Anda di halaman 1dari 6

KORUPSI YANG MENJADI BUDAYA

Alvita Arlinda
190210402072
Program Studi Pendidikan Bhs. & Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Email: vitaarlinda17@gmail.com

Pengantar
Kata korupsi sudah sering kali terngiang di kepala masyarakat, bagaimana tidak
banyak sekali pemberitaan di media elektronik, seperti televisi, media sosial, media cetak
dan media lainnya yang selalu meliputi pemberitaan yang berkaitan dengan korupsi. Dari
pengalaman saya sendiri yang melihat berita berkaitan dengan korupsi saya sangat prihatin
karena apa, mereka pelaku korupsi tidak pernah sekalipun melihat banyak orang di sekitar
mereka yang hidupnya kurang mampu, yang seharusnya uang dan harta Negara adalah
untuk rakyatnya bukan untuk antar personal atau golongan para penguasa.
Korupsi sekarang ini sedang semakin marak terjadi dikalangan pejabat contohnya
yang saya ketahui adalah para oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, mereka dipilih
oleh rakyat agar bisa menjadi penampung aspirasi dari rakyat untuk pemerintah malah
menyelewengkan amanah dari rakyat yang sudah diberikan kepada mereka. Tentu hal ini
sangat disayangkan karena mereka tidak akan bisa duduk di sana (kursi DPR) tanpa adanya
Rakyat yang telah memberikan hak pilihnya hanya untuk memilih para wakil-wakil rakyat
yang ingkar, banyak sekali janji-janji yang mereka buat tetapi mereka mengingkari
janjinya itu sendiri.
Korupsi juga semakin marak terjadi dikalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) contoh
yang pernah saya ketahui adalah para oknum guru yang sedang memakai seragam
mengajar mereka para oknum guru sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tentu hal ini
tidaklah aneh sebab siapa saja dapat berbelanja di pusat perbelanjaan, yang menjadi
permasalahannya adalah para oknum guru ini berbelanja pada jam kerja atau jam KBM
(kegiatan belajar mengajar) sedang berlangsung. Hal ini sangat disayangkan mereka
oknum guru yang rela menginggalkan kelas hanya untuk mencukupi kebutuhan pribadinya
sendiri tidak pernah memikirkan nasib para murid yang mereka tinggalkan, yang
seharusnya seorang guru adalah menjadi panutan para muridnya karena dalam bahasa jawa
guru memiliki arti digugu dan ditiru hal ini sangat tidak sejalan dengan apa yang dilakukan
oknum guru tersebut.
Tidak hanya itu korupsi juga terjadi dikalangan masyarakat atau pelajar , contoh
yang saya jumpai di bangku kuliah saat ini adalah ketika mata kuliah sedang berlangsung
terdapat beberapa mahasiswa yang sering datang terlambat belum lagi ada yang biasa tidur
di dalam kelas saat mata kuliah berlangsung. Hal ini sangat memprihatinkan dan sangat
disayangkan mereka para mahasiswa seharusnya belajar bagaimana membentuk karakter
yang baik, melatih tanggung jawab, melatih kedisiplinan sebagai pelajar, karena nasib
Indonesia ke depan ada di tangan para pemuda Indonesia yang berpendidikan.
Itulah beberapa hal yang menjadi dasar untuk saya menuliskan judul korupsi yang
menjadi budaya sebab korupsi tidak hanya terjadi pada kalangan pejabat saja tetapi korupsi
telah terjadi disemua kalangan entah itu menengah ke atas atau bahkan menengah ke
bawah. Dalam hal ini saya sebagai penulis menyampaikan bahwasanya korupsi tidak hanya
dalam bentuk materiil saja melainkan juga dalam bentuk yang lainnya sepertihalnya waktu
dan lain sebagainya.

1
Sedangkan perilaku korupsi di Indonesia cenderung terus meningkat baik pada segi
kualitas dan kuantitasnya. Perilaku korupsi di Indonesia dapat diibaratkan sebagai virus
yang telah mewabah menembus dan merusak moral manusia disemua strata kehidupan
manusia, sehingga banyak anggapan yang bermunculan bahwa tindak korupsi di Indonesia
telah diposisikan sebagai tindak kejahatan yang luar biasa. Mengapa dikatakan demikian,
sebab tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia di lakukan secara meluas Dan sistematis
oleh orang cerdik, pandai dan licik sehingga pemberantasan korupsi sulit untuk dilakukan.
Selain itu, dampak dari tindak pidana korupsi di Indonesia tidak hanya merusak
moralitas dan praktek peradilan, tetapi tindak pidana korupsi juga telah merugikan
keuangan Negara dan masyarakat Indonesia, hal ini dapat mengganggu jalannya akselerasi
pembangunan pembangunan di semua bidang serta dapat menghambat laju pertumbuhan
perekonomian nasional.
Memahami Makna Korupsi
Istilah korupsi berasal dari perkataan latin “coruptio” atau corruptus, yang berarti
kerusakan atau kebobrokan. Di beberapa Negara istilah korupsi, sering diidentikkan
dengan keadaan dan perbuatan busuk, ketidak jujuran seseorang dalam mengelola
keuangan Negara. Di Muangtahi korupsi dikenal dengan istilah “Gin Moung” yang berarti
“makan bangsa”, di Cina dikenal dengan istilah “tanwu” yang berarti “keserkahan
bernoda” dan di Jepang dikenal dengan istilah “Oshoku” yang berarti “kerja kotor”
(Ghandi, Wilson 2016: 21).
Korupsi adalah segala bentuk perbuatan yang menyalahgunakan tanggung jawab
terhadap tugas yang telah diemban atau diterima yang dilakukan oleh para pejabat negara,
pegawai negeri, dan lain sebagainya yang bertujun untuk memperkaya diri sendiri,
kelompok atau lain sebagainya. Pada umunya korupsi ini terdiri dari berbagai bentuk yang
sering kita jumpai dalam praktek, meliputi penyuapan, penggelapan, nepotisme dan lain
sebagainya.
Arti korupsi yang lebih luas merupakan suatu penyalahgunaan jabatan yang dimiliki
yaitu jabatan resmi yang sengaja dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau untuk
keuntungan pribadi. Sebagai penyakit Negara korupsi sangat merugikan keuangan yang
ada dalam suat Negara, korupsi juga tidak hanya dilakukan oleh pejabat Negara yang
memiliki jabatan tertinggi melainkan semua pihak mulai dari pejabat Negara, pegawai
negri bahkan pekerja swasta pun juga melakukan tindak korupsi.
Menurut Lilik Mulyadi dalam (Ghandi, Wilson 2016: 24-26) membagi pengertian
korupsi sendiri menjadi berbagai tipe. Tipe pertama yaitu pengertian korupsi adalah
pengertian korupsi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 UU RI Nomor 31 Tahun
1999, yang berisi salah satunya yaitu “Setiap orang melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjaraserta denda paling sedikit dua ratus juta
rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah”. Pengertian korupsi tipe kedua adalah
pengertian korupsi yang telah diaturdalam pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999.
Pengertian korupsi tipe ketiga adalah pengertian korupsi yang terdapat dalam pasal 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, 12, 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999. Pengertian korupsi tipe keempat adalah
tipe korupsi percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat serta memberikan
kesempatan, sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
orang di luar wilayah Indonesia (Pasal 15 dan Pasal 16 UU RI Nomor 31 Tahun 1999).
Serta pengertian korupsi tipe terakhir atau kelima terdapat dalam bab III Pasal 21 sampai
dengan Pasal 24 UU Nomor 31 Tahun 1999.
Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa peratura perundang undangan
mengenai korupsi tertea dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2
1999. Tindakan korupsi harus mendapatkan sanksi yang berat agar pelaku korupsi
memiliki efek jera, namun hukum yang ada di Indonesia sangat tidak masuk akal, hukum
di Indonesia hanya berlaku pada orang-orang kecil saja hingga muncul anggapan bahwa
hukum di Indonesia bagaikan pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah sehingga para
pelaku korupsi tidak mersakan hukum yang sepatutnya mereka rasakan.
Budaya Korupsi
Korupsi di Indonesia semakin menjadi budaya, korupsi dapat terjadi dimana-mana
tidak hanya kalangan atas yang melakukannya, dari berbagai kasus yang ada telah kita
ketahui bahwa korupsi sendiri dari tahun ke tahun semakin meningkat. Banyak issue
tentang korupsi yang sering muncul di berbagai media informasi seperti cetak, televisi,
media sosial dan lain sebagainya, issue korupsi juga sering sekali menyangkut nama-nama
para pejabat Negara.
Bentuk korupsi yang sering dilakukan oleh pelaku korupsi antara lain, seperti
penyalahgunaan wewenang, hal ini dilakukan dengan tujuan memperkaya diri sendiri,
dengan jabatan yang dimiliki para pelaku korupsi ini memanfaatkan jabatannya dengan
ikut serta dalam tindak korupsi yang dilakukan. Contoh kasus dalam hal ini adalah kasus
E-KTP oleh Setya Novanto, kasus ini sangat menjadi perbincangan hangat dimana-mana
pada tahun 2018, bagaimana tidak kasus E-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto
mendapatkan responsif publik yang begitu besar. Dilansir melalui BBC News Indonesia
(29/03) memberitakan bahwa dalam kasus E-KTP yang dilakukan Setya Novanto telah
mengakibatkan kerugian Negara sekitar Rp. 2,3 triliun dalam proyek yang telah terjadi
yaitu proyek pengadaan E-KTP, Setya Novanto menerima dana tersebut guna memuluskan
pembahasan anggaran dalam proyek KTP Elektronik di DPR, Setya Novanto yang
memiliki jabatan sebagai ketua DPR telah menyalahgunakan wewenangnya untuk dapat
memastikan usulan anggaran dalam proyek E-KTP yang bernilai triliunan itu lolos dalam
pembahasan sidang DPR, Setya Novanto juga disebut-sebut telah meminta kepada
pengusaha yang mengerjakan proyek E-KTP untuk bisa memberikan komisi kepada para
anggota DPR RI yang bertugas dalam komisi II sebesar 5%.
Dalam persidangan kasus E-KTP oleh Setya Novanto yang digelar di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada hari kamis (29/03) 2018, jaksa menuntut kepada
majelis hakim untuk dapat menyatakan bahwa Setya Novanto bersalah dalam perkara
korupsi proyek KTP Elektronik tersebut. Jaksa Abdul Basir juga menuntut agar dapat
menjatuhkan hukuman kurungan penjara selama 16 tahun dan denda yang harus dibayar
sebesar Rp. 1miliyar dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan
kurungan penjara selama 6 bulan. Jaksa Eva Yustisia juga membeberkan fakta yang
dilakukan Setya Novanto dalam penyalahgunaan wewenang yang dimiliki serta
kedudukannya sebagai ketua DPR yang seharusnya memiliki fungsi pengawasan, namun
Setya Novanto malah ikut serta dalam tindak pidana korupsi dalam kasus E-KTP dan
memanfaatkan kedekatan antara Novanto dan pengusaha Andi Narogong untuk bisa
memuluskan pembahasan proyek pengadaan E-KTP.
Bentuk korupsi yang kedua yaitu penggelapan dalam jabatan merupakan suatu
tindakan penipuan dalam keuangan, hal ini juga dilakukan karena memiliki tujuan tertentu.
Dalam hal ini para oknum tersebut menjalankan proyek-proyek yang cukup besar, proyek
besar tersebut sangat rawan untuk dijadikan sebagai ajang para pelaku korupsi untuk
menggelapkan dana. Contoh kasus dalam hal ini yaitu proyek hambalang merupakan
proyek yang bertujuan sebagai Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional,
namun karena tersandung masalah korupsi proyek ini menjadi mangkrak, proyek ini telah
dibangun sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dilansir melalui
Tempo.co (07/06) 2017 menjelaskan bahwa dalam kasus proyek hambalang tersebut jaksa
penuntut umum KPK menuntut terhadap Andi Zulkarnaen Mallarangeng mendapatkan
3
hukuman 5 tahun kurungan penjara dan membayar denda sebesar Rp. 500juta dan apabila
denda itu todak bisa dibayar maka akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.
Dalam persidangan jaksa menilai bahwa Andi Zulkarnaen Mallarangeng diduga ikut serta
dalam proyek hambalang dalam mengarahkan proses penganggaran proyek tersebut serta
dalam pengadaan barang dan jasa di dalam proyek hambalang yang sekarang mangkrak
itu.
Tidak hanya seperti contoh kasus-kasus di atas banyak sekali budaya korupsi yang
terjadi di Indonesia ini, dari contoh kasus di atas dapat kita ketahui bahwa kasus tersebut
adalah kasus korupsi yang cukup besar behkan dapat dikategorikan korupsi yang besar
yang dapat merugikan Negara hingga milyaran atau bahkan triliyunan rupiah. Jika kita bisa
mempelajari contoh kasus itu lebih dalam lagi, pasti akan timbul suatu pertanyaan atau
opini kita tentang bagaimana kasus besar itu bisa terjadi sedangkan sesuatu hal yang besar
pasti dimulai dari hal yang kecil atau sesuatu permasalahan buruk yang besar dapat terjadi
karena adanya kebiasaan-kabiasaan kecil yang buruk sering dilakukan, nah dalam hal ini
dapat kita tarik kesimpulan bahwa budaya korupsi itu dapat terjadi karena banyak
masyarakat minoritas atau mayoritas sering melakukan kebiasaan-kebiasaan kecil yang
buruk yang dapat pengarah terhadap tindak pidana korupsi.
Budaya korupsi dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang kecil seperti halnya korupsi
terhadap waktu, hal ini sering terjadi kepada semua beberapa orang entah itu disengaja atau
tidak namun semua orang pasti pernah melakukannya, saya dapat mengambil kesimpulan
tersebut karena saya sering melihat atau mengetahui hal tersebut saya dapat mengambil
contoh pada beberapa mahasiswa yang sering terlambat masuk ke kelas saat mata kuliah
sedang berlangsung, tidur di dalam kelas ketika dosen sedang menerangkan dan kebiasaan
buruk yang lainnya.
Menurut Soen'an Hadi Poernomo dalam bukunya (Poernomo, Soen'an Hadi 2013:
158-161) menyebutkan bahwa korupsi berkaitan dengan 5 aspek yang mempengaruhinya,
aspek tersebut meliputi sistem politik, hukum, moral keagamaan, ekonomi dan sosial
budaya. Dimensi pertama yaitu sistem politik dalam sistem politik ini memiliki biaya
tinggi, aspek ini menyebabkan mega korupsi di negri ini. Sebab seseorang yang memasuki
dunia politik memerlukan uang yang tidak sedikit. Dimendi yang ke dua yaitu aspek
penegakkan hukum. Saat ini belum ada hukuman yang dapat menimbulkan efek jera untuk
para koruptor. harapan masyarakat mengenai pemberantasan korupsi dari dimensi hukum
ini sangat perlu diperhatikan dan di tegakkan. Dimensi ke tiga yaitu faktor ekonomi aparat
pemerintah. Pada umumnya pegawai negri sipil (PNS) berpendapat an di bawah kebutuhan
dasar ekonomi keluarganya kondisi tersebut memicu untuk melakukan tindakan korupsi,
walaupun dalam sekala relatif kecil. Dimensi ke empat yaitu budaya hedonisme dan
konsumerisme, yang merangsang kemewahan dan pemborosan. Yang terakhir, dimensi
kelima adalah moral keagamaan. Keimanan atau kepercayaan kepada Tuhan , mendorong
dirinya untuk meaksanakan perintah agama dan menjauhi larangannya. Tentunya moral
dimensi keagamaan ini hanya dilaksanakan oleh oranh yang taat pada agamanya.
Mari Berantas Korupsi
Korupsi yang terus meningkat membuat banyak kerugian dalam Negara, sehingga
pemberantasan korupsi harus selalu diperhatikan. Dalam pemberantasan korupsi sendiri
harus memiliki strategi yang matang agar pemberantasaan korupsi sesuai dengan keinginan
atau tujuannya. Menurut Wilson Ghandi dalam bukunya (Ghandi, Wilson 2016: 79-80)
menjelaskan bahwa peran serta masyarakat dapat mencegah dan mengungkapkan dugaan
adanya kejahatan korupsi. Masyarakat dapat berperan dalam mengontrol jika proses
hukum yang lemah dan tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat
dalam beberapa waktu dapat menyelesaikan atau mengurusi hal tersebut dari tugas yang
dimiliki oleh aparat penegak hukum, namun dalam prakteknya masyarakat harus diberikan
4
ruang dan juga kesempatan seluas mungkin dalam sistem yang transparan. Jika kita akan
melakukan hal atau sesuatu kita harus memperhatikan jenis dan sebabnya terlebih dahulu.
Begitu pula dalam hal pemberantasan tindak kejahatan korupsi, dalam hal ini kita
diharuskan dapat memehami berbagai jenis korupsi dan penyebab dari korupsi tersebut.
Korupsi sangat berakibat fatal dalam urusan Negara. Dalam (Ghandi, Wilson 2016: 135-
139) menyebutkan bahwa terdapat 3 macam bentuk strategi dalam membantu memberantas
tindak korupsi oleh adanya peran dari masyarakat. Strategi pertama adalah strategi
preventif yaitu strategi yang dapat mencegah atau dapat meminimalisir akan terjadi adanya
tindak kejahatan korupsi, strategi preventif dapat dilakukan dengan melalui cara
menyakinkan kepada diri kita sendiri agar kita tidak terlibat dalam adanya praktek
kejahatan korupsi, strategi ini sangat berkaitan dengan adanya norma-norma dalam
masyarakat. Yang kedua yaitu strategi detektif merupakan strategi yang berperan dalam
pengidentifikasian tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan cara pengumpulan data.
Yang terakhir strategi advokasi merupakan strategi yang dilakukan dengan cara
membangun sistem yang dapat menyelesaikan kasus kasus korupsi secaara hukum dan
memberikan sanksi yang berat terhadap kejahatan korupsi yang dilakukan.
Menurut Soen'an Hadi Poernomo dalam bukunya (Poernomo, Soen'an Hadi 2013:
170-174). Menyebutkan bahwa dalam berjuang melawan korupsi memerlukan lima
dimensi penyebab dan solusi melawan korupsi tersebut, lima dimensi tersebut yaitu
dimensi yang pertama adalah moral keagamaan, seseorang akan menghindari tindakan
yang tidak baik, termasuk dalam tindakan korupsi karena seseorang tersebut memiliki rasa
takut berdosa yang telah melanggar apa yang menjadi larangan Tuhan lantaran telah
mengambil sesuatu yang bukan haknya. Dimensi kedua yaitu budaya hedonisme dan
konsumerisme yang juga mendorong pada kehidupan yang mewah dan boros, hal ini telah
merasuk dalam berbagai lapisan masyarakat dan memukau segenap tingkatan usia ini
melepaskan nilai nilai kesederhanaan, kejujuran, serta meningkatkan nafsu koruptif, dalam
hal ini anak bangsa harus berani untuk “berpuasa” dari nafsu konsumerisme dan
kemewahan. Dimensi ketiga yaitu bersifat asertif, yakni aspek penegakkan hukum,
pembersihan harus dilakukan secara serius terhadap lembaga penegak hukum yang
melakukan prilaku kotor baik pada unsur kepolisian, kejaksaan dan pengadilan atau
mungkin KPK itu sendiri, penerapan hukum hendaknya tidak tebang pilih, penegakan
hukum yang sangat keras bagi koruptor. Dimensi keempat adalah sistem politik yang
berbiaya tinggi, reformasi sistem politik harus dilakukan dengan mengusahakan biaya
seminimal mungkin. Dimensi kelima yaitu faktor ekonomi aparat pemerintah.
Dalam pelaksanaanya memberantas korupsi memang dibutuhkan keselarasan dalam
pemerintahan dan masyarakat, jika pemerintah dan masyarakat dapat menjadi kesatuan
yang utuh, maka pemberantasaan korupsi dapat dilakukan, karena dalam
pengaplikasiannya hukum yang tertulis saja masih belum bisa memberikan hukuman bagi
para pelaku koruptor, maka peran masyarakatpun juga perlu diperhitungkan demi
kenyamanan dan penegakan hukum di Indonesia.

Penutup
Korupsi adalah segala bentuk perbuatan yang menyalahgunakan tanggung jawab
terhadap tugas yang telah diemban atau diterima yang dilakukan oleh para pejabat negara,
pegawai negeri, dan lain sebagainya yang bertujun untuk memperkaya diri sendiri,
kelompok atau lain sebagainya. Pada umunya korupsi ini terdiri dari berbagai bentuk yang
sering kita jumpai dalam praktek, meliputi penyuapan, penggelapan, nepotisme dan lain
sebagainya.
Perilaku korupsi di Indonesia cenderung terus meningkat baik pada segi kualitas dan
kuantitasnya, dampak dari tindak pidana korupsi di Indonesia tidak hanya merusak

5
moralitas dan praktek peradilan, tetapi tindak pidana korupsi juga telah merugikan
keuangan Negara dan masyarakat Indonesia, hal ini dapat mengganggu jalannya akselerasi
pembangunan pembangunan di semua bidang serta dapat menghambat laju pertumbuhan
perekonomian nasional.
Korupsi di Indonesia semakin menjadi budaya, korupsi dapat terjadi dimana-mana
tidak hanya kalangan atas yang melakukannya, dari berbagai kasus yang ada telah kita
ketahui bahwa korupsi sendiri dari tahun ke tahun semakin meningkat. Banyak issue
tentang korupsi yang sering muncul di berbagai media informasi seperti cetak, televisi,
media sosial dan lain sebagainya, issue korupsi juga sering sekali menyangkut nama-nama
para pejabat Negara.
Korupsi yang terus meningkat membuat banyak kerugian dalam Negara, sehingga
pemberantasan korupsi harus selalu diperhatikan. Dalam pemberantasan korupsi sendiri
harus memiliki strategi yang matang agar pemberantasaan korupsi sesuai dengan keinginan
atau tujuannya. Dalam pelaksanaanya memberantas korupsi memang dibutuhkan
keselarasan dalam pemerintahan dan masyarakat, jika pemerintah dan masyarakat dapat
menjadi kesatuan yang utuh, maka pemberantasaan korupsi dapat dilakukan, karena dalam
pengaplikasiannya hukum yang tertulis saja masih belum bisa memberikan hukuman bagi
para pelaku koruptor, maka peran masyarakatpun juga perlu diperhitungkan demi
kenyamanan dan penegakan hukum di Indonesia.

Referensi

Ghandi, Wilson. 2016. Peranan Ornop dalam Memberantas Korupsi. Yogyakarta: Genta
Publishing.

Poernomo, Soen’an Hadi. 2013. Berani Korupsi itu Memalukan. Imania: Bandung.

www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/indonesia-43579739. Diakses
tanggal 12 Agustus 2019.

www.cnbcindonesia.com/news/20190805213149-8-90037/rawan-korupsi-proyek-
hambalanglanjut. Diakses tanggal 12 Agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai