Konsep Pengasuhan Anak Dan Pendidikan Anak Dalam Islam
Konsep Pengasuhan Anak Dan Pendidikan Anak Dalam Islam
ISLAM
A. Pendahuluan
Realita yang sudah tak asing lagi ditelinga kita adalah narkoba melanda anak muda.
Pergaulan bebas sudah seperti jamur yang tumbuh subur di negeri yang yang kaya akan hasil
alamnya ini. Tawuran antar pelajar merupakan hal biasa yang katanya “Gak keren Bro kalo
ga tawuran”. Melihat fenomena tersebut malah membuat orang tua menjadi resah, guru
kehilangan jurus, petugas keamanan mati kutu, masyarakat pun tercekam. Mau jadi apa anak-
Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi orang tua. Mendidik mereka menjadi
sebuah amanah terbesar dan terberat yang harus dipikul orang tua. Punya anak yang saleh dan
salehah merupakan harapan setiap orang tua, tetapi untuk mencapainya bukanlah diperoleh
Berkaitan dengan hal itu, Allah berfirman dalam surah al-Tahrîm ayat 6 yang
bunyinya :
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
bersama bagaimana sebenarnya dan seharusnya pengasuhan dan pendidikan anak dalam
islam agar kedepannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kita sebagai orang tua
benar-benar mengamalkan apa yang diperintahkan Allah seperti dalam firman-Nya surah al-
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengasuhan adalah proses, perbuatan, atau cara
mengasuh.1[1] Mengasuh dalam bahasa arab berasal dari akar kata ن
ُضُ ْحَي – ض َن
َ َحyang artinya
asuh, mengasuh.2[2] Mengasuh anak adalah menjaga orang yang belum mampu mandiri
mengurus urusannya sendiri, mendidik, menjaganya dari hal yang merusak atau pun yang
membahayakannya.3[3]
Beranjak dari hal itu dan melihat dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses perbuatan, cara
mendidik.4[4] Dalam bahasa arab pendidikan berasal dari akar kata ٌ َت ْربِيّةyang artinya didik,
pendidikan.5[5] Apabila istilah tarbiyah diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayânî) maka ia
5
mengembangkan, memelihara, membesarkan, dan menjinakkan.6[6] Dalam alqur’an dapat
ditemui tiga ayat yang senada dengan istilah tersebut, yaitu: dalam surah al-Isra’:24 yang
bunyinya: kamâ rabbayânî shaghîra. Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan
orang tua kepada anak-anaknya baik jasmani maupun rohani. Dalam surah asy-Syu’ara:18
yang bunyinya: alam nurabbika fina walîda. Ayat ini menunjukkan pengasuhan fir’aun
terhadap Nabi Musa sewaktu kecil akan tetapi hanya jasmani saja tidak untuk rohani.
shadaqah. Ayat ini berkenaan dengan makna menumbuh kembangkan dalam pengertian
Tidak banyak literatur yang penulis dapat tentang pengertian “pengasuhan” anak. kalau
dilihat dari kata “pengasuhan” berbeda dengan “pendidikan”, tetapi sejauh penulis pahami
dari pengertian yang ada maknanya sama saja, karena pengasuhan itu merupakan tanggung
jawab orang tua terhadap anaknya yang mana didalamnya selain memberikan kebutuhan
jasmani dan kebutuhan rohani juga kebutuhan pendidikan. Artinya kalau boleh dikatakan
dengan bagaimana orang tua berbicara dengan anak-anaknya. Seperti dalam surah Luqman:
13 yang berbunyi:
ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
ٌ َوإ ْذ قَ َال لُْق َما ُن البْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ ال تُ ْش ِر ْك باللَّه إ َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ
)١٣( يم
7
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
Dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan anak dengan
cara lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa memandangnnya
dengan penuh kebencian. Diharuskan juga ketika orang tua menyuruh ataupun melarang
harus menggunakan argumentasi logis, misalnya ayah atau ibu melarang anak untuk tidak
kebut-kebutan dijalan karena itu dapat membahayakan dirinya dan tentunya membuat orang
tua khawatir, lebih baik pergi kepengajian dimesjid lebih mendapat pahala dari pada
Orang tua dalam mendidik anaknya harus dengan benar, jangan dibiarkan begitu saja
karena anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Maka dari itulah
mendidik anak harus dengan baik dan benar sesuai tuuntunan al-Qur’an. Pada masa sekarang
para orang tua dengan bangganya memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang
yang tinggi dan mendapat gelar sarjana. Hal itu bisa saja orang tua lakukan dengan tujuan
untuk menunjang kemaslahatan kehidupan duniawinya akan tetapi jangan lupa pendidikan
kemaslahatan kehidupan akhiratnya kelak. Seperti Rasulullah ajarkan kepada kita bahwa
pendidikan itu sebenarnya ada tiga yaitu: ayat yang pasti, sunnah yang benar, dan kewajiban
yang harus dilakukan. Ayat yang pasti itu maksudnnya seperti ilmu tauhid, ushuluddin,
kajian-kajian tentang sang pencipta. Sunnah yang benar seperti hal-hal yang berkaitan dengan
keikhlashan, ilmu tentang kemuliaan manusia dan kehinaannya, cara mendapatkan kemuliaan
dan menghindari dari kehinaan. Kewajiban yang harus dilakukan seperti ilmu-ilmu fiqih.
8
Sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya hanyalah pelengkap saja seperti ilmu-ilmu umum sampai
mendapat gelar professor hanyalah untuk ilmu pelengkap demi kemaslahatan anak kelak.
Sebagai orang tua yang ingin benar-benar mendidik anaknya agar menjadi manusia dan
muslimin yang berada dalam garis ajaran islam bisa menerapkan ajaran-ajaran Luqman
dalam al-Qur’an yang insyaAllah anak yang kita didik tidak akan keluar dari koridor islam.
Dikatakan demikian karena ajaran-ajaran Luqman yang ditawarkan ini merupakan bersumber
Pertama, perintah untuk mensyukuri ni’mat dalam surah Luqman ayat 12 yang bunyi
ayatnya adalah:
ِِ ِ ِِ ِ ِ
ََولََق ْد آَتْينَا لُْق َما َن احْل ْك َمةَ أَن ا ْش ُك ْر للَّه َو َم ْن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُك ُر لَن ْفس ه َو َم ْن َك َف َر فَِإ َّن اللَّه
)١٢( َغيِن ٌّ مَحِ ي ٌد
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu:
tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Dalam tafsir Ibnu Katsir menurut cerita yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi Arubah,
dari Qatadah tentang firman Allah dalam ayat ini menerangkan bahwa Allah telah
memberikan pemahaman, pengetahuan dan ta’bir mimpi kepada Luqman tentang islam
padahal dia bukan seorang Nabi dan tidak diberikan wahyu. Allah memerintahkan kepadanya
untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikan, dianugerahkan dan dihadiahkan
oleh-Nya berupa keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya, tidak kepada orang lain
yang sejenis di masanya. Apabila bersyukur kepada Allah maka manfaat dan pahalanya
hanya akan kembali kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri. Barang siapa yang tidak
bersyukur kepada Allah maka hal itu tidak membahayakan-Nya sekalipun seluruh penghuni
alam ini mengkufuri-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dari hamba-hamba-
Nya9[9].
Kedua, perintah untuk tidak menyekutukan Allah dalam surah Luqman ayat 13 yang
ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
ٌ َوإ ْذ قَ َال لُْق َما ُن البْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ ال تُ ْش ِر ْك باللَّه إ َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ
)١٣( يم
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
besar".
Asbabun Nuzul ayat 13 dalam surah ini adalah: dari ‘alqamah ra., dari ‘abdullah ra., dia
berkata , “tatkala turun QS. Al-An’âm: 82, kalangan sahabat bertanya, ‘siapa diantara kita
yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?’ lalu turunlah ayat ini.” (HR. Bukhârî)10[10]
Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa Luqman memberikan wasiat kepada
putranya yang bernama Tsaran yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya.
Ini merupakan wasiat yang paling utama yakni untuk beribadah kepada Allah yang tidak ada
kezhaliman terbesar.11[11] Dalam surah al-An’âm ayat 82 juga disebutkan hal yang sama
... ين َآمنُوا َومَلْ َي ْلبِ ُسوا إِميَا َن ُه ْم بِظُْل ٍم ِ َّال
ذ
َ
9
10
11
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik)…”
Selain surah al-An’âm ayat 82, juga ditemukan dalam surah al-Isrâ’ ayat 23. Dalam
ayat tersebut diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan berbakti pada Ibu-Bapak,
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”
Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hal
tersebut. Selain ayat al-Qur’an tentunya hadits juga mendukung larangan syirik, bunyi
haditsnya:
Ketiga, berterima kasih kepada orang tua surah Luqman ayat 14 yang bunyi ayatnya
adalah:
ْ أ َِن
اش ُك ْر يِل ِ ص الُهُ يِف َع َامنْي ِص ينا اإلنْس ا َن بِوالِ َدي ِه مَح لَْت ه أ ُُّمه وهن ا علَى وه ٍن وف
َ َ ْ َ َ ً ْ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ْ َّ َو َو
)١٤( ُصري ِ ك إِيَلَّ الْم ِ ِ
َ َ َْول َوال َدي
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu-
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar berbuat baik pada kedua orang tua, yang
mana ibunya mengandung dalam keadaan lemah. Menurut Mujahid berkata: “beratnya
kebeatan”. Setelah melahirkan yakni mengasuh dan menyusuinya selama dua tahun kalau
seorang ibu, kelelahan dan kesulitannya saat menjaganya diwaktu siang dan bahkan harus
bergadang malam hari hanya untuk merawat bayi yang tidak punya daya apa-apa karena
begitu besar cintanya pada buah hati maka dari itulah Allah memerintahkan untuk bersyukur
Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim yang senada dengan hal ini.
عن أيب هريرة عن النيب صلى اهلل عليه و سلم قال الجيزي ولد والده إال أن جيده مملوكا
فيشرتيه فيعتقه
Artinya: Dari Abu hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “seorang tidak dapat
membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak,
Keempat, bila orang tua musyrik maka tetap saja baik dalam urusan dunia saja
12
13
ِ ك بِ ِه ِع ْلم فَال تُ ِطعهم ا وص
احْب ُه َما يِف ال ُّد ْنيَا َ َ َُْ ٌ َ َس ل ِ يِب
َ اه َد َاك َعلى أَ ْن تُ ْش ر َك َم ا لَْي َ َوإِ ْن َج
)١٥( اب إِيَلَّ مُثَّ إِيَلَّ َم ْر ِجعُ ُك ْم فَأَُنبِّئُ ُك ْم مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُو َن ِ ِ
َ َم ْع ُروفًا َواتَّب ْع َسب
َ َيل َم ْن أَن
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
Ayat ini menjelaskan bahwa jika kedua orang tua memaksakan agamanya (selain
islam), maka janganlah (kamu) menerimanya dan itu pun tak boleh menghalangimu untuk
berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan tetap ikuti orang-orang yang
Kelima, menanamkan pada anak bahwa akan adanya balasan akhirat dalam surah
ِ َّ ك ِم ْث َق َال حبَّ ٍة ِمن خرد ٍل َفتَ ُكن يِف صخر ٍة أَو يِف
ض ْ الس َم َاوات أ َْو يِف
ِ األر ْ َْ َ ْ َ َْ ْ َ ُ َيَا بُيَنَّ إِنَّ َها إِ ْن ت
ٌ ت هِب َا اللَّهُ إِ َّن اللَّهَ لَ ِط
)١٦( ٌيف َخبِري ِ ْيأ
َ
Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
Maha mengetahui.
Tafsir ayat ini adalah suatu perbuatan seberat biji sawi yaitu kezhaliman dan kesalahan
sekalipun seberat biji sawi, niscaya Allah akan membalasnya. Allah akan menghadirkannya
14
pada hari kiamat ketika Dia mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Jika
kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan maka akan dibalas dengan
Sekalipun biji sawi itu terlindungi dan terhalang di dalam batu besar hitam atau di
tempat terasing jauh di ujung langit dan bumi, sesungguhnya Allah akan menghadirkannya
karena tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dan tidak ada satu biji dzarrah pun yang ada
di langit dan di bumi yang terluput dari-Nya. Allah Maha Halus ilmu-Nya sehingga tak ada
sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, sekalipun kecil, halus dan lembut.15[15]
Keenam, perintah shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan sabar dalam surah Luqman
ك ِم ْن ِ ِ
وف وانْ هَ َع ِن الْمْن َك ِر و ْ رِب ِ َّ يَا بُيَنَّ أَقِ ِم
َ ك إِ َّن ذَل
َ ََص اب
َ اص ْ َعلَى َم ا أ َ ُ َ الص الةَ َوأْ ُم ْر ب الْ َم ْع ُر
األمو ِر مِعز
ُ َْ
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya agar mendirikan shalat dengan menegakkan
(manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar sesuai dengan
15
kemampuan dan kesungguhanmu. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu karena orang
yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapat gangguan dari manusia,
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim adalah perintah untuk mendirikan
فقد حدثناه أبو احلسن أمحد بن حممد العنزي ثنا عثمان بن سعيد الدرامي ثنا النفيلي ثنا
كان آخر وصية: زهري و غريه عن سليمان التيمي عن أنس بن مالك رضي اهلل عنه قال
الصالة الصالة مرتني و ما ملكت: رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم حني حضره املوت
أميانكم و ما زال يغرغر هبا يف صدره و ما يفيض هبا لسانه
Artinya: “Wasiat terakhir Rasulullah saw menjelang wafat adalah: Shalat…! Shalat…! Dua
kali dan budak-budak yang kalian miliki. Kalimat itulah yang terus keluar masuk
Hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar yang tak asing lagi kita dengar yang mana
مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وآله وسلم: عن أيب سعيد اخلدري رضي اهلل عنه قال
من رأى منكم منك را فليغ ريه بي ده ف إن مل يس تطع فبلس انه ف إن مل يس تطع فبقلب ه: يق وم
رواه مسلم.وذلك أضعف اإلميان
Artinya: “Dari Abi Said al-Khudri ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka
16
17
Selanjutnya hadits tentang perintah sabar, diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya
adalah:
رواه مسلم. ) وال ينزع من شيء إال شانه، إن الرفق ال يكون يف شيء إال زانه
Artinya: “Sesungguhnya tidak ada kelembutan pada sesuatu hal kecuali dia akan
mencorengnya.” 19[19]
Ketujuh, untuk tidak berlaku sombong dalam surah Luqman ayat 18-19 yang bunyi
ayatnya adalah:
( ب ُك َّل خُمْتَ ٍال فَ ُخ و ٍر ُّ ِض َمَر ًح ا إِ َّن اللَّهَ ال حُي ْ ش يِف
ِ األر ِ َّك لِلن
ِ َّْاس َوال مَت َ ص ِّع ْر َخ د
َ َُوال ت
ِ
)١٩( ت احْلَ ِم ِري ُ ص ْو ْ ك إِ َّن أَنْ َكَر
َ َاألص َوات ل َ ِص ْوت ِ ك وا ْغض ِ ١٨
ْ ُ َ َ ِ)واقْص ْد يِف َم ْشي
َ ض م ْن َ
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
Tafsir ayat ini adalah bahwa dia (Luqman) berkata: janganlah engkau palingkan
wajahmu dari manusia jika engkau berkomunikasi dengan mereka atau mereka
berkomunikasi denganmu karena merendahkan mereka atau karena kesombongan, akan tetapi
takabbur, otoriter, dan (menjadi) pembangkang. Jikalau engkau lakukan hal itu maka Allah
pasti akan memurkaimu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
18
19
sombong dan bangga pada diri sendiri serta sombong pada orang lain. Dalam berjalan juga
harus secara sederhana, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi adil dan
pertengahan. Juga dalam hal berbicara janganlah berlebihan dan jangan mengeraskan suara
pada sesuatu yang tidak bermanfaat. Keterlaluan mengangkat suara disamakan dengan
keledai dalam ketinggian dan kekerasannya dan disamping itu kekerasan suara tersebut
merupakan hal yang dimurkai Allah. Penyerupaan suara ini dengan keledai menjadi
‘alaih:
adalah orang yang kaku dan kasar, berakhlak sangat buruk dan sombong.”
D. Penutup
Konsep yang ditawarkan oleh pendidikan islam hanya mempunyai satu tujuan yakni
menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SAW dan tak perlu dinyatakan lagi
bahwa totalitas agama islam tidak membatasi pengertian ibadah hanya pada shalat, puasa
20
ataupun haji semata, akan tetapi karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk
Allah semata merupakan ibadah. Begitu pula dengan pendidikan anak dalam islam yang
diterapkan, apakah seperti Luqman terhadap anaknya ataukah pendidikan umum yang
dikenyam banyak orang pada saat ini sampai jenjang perguruan tinggi yang mana inti dari
kesemuanya itu diniatkan untuk Allah semata, jadi pendidikan yang bagaimanapun (yang
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubâbut Tafsîr Min Ibni
Katsîr (Terj. Tafsir Ibnu Katsir, oleh Abdul Ghoffar, et al, Bogor, Pustaka Imam
asy-Syafi’I, 2008, cet-5 jilid 6, h. 399), Mu-assasah Dâr al-hilâl Kairo, cet-1, 1994.
Al-Attas, Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung, Mizan, 1998.
Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta, Gema Insani Press, 1996,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Hatta, Ahmad, Tafsir Qur’an, Jakarta, Maghfirah pustaka, 2009, Cet-4 Des.
Mazhahiri, Husain, Pintar Mendidik Anak (Terj. Tarbiyyah ath-Thifl fi ar-Ru’yah al
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarah Riyadush Shalihin, Jakarta, Darus Sunnah Press,
2009, Cet-2.
Salim et.al., Syarah Bulughul Maram Hadits Hukum-Hukum Islam, Surabaya, Halim Jaya,
2005.