Anda di halaman 1dari 15

KONSEP PENGASUHAN ANAK DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM

ISLAM

KONSEP PENGASUHAN DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

A.            Pendahuluan

Realita yang sudah tak asing lagi ditelinga kita adalah narkoba melanda anak muda.

Pergaulan bebas sudah seperti jamur yang tumbuh subur di negeri yang yang kaya akan hasil

alamnya ini. Tawuran antar pelajar merupakan hal biasa yang katanya “Gak keren Bro kalo

ga tawuran”. Melihat fenomena tersebut malah membuat orang tua menjadi resah, guru

kehilangan jurus, petugas keamanan mati kutu, masyarakat pun tercekam. Mau jadi apa anak-

anak kita nanti?

Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi orang tua. Mendidik mereka menjadi

sebuah amanah terbesar dan terberat yang harus dipikul orang tua. Punya anak yang saleh dan

salehah merupakan harapan setiap orang tua, tetapi untuk mencapainya bukanlah diperoleh

dengan cara yang instan.

Berkaitan dengan hal itu, Allah berfirman dalam surah al-Tahrîm ayat 6 yang

bunyinya :

ٌ‫َّاس َواحْلِ َج َارةُ َعلَْي َه ا َمالئِ َك ة‬


‫ن‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ود‬ ‫ق‬
ُ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ار‬ ‫ن‬
َ ‫م‬ ‫ك‬ُ ‫ي‬ ِ‫ي ا أَيُّه ا الَّ ِذين آمن وا قُ وا أَْن ُفس ُكم وأَهل‬
ُ َ ُ َ ً ْ َْْ َ َُ َ َ َ
)٦( ‫صو َن اللَّهَ َما أ ََمَر ُه ْم َو َي ْف َعلُو َن َما يُ ْؤ َم ُرو َن‬ ِ ِ
ُ ‫غال ٌظ ش َد ٌاد ال َي ْع‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang

kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.


Beranjak dari fenomena diatas dalam bahasan kali ini menarik untuk didiskusikan

bersama bagaimana sebenarnya dan seharusnya pengasuhan dan pendidikan anak dalam

islam agar kedepannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kita sebagai orang tua

benar-benar mengamalkan apa yang diperintahkan Allah seperti dalam firman-Nya surah al-

Tahrîm ayat 6 diatas.

B.            Pengertian Pengasuhan dan Pendidikan Anak Dalam Islam

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengasuhan adalah proses, perbuatan, atau cara

mengasuh.1[1] Mengasuh dalam bahasa arab berasal dari akar kata ‫ن‬
ُ‫ض‬ُ ْ‫حَي‬ – ‫ض َن‬
َ ‫ َح‬yang artinya
asuh, mengasuh.2[2] Mengasuh anak adalah menjaga orang yang belum mampu mandiri

mengurus urusannya sendiri, mendidik, menjaganya dari hal yang merusak atau pun yang

membahayakannya.3[3]

Beranjak dari hal itu dan melihat dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses perbuatan, cara

mendidik.4[4] Dalam bahasa arab pendidikan berasal dari akar kata ٌ‫ َت ْربِيّة‬yang artinya didik,

pendidikan.5[5] Apabila istilah tarbiyah diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayânî) maka ia

mempunyai arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan,

5
mengembangkan, memelihara, membesarkan, dan menjinakkan.6[6] Dalam alqur’an dapat

ditemui tiga ayat yang senada dengan istilah tersebut, yaitu: dalam surah al-Isra’:24 yang

bunyinya: kamâ rabbayânî shaghîra. Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan

orang tua kepada anak-anaknya baik jasmani maupun rohani. Dalam surah asy-Syu’ara:18

yang bunyinya: alam nurabbika fina walîda. Ayat ini menunjukkan pengasuhan fir’aun

terhadap Nabi Musa sewaktu kecil akan tetapi hanya jasmani saja tidak untuk rohani.

Kemudian dalam surah al-Baqarah: 276 yang bunyinya: yamhullahurribâ wa yurbî

shadaqah. Ayat ini berkenaan dengan makna menumbuh kembangkan dalam pengertian

tarbiyyah seperti Allah menumbuh kembangkan sedekah dan menghapus riba.7[7]

Tidak banyak literatur yang penulis dapat tentang pengertian “pengasuhan” anak. kalau

dilihat dari kata “pengasuhan” berbeda dengan “pendidikan”, tetapi sejauh penulis pahami

dari pengertian yang ada maknanya sama saja, karena pengasuhan itu merupakan tanggung

jawab orang tua terhadap anaknya yang mana didalamnya selain memberikan kebutuhan

jasmani dan kebutuhan rohani juga kebutuhan pendidikan. Artinya kalau boleh dikatakan

“pengasuhan anak” maka sama saja maknanya “pendidikan anak”.

C.            Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam

Al-Qur’an telah menjelaskan bagaimana pendidikan anak dalam islam. Dimulai

dengan bagaimana orang tua berbicara dengan anak-anaknya. Seperti dalam surah Luqman:

13 yang berbunyi:

ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
ٌ ‫َوإ ْذ قَ َال لُْق َما ُن البْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ ال تُ ْش ِر ْك باللَّه إ َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ‬
)١٣( ‫يم‬

7
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi

pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan anak dengan

cara lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa memandangnnya

dengan penuh kebencian. Diharuskan juga ketika orang tua menyuruh ataupun melarang

harus menggunakan argumentasi logis, misalnya ayah atau ibu melarang anak untuk tidak

kebut-kebutan dijalan karena itu dapat membahayakan dirinya dan tentunya membuat orang

tua khawatir, lebih baik pergi kepengajian dimesjid lebih mendapat pahala dari pada

melakukan hal yang tidak bermanfaat dijalanan.8[8]

Orang tua dalam mendidik anaknya harus dengan benar, jangan dibiarkan begitu saja

karena anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Maka dari itulah

mendidik anak harus dengan baik dan benar sesuai tuuntunan al-Qur’an. Pada masa sekarang

para orang tua dengan bangganya memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang

yang tinggi dan mendapat gelar sarjana. Hal itu bisa saja orang tua lakukan dengan tujuan

untuk menunjang kemaslahatan kehidupan duniawinya akan tetapi jangan lupa pendidikan

kemaslahatan kehidupan akhiratnya kelak. Seperti Rasulullah ajarkan kepada kita bahwa

pendidikan itu sebenarnya ada tiga yaitu: ayat yang pasti, sunnah yang benar, dan kewajiban

yang harus dilakukan. Ayat yang pasti itu maksudnnya seperti ilmu tauhid, ushuluddin,

kajian-kajian tentang sang pencipta. Sunnah yang benar seperti hal-hal yang berkaitan dengan

keikhlashan, ilmu tentang kemuliaan manusia dan kehinaannya, cara mendapatkan kemuliaan

dan menghindari dari kehinaan. Kewajiban yang harus dilakukan seperti ilmu-ilmu fiqih.

8
Sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya hanyalah pelengkap saja seperti ilmu-ilmu umum sampai

mendapat gelar professor hanyalah untuk ilmu pelengkap demi kemaslahatan anak kelak.

Sebagai orang tua yang ingin benar-benar mendidik anaknya agar menjadi manusia dan

muslimin yang berada dalam garis ajaran islam bisa menerapkan ajaran-ajaran Luqman

dalam al-Qur’an yang insyaAllah anak yang kita didik tidak akan keluar dari koridor islam.

Dikatakan demikian karena ajaran-ajaran Luqman yang ditawarkan ini merupakan bersumber

dari sumber asli yakni al-Qur’an.

Pertama, perintah untuk mensyukuri ni’mat dalam surah Luqman ayat 12 yang bunyi

ayatnya adalah:

ِِ ِ ِِ ِ ِ
َ‫َولََق ْد آَتْينَا لُْق َما َن احْل ْك َمةَ أَن ا ْش ُك ْر للَّه َو َم ْن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُك ُر لَن ْفس ه َو َم ْن َك َف َر فَِإ َّن اللَّه‬
)١٢( ‫َغيِن ٌّ مَحِ ي ٌد‬
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu:

"Bersyukurlah kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah),

Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang

tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

Dalam tafsir Ibnu Katsir menurut cerita yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi Arubah,

dari Qatadah tentang firman Allah dalam ayat ini menerangkan bahwa Allah telah

memberikan pemahaman, pengetahuan dan ta’bir mimpi kepada Luqman tentang islam

padahal dia bukan seorang Nabi dan tidak diberikan wahyu. Allah memerintahkan kepadanya

untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikan, dianugerahkan dan dihadiahkan

oleh-Nya berupa keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya, tidak kepada orang lain

yang sejenis di masanya. Apabila bersyukur kepada Allah maka manfaat dan pahalanya

hanya akan kembali kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri. Barang siapa yang tidak

bersyukur kepada Allah maka hal itu tidak membahayakan-Nya sekalipun seluruh penghuni
alam ini mengkufuri-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dari hamba-hamba-

Nya9[9].

Kedua, perintah untuk tidak menyekutukan Allah dalam surah Luqman ayat 13 yang

bunyi ayatnya adalah:

ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
ٌ ‫َوإ ْذ قَ َال لُْق َما ُن البْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا بُيَنَّ ال تُ ْش ِر ْك باللَّه إ َّن الش ِّْر َك لَظُْل ٌم َعظ‬
)١٣( ‫يم‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi

pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar".

Asbabun Nuzul ayat 13 dalam surah ini adalah: dari ‘alqamah ra., dari ‘abdullah ra., dia

berkata , “tatkala turun QS. Al-An’âm: 82, kalangan sahabat bertanya, ‘siapa diantara kita

yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?’ lalu turunlah ayat ini.” (HR. Bukhârî)10[10]

Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa Luqman memberikan wasiat kepada

putranya yang bernama Tsaran yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya.

Ini merupakan wasiat yang paling utama yakni untuk beribadah kepada Allah yang tidak ada

sekutu bagi-Nya karena sesungguhnya syirik (mempersekutukan Allah) merupakan

kezhaliman terbesar.11[11] Dalam surah al-An’âm ayat 82 juga disebutkan hal yang sama

untuk tidak menyekutukan-Nya, yang bunyi ayatnya:

... ‫ين َآمنُوا َومَلْ َي ْلبِ ُسوا إِميَا َن ُه ْم بِظُْل ٍم‬ ِ َّ‫ال‬
‫ذ‬
َ
9

10

11
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan

kezaliman (syirik)…”

Selain surah al-An’âm ayat 82, juga ditemukan dalam surah al-Isrâ’ ayat 23. Dalam

ayat tersebut diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan berbakti pada Ibu-Bapak,

yang bunyi ayatnya:

… .. ‫ك أَال َت ْعبُ ُدوا إِال إِيَّاهُ َوبِالْ َوالِ َديْ ِن إِ ْح َسانًا‬


َ ُّ‫ضى َرب‬
َ َ‫َوق‬
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia

dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”

Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hal

tersebut. Selain ayat al-Qur’an tentunya hadits juga mendukung larangan syirik, bunyi

haditsnya:

‫ َع ْن‬، ‫ َع ْن حَيْىَي بْ ِن َج ابِ ٍر الطَّائِ ِّي‬، ‫ان‬


ٍ َ‫يد بن ِس ن‬ ِ ِ ِ
ُ ْ ُ ‫ َح َّدثَنَا َس ع‬، ُ‫ َح َّدثَنَا بَقيَّة‬، ‫َح َّدثَنَا احْلَ ْوط ُّي‬
، ‫ أَنَّهُ أَتَى النَّيِب َّ صلى اهلل عليه وسلم‬، ُ‫يه َح ِكي ٍم َر ِض َي اللَّهُ َعْن ه‬ ِ ِ‫ عن أَب‬، ‫معا ِوي ةَ ب ِن ح ِكي ٍم‬
َْ َ ْ َ َُ
ُِ‫ وت‬، ‫ َتعب ُد اللَّه َتعاىَل ال تُ ْش ِر ُك بِِه ش يئا‬: ‫ال‬ ِ ‫ول‬
‫يم‬ ‫ق‬
ُ َ ًْ َ َ َ ُ ْ َ َ‫ك َربُّنَا ؟ ق‬ َ َ‫ مِب َا أ َْر َسل‬، ‫اهلل‬ َ ‫ يَا َر ُس‬: ‫ال‬ َ ‫َف َق‬
‫ك أ َْينَ َم ا‬ ِ
َ ُ‫ َه َذا دين‬، ‫يم‬ ِ ِِ ِِ َّ ‫ َو ُت ْؤيِت‬، ‫الصال َة‬
ُ ‫ يَا َحك‬، ‫ َو ُك ُّل الْ ُم ْس لم َعلَى الْ ُم ْس لم حُمَ َّر ٌم‬، ‫الز َكا َة‬ َّ
‫ك‬ ِ
َ ‫تَ ُك ْن يَ ْكف‬

Ketiga, berterima kasih kepada orang tua surah Luqman ayat 14 yang bunyi ayatnya

adalah:

ْ ‫أ َِن‬
‫اش ُك ْر يِل‬ ِ ‫ص الُهُ يِف َع َامنْي‬ ِ‫ص ينا اإلنْس ا َن بِوالِ َدي ِه مَح لَْت ه أ ُُّمه وهن ا علَى وه ٍن وف‬
َ َ ْ َ َ ً ْ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ْ َّ ‫َو َو‬
)١٤( ُ‫صري‬ ِ ‫ك إِيَلَّ الْم‬ ِ ِ
َ َ ْ‫َول َوال َدي‬
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu-

Bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-


tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada

dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar berbuat baik pada kedua orang tua, yang

mana ibunya mengandung dalam keadaan lemah. Menurut Mujahid berkata: “beratnya

kesulitan mengandung anak” sedangkan menurut Qatadah berkata: “keberatan demi

kebeatan”. Setelah melahirkan yakni mengasuh dan menyusuinya selama dua tahun kalau

memang ingin menyempurnakannya. Allah menyebutkan (dalam ayat ini) pengasuhan

seorang ibu, kelelahan dan kesulitannya saat menjaganya diwaktu siang dan bahkan harus

bergadang malam hari hanya untuk merawat bayi yang tidak punya daya apa-apa karena

begitu besar cintanya pada buah hati maka dari itulah Allah memerintahkan untuk bersyukur

kepada-Nya dan kepada kedua orang tuanya.12[12]

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim yang senada dengan hal ini.

‫عن أيب هريرة عن النيب صلى اهلل عليه و سلم قال الجيزي ولد والده إال أن جيده مملوكا‬
‫فيشرتيه فيعتقه‬
Artinya: Dari Abu hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “seorang tidak dapat

membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak,

kemudian ia membeli dan memerdekakannya.”13[13]

Keempat, bila orang tua musyrik maka tetap saja baik dalam urusan dunia saja

dalam surah Luqman ayat 15 yang bunyi ayatnya adalah:

12

13
ِ ‫ك بِ ِه ِع ْلم فَال تُ ِطعهم ا وص‬
‫احْب ُه َما يِف ال ُّد ْنيَا‬ َ َ َُْ ٌ َ َ‫س ل‬ ‫ِ يِب‬
َ ‫اه َد َاك َعلى أَ ْن تُ ْش ر َك َم ا لَْي‬ َ ‫َوإِ ْن َج‬
)١٥( ‫اب إِيَلَّ مُثَّ إِيَلَّ َم ْر ِجعُ ُك ْم فَأَُنبِّئُ ُك ْم مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬ ِ ِ
َ ‫َم ْع ُروفًا َواتَّب ْع َسب‬
َ َ‫يل َم ْن أَن‬
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang

tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,

dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang

kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka kuberitakan

kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Ayat ini menjelaskan bahwa jika kedua orang tua memaksakan agamanya (selain

islam), maka janganlah (kamu) menerimanya dan itu pun tak boleh menghalangimu untuk

berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan tetap ikuti orang-orang yang

kembali kepada Allah.14[14]

Kelima, menanamkan pada anak bahwa akan adanya balasan akhirat dalam surah

Luqman ayat 16 yang bunyi ayatnya adalah:

ِ َّ ‫ك ِم ْث َق َال حبَّ ٍة ِمن خرد ٍل َفتَ ُكن يِف صخر ٍة أَو يِف‬
‫ض‬ ْ ‫الس َم َاوات أ َْو يِف‬
ِ ‫األر‬ ْ َْ َ ْ َ َْ ْ َ ُ َ‫يَا بُيَنَّ إِنَّ َها إِ ْن ت‬
ٌ ‫ت هِب َا اللَّهُ إِ َّن اللَّهَ لَ ِط‬
)١٦( ٌ‫يف َخبِري‬ ِ ْ‫يأ‬
َ
Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat

biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah

akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi

Maha mengetahui.

Tafsir ayat ini adalah suatu perbuatan seberat biji sawi yaitu kezhaliman dan kesalahan

sekalipun seberat biji sawi, niscaya Allah akan membalasnya. Allah akan menghadirkannya

14
pada hari kiamat ketika Dia mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Jika

kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan maka akan dibalas dengan

keburukan. Senada dalam surah al-Anbiyâ’: 47 yang bunyi ayatnya:

 ...‫س َشْيئًا‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫ونَضع الْموا ِزين الْ ِقس‬


ٌ ‫ط لَي ْوم الْقيَ َامة فَال تُظْلَ ُم َن ْف‬ ْ َ ََ ُ َ َ
Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah

dirugikan seseorang barang sedikitpun…”

Sekalipun biji sawi itu terlindungi dan terhalang di dalam batu besar hitam atau di

tempat terasing jauh di ujung langit dan bumi, sesungguhnya Allah akan menghadirkannya

karena tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dan tidak ada satu biji dzarrah pun yang ada

di langit dan di bumi yang terluput dari-Nya. Allah Maha Halus ilmu-Nya sehingga tak ada

sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, sekalipun kecil, halus dan lembut.15[15]

Keenam, perintah shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan sabar dalam surah Luqman

ayat 17 yang bunyi ayatnya adalah:

‫ك ِم ْن‬ ِ ِ
‫وف وانْ هَ َع ِن الْمْن َك ِر و ْ رِب‬ ِ َّ ‫يَا بُيَنَّ أَقِ ِم‬
َ ‫ك إِ َّن ذَل‬
َ َ‫َص اب‬
َ ‫اص ْ َعلَى َم ا أ‬ َ ُ َ ‫الص الةَ َوأْ ُم ْر ب الْ َم ْع ُر‬
‫األمو ِر‬ ‫م‬ِ‫عز‬
ُ َْ
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan

cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa

yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang

diwajibkan (oleh Allah).”

Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya agar mendirikan shalat dengan menegakkan

batas-batasnya, melakukan fardhu-fardhunya dan menetapkan waktu-waktunya. Menyuruh

(manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar sesuai dengan

15
kemampuan dan kesungguhanmu. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu karena orang

yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapat gangguan dari manusia,

maka dia memerintahkannya untuk bersabar.16[16]

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim adalah perintah untuk mendirikan

shalat, bunyi haditsnya:

‫فقد حدثناه أبو احلسن أمحد بن حممد العنزي ثنا عثمان بن سعيد الدرامي ثنا النفيلي ثنا‬
‫ كان آخر وصية‬: ‫زهري و غريه عن سليمان التيمي عن أنس بن مالك رضي اهلل عنه قال‬
‫ الصالة الصالة مرتني و ما ملكت‬: ‫رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم حني حضره املوت‬
‫أميانكم و ما زال يغرغر هبا يف صدره و ما يفيض هبا لسانه‬
Artinya: “Wasiat terakhir Rasulullah saw menjelang wafat adalah: Shalat…! Shalat…! Dua

kali dan budak-budak yang kalian miliki. Kalimat itulah yang terus keluar masuk

dadanya dan digerak-gerakkan lisannya.”17[17]

Hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar yang tak asing lagi kita dengar yang mana

diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya:

‫ مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وآله وسلم‬: ‫عن أيب سعيد اخلدري رضي اهلل عنه قال‬
‫ من رأى منكم منك را فليغ ريه بي ده ف إن مل يس تطع فبلس انه ف إن مل يس تطع فبقلب ه‬: ‫يق وم‬
‫ رواه مسلم‬.‫وذلك أضعف اإلميان‬
Artinya: “Dari Abi Said al-Khudri ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,

“barang siapa melihat yang kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan

tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka

dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.”18[18]

16

17
Selanjutnya hadits tentang perintah sabar, diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya

adalah:

‫ رواه مسلم‬. ) ‫ وال ينزع من شيء إال شانه‬، ‫إن الرفق ال يكون يف شيء إال زانه‬
Artinya: “Sesungguhnya tidak ada kelembutan pada sesuatu hal kecuali dia akan

menghiasinya, dan tidaklah ia tercabut dari suatu hal melainkan akan

mencorengnya.” 19[19]

Ketujuh, untuk tidak berlaku sombong dalam surah Luqman ayat 18-19 yang bunyi

ayatnya adalah:

( ‫ب ُك َّل خُمْتَ ٍال فَ ُخ و ٍر‬ ُّ ِ‫ض َمَر ًح ا إِ َّن اللَّهَ ال حُي‬ ْ ‫ش يِف‬
ِ ‫األر‬ ِ ‫َّك لِلن‬
ِ ْ‫َّاس َوال مَت‬ َ ‫ص ِّع ْر َخ د‬
َ ُ‫َوال ت‬
ِ
)١٩( ‫ت احْلَ ِم ِري‬ ُ ‫ص ْو‬ ْ ‫ك إِ َّن أَنْ َكَر‬
َ َ‫األص َوات ل‬ َ ِ‫ص ْوت‬ ِ ‫ك وا ْغض‬ ِ ١٨
ْ ُ َ َ ِ‫)واقْص ْد يِف َم ْشي‬
َ ‫ض م ْن‬ َ

Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan

janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah

kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk

suara ialah suara keledai.

Tafsir ayat ini adalah bahwa dia (Luqman) berkata: janganlah engkau palingkan

wajahmu dari manusia jika engkau berkomunikasi dengan mereka atau mereka

berkomunikasi denganmu karena merendahkan mereka atau karena kesombongan, akan tetapi

merendahlah dan maniskanlah wajahmu terahadap mereka. Janganlah kamu sombong,

takabbur, otoriter, dan (menjadi) pembangkang. Jikalau engkau lakukan hal itu maka Allah

pasti akan memurkaimu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
18

19
sombong dan bangga pada diri sendiri serta sombong pada orang lain. Dalam berjalan juga

harus secara sederhana, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi adil dan

pertengahan. Juga dalam hal berbicara janganlah berlebihan dan jangan mengeraskan suara

pada sesuatu yang tidak bermanfaat. Keterlaluan mengangkat suara disamakan dengan

keledai dalam ketinggian dan kekerasannya dan disamping itu kekerasan suara tersebut

merupakan hal yang dimurkai Allah. Penyerupaan suara ini dengan keledai menjadi

konsekuensi logis keharaman dan ketercelaannya yang sangat keras.20[20]

Hadits yang berkenaan dengan larangan sombong, yang diriwayatkan Muttafaqun

‘alaih:

‫ح دثنا حمم د بن أمحد بن أيب خيثم ة ق ال وج دت يف كت اب ج دي خبط ه ثن ا إمساعيل بن‬


‫ عن حارثة بن وهب و املستورد الفهري قاال قال‬: ‫أبان حدثين مسعر ثنا معبد بن خالد‬
‫ أال أخ ربكم بأه ل اجلن ة ؟ ك ل ض عيف متض عف لو‬: ‫رس ول اهلل ص لى اهلل علي ه و س لم‬
‫أقسم على اهلل ألبره أال أخربكم بأهل النار ؟ كل عتل جواظ مستكرب‬
Artinya: “Dari Haritsah bin Wahab ra, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah saw

bersabda,” maukah kamu saya beritahukan tentang penghuni neraka? Mereka

adalah orang yang kaku dan kasar, berakhlak sangat buruk dan sombong.”

D.           Penutup

Konsep yang ditawarkan oleh pendidikan islam hanya mempunyai satu tujuan yakni

menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SAW dan tak perlu dinyatakan lagi

bahwa totalitas agama islam tidak membatasi pengertian ibadah hanya pada shalat, puasa

20
ataupun haji semata, akan tetapi karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk

Allah semata merupakan ibadah. Begitu pula dengan pendidikan anak dalam islam yang

diterapkan, apakah seperti Luqman terhadap anaknya ataukah pendidikan umum yang

dikenyam banyak orang pada saat ini sampai jenjang perguruan tinggi yang mana inti dari

kesemuanya itu diniatkan untuk Allah semata, jadi pendidikan yang bagaimanapun (yang

bermanfaat) merupakan ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubâbut Tafsîr Min Ibni

Katsîr (Terj. Tafsir Ibnu Katsir, oleh Abdul Ghoffar, et al, Bogor, Pustaka Imam

asy-Syafi’I, 2008, cet-5 jilid 6, h. 399), Mu-assasah Dâr al-hilâl Kairo, cet-1, 1994.

Al-Attas, Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung, Mizan, 1998.

Baharits, Adnan Hasan Shalih, Mas’ûliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi (Terj.

Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta, Gema Insani Press, 1996,

Cet-1, h. 105), Jeddah-Saudi Arabia, Darul Mujtama, 1991, Cet-2.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai

Pustaka, 1990, Cet-3.

Hatta, Ahmad, Tafsir Qur’an, Jakarta, Maghfirah pustaka, 2009, Cet-4 Des.
Mazhahiri, Husain, Pintar Mendidik Anak (Terj. Tarbiyyah ath-Thifl fi ar-Ru’yah al

Islamiyyah Beirutal-Bi’tsah1992, cet-1), Jakarta, lentera, 2008, Cet-7.

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarah Riyadush Shalihin, Jakarta, Darus Sunnah Press,

2009, Cet-2.

Mujib, Abdul,et al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, kencana, 2006,Cet-1.

Rusyadi, dkk, kamus Indonesia-Arab, Jakarta, Rineka Cipta, 1995, Cet-1.

Salim et.al., Syarah Bulughul Maram Hadits Hukum-Hukum Islam, Surabaya, Halim Jaya,

2005.

Anda mungkin juga menyukai