Anda di halaman 1dari 4

UTS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Oleh:

Ni Kadek Dyah Melinda Dewantari


1817051246

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2020
Di tengah pandemi ini, dimana seluruh pemerintah dan masyarakat di berbagai negara

yang tengah fokus untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19 malah dihadapkan dengan

kejahatan siber atau cybercrime yang kian meningkat dan menargetkan kelompok-kelompok

yang terkait dengan COVID-19. Rasa haus akan informasi mengenai virus ini membuat

cybercriminals atau penjahat siber memanfaatkannya guna melancarkan aksinya dan meraup

pundi-pundi keuntungan yang tentunya illegal. Tanpa mengindahkan etika, para penjahat siber

ini menargetkan miliaran orang yang was-was dan berperan penting dalam menanggapi pandemi

ini, seperti pemerintah dan lembaga lainnya yang terkait seperti rumah sakit. Selain itu mereka

juga turut menyerang perusahaan-perusahaan yang pekerjanya melakukan work for home akibat

pandemi serta memanfaatkan kerentanan dari keamanan jaringan.

Fenomena seperti ini memang sudah tidak asing lagi di dunia siber. Interpol dalam

laporannya “Cybercrime: COVID-19 Impact” yang di publikasikan pada Agustus 2020

mengatakan bahwa pandemi COVID-19 menjadi konteks berbagai jenis serangan siber yang

ditunjukan untuk mencuri data, menyebabkan gangguan sampai penghentian sistem untuk

meminta tembusan, menipu korban, dan menyebarkan infromasi yang tidak benar (disinformasi).

Unit 42, tim intelijen ancaman global lembaga Palo Alto Networks dalam artikelnya “Studying

How Cybercriminals Prey on the COVID-19 Pandemic” mengemukakan adanya peningkatan

656 persen dalam pendaftaran nama domain terkait virus Corona dari Februari ke Maret. Pada

akhir Maret saja, Unit 42 mencatat 116.357 nama domain baru terkait virus Corona. Sayangnya,

tidak semua domain secara sukarela memberikan informasi mengenai wabah tetapi juga

melancarkan serangan siber secara bersamaan. Unit 42 berhasil mengidentifikasi 2.022 domain

berbahaya dan 40.261 domain berisiko tinggi. Domain-domain berbahaya adalah sarana dalam

berbagai serangan siber. Ada yang memanfaatkan popularitas virus Corona untuk semata
mengincar dan meningkatkan trafik kunjungan suatu situs untuk kemudian dijual. Ada pula yang

digunakan untuk melangsungkan penipuan jual beli keperluan medis hingga web phishing.

Web phishing merupakan suatu metode penipuan daring yang dilancarkan dengan meniru

situs-situs populer untuk menipu dan mencuri informasi. Interpol dalam “Cybercrime: COVID-

19 Impact” mengungkapkan, penjahat siber tak segan meniru tampilan portal layanan publik

seperti situs resmi pemerintah, perusahaan telekomunikasi, lembaga kesehatan, bank, otoritas

pajak sampai bea cukai nasional. Dalam “Cybercrime: COVID-19 Impact” Interpol

mengemukakan, 27 persen negara yang berpartisipasi dalam penelitiannya mengkonfirmasi

maraknya disinformasi berupa klaim, rumor dan spekulasi palsu mengenai situasi COVID-19.

Menurut studi Reuters Institute yang dikutip dalam publikasi yang sama, topik terkait COVID-19

yang kerap muncul dalam berita palsu mencakup tindakan otoritas publik, penyebaran dalam

masyarakat, berita medis umum, dan teori konspirasi. Penularan virus, kesiapsiagaan publik, dan

pengembangan vaksin. Disinformasi ini umumnya disebarkan melalu media sosial seperti

WhatsApp, Facebook, Twitter dan sebagainya. Di Indonesia, disinformasi terkait COVID-19

menjadi perhatian khusus Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada tahun

ini. Hingga 5 Mei lalu, Tim AIS Direktorat Jendral Aplikasi Informatika (Aptika) mengklaim

telah berhasil mengidentifikasi 1.401 konten hoaks dan disinformasi terkait COVID-19. Lebih

lanjut dalam siaran persnya, Kemkominfo menjelaskan mayoritas konten hoaks merajalela di

Facebook yang berjumlah 999, disusul Twitter dengan 375 unggahan hoaks.

Indonesia perlu waspada. Pasalnya, Interpol dalam “ASEAN Cyberthreat Assessment

2020” mengungkapkan, Indonesia menjadi target serangan phishing tertinggi di ASEAN pada

2019. Indonesia dilaporkan memiliki PDB gabungan lebih dari 2,7 triliun dolar AS dan

diperkirakan akan mencapai 4 triliun dolar AS pada 2022. Ekonomi digital Indonesia juga
diproyeksikan berpotensi menyumbang 1 triliun dolar AS terhadap PDB nasional dalam 10 tahun

ke depan. Status Indonesia sebagai pasar terbesar ke tujuh dunia dengan kemajuan infrastruktur

dan teknologi dalam meningkatkan perekonomian, serta minimnya keamanan siber dan

kebersihan dalam berinternet menjadikannya destinasi berharga bagi kejahatan siber. Kejahatan

siber terkait COVID-19 juga diprediksi Interpol akan terus melonjak terlebih jika vaksinasi atau

pengobatan COVID-19 sudah tersedia. Pelaku kejahatan siber akan lebih memanfaatkan

momentum ini untuk melangsungkan phishing terkait jual beli vaksin hingga penawaran

vaksinasi gratis yang menggiurkan. Pada skala yang lebih besar, Interpol menyebut kejahatan

siber dapat menyebabkan kekacauan yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya seperti

merusak kepercayaan dan ketahanan dalam ekonomi digital, serta mencegah negara-negara

terdampak mewujudkan potensi digital mereka sepenuhnya.

Langkah-langkah pencegahan yang mengandalkan pada kerja Badan Siber Nasional dan

Kominfo, upaya untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban cybercrime tentu juga

tergantung pada kemampuan dan literasi infomasi masyarakat itu sendiri. Melatih kepekaan dan

sikap kritis masyarakat agar tidak membuka e-mail dan tautan yang mencurigakan atau berasal

dari sumber tidak terpercaya. Dan, selalu bersikap waspada terhadap setiap file elektronik yang

dilampirkan. Karena bisa saja mengandung konten yang berbahaya, yakni hal-hal yang

seharusnya otomatis dilakukan masyarakat yang sadar dan memiliki literasi informasi yang

memadai. Di tengah booming informasi dan meningkatnya kecemasan masyarakat akan bahaya

COVID-19, jangan sampai kita terperangkap dan menjadi korban untuk kedua kalinya akibat

ulah penjahat siber. Biasakan diri hanya membuka situs-situs resmi untuk mendapatkan update

mengenai kondisi terbaru COVID-19, demi menghindari infeksi malware, dan tidak menjadi

korban cybercrime.

Anda mungkin juga menyukai