Anda di halaman 1dari 17

HUKUM PIDANA KHUSUS

 MAKALAH PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Disusun oleh :

Nandika Agung Putra Batara                                                 ( 125010107111009 )

Nona Indira Septiani                                                               ( 125010100111105 )

Annas Adi Nugroho                                                               ( 125010107111001 )

Deska Adiyana Pratama Putra                                                ( 125010107111020 )

Mata Kuliah : Hukum Pidana Khusus

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Kata Pengantar

Pertama penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala kebesaran
dan kelimpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Tindak Pidana Korupsi”. Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat di Indonesia
dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi budaya.Korupsi mengakibatkan sebagian
besar rakyat Indonesia menderita dan hidup dalam kemiskinan, penanggulangan korupsi menjadi
tanggung jawab bersama mengingat korupsi berkembang begitu pesat. Untuk itu dalam pembahasan
disini mencoba untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyadari pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, penulis mohon maaf jika ada kesalahan yang sengaja maupun tidak sengaja.
Dan penulis juga sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak agar makalah ini
lebih baik dan bermanfaaat. Terima kasih.

Malang, 10 November 2014

                                                                                                                                     Penulis,

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi


2.2. Penyebab Timbulnya Korupsi

2.3. Badan Pemberantasan Korupsi

Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

2.4. Kinerja KPK dalam Pemberantasan Korupsi

2.5. Contoh dan Analisis Kasus Korupsi Miranda Goeltom

A.    Kronologi Kasus Miranda Goeltom

B.    Analisis Kasus berdasarkan Aspek Hukum Tindak Pidana Khusus

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan
nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada
dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Korupsi
merupakan masalah besar yang di hadapi Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Korupsi
menyebabkan kemiskinan dan kehancuran moral pada sebagian besar rakyat Indonesia. Hasil kerja KPK
membuktikan bahwa sebagian besar pihak melakukan korupsi, terutama pelakunya adalah para pejabat
Negara , bahkan sampai saat ini mungkin banyak pihak yang belum terungkap dengan tindakannya
sebagai seorang koruptor. Hal ini menjadi ancaman besar yang nyata dan sedang berlangsung bagi
bangsa Indonesia, bagaimana nasib bangsa Indonesia kedepannya jika para pemimpin bangsa pada
akhirnya bertindak sebagai seorang koruptor yang seharusnya mengabdi pada bangsa dan pembawa
amanah rakyat justru  merampas hak-hak rakyat indonesia. Selain itu, korupsi di Indonesia kini semakin
meresahkan dan telah menjamur di berbagai segi kehidupan masyarakat. Dari Instansi tingkat desa,
kota, maupun swasta hingga pemerintahan, tetapi mengadakan usaha dan upaya untuk memberantas
korupsi memang bukan suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan pelaksanaan
hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak koruptor yang berkeliaran di Indonesia, dan para
koruptor tersebut sekarang cukup pandai untuk mengelabuhi para penegak hukum dengan  menyuap
agar terhindar dari tanggungjawab akibat tindakannya. Dalam makalah ini akan di bahas mengenai apa
itu korupsi, siapa saja pihak-pihak yang melakukan korupsi, apa sebab-akibat terjadinya korupsi yang di
lakukan oleh para pejabat Indonesia dan contoh kasus korupsi, Ini merupakan sedikit gambaran
bahwasannya tindak pidana korupsi di Indonesia telah membudidaya, belum mampu diberantas sampai
akar-akarnya dan hingga menjadikan Indonesia salah satu negara terkorup sampai saat ini.

1.2. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini
adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian korupsi ?

2. Apa penyebab timbulnya korupsi ?

 3. Siapa badan pemberantasan korupsi ?

4. Bagaimana kinerja KPK dalam pemberantasan kasus korupsi ?

5. Contoh dan analisis kasus korupsi yaitu Kasus Korupsi Miranda Goeltom.

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penulisan makalah ini, antara lain  :

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi

2. Untuk mengetahui penyebab timbulnya korupsi

3. Untuk mengetahui badan pemberantasan korupsi

4. Untuk mengetahui kinerja KPK dalam pemberantasan kasus korupsi


5. Untuk mengetahui salah satu contoh kasus Korupsi beserta analisisnya, Yakni Kasus Korupsi Miranda
Goeltom.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari perkataan bahasa latin “corruptio” yang berarti kerusakan atau kebrobokan. Di
samping itu perkataan korupsi dipakai pula untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang
buruk.Korupsi juga banyak yang disangkutkan pada ketidakjujuran seseorang dalam bidang keuangan.[1]

Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang :  

Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.”

 Pasal 3 menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi,  menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan  yang dapat merugikan keuangan negara
atau  perekonomian Negara”.

Menurut beberapa ahli diantaranya :

Pengertian korupsi telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli hukum, antara lain diuraikan secara
cukup lengkap oleh Andi Hamzah (1991) yang menyatakan:

Bahwa korupsi berasal dari bahasa latin corruption (diambil dari “Rechtsgeleerd Handwoordenboek”,


Fockema Andreae,1951) atau corruptus (diambil dari “Webster Student Dictionary”, 1960). Selanjutnya
disebutkan bahwa corruption  itu berasal pula dari kata latin yaitu com yang berarti bersama-sama
dan rumpereyang berarti pecah dan jebol. Dari bahasa latin inilah turun ke banyak bahasa di Eropa
seperti Inggris :corruption, corrupt,  Perancis : corruption,  dan Belanda corruptie (korruptie)  yang
kemudian turun ke bahasa Indonesia : “korupsi”.[2]

Soedjono D mengemukakan bahwa : “Korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan-kekuasaan
dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik serta penempatan politik, klik golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.[3]

Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang  mengatur  tentang  tindak  pidana korupsi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa  pengertian "korupsi" lebih ditekankan kepada perbuatan yang merugikan kepentingan publik
atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:

-          perbuatan melawan hukum,

-          penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

-          memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

-          merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

           

2.2. Penyebab Timbulnya Korupsi

Pada hakikatnya, awal mula praktik korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,
sekitar tahun 1800-an yaitu pada masa VOC yang kemudian terus berlanjut hingga masa setelah
Indonesia merdeka. Pada masa Orde Baru, korupsi semakin merajalela dikalangan penguasa di republik
ini. Berbagai kasus korupsi menjerat para pemegang kekuasaan publik, hal ini jugalah yang turut menjadi
penyebab terjadinya Reformasi 1998. Ini menandakan bahwa korupsi di Indonesia sudah berlangsung
begitu lama dan seolah tidak ada tindakan untuk memutus mata rantai korupsi.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka harus diketahui apa saja pokok permasalahan dan faktor-faktor
yang menyebabkan seorang pejabat publik atau aparat pemerintah melakukan korupsi. Ada berbagai
faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi, diantaranya sebagai berikut[4] :

1. Rendahnya iman dan moral yang dimiliki seorang pemegang kekuasaan publik sehingga mudah
terpengaruh dan tergoda untuk melakukan praktik korupsi.

2. Kurang tegasnya peraturan perundang-undangan menekan atau memberantas korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta sanksi yang kurang tegas bagi pelaku KKN sehingga tidak menimbulkan efek jera dan
tidak mencegah munculnya koruptor-koruptor baru.

3. Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap kinerja aparat negara sehingga memberikan peluang
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

4. Gaji yang relatif rendah, faktor inilah yang sering menjadi alasan utama seseorang melakukan korupsi,
karena ia menganggap bahwa gaji yang ia dapat belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang
berkecukupan. Selain itu, tingkat pendapatan juga dianggap tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan
hidup yang semakin meningkat dan semakin kompleks.

5. Rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam hal kontrol kinerja aparat pemerintahan
serta kebijakan-kebijakan yang diambil, sehingga rentan penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab.

6. Budaya korupsi yang sudah berkembang dimasyarakat, warisan budaya korupsi yang sudah ada sejak
zaman kolonial yang terus berlanjut hingga masa pasca Indonesia merdeka, bahkan hingga era reformasi
menjadikan korupsi semakin sulit untuk diberantas secara menyeluruh.

7. Tidak adanya rasa nasionalisme dalam diri pejabat publik, keserakahan para pelaku korupsi dan lain
lain.

2.3. Badan Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi[5], atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk
pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi
secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat
independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang
ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang
berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga
yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Adapun tugas KPK adalah koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi
terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan
melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada
publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK. KPK
dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat
orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang
berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama
empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan,
pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial

Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan,
Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang
tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang
Sekretaris Jenderal  yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun
bertanggung jawab kepada pimpinan KPK. Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur
sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas
dan langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai
yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.

Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi[6]

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang
terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi selengkapnya, dapat dilihat
pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2.4. Kinerja KPK dalam Pemberantasan Korupsi[7]

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan sepanjang 2013 telah terjadi peningkatan jumlah
perkara korupsi. Dari 49 perkara yang ditangani pada 2012, tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat
menjadi 70 perkara. Keseluruhan jumlah penanganan perkara tahun 2013 meliputi 76 kegiatan
penyelidikan, 102 penyidikan, dan 66 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan
pada tahun sebelumnya. Eksekusi yang dilakukan KPK terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht) berjumlah 40. Dari sejumlah perkara yang ditangani, KPK berhasil menyelamatkan uang
negara sebesar 1,196 triliun rupiah, dengan perincian 1,178 triliun rupiah dari Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) perkara dan 18,568 miliar rupiah dari lelang gratifikasi. Di bidang penindakan, KPK juga
melakukan sejumlah terobosan hukum yang bertujuan untuk makin memberikan efek jera dan terapi
kejut. Di antaranya penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di hampir semua
kasus yang ditangani dan hukuman tambahan berupa kewajiban mengganti kerugian negara dan
pencabutan hak politik dan sebagainya," kpk juga berhasil menangani kasus-kasus besar, diantaranya
kasus BLBI, Korupsi yang melibatkan sejumlah kader Partai Demokrat, Korupsi yang melibatkan Miranda
Goeltom, Aulia Pohan, Akil mochtar, termasuk kasus suap pengadaan kuota impor daging sapi dan
kasus-kasus korupsi lainnya.

2.5. Contoh dan Analisis Kasus Korupsi Miranda Goeltom

            Kasus korupsi Miranda Goeltom merupakan kasus yang menghebohkan Indonesia karena


terdapat cerita unik di dalamnya. Kasus ini terungkap dan menjadi ramai pada tahun 2008, yakni pada
saat Agus Condro Prayitno mantan anggota DPR RI komisi IX periode 1999-2004 melaporkan adanya
uang berupa travel cheque yang diberikan kepada anggota DPR setelah 56 anggota Komisi IX memilih
Miranda menjadi Deputi Senior Gubernur BI pada Juni 2004. Dengan adanya laporan dari Agus Condro
tersebut, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga terdapat 26 tersangka pada
kasus suap tersebut termasuk Agus Condro sendiri.

A. Kronologi Kasus Miranda Goeltom


Lantas bagaimana bisa Miranda Goeltom bisa bersalah? Seperti Apa kasusnya ? Berikut adalah
kronologis yang bisa menjelaskan tentang kasus korupsi suap Miranda Goeltom terkait Pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 yang melibatkan Nunun Nurbaeti dan sejumlah
anggota DPR komisi IX.

Pengungkapan kasus suap pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, lewat fit and proper
test oleh Komisi IX DPR RI, 8 Juni 2004, sejatinya bukan murni prestasi penyidik KPK. Adanya permainan
uang Rp 24 miliar terdiri atas 480 lembar cek pada pemilihan Miranda Swaray Goeltom itu atas
'keluguan' anggota DPR Agus Condro Prayitno dari Fraksi PDIP.

Entah karena gugup menghadapi penyidik KPK, dalam dua kali pemeriksaan, 4 dan 8 Juli 2008 untuk
bersaksi atas kasus aliran dana BI Rp 100 miliar ke DPR dengan tersangka Hamka Yandhu, saat itu Agus
keceplosan turut menerima uang Rp 500 juta. Atas keluguannya, Agus Condro sendiri dinyatakan
bersalah dan diganjar penjara 15 bulan.

Ia menuturkan menerima uang setelah 56 anggota Komisi IX memilih Miranda menjadi Deputi Senior
Gubernur BI pada Juni 2004. Miranda menang telak dengan meraih 41 suara atas dua pesaingnya, yakni
Budi Rochadi (12 suara), dan Hartadi A Sarwono (1 suara). Dua suara lainnya abstain. Kemenangan
Miranda didukung PDIP dan Golkar.

Belakangan hari, uang yang diberikan kepada anggota DPR untuk suap memilih Miranda diduga berasal
dari Nunun Nurbaetie. Berikut kronologis kasus suap cek perjalanan kepada DPR dalam pemilihan
Miranda Goeltom[8] :

7 Juni 2004

Nunun Nurbaetie melakukan pertemuan dengan Hamka Yandhu di kantornya di Jalan Riau, Menteng,
sebelum  fit and proper test  calon DGS BI. Dalam pertemuan tersebut, Nunun dan Hamka membicarakan
rencana pemberian TC (travel cheque), sebagai tanda terima kasih.

Nunun Nurbaetie, selaku pemilik perusahaan kemudian menghubungi Arie Malangjudo dan meminta
Direktur di PT Wahana Esa Sembada itu menyiapkan tanda terima kasih kepada anggota Komisi IX DPR
periode 1999-2004. Hamka Yandhu kemudian meyakinkan Arie bahwa segalanya sudah diatur. Hamka
menjelaskan pemberian tanda terima kasih itu nanti akan ada kodenya. Masing-masing partai mendapat
bungkusan sesuai warna partainya, yaitu kuning (Golkar), merah (PDIP), hijau (PPP) dan putih (fraksi
TNI/POLRI).

8 Juni 2004

Arie membagikan cek yang telah disiapkan dalam kantong kertas berwarna merah, kuning, hijau dan
putih. Pembagian tersebut dimulai kepada Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili oleh Dudhie Makmun
Murod di Restoran Bebek Bali. Lalu Arie menuju ke Hotel Atlet Century, Senayan, usai menemui Dudhie,
disana ia menyerahkan cek dalam kantong hijau senilai Rp1,25 miliar untuk Fraksi PPP melalui  Endin
Soefihara. Setelah itu Arie langsung kembali ke kantornya di Jalan Riau, Menteng, Jakarta Pusat, untuk
meneruskan pembagian cek pelawat. Selepas maghrib, Hamka datang mengambil bungkusan berwarna
kuning senilai Rp7,8 miliar di kantornya lalu dilanjutkan dengan kedatangan Udju Djuhaeri bersama  3
orang temannya dari Fraksi TNI/Polri, yaitu Sulistiyadi, Suyitno dan Darsup Yusuf pada pukul 18.30 WIB.
Arie pun menyerahkan cek senilai Rp2 miliar kepada Fraksi TNI/Polri. Setelah itu, Arie langsung
menelepon terdakwa Nunun untuk melaporkan rampungnya penyaluran cek tersebut.

Pada saat pembagian cek tersebut, di Gedung DPR sedang berlangsung fit and proper pemilihan DGS BI.
Pada malam harinya akhirnya Komisi XI DPR memutuskan Miranda terpilih sebagai DGS BI mengalahkan
Hartadi A. Sarwono dan Budi Rochadi. Uji kelayakan dan kepatutan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia dimenangkan Miranda Swaray Goeltom dengan meraih 41 suara, sedangkan pesaingnya Budi
Rochadi (12 suara), dan Hartadi A Sarwono (1 suara). Dua suara lagi abstain.

4 dan 8 Juli 2008

Mantan anggota Fraksi PDI Perjuangan Agus Condro Prayitno mengungkapkan skandal korupsi dalam
pemilihan Miranda.

9 September 2008

(PPATK) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan melaporkan temuan 480 lembar travelers
cheque BII (cek pelawat) senilai Rp 24 miliar yang ditujukan kepada 41 anggota DPR. Para anggota DPR
mencairkan dana dengan cara bermacam-macam, antara lain menyuruh sopir atau ajudan.

25 September 2008

KPK pertama kali memanggil Nunun, tapi Nunun mangkir dengan alasan sakit.

9 Juni 2009

KPK menetapkan Hamka Yandu, Dudhie Makmun Murod, Udju Djuhaeri, dan Endin AJ Soefihara sebagai
tersangka.

24 Maret 2010

KPK meminta Ditjen Imigrasi mencekal Nunun, namun ternyata ia telah pergi ke Singapura sehari
sebelumnya.

1 April 2010

Nunun dikatakan sakit 'pelupa berat' oleh dokter ketika dipanggil sebagai saksi untuk Dudhie Makmun
Murod.

17 Mei 2010

Pengadian Tipikor memvonis mantan anggota DPR dari Partai Golkar Hamka Yandhu 2 tahun 6 bulan
penjara terkait kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur BI. Hamka dikenakan denda Rp 100 juta
subsider 3 bulan. Hari yang sama, Dudhie divonis 2 tahun, Endhin Soefihara (15 bulan), Udju Juhaeri (2
tahun).

8 Desember 2010

Nunun mangkir untuk ketujuh kalinya dari panggilan KPK

4 Februari 2011

KPK menahan 24 tersangka kasus cek pelawat. Sehingga jumlah tersangka sebanyak 26 orang

7 Februari 2011

Mantan Menteri Perindustrian yang juga politikus Partai Golkar Fahmi Idris mendatangi KPK. Dia
mengabarkan Nunun berada di Bangkok, Thailand.

23 Mei 2011

Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR menyatakan Nunun
sudah ditetapkan sebagai tersangka.

26 Mei 2011

Kementerian Hukum dan HAM mencabut paspor Nunun.

14 Juni 2011

Nunun resmi jadi buronan interpol dengan nama Nunun Daradjatun.

26 Oktober 2011

Ketua KPK mengungkapkan Nunun dilindungi kekuatan-kekuatan besar. Belakangan Juru Bicara KPK
Johan Budi SP mengatakan, kekuatan itu berasal dari pengusaha luar negeri.

23 November 2011

Foto Nunun tengah berbelanja di luar negeri (diduga di Singapura) beredar di media

7 Desember 2011

Nunun Nurbaetie ditangkap di Bangkok, Thailand.

10 Desember 2011

Nunun Nurbaetie tiba di Jakarta, dan dijebloskan ke Rutan Perempuan Pondok Bambu Jakarta Timur,
Minggu
B.       Analisis Kasus berdasarkan Aspek Hukum Tindak Pidana Khusus

Sesuai kronologi, kasus korupsi diatas adalah tindak pidana suap yang dilakukan kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara, yang mana Miranda Goeltom yang merupakan calon Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia melakukan tindak pidana suap kepada sejumlah anggota dari beberapa fraksi di
komisi IX DPR RI periode 1999-2004 berupa pemberian “Travel Cheque BII”. Dimana tujuan Miranda
Goeltom memberikan Travel Cheque tersebut adalah untuk memenangkan Miranda Goeltom dalam Fit
and Proper Test pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 di Komisi IX DPR RI.

I.       Berdasarkan Undang-undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

·         Berdasarkan tindakan Miranda Goeltoem tersebut, berarti telah terjadi tindak pidana korupsi
suap. Dimana perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam :

1.      Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp.
250.000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah ) setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya”.

2.      Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

“Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan
atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”.

   

·         Berdasarkan unsur-unsur :

§  Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

1.      Perbuatan : memberikan sesuatu,


Penjelasan : dalam kasus ini, Miranda Goeltom terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan
perbuatan memberikan sesuatu kepada sejumlah anggota fraksi di komisi IX DPR RI.

2.      Obyeknya : sesuatu,

Penjelasan : dalam kasus ini, sesuatu yang diberikan oleh Miranda Goeltom adalah berupa 480
lembar travelers cheque BII (cek pelawat) senilai Rp 24 miliar.

3.      Kepada penyelenggara negara, dan pegawai negeri

Penjelasan : dalam kasus ini, yang dimaksud penyelenggara negara adalah sejumlah anggota fraksi PDI-
P, GOLKAR dan PPP komisi IX DPR RI periode 1999-2004 dan fraksi TNI/POLRI selaku pegawai negeri.

4.      Karena berhubungan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.

Penjelasan : dalam kasus ini, sejumlah anggota fraksi PDI-P, GOLKAR dan PPP komisi IX DPR RI periode
1999-2004 dan TNI/POLRI selaku pegawai negeri menerima suap berupa Travelers Cheque agar memilih
dan  memenangkan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, padahal
tindakan tersebut bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara dan pegawai
negeri.

§  Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

1.      Perbuatan : memberi hadiah, memberi janji,

Penjelasan : dalam kasus ini, Miranda Goeltom terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan
perbuatan memberikan sesuatu kepada sejumlah anggota fraksi TNI/POLRI.

2.      Objeknya : Hadiah atau janji,

Penjelasan : dalam kasus ini, hadiah yang diberikan oleh Miranda Goeltom adalah amplop putih yang
masing-masing amplop berisi 10 (sepuluh) lembar TC BII dengan nilai Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
Rupiah) per lembarnya sehingga jumlah keseluruhannya senilai Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar
Rupiah).

3.      Kepada pegawai negeri,

Penjelasan : dalam kasus ini, yang dimaksud pegawai negeri adalah sejumlah anggota Fraksi TNI/POLRI.

4.      Dengan mengingat kekuasaan/kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

Penjelasan : dalam kasus ini, sejumlah anggota fraksi TNI/POLRI memiliki kedudukan dalam komisi IX
DPR RI dalam melakukan fit and proper test dan memilih Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
II.  Berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat :

·         Dalam sidang pada Kamis (27/9/2012), Miranda Swaray Goeltom divonis dengan pidana penjara
selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta. Sebab, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana
korupsi secara bersama-sama.

·         Ketua Majelis Hakim membacakan putusan dalam sidang di pengadilan tipikor, Jakarta dengan
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Miranda Swaray Gultom bersalah melakukan tindak pidana
korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwan pertama, Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan bahwa Miranda
terbukti memberikan sesuatu, berupa cek pelawat. Sehingga, dirinya terpilih sebagai DGS BI periode
2004-2009 dari hasil pemungutan suara di Komisi IX DPR RI pada tanggal 8 Juni 2004.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

·         Dari kasus Korupsi yang menyangkut Miranda Goeltom dan beberapa anggota DPR RI tersebut,
menunjukkan korupsi dinegeri ini dapat dilakukan oleh siapa saja dan dengan berbagai cara. Kasus ini
menambah daftar panjang para koruptor dari kalangan pejabat negara. Dimana seharusnya mereka
sebagai pihak yang berperan memajukan bangsa, pembawa aspirasi rakyat, dan memperjuangkan hak-
hak rakyat justru melakukan tindakan korupsi yang merugikan kepentingan rakyat dan negara Indonesia.
Semoga dari kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia, dan antisipasi
penegak hukum untuk selalu mewaspadai berbagai cara untuk melancarkan tindak korupsi yang dapat
dilakukan oleh siapa saja. 

·         Korupsi adalah musuh nomor satu dan terbesar yang harus dihadapi bangsa ini, Korupsi memiliki
dampak negatif besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang mengakibatkan kemiskinan, kesengsaraan
dan kehancuran bangsa apabila tidak dicegah dan diberantas. Penanggulangan kasus-kasus korupsi baik
dengan peraturan perundang-undangan dan peran KPK tidaklah mudah, untuk itu diperlukan kerjasama
dari berbagai pihak seluruh lapisan masyarakat yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum setiap
warga negara untuk mencegah dan memberantas korupsi, baik posisinya sebagai warga sipil maupun
pejabat negara, yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan
Yang Maha Esa. Dengan melibatkan seluruh peran lapisan masyarakat, maka peluang berkembangnya
korupsi dapat dipersempit, tentunya dengan tindakan penegakan hukum yang efektif untuk
memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.

           

DAFTAR PUSTAKA

      Literatur :

·         Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta,1980.

·         Hamzah, Andi,Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek,  Akademik Pressindo, Jakarta, 1991.

·         Soedjono,Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Sinar


baru, Bandung, 1984.

·         Zachrie, Ridwan, dan Wijayanto,  Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek
Pemberantasan,  PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010.

·         Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum cetakan ke-enam, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2006

Undang-Undang :

·         Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

·         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

·         Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Putusan :

·         Kasasi : Nomor 545K/Pid.Sus/2013

·         Banding : Nomor 56/PID/TPK/2012/PT. DK

·         Pertama : Nomor 39/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST

Internet :
·         www.mahkamahagung.go.id

·         http//www.kpk.go.id

·         www.detiknews.com

·         www.google.com

·         http://www.antaranews.com/berita/216548/aulia-pohan-dapat-remisi

·         http://nasional.kompas.com/read/2009/06/17/12480932/aulia.pohan.divonis.4.tahun.6.bulan.pen
jara

·         http://muvid.wordpress.com/2008/01/21/hdfaskfh/

·         http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum

·         http://www.tribunnews.com/nasional/2011/12/12/bermula-dari-keluguan-agus-tjondro

[1]Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta : 1980, hlm. 122.

[2]Andi Hamzah,Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek,  Akademik Pressindo, Jakarta : 1991, hlm 15.

[3]Soedjono D,Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Sinar


baru, Bandung : 1984, hlm. 17.

[4]Zachrie, Ridwan, dan Wijayanto, Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek
Pemberantasan,  PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2010 hlm 35.

[5]http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk

[6] http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/fungsi-dan-tugas

[7]http://kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1601-jumlah-korupsi-meningkat-dua-kali-lipat-pada-2013.

[8] http://www.tribunnews.com/nasional/2011/12/12/bermula-dari-keluguan-agus-tjondro

Anda mungkin juga menyukai