Atresia Ani Compress
Atresia Ani Compress
ATRESIA ANI
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Miskah Chairani (1607101030167)
Dokter Pembimbing:
dr. Muntadhar, Sp.B, Sp.BA
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi dan berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas lapkas ini. Shalawat beriring salam penulis
sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi umatnya.
Adapun tugas lapkas ini berjudul “Atresia Ani”. Diajukan Sebagai Salah
Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian /SMF
Bedah Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Muntadhar, Sp.B, Sp.BA
yang telah meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan
penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
dan bekal di masa mendatang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BABA I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 12
Anatomi........................................................................................................ 12
Fisiologi........................................................................................................ 14
Definisi......................................................................................................... 14
Epidimiologi................................................................................................. 15
Etiologi dan Fraktor Predisposisi................................................................. 15
Klasifikasi..................................................................................................... 15
Patogenesis................................................................................................... 16
Diagnosis...................................................................................................... 18
Pemeriksaan Penunjang................................................................................ 19
Tatalaksanan................................................................................................. 22
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31
BAB I
3
PENDAHULUAN
Atresia ani atau anus imperforate, atau sering disebut juga malformasi
anorektal adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus
atau dengan anus yang tidak sempurna.1 Atresia ani merupakan kelainan
kongenital yang sering dijumpai pada kasus bedah anak.2
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
Nama : BY.Sakdiah
No. RM : 1.17.53.46
Agama : Islam
Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Daerah Tapak Tuan dengan
keluhan tidak memiliki anus sejak lahir. Pasien juga mengalami muntah berwarna
hijau sejak 1 hari SMRS. Pasien merupakan anak pertama, lahir dibantu oleh
bidan secara pervaginam dengan berat badan lahir 2600 gram , ibu dengan riwayat
ANC (+).
5
2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang sedang mengalami atau pernah mengalami
1. Kepala
2. Mata
3. Hidung
Bentuk normal, deviasi septum (-), krepitasi (-), rinorrhea (-), pernafasan
4. Mulut
5. Telinga
Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), sekret (-/-), perdarahan (-/-).
6. Leher
Pembesaran KGB dan tiroid (-/-), kaku kuduk (-), TVJ R-2 cm H2O.
6
7. Thoraks
Paru-paru
Jantung
8. Abdomen
Perkusi : Timpani
Anal (-), anal dimple (+), bucket handle (-), fistula (-)
10. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin - /- - /-
Edema - /- -/-
Sianosis - /- - /-
1. Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Hasil Nilai Rujukan Satuan
(20/6/2018) (21/6/2018)
Hb 14,6 12,5 12,7 – 18,7 g/dL
Ht 39* 34* 53 – 63 %
Eritrosit 3,9* 3,3* 4,4 – 5,8 106/mm3
Leukosit 11,5 5,6 5,0 – 21,0 103/mm3
7
Trombosit 267 229 150 – 450 fL
MCV 101 101 80 – 100 Pg
MCH 38* 38* 27 – 31 %
MCHC 37 37 32 – 36 %
RDW 18,2* 17,6* 11,5 – 14,5 fL
PDW 9,2 9,1
MPV 8,9 9,7 7,2 – 11,1 fL
Hitung jenis:
Eosinofil 2 1 0–6 %
Basofil 0 1 0–2 %
Netrofil batang 0* 0* 2–6 %
Netrofil segmen 66 65 50 – 70 %
Limfosit 17* 19* 20 – 40 %
Monosit 15* 14* 2–8 %
KIMIA KLINIK
Hati & Empedu
Pemeriksaan Hasil (20/6/2018) Nilai Rujukan Satuan
Albumin 3,64 3,5 – 5,2 g/dL
Diabetes
Pemeriksaan Hasil (20/6/2018) Nilai Rujukan Satuan
GDS 88 < 200 mg/dL
Ginjal – Hipertensi
Pemeriksaan Hasil (20/6/2018) Nilai Rujukan Satuan
Ureum 25 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0.96 0,51 – 0,95 mg/dL
Elektrolit – Serum
Pemeriksaan Hasil (20/6/2018) Nilai Rujukan Satuan
2. Pemeriksaan Radiologi
8
Pemeriksaan Babygram (20 Juni 2018)
Kesimpulan : Ditemukan dilatasi usus dan distribusi udara di usus yang tidak
Kesimpulan : Jarak antara gambaran udara di distal colon ke arah marker >1cm.
9
2.4 RESUME
2.5 Follow Up
10
Tanggal S O A P
13/6/2018 BAB berlendir Ku : sedang Invaginasi -IVFD RL 750 cc/24 jam
dan darah HR : 120 x/i -Inj. Ceftriaxone 250 mg/12
RR : 48 x/i jam
T : 38,8 C -Inj. Novalgin 70 mg/8 jam
11
17/6/2018 lemas Ku : sedang Invaginasi -observasi tanda-tanda akut
perbaikan HR : 116 x/i Ileocolica post abdomen
RR : 27 x/i laparatomi + -diet ASI ad libitum
T : 36,5 C wilkey prosedure -Inj. Cefotaxime 300 mg/12
POD : 4 + riseksi kolon jam
transversum + -Drip. Metronidazole 55
S/L ar abdomen ileostomy dobble mg/8 jam
I : distensi (-), barel -Inj. Novalgin 100 mg/8 jam
simetris, luka operasi
kesan kering, p/ PBJ
produksi (+)
A : bunyi usus (+)
P : timpani
P : soepell (+)
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang
sepanjang pylorus sampai katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar 12 kaki.
Usus halus terbagi 3 bagian :5,6
a. Duodenum
Bentuknya melengkung menyerupai kuku kuda. Panjang sekitar 25 cm,
dimulai dari pylorus sampai jejunum. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk
memprodukdi getah intestinum.
b. Jejunum
Panjannya sekitar 2-3 m dan berkelok-kelok, terletak disebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk
kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena
mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara lapisan
peritoneum.
c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak begitu jelas, panjangnya
berkisara 4-5 m. Usus ini terletak disebelah kanan bawah berhubungan
dengan sekum melalui perantara lubang orifisium ileosekalis yang
diperkuat dengan sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini)
yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke
dalam ileum.
13
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (± 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, dengan diameter
sekitar 2,5 inci (± 6,5 cm). Lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput
lendir, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Serabut otot longitudinal dalam
muskulus ekstran membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi
kantong-kantong besar yang disebut dengan haustra. Usus besar terdiri dari5 :
a. Sekum
Kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks. Apendiks vermiformis, yaitu suatu tabung sempit yang berisi
jaringan limfosit, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon
Merupakan bagian usus besar dari sekum sampai rectum. Terbagi 3 divisi:
i. Kolon Ascendens
ii. Kolon Transversum
iii. Kolon Descendens
c. Rectum
Merukana bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13
cm. Rectum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
3.2 Fisiologi
14
Usus halus memiliki dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
bahan-bahan nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Isi usus digerakkan oleh
peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang
diatur oleh saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat dimakan dengan sekret pancreas, hepatobilier, sekresi usus,
dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal. Absorbsi adalah
pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula
sederhana, asam-asam lemak, dan asam-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel di jaringan seluruh tubuh.5
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.5,6
3.3 Definisi
Invaginasi (intussusception) adalah suatu keadaan masuknya suatu segmen
usus bagian proksimal (intussusceptum) ke segmen bagian distalnya
(intususcipiens) yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus
strangulasi.7,8,9
3.4 Epidimiologi
15
Invaginasi atau intususepsi merupakan penyebab obstruksi usus yang
sering terjadi pada anak-anak. Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur. Insidens
terbesar terjadi pada penderita usia 5 hingga 9 bulan, namun sebagian literatur
menyebutkan usia 3 hingga 6 bulan. Lebih dari separuh dari seluruh kasus terjadi
pada usia dibawah 1 tahun dan hanya 10-25% terjadi pada usia lebih dari 2 tahun.
Mayoritas dari pasien dengan invaginasi adalah bayi yang sehat, pria lebih sering
daripada wanita dengan perbandingan 2:1.9
3.6 Klasifikasi
16
b. Ileosekal (39%) : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps
ke sekum dan menarik ileum dibelakangnya. Valvula tersebut merupakan
apex dari intususepsi.
c. Kolokolika (4,7%) : kolon ke kolon
d. Ileokolika (31,5%) : ileum prolaps melalui valvula ileosekal ke kolon
3.7 Patogenesis
Lebih dari 80% kasus invaginasi berupa ileokolika. Meskipun jarang,
Invaginasi bisa juga terjadi secara ileoileal, sekokolika, kolokolika, dan
yeyunoyeyunal.9,10
17
menimbulkan edema. Hal ini meninggikan tekanan pada dinding intususeptum
hingga kemudian aliran vena ikut terganggu dan usus akan semakin edema. Jika
hal ini terus berlanjut, maka pembuluh arteri akan terjepit hingga terjadi
insufisiensi arteri dan selanjutnya nekrosis dinding usus. Mukosa sangat rentan
mengalami iskemia karena lokasinya berada paling jauh dari suplai arteri.
Mukosa yang iskemik kemudian akan luruh dan bercampur dengan darah segar
dan mukus, memberikan gambaran currant jelly stool.11,12 Proses ini dinamakan
proses strangulasi, tersirat oleh adanya perdarahan per rektal dan rasa sakit.
Serangan rasa sakit mula-mula hilang-timbul kemudian menetap dan sering
disertai serangan muntah. Jika strangulasi tidak dapat diatasi, selanjutnya dapat
terjadi gangren dan perforasi.
3.8 Diagnosis
18
Manifestasi klinik dan temuan klinis sangat bergantung pada berapa lama
invaginasi telah berlangsung. Umumnya bayi dalam keadaan sehat, gizi baik.
Mungkin beberapa hari sebelumnya terdapat peradangan saluran nafas bagian atas
atau diare.
Awalnya, bayi dapat tiba-tiba menangis karena merasa sakit pada perut,
menarik kaki ke perut, dan muntah berisi makanan atau minuman yang masuk.
Beberapa menit kemudian jika serangan telah berlalu, bayi akan tampak normal,
bermain-main atau tertidur kembali. Hal ini seringkali disalahartikan oleh dokter
umum sebagai gastroenteritis, hingga kemudian timbul gejala lebih lanjut.
Beberapa jam kemudian, serangan akan timbul semakin sering dan bayi menjadi
letargik. Bayi defekasi berupa feses disertai darah segar dan lendir, selanjutnya
hanya darah dan lendir (currant-jelly stools). Muntah yang pada awalnya berisi
makanan yang belum dicerna, berlanjut menjadi muntah hijau (bilious emesis) jika
obstruksi telah lanjut.10,11
Pada suatu kondisi yang jarang, ujung invaginasi dapat juga teraba saat
pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginasi tersebut teraba seperti perabaan pada
19
portio, yang disebut sebagai pseudoporsio.8 Kadang, ujung invaginasi tersebut
dapat mengalami prolaps hingga ke dalam anus. Hal ini merupakan keadaan
gawat, khususnya jika warna dari intususeptum adalah biru-kehitaman. Prolaps
ileum ke dalam rektum atau anus megindikasikan adanya suplai darah yang sangat
kompromais serta kerusakan usus yang parah. Pada pasien yang demikian tanda-
tanda sistemik pasti sudah terjadi. Sayangnya, prolaps invaginasi ke anus ini dapat
dikira sebagai prolaps rektum biasa. Untuk membedakannya, spaltel tongue yang
sudah dilubrikasi dimasukkan ke dalam anus menyusuri bagian tepi antara massa
prolaps dan rektum. Jika ujung dari spaltel tongue dapat dimasukkan lebih dari
satu atau dua sentimeter, diartikan sebagai invaginasi. Selain itu, prolaps rektum
tidak disertai muntah ataupun tanda-tanda sepsis.9
3. Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan gambaran karakteristik
invaginasi berupa lesi target dan gambaran pseudokidney. Lesi target terlihat pada
potongan transversal, terdiri atas dua cincin hipoekoik di antara sebuah cincin
hiperekoik. Gambaran pseudokidney terlihat pada potongan longitudinal dan
terlihat sebagai lapisan-lapisan hipoekoik dan hiperekoik yang saling tumpang-
tindih, menandakan adanya edema pada dinding usus. Pemeriksaan USG ini
cukup akurat, sayangnya sangat bergantung pada operator sehingga gambaran
20
yang diberikan tergantung dari kemampuan operator melakukan pemeriksaan
USG. Pemeriksaan USG juga tidak memerlukan kontras enema serta tidak ada
paparan radiasi.9
Gambar 3. (a) gambaran radiologi target sign. (b) pseudokidney sign pada
USG
4. Computed Tomography
21
Invaginasi pada pemeriksaan CT scan tampak sebagai massa intraluminal
dengan lapisan yang karakteristik. Mesipun demikian, pemeriksaan CT scan
ini memiliki risiko terkait dengan pemberian kontras, paparan radiasi, dan
sedasi. 9,12
22
Prinsip tatalaksana: tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu
dikerjakan sebelum melakukan tindakan apapun.
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi
2. Rehidrasi melalui cairan intravena. Perlu diperhatikan
bahwa kadang-kadang tanda dehidrasi tidak begitu jelas tampak pada bayi
dengan gizi baik dan gemuk. Jika akan dilakukan tindakan operatif,
sebaiknya bayi sudah terehidrasi dalam empat atau enam jam, ditandai
dengan keluaran urin 1-2 cc/kgBB/jam.
3. Pemasangan kateter urin untuk memonitor produksi urin
ditandai dengan keluaran urin normal anak 1-2 cc/kg/bb/jam.
4. Pemberian antibiotik ”broad spectrum” sebagai profilaksis
terjadinya infeksi nosokomial
5. Obat-obat penenang untuk penahan sakit, misal
phenobarbital dan valium.
6. Lakukan pemeriksaan darah perifer lengkap dan
elektrolit.10,11
Tindakan Non-Operatif
1. Reposisi Dengan Enema Barium (Reduksi Hidrostatik)
Reposisi dengan enema Barium dikerjakan dengan tekanan hidrostatik
untuk mendorong bagian usus yang masuk (intususeptum) ke arah proksimal.
Tindakan ini dikerjakan jika belum terdapat tanda-tanda obstruksi usus yang jelas
seperti buncit abdomen dan muntah hijau atau fekal. Peritonitis merupakan
kontraindikasi melakukan reposisi dengan enema Barium.8
23
Reposisi dengan enema barium dilakukan dengan cara memasukkan
kontras melalui kateter Foley yang sudah dilubrikasi dan dimasukkan ke dalam
rektum. Agar tidak mengalir lagi keluar, barium ditahan dengan cara merapatkan
kedua bokong, tidak dengan balon kateter. Materi kontras mengalir ke rektum dari
ketinggian tiga kaki (100 cm) dari bokong. Pengisian kontras ke dalam usus
diawasi secara fluroskopik. Tekanan hidrostatik yang konstan dilanjutkan hingga
terjadi reduksi, yang ditandai dengan terdorongnya invaginasi secara retrograd
melewati valvula ileosekal dan kontras mengalir bebas mengisi ileum terminalis.
Jika reposisi dengan enema barium mengalami kegagalan, dapat diulangi lagi
hingga dua-tiga kali.9
24
maksimum yang diberikan adalah 110-120 mmHg. Prosedur ini dipercaya lebih
cepat, lebih aman, dan menurunkan lamanya paparan radiasi. Risiko dilakukannya
reposisi dengan enema udara adalah tension pneumoperitonium, lapang pandang
invaginasi dan proses reduksi kurang baik, dan reduksi false-positif.
Tindakan Operatif
Tindakan bedah berupa laparotomi dilakukan pada pasien dengan gejala
syok atau peritonitis, kegagalan tindakan reduksi hidrostatik atau pneumatik, 3 atau
pasien dengan gejala-gejala obstruksi yang jelas.8 Persiapan preoperatif antara
lain adalah dekompresi dengan NGT, resusitasi intravena, dan pemberian
antibiotik profilaksis. Insisi transversal dilakukan pada kuadaran kanan bawah.
Reduksi secara manual dilakukan dengan lembut, yaitu secara milking
menggunakan jari-jari tangan ke arah proksimal. Seringkali suplai darah ke
apendiks berkurang, sehingga dilakukan apendiktomi setelah proses reduksi
berhasil. Meskipun proses reduksi berhasil, adakalanya viabilitas usus masih
meragukan. Hal ini bisa dikurangi dengan cara pengaplikasian normal saline
hangat sehingga meningkatkan sirkulasi dan mengurangi keraguan apakah perlu
dilakukan reseksi.9
25
usus, dan preferensi dokter bedah. Jika dilakukan enterostomi, stoma ditutup saat
kondisi pasien membaik (10-94 hari). Komplikasi pascaoperasi antaralain demam,
prolonged ileus, infeksi luka, dan abses intra-abdomen (pada kasus perforasi
kolon). Insiden rekurensi invaginasi setelah pembedahan sangat rendah, antara 0-
3%.15
Diet
Setelah beberapa jam reduksi non-operatif, bayi mulai diberi makanan
sesuai dengan usianya. Jika reduksi dilakukan secara operatif, pemberian makanan
dimulai sama seperti pada pasien pascaoperasi secara umum.16
BAB IV
PEMBAHASAN
26
Pasien An. SH, perempuan, usia 6 bulan, dengan diagnosis invaginasi
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, didapatkan riwayat buang air besar berupa darah dan
lendir sejak satu hari yang lalu. Pasien sudah mulai diberi makan pendamping ASI
berupa pisang yang dihaluskan sejak usia pasien 2 bulan. Menurut ibu pasien,
pasien awalnya rewel dan lemas namun pasien masih mau minum ASI. Dari
anamnesis dipikirkan kemungkinan diagnosis non-infeksi berupa invaginasi
dengan diagnosis banding infeksi berupa gastroenteritis, disentri.
27
dilakukan dekompresi dengan cara pemasangan OGT. Kemudian pada pasien ini
dilakukan laparatomi ekploriasi.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam didasarkan pada tidak
ditemukannya komplikasi berupa peritonitis atau sepsis yang dapat mengancam
nyawa. Prognosis quo ad fungsionam bonam karena hasil produksi pasien yang
terus membaik. Prognosis quo ad sanactionam adalah bonam.
DAFTAR PUSTAKA
28