Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN EUTHANASIA

KELOMPOK 3

NAMA NIM
KOMANG SARNI TRIANI J1A117065
ICA RAPIKA ELSA J1A117053
NI KADEK PUTRIANI J1A117090
AMHAD YANI J1A117007
NUR AFIAT WAHYUNI J1A117095
FERLI FAEMU J1A117043
AFIFA MAHIRA R. J1A117005
GITA SUCI RAMADANTI P. J1A117047
FIKRIYANTI J1A117045
NENTI SULFIA J1A117089
INA NIRWANA J1A117221

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kita kesehatan lahir dan batin sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kelompok kami tentang EUTHANASIA hingga selesai , meskipun dalam penyusunan laporan ini
kami banyak mendapat hambatan, namun banyak pula kami mendapat bantuan dari beberapa
pihak baik secara moril maupun spiritual.Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa saran maupun materi untuk
kelengkapan laporan kami.

Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengelaman kami. Oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak yang membaca laporan ini yang
sifatnya membangun , dan agar yang membuat laporan selanjutnya bias melihat kekurangan dan
keselahan dari laporan yang kami susun ,dan demi kelengapan penyususnan laporan kami.

Kendari, 12 November 2018

Kelompok 3
DAFTAR ISI

LAPORAN EUTHANASIA.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Tinjauan Teori......................................................................................................................3
1. Pengertian Euthanasia.......................................................................................................3
2. Faktor-Faktor Euthanasia..................................................................................................4
3. Macam-macam Euthanasia...............................................................................................7
4. Syarat-Syarat Dilakukan Euthanasia...............................................................................10
5. Keadaan-keadaan yang Memungkinkan Dilakukannya Euthanasia...............................10
6. Cara Pelaksanaan Euthanasia..........................................................................................10
B. Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia.............................................................11
1. Menurut Undang-Undang...............................................................................................11
2. Menurut KUHP...............................................................................................................12
C. Kronologis kasus Euthanasia..............................................................................................13
D. Posisi Kasus Euthanasia.....................................................................................................13
E. Analisis Kasus Euthanasia..................................................................................................13
F. Penerapan Pertanggung jawaban........................................................................................14
G. Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia..................................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Praktek-praktek euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter masih kontroversial yang
bertujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan praktik mengenai
euthanasia dan bunuh  diri yang dibantu dokter dalam konteks perawatan akhir masa hidupnya.
(Ezekiel J. Emanuel, MD, Diane Fairclough, DPH Brian C. Clarridge, PhD Diane Blum, MSW
Eduardo Bruera, & W. Charles Penley, MD Lowell E. Schnipper, MD dan Robert J. Mayer,
2000).

Depresi dan  gangguan kepribadian adalah diagnosis yang paling umum pada pasien psikiatri
yang meminta euthanasia, dengan sindrom  Asperger mewakili beban penyakit yang terabaikan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama studi kuantitatif dan kualitatif  prospektif, untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari pasien dengan gangguan kejiwaan yang meminta
euthanasia  karena penderitaan psikologis yang tak tertahankan.(Verhofstadt, Loon, Distelmans,
Audenaert, & Deyn, 2015).

Telah ada debat publik yang berkelanjutan tentang bunuh diri yang dibantu dan peran yang
tepat, jika ada dari dokter dalam praktik ini. Larangan legislatif dan berbagai bentuk legalisasi
telah diusulkan.(BACHMAN et al., 2018)

Laporan tentang peraturan dan undang-undang tentang Euthanasia dan bunuh  diri bantuan
dokter (PAS) menjadi semakin umum di media. Banyak kelompok telah menyatakan  penolakan
terhadap euthanasia dan PAS sementara mereka yang mendukung berpendapat bahwa pasien 
yang sakit parah dan lemah memiliki hak untuk mengontrol waktu dan cara kematian mereka.
Yang lain  berpendapat bahwa baik PAS dan euthanasia secara etis sah dalam kasus langka dan
luar biasa.  Mengingat bahwa undang-undang dan peraturan baru yang diusulkan mungkin 
memiliki dampak yang kuat pada pasien, pengasuh, dan penyedia perawatan kesehatan, Asosiasi 
Internasional untuk Hospis dan Perawatan Paliatif (IAHPC) telah menyiapkan pernyataan ini
yang bertujuan untuk menggambarkan posisi IAHPC mengenai Euthanasia dan PAS. Dengan
metode IAHPC membentuk  kelompok kerja (WG) dari tujuh anggota dewan dan dua staf staf
yang mengajukan diri untuk  berpartisipasi dalam proses ini. Pencarian online dilakukan
menggunakan istilah status posisi  'euthanasia' Bantu bunuh diri' 'PAS' untuk mengidentifikasi
pernyataan posisi yang ada dari organisasi  profesi kesehatan. Hanya pernyataan dari asosiasi
nasional atau pan-nasional yang dimasukkan.  Pernyataan dari tujuh asosiasi medis dan
keperawatan umum dan pernyataan dari tujuh organisasi perawatan paliatif telah diidentifikasi.
(Lima, Woodruff, Pettus, & Downing, 2017).

Sehingga kelompok kami berinisiatif untuk mengangkat materi ini sebagai bahan laporan
dengan tujuan untuk mengetahui masalah masalah EUTHANASIA keperawatan dan undang
undang yang berlaku tentang EUTHANASIA.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan teori tentang euthanasia?
2. Bagaimana Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia?
3. Bagaimana Kronologis kasus Euthanasia?
4. Bagaimana Posisi Kasus Euthanasia?
5. Bagaimana Analisis Kasus Euthanasia?
6. Bagaimana Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus euthanasia?
7. Bagaimana Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan teori tentang euthanasia
2. Untuk mengetahui Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia
3. Untuk mengetahui Kronologis kasus Euthanasia
4. Untuk mengetahui Posisi Kasus Euthanasia
5. Untuk mengetahui Analisis Kasus Euthanasia
6. Untuk mengetahui Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus euthanasia
7. Untuk mengetahui Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia

D. Manfaat
1. Sebagai sumber informasi tentang tinjauan teori euthanasia
2. Sebagai sumber informasi tentang Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia
3. Sebagai sumber informasi tentang Kronologis kasus Euthanasia
4. Sebagai sumber informasi tentang Posisi Kasus Euthanasia
5. Sebagai sumber informasi tentang Analisis Kasus Euthanasia
6. Sebagai sumber informasi tentang Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus
euthanasia
7. Sebagai sumber informasi tentang Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus
Euthanasia
BAB II PEMBAHASAN

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan
thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa
sakit. Oleh karena itu Euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing,a good death, atau
enjoy death (mati dengan tenang).(Aseri, 2002)

Secara etimologis Euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan.2


Euthanasia secara bahasa di zaman kuno berarti kematian tenang tanpa penderitaan yang hebat.3
Sedangkan dalam bahasa Arab dikenal dengan Qatlu Ar-Rahma atau Taysir Al-Maut (mati
secara baik ). (Widyana, 1974)

Pengertian euthanasia secara istilah terdiri dari beberapa arti yaitu :

Pengertian secara sempit, Secara sempit Euthanasia adalah tindakan menghindari rasa sakit dari
penderitaan dalam menghadapi kematian.

Pengertian secara luas, Euthanasia adalah perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam
penderitaan dengan resiko efek hidup diperpendek.(Carm, 1989)

Berdasarkan penjelasan medis, Euthanasia menurut Dr. Kartono Muhammad adalah


membantu mempercepat kematian seseorang agar terbebas dari penderitaan. Menurut Dr. Med
Ahmad Ramli dan K.St. Pamuncak Euthanasia adalah usaha dokter untuk meringankan
penderitaan sakaratul maut. Menurut Anton M. Moeliono dan kawan-kawan, pengertian
Euthanasia adalah suatu tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan mahluk (orang ataupun
hewan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar
perikemanusaiaan. Beberapa rumusan lain tentang Euthanasia antara lain sebagai berikut:

1. Philo : “Euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik”

2. Suetonis : “Euthanasia berarti mati cepat tanpa derita”


3. Hilman : “Euthanasia berarti pembunuhan tanpa penderitaan”

4. Gezondheidsraad Belanda: Euthanasia adalah perbuatan yang dengan sengaja memperpendek


hidup ataupun dengan sengaja tidak berbuat untuk memperpanjang hidup demi
kepentingan pasien oleh seorang dokter atau bawahannya yang bertanggung jawab padanya.

5. Van Hattum : “Euthanasia adalah sikap mempercepat proses kematian pada penderita-
penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan melakukan atau tidak melaku-
kan suatu tindakan medis, dengan maksud untuk membantu korban menghindarkan diri 
dari penderitaan dalam menghadapi kematiannya dan untuk membantu keluarganya
menghindarkan diri melihat penderitaan korban dalam menghadapi saat kematiannya.

Menurut Hippokrates, yaitu orang yang pertama kali menggunakan istilah Euthanasia ini di
dalam sumpahnya yakni "sumpah Hippokrates", yang ditulis pada masa 400-300 SM Sumpah
tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan
kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Selain itu pada kamus Merriam Webster
dijelaskan bahwa Euthanasia adalah “The act or practice of killing or permitting the death of
hopelessly sick or injured persons or animals with as little pain as possible for reasons or
mercy” , sehingga Euthanasia merupakan aksi atau percobaan pembunuhan atau mengizinkan
kematian akibat penyakit yang tak ada harapan lagi atau menyakiti orang ataupun hewan dengan
rasa sakit yang sekecil mungkin untuk alasan tertentu atau kemurahan hati.

Menurut Philo (50-20 SM) Euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis
penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa Euthanasia
berarti “mati cepat tanpa derita’.Sejak abad 19 terminologi Euthanasia dipakai untuk
penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian
dengan pertolongan dokter.(Jusjerukkusuka, 2010)

Menurut Imam As-Syafi’i bahwa berobat adalah hukumnya sunnah. Sementara madzhab Abu
Hanifah menyatakan bahwa berobat adalah sunnah muakkadah yang mendekati wajib.
Sementara madzhab Malik bahwa berobat itu setara antara mengerjakan atau
meninggalkannya.Karena Malik berkata, “Tidak mengapa berobat dan tidak mengapa
meninggalkannya”.Syaikh AlIslam (Ibnu Taimiah) berkata, “(Berobat) tidak wajib menurut
pendapat mayoritas ulama, yang mewajibkannya hanya sekelompok kecil dari para pengikut
mazhab Asy-Syafi’i dan Ahmad”.(ibnuhazm57, 2013)

Dari pengertian Euthanasia diatas dapat penulis dapat artikan bahwa Euthanasia adalah dokter
memberikan suntik mati kepada pasien dengan permintaan pasien atau izin keluarga dikenal
dengan Euthanasia Aktif atau dokter menghentikan pemberian obat kepada pasien atas izin
keluarga atau Euthanasia Pasif, kerena keluarga tidak sanggup lagi melihat penderitaan si sakit
bila di biarkan terus-menerus dalam keadaan seperti itu.

2. Faktor-Faktor Euthanasia
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberlakuan Euthanasia

a. Rasa sakit yang tidak tertahankan


- Pro :
Melihat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit ganas yang tidak kunjung sembuh
merupakan kepedihan.Mereka tidak tega melihat pasien tersebut tersiksa dengan rasa
sakitnya.Oleh karena itu, mereka menyetujui untuk melakukan euthanasia.
- Kontra :
Rasa sakit yang tidak tertahankan bukanlah suatu alasan bagi seseorang untuk memutuskan
mengakhiri hidupnya. Kita boleh menghindari dari rasa sakit itu, tetapi tidak berarti kita dapat
menghalalkan segala cara. Memutuskan untuk mati bukanlah cara yang tepat. Allah yang berhak
untuk memutuskan kehidupan dan kematian seseorang.Melalui situasi ini, seseorang pun dapat
mengambil suatu pembelajaran. Kondisi tersebut membuat iman kita teruji, hubungan kita
dengan Allah akan semakin dekat, kita pun juga akan menjadi bergantung dan menyerahkan
segala kehidupan kita kepadaNya. Allah pasti memiliki rencana yang indah bagi semua orang.

b. Manusia memiliki hak untuk mati secara bermartabat


- Pro :
Manusia telah menjalani proses kehidupan yang begitu panjang dan begitu banyak pengalaman.
Manusia melalui jalan kehidupannya karena pilihannya sendiri di awal kehidupannya sehingga
manusia pula yang akan memilih jalan kehidupannya untuk mengakhiri hidupnya. Merupakan
hak manusia untuk memilih tetap hidup atau mengakhiri kehidupannya dengan damai, tanpa rasa
sakit.
- Kontra :
Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak asasi manusia, yaitu “hak untuk
menentukan diri sendiri” (the right of self determination).Menurut masyarakat, manusia memiliki
hak untuk menentukan pilihannya sendiri untuk tetap hidup atau mati dengan tenang. Penolakan
atas hak untuk mati dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang wajib
dijunjung dan dihormati.Pandangan ini merupakan pandangan yang salah.Memang manusia
diberi hak untuk menentukan diri sendiri, tetapi bukan untuk menentukan kapan kehidupannya
berakhir.Manusia diberikan hak untuk menentukan prinsip hidupnya, menentukan tujuan
hidupnya tanpa hasutan dari orang lain, menentukan sikap dan tingkah lakunya sendiri, tetapi
bukan menentukan kematiannya.Hidup atau mati merupakan kedaulatan Allah.Allah adalah
pencipta dan pemilik segala sesuatu (Kejadian 1:1, Mazmur 24:1), termasuk manusia yang
diciptakan menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27).Allah yang memberikan kita nafas dan hidup,
maka Allahlah yang berhak mencabutnya. Jika kita melakukan euthanasia, maka sama saja kita
mendahului kehendak Allah. Kita adalah manusia, bukan Allah.

c. Ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan


- Pro :
Biaya pengobatan tidak tergolong murah, apalagi jika pasien menderita penyakit parah dan harus
rawat inap di rumah sakit. Karena dana tidak cukup untuk menutup semua biaya,akhirnya pasien
memutuskan untuk melakukan euthanasia.
- Kontra : 
Kita harus dapat membedakan antara ketidakmampuan dengan ketidakmauan untuk membiayai
pengobatan.Ketidakmauan untuk membiayai pengobatan secara tidak langsung tergolong sebagai
tindakan membunuh dan merupakan tindakan dosa. Maksudnya, seseorang sadar bahwa ia
mampu membiayai pengobatan salah satu anggota keluarganya (walaupun tidak dalam jumlah
besar), tetapi ia tidak melakukannya dan membiarkannya. Hal ini menandakan bahwa orang
tersebut terlalu materialistik (terlalu cinta uang, gila harta) hingga   menghiraukan nyawa
seseorang.Ingatlah bahwa nyawa seseorang lebih berharga daripada harta yang kita miliki. Kita
tidak dapat membayar nyawa dengan uang atau dengan apa pun juga. Jika seseorang membiayai
seluruh pengobatan yang dijalani oleh salah satu anggota keluarganya, tetapi suatu ketika uang
yang dimilikinya habis sehingga ia memberhentikan  pengobatan medis dan memutuskan untuk
merawatnya sendiri di rumah merupakan tindakan yang tidak tergolong dosa. Orang tersebut
sadar bahwa ia mampu dan ia memberikan yang terbaik untuk kesehatan salah satu anggota
keluarganya tersebut. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi rela berkorban untuk
kebahagiaan orang lain. Yang terpenting ialah ia sadar dan berusaha semaksimal mungkin demi
kepentingan orang lain, bukan harta. 

d. Keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati


- Pro :
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. James Dubois dari Universitas SaintLouis dan Tracy
Schmidt dari Intermountain Donor Service, sekitar 84% dari seluruh warga Amerika setuju
dengan pendapat bahwa seseorang dapat dikatakan mati apabila yang membuatnya tetap bernafas
adalah obat-obatan dan mesin medis. Hal ini menjadi alasan beberapa orang untuk melakukan
euthanasia. Mereka berpikir bahwa seseorang yang hanya bernafas karena bantuan mesin
tersebut sudah tidak menunjukkan adanya suatu interaksi dengan orang lain atau respons dan
secara kebetulan bisa bernafas karena kecanggihan dari penerapan teknologi saja sehingga tidak
ada salahnya untuk melakukan euthanasia karena pada dasarnya orang tersebut sudah mati
sehingga dengan kata lain kita tidak mencabut nyawa seseorang.
- Kontra :
Sebenarnya walaupun seorang pasien tidak dapat berinteraksi (dalam  keadaan coma), orang
tersebut tetap dikatakan hidup karena masih dapat bernafas, meskipun hanya karena bantuan dari
mesin medis. Selama orang tersebut dapat bernafas dan jantungnya berdetak,orang tersebut
dikatakan hidup. Jantung ini adalah organ yang memompa darah ke seluruh tubuh. Ketika
jantung ini tidak berfungsi, darah tidak akan mengalir dan kondisi inilah yang disebut dengan
kematian. Walaupun orang tersebut tidak lagi memberikan respon,jika orang tersebut masih
dapat makan, minum, dan bernafas, maka ia tetap dikatakan hidup karena sumber energi
kehidupan manusia berasal dari ketiga aktivitas tersebut. (N.L, C.W, S.R, & H, 2012)

3. Macam-macam Euthanasia
Berdasarkan pengertian Euthanasia, dapat diketahui bahwa Euthanasia dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Euthanasia atas permintaan;
b. Euthanasia tidak atas permintaan.

Kedua macam Euthanasia tersebut dapat pula dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Euthanasia aktif
b. Euthanasia pasif.

Euthanasia aktif, baik atas permintaan maupun tanpa permintaan, dapat dibedakan lagi menjadi
dua macam, yaitu :

a. Euthanasia secara langsung


b. Euthanasia secara tidak langsung.
1) Euthanasia Aktif
Pengertian Euthanasia aktif adalah suatu peristiwa dimana seorang dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, secara sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup seorang pasien.Seorang dokter melihat pasiennya dalam keadaan
penderitaan yang sangat berat, karena penyakitnya yang sulit disembuhkan, dan menurut
pendapat serta perkiraannya, penyakit tersebut akan mengakibatkan kematian, dan karena
rasa kasihan terhadap si penderita ia melakukan penyuntikan untuk mempercepat
kematiannya, maka perbuatan itu disebut Euthanasia aktif. Dalam hal ini peranan dan
tindakan dokter sangat menentukan bagi mempercepat kematian si pasien, dan dia lah pelaku
Euthanasia tersebut.Euthanasia aktif menurut Dr.Kartono Muhammad pernah dilakukan di
Indonesia, yaitu ketika seorang dokter harus memilih antara menyelamatkan seorang ibu atau
bayinya yang akan lahir, pada saat diketahui bahwa proses kelahiran bayi itu bisa
mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu. Biasanya dalam hal ini yang dipilih adalah
menyelamatkan nyawa si ibu dengan mengorbankan nyawa bayinya.Sedangkan Euthanasia
aktif terhadap orang dewasa belum pernah terjadi di Indonesia.Euthanasia aktif dibagi
menjadi dua macam yaitu Euthanasia aktif secara langsung dan Euthanasia aktifsecara tidak
langsung.Euthanasia aktif secara langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan
lainnya melakukan suatu tindakan medis, dengan maksud untuk meringankan penderitaan si
pasien sedemikian rupa, sehingga secara logis dapat di perkirakan bahwa kehidupan si pasien
diperpendek atau diakhiri.Sebaliknya Euthanasia aktif secara tidak langsung terjadi apabila
seorang dokter atau tenaga medis lainnya melakukan tindakan medis untuk meringankan
penderitaan si pasien tanpa bermaksud untuk memperpendek atau mengakhiri hidupnya,
meskipun disadari adanya resiko
bahwa tindakannya dapat memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
Euthanasia pula ada euthanasia atas permintaan dan Euthanasia tidak atas permintaan.Yang
dimaksud dengan Euthanasia atas permintaan adalah tindakan Euthanasia yang dilakukan
atas permintaan, persetujuan atau izin dari keluarga pasien atau pasien itu sendiri.Sedangkan
Euthanasia tidak atas permintaan adalah Euthanasia yang dilakukan tanpa adanya permintaan
atau persetujuan pasien atau keluarganya.
2) Euthanasia Pasif dan Perawatan Paliatif Pengertian Euthanasia pasif adalah suatu keadaan
dimana seorang dokter atau tenaga medis lainnya secara sengaja tidak memberikan bantuan
medis terhadap pasien yang dapat memperpanjang hidupnya. Dalam hal ini bukan berarti
tindakan perawatan dihentikan sama sekali, melainkan tetap diberikan dengan maksud untuk
membantu pasien dalam fase hidupnya yang terakhir. Euthanasia pasif yang dilakukan atas
permintaan dapat dinamakan “Auto Euthanasia”. Pengertian euthanasia pasif adalah suatu
keadaan dimana seorang pasien, dengan sadar menolak secara tegas untuk menerima
perawatan medis. Bahkan dalam hal ini ia menyadari bahwa sikapnya itu akan dapat
memperpendek atau mengakhiri hidupnya sendiri. Euthanasia pasif, dokter tidak memberikan
bantuan secara aktif bagi mempercepat proses kematian pasien. Apabila seorang pasien
menderita penyakit dalam stadium terminal, yang menurut pendapat dokter tidak mungkin
lagi disembuhkan, maka kadang-kadang pihak keluarga, karena tidak tega melihat salah
seorang anggota keluarganya berlama-lama menderita di rumah sakit, lantas mereka meminta
kepada dokter untuk menghentikan pengobatan. Tindakan penghentian pengobatan ini
termasuk kepada Euthanasia pasif. Euthanasia pasif banyak dilakukan di Indonesia atas
permintaan keluarga setelah mendengar penjelasan dan pertimbangan dari dokter, bahwa
pasien yang bersangkutan sudah sangat tidak mungkin disembuhkan. Biasanya keluarga
pasien memilih untuk membawa pulang pasien tersebut, dengan harapan ia meninggal
dengan tenang dilingkungan keluarganya.

Tujuan Euthanasia pasif adalah menghentikan penderitaan pasien, sedangkan tujuan


perawatan paliatif juga memberikan kenyamanan pasien dalam menghadapi kematian. Jadi
sebetulnya tindakan pada perawatan paliatif sedikit banyak ada yang dapat digolongkan
kedalam Euthanasia pasif, atau bahkan Euthanasia aktif tidak langsung.Memang dalam hal
pembicaraan perawatan paliatif sangat ditekankan kualitas hidup dari pasien.Pada stadium
lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti
nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktifitas tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya.Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

Pengertian perawatan paliatif berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


No.812/Menkes/SK/VII/2007 adalah suatu pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual.Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi
terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan
pentingnya integrasi perawatan paliatif dilakukan lebih dini agar masalah fisik, psikososial
dan spiritual dapat diatasi dengan baik.

3) Euthanasia Volunter dan Involunter

Euthanasia Volunter adalah sebuah penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat


kematian atas permintaan pasien, sedangkan Euthanasia Involunter adalah suatu tindakan
yang dilakukan terhadap pasien dimana pasien tersebut tidak dalam keadaan sadar, dalam
keadaan seperti ini pasien tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya, dalam hal ini
dianggap pihak keluarga pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan pembunuhan criminal.(H.Sutarno, 2014)

4. Syarat-Syarat Dilakukan Euthanasia


Adapun syarat-syarat jika munkin dilakukan Euthanasia dalam ilmu kedokteran adalah sebagai
berikut :

a. Harus ada penderitaan fisik atau psikis yang tidak terpikulkan dan dahsyat dialami pasien.
b. Baik penderitaan ini maupun keinginan untuk mengakhiri kehidupan berlangsung tiada henti-
hentinya.
c. Pasien memahami betul situasinya sendiri maupun kemungkinan- kemungkinan alternatif
yang tersedia dan mampu menimbang-nimbang antara berbagai kemungkinan yang ada dan
sesungguhnya telah pula melakukan pilihannya.
d. Tidak ada pemecahan rasional lain yang dapat memperbaiki situasi.
e. Dengan kematian ini tidak ada orang lain yang dirugikan atau menderita tanpa alasan.
f. Keputusan untuk memberikan bantuan tidak diambil oleh satu orang saja.
g. Pada keputusan untuk memberikan bantuan harus selalu melibatkan seorang dokter, yang
akan mengeluarkan resep mengenai obat atau bahan yang akan dipakai.
h. Pada keputusan untuk memberikan bantuan, demikian pula pada bantuan itu perlu
diperhatikan kecermatan dan ketelitian yang semaksimal mungkin sesuai dengan kepatutan
yang berlaku (misalnya dengan mengikutsertakan dalam perembukan beberapa teman
sejawat dan ahli-ahli lainnya.(Tengker, n.d.)

5. Keadaan-keadaan yang Memungkinkan Dilakukannya Euthanasia


Adapun keadaan yang memunkinkan dilakukan Euthanasia adalah sebagai berikut :

a. Dari pihak pasien, meminta kepada dokter karena sudah tidak tahan dengan penyakit yang
dideritanya atau karena tidak ingin meninggalkan beban ekonomi bagi keluarganya, dan
pasien merasa bahwa harapan untuk hidup sangat jauh.
b. Dari pihak keluarga atau wali, yang merasa kasihan terhadap penderitaan si pasien dan tidak
sanggup memikul biaya pengobatan.
c. Rasa sakit yang tidak tertahankan Melihat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit
ganas yang tidak kunjung sembuh merupakan kepedihan. Mereka tidak tega melihat pasien
tersebut tersiksa dengan rasa sakitnya. Oleh karena itu, mereka menyetujui untuk melakukan
Euthanasia.
d. Ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan Biaya pengobatan tidak tergolong murah,
apalagi jika pasien menderita penyakit parah dan harus rawat inap di rumah sakit. Karena
dana tidak cukup untuk menutup semua biaya, akhirnya pasien memutuskan untuk
melakukan euthanasia.
e. Keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati
6. Cara Pelaksanaan Euthanasia
Adapun cara pelaksanaan Euthanasia sebagai berikut :

a. Cara pelaksanaan Eutanasia aktif dan pasif Dalam Euthanasia aktif, dokter atau tenaga
langsung dan sengaja menyebabkan kematian pasien, misalnya dengan memberikan pasien
obat secara overdosis, memberikan tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan
ke dalam tubuh pasien. Euthanasia pasif terjadi ketika pasien meninggal karena para
profesional medis tidak melakukan sesuatu yang diperlukan untuk menjaga pasien tetap
hidup atau menghentikan melakukan sesuatu yang menjaga agar pasien tetap hidup. Contoh
Euthanasia pasif antara lain mematikan mesin penunjang hidup, melepas sebuah tabung
makan, tidak melakukan operasi memperpanjang hidup atau tidak memberikan obat
memperpanjang hidup.
b. Cara pelaksanaan Euthanasia sukarela dan non-sukarela Eutanasia sukarela terjadi atas
permintaan dari pasien atau orang yang akan meninggal, misalnya dengan menolak
perawatan medis, meminta perawatannya dihentikan atau mesin pendukung kehidupannya
dimatikan atau menolak untuk makan. Sedangkan Euthanasia non-sukarela terjadi ketika
pasien sadar atau tidak, sehingga ada orang lain yang mengambil keputusan atas namanya.
Euthanasia non-sukarela bisa terjadi pada kasus-kasus seperti pasien sedang koma, pasien
terlalu muda (misalnya bayi), orang pikun, mengalami keterbelakangan mental yang sangat
parah atau gangguan otak parah.
c. Cara pelaksanaan Euthanasia langsung Euthanasia langsung berarti memberikan perlakuan
(biasanya untuk mengurangi rasa sakit) yang memiliki efek samping mempercepat kematian
pasien.
d. Cara pelaksanaan dengan cara bantuan bunuh diri hal ini biasanya mengacu pada kasus-kasus
yang mana orang yang akan mati membutuhkan bantuan untuk membunuh dirinya sendiri
dan meminta tenaga medis untuk melakukannya.

B. Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia

1. Menurut Undang-Undang
Kematian adalah suatu fenomena yang diatur oleh Sang Pencipta.Tidak ada seorangpun
yang dapat menunda kematian meskipun iImn pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan
dan perkembangan yang sangat pesat.Berbicara mengenai kematian, dikenal adanya istilah
"euthanasia", yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertologan atau tidak dengan pertolongan
dokter.Euthanasia ini sudah ada sejak para pelaku kesehatan mengahadapi penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan, Dalam keadaan seperti itu tidak jarang pasien ataupun keluarga pasien
meminta kepada dokter untuk segera dilakukannya euthanasia.Hal tersebut tentu saja
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.Didalam KUHP pengaturan masalah
euthanasia ini diatur di dalam Pasal 344.Pasal ini melarang adanya euthanasia aktif, yaitu suatu
tindakan yang positif dari dokter untuk mempercepat terjadinya kematian. Disisi lain Undang-
undang No.39 Tahun 1999 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan
bahwa hak yang paling utama yang dimiliki manusia adalah hak untuk hidup sebagaimana diatur
didalam Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3, dimana didalam hak untuk hidup tersebut tercakup
pula didalamya hak untuk mati, meskipun hak tersebut tidak mutlak. Jika dikaitkan dengan
pidana mati, maka dapat dilihat suatu keganjilan, yaitu dimana seorang tertuduh yang dijatuhi
pidana mati oleh Hakim.Pada umunmya si tertuduh tersebut juga masih ingin mempertahankan
kelangsungan hidupnya terns.Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Hakim telah memaksa
kematian seseorang yang sebenamya masih ingin hidup terns.Sedangkan pada euthanasia,
seorang pasien yang menghendaki kernatian atas dirinya justru malah dilarang dan dihalang-
halangi. Pendek kata, orang yang masih ingin hidup dipaksa untuk mati oleh hakim, sedangkan
orang yang karena keadaan yang tidak dapat dielakkan lagi ingin mati dipaksa untuk hidup terns
walaupun dengan penderitaan yang tiada menentu. Salah satu kasus euthanasia yang masih
hangar dibicarakan di Indonesia adalah kasus yang dialami oleh Hasan Kesuma yang meminta
diIakukannya euthanasia alas istri tercintanya Agian lsna Nauli, yang tidak sadarkan diri sete1ah
melahirkan anak melalui operasi caesar.Namun permintaan tersebut banyak mendapat kecaman
dan perdebatan dari berbagi pihak karena jelas bertentangan dengan peraturan yang berlakn di
Indonesia serta melanggar kode etik kedokteran serta yang paling utama adalah sangat
bertentangan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.Maka dalam menangani dan
menanggulangi masalah ini sangatlah dituntut peranan pemerintah dan penegak hukum untuk
mencermati permasalahan tersebut sehingga tidak menimbulkan perdebatan maupun perselisihan
di berbagai kalangan. - Nurmalawaty, SH. M.Hum; Syafruddin, SH. MH. DFM

Pada prinsipnya, hak untuk hidup merupakan hak fundamental atau hak asasi dari setiap
manusia. Konstitusi kita yakni UUD 1945 melindungi hak untuk hidup ini dalam Pasal
28A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.

2. Menurut KUHP
Ketentuan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344
yang menyebutkan bahwa barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun
Pasal 344 KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.”

Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun KUHP tidak secara tegas menyebutkan
kata euthanasia, namun, berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP seharusnya dokter menolak
melakukan tindakan untuk menghilangkan nyawa, sekalipun keluarga pasien
menghendaki. Menurutnya,secara hukum,norma sosial, agama dan etika dokter, euthanasia ti
dak diperbolehkan.

C. Kronologis kasus Euthanasia


Seorang anakBelgia berusia 9 tahun penderita tumor otak bakal menjadi pasien termuda
yang mengakhiri hidupnya melalui program euthanasia. Dua anak berusia 11 tahun dan 17
tahun telah menjalankan euthanasia pada 2016 dan 2017, menurut laporan
dariKomite Euthanasia Belgia. Untuk mengajukan euthanasia, seorang anak harus menuliskan
permohonan dan menjelaskan kasusnya dengan tulisan tangan."Saya melihat gangguan mental
dan fisik yang tak tertahankan sehingga saya percaya kami melakukan hal yang benar," kata Luc
Proot, seorang anggota Komisi Belgia kepada The Washington Post.Setelah aplikasi permohonan
tertulis diserahkan, dokter memverifikasi permohonan tersebut dan hanya bisa mengizinkan
permintaan praktik ini jika pasien berada pada kondisi 'sakit konstan yang tidak bisa diobati,
karenanya akan meninggal dalam waktu dekat." Kemudian, sang anak yang mengajukan
permohonan euthanasia harus menjalani beberapa ujian yang melihat tingkat kecerdasan untuk
memastikan bahwa keputusanmereka tidak dipengaruhi pihak-pihak lain.
Setelah prosedur euthanasia, panitia yang terdiri atas enam akan mengevaluasi dan
meneliti berkas-berkas dari kasus tersebut, dimana nama pasien dan doktor tidak tercantum
dalam dokumen, untuk memastikan proses telah dilaksanakan dengan benar. Euthanasia pada
seorang anak sebelumnya, yang berusia 11 tahun dikabulkan karena dia menderita fibrosis sistik,
yaitu penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan dapat berakibat fatal.Dalam beberapa kasus,
sebagian besar pasien hidup sampai umur 30 tahun.

D. Posisi Kasus Euthanasia


Ketentuan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344
yang menyebutkan bahwa barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-
lamanya dua belas tahun. Berdasarkan kasus euthanasia yang terjadi pada tahun 2016 dan 2017
tidak dilakukan penyelidikan karena keduanya diizikan untuk menentukan nasibnya sendiri
karena UU Belgia melegalkan euthanasia dan tidak ada tindak lajut pidana dilakukan.

E. Analisis Kasus Euthanasia


 Sudut Pandang
Terjadinya kasus tersebut karena menderita penyakit berat, keduanya diizinkan untuk
menentukan sendri nasibnya. Dua bocah yang masing-masing menderita tumor otak dan kista
fibrosis itu mendapat Eutanasia pada tahun 2016 dan 2017 kabarnya mereka sudah tidak kuat
lagi menanggung derita yang menggerogoti tubuh mereka. Tumor otak ini merupakan
pertumbuhan jaringan yang disebabkan oleh sel-sel tidak normal pada otak dan sekitar otak.
Menurut laporan beberapa dokter di Belgia memberi suntikan mematikan pada tiga pada tiga
orang anak dalam jangka waktu lebih dari dua tahun.
 Yang berperan membatu melakukan Eutanasia
Kedua anak tersebut memutuskan untuk di suntik mati tanpa paksaan dari siapapun,
karena merasa sudah tidak kuat lagi dengan penyakit yang dideritanya, dan dibantu oleh
beberapa dokter dalam menjalani Eutanasia, adanya dukungan orang tua.
 Dengan permintaan ke dua bocah tersebut maka dokter melakukan eutanasia tanpa kendala
apapun
 Identifikasi pelayanan kesehatan
- Pemerintah bahkan mendukung untuk pelaksaan Eutanasia pada kedua bocah tersebut
- Dokter memberikan wewenang Eutanasia
- Mendapat dukungaan ilmuan sekaligus tim medis untuk pelaksanaan eutanasia
- Bahkan semua pihak menyediakan fasilitas tindakan pelayanan Eutanasi, tetapi harus
dengan alasan yang jelas ketika memutuskan untuk melakukan Etanasia
 Adanya tim medis
Adanya dukungan dari orang-orang terdekat termasuk orang tua pasien

Anak tersebut berjuang melawani distrofi otot, yang menyebabkan hilangnya berat otot secara
progresif dan kehilangan kekuatan.Perkembangan penyakit ditandai dengan kesulitan bernafas
dan pola makan yang rendah.Namun, obat untuk dapat menyembuhkan distrofi otot belum
ditemukan.

F. Penerapan Pertanggung jawaban


Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, ada beberapa pasal yang berkaitan atau
dapat menjelaskandasar hukum dilakaukannya euthanasia bagi orang atau keluarga yang
mengajukan untuk dilakukan euthanasia:

1. Pasal 340
KUHP Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati
atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.
2. Pasal 359
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selamalamanya
lima tahun atau kurungan selamalamanya satu tahun.
3. Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.

Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia dalam skenario


ini, maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam pelaksanaan tindakan tersebut dapat
dijeratkan dengan pasal 345 KUHP yang ber bunyi barang siapa dengan sengaja mendorong
orang lain untuk bunuh diri, atau memberikan sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan
pidana penjara dengan acaman penjara selamalamanya empat tahun penjara(Moeljatno,
1999).Dengan tidak adanya regulasi yang jelas di Indonesia maka dapat dipastikan bahwa suntuk
mati (euthanasia) masih belum mempunyai dasar hokum yang jelas untuk melakukan tindakan
suntik mati atau euthanasia tersebut.(Pradjonggo, 2016)

G. Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia


Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup,damai dan sebagainya. Tapi tidak
tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan
dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia,yang
cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.

Menurut kami setiap individu memiliki hak untuk menentukan masa depan
kehidupannya. Terlebih jika individu tersebut dalam keadaan sakit berat yang menimbulkan
penderitaan bagi dirinya sendiri.Akan tetapi jika masih bisa disembuhkan maka lakukan
perawatan secara intensif agar pasien dapat mengurangi rasa sakit yang di deritanya. Akan tetapi
jika pasien sudah tidak bisa lagi menahan sakitnya dan tidak ada cara untuk menyembuhkan
penyakitnya maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri penderitaannya yaitu dengan cara
melakukan euthanasia pada pasien. Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup,damai
dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati
sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek
hukum euthanasia,yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.

Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak
langsung seharusnya terbesit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri
dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Dalam
aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia tanpa
melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut
atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam
keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
 Euthanasia adalah dokter memberikan suntik mati kepada pasien dengan permintaan pasien
atau izin keluarga dikenal dengan Euthanasia Aktif atau dokter menghentikan pemberian
obat kepada pasien atas izin keluarga atau Euthanasia Pasif, kerena keluarga tidak sanggup
lagi melihat penderitaan si sakit bila di biarkan terus-menerus dalam keadaan seperti
itu.Fakor-faktor euthanasia adalah rasa sakit yang tidak tertahankan, manusia memiliki hak
untuk mati secara bermartabat, ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan, dan
keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati.

 Pasal 344 KUHP yang bunyinya:


“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.”
 Seorang anak berusia 9 tahun mengajukan permohonan euthanasia karena dia menderita
fibrosis sistik, yaitu penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan dapat berakibat fatal.
 Ketentuan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344
yang menyebutkan bahwa barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
 Anak tersebut berjuang melawani distrofi otot, yang menyebabkan hilangnya berat otot
secara progresif dan kehilangan kekuatan. Perkembangan penyakit ditandai dengan kesulitan
bernafas dan pola makan yang rendah. Namun, obat untuk dapat menyembuhkan distrofi otot
belum ditemukan.
 Penerapan pertanggungjawaban menurut pasal 340, Pasal 359, Pasal 345

B. Saran
Berkaitan dengan kasus laporan yang kami bahas , kami sebagai penulis menyarankan
kepada semua pemberi layanan kesehatan maupun masyarakat untuk tidak melakukan
euthanasia, karena jika dilihat dari segi kemanusiaan atau hak asasi manusia, setiap manusia itu
berhak untuk hidup, dan jika dilihat dari segi agama, yang mempunyai hak kuasa atas hidup
manusia itu adalah tuhan. Jadi menurut kami jika masih ada jalan untuk sembuh tidak perlu
seseorang untuk melakukan euthanasia karena sama saja dia mendahului kehendak Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Aseri, A. F. (2002). Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan
Hukum Islam,. EUTHANASIA, 1–64. Retrieved from http://repository.uin-
suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
BACHMAN, J. G., ALCSER, K. H., DOUKAS, D. J., LICHTENSTEIN, R. L., CORNING, A.
D., & BRODY, H. (2018). SIKAP MICHIGAN DOKTER DAN MASYARAKAT
TERHADAP melegalkan DOKTER-DIBANTU BUNUH DIRI DAN SUKARELA
euthanasia. Euthanasia, 334, 1–7. Retrieved from
file:///C:/Users/acer/Downloads/euthanasia/nejm199602013340506.pdf%0D
Carm, P. G. O. (1989). Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik.
EUTHANASIA, 5–6. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Ezekiel J. Emanuel, MD, P., Diane Fairclough, DPH Brian C. Clarridge, PhD Diane Blum,
MSW Eduardo Bruera, M., & W. Charles Penley, MD Lowell E. Schnipper, MD dan
Robert J. Mayer, M. (2000). Sikap dan PraktekAhli Onkologi AS tentang Euthanasia dan
Bunuh Diri yang Dibantu Dokter. EUTHANASIA, 1–133, 1–133.
H.Sutarno. (2014). Hukum Kesehatan, Euthanasia, Keadilan dan hukum positif di Indonesia.
EUTHANASIA, 1–91. Retrieved from file:///C:/Users/acer/Downloads/euthanasia/F.BAB II
TINJAUAN EUTHANASIA-1.pdf
ibnuhazm57. (2013). euthanasia-dalam-hukum-islam. EUTHANASIA.
Jusjerukkusuka. (2010). pandangan-tentang-euthanasia. EUTHANASIA. Retrieved from
http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Lima, L. De, Woodruff, R., Pettus, K., & Downing, J. (2017). Asosiasi Internasional untuk
Hospis dan Perawatan Paliatif Pernyataan Posisi : Euthanasia dan Bunuh Diri Dokter-
dibantu, 20, 1–18.
Moeljatno. (1999). Anak 9 Tahun Jadi Pasien Euthanasia Termuda di Belgia. Belgia:
internasional. Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180809120807-134-320820/anak-9-tahun-
jadi-pasien-euthanasia-termuda-di-belgia
N.L, E., C.W, L., S.R, M., & H, P. (2012). Faktor-Faktor Euthanasia. Retrieved from
http://euthanasiatpa.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-euthanasia.html
Pradjonggo. (2016). Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. EUTHANASIA, 1–127. Retrieved from
file:///C:/Users/acer/Downloads/5940-5723-1-SM.pdf
Tengker, F. (n.d.). Mengapa euthanasia? Kemampuan medis & konsekuensi Yuridis.
EUTHANASIA, 1–95. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Verhofstadt, M., Loon, T. Van, Distelmans, W., Audenaert, K., & Deyn, P. P. De. (2015).
Permintaan euthanasia, prosedur dan hasil untuk 100 pasien Belgia menderita gangguan
kejiwaan: retrospektif, penelitian deskriptifVerhofstadt, M., Loon, T. Van, Distelmans, W.,
Audenaert, K., & Deyn, P. P. De. (2015). Permintaan euthanasia, prosedur dan h.
Euthanasia.
Widyana, J. C. P. (1974). “Euthanasia” beberapa soal moral berhubungan dengan quintum.
EUTHANASIA, 1–25. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf

Anda mungkin juga menyukai