 3500 ft = 1067 m sampai 5000 ft =
1524 m. Dalam kondisi Instrument Flight Rule (IFR) kedatangan pada
satu landasan tidak tergantung kepada keberangkatan pada landasan
lain. Landasan sejajar jauh (far) mempunyai jarak sumbu kesumbu 4300
ft = 1310 m atau lebih. Dalam kondisi Instrument Flight Rule (IFR) dua
landasan dapat dioperasikan tanpa tergantung kepada keberangkatan
satu sama lain .
Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang
kapasitasnya per-jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi
dalam kondisi-kondisi Visual Flight Rule (VFR), tergantung pada
komposisi campuran pesawat terbang. Dalam kondisi Instrument Flight
Rule (IFR) kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara
50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat
terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per
jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak
renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam.
Untuk landasan sejajar empat, pasangan pasangan dibuat
berdekatan. Dari dua pasangan close dipisahkan jauh (far) untuk
menempatkan bangunan terminal diantaranya.





Gambar 4.2 Runway Sejajar (Dua Jalur)

48 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.



§ Runway Dua Jalur
Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan yang sejajar dipisahkan
berdekatan (700 ft – 2499 ft) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun
kedua landasan dapat dipakai untuk operasi penerbangan campuran,
tetapi diinginkan operasinya diatur. Landasan pacu terdekat dengan
terminal diperuntukkan bagi keberangkatan dan landasan pacu yang
jauh peruntukkan bagi kedatangan pesawat. Diperhitungkan bahwa
landasan dua jalur dapat melayani 70 % lalu lintas lebih banyak dari pada
landasan tunggal dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) dan sekitar 60
% lebih banyak lalu lintas pesawat daripada landasan tunggal dalam
kondisi Instrument Flight Rule (IFR).
Kapasitas landasan untuk pendaratan dan lepas landas tidak begitu
peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara dua landasan bila
pemisahan antara 1000–2499 ft. Dianjurkan untuk memisahkan dua
landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft, apabila akan dipakai
melayani pesawat–pesawat komersiil. Jarak ini dimungkinkan juga
pemberhentian pesawat di taxiway antara dua landasan tanpa
mengganggu operasi gerakan pesawat di landasan. Untuk memperlancar
bisa juga dibangun taxiway sejajar namun tidak terlalu penting.
Keuntungan utama dari landasan dua jalur adalah bisa meningkatkan
kapasitas dalam kondisi Instrument Flight Rule (IFR) tanpa menambah
luas tanah.

§ Runway Berpotongan
Arah angin yang bertiup relatif kuat (prevalling wind) lebih dari satu
arah, dibutuhkan runway berpotongan. Angin sisi (cross wind ) yang
terjadi berlebihan dan lebih besar dari pada presmisible
crosswind, serta akan berbahaya apabila dibuat hanya
satu runway saja.
Kapasitas dua runway tergantung pada letak perpotongannya
(misal ditengah atau dekat ujung landasan). Semakin jauh letak titik
potong dari ujung lepas landas runway dan ambang pendaratan
(threshold) kapasitasnya semakin rendah. Runway dapat dimanfaatkan
keduanya apabila angin bertiup tidak kuat. Sebaliknya apabila angin
bertiup sangat kuat maka hanya satu runway yang dapat dioperasikan
dan dikondisikan sesuai dengan peraturan.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 49


Banyak bandar udara mempunyai dua atau tiga landasan dengan
arah (direction) berlainan, berpotongan satu sama lain, landasan
demikian mempunyai patron bersilangan. Landasan bersilangan
diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih dari satu arah, yang akan
menghasilkan tiupan angin berlebihan bila landasan mengarah ke satu
mata angin. Pada suatu saat angin bertiup kencang satu arah maka hanya
satu landasan dari dua landasan yang bersilangan bisa digunakan Apabila
angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua
landasan dapat dipakai bersamaan.
Kapasitas dua landasan yang bersilangan tergantung sepenuhnya di
bagian mana landasan itu bersilangan (di tengah, di ujung), serta cara
operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas.
Kapasitas landasan ditentukan dari jarak persilangan terhadap titik awal
lepas landas. Semakin dekat jarak persilangan dengan titik awal lepas
landas maka semakin besar kapasitas yang dicapai.















Gambar 4.3 Runway Berpotongan

§ Runway V-Terbuka
Runway V-Terbuka, adalah runway yang pada kedua ujungnya
terbuka dengan arah yang memencar (divergen). Runway ini
dioperasikan apabila angin yang bertiup dari satu arah tertentu
menghasilkan crosswing pada salah satu runway yang lebih besar dari

50 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


pada permessible crosswind. Kedua runway ini dapat dipergunakan
apabila angin bertiup lemah.
Ada juga runway V-Tertutup dengan fungsi dan sistem
pengoperasiannya sama dengan runway V-Terbuka, namun yang
membedakan karena satu ujung runway bersinggungan. Salah satu
alasan terhadap runway ini adalah untuk efisiensi area.
Strategi untuk menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila
operasi penerbangan dilakukan menjauhi V. Dalam kondisi Instrument
Flight Rule (IFR), kapasitas per jam untuk strategi ini berkisar antara 50
sampai 80 operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan
dalam kondisi Visual Flight Rule (VFR) antara 60 sampai 180 operasi.
Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V kapasitasnya
berkurang menjadi 50 atau 60 dalam kondisi Instrument Flight Rule
(IFR) dan antara 50 sampai 100 dalam Visual Flight Rule (VFR). Sama
halnya pada landasan bersilangan, landasan V terbuka dibentuk karena
arah angin keras dari banyak arah sehingga harus membuat landasan
dengan dua arah. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka
landasan hanya bisa dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada
keadaan angin bertiup lembut, landasan dua – duanya dapat dipakai
bersamaan.












Gambar 4.4 Runway V- Terbuka


Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 51


Perbandingan Dari Berbagai Konfigurasi Landasan

§ Segi kapasitas dan pengaturan lalu lintas udara, konfigurasi landasan


tunggal adalah yang paling disenangi.
§ Operasi dari dua arah menghasilkan kapasitas sama serta pengaturan
yang sama, konfigurasi ini menghasilkan kapasitas terbanyak
dibandingkan konfigurasi lain.
§ Bagi pengatur lalu lintasnya mengarahkan pesawat dengan arah
tunggal jauh lebih sederhana dibandingkan banyak arah.
§ Bandingkan konfigurasi divergen, landasan dengan V terbuka lebih
disukai dari pada landasan dengan konfigurasi persilangan.
§ Pada V terbuka, strategi operasinya dengan rute pesawat membuka V
menghasilkan kapasitas lebih banyak daripada operasi sebaliknya.
Bila tidak bisa dihindari landasan berpotongan, diusahakan agar
berpotongan dua landasan tadi sedekat mungkin pada thresholdnya,
dan mengoperasikan pesawat dengan arah menjauhi perpotongan
dari pada sebaliknya.

b. Karakteristik Runway

§ Karakteristik runway terdiri dari beberapa istilah dan fungsinya,


diuraikan berikut ini:
§ Struktur perkerasan, berfungsi untuk menahan beban pesawat udara
secara langsung.
§ Bahu samping kiri-kanan perkerasan, berfungsi untuk menahan erosi
yang ditimbulkan oleh adanya Jet-blast, dan mengakomodasikan lalu
lintas peralatan bagi pesawat udara beserta pengontrolannya.
§ Strip Runway, yang terdiri dari perkerasan, bahu dan daerah
diluarnya, diratakan serta diatur drinasenya. Areal ini berfungsi
mampu menahan apabila ada pesawat udara yang tergelincir.
§ Blast Pad, berfungsi untuk menahan erosi permukaan disekitar
ujung runway akibat adanya Jet-blast. Blast pad bisa berupa
perkerasan atau dengan rumput biasa.
§ Runway End Safety Area (RESA), yaitu daerah yang sengaja
dikosongkan yang berfungsi untuk menghindari kecelakaan pada saat
pesawat udara melakukan pendaratan over-shooting.
§ Stopway, yaitu daerah tambahan yang terletak di ujung runway yang
diperkeras dan berfungsi mampu menahan beban pesawat udara yang
berhenti.
52 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
§ Clearway, adalah areal yang letaknya di ujung bandar udara, tidak
mempunyai struktur perkerasan dan dibawah pengawasan pengelola
bandar udara dan dipergunakan hanya apabila dalam keadaan
darurat.

c. Perencanaan Runway

§ Klasifikasi Bandar Udara
Kaitan lebar bentangan sayap (wing span) dan jarak tepi luar
roda-roda pendaratan (outer main gear wheel span), sehingga
ditetapkan Standar perencanaan suatu bandar udara. International Civil
Aviation Organization (ICAO) menetapkan aerodrome reference code
suatu bandar udara. Melalui sistem klasifikasi ini suatu bandar udara
akan mempunyai reference code yang terdiri atas code number (kode
angka) dan code letter (kode huruf). Code number yang digunakan
terdiri atas angka 1 sampai dengan angka 4. Angka ini berhubungan
dengan panjang runway pada kondisi standar (aeroplane reference
field length) sedangkan code letter yang digunakan adalah A sampai
dengan E. Huruf-huruf ini berhubungan dengan lebar bentangan sayap
(wing span) dan jarak tepi luar roda pendaratan (outer main gear wheel
span).

Tabel 4.2 Klasifikasi Bandar Udara

Aeroplane Lebar Jarak Tepi
Code Reference Field Code Bentangan Luar Roda-
Number Length (ARFL) Letter Sayap Roda
(L0) (B1) Pendaratan
(B2)
1 L0 < 800 m A B1< 15 m B2 < 4,5 m
2 800 m < L0 < B 15 m<B1<24 4,5 m<B2< 6
1200 m m m
3 800 m < L0 < C 24 m<B2<36 6 m< B2< 9 m
1200 m m
4 800 m < L0 < D 36 m<B2<52 9 m<B2<14
1200 m
m m
E 52 m<B2<60 9 m<B2<14
m m

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 53



Aeroplane Reference Field Length (ARFL) adalah panjang field
length minimum yang diperlukan oleh pesawat udara untuk take
off dengan maksimum take of weight. Kebutuhan ini tercapai apabila
kondisi lapangan terbang mean sea level (MSL), atmosfir
standar runwaynya tidak mempunyai kelandaian (zero runway
slope) serta tidak ada angin kuat.

§ Koreksi Panjang Runway
Panjang runway aktual untuk take off, perlu koreksi ARFL akibat
pengaruh kondisi lingkungan, seperti; elevasi bandar udara dari muka air
laut, temperatur dan kelandaian runway. Semakin tinggi suatu tempat
bandar udara, semakin berkurang kepadatan (density) udara ditempat
tersebut. Oleh karena itu untuk mendapatkan gaya angkat yang memadai
pada daerah tersebut pesawat udara harus bergerak lebih cepat.
Akibatnya dibutuhkan runway yang lebih panjang dengan koreksi
bahwa ARFL harus diperpanjang untuk setiap kenaikan sebesar 300 m
(1000 ft) dari mean sea level (MSL).
Temperatur tinggi akan mengurangi kapadatan udara yang
berpengaruh terhadap Airport Reference Temperature (ART), sehingga
diperlukan runway yang panjang.
ARFL yang telah dikoreksi akibat pengaruh elevasi akan dikoreksi lagi
akibat pengaruh temperatur. Panjang runway yang telah dikoreksi harus
diperpanjang 1 % untuk setiap derajat celsius kenaikan ART terhadap
temperatur standar bandar udara.
Selanjutnya koreksi terhadap kelandaian memanjang runway,
digunakan effective gradient, yaitu rasio antara selisih tinggi dan titik
terendah pada runway terhadap panjang runway itu sendiri. Setiap
1% effective gradient, runway diperpanjang sebesar 1%.

d. Orientasi Runway

Orientasi runway mempengaruhi tingkat atau jumlah
pemakaiannya. Orientasi dengan letak yang tepat terhadap fasilitas
bandar udara lainnya membuat akses dan kemudahan bagi pesawat
udara beroperasi. Kondisi demikian sehingga efisiensi dan pemakaian
runway dapat dimaksimalkan sekurang-kurangnya 95% dari waktu.
Pemakaian dapat dimaksimalkan apabila komponen cross wind (angin

54 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


samping) 20 knot (23 mph) untuk runway klas A dan B, 13 knot (15
mph) untuk runway klas C dan 10 knot untuk runway klas D dan E.
Arah angin kuat selama kurun waktu tertentu, akan menjadi
pedoman untuk menentukan orientasi runway.

Data Angin
Pesawat Udara dalam melakukan take off sebaiknya
pergerakannya searah pergerakan angin dan sebaliknya apabila
melakukan landing sebaiknya melawan arah pergerakan angin.
Runway di suatu bandar udara harus terletak sedemikian rupa sehingga
searah atau mendekati arah angin yang dominan (prevalling wind).
Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang
sebagai pedoman utama. Pada umumnya, runway (R/W) dibuat sedapat
mungkin harus searah dengan arah angin yang dominan (prevalling
wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan landing dapat
bergerak bebas dan aman, sejauh komponen angin samping (cross wind)
yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat. Maksimum Cross Wind yang
diijinkan tidak hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada
konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. Persyaratan Federal
Aviation Administration (FAA) untuk cross wind semua bandar udara
(kecuali utility).

§ Runway harus mengarah sedemilkian sehingga pesawat take off dan
landing pada 95% dari waktu dan cross wind.
§ Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility cross wind
diperkecil menjadi 11,5 mph.
§ Cross Wind 20 knots (37 km/jam).
§ Cross Wind 13 knots (24 km/jam).
§ Cross Wind 10 knots (19 km/jam) AFRL = 1200 s.d 1499 AFRL = <
1200 m AFRL = 1500 m atau dapat take off dan landing pada sebuah
lapangan terbang, minimal 95 % dari waktu dan komponen.

Permissible Crosswind
Arah angin dominan sering berubah arah yang mengakibatkan
pesawat udara sulit melakukan landing. Angin yang bertiup pada saat
pesawat take off atau landing
harus diuraikan menjadi komponen yang sejajar dengan arah gerak
pesawat udara dan komponen yang tegak lurus arah gerak pesawat

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 55


udara. Komponen yang sejajar dan berlawanan arah gerak pesawat
disebut headwind, sedangkan yang tegaklurus disebut crosswind. Agar
pesawat dapat bermanuver dengan aman, crosswind tidak boleh terlalu
besar maksimum cross wind agar aman disebut dengan permissible
crosswind.

Tabel 4.3 Permissible Crosswind

No. ARFL (m) Permissible Crosswind
1 < 1200 10 knots (11,5 mph)
2 1200 – 1500 13 knots (15 mph)
3 ≥ 1500 20 knots (23 mph)

Usability
Pada saat angin bertiup dengan crosswind yang lebih besar dari pada
permissible crosswind, maka pada saat itu pesawat udara tidak
diperkenankan untuk terbang. Kondisi ini runway tidak dapat
dipergunakan, karena akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan
sehingga arah runway harus dibuat mendekati arah angin yang
dominan. Probabilitas/kemungkinan runway dapat beroperasi karena
crosswind yang bertiup lebih kecil dari pada permissible crosswind yang
dinamakan usability runway tersebut. Semakin
besar usability suatu runway maka semakin besar pula kemungkinan
probabilitas runway dapat dipergunakan sebab crosswind <
permissiblewind.
ICAO mengisyaratkan suatu bandar udara mempunyai usability minimal
95 %, jika kurang dari angka itu maka diperlukan runway tambahan yang
tidak harus sejajar dengan arah runway yang ada.

4.3 Konfigurasi Taxiway

a. Tata Letak Taxiway



Letak atau posisi taxiway berada antara runway dan apron yang
berfungsi menghubungkan antara keduanya. Taxiway juga berfungsi
sebagai jalan keluar masuk pesawat udara dari runway ke bangunan
terminal dan dari runway ke hanggar pemeliharaan. Pengaturan letak

56 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


taxiway sedemikian rupa sehingga pesawat udara yang baru mendarat
tidak mengganggu pesawat lain yang siap menuju ujung lepas landas.

Tabel 4.4 Lebar Minimum Taxiway

No. Code Lebar Keterangan
Letter
1 A 7,5 -
2 B 10,5 -
3 C 15 Untuk pesawat terbang dengan
wheelbase < 18 m
18 Untuk pesawat terbang dengan
wheelbase ≥ 18 m
4 D 18 Untuk pesawat terbang denagn outer
main gear wheelspan< 9 m
23 Untuk pesawat terbang dengan
outer main gear wheelspan ≥ 9 m
5 E 23 -

Lebar minimum taxiway lebih kecil dari pada lebar minimum
runway dengan code letter yang sama, karena diatas taxiway pesawat
udara bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga pilot dapat
lebih mudah untuk mengusahakan agar nose gear tetap di
sumbu runway. Taxiway juga diberi kemiringan melintang agar air
hujan dapat dengan mudah mengalir.

Tabel 4.5 Kelandaian dan Kemiringan Melintang Taxiway

No. Code Letter Kelandaian Kemiringan
1 A 3 % 2 %
2 B 3 % 2 %
3 C 1,5 % 1,5 %
4 D 1,5 % 1,5 %
5 E 1,5 % 1,5 %


Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 57


b. Taxiway berdasarkan letak

§ Entrance Taxiway
Entrance Taxiway, adalah taxiway yang terletak diujung runway
sebagai jalan masuk pesawat udara yang akan menuju runway. Fungsi
lain sebagai exit taxiway terakhir untuk pendaratan yang berawal
dari ujung runway lain apabila runway dioperasikan dua arah.

§ Exit Taxiway
Exit Taxiway, adalah Taxiway yang berfungsi untuk memperpendek
masa penggunaan runway pada saat pendaratan pesawat udara
di runway. Sudut beliknya sekitar 30o–45o dan letaknya tergantung
pada komposisi pesawat udara yang dilayani. Jumlah, kecepatan dan
perlambatan pesawat udara, direncanakan mampu mengakomodasi
lalu lintas pergerakan pesawat udara pada jam puncak.

§ Parallel Taxiway
Parallel Taxiway, adalah taxiway yang sejajar dengan runway dan
menghubungkan taxiway dan juga biasanya dengan apron. Panjang
parallel taxiway dapat sama atau kurang dari panjang runway.

§ Apron Taxiway
Apron Taxiway, adalah taxiway yang terletak didekat apron yang
dibedakan atas dua jenis yaitu, 1) yang terletak dekat apron sebagai
jalan pintas pesawat dari apron ketempat pesawat akan diparkir; 2)
Taxilane yaitu bagian dari apron yang diperuntukkan bagi jalan
hubung ke areal parkir.

§ Cross Taxiway
Cross Taxiway, adalah taxiway yang berfungsi untuk
menghubungkan 2 (dua) runway yang berdekatan sehingga
pemanfaatan kedua runway dapat dilakukan secara optimal. Jenis
taxiway ini biasanya baru diadakan jika memang ada dua runway
sejajar.



58 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


4.4 Konfigurasi Apron

Apron, adalah sarana parkir untuk waktu tertentu bagi pesawat
udara yang posisinya terletak diantara bangunan terminal dan taxiway.
Waktu ini dimaksudkan untuk menempatkan pesawat udara untuk
memuat dan menurunkan penumpang, barang atau kargo, melayani arus
pesawat ke dan dari pintu dan arus peralatan yang melayani pesawat
didarat. Sehubungan dengan efisiensi dari bandar udara yang sangat
penting untuk menempatkan apron dan bangunan terminal yang
berdekatan. Apron dibuat cukup luas sehingga apabila pesawat udara
yang tidak melakukan proses lepas landas, pesawat udara lain dapat
menyalipnya.

a. Luas Area Apron

Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran luas area apron dapat
diuraikan berikut ini.
§ Ukuran dan karakteristik manuver pesawat udara.
§ Volume lalu litas di apron.
§ Persyaratan ruang bebas.
§ Cara pengaturan aircraft stand.
§ Bentuk (lay out).
§ Persayaratan bagi aktivitas fasilitas pendukung (aircraft ground
activity).
§ Taxiway dan jalan-jalan lain (service road).

b. Tipe Apron

§ Apron Cargo
Apron Cargo, adalah apron yang berdekatan dengan gedung
kargo yang berfungsi untuk melayani pesawat udara khusus mengangkut
kargo. Persiapan lokasi pada areal yang cukup luas untuk
mengakomodasi sebanyak mungkin pesawat udara yang akan diparkir.

§ Apron Terminal
Apron Terminal, adalah apron yang diperuntukkan bagi
manufer pesawat udara dan juga untuk parkir pesawat udara, letaknya
berdekatan terminal. Areal ini merupakan daerah tempat naik, turun

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 59


penumpang/barang pesawat udara. Disamping itu juga terdapat fasilitas
pengisian bahan bakar ataupun fasilitas perawatan kecil untuk pesawat
udara.

§ Apron Parkir
Apron Parkir, adalah apron letaknya terpisah yang digunakan bagi
pesawat udara untuk parkir dalam waktu agak lama. Apron ini
diperlukan untuk tempat perbaikan kecil terhadap pesawat udara.

§ Apron Hanggar/Service
Apron Hanggar/Service, adalah areal tempat pesawat udara masuk,
keluar hanggar yang letaknya berdekatan dengan hanggar dan berfungsi
untuk tempat perbaikan-perbaikan ringan.

§ Isolated Apron
Isolated Apron, adalah apron yang diperuntukkan pesawat-pesawat yang
perlu diamankan, misalnya yang dicurigai membawa bahan berbahaya
atau peledak dan diletakkan apron ini agak jauh dari apron ataupun dari
terminal.

c. Apron Utility

Pada apron dibutuhkan fasilitas instalasi untuk kebutuhan pesawat
udara pada saat berada pada parkiran. Fasilitas tersebut dapat diuraikan
berikut ini.

§ Pengisian Bahan Bakar

Pengisian bahan bakar dilakukan oleh truk tangki atau sebahagian
bandar udara yang besar pengisian dilakukan dengan sistem pipa.
Pengisian dengan truk, kelebihannya bahwa pesawat udara dapat diisi
pada posisi dimanapun pada Apron. Namun kapasitas isi bagi satu truk
hanya sampai 8.000 liter, sedangkan pengisian pesawat-pesawat besar
untuk pesawat Boeing 747-100 harus disiapkan truk dalam jumlah yang
banyak. Pengisian ini dapat mengganggu lalu lintas penumpang.


60 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
§ Tenaga Listrik
Kebutuhan tenaga listrik untuk melayani pesawat udara selama mesin
bekerja, bahkan juga sering diperlukan tenaga listrik eksternal untuk
menghidupkan mesin dan crew untuk bekerja.

§ Fasilitas Grounding Pesawat
Pentanahan atau hubungan tanah merupakan fasilitas yang harus
disediakan di apron untuk pengamanan pesawat dan truck tangki untuk
menghindari timbulnya aliran listrik akibat guntur utamanya pada
musim hujan.

§ Penandaan dan Penerangan Apron
Penerangan diletakkan pada daerah tinggi atau diletakkan sedemikian
rupa sehingga memberikan penerangan yang merata kepada daerah
apron. Penerangan ini juga berfungsi sebagai penandaan, pengarah bagi
pesawat udara.

4.5 Parkir Pesawat Udara

Konfigurasi parkir pesawat udara berhubungan terhadap letak
atau posisi pesawat udara ditempatkan untuk memudahkan aksesibilitas
terhadap gedung terminal dan manuver pesawat udara terhadap cara
masuk dan keluar taxiway. Posisi parkir pesawat, mempengaruhi luas
apron. Pesawat dapat ditempatkan dengan berbagai sudut terhadap
gedung terminal dan dapat keluar masuk taxiway dengan kekuatan
sendiri atau dengan bantuan alat pendorong/penarik.
Berbagai bentuk konfigurasi parkir pesawat udara dapat di
uraikan berikut ini.

a. Konfigurasi Parkir Hidung Kedalam/Pesawat mengarah ke Terminal

Tata letak konfigurasi, terdapat kekurangan dan kelebihan antara lain:
§ Pesawat udara diparkir tegak lurus gedung terminal dengan hidung
berjarak sedekat mungkin.
§ Penumpang mudah naik pesawat udara karena letaknya yang dekat
dari gedung terminal.
§ Suara bising akibat bunyi pesawat tidak menimpa bangunan terminal.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 61


§ Harus menyediakan alat pendorong pesawat udara untuk
memungkinkan pesawat bergerak dengan kekuatan mesin sendiri.

b. Konfigurasi Parkir Hidung kedalam besudut (pesawat udara mengarah
kedalam)
Tata letak konfigurasi, terdapat kekurangan dan kelebihan antara lain:
§ Pesawat udara diparkir tidak tegak lurus gedung terminal dengan
hidung berjarak sedekat mungkin.
§ Menimbulkan suara bising yang tinggi akibat bunyi pesawat udara
dan memerlukan taxiway yang lebih luas.
§ Pesawat udara dapat memasuki dan keluar dari taxiway dengan
kekuatan sendiri tanpa bantuan alat pendorong.

c. Konfigurasi Parkir Hidung keluar bersudut (Pesawat udara mengarah
keluar)
§ Tata letak konfigurasi, terdapat kekurangan dan kelebihan antara lain:
§ Pesawat diparkir dengan hidung yang menjauhi terminal.
§ Menimbulkan suara bising yang tinggi akibat bunyi pesawat udara
dan memerlukan taxiway yang lebih luas.
§ Pesawat udara dapat memasuki atau keluar dari Taxiway dengan
kekuatan mesin sendiri.

d. Konfigurasi Parkir Sejajar (Paralel)
Tata letak konfigurasi, terdapat kekurangan dan kelebihan antara lain:
§ Konfigurasi ini paling mudah dipandang dari sudut manuver pesawat.
§ Suara bising akibat bunyi pesawat kurang karena pesawat udara tidak
memerlukan gerakan memutar yang tajam untuk menuju ke taxiway.

4.6 Land Side (Sisi Darat)

a. Areal Terminal

§ Fungsi Utama Terminal

Pertukaran moda
Angkutan darat merupakan pemadu moda transportasi angkutan udara.
Perjalanan udara merupakan perjalanan campuran berbagai moda yaitu

62 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


mencakup perjalanan akses darat dan dilanjutkan dengan perjalanan
udara.

Pemrosesan perjalanan udara
Proses perjalanan udara dilakukan di gedung terminal yaitu; pengurusan
perjalanan udara diantaranya pembelian tiket, pendaftaran penumpang
(check inn), pemeriksaan, dan ruang tunggu.

Operator Bandar Udara
Operator bandar udara bertugas mengatur penumpang baik penumpang
dating maupun penumpang yang akan berangkat.
Perancangan bangunan terminal harus menyediakan daerah pelayanan
terpisah untuk menjaga pelayanan penumpang dan barang sehingga
tidak terjadi penupukan. Menyediakan fasilitas untuk kemudahan
sirkulasi penumpang baik yang akan naik maupun yang turun dari
pesawat udara.

§ Fasilitas yang diperlukan di Terminal
Terminal merupakan daerah pertemuan antara sisi udara (air side) dan
sisi darat (land side). Daerah ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
untuk pemrosesan penumpang dan pemrosesan bagasi. Sistem ini
merupakan penghubung utama antara jalan masuk darat dengan
pesawat udara.

§ Sistem Pemrosesan
Pemrosesan penumpang untuk persiapan memulai atau mengakhiri
suatu perjalanan melalui udara. Kegiatan-kegiatan utama dalam bagian
ini adalah penjualan tiket, pemesanan tempat duduk atau check
inn/lapor masuk bagasi, pengambilan bagasi, pelayanan pengawasan dan
keamanan.

Seperti dijelaskan bahwa terminal digunakan untuk memproses
penumpang dan barang untuk menghubungkan pesawat dan model
trasportasi darat yang meliputi:
- Penjualan tiket, pemesanan tempat duduk atau check inn/lapor
masuk bagasi, informasi penerbangan.
- Fasilitas penumpang dan pengunjung, berupa kios-kios, ruang shalat,
toilet dan lain-lainnya yang merupakan fasilitas pelayanan umum.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 63


- Lobi sirkulasi penumpang dan ruang tunggu bagi tamu.
- Pendaftaran untuk memproses bagasi atau pilihan tempat duduk.
- Gerbang pemeriksaan dan pengawasan (kontrol imigrasi) bagi
penumpang yang baru datang dari penerbangan internasional.
- Bea cukai (custom) untuk masuk dan keluar bandar udara.
- Pengecekan keamanan.
- Pengambilan bagasi.

§ Kawasan Penampungan (Holding)
Waktu yang digunakan penumpang di bandar udara dihabiskan untuk
pemrosesan dan waktu menunggu sewaktu menunggu di kawasan
penampungan serta pada saat penumpang berada pada periode antara
berbagai kegiatan pemrosesan.

Waktu yang diperlukan
- Ruang tunggu penumpang; dipergunakan untuk umum,
keberangkatan dan ruang tunggu disekitar gerbang-gerbang (gate
lounge).
- Kawasan pelayanan penumpang; waktu diperlukan di kamar cuci,
telepon umum, kantor pos, informasi pertolongan pertama,
penyimpanan barang (storage), salon kecantikan dan juga dapat
mengakomodasi penumpang cacat (handicaped passenger).
- Konsesi, bar, restoran, novellis, toko bebas pajak, pemesanan hotel,
bank/penukaran valuta asing, asuransi, sewa mobil, mesin-mesin
otomatis untuk pelayanan.
- Lobi pengunjung dan anjungan termasuk fasilitas VIP.

§ Sirkulasi Terminal
Pergerakan penumpang menggunakan sistem sirkulasi internal bandar
udara diharapkan bahwa semua fasilitas yang dibutuhkan mudah dicari,
mudah diikuti dan mudah untuk dinegosiasi. Sirkulasi internal dipenuhi
dengan koridor, jalan penghubung dan taxiway dan memerlukan fasilitas
menaikkan penumpang seperti tangga, jembatan belalai/garbarata dan
mobil lounges.



64 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.



b. Parkir Kendaraan

Parkir kendaraan ini merupakan area yang terletak antara jalan masuk
dari jalan kota dengan terminal. Lapangan parkir kendaraan di bandar
udara digunakan oleh:
§ Penumpang pesawat.
§ Pengunjung yang menemani penumpang.
§ Pengunjung Bandara untuk rekreasi.
§ Taxi, Minibus, persewaan mobil.
§ Orang yang berkepentingan di Bandara.
§ Karyawan Bandara.

Kendaraan penumpang yang akan berangkat dapat langsung ke terminal
kemudian ke area parkir jika diperlukan untuk memarkir kendaraan.
Bagi penumpang jemputan, kendarannya menunggu di area parkir.
Tersedianya parkir kendaraan sangat penting bagi Bandara walaupun
angkutan umum akan dikembangkan, namun pemakaian mobil pribadi
tetap merupakan hal yang penting dimasa datang. Pertimbangan utama
untuk menentukan lokasi parkir adalah jarak jalan kaki sedekat mungkin
ke Terminal.

c. Jalan Masuk (Acces Interface)

Jalan masuk merupakan pertemuan dengan terminal sehingga
penumpang masuk terminal dan tejadi pemrosesan, sirkulasi, dan juga
ada parkir darat.
Jalan masuk ke bandar udara bukan saja diperlukan oleh penumpang
pesawat, tetapi juga oleh pemakai jalan lain seperti karyawan,
pengunjung, truck pengangkut barang dan kegiatan yang berhubungan
dengan bandara udara. Data menunjukkan bahwa mobil pribadi adalah
kendaraan terbanyak yang masuk ke bandara, termasuk didalamnya
penumpang dan karyawan, hal ini akan terus berlanjut dimasa depan
meskipun telah tersedia angkutan massal.
Langkah awal untuk memperkirakan lalu lintas darat terhadap
penumpang pesawat udara adalah ramalan perjalanan udara dimasa
depan, sehingga diperlukan ramalan distribusi harian dari jumlah
penumpang pada jam sibuk setiap hari. Kemudian memperkirakan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 65


jumlah mobil pribadi, taxi, bus, minibus dan angkutan massal. Data-data
ini maka dapat ditentukan/ direncanakan dimensi jalan masuk ke
bandara udara sesuai dengan standar Bina Marga.
Fasilitas yang disediakan pada jalan masuk terdiri dari parkir dan jalan
penghubung yang memungkinkan penumpang, pengunjung dan barang
untuk masuk dan keluar terminal.

Fasilitas-fasilitas di jalan masuk, antara lain:
§ Peralatan depan bagi penumpang untuk naik turun dari kendaraan
yang menyediakan bongkar muat baik kendaraan untuk menuju atau
meninggalkan gedung terminal.
§ Fasilitas parkir kendaraan mobil dan sepeda motor yang
menyediakan tempat parkir untuk jangka pendek dan panjang.
§ Pelataran parkir dan jaringan jalan umum serta jalan bebas hambatan.
§ Fasilitas untuk penyeberangan bagi pejalan kaki termasuk
terowongan, jembatan dan peralatan otomatis yang memberikan jalan
masuk antara fasilitas parkir dan terminal.
§ Jalan khusus bagi kendaraan pemadam kebakaran, truck pengangkut
bahan bakar, petugas kantor pos yang menuju terminal.

Perusahaan penerbangan dan fasilitas pendukung
• Kebutuhan perusahaan penerbangan
Perusahaan penerbangan membutuhkan fasilitas dalam melakukan
kegiatannya. Disamping itu bahwa perusahaan tersebut mempunyai
pekerja atau karyawan yang bekerja diarea terminal untuk
mendukung kelancaran kegiatan perusahaan. Beberapa fasiltas
perusahaan penerbangan di bandar udara, berikut ini.
- Kantor perusahaan penerbangan.
- Tempat penyimpanan gerobak barang dan kursi roda.
- Kantor manajemen bandar udara dan kantor untuk SATPAM.
- Kantor pemerintah dan kawasan pendukung untuk petugas Bea
cukai, Imigrasi, kesehatan, kontrol lalu lintas udara dan fasilitas
istirahat personil.
- Ruang sistem pemberitahuan umum, rambu tanda petunjuk,
informasi penerbangan.
- Kantor personil pemeliharaan dan kawasan pendukung,
penyimpanan, perawatan pemeliharaan.

66 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.



§ Pertimbangan-pertimbangan rancangan
Tujuan rancangan ini mencakup :
- Pengembangan dan penetapan ukuran untuk memenuhi tujuan dari
bandar udara yang dinyatakan dalam parameter-parameter dan
ditetapkan dalam rencana induk.
- Kemampuan untuk memenuhi permintaan jangka panjang dan
menengah.
- Kelayakan keuangan finansial.
- Memaksimalkan penggunaan fasilitas-fasilitas yang ada.
- Pencapaian keseimbangan arus lalu lintas diantaranya jalan masuk,
terminal dan fasilitas bandar udara selama jam puncak.
- Pertimbangan mengenai kepekaan lingkungan pemeliharaan
flesibilitas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa depan.
- Kemampuan untuk memperkirakan dan menerapkan perkembangan-
perkembangan yang penting dalam teknologi masa depan.












Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 67


68 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


GEOMETRIS AREAL
PENDARATAN 5







5.1 Pengantar

Dalam dunia penerbangan diperlukan adanya pengaturan
pesawat udara baik pada saat take off, landing maupun pada saat masuk
ke taxiway dan apron. Runway (r/w), adalah bagian memanjang dari sisi
darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat
pesawat udara. Dalam menjamin keselamatan penerbangan maka
dikeluarkan persyaratan-persyaratan untuk menentukan panjang
runway.
Panjang landasan pacu bergantung pada suhu, kecepatan dan arah
angin serta tekanan udara di sekitarnya, juga kemampuan pesawat yang
melintas di atasnya. Di daerah gurun dan di dataran tinggi, umumnya
landas pacu yang digunakan lebih panjang dari pada yang umum
digunakan di bandara-bandara bahkan bandara internasional karena
tekanan udara yang lebih rendah. Jumlah landasan tergantung pada
volume lalu lintas, dan orientasi landasan tergantung kepada arah angin
dominan yang bertiup. tetapi kadang-kadang juga luas tanah yang
tersedia bagi pengembangan ada pengaruhnya.
Pedoman dalam membantu para perencana lapangan terbang
sangat dibutuhkan utamanya untuk keseragaman dalam kriteria
perencanaan. Kriteria perencanaan berpedoman pada
lembaga International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Federal
Aviation Administration (FAA). ICAO adalah sebuah perusahaan
penerbangan sipil internasional yang beranggotakan pemerintah suatu
negara yang bernaung dibawah PBB. ICAO mengeluarkan peraturan-
peraturan operasional penerbangan yang berlaku secara Internasional

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 69


yang digunakannya ialah annex yang terdiri 18 annex yang berlaku
didalamnya. Sifat organisasi ICAO adalah non politis-teknis operasional
penerbangan. Sedangkan FAA adalah Otoritas Penerbangan Nasional
Amerika Serikat. Sebuah lembaga dari Departemen Perhubungan
Amerika Serikat yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengawasi semua aspek penerbangan sipil di Amerika Serikat.
Kriteria perencanaan mencakup tentang lebar & kemiringan dari
beberapa runway serta hal-hal lain yang penting dari daerah pendaratan.
Beberapa yang harus terpenuhi seperti variasi lebar dari pesawat udara,
teknik pilot melakukan pendaratan dan keadaan cuaca. Dalam membina
keseragaman dari daerah pendaratan dan untuk segi keamanannya,
maka ICAO mengeluarkan standard spesifikasi yang menyangkut seluk
beluk bandar udara terdengan titik berat pada klasifikasi bandar udara.
Klasifikasi bandar udara ditetapkan standard perencanaan
geometrik bagi berbagai ukuran bandar udara & fungsi pelayanannya.
ICAO membuat kode huruf berdasarkan pada panjang runway,
sedangkan FAA membaginya dalam group-group pesawat udara
berdasarkan pada fungsi dari bandar udara. Klasifikasi menurut ICAO,
ditunjukkan dengan kode huruf A, B, C, D dan E, dimana pembagian klas
tersebut berdasarkan pada panjang runway, dengan referensi ketinggian
MSL & kondisi temperatur 57ºF.

5.2 Data Angin/Analisa Windrose

Pada waktu pesawat mendekati runway, arah terbangnya tergantung
pada kekuatan angin silang (crosswind) yang bertiup memotong jalur
penerbangan pesawat (track). Pesawat terbang harus terbang di
sepanjang jalur. Supaya tidak terbawa angin dan menyimpang dari jalur,
maka pesawat harus terbang dengan sudut dari jalur. Sudut disebut Crab
angle, yang besarnya berbanding langsung dengan kecepatan angin dan
berbanding tak langsung dengan kecepatan pesawat terbang. Besarnya
sudut αdapat dicari dari hubungan :

Sin α = Vh / Vc

dimana :
Vc = cross wind dalam mil/jam atau knot
Vh = kecepatan udara (mil/jam atau knot)

70 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.



Agar supaya dapat mendarat dengan sempurna, penerbang harus
mengurangi sudut α menjadi nol, sebelum pesawat menyentuh landasan.
Apabila pengurangan sudut α tersebut terlalu dini maka pesawat terbang
dapat tertiup ke samping landasan pacu. Oleh karena itu
letak runway harus diatur untuk mengurangi cross wind yang timbul
(Horonjeff, 2010).
Analisis arah angin (windrose analysis) merupakan hal yang sangat
esensial guna penentuan arah landas pacu. Berdasarkan rekomendasi
dari ICAO, arah landas pacu sebuah bandar udara secara prinsip
diupayakan sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang
dominan. Pada saat pesawat udara mendarat atau lepas landas, pesawat
udara dapat melakukan pergerakan di atas landasan pacu sepanjang
komponen angin yang bertiup tegak lurus dengan bergeraknya pesawat
udara (crosswind) tidak berlebihan. Beberapa referensi ICAO dan FAA
menyatakan bahwa besarnya crosswind maksimum yang diperbolehkan
bergantung pada jenis dan ukuran pesawat yang beroperasi, susunan
sayap dan kondisi permukaan landasan pacu (Horonjeff, 2010)
Penentuan arah landas pacu yang dipersyaratkan oleh ICAO adalah
bahwa arah landas pacu sebuah bandar udara harus diorientasikan
sehingga pesawat udara dapat mendarat dan lepas landas paling sedikit
95% dari seluruh komponen angin yang bertiup. Adapun besarnya batas
kecepatan komponen angin silang (cross wind) yang diijinkan adalah 10
knot untuk bandar udara dengan panjang landas pacu kurang dari 1200
m, sebesar 13 knot untuk bandara dengan panjang landas pacu 1200 –
1500 m, dan kecepatan angin silang 20 knot diijinkan untuk bandara
dengan panjang landas pacu lebih dari atau sama dengan 1500 m
(Horonjeff, 2010).
Pada saat mendarat dan lepas landas, pesawat terbang dapat
melakukan manuver di atas landasan pacu selama komponen angin yang
tegak lurus arah bergeraknya pesawat (cross wind) tidak berlebihan
besarnya.
Jika tersedia data mengenai arah angin lengkap beserta persentase
dari kecepatan anginnya maka untuk mendapatkan
orientasi runway yang sesuai dengan ketentuan ICAO harus dilakukan
langkah-langkah analisis angin dengan metode Windrose sebagai berikut
a. Plotkan data angin pada windrose dengan menempatkan persentase
angin pada tempat yang sesuai dengan arah anginnya.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 71


b. Lingkaran-lingkaran yang ada mengidentifikasikan kecepatan angin,
dalam mil per jammembesar ke arah luar atau menjauhi pusat
lingkaran; sedangkan garis-garis radial adalah merupakan arah angin.
c. Gambarkan tiga garis sejajar pada media transparan, garis yang tengah
merupakan penggambaran dari garis tengah runway, sedangkan jarak
antara garis tengah ini dengan kedua garis sejajar lainnya adalah sama
dengan besarnya cross wind yang diperbolehkan.
d. Tempatkan media transparan yang telah digambari tersebut pada
gambar wind rose, dengan garis tengahnya melewati titik pusat
dari wind rose.
e. Penggunakan titik pusat wind rose sebagai poros, putar media
trasparant tersebut sehingga didapatkan pososi dimana jumlah
persentase angi antara garis-garis luarnya adalah maksimum.
f. Baca angka terluar pada gambar wind rose yang dilalui garis
tengah runway merupakan orientasi atau penempatan runway yang
tepat.

Catatan :
Jumlah dari persentase angin diantara dua garis luar
mengidentifikasikan persentase waktu dimana runway dengan orientasi
tersebut akan dapat memenuhi standard cross wind nya sesuai aturan
ICAO.
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin
haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind)
maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum
yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki
(1990) kekuatan maksimum angin buritan yang diperhitungkan adalah
5 knots. Tabel berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap
panjang runway.

Tabel 5.1. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway

No. Kekuatan angin Persentase Pertambahan/
Pengurangan Runway
1 +5 -3
2 +10 -5
3 -5 +7
Sumber: Basuki (1990)

72 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


5.3 Pengaruh Kemampuan Pesawat Udara Terhadap Panjang Landasan
Pacu

a. Beberapa Definisi Berkenaan Kemampuan Pesawat

§ Kecepatan awal mendaki (Initial Climb Out Speed V2) Kecepatan
minimum yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai
ketinggian 10,5 m (35 Ft).
§ Kecepatan putusan (Decision Speed V1)
§ Kecepatan yang ditentukan dimana bila mesin mengalami kegagalan
saat kecepatan V1 belum tercapai maka pilot harus menghentikan
pesawat udara. Apabila pesawat udara sudah melewati V1 maka harus
terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan.
§ Kecepatan Rotasi (Rotation Speed Vr)
Kecepatan pada saat pilot mulai mengangkat hidung pesawat.
§ Kecepatan Angkat (Lift Off Speed V lot)
Kecepatan dari kemampuan pesawat udara, di saat itu badan pesawat
udara mulai terangkat dari landasan.
§ Jarak Landasan Pacu (Take Off Distance)
Jarak horizontal yang diperlukan untuk lepas landas dengan mesin
tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai ketinggian 10,5 m.
§ Take off Run
Take off run, terdiri atas:
- Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai
ketinggian 10,5 m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja.
- Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak
pesawat mencapai ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada
keadaan mesin pesawat berkerja.

Jarak terbesar adalah take off run
- Accelerate Stop Distance
Jarak yang digunakan untuk mencapai kecepatan V1 + jarak untuk
berhenti dari titik V1.
- Stop way
Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan pesawat pada
waktu gagal lepas landas.

- Clearway

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 73


Area di luar akhir landasan, lebar paling sedikit 500 feet. As Clearway
merupakan perpanjangan as landasan, panjangnya tidak boleh
melebihi ½ panjang take off run.

Untuk pesawat udara bermesin turbin dalam menentukan panjang
runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar
pengoperasian pesawat udara aman. Ketiga keadaan dimaksud
berupa:

§ Lepas Landas Normal
Lepas Landas Normal, adalah suatu keadaan dimana seluruh mesin
dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung
variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus
dari pesawat udara.

§ Lepas Landas Dengan Kegagalan Mesin
Apabila pada saat lepas landas terjadi kegagalan mesin bagi pesawat
udara, sehingga keadaan pesawat udara untuk kembali mendarat.
Keadaan demikian dibutuhkan runway yang cukup untuk
memungkinkan pesawat udara lepas landas walaupun kehilangan
daya atau bahkan bantuan pengereman untuk berhenti.

§ Pendaratan
Pendaratan ini merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup
dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dari teknik
pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan
(overshoots), dan pendekatan yang kurang sempurna (poor
aproaches). Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang
terpanjang dari ketiga analisa di atas.

b. Keadaan pendaratan
Jarak pendaratan (landing distance=LD) yang dibutuhkan oleh
setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara udara. Kebutuhan
harus cukup untuk memungkinkan pesawat udara benar-benar berhenti
pada jarak pemberhentian (stop distance=SD), yaitu 60 persen dari jarak
pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat
pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang
runway pada ketinggian 50 ft.

74 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


§ Keadaan Normal
Semua mesin bekerja untuk kebutuhan jarak lepas landas (take off
distance=TOD) untuk bobot pesawat udara harus 115 persen dan jarak
sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian
35 ft (D35). Kebutuhan jarak lepas landas berhubungan dengan
perkerasan bandar udara. Tidak semua jarak ini harus dengan
perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal
dengan daerah bebas (clearway=CW). Separuh dari selisih antara 115
persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak
pengangkatan (lift off distance=LOD) dan jarak lepas landas dapat
digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak
lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan
sebagai pacuan lepas landas (take off run=TOR).

§ Keadaan dengan kegagalan mesin
Jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk
mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti
pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini
memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan
bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak
percepatan berhenti (accelerate stop distance=ASD). Untuk pesawat
udara yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas
yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan
kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway=SW),
untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take
off run).

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 75


















Gambar 5.1. Kemampuan, Keadaan Pesawat Melakukan Take Off

Panjang lapangan (field length=FL) yang dibutuhkan pada umumnya
terdiri dari tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS),
perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah
bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan
diringkas dalam bentuk persamaan–persamaan.


Keadaan lepas landas normal

FL = FS+CW (1.1)
Dimana,
CW = 0,50 [TOD-1,15(LOD)] (1.1a)
TOD = 1,15 (D35) (1.1b)
FS = TOR (1.1c)
TOR = TOD – CV (1.1d)

Katerangan:
Fl : Panjang lapangan (Field Length), m
FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full –
Strength), m

76 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


CW : Daerah bebas (Clesrway), m
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m
LOD : Jarak Pengangkatan (Lift Off Distance), m
D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR : Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run),

Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin

FL = FS+CW (1.2)
Dimana,
CW = 0,50 (TOD - OD) (1.2a)
TOD = D35 (1.2b)
FS = TOR (1.2c)
TOR = TOD – CV (1.2d)


Keadaan lepas landas yang gagal (ditunda)

FL = FS+SW (1.3)
Dimana,
FL = ASD (1.3a)

Keadaan pendaratan

FS = LD (1.4)
Dimana,
LD = SD/0,60 (1.4a)

Katerangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance),
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance), m

Penentuan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai
komponennya, seperti perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan
daerah bebas, setiap persamaan diatas harus diselesaikan untuk
rancangan kritis pesawat udara di bandar udara. Hal ini akan
mendapatkan setiap nilai-nilai berikut ini.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 77



§ FL = (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5)
§ FS = (TOR, LD)/ maks (1.6)
§ SW = ASD – (TOR, LD)/ maks (1.7)
§ CW = (FL – ASD, CW)/ min (1.8)

Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0. Apabila pada runway
dilakukan pengoperasian pada kedua arah, seperti yang umum terjadi,
komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.

5.4 Geometri Runway (Landasan Pacu)

Penetapan standard perencanaan geometris bagi berbagai ukuran
bandar udara dan fungsi pelayanannya, telah dibuat klasifikasi
berdasarkan kelas bandar udara. ICAO membuatnya dalam kode huruf
dan kode nomor.

a. Penomoran Runway
Penomoran pada runway berhubungan dengan arah
(orientasi) runway. Penomoran runway dituliskan di ujung runway dan
harus dapat dibaca oleh pilot pesawat udara pada saat akan landing,
sehubungan dengan arah angin yang bertiup.
Kelas-kelas bandar udara berdasarkan lebar runway sesuai persyaratan-
persyaratan ICAO.

Tabel 5.2 Hubungan Penggolongan dan Lebar Taxiway

Uraian Penggolongan Pesawat
I II III IV V VI
1. Dimensi untuk satu pesawat
a. Slef taxing
- Panjang (m) 40 40 70 70- 70- 70-
85 85 85
- Lebar (m) 25 25 55 55- 55- 55-
80 80 80
b. Nose in

78 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


- Panjang (m) - - 95 190 190 190
- Lebar (m) - - 45 70 70 70
c. Clearance antar 3 3 4,5 4,5 4,5 4,5
pesawat dengan
pesawat di apron
2. Slope/kemiringan
a. Ditempat pesawat 1<= 1<= 1<= 1<= 1<= 1<=
parkir, maximum
b. Didaerah pemuatan +1/2 +1/2 +1/2 +1/2 +1/2 +1/2
bahan bakar pesawat

b. Perhitungan Panjang Runway Akibat Pengaruh Kondisi Lokal Bandar
Udara

Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap
kenaikan 300 m (1000 ft), dihitung dari ketinggian di atas permukaan
laut. Rumus koreksi adalah:
Fe = 1 + 0,07 h/300
Dimana:
Fe = faktor koreksi elevasi
h = elevasi diatas permukaan laut (m)

Koreksi temperatur

§ Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang


sebab temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang
rendah.
§ Sebagai temperatur standar adalah 15 oC
§ Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur
sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oC. Sedangkan untuk setiap
kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun
6.5 oC.

Rumus : Ft = 1 + 0.01 [T –(15 - 0.0065h)


Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 79


Dimana:
Ft = faktor koreksi temperatur
T = temperatur dibandara (derajat celcius).

Koreksi kemiringan runway
Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan
berikut:

Fs = 1 + 0.1 S

Dimana:
Fs = faktor koreksi kemiringan
S = kemiringan runway ( %).

Koreksi angin permukaan (surface wind)
Kondisi permukaan runway
Permukaan runway sangat dihindari adalah adanya genangan tipis air
(standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air
mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang
membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi
adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas.
Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air
adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk
membuang air permukaan secepat mungkin.

Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan
persamaan berikut:

ARFL = (Lro x Ft x Fe x Fs) + Fw

Dimana:

- Lro = Panjang runway rencana, m


- Ft = faktor koreksi temperatur
- Fe = faktor koreksi elevasi
- Fs = faktor koreksi kemiringan
- Fw = faktor koreksi angin permukaan

80 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Aerodrome Reference Code (ARC)

Kode Elemen I Kode Elemen II
No. Kode ARFL (m) Kode Bentang Jarak terluar pada
Angka Huruf Sayap (m) pendaratan (m)
1 1 <800 A <15 <4,5
2 2 800-1200 B 15-24 4,5-6
3 3 1200- C 24-36 6-9
1800
4 4 >1800 D 36-52 9-14
E 52-60 9-14

c. Geometri

Pada geometri runway dipersyaratan beberapa komponen-komponen
kebutuhan penerbangan yang berhubungan dengan kondisi area.

§ Lebar Runway
Dari ketentuan dan beberapa persyaratan, maka dapat ditentukan lebar
runway rencana minimum seperti tabel berikut.

Tabel 5.1 Lebar Minimum Runway (meter)
No. Code Code Letter
Number A B C D E F
1 1 18 18 23 - - -
2 2 23 23 30 - - -
3 3 30 30 30 45 - -
4 4 - - 45 45 45 60
Sumber: ICAO, Annex 14

§ Kemiringan melintang (Transversal)
Runway perlu diberikan kemiringan melintang agar hujan yang jatuh
dipermukaan dapat mengalir. Besarnya kemiringan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 81


melintang runway yang direkomendasikan oleh ICAO adalah 1,5%
apabila code huruf C, D, E dan 2% apabila code A, B.
Pada beberapa keadaan perlu kemiringan yang lebih kecil tetapi tidak
boleh lebih kecil dari 1% kecuali pada perpotongan landasan
dengan taxiway yang memerlukan kemiringan yang lebih kecil.
Kemiringan dibutuhkan untuk menghindari genangan air
mengakibatkan permukaan runway menjai licin bagi roda pesawat udara
yang membuat daya pengereman menjadi jelek. Genangan tipis air
(standing water) akan membahayakan operasinal pesawat.
Pesawat untuk lepas landas, menurut hasil penelitian NASA dan FAA
tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm, oleh karena itu drainase
bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin.
Besarnya kemiringan yang direkomendasikan ICAO dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 5.2 Kemiringan Melintang Runway

No. Code Number Kemiringan melintang
1 A 2 %
2 B 2 %
3 C 1,5 %
4 D 1,5 %
5 E 1,5 %

Runway dengan code letter D dan E yang lebarnya kurang dari 60 meter
harus diberi bahu dikanan-kiri (runway shoulder), sehingga lebar
minimum total runway termasuk bahun adalah 60 meter. Kemiringan
bahu adalah 2,5%.

§ Kemiringan Memanjang (longitudinal runway)
Walaupun runway yang datar (Level Runway) lebih disukai,
tetapi kondisi topografi sering tidak memungkinkan untuk membuat
runway yang datar, sehingga runway harus mempunyai perubahan
kelandaian (Longitudinal Slope).



82 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Tabel 5.3 Kemiringan Memanjang (Longitudinal Runway)


Kode Angka Landasan
No. Uraian
4 3 2 1
1 Max. Effective Slope 1 1 1 1
2
Max. Longitudinal Slope 1.25 1.5 2 2
3
Max. Longitudinal Slope Change 1.5 1.5 2 2

4 Slope Change per 30m (100 feet) 0.1 0.2 0.4 0.4
Sumber: Horonjeff, 2010

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan.
- Satuan kemiringan dalam persen.
- Landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang
landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
- Landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada
seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang
landasan precision aproach category II and III tidak boleh lebih 0.8
%.

Sebenarnya runway datar (level runway) lebih baik dan disukai, akan
tetapi kondisi topografi sering tidak memungkinkan, sehingga dengan
terpaksa runway harus mempunyai perubahan kelandaian (longitudinal
slope).

Runway yang terletak pada suatu area yang disebut area strip berfungsi
untuk maksud berikut:
§ Memperkecil resiko kerusakan pada pesawat udara apabila pesawat
udara terpaksa harus keluar dari runway.
§ Melindungi pesawat udara yang meluncur diatasnya pada saat take
off maupun landing.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 83


Panjang runway strip diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Panjang Runway Strip (meter)

No. Code Number Panjang Strip
1 1 60 (instrument)
30 (non – instrument)
2 2 60
3 3 60
4 4 60

Lebar runway strip diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 5.5 Lebar Runway Strip (meter)

No. Code Number Panjang Strip
1 1. Non – instrument 30
Instrument 75
2 2. Non–instrument 40
Instrument 75
3 3 & 4. Non-instrument 75
Instrument 150

Untuk mempercepat air dapat mengalir ke drainase, maka dibuat
kemiringan melintang diluar dari runway strip (3 meter).

Kemiringan melintang Runway Strip diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 5.6 Kemiringan Melintang Runway Strip

No. Code Letter Kemiringan melintang
1 1 3 %
2 2 3 %
3 3 2,5 %
4 4 2,5 %

84 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


d. Runway and Safety Area

Pada runway and safety ini terdapat panjang, lebar, dan kemiringan
landasan. Panjang dimaksudkan bahwa ada area tambahan yang cukup
dari segi kemanan di ujung landasan. Lebar merupakan tambahan lebar
runway sesuai yang dipersyaratkan FAA. Kemiringan merupakan syarat
yang diusahakan tidak terlalu tajam atau tiba-tiba (perubahan tidak
terlalu graduil).

Tabel 5.7 Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip

Kode Angka Landasan
No. Uraian 4 3 2 1
1 Jarak min.dari ujung 60m 60m 60 m catatan
landasan atau stopway
2 Lebar stip landasan untuk 300m 300m 150m 150m
landasan instrument
3 Lebar stip landasan untuk 150m 150m 80m 60m
landasan non instrument
4 Lebar area yang diratakan 150m 150m 80m 60m
untuk landasan instrument
5 Kemiringan memanjang 1,5% 1,75% 2,0% 2,0%
maks.untuk area yang
diratakan
6 Kemiringan transversal 2,5% 2,5% 3,0% 3,0%
maks. dari areal yg
diratakan cat.b&c)

Catatan:
a. 60 m bila landasan berinstrumen 30 m bila landasan tidak
berinstrumen.
b. Kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip di luar diratakan
kemiringannya tidak boleh lebih dari 5%.
c. Untuk membuat saluran air kemiringan 3m pertama arah keluar
landasan, bahu landasan, stopway harus sebesar 5%.


Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 85


e. Stopway
Stopway merupakan perpanjangan panjang runway, dan dipergunakan
untuk menahan pesawat udara pada waktu gagal lepas
landas. Kemiringan stopway diukur dari ujung runway sebesar 0,3%
setiap 30m bagi runway dengan kode angka 3 atau 4.
Peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah
jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa
digunakan persentase, seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh
mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk
menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan
lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop
distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena
jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan
penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal
dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan
berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).

f. Clearway
Clearway adalah area yang terletak di luar akhir runway. As Clearway
merupakan perpanjangan as runway dan panjangnya tidak boleh
melebihi ½ panjang take off run. Lebar clearway paling kecil 500 feet dan
kemiringan tidak lebih dari 1,25%.
Elemen-elemen dasar dari pada runway (landasan pacu) seperti
terlihat berikut ini.
a. Perkerasan struktural yang berfungsi sebagai tumpuan pesawat
udara.
b. Bahu landas berbatasan dengan perkerasan struktural berfungsi
sebagai penahan erosi akibat air dan semburan jet, serta melayani
peralatan perawatan landasan.








Gambar 5.2 Tampak Atas Elemen Dasar
Runway
86 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.









Gambar 5.3. Potongan Melintang Elemen
Dasar Runway


5.5 Geometri Taxiway
Kecepatan pesawat udara pada saat masuk taxiway atau akan
keluar taxiway menuju runway, tidak sama kecepatannya pada saat
berada di runway. Persyaratan kemiringan memanjang dan jarak
pandang tidak seketat pada saat di runway.
Demikian pula dengan kecepatan rendah sehingga lebar taxiway
lebih kecil dari pada runway.

ICAO
Wheel Clerance, perencanaan taxiway letaknya diatas marking sumbu
taxiway. Jarak bebas antara sisi terluar roda utama pesawat udara dan
sisi perkerasan taxiway luar tidak lebih kecil.

FAA

Taxiway safety area setara dengan the air craft wingspan taxiway. OFA
(Object Free Area) setara dengan 1,4 kali the critical aircraft wingspan +
20 ft (6 m). Taxilane OFA (Object Free Area) setara dengan 1,2 kali the
critical aircraft wingspan + 20 ft (6 m).

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 87


Gambar 5.4. Lebar persimpangan antara taxiway &


runway-taxiway

Analisa keselamatan mengatur tersedianya lebar persimpangan yang
cukup memadai antara taxiway dan runway-taxiway untuk menghindari
kecelakaan (roda pendaratan masuk ke bahu landasan atau rumput).
Analisa dengan menggunakan kriteria FAA untuk merancang
persimpangan taxiway-taxiway atau taxiway-runway.

a. Letak taxiway
Taxiway merupakan suatu jalur yang telah dipersiapkan dimana
pesawat dapat bergerak di permukaan bumi (taxiing) dari suatu tempat
di bandar udara ke tempat lain di bandara udara tersebut. Fungsi
utama taxiway adalah sebagai jalan penghubung antara runway dengan
apron di daerah bangunan terminal, atau antara runway atau apron
dengan hangar pemeliharaan.
Taxiway harus direncanakan sedemikian rupa sehingga pesawat
udara yang baru mendarat tidak mengganggu pesawat lain yang sedang
melakukan taxiing menuju ke ujung runway untuk keberangkatan.
Sistem runway juga sangat dipengaruhi oleh exit taxiway dalam
kapasitas pergerakan, waktu clearance, maupun delay. Oleh karena
itu, runway dan exit taxiway diatur sedemikian sehingga mampu untuk
mengatasi pergerakan maksimum yang terjadi dalam kondisi peak hour.
Hal ini untuk menghasilkan seminimal mungkin hambatan
dan delay pada saat landing, taxi, dan take off. Penyediaan taxiway yang
memadai sehingga pesawat udara dapat meninggalkan runway secepat
mungkin dan sedapat mungkin menuju daerah terminal.



88 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
b. Lebar taxiway
Lebar Taxiway sesuai code letter, dan untuk beberapa jenis pesawat
udara tertentu dipengaruhi oleh wheelbase dan lebar main gear. Tujuan
penentuan lebar minimum taxiway dengan memperhatikan wheelbase
atau lebar main gear dimaksudkan agar roda main gear tidak keluar dari
perkerasan pada saat ditikungan.

Tabel 5.8 Lebar Minimum Taxiway

No. Code Lebar Keterangan
Letter
1 A 7,5 -
2 B 10,5 -
3 C 15 Untuk pesawat terbang dengan
wheelbase < 18 m
18 Untuk pesawat terbang dengan
wheelbase ≥ 18 m
4 D 18 Untuk pesawat terbang denagn outer
main gear wheelspan< 9 m
23 Untuk pesawat terbang dengan
outer main gear wheelspan ≥ 9 m
5 E 23 -

Lebar minimum taxiway lebih kecil dari pada lebar minimum
runway dengan code letter yang sama, karena diatas taxiway pesawat
udara bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga pilot dapat
lebih mudah untuk mengusahakan agar nose gear tetap di
sumbu runway.
Taxiway juga diberi kemiringan melintang agar air hujan dapat dengan
mudah mengalir.

Tabel 5.9 Kelandaian dan Kemiringan Melintang Taxiway

No. Code Letter Kelandaian Kemiringan
1 A 3 % 2 %
2 B 3 % 2 %
3 C 1,5 % 1,5 %

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 89


4 D 1,5 % 1,5 %
5 E 1,5 % 1,5 %


Kriteria Pemisahan Antar Taxiway Menurut ICAO
Kriteria pemisahan yang direkomendasikan oleh ICAO juga
didasarkan atas ujung sayap pesawat dimana taxiway dan taxilane
system telah di desain dan menyediakan fasilitas untuk ujung sayap izin
minimum, tetapi juga mempertimbangkan izin minimum antara luar
roda gigi utama dan taxiway tepi. Pemisahan yang diperlukan
antara taxiway atau antara taxiway dan
taxiway dan taxilane membutuhkan sebuah ujung sayap izin minimum,
C1 yaitu 3m untuk huruf kode bandar udara dengan landasan pacu A dan
B; 4,5m. Bandar udara dengan landasan pacu huruf kode C; 7,5m dan
untuk kode bandar udara dengan landasan pacu huruf D dan E.
Minimum clearance antara tepi masing-masing taxiway dan gigi
roda utama paling luar menurut ICAO diberikan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.10 Taxiway Dimensional Standards
Aerodrome Code Letter
Description
A B C D E
Width
Pavement 7,5 10,5 18 23 23
Pavement and shoulder - - 25 38 44

Edge safety Margin, U1 1.5 2.25 3 4.5 4.5


Strip 27 39 57 85 93
Taxiway centerlineto taxiwaycenterline 21 31.5 46.5 68.5 81.5
Object 13.5 19.5 28.5 42.5 49
Aircraft stand taxiline to object 12 16.5 24.5 36 42.5
Sumber : Horonjeff, 2010

Jarak bersih minimum yang disediakan antara centerline taxiway
denga paralel taxiway adalah:

90 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


STT = WS + 2U1 + C

Dimana:
STT = minimum jarak antara taxiway ke taxiway lain.
WS = lebar sayap pesawat yang paling dipakai.
U1 = batas tepi aman taxiway.
C1 = minimum clearance ujung sayap.
(C1 untuk code A = 3m, untuk code B = 3m, untuk
code C = 4,5m; untuk code D dan E = 7,5m).

Jarak Pemisah minimum antara taxiway centerline atau
apron taxiway centerline dengan bangunan tetap atau benda bergerak di
hitung dengan rumus:

ST0 = 0,5WS + U1 + C2

Dimana:
ST0 = jarak pemisah taxiway centerline dengan bangunan.
WS = lebar sayap pesawat yang paling dipakai ;
U1 = batas tepi aman taxiway;
C2 = clearance antara ujung sayap dengan objek:
(C2 untuk code A = 4,5m; untuk code B = 5,25m;
untuk code C = 7,5m; untuk code D dan E = 12m).

Jarak Pemisah minimum antara aircraft stand taxilane centerline
dengan bangunan tetap atau benda dihitung dengan rumus:

SAT0 = 0,5WS + U2 + C1

Dimana:
ST0 = jarak pemisah taxiway centerline dengan bangunan.
WS = lebar sayap pesawat yang paling dipakai.
C1 = minimum clearance ujung sayap.
U2 = batas aman aircraft stand.
(U2 untuk code A= 1,5m; untuk code B= 1,5m; untuk
code C= 2m; untuk code D dan E= 2,5m).

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 91


c. Taxiway fillet
Pada saat bergerak diatas taxiway, roda terluar dari main gear
pesawat udara tidak boleh terlalu dekat dengan tepi perkerasan. Jarak
minimum roda terluar main gear dengan tepi perkerasan taxiway dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.11 Jarak minimum roda terluar main gear dengan tepi
perkerasan runway

Jarak
Code
No. minimum Keterangan
letter
(m)
1 A 1,5 -
2 B 2,25 -
3 Untuk pesawat dengan wheelbase
4,5 ≥18m
C
3 Untuk pesawat dengan wheelbase <
18m
4 D 4,5

5 E 4,5



Untuk memenuhi persyaratan jarak minimum pada saat pesawat
berputar ada kemungkinan diperlukan penambahan perkerasan pada
pertemuan antara taxiway dengan runway. Tambahan perkerasan
seperti ini dinamakan fillet.

d. Runway Occupancy Time
Penggunaan waktu sebuah pesawat dapat diperkirakan dengan
prosedur pertimbangan beberapa estimasi sebagai berikut.

§ Penerbangan dari ujung runway ke touchdown roda utama;
§ Waktu yang dibutuhkan roda depan hingga terjadi kontak dengan
perkerasan setelah roda utama telah terjadi kontak dengan
perkerasan;

92 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


§ Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan keluar dari
waktu roda depan menyentuh perkerasan dan pengereman telah
dilaksanakan
§ Waktu yang dibutuhkan pesawat untuk belok ke exit taxiway

Kurva Taxiway
Perubahan arah taxiway diusahakan sedapat mungkin tidak ada. Apabila
ada jari-jari kurva sehalus mungkin untuk berbelok pesawat udara.











Gambar 5.5 Lebar Taxiway

Syarat jari-jari yang memenuhi kebutuhan pembelokan halus bagi
berbagai kecepatan pesawat udara pada taxiway.

Tabel 5.12 Syarat Jari-Jari Kurva

No. Kecepatan Jari-Jari Kurva

km/jam mil/hour M Feet
1 16 10 15 50
2 32 20 60 200
3 48 30 135 450
4 64 40 240 800
5 80 50 375 1250
6 95 60 540 1800

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 93


Dalam keadaan terpaksa membuat belokan tajam, sehingga jari-jari tidak
cukup luas untuk menghindari keluarnya roda pesawat udara dari
perkerasan, maka diperlukan untuk memperluas taxiway sehingga
tercapai “wheel clearance”.



Gambar 5.6. Kurva Taxiway











Gambar 5.7 Potongan Melintang Taxiway

e. Persilangan

Pada persilangan antara taxiway dengan runway, apron dengan
taxiway perlu tambahan luas agar gerakkan pesawat udara masih
mempunyai wheel clearance seperti yang dipersyaratkan, yaitu
penambahan luas yang disebut fillet . Tetapi tambahan luas pada
kurva taxiway lebih baik disebut lebar tambahan, sebab memang
lebar tambahan merupakan tambahan ke taxiway pada kurvanya.

94 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Ada 3 cara untuk menjamin terpenuhinya persyaratan wheel
clearence, yaitu;
a. Menggunakan marking sumbu taxiway sebagai pedoman jalannya
pesawat dan dibuat fillet.
b. Dibuat garis pedoman sisi kanan, sisi kiri dimana pesawat udara
berjalan diantaranya.
c. Gabungan no.2 garis pedoman kanan kiri dan tambahan fillet.
Beberapa cara yang disarankan ICAO untuk merencanakan Fillet,
antara lain:
a. Model simulasi gerakan pesawat udara.
b. Penghitungan Fillet.
c. Menggunakan grafik akan menghasilkan data-data pendekatan dari
garis-garis gerak pesawat udara.

Exit Taxiway

Fungsi exit taxiway atau turn off adalah menekan sekecil
mungkin waktu penggunaan runway oleh pesawat udara pada saat
mendarat. Exit taxiway dapat ditempatkan dengan menyudut siku
terhadap landasan atau kalau terpaksa menyudut yang lain juga bisa. Exit
taxiway yang mempunyai sudut 300 disebut kecepatan tinggi atau cepat
keluar sebagai tanda bahwa taxiway itu direncanakan penggunaannya
bagi pesawat udara yang harus dengan cepat keluar.
Penempatan exit taxiway tergantung pada pesawat campuran,
kecepatan waktu approach atau waktu menyentuh perkerasan,
kecepatan keluar, tingkat pengereman yang tergantung kepada kondisi
permukaan perkerasan basah atau kering serta jumlah exit taxiway yang
direncanakan untuk dibuat.

a. Geometri Exit Taxiway
Exit taxiway dapat ditempatkan dengan menyudutkan siku siku
terhadap landasan atau sudut lainnya pada runway juga bisa. Exit
taxiway yang mempunyai sudut 30⁰ disebut “ kecepatan tinggi”
dimana taxiway dirancang penggunaannya untuk pesawat yang harus
cepat keluar. (Horonjeff, 2010).
International Civil Aviation Organiztion (ICAO) telah membuat
hubungan antara kecepatan pesawat dan jari-jari kelengkungan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 95


kurva taxiway. Hubungan antara kecepatan dan jari-jari dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 5.13 Jari-Jari pembelokan/kelengkungan pesawat menurut ICAO
Taxiing Speed Radius of Exit Curve
No. Mph Kph Feet Meters
1 10 16 50 15
2 20 32 200 60
3 30 48 245 135
4 40 64 800 240
5 50 80 1250 375
6
60 96 1800 550



Kecepatan exit taxiway ICAO merekomendasikan radius minimum
terhadap kelengkungan/pembelokan pesawat untuk kode runway 1 dan
2 adalah 275m (900ft); kode runway 3 dan 4 adalah 550m (1800ft).

b. Penentuan lokasi Exit Taxiway
Lokasi dari exit taxiway tergantung pada pesawat campuran,
kecepatan waktu approach dan kecepatan menyentuh landasan,
kecepatan keluar, tingkat pengereman, yang mana tergantung pada
kondisi permukaan perkerasan basah atau kering, dan jumlah
exit taxiway yang direncanakan.

Pesawat udara dikelompokkan berdasarkan kecepatan
touchdown untuk perencanaan exit taxiway seperti pada tabel berikut.



96 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Tabel 5.14 Pesawat/kelompok perencanaan exit taxiway

No. Design Touchdown
Approuch Speed Aircraft Type
Group speed
Lebih dari 91
97 knots Convair 240, DC-3,
1 A knots ( 169
( 180 km/h) DHC-7
km/h)

Antara 91
Convair 600, DC-6,
knots ( 196
97 knots Fokker F27,
B km/h) -
2 ( 180 km/h) Viscount 800, HS-
120knots(222
748 series 2A
km/h)



Antara 121
Airbus A-300 &310,
knots (224
120 knots B-707 -320 &420, B-
C km/h) – 140
3 ( 222 km/h) 727,B-737, B-757, B-
knots(259
767, BAC-111, DC-9
km/h)


Antara 141
B-747, MD-11, DC-
knots ( 261
140 knots 10, L-1011, A-340,
D km/h) – 165
4 ( 259 km/h) TU-154, IL-62M, DC-
knots (306
8, B707-200
km/h)



Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan jarak
dari runway threshold ke titik tangen dari kurva exit.

Jarak dari runway threshold = jarak touchdown + D ke lokasi exit taxiway.

Dimana:
Jarak touchdown = 300 m.
Untuk pesawat grup B = 450 m.
Untuk pesawat grup C dan D.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 97



D = Dtd + De.
D = jarak ujung runway ke exit taxiway.
Dtd = jarak dari ujung runway ke titik touchdown.
De =Jarak exit taxiway dari titik touchdown.
Dimana:
Vtd = kecepatan pesawat saat touch down
Ve = kecepatan awal pesawat menuju exit taxiway

Exit Taxiway Menyudut Siku-Siku

Keputusan untuk merencanakan dan membangun exit taxiway menyudut
siku-siku didasarkan kepada analisa lalu lintas yang ada. Apabila lalu
lintas rencana pada jam-jam puncak kurang dari 26 gerakan (mendarat
dan lepas landas) maka exit taxiway menyudut siku-siku cukup memadai.

Exit Taxiway Kecepatan tinggi

Kebutuhan adanya high speed exit taxiway dewasa ini berkembang
dengan adanya lalu lintas dipelabuhan udara. Adanya high speed exit
taxiway pada sebuah landasan akan menambah kapasitas landasan itu
untuk menampung arus gerak mendaratdan atau lepas landas pesawat
udara.
Perkembangan kebutuhan ini banyak keuntungan akibat adanya
standart high speed exit taxiway yang berlaku untuk lapangan-lapangan
terbang internasional. Perencanaan ini dipilih dengan pertimbangan,
antara lain:

§ Kemudahannya bagi sebagian besar, konfigurasi roda
pendaratan pesawat untuk membuat belokan.
§ Sisa perkerasan yang ada didapatkan antara sisi luar roda
pendaratan dengan tepi perkerasan taxiway.
§ Muara yang diperluas dari exit taxiway memungkinkan beberapa
variasi sumbu belokan ke taxiway , apabila pesawat tidak
memulai belokannya dari titik yang ditandai pada landasan.

Konfigurasi memungkinkan pesawat belok walau dengan
kecepatan tinggi 50 knot. High speed exit taxiway merupakan salah satu

98 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


fasilitas dari runway. Oleh karena fungsinya yang demikian penting
dalam penentuan waktu pemakaian runway maka lokasi high speed exit
taxiway dipilih sedemikian rupa sehingga waktu tinggal pesawat di
runway dapat dipersingkat.
Penggunaan kurva normal sebagai distribusi probabilitas lokasi
high speed exit taxiway ideal untuk setiap kategori pesawat didapatkan
lokasi high speed exit taxiway yang memberikan penambahan waktu
pemakaian runway terkecil.

Jumlah dan Letak Exit Taxiway
Letak exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat saat
landing pada runway dan karakter pesawat udara pada saat landing.
Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan untuk menentukan jarak
letak exit taxiway dari threshold landasan, antara lain:

§ Kecepatan waktu touch down (menyentuh landasan).
§ Kecepatan awal waktu sampai titik A, yaitu titik perpotongan garis
singgung antaralandasan dan taxiway.
§ Jarak dari threshold sampai ke touch down.
§ Jarak dari touch down sampai ke titik A, nilai besaran butir b, c
dan di rata-ratakan dari pesawat udara yang biasa dilayani l
landasan. Bagi tujuan perencanaan exit taxiway, kecepatan
pesawat udara waktu touch down dianggap rata-rata 1,3 kali
kecepatan stall. Pada konfigurasi pendaratan dengan rata-rata berat
pendaratan kotor 85% dari maximum.

Taxiway Diatas Jembatan
Jembatan taxiway dibangun pada bagian yang lurus dari taxiway.
Bagian lurus didua sisi jembatan, dimaksudkan agar pesawat berjalan
pada satu garis lurus sesaat sebelum masuk jembatan dan sesaat sesudah
keluar jembatan. Lebar jembatan taxiway mampu melayani pesawat
udara, yaitu bila diukur tegak lurus sumbu taxiway lebarnya tidak kurang
dari area yang diratakan bagi strip taxiway.

Lebar Taxiway
Beberapa persyaratan yang dikeluarkan oleh ICAO dan FAA
dalam perancangan geometris landasan hubung (taxiway) sebagaimana
diperlihatkan pada tabel-tabel berikut.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 99


Table 5.15 Lebar Taxiway

Code Lebar
Keterangan
Letter Taxiway
A 7,5m -
B 10,5m -
C 15m Untuk pesawat terbang dengan wheelbase < 18 m
18m Untuk pesawat terbang dengan wheelbase ≥ 18 m
D 18m Untuk pesawat terbang dengan outer main gear
23m wheelspan< 9 m
Untuk pesawat terbang dengan outer main gear
wheelspan ≥ 9 m
E 23m -
F 23m -


Tabel 5.16 Jari-Jari Desain Standar Taxiway

Item DIM Kelompok Pesawat Desain (m)
I II III IV V VI
Jari-jari tikungan R 22,5 22,5 30 45 45 51
taxiway
Panjang ke titik L 15 15 45 75 75 75
pelebaran
Jari-jari pelebaran F 18,75 17,25 20,4 31,5 31,5 33
untuk
penyimpangan
pelebaran simetris
Jari-jari pelebaran F 18,75 17,25 18 29 29 30
untuk
penyimpangan
pelebaran satu sisi
Jari-jari pelebaran F 18 16,5 16,5 25,5 25,5 25,5

100 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


5.6 Geometri Holding Bay

a. Penggunaan Holding Bay
Holding bay adalah suatu daerah dimana pesawat dapat dihentikan
sementara atau dilewatkan, untuk memfasilitasi pergerakan pesawat
yang efisien di darat. Pada bandar udara yang mempunyai lalu lintas
pesawat udara padat, diperlukan holding bay.
Tersedianya fasilitas holding bay memudahkan pesawat udara dengan
cepat dari apron ke ujung runway dan juga memungkinkan pesawat
udara lain menyalip masuk ujung runway tanpa harus menunggu
pesawat udara di depan.

b. Dimensi (Ukuran) Holding Bay
Ukuran yang dibutuhkan untuk holding bay dipengaruhi oleh tiga faktoy
yaitu:
§ Jumlah dan posisi pesawat udara yang akan dilayani dan ditentukan
oleh frekuensi pemakaian.
§ Type pesawat udara yang akan menggunakan.
§ Karakter pesawat pada saat masuk dan meninggalkan holding bay.
Umumnya sayap pesawat udara yang menjadi ukuran dalam
menentukan ukuran holding bay. Kebebasan sayap pesawat udara (wing
tip clerence) antara pesawat udara yang sedang parkir, dan pesawat
udara yang sedang jalan melewati tidak boleh kurang dari 15m (50 ft).
Ukuran holding bay harus dapat menampung sejumlah posisi pesawat
sehingga memungkinkan jumlah keberangkatan pesawat yang
maksimum.

Tabel 5.17 Dimensi Holding Bay

Code Letter/Penggolongan Pesawat
Uraian A/I B/II C/III D/IV E/V F/VI
Jarak ruang bebas antara 4,5- 4,5- 7,5- 7,5 7,5 7,5
pesawat yg parkir dengan 5,25 5,25 12
pesawat yang bergerak di
taxiway (m)
Jarak minimum andengan garis tengah landasantara holding bay
a. Landasan instrument (m) 30 40 75 75 75 75
b. Landasan non-instrumen

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 101


• Pendekatan non-presisi 40 40 75 75 75 75
• Pendekatan presisi kategori I 60 60 90 90 90 90
• Pendekatan presisi kategori 90 90 90 90
II dan III


c. Letak Holding Bay
Letak holding bay berada di luar area kritis atau di sekitar instalasi
Instrument Landing Sistem (ILS) untuk menghindari gangguan pada
peralatan bantu pendaratan. Letaknya holding bay.

§ Terletak pada pertemuan runway dengan taxiway.
§ Terletak pada pertemuan 2 landas pacu dimana salah satu
landasannya digunakan sebagai taxiway.



Gambar 5.8 Penampang Holding Bay

5.7 Geometri Apron

Pelataran parkir pesawat udara atau apron, merupakan tempat
menaikkan/menurunkan penumpang/barang dan untuk parkir dan
perbaikan ringan pesawat udara. Batas apron harus tidak melewati
pembatas rintangan yang berada dipermukaan dan terutama didalam
area sisi udara. Ukuran pelataran parkir pesawat udara harus cukup
untuk dapat melayani arus lalu lintas maksimum yang diperlukan.

102 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Dimensi (ukuran) sesuai kebutuhan termasuk ada ruang untuk pesawat
saling menyalib pada saat dibutuhkan.


Gambar 5.9 Penampang Samping Apron

5.8 Jarak pandang (Sight Distance)

Biasanya perubahan kemiringan tidak bisa dihindari karena
kondisi area maka terjadi perubahan, namun demikian garis pandangan
tidak boleh terhalang seperti diuraikan berikut:

§ Landasan berkode huruf C, D atau E
Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m
(10 ft) dari permukaan landasan.
§ Landasan berkode huruf B
Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m
(7 ft) dari permukaan landasan.
§ Landasan berkode huruf A
Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5 m
(5 ft) dari permukaan landasan







Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 103



























104 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


MARKING
LANDASAN DAN
PERLAMPAUAN 6






6.1 Pengantar

Penyelenggaraan transportasi udara sangat memprioritaskan
keamanan dan keselamatan penerbangan. Hal ini memerlukan adanya
persyaratan teknis pengoperasian fasilitas teknik bandar udara tidak
terkecuali fasilitas sisi udara, sisi darat dan peralatan pemeliharaan
bandar udara pada bandar udara umum serta bandar udara khusus
(bandara perairan, elevated heliport, surface level heliport dan helideck).
Sebagai bagian dari sistim bandar udara, fasilitas teknik bandar udara,
perlu dievaluasi agar terpenuhinya efisiensi dan efektifitas
pengoperasian fasilitas tersebut.
Standar Nasional Indonesia (SNI) “marka dan rambu pada daerah
pergerakan pesawat udara dibandar udara” disusun dengan maksud
untuk memberikan pedoman dalam membuat marka dan rambu yang
standar pada daerah pergerakan pesawat udara di bandar udara. Sehubungan itu
kegiatan penerbangan khususnya waktu di bandar udara dan sekitarnya
dapat berjalanlancar dan keselamatan penerbangan dapat terjaga.
Standar Nasional Indonesia ini dirumuskan oleh Panitia Teknis
Persyaratan Sarana dan Prasarana, Pengoperasiandan Pelayanan
Transportasi Bandar Udara (74F). Standar ini telah dibahas dalam rapat-
rapat teknis, prakonsensus dan terakhir dibahas dalam konsensus pada
tanggal 21 Januari 2004 di Jakarta.
Pada daerah pergerakan pesawat di bandar udara, tanda yang
ditulis atau digambarkan pada daerah pergerakan pesawat udara
dimaksudkan untuk memberikan suatu petunjuk, menginformasikan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 105


suatu kondisi (gangguan/larangan), dan batas-batas keselamatan
penerbangan.
Persyaratan teknis marka dan rambu di daerah pergerakan
pesawat udara sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dituliskan atau
digambarkan pada permukaan landasan pacu (runway), landas
ancang/penghubung (taxiway) dan apron.

Istilah dan Defenisi
Marka
Marka, adalah tanda yang ditulis atau digambarkan pada daerah
pergerakan pesawat udara dengan maksud untuk memberikan suatu
petunjuk, menginformasikan suatu kondisi (gangguan/larangan), dan
batas-batas keselamatan penerbangan.

Rambu
Rambu, adalah simbol atau sekelompok simbol yang diletakkan atau
dipasang di daerah pergerakan pesawat udara yang bertujuan
memberikan informasi penerbangan.

Menara Pengawas/Tower (Aerodrome Control Tower)
Merupakan unit yang didirikan di bandar udara yang berfungsi untuk
memberikan pelayanan pemanduan lalu lintas bandar udara.

Keselamatan Penerbangan
Merupakan usaha yang dilakukan dalam bentuk keadaan yang terwujud
dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur
operasi dan persyaratan kelaikan teknis sarana dan prasarana terhadap
penerbangan beserta penunjang lainnya.

Daerah Manuver (Manuver Area)


Merupakan bagian dari suatu bandar udara yang dipergunakan untuk
pendaratan (landing), lepas landas (take-off) dan taxing bagi pesawat
udara.
Daerah Pergerakan Pesawat Udara (Movement Area)
Bagian dari suatu bandar udara yang meliputi daerah manuver dan
apron.

Landasan Pacu (Runway)
Daerah yang diperkeras berbentuk segi panjang di bandar udara yang
disediakan untuk lepas landas (take-off ) dan pendaratan (landing) bagi
pesawat udara.
106 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.

Landasan Ancang/Penghubung (Taxiway)
Jalur tertentu di bandar udara yang disediakan untuk pergerakan
pesawat udara dari runway ke apron atau sebaliknya.

Apron
Daerah atau tempat di bandar udara yang telah ditentukan guna
menempatkan pesawat udara, menurunkan dan menaikkan penumpang,
kargo, pos, pengisian bahan bakar dan perawatan ringan pesawat udara.

Mandatory Instruction Sign
Merupakan tanda ditempatkan pada luar landas pacu (runway) untuk
memberikan informasi.

Garbarata (Aviobridge)
Sarana berupa jembatan yang dapat diatur langsung ke pintu pesawat
udara, digunakan untuk naik/turun penumpang dari/ke ruang tunggu
(boarding lounge).

6.2 Fasilitas Navigasi dan Perlampauan
Semua pesawat terbang dilengkapi dengan sistem navigasi agar
pesawat tidak tersesat dalam melakukan penerbangan. Panel-panel
instrument navigasi pada kokpit pesawat memberikan berbagai
informasi untuk sistem navigasi mulai dari informasi tentang arah dan
ketinggian pesawat. Pengecekan terhadap instrument sistem navigasi
harus seteliti dan seketat mungkin. Kesalahan akibat tidak berfungsinya
system navigasi adalah kesalahan yang fatal dalam dunia penerbangan.
Sanksi yang diberikan adalah dicabutnya ijin operasi bagi maskapai
penerbangan yang melanggar.
Fasilitas Navigasi dan Pengamatan adalah salah satu prasarana
penunjang operasi bandara. Fasilitas ini dibagi menjadi dua kelompok
peralatan, yaitu:
a. Pengamatan Penerbangan.
b. Rambu Udara Radio

Peralatan Pengamatan Penerbangan
Peralatan pengamatan Penerbangan terdiri dari:

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 107


§ Primary Surveillance Radar (PSR) merupakan peralatan untuk
mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di
sekelilingnya secara pasif. Pesawat udara tidak ikut aktif jika terkena
pancaran sinyal RF radar primer. Pancaran tersebut dipantulkan oleh
badan pesawat udara dan dapat diterima di sistem penerima radar.
§ Secondary Surveillance Radar (SSR) merupakan peralatan untuk
mendeteksi dan mengetahui posisi dan data target yang ada di
sekelilingnya secara aktif, dimana pesawat ikut aktif jika menerima
pancaran sinyal RF radar sekunder. Pancaran radar ini berupa pulsa-
pulsa mode, pesawat yang dipasangi transponder, akan menerima
pulsa-pulsa tersebut dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa code ke
sistem penerima radar.
§ Air Traffict Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS,
FDPS, ADBS-B Processing dan ADS-C Processing.
§ Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan Automatic
Dependent.
§ Airport Survace Movement Ground Control System (ASMGCS).
§ Multilateration.
§ Global Navigation Satellite System.
§ Air Traffict Control Air Traffic Control Automation (ATC Automation)
terdiri dari RDPS, FDPS. ADBS-B

Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS,
FDPS. ADBS-B













Gambar 6.1. Bagan Alur Sistem Navigasi & Pengamanan

Penerbangan

108 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Peralatan Rambu Udara Radio
Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu peralatan navigasi udara yang
berfungsi memberikan signal informasi berupa bearing (arah) dan jarak
pesawat terhadap ground station. Peralatan dimaksud berupa:

§ Non Directional Beacon (NDB)
§ Non Directional Beacon (NDB)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi
tertentu di dalam atau di luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.

§ VHF Omnidirectional Range (VOR)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di
luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.

§ Distance Measuring Equipment (DME)
§ Distance Measuring Equipment (DME)
Alat bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk memberikan
panduan/informasi jarak bagi pesawat udara dengan stasiun DME yang
dituju (stant range distance). Penempatan DME pada umumnya
berpasangan (collocated) dengan VOR atau Glide Path ILS yang
ditempatkan di dalam atau di luar lingkungan bandara tergantung
fungsinya.

6.3 Kontrol Lalu Lintas Udara

Segala aktifitas pengaturan lalu lintas udara dikendalikan dari
ruang air traffic control. Ruang air traffic control, terdiri dari empat unit
tugas yaitu:

§ Data Analyzing Room.
§ En-route Control Unit.
§ Pilot Unit.
§ Terminal Control Unit

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 109















Gambar 6.2. Aktifitas di Ruangan Air Traffic
Control

Pada ruang air traffic control bekerja para petugas pengatur lalu lintas
udara (air traffc controller) yang bertugas memantau dan mengarahkan
lalu lintas pergerakan semua pesawat yang terpantau di angkasa. Dalam
menjalankan tugasnya, para petugas pengatur lalu lintas udara
memantau pergerakan pesawat dari alat air traffic control display,

6.4 Sistem Pendaratan Pesawat Udara

Instrument Landing System (ILS), adalah suatu sistem peralatan
bandar udara yang digunakan untuk memandu pesawat udara dalam
melakukan pendaratan dengan aman dan lancar. Instrument landing
system menggunakan dua transmisi, yaitu transmisi pertama berfungsi
untuk memandu pesawat udara menuju landasan pacu dan
transmisi yang kedua menginformasikan tentang ketinggian
pesawat dari landasan pacu.
ILS adalah alat bantu radio untuk pendaratan pesawat dibawah
kondisi cuaca yang kurang menguntungkan dan visibility yang rendah.
ILS memberikan informasi mengenai jalur approach yang tepat dan
sudut pendaratan yang tepat untuk pendaratan kepada pilot. Lebih lanjut
dua atau tiga titik pedoman yang menunjukkan masih berapa jauh jarak
terhadap threshold.

110 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.













Gambar 6.3. Alur Pendaratan Pesawat Udara Dipandu
Instrument Landing System
Pesawat udara akan diarahkan oleh instrument landing system
melaui radio beacon untuk menentukan arah pendaratan agar tepat pada
tengah tengah landasan pacu.

Ground Controlled Approach

Pesawat yang terpantau radar akan diarahkan oleh operator
Ground Controlled Approach tentang petunjuk pendaratan pesawat
udara dengan maksud agar pesawat udara dapat mendarat dengan aman.
Pekerjaan ini menuntut konsentrasi yang tinggi dari operator, sehingga
diperlukan kerja shift karena bandara udara beroperasi dua puluh empat
jam.












Gambar 6.4. Radar Pendeteksi Pesawat
di Bandara
Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 111
6.5 Marking Runway

Alat Bantu Visual

Tanda-tanda di area sisi udara sebagai alat bantu navigasi pada saat
mengadakan approach untuk pendaratan. Alat bantu pendaratan secara
visual dapat dimanfaatkan dalam kondisi cuaca bandar udara cerah dan
secara visual landasan dapat dilihat langsung.




Pendaratan pesawat di bandar udara melalui alat pendarata



Too High Slightly High OnTheGlidepath Slightly Low

Too Low

Gambar 6.5. Alat Bantu
Pendaratan
Alat bantu pendaratan secara visual terdiri dari beberapa komponen.

a. Airfield Lighting System (AFL)

Airfield Lighting System, adalah alat bantu pendaratan visual yang
berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal
landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien
dan aman.

Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan-peralatan sebagai
berikut :

§ Runway Edge Light.
Runway Edge Light, yaitu rambu penerangan landasan pacu yang terdiri
dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri dan
kanan landasan pacu untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada
pendaratan dan tinggal landas pesawat udara disiang hari pada cuaca
buruk, atau pada malam hari.

112 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


§ Threshold Light
Threshold Light, yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai
penunjuk ambang batas landasan, dipasang pada batas ambang landasan
pacu dengan jarak tertentu yang memancarkan cahaya. Pemasangan
lampu sepanjang tepi landasan sejauh 3 m dari tepi perkerasan. Jarak
memanjang dari lampu ke lampu tidak boleh lebih dari 60m.
Apabila threshold landasan digeser, tetapi daerah yang digeser tadi
masih dipakai untuk lepas landas dan taxi, lampu tepi landasan pada
displaced area yang menghadap pilot berwarna merah. Sedangkan
berwana putih, lampu yang menghadap arah kedatangan pesawat, dan
berwarna kuning untuk mengingatkan pilot bahwa landasan hampir
habis tinggal 600m.
§ Runway End Light
Runway End Light, yaitu rambu penerangan sebagai alat bantu untuk
menunjukan batas akhir/ujung landasan, dipasang pada batas ambang
landasan pacu dengan memancarkan cahaya merah apabila dilihat oleh
penerbang yang akan tinggal landas.
§ Taxiway Light
Taxiway Light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu
memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan kanan
taxiway pada jarak-jarak tertentu dan berfungsi memandu penerbang
untuk mengemudikan pesawat udaranya dari landasan. Kriteria
perencanaannya sebagai berikut:
- Taxiway dirancang sehingga mudah dikenali.
- Tanda keluar dari landasan pacu masuk taxiway harus betul-betul
dikenali terutama pada rapid taxiway.
- Harus merupakan pedoman sepanjang taxiway.
- Perpotongan taxiway dengan runway harus jelas.
- Rute dari landasan ke apron atau sebaliknya harus gampang dikenal.
- Lampu taxiway berwarna biru.
- Lampu sumbu taxiway berwarna hijau dari runway ke dan atau dari
tempat parkir pesawat.
- Taxiway dirancang sehingga mudah dikenali dan tidak terkacau

Flood Light
Flood Light, yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat parkir
pesawat terbang diwaktu siang hari pada saat cuaca buruk atau malam
hari pada saat ada pesawat udara parkir. Pada saat pendaratan malam

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 113


dilakukan, tidak perlu seluruh lapangan pendaratan disinari, cukup
bagian-bagian utama saja untuk kebutuhan pendaratan atau sesuai
kebutuhan.
Perlampuan menyinari seluruh permukaan landasan dengan lampu yang
menunjukkan arah sumbu landasan serta ditambahkan lampu tepi
landasan dipasang sepanjang tepi landasan. Pada visibility jelek,
lapangan udara dilengkapi dengan lampu touch down zone.

Flood Light bisa juga berfungsi sebagai rambu penerangan untuk


pendekatan yang dipasang pada perpanjangan landasan pacu, berfungsi
sebagai petunjuk kepada penerbang tentang posisi, arah pendaratan dan
jarak terhadap ambang landasan pada saat pendaratan.

Precision Approach Path Indicator (PAPI) dan Visual Approach Slope
Indicator System (VASIS)
VASIS, yaitu rambu penerangan yang memancarkan cahaya untuk
memberi informasi kepada penerbangan mengenai sudut luncur yang
benar, dan memandu penerbang melakukan pendekatan menuju titik
pendaratan pada daerah touch down.

Rotating Beacon
Rotating Beacon, yaitu rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara,
terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang dipasang pada
as yang dapat berputar. Rambu penerangan ini pada saat berfungsi
sehingga dapat memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan
putih. Pada umumnya rotating beacon dipasang diatas tower.

Turning Area Light
Turning Area Light, yaitu rambu penerangan berfungsi untuk memberi
tanda mengenai tempat pemutaran pesawat udara.

Apron Light
Apron Light, yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu
yang memancarkan cahaya merah. Rambu penerangan ini dipasang di
tepi apron yang berfungsi untuk memberi tanda batas pinggir apron.

Sequence Flashing Light (SQFL)
Sequence Flashing Light, yaitu lampu penerangan berkedip berurutan
pada arah pendekatan. SQFL dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach
Light System.

114 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Traffic Light
Traffic Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk
pengaturan kendaraan umum pada area sisi udara yang dikhawatirkan
akan dapat menyebabkan gangguan terhadap pesawat udara yang
sedang mendarat.

Obstruction Light
Obstruction Light, yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda
untuk menunjukan ketinggian suatu bangunan yang dapat menyebabkan
gangguan/rintangan pada penerbangan.

Wind Cone
Wind Cone, yaitu rambu penerangan berfungsi menunjukkan arah angin
bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat udara.

Threshold lighting
Pada saat melakukan approach final untuk pendaratan, pilot harus
membuat keputusan untuk melakukan pendaratan atau
membatalkannya karena miss approach. Tanda threshold yang segera
dikenal merupakan pedoman terhadap bisa mendarat atau atau tidak
bisa.
Pada bandar udara besar threshold dapat dikenali sebagai garis
perlampuan menerus berwarna hijau, melintang landasan dari tepi ke
tepi. Lampu threshold dipandang dari pesawat yang akan mendarat
berwarna hijau, tetapi sebaliknya berwarna merah sebagai pertanda
akhir ujung landasan pacu.

b. Runway Side Stripe Marking

Garis berwarna putih di sepanjang tepi pada awal sampai dengan akhir
landas pacu (runway) yang terdiri atas,
§ Garis solid/tunggal atau terdiri dari serangkaian garis dengan lebar
keseluruhan sama dengan garis solid/tunggal.
§ Gerupa garis solid/tunggal pada awal dan akhir runway.

Letak sepanjang tepi runway dan berfungsi sebagai tanda batas tepi
runway.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 115


Bentuk dan ukuran sebagaimana dimaksud sesuai dengan gambar
berikut.


Keterangan:
Lebar garis: 1. 0,9 m untuk runway dengan lebar >30m
2. 0,45 m untuk runway dengan lebar <30m

Gambar 6.6 Runway Site Stripe Marking

Runway Side Stripe Marking untuk Runway ukuran lebar >30m



Alternatif I

garis warna putih lebar 0,9m



Alternatif II

garis warna putih lebar 0,3m


lebar celah 0,3m

garis warna putih lebar 0,3m


Alternatif III
garis putih lebar 0,18m

lebar celah 0,18m

garis putih lebar 0,18m

lebar celah 0,18m

garis putih lebar 0,18m



Alternatif IV:

116 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Jumlah 4 garis berwarna putih dan 3 celah, lebar celah 0,9m



0,9 m





Runway Side Stripe Marking untuk runway ukuran lebar < 30 m

Alternatif I

garis warna putih lebar 0,45m




Alternatif II
garis warna putih lebar 0,15m


lebar celah 0,15m

garis warna putih lebar
0,15m

Alternatif III
garis putih lebar 0,09m

lebar celah 0,09m


garis putih lebar 0,09m
lebar celah 0,09m
garis putih lebar 0,09m



c. Runway Designation Marking

Marka dengan tanda berwarna putih dalam bentuk 2 (dua) angka atau
kombinasi 2 (dua) angka dan 1 (satu) huruf tertentu yang ditulis di
runway sebagai identitas runway.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 117


Fungsi Marka ini sebagai petunjuk arah runway yang dipergunakan untuk
take off dan atau landing, letaknya berada di antara threshold dengan
runway center line marking.
Bentuk dan ukuran dari pada angka dan huruf sebagaimana dimaksud
pada gambar berikut.





























Gambar 6.7. Letak Runway Designation Marking Diantara

Threshold dengan Runway Centre

Marking

118 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


d. Runway Designation Marking yang Menggunakan Angka 6
atau 9, ukuran tinggi angka 9,5 m













Gamgar 6.8. Bentuk dan Ukuran Runway
Designation
Marking

e. Threshold Marking

Marking ini tanda berupa garis-garis putih sejajar dengan arah
runway yang terletak di permulaan runway.
Fungsinya sebagai tanda permulaan yang digunakan untuk pendaratan
dan letak 6 m diukur dari awal runway.

Bentuk dan ukuran sebagaimana dimaksud pada gambar berikut.











Gambar 6.9 Bentuk Threshoal

Marking

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 119


Tabel 6.1 Ukuran Threshold Marking

Lebar Jumlah Jumlah
No. f (m)
Runway Stipe Celah
1 18 4 2 1,85 1,35
2 23 6 4 0,75 0,25
3 30 8 6 0,5 -
4 45 12 10 0,5 -
5 60 16 14 0,8 0,3


f. Runway Centre Line Marking

Marka ini adalah tanda berupa garis putus-putus berwarna putih yang
letaknya di tengah-tengah sepanjang runway. Fungsinya marka sebagai
petunjuk garis tengah runway.

Bentuk dan ukuran:
§ Runway centre line marking terdiri dari garis dan celah.
§ Panjang stripe setiap garis dan celah tidak kurang dari 50m dan tidak
lebih dari 75m.
§ Panjang setiap garis sekurang-kurangnya harus sama dengan panjang
celah atau minimum 30 m, dipilih mana
yang lebih panjang.





Keterangan:
- Panjang a + b: 50 m s/d 75 m
- Lebar garis:
• Precison runway : 0,9 m (category II & III)
• Precision approach cat. 1 : 0,45 m
• Non instrument : 0,3 m
• Non precision runway : 0,45 m (code 3 & 4)
• Non precision runway : 0,3 m (code 1 & 2)


Gambar 6.10 Garis Putih Pada Runway Centre Line Marking

120 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


g. Aiming point marking

Marka ini tanda di runway yang terdiri dari 2 (dua) garis lebar yang
berwarna putih.
Fungsinya menunjukkan tempat pertama roda pesawat diharapkan
menyentuh runway saat mendarat, letak dan ukurannya dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 6.2. Letak dan Ukuran Aiming Point Marking

No Lokasi dan Dimensi Panjang Panjang Panjang Panjang
. Runway Runway Runway Runway 2400
Kurang 800 m 1200 m m atau lebih
dari 800m s/d s/d 2399m
1199m
1 Jarak dari threshold 150 250 300 400
2 Janjang stripe 30 - 45 30 - 45 45 - 60 45 - 60
3 Lebar 4 6 6 - 10 6 - 10
4 Jarak spasi antar 6 9 16 – 22,5 16 – 22,5
stripe bagian dalam

Selanjutnya bentuk Aiming Point Marking dapat dilihat pada gambar
berikut.




Gambar 6.11. Bentuk Aiming Point Marking


h. Touchdown Zone Marking

Marking ini merupakan tanda di runway yang terdiri dari garis-garis berwarna
putih berpasangan, berada di kiri kanan garis tengah runway

Fungsinya menunjukkan panjang runway yang masih tersedia pada saat
melakukan pendaratan dan letaknya simeteris pada kiri kanan garis
tengah runway.
Apabila touchdown zone marking peletakkannya dan atau jaraknya
dari marka aiming point berhimpit atau kurang dari atau sama dengan
50 m, maka touchdown zone tidak perlu ada.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 121


Bentuk sebagaimana terlihat pada gambar berikut.

















Keterangan :
- Panjang stripe : 22,5 m
- Lebar stripe : 3m
- Jarak antar stripe
: 1,5 m

- Jarak dari threshold : 150 m

- Jarak stripe dari pinggir runway : 1,5 m
- Jarak antar touch down : 150 m
Gambar 6.12. Bentuk & Jarak Toucdown Zone
Marking
Selanjutnya jumlah garis masing-masing marka dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 6.3. Jumlah Garis Masing-Masing Marka

No. Landing Dintance Pair (s) of Jumlah Garis
Available or The Marking
Distance Between
Threshold
1 <900 m 1 Satu
2 900 m – 1199 m 2 Dua, Satu
i. Displaced Threhold Marking
3 1200 m – 1499 m 3 Dua, Satu, Satu
4 1500 m – 2399 m 4 Dua, Dua, Satu, Satu
5 >2400 m 6 Tiga, Tiga, Dua, Dua, Satu, Satu

122 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Marka tanda berwarna kuning ditempatkan di ujung runway berbentuk
panah atau silang.
Letaknya di permukaan runway sebelum threshold, disertai dengan
transverse stripe dari threshold baru.
Fungsinya:
§ Tanda panah menunjukkan bagian runway dan hanya dapat
dipergunakan untuk tinggal landas.
§ Tanda silang menunjukkan bagian runway, tidak dapat
dipergunakkan untuk tinggal landas.

Bentuk dan ukuran sebagaimana terlihat pada gambar berikut.








Gambar 6.13. Tanda Panah Menunjukkan Bagian
Runway
Selanjutnya tanda silang menunjukkan bagian runway, tidak dapat
dipergunakkan untuk tinggal landas, dapat dilihat pada gambar berikut.












Gambar 6.14 Tanda silang menunjukkan bagian
runway,
tidak dapat dipergunakkan

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 123


j . Pre Threshold Marking

Adalah tanda berwarna kuning ditempatkan di luar unjung runway di


belakang threshold berbentuk panah.
Fungsinya, merupakan tanda panah dibuat di luar ujung runway
menunjukkan bahwa daerah diperkeras yang tidak boleh dipergunakan
untuk take off dan landing pesawat.
Bentuk dan ukuran dapat dilihat pada gambar berikut.















Gambar 6.15 Bentuk dan Ukuran Pre Threshold Marking
















Gambar 6.16 Runway Dengan Panjang >2400 m
124 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
6.6 Marking Taxiway

a. Tanda-Tanda Pada Taxiway
§ Normal Centreline, adalah sebuah garis kuning tunggal yang
berkesinambungan berukuran selebar 6 inci (15 cm) sampai 12
inci (30 cm), terletak ditengah-tengah landasan.
§ Enhanced Centreline, adalah garis tengah yang diperpanjang terdiri
dari garis parallel berwarna di kedua sisi garis tengah landasan.
Garis tengah landasan bisa diperpanjang hingga 150 kaki (45,7
m) sebelum sampai pada tanda posisi siap-pacu.
§ Taxiway Edge Markings, dapat digunakan untuk menunjukan ujung
landasan pacu apabila ujung landasan pacu tidak ada penandaan
sampai di ujung perkerasan. Continuous Markings, tanda
berkesinambungan terdiri dari garis kuning ganda. Setiap garis
selebar 6 inci (15 cm) dan berjarak 6 inci (15 cm), saling terpisah dan
menunjukan ujung landasan dari bahu perkerasan atau dari permukaan
beraspal lainnya yang tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh pesawat.
§ Taxi Shoulder Markings. Pada taxiway, holding bays, dan apron
biasanya terdapat bahu perkerasan untuk mencegah terjadinya erosi
akibat air. Bahu perkerasan ini tidak dimaksudkan untuk dapat
memikul beban pesawat. Bahu landasan berukuran sekitar 10 meter, ditandai
dengan garis kuning yang tegak lurus terhadap tepi landasan, mulai dari
ujung landasan ke tepi perkerasan.
§ Surface Painted Taxiway Direction Signs. Penandaan ini bercirikan
pada latar belakang berwarna kuning. Apabila diperlukan, tanda-
tanda ini melengkapi tanda lokasi yang berada di sepanjang landasan
pacu dan membantu dalam menunjukan jalan menuju tempat pesawat
udara akan ditempatkan. Letak tanda ini berada pada sisi kanan garis
tengah.
§ Geographic Position Markings. Letak tanda-tanda ini pada titik-titik di
sepanjang rute taxi dengan visibilitas rendah (ketika RVR berada di
bawah 1.200 kaki (360m)). Posisi berada di sebelah kiri garis tengah
landasan ke arah taxi.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 125




Gambar 6.17 Lampu Taxiway

Lampu taxiway dioperasikan pada malam hari, namun pada
bandar udara kecil banyak yang tidak mempunyai peralatan ini dan
masuk kategori kondisi visibilitas terbatas. Beberapa macam lampu
taxiway dapat ditunjukkan berikut ini.6
§ Taxiway Edge Lights
Difungsikan untuk menerangi garis tepi taxiway selama dalam
keadaan gelap atau kondisi visibilitas terbatas. Perlengkapan ini
akan meningkat dan memancarkan cahaya biru.
§ Taxiway centerline Lights
Lampu ini eralatan ini tetap menyala dan memancarkan cahaya hijau
yang terletak disepanjang landasan tengah.
§ Clearance Bar Lights
Tiga lampu berwarna kuning di posisi siap pacu di taxiway
§ Runway Guard Lights.
§ Stop Bar Lights.

b. Taxiway Centre Line Marking

Marka ini merupakan tanda berupa garis dengan lebar 0,15 m berwarna
kuning.
Fungsinya memberi tuntunan kepada pesawat udara dari runway menuju
apron atau sebaliknya dan letaknya di tengah-tengah dan di sepanjang
taxiway.

126 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Bentuk sebagaimana dimaksud pada tiga macam gambar berikut.











Gambar 6.18 Bentuk Marka di Taxiway
c . Runway Holding Position Marka

Marka ini berupa tanda garis yang melintang di taxiway terdiri dari 2
garis solid dan 2 garis terputus-putus berwarna kuning. Dua garis
terputus-putus berada terdekat dengan runway.
Fungsi marka sebagai tanda bagi pesawat udara untuk berhenti sebelum
memperoleh izin memasuki runway.
Letak dan bentuk sebagaimana terlihat pada gambar berikut.

Tabel 6.4. Jarak Minimum dari Runway Centre Line ke Runway
Holding Position
No. Jenis Runway Code Number (m)
1 2 3 4
1 Non Instrumen 30 40 75 75
2 Non-Precision Approach 40 40 75 75
3 Precision Approach Cat.I 60 (b) 60 (b) 90 (a & b) 90 (a & b)
4 Precision Approach Cat II - - 90 (a & b) 90 (a & b)
& III
5 Runway Untuk Lepas 30 40 75 75
Landas

Apabila holding bay runway holding position, atau road holding
position pada elevasi/kemiringan yang lebih rendah dibandingkan
threshold, maka jaraknya dapat dikurangi 5 m untuk setiap meter
holding bay atau holding position yang lebih rendah dari pada threshold,
tergantung pada keselarasan dengan permukaan transisi bagian dalam.
Pengurangan jarak ini untuk menghindari pengaruh alat bantu navigasi

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 127


radio, khususnya fasilitas glide path dan localizer. Informasi pada wilayah
sensitif dan kritis ILS dan MLS terdapat pada Annex 10, Volume
I Lampiran C & G.

RUNWAY-HOLDING POSITION



















Gambar 6.19 Runway Holding Position
Marking

d. Taxiway Edge Marking

Marka ini berupa garis berwarna kuning di sepanjang tepi taxiway. Untuk
lebar taxiway 7,5 m sampai 18 m ( tidak termasuk 18 m ), digunakan
single yellow line dengan lebar garis 0,15 m. Untuk lebar taxiway 18 m
atau lebih, digunakan double yellow line dengan lebar garis 0,15m dan
celah 0,15m.
Fungsinya marka menunjukkan batas pinggir taxiway dan letaknya di
sepanjang kedua tepi taxiway.

128 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Bentuk sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.




taxiway berbentuk sudut miring





taxiway berbentuk tegak lurus















Gambar 6.20 Ukuran Taxiway Edge Marking


e. Taxi Shoulder Marking

Marka ini tanda berupa garis-garis berwarna kuning yang merupakan
bahu taxiway. Marka ini dipasang apabila shoulder taxiway diperkeras.
Fungsinya marka sebagai tanda yang menunjukan tidak boleh dilalui
pesawat udara yang letaknya di sebelah luar taxiway edge marking.
Bentuk dan ukuran sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 129











Keterangan:
-Jarak antar stripe pada perpendicular : 15 m
(transverse stripe)
- Lebar stripe : 0,9 m
- Jarak antar stripe dengan bagian yang : 1,5 m
tidak diperkeras
- Jarak antar stripe pada bagian yang lurus : 30 m

Gambar 6.21 Taxiway Shoulder Marking

f. Intermediate Holding Position Marking

Marka ini tanda di persimpangan taxiway berupa garis terputus putus
yang berwarna kuning dan ukurannya telah ditentukan. Fungsi marka
untuk menunjukkan letak persimpangan taxiway yang letaknya berada
sebelum persimpangan taxiway pada jarak 50 m dari garis tengah
persimpangan taxiway.
Bentuk sebagaimana dimaksud diperlihatkan pada gambar berikut.










Gambar 6.22 Intermediate Holding Position

130 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


g. Exit Guide Line Marking

Marka ini adalah tanda berupa garis berwarna kuning yang terletak di
runway dan menghubungkan dengan taxiway centre line.
Fungsi marka untuk memberikan tuntunan keluar masuk pesawat udara
yang sedang taxi menuju landas pacu (runway) atau sebaliknya yang
letaknya di persimpangan taxiway dengan runway.
Bentuk dan ukuran sesuai dengan gambar berikut.











Keterangan:
- Panjang p 60 m untuk runway dengan panjang >= 1200 m
- Panjang p 30 m untuk runway dengan panjang < 1200 m
- Lebar celah antara centre line dengan exit guide line 0,9 m (a)
- Lebar exit guide line 0,15 m (b)

Gambar 6.23 Bentuk dan Ukuran Exit Guide Line Marking

h. Road Holding Position Marking

Marking ini adalah tanda garis yang melintang di taxiway berupa dua
garis solid dan dua garis terputus-putus berwarna putih, dua
garis terputus-putus berada terdekat dengan runway. Fungsi marka
sebagai tanda kendaraan/vehicle service untuk berhenti sebelum
memperoleh izin memasuki/menyeberang runway.
Letak minimal (lihat tabel 4).
Bentuk dan letak sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 131

















Gambar 6.24 Bentuk dan Ukuran Road Holding Position Marking

6.7 Marking Apron

a. Apron Boundary/Security Line Marking

Marka ini berupa garis berwarna merah terusan (tidak putus)
yang berada di apron dengan lebar 0,20 m. Fungsi marka menunjukkan
batas yang jelas antara apron, taxiway, aircraft stand taxi line atau daerah
parking stand.
Letaknya di belakang ekor pesawat udara. Bentuk sebagaimana
dimaksud pada gambar berikut.









Gambar 6.25 Bentuk Boundary/Security Line Marking

132 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


b. Aircraff Safety Area (Equipment Restraint Line)

Marka ini berupa garis berwarna merah terusan (tidak putus)
yang berada di apron dengan lebar 0,10 m. Fungsinya sebagai suatu area
tertutup, tempat pesawat udara di parkir selama pelayanan ground
handling diberikan. Daerah ini harus bebas dari setiap kendaraan atau
peralatan, selama pesawat udara dalam keadaan bergerak dan dibatasi
oleh equipment restraint line atau oleh apron boundary line.
Beberapa bandar udara air craft safety area disebut dengan equipment
restraint line dan ukuran atau dimensinya ditentukan oleh pesawat
udara terbesar yang menggunakan parking stand.
Letak marka di sekeliling pesawat udara, bentuk sebagaimana di
perlihatkan pada gambar berikut.









Keterangan:
Batas samping kanan dan kiri Equipment restraint line ditulis atau
digambar dengan memperhatikan Wing Tip Clearance

Gambar 6.26 Bentuk Aircraf Safety Area
(Equipment Restraint Line)
Tabel 6.5 Batas Equipment Restraint Line Marking

No. Type Code Letter Clearance (m)
1 Small Aircraft A 3
B 3
2 Narrow Body C 4,5
3 Wide Body D 7,5
E 7,5
F 7,5

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 133


c. Equipment Staging Area

Area ini berupa garis berwarna putih dengan lebar 0,10 m. Fungsinya
sebagai suatu area yang terletak pada jarak aman diluar aircraft safety
area yang dipergunakan sebagai tempat standby kendaraan
dan/peralatan Ground Support Equipment menunggu pesawat docking.
Letaknya berasa di luar aircraft safety area.
Bentuk sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.









Gambar 6.27 Bentuk Equipment Staging Area

d. Stand Centre Line Parking

Pada parkir ini berupa garis yang berwarna kuning di apron dengan lebar
0,15 m. Fungsi garis sebagai pedoman yang digunakan oleh pesawat
udara melakukan taxi ke dalam atau keluar apron. Letak di apron area dan
bentuknya dapat dilihat pada gambar berikut.












Gambar 6.28 Bentuk Parking Stand Centre Line Parking

134 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


e. Apron Lead-in dan Lead-out Line Marking

Marka ini berupa garis yang berwarna kuning di apron dengan lebar 0,15
m. Fungsi marka sebagai pedoman yang digunakan oleh pesawat udara
melakukan taxi ke dalam atau keluar apron dan letak di apron area.











Gambar 6.29 Bentuk Apron Lead-in dan Lead-out Line Marking

f. Aircraf Nose Wheel Stopping Position Marking

Marka ini adalah tanda berupa garis atau bar berwarna kuning. Fungsi
marka sebagai tanda tempat berhenti pesawat udara yang parkir.
Letak di apron area, pada perpanjangan lead-in berjarak 6 m dari akhir
lead-in line. Bentuk dan ukuran dapat diperlihatkan pada gambar
berikut.











Gambar 6.30 Bentuk & Ukuran Aircraf Nose Wheel Stopping Position
Marking

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 135


g. Apron Edge Line Marking

Marka ini berupa garis berwarna kuning berukuran lebar garis 0,15 m di
sepanjang tepi apron.
Fungsi marka menunjukkan batas tepi apron dan letaknya pada
sepanjang tepi apron.
Bentuk sebagaimana diperlihatkan pada gambar berikut.









`
Gambar 6.31 Bentuk Apron Edge Line Marking

h. Parking Stand Number Parking

Parkir ini adalah tanda di apron berupa huruf dan angka yang berwarna
kuning dengan latar belakang warna hitam. Fungsinya menunjukkan
nomor tempat parkir pesawat udara dan letaknya di apron area. Bentuk
dan ukuran diperlihatkan pada gambar berikut.












Gambar 6.32 Bentuk dan Ukuran Parking Stand Number

136 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


i. In Front on Parking Stand Number










Keterangan:

Ukuran dari huruf parking stand (dalam meter)

Gambar 5.33. Bentuk dan ukuran stand number yang
terletak di ujung stand centre line



















Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 137















Gambar 6.33 Bentuk dan Ukuran In Front of Parking Stand Number


j. Aviobridge Safety Zone Marking

Marka ini adalah tanda di apron berupa garis-garis berwarna merah
yang berbentuk trapesium. Fungsi marka menunjukkan
daerah pergerakan aerobridge (garbarata) dan letaknya dekat dengan
aircraft parking stand. Bentuknya sesuai dengan gambar berikut.












Gambar 6.34 Bentuk dan Gambar Aviobridge Safety Zone Marking


138 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


k. Equipment Parking Area Marking

Marka ini adalah tanda berupa garis yang berwarna putih dengan lebar
0,15 m. Fungsinya sebagai pembatas pesawat udara dengan area yang
diperuntukkan sebagai tempat parkir peralatan pelayanan darat pesawat
udara yang letaknya di apron area. Bentuknya dapat diperlihatkan pada
gambar berikut.













Gambar 6.35 Bentuk Equipment Parking Area Marking

l. No Parking Area Marking

Marka ini adalah tanda yang berbentuk persegi panjang dengan garis-
garis berwarna merah yang tidak boleh digunakan untuk parkir
peralatan.
Fungsinya marka adalah:
§ Digunakan untuk manuver towing tractor.
§ Digunakan untuk kendaraan bila terjadi emergency.

Letak marka di depan pesawat udara. Bentuknya dapat dilihat pada
gambar berikut.




Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 139













Gambar 6.36 Bentuk No Parking Area Marking


m. Service Road Marking

Marka adalah tanda berupa 2 (dua) garis yang paralel sebagai batas
pinggir jalan dan garis putus-putus sebagai petunjuk sumbu jalan,
berwarna putih dengan lebar garis 0,15 m. Fungsinya sebagai jalan
pelayanan umum bagi kendaraan/peralatan membatasi sebelah kanan
dan kiri yang memungkinkan pergerakan peralatan (GSE) terpisah
dengan pesawat udara. Pada beberapa bandar udara yang memiliki
apron yang cukup luas service road juga disediakan ditengah apron.
Letaknya berada pada apron area dan bentuknya sesuai disesuaikan
dengan kebutuhan operasional.



Gambar 6.37 Typical Stand Layout

140 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


6 . 8 Rambu di Runway dan Taxiway

a. Mandatory Intruction Sign

Tanda disini adalah rambu yang berupa lambang atau prasasti berwarna
putih dengan latar belakang warna merah yang berfungsi sebagai tanda
yang menunjukkan lokasi, perintah, atau larangan bagi pesawat udara
yang sedang taxi atau kendaraan lain.
Letaknya berada di tepi taxiway dengan sudut kemiringan 75 derajat
terhadap taxiway centreline atau di tepi runway dengan sudut
kemiringan 75 derajat terhadap runway centre line.
Jarak minimum rambu terhadap runway centre line serta bentuknya dapat
dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.

Tabel 6.6 Panduan Pengukuran Jarak Penempatan
Taxing Termasuk Tanda Runway Exit

Jarak Jarak
tegak tegak
lurus lurus
dihit.dari dihit.dari
sisi tepi sisi tepi
Kategori Tanda (mm) taxiway ke runway
jarak ke jarak
terdekat terdekat
dari (m)
marka/sig
n (m)
Runwa Perm Permu- Rencan
y Code ukaan kaan a
Number asal (min) instalasi
(legen (max)
d)
1 or 2 200 400 700 5-11 3-10
1 or 2 300 600 900 5-11 3-10
3 or 4 300 600 900 11-21 8-15
3 or 4 400 800 1100 11-21 8-15

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 141


Tabel 6.7 Ukuran Mandatory Instruction & Information Sign

Minimum Character
Height
Information Sign
No. Runway Mandatory Information sign Other sign
Code instruction runway exit and
Number sign runway Vacated signs
1 1 or 2 300 mm 300 mm 200 mm
2 3 or 4 400 mm 400 mm 300 mm
















Gambar 6.38 Bentuk Mandatory Intruction Sign











Gambar 6.39 Ukuran Mandatory Intruction Sign
142 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.
b . Tanda Informasi (Information Sign)

Keterangan atau tanda berupa lambang berwarna hitam dengan latar
belakang warna kuning, kecuali location sign berupa lambang atau
prasasti berwarna kuning dengan latar belakang warna hitam.
Fungsinya menunjukkan arah yang harus diikuti dan nomor, huruf atau
singkatan yang menunjukkan maksud tertentu.
Letaknya di samping runway dengan sudut kemiringan 75 derajat
terhadap centre line atau di samping taxiway dengan sudut kemiringan
75 derajat terhadap taxiway centre line.
Penempatan rambu berdekatan dengan mandatory instruction sign asal jelas
dan tidak menutupi.
Bentuknya dan ukuran dapat dilihat pada gambar berikut.




















Gambar 5.41. Information Sign



Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 143





















Gambar 6.40 Penggunaan di Lapangan Informasi Sign



Gambar 6.40 Penggunaan di Lapangan Informasi Sign













144 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


DAFTAR PUSTAKA










Angkasa Pura I, PT. 2010. Data mengenai Bandar Udara, Jurnal
Transportasi Vol.11 No.3, Desember 2011: 183-190.

Adisasmita Sakti Adji and Josef Hadipramana, 2011. Improving The
Airport Operation and Environmental Quality at Small Airports in
Indonesia. Civil Engineering Department, Faculty of Engineering,
University of Hasanuddin, Makassar, Indonesia.

Adisasmita Sakti Adji, 2012. Passenger Perception on Airport Terminal
Facilities Performance (Case Study: Soekarno-Hatta International
Airport, Indonesia), Lecturer, Department of Civil Engineering,
Faculty of Engineering, University of Hasanuddin.

Adisasmita Sakti Adji, 2012. Penerbangan dan Bandar Udara, Edisi
Pertama Graha Ilmu Yokyakarta.

Amold, Tamin, Ofyar Z., 1997. Transport Planning and Traffic
Engineering, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, penerbit
ITB, Bandung.

Abduh Natsir, Gufran D.Dirawan, 2015. Evaluation of Environmental and
Socio-Cultural Dimension of Sustainability Eco-Airport
International Airport Sultan Hasanuddin. Jurnal Environmental
Man India, Volume: 95 (2015) issue No.3 (2015) Page: 703-713,
Tahun 2015.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 145


Abduh Natsir, Gufran D.Dirawan, 2015. Analysis of Noise and Air
Pollution on Sultan Hasanuddin Internatioanl Airport Based Eco-
Airport. Jurnal of Industrial Pollution Control, 31 (1) (2015) pp
149-155, Tahun 2015.

Abduh Natsir, 2016. Pengembangan Pengelolaan Bandar Udara Ramah
Lingkungan (Eco-Airport) Pada Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin (BSHas). Disertasi Program Doktor, Tahun 2016.

Ahmad RA, Abduh Natsir, Gufran.D Dirawan, 2016. Environmental
sustainability: the case of the Sultan Hasanuddin International
Airport, Makassar South Sulawesi. Jurnal World Transactions on
Engineering and Technology Education. Volume 14, No.3, 2016
Tahun 2016.

Boeing Commercial Airplane Group. 737-300/400/500 Airplane
Characteristics for Airport Planning (1990). Boeing Corporation.
Seattle.

Buchari, 2008. Kebisingan, Pencahayaan dan Getaran Di Tempat Kerja.
Mitra No.3 Tahun XIV Desembaer 2008. Jakarta.

Cholid Sukajaya, 2013. Encyclopedia of Civil Aviation Terminology,
PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta.

Direktorat Jendral Perhubungan Udara, 2002, Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara.
SKEP/120/VI/2002.

Departemen Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan No.17
Tahun 2005, Tentang Batas-Batas Kawasan Kebisingan Bandar
Udara. Jakarta.

Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,
2009. Tentang Pedoman Pelaksanaan Bandar Udara Ramah
Lingkungan (Eco-Airport).

146 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Direktorat Perguruan Tinggi Swasta, 1997, Sistem Transportation,
penerbit Universitas Gunadarma, jakarta.

Desmond Hutagaol, Capt. Gurdjita, 2013. Pengantar Penerbangan,
Perspektif Profesional. Erlangga, Jakarta.

Fetwrell L, Kaufmann RB, Kay D, Enanoria W, Halter L and ColfordJr, JM.
2005. “Water, Sanitation and Hygiene Interventions to Reduce
Diarrhoea in Less Development Countries: A Systematic Review
and Meta-Analysis”. Lancet Infact Dis 2005; 5:42-52.

Hay, W, W, 1997, An Introduction of Transportation Engineering, John
Wiley & Sons, New York.

Hendarto, Sri, et.al., 2001, Dasar-Dasar Transportasi, penerbit ITB
Bandung.

Heru Basuki, 1986. Merancang, Merencanakan Lapangan Terbang,
Alumni 1986 Bandung, Bandung.

Horonjeff Robert, Francis X. McKelvey, 1988, Perencanaan dan
Perancangan Bandar Udara. Edisi ketiga Jilid 1. Erlangga Jakarta.

Horonjeff Robert, Francis X. McKelvey, 1993, Perencanaan dan
Perancangan Bandar Udara. Edisi ketiga Jilid 2. Erlangga Jakarta.

International Civil Aviation Organization (ICAO), 1999. Annex 14 Third
Edition, Aerodrome Standards, Aerodrome Design and Operations.,

International Civil Aviation Organization (ICAO), 2006. Aerodrome
Design Manual, Part 1 Runway., Federal Aviation Administration
(FAA).,

I Gusti Putu Mastra, 2013. Manajemen Kebandar-udaraan, Pokok-Pokok
Pengelolaan Jasa Kebandar-udaraan. Edisi 2, Mitra Wacana Media,
Jakarta.

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 147


Keputusan Menteri Perhubungan No. 44 Tahun 2002. Tentang Tatanan
Kebandar-udaraan Nasional.

Kimmet, Philip C. 2009. Managing airport futures using environmental
management systems In Smart and Sustainable Built Environments
Conference 2009, 15-19 June 2009, Delft, the Netherlands.

Latief dan Azmy, 2011. Pengaruh Pemanfaatan Landasan Pacu Baru
Bandar Udara Sultan Hasanuddin Terhadap Permukiman Di
Sekitarnya. Jurusan Fakultas Teknik Arsitek Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Prosiding.

Martelens Ch. Liu, 2011. Kondisi Peredam Bising Akibat Lalu Lintas
Pesawat Udara di Bandar Udara Sultan Hasanuddin Terhadap
Aktifitas Masyarakat di Kawasan Permukiman Sudiang. Prodi
Teknik Perencanaan Transportasi Universitas Hasanuddin.

Norman Ashford, Paul H Wright (2011), Airport Engineering, Fourth
Edition.

Robert Horonjeff/Francis X.McKelvey,1988; Perencanaan dan
Perancangan Bandar Udara, Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Sakti Adji Sasmita, 2012, Penerbangan dan Bandar Udara. Edisi Pertama,
Cetakan Pertama, Graha Ilmu Yokyakarta.

Soetomo, 2014. Desain Bandar udara internasional Sultan Hasanuddin.
PT. Angkasa Pura I.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.SKEP/11/I/
2001 Tanggal 24 Januari 2001, Tentang Standar Marka dan Rambu
pada Daerah Pergerakan Udara di Bandar Udara.

Sucofindo 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jurnal Keselamatan
Kerja.

148 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


Suharto Abdul Majid, Eko P. D.Warpani, 2010, Ground Handling,
Manajemen Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan. Rajawali
Persada, Jakarta.

Tamin, O.Z. 2007. Menuju Terciptanya Sistem Transportasi
Berkelanjutan di Kota Bandung. Prosiding Seminar “SUSTAINABLE
TRANSPORTATION”, 3 Februari. ITB Bandung.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992, Tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Penjelasan Tambahan
Lembaran Negara Nomor: 3481.
























Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 149


150 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.


TENTANG PENULIS








Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi., dilahirkan di Enrekang pada tanggal 31
Desember 1960. Penulis adalah Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Bosowa Makassar. Menyelesaikan pendidikan dasar
SDN tahun 1972 di Enrekang, SMP Negeri Cakke tahun 1975 dan SMA
Negeri Cakke tahun 1979. Pendidikan S1 dalam bidang Teknik Sipil
Universitas Muslim Indonesia di Makassar (1986), S2 dalam bidang
Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) di Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin di Makassar (1999), dan Program Doktor (S3)
dalam bidang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
di Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar (2016).
BAB I

Rekayasa Bandar Udara: Jilid 1 151


152 Dr. Ir. M. Natsir Abduh, MSi.

Anda mungkin juga menyukai