Anda di halaman 1dari 7

Lainnya ditavidi07@gmail.

com Dasbor Logout

sarif hidayatulloh

Senin, 13 Oktober 2014

Mengenai Saya
pembuktian dan daluarsa dalam hukum perdata Syarif hidayatuloh Sarif
Ikuti 8
BAB I
Lihat profil lengkapku
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemilihan judul dalam suatu makalah adalah sangat penting karena dari
situlah kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya di rangkum dalam sebuah Arsip Blog
makalah. ► 2015 (2)
Alasan saya memilih judul “Resume Hukum Perdata tentang Pembuktian
▼ 2014 (9)
dan Daluarsa” karena materi ini merupakan materi yang cukup penting ► Desember
diantara materi yang lain dan karena ini juga merupakan tugas dalam mata (5)
kuliah hukum perdata. ▼ Oktober
(4)
Latar belakangnya adalah mengenai tentang tingkahlaku yang dilakukan
PENGE
oleh manusia, yang salah satunya berhubungan dengan yang namanya RTIA
perikatan dan daluarsa yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum N
DAN
Perdata atau yang sering disebut dengan BW. TATA
Pembuktian dan Daluarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi CAR
A
didalam kehidupan manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. BER
Didalam makalah ini terdapat penjelasan-penjelasan mengenai pengertian PER
KAR
Pembuktian dan Daluarsa, serta apasaja yang termasuk dan berhubungan A DI
PER
dengan Pembuktian dan Daluarsa.
ADIL
Pembuatan makalah ini sendiri dilakukan melalui pencampuran sumber AN
A...
yang berasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan beberapa buku
hukum
panduan serta pemikiran penulis itu sendiri.
kewa
Makalah ini mempunyai tujuan yang jelas yaitu, untuk meningkatkan ilmu risan
islam
serta pengetahuan terutama dalam perkulian Hukum Perdata, yang pastinya
pembuk
pembaca dapat memahami dengan sistematis tentang apa yang sudah di
tian
jabarkan didalam makalah ini. dan
dalua
Sistematika penulisannya pun beragam yang pertama terdiri dari bab I yaitu rsa
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika dala
m
penulisan, yang kedua yaitu Bab II mengenai pengertian pembuktian pada huku
umumnya dan daluwarsa. Dan yang terakhir bab III mengenai kesimpulan- m
perda
kesimpulan dari makalah ini dan saran-saran yang ditujukan untuk membangun ta
karakter penulis agas bisa lebih maju dalam berkarya. asas,
B. TUJUAN PENULISAN syara
t, dan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk melatih mahasiswa khususnya sumb
saya pribadi agar bisa menulis dengan baik dan untuk memenuhi tugas er
huku
makalah pada mata kuliah hukum perdata. m
C. SISTEMATIKA PENULISAN perik
atan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari lV bab yaitu yang pertama di
bab l pendahuluan meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan dan Indon
e...
sistematika penulisan, pada bab ll pembahasan meliputi pembahasan
pengertian pembuktian dan macam-macam pembuktian, pada bab lll
pembahasan meliputi pembahsan Pengertian daluarsa dan hal-hal yang dapat
mencegah dan menangguhkan daluarsa dan sebagainya, dan bab lV penutup
mengenai kesimpulan-kesimpulan dari makalah ini dan saran-saran yang
ditujukan untuk membangun karakter penulis agas bisa lebih maju dalam
berkarya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBUKTIAN PADA UMUMNYA
Menurut pasal 1865 KUH Perdata pembuktian pada umumnya setiap
orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa
untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain,
wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.[1]
Pada pasal 1866 KUH Perdata menjelaskan tentang alat pembuktian,
meliputi:
a. Bukti tertulis;
b. Bukti saksi;
c. Persangkaan;
d. Pengakuan;
e. Dan sumpah.[2]

a. Alat bukti tertulis


Alat bukti tertulis pada pasal 1866 KUH Perdata, sebagai alat bukti dalam
urutan pertama, ada juga yang menyebutkan alat bukti surat. Hal ini sesuai
dengan kenyataan jenis surat atau akta dalam perkara perdata, memegang
peran yang penting. Semua kegiatan yang menyangkut bidang perdata,
sengaja dicatat dan dituliskan dalam surat atau akta.[3]
Surat-surat akte dapat dibagi lagi ats surat-surat akte resmi(authentiek) dan
surat-surat akte di bawah tanganonderhands).[4]
Surat akte resmi ialah suatu akte yang dibuat oleh atau di hadapan
seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk
membuat surat-surat akte tersebut. Pejabat umum yang dimaksudkan itu ialah
notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil
(ambtenaar burgerlijke stand) dan sebagainya.

Suatu akte di bawah tangan ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau
dengan perantaraan seorang pejabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual
beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan ditanda tangani sendiri oleh
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Jika pihak yang
menandatangani surat perjanjian itu mengakui atau tidak menyangkal tanda
tanganya, yang berati ia mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa
yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akte di bwah tangan tersebut
memperoleh suatu kekuatan pembuktian yang sama dengan akte resmi.
b. Alat bukti saksi
Alat bukti saksi seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal 1895
yaitu pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang
tidak dikecualikan oleh undang-undang.[5]
Sesudah pembuktian dengan tulisan, pembuktian dengan kesaksian
merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam suatu perkara yang
diperiksa di depan hakim. Suatu kesaksian , harus mengenai peristiwa-
peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri oleh
seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya
peristiwa dari orang lain. Selanjutnya tidak boleh pula keterangan saksi itu
merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditariknya sendiri dari peristiwa
yang dilihat atau dialaminya, karena hakimlah yang berhak menarik
kesimpulan-kesimpulan itu.
Kesaksian bukanlah suatu alat pembuktian yang sempurna dan mengikat
hakim, tetapi terserah hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim
leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai keterangan seorang
saksi.[6]
c. Alat bukti persangkaan
Alat bukti persangkaan seperti yang dijelaskan pada KUH Perdata pasal
1915 yaitu persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau
oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu
peristiwa yang tidak diketahui umum.[7]
Menurut prof Subekti, persangkaan ialah suatu kesimpulan yang diambil
dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang
dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus
dibuktikan juga telah terjadi.
Dalam hukum pembuktian, ada dua macam persangkaan, yaitu
persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang sendiri (wattelijk
vermoeden) dan persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk
vermoeden).[8]
d. Alat bukti pengakuan
Pengakuan yang bernilai alat buktimenurut pasal 1923 KUH Perdata
memiliki pengertian pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah
satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara,
pernyataan atau keterangan itu dilakukan di muka hakim atau dalam sidang
pengadilan, keterang itu merupakan pengakuan (bekentenis, confession),
bahwa apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk
keseluruhan atau sebagian.[9]
e. Alat bukti sumpah
Alat bukti sumpah merupakan alat bukti yang terakhir yang dijelaskan
dalam pasal 1866 KUH Perdata. Dalam pasal 1929 KUH Perdata ada dua
macam sumpah di hadapan hakim:
1. Sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah
pemutus;
2. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada
salah satu pihak.[10]
Pengertian sumpah sebagai alat bukti, adalah suatu keterangan atau
pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:
· Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau
pernyataan itu, takut ats murka Tuhan, apabila dia berbohong;
· Takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya
pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang
sebenarnya. [11]

B. DALUWARSA (verjaring) PADA UMUMNYA


Daluwarsa atau lewat waktu menurut pasal 1946 KUH Perdata ialah suatu
sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya
syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Kemudian pada pasal
1967 KUH Perdata menjelaskan bahwa “semua tuntutan hukum, baik yang
bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena lewat
waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang
menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak,
dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada
itikad buruk”.
Selanjutnya pada pasal 1968 KUH Perdata, untuk para ahli dan pengajar
dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tuntutan para penguasa
rumah penginapan dan rumah makan, tuntutan para buruh yang upahnya
harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali lewat waktu yang kurang
dari satu triwulan untuk mendapatkan upah mereka serta jumlah kenaikan
upah itu, semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatnya waktu satu tahun.
Selanjutnya pada pasal 1969 KUH Perdata, tuntutan para dokter dan ahli
obat-obatan,tuntutan para jurusita, tuntutan para pengelola sekolah
berasrama, tuntutan para buruh kecuali mereka yang dimaksudkan dalam
pasal 1968, semua tuntutan ini lewat waktu dengan lewatmya waktu dua
tahun.
Selanjutnya pada pasal 1970 KUH Perdata, tuntutan para advokat dan
pengacara, hapus karena lewat waktu dengan lewatnta waktu dua tahun,
terhitung sejak hari diputuskannya perkara, hari tercapainya perdamaian
antara pihak-pihak yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara
itu, mengenai hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut
pembayaran persekot dan jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
Kemudian tuntutan para notaris untuk persekot dan upah mereka, lewat waktu
juga dengan lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta
yang bersangkutan.
Selanjutnya pada pasal 1971 KUH Perdata, tuntutan para tukang kayu,
tukang batu, dan tukang lainnya, tuntutan para pengusaha toko, hapus
karena lewat waktu dengan lewatnya waktu lima tahun.[12]
Ø Ada dua macam Daluarsa atau Verjaring :
1. Acquisitieve Verjaring
2. Extinctieve Verjaring

a.1 Acquisitieve Verjaring


Acquisitieve verjaring adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak
milik atas suatu benda.
Ø Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang
menguasai benda tersebut.
Seperti dalam pasal 1963 KUH Perdata:
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah,
memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain
yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan
jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “.
“ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun,
memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan
alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda ynag tidak bergerak lama
kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa
menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak
mulai menguasai benda tersebut.
Misalnya : Nisa menguasai tanah perkarangan tanpa adanya title yang sah
selama 30 tahun. Selama waktu itu tidak ada gangguan dari pihak ketiga, maka
demi hukum, tanah pekarangan itu menjadi miliknya dan tanpa
dipertanyakannya alas hukum tersebut.
b.2 Extinctieve Verjaring
Extinctieve verjaring adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu
penagihan atau tuntutan hukum. Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa
dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua
penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk
mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat
menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh
tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.[13]
Misalnya : Dheya telah meminjam uang kepada Syamsul sebesar
Rp.10.000.000,00 . Dalam jangka waktu 30 tahun, uang itu tidak ditagih oleh
Syamsul, maka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka Dheya
dibebaskan untuk membayar utangnya kepada Syamsul.
Ø Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948
KUH Perdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau
secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu
perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak
menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi 2, yaitu :
Dilakukan secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan
Daluarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-
syarat yang ditentuka dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak
melepaskan Daluarsanya.
Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si
pemegang Daluarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah
perikatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa:
v Dari pasal 1957 KUH Perdata bahwa jika seseorang ingin menambah
dan memperpanjang waktu daluarsa dapat dilakukan apabila ia masih berkuasa
atas kepemilikan benda tersebut terhitung dari waktu orang sebelumnya yang
menguasai benda tersebut hingga dia sekarang, itu tidak menilai bagaimana
orang tersebut mendapatkan benda itu baik melalui cuma-cuma atau dengan
beban.
Dalam pasal 1959 mengandung arti bahwa orang yang menyewa,
menyimpan dan sebagainya barang milik orang lain tidak dapat memperoleh
kepemilikan barang tersebut dengan jalan daluarasa, meskipun dengn lewat
waktu berapa lamanya, tidak akan mempengaruhi sedikitpun. Orang-orang
yang menyewa, menyimpan dan sebagainya dapat memperoleh hak milik
dengan jalan daluarsa dengan syarat hak penguasaan telah berganti dari orang
sebelumnya sebelum dia.
Orang dapat memindahkan hak milik barang yang disewakan, digadaikan
dan sebagainya dengan jalan daluarasa dengan syarat apabila orang yang
mempunyai benda tersebut telah menyerahkan hak kepemilikan kepada
penyewa dan lain sebagainya dan si penyewa dapat memiliki hak atas benda
tersebut. Daluarsa dihitung dengan hari bukan jam dan daluarsa dapat
diperoleh apabila hari terakhir dari jangka waktu yang telah ditentukan telah
lewat.
v Daluarsa dipandang sebagai alat untuk memperolah sesuatu
Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh atau mendapatkan suatu benda
tidak bergerak, bunga dan sebagainya, memiliki benda tersebut selam tiga
puluh tahun tanpa ada pihak yang lain yang nenggangu kenikmatannya, maka
ia adalah pemilik sah atas barang-barang tersebut tanpa harus menunjukan alas
haknya, yang sesuai dengan pasal 1963 KUH Peradata.
Dalam proses daluarsa itikad baik harus selalu ada pada setiap orang yang
ingin memperoleh hak milik sedangkan orang yang menunjukkan bahwa ia
tidak beritikas baik maka ia harus membuktikan bahwa dia bisa beritikad baik.
Itikad baik cukup dilakukan pada waktu denda itu belum berpindah hak milik
hanya berpindah hak miliknya pada dirinya.
v Daluarsa dipandang sebagai alat untuk dibebaskan dari kewajiban
Segala tuntutan hukum hapus karena daluarsa, sedangkan dalam peradilan
tidaklan seseorang menunjukkan pada persidangan bahwa adanya pengadilan
karena haknya sia-sia saja, hal itu tidak di karenakan daluarsa tidak dapat di
ganggu gugat tetapi sudah tercantum daluwarsanya masing-masing
berdasarkan KUH Perdata.
Kemudian dapat pula disimpulkan bahwa:
Tujuan Lembaga Daluarsa :
1. Untuk melindungi kepentingan masyarakat.
2. Untuk melindungi pemegang daluwarsa atau si berhutang dengan jalan
mengamankannya terhadap tututan yang sudah kuno.
B. kritik dan saran
Dalam tahap belajar, tentunya saya pribadi masih memiliki banyak
kekurangan atau kekeliruan bahkan kesalahan yang tentunya bisa lebih baik
dengan adanya kritik dan saran yang membangun oleh dosen dan mahasiswa/i
yang membaca makalah saya ini.
Terima kasih. . .

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. Hukum acara perdata. Jakarta: Sinar


Grafika.
Subekti, R. Pokok-pokok hukum perdata. Jakarta: Intermasa
Soimin, Soedharyo. Kitab undang-undang hukum perdata.
Jakarta: Sinar Grafika.

[1] KUH Perdata, Soedharyo Soimin, SH, hlm, 463.


[2] KUH Perdata, Soedharyo Soimin, SH, hlm, 463.
[3] M. Yahya harahap, SH. Hukum acara perdata, hlm, 556-557.
[4] Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 178.
[5] KUH Perdata, Soedharyo soimin, S.H. hlm, 469.
[6] Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok dalam hukum perdata, hlm, 180-181.
[7] KUH Perdata, Soedharyo soimin, S.H. hlm, 472.
[8] Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 182.
[9] M. Yahya harahap, S.H. Hukum acara perdata, hlm, 722.
[10] KUH Perdata, Soedharyo soimin, hlm, 475.
[11] M. Yahya harahap, S.H. Hukum acara perdata, hlm, 745.
[12] KUH Perdata, Soedharyo Soimin, hlm, 478-482.
[13]Prof. Subekti, S.H. pokok-pokok hukum perdata, hlm, 186-187.

Diposting oleh Syarif hidayatuloh Sarif di 01.01


1 komentar:
Khairudin Fadholi 12 April 2017 18.43

Mf prof, sy mau nanya karena ayah sy ada masalah karena di permasalahkan oleh kades dn
perangkatnya, ayah sy punya sebidang tanah yg terkena tol, tapi haknya diminta desa 70
persen, ayah sy 30 persen namun sampai sekarang belum deal karena ayah sy
mempertahankan haknya dg alasan penguasaan sdh 22 th, ada pethok D, ada sppt, dn segel
+ kwitansi dr pihak penggarap pd saat itu, sdgkn desa blm mau menanda tangani usulan
berkas pencairan ke bpn, mhn solusiny

Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Dita Vidi Minardi(Google) Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Posting Lebih Baru Beranda Posting Lama

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai