KELOMPOK 3
NAMA NIM
KOMANG SARNI TRIANI J1A117065
ICA RAPIKA ELSA J1A117053
NI KADEK PUTRIANI J1A117090
AMHAD YANI J1A117007
NUR AFIAT WAHYUNI J1A117095
FERLI FAEMU J1A117043
AFIFA MAHIRA R. J1A117005
GITA SUCI RAMADANTI P. J1A117047
FIKRIYANTI J1A117045
NENTI SULFIA J1A117089
INA NIRWANA J1A117221
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kita kesehatan lahir dan batin sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kelompok kami tentang EUTHANASIA hingga selesai , meskipun dalam penyusunan laporan ini
kami banyak mendapat hambatan, namun banyak pula kami mendapat bantuan dari beberapa
pihak baik secara moril maupun spiritual.Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa saran maupun materi untuk
kelengkapan laporan kami.
Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengelaman kami. Oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak yang membaca laporan ini yang
sifatnya membangun , dan agar yang membuat laporan selanjutnya bias melihat kekurangan dan
keselahan dari laporan yang kami susun ,dan demi kelengapan penyususnan laporan kami.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
LAPORAN EUTHANASIA.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Tinjauan Teori......................................................................................................................3
1. Pengertian Euthanasia.......................................................................................................3
2. Faktor-Faktor Euthanasia..................................................................................................4
3. Macam-macam Euthanasia...............................................................................................7
4. Syarat-Syarat Dilakukan Euthanasia...............................................................................10
5. Keadaan-keadaan yang Memungkinkan Dilakukannya Euthanasia...............................10
6. Cara Pelaksanaan Euthanasia..........................................................................................10
B. Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia.............................................................11
1. Menurut Undang-Undang...............................................................................................11
2. Menurut KUHP...............................................................................................................12
C. Kronologis kasus Euthanasia..............................................................................................13
D. Posisi Kasus Euthanasia.....................................................................................................13
E. Analisis Kasus Euthanasia..................................................................................................13
F. Penerapan Pertanggung jawaban........................................................................................14
G. Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia..................................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktek-praktek euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter masih kontroversial yang
bertujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan praktik mengenai
euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter dalam konteks perawatan akhir masa hidupnya.
(Ezekiel J. Emanuel, MD, Diane Fairclough, DPH Brian C. Clarridge, PhD Diane Blum, MSW
Eduardo Bruera, & W. Charles Penley, MD Lowell E. Schnipper, MD dan Robert J. Mayer,
2000).
Depresi dan gangguan kepribadian adalah diagnosis yang paling umum pada pasien psikiatri
yang meminta euthanasia, dengan sindrom Asperger mewakili beban penyakit yang terabaikan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama studi kuantitatif dan kualitatif prospektif, untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari pasien dengan gangguan kejiwaan yang meminta
euthanasia karena penderitaan psikologis yang tak tertahankan.(Verhofstadt, Loon, Distelmans,
Audenaert, & Deyn, 2015).
Telah ada debat publik yang berkelanjutan tentang bunuh diri yang dibantu dan peran yang
tepat, jika ada dari dokter dalam praktik ini. Larangan legislatif dan berbagai bentuk legalisasi
telah diusulkan.(BACHMAN et al., 2018)
Laporan tentang peraturan dan undang-undang tentang Euthanasia dan bunuh diri bantuan
dokter (PAS) menjadi semakin umum di media. Banyak kelompok telah menyatakan penolakan
terhadap euthanasia dan PAS sementara mereka yang mendukung berpendapat bahwa pasien
yang sakit parah dan lemah memiliki hak untuk mengontrol waktu dan cara kematian mereka.
Yang lain berpendapat bahwa baik PAS dan euthanasia secara etis sah dalam kasus langka dan
luar biasa. Mengingat bahwa undang-undang dan peraturan baru yang diusulkan mungkin
memiliki dampak yang kuat pada pasien, pengasuh, dan penyedia perawatan kesehatan, Asosiasi
Internasional untuk Hospis dan Perawatan Paliatif (IAHPC) telah menyiapkan pernyataan ini
yang bertujuan untuk menggambarkan posisi IAHPC mengenai Euthanasia dan PAS. Dengan
metode IAHPC membentuk kelompok kerja (WG) dari tujuh anggota dewan dan dua staf staf
yang mengajukan diri untuk berpartisipasi dalam proses ini. Pencarian online dilakukan
menggunakan istilah status posisi 'euthanasia' Bantu bunuh diri' 'PAS' untuk mengidentifikasi
pernyataan posisi yang ada dari organisasi profesi kesehatan. Hanya pernyataan dari asosiasi
nasional atau pan-nasional yang dimasukkan. Pernyataan dari tujuh asosiasi medis dan
keperawatan umum dan pernyataan dari tujuh organisasi perawatan paliatif telah diidentifikasi.
(Lima, Woodruff, Pettus, & Downing, 2017).
Sehingga kelompok kami berinisiatif untuk mengangkat materi ini sebagai bahan laporan
dengan tujuan untuk mengetahui masalah masalah EUTHANASIA keperawatan dan undang
undang yang berlaku tentang EUTHANASIA.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan teori tentang euthanasia?
2. Bagaimana Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia?
3. Bagaimana Kronologis kasus Euthanasia?
4. Bagaimana Posisi Kasus Euthanasia?
5. Bagaimana Analisis Kasus Euthanasia?
6. Bagaimana Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus euthanasia?
7. Bagaimana Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan teori tentang euthanasia
2. Untuk mengetahui Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia
3. Untuk mengetahui Kronologis kasus Euthanasia
4. Untuk mengetahui Posisi Kasus Euthanasia
5. Untuk mengetahui Analisis Kasus Euthanasia
6. Untuk mengetahui Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus euthanasia
7. Untuk mengetahui Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus Euthanasia
D. Manfaat
1. Sebagai sumber informasi tentang tinjauan teori euthanasia
2. Sebagai sumber informasi tentang Regulasi yang berkaitan dengan kasus Euthanasia
3. Sebagai sumber informasi tentang Kronologis kasus Euthanasia
4. Sebagai sumber informasi tentang Posisi Kasus Euthanasia
5. Sebagai sumber informasi tentang Analisis Kasus Euthanasia
6. Sebagai sumber informasi tentang Penerapan Pertanggung jawaban pada kasus
euthanasia
7. Sebagai sumber informasi tentang Argumentasi Anda sebagai pengambil Kasus
Euthanasia
BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan
thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa
sakit. Oleh karena itu Euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing,a good death, atau
enjoy death (mati dengan tenang).(Aseri, 2002)
Pengertian secara sempit, Secara sempit Euthanasia adalah tindakan menghindari rasa sakit dari
penderitaan dalam menghadapi kematian.
Pengertian secara luas, Euthanasia adalah perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam
penderitaan dengan resiko efek hidup diperpendek.(Carm, 1989)
5. Van Hattum : “Euthanasia adalah sikap mempercepat proses kematian pada penderita-
penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan melakukan atau tidak melaku-
kan suatu tindakan medis, dengan maksud untuk membantu korban menghindarkan diri
dari penderitaan dalam menghadapi kematiannya dan untuk membantu keluarganya
menghindarkan diri melihat penderitaan korban dalam menghadapi saat kematiannya.
Menurut Hippokrates, yaitu orang yang pertama kali menggunakan istilah Euthanasia ini di
dalam sumpahnya yakni "sumpah Hippokrates", yang ditulis pada masa 400-300 SM Sumpah
tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan
kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Selain itu pada kamus Merriam Webster
dijelaskan bahwa Euthanasia adalah “The act or practice of killing or permitting the death of
hopelessly sick or injured persons or animals with as little pain as possible for reasons or
mercy” , sehingga Euthanasia merupakan aksi atau percobaan pembunuhan atau mengizinkan
kematian akibat penyakit yang tak ada harapan lagi atau menyakiti orang ataupun hewan dengan
rasa sakit yang sekecil mungkin untuk alasan tertentu atau kemurahan hati.
Menurut Philo (50-20 SM) Euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis
penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan bahwa Euthanasia
berarti “mati cepat tanpa derita’.Sejak abad 19 terminologi Euthanasia dipakai untuk
penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian
dengan pertolongan dokter.(Jusjerukkusuka, 2010)
Menurut Imam As-Syafi’i bahwa berobat adalah hukumnya sunnah. Sementara madzhab Abu
Hanifah menyatakan bahwa berobat adalah sunnah muakkadah yang mendekati wajib.
Sementara madzhab Malik bahwa berobat itu setara antara mengerjakan atau
meninggalkannya.Karena Malik berkata, “Tidak mengapa berobat dan tidak mengapa
meninggalkannya”.Syaikh AlIslam (Ibnu Taimiah) berkata, “(Berobat) tidak wajib menurut
pendapat mayoritas ulama, yang mewajibkannya hanya sekelompok kecil dari para pengikut
mazhab Asy-Syafi’i dan Ahmad”.(ibnuhazm57, 2013)
Dari pengertian Euthanasia diatas dapat penulis dapat artikan bahwa Euthanasia adalah dokter
memberikan suntik mati kepada pasien dengan permintaan pasien atau izin keluarga dikenal
dengan Euthanasia Aktif atau dokter menghentikan pemberian obat kepada pasien atas izin
keluarga atau Euthanasia Pasif, kerena keluarga tidak sanggup lagi melihat penderitaan si sakit
bila di biarkan terus-menerus dalam keadaan seperti itu.
2. Faktor-Faktor Euthanasia
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberlakuan Euthanasia
3. Macam-macam Euthanasia
Berdasarkan pengertian Euthanasia, dapat diketahui bahwa Euthanasia dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Euthanasia atas permintaan;
b. Euthanasia tidak atas permintaan.
Kedua macam Euthanasia tersebut dapat pula dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Euthanasia aktif
b. Euthanasia pasif.
Euthanasia aktif, baik atas permintaan maupun tanpa permintaan, dapat dibedakan lagi menjadi
dua macam, yaitu :
a. Harus ada penderitaan fisik atau psikis yang tidak terpikulkan dan dahsyat dialami pasien.
b. Baik penderitaan ini maupun keinginan untuk mengakhiri kehidupan berlangsung tiada henti-
hentinya.
c. Pasien memahami betul situasinya sendiri maupun kemungkinan- kemungkinan alternatif
yang tersedia dan mampu menimbang-nimbang antara berbagai kemungkinan yang ada dan
sesungguhnya telah pula melakukan pilihannya.
d. Tidak ada pemecahan rasional lain yang dapat memperbaiki situasi.
e. Dengan kematian ini tidak ada orang lain yang dirugikan atau menderita tanpa alasan.
f. Keputusan untuk memberikan bantuan tidak diambil oleh satu orang saja.
g. Pada keputusan untuk memberikan bantuan harus selalu melibatkan seorang dokter, yang
akan mengeluarkan resep mengenai obat atau bahan yang akan dipakai.
h. Pada keputusan untuk memberikan bantuan, demikian pula pada bantuan itu perlu
diperhatikan kecermatan dan ketelitian yang semaksimal mungkin sesuai dengan kepatutan
yang berlaku (misalnya dengan mengikutsertakan dalam perembukan beberapa teman
sejawat dan ahli-ahli lainnya.(Tengker, n.d.)
a. Dari pihak pasien, meminta kepada dokter karena sudah tidak tahan dengan penyakit yang
dideritanya atau karena tidak ingin meninggalkan beban ekonomi bagi keluarganya, dan
pasien merasa bahwa harapan untuk hidup sangat jauh.
b. Dari pihak keluarga atau wali, yang merasa kasihan terhadap penderitaan si pasien dan tidak
sanggup memikul biaya pengobatan.
c. Rasa sakit yang tidak tertahankan Melihat salah satu anggota keluarganya menderita penyakit
ganas yang tidak kunjung sembuh merupakan kepedihan. Mereka tidak tega melihat pasien
tersebut tersiksa dengan rasa sakitnya. Oleh karena itu, mereka menyetujui untuk melakukan
Euthanasia.
d. Ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan Biaya pengobatan tidak tergolong murah,
apalagi jika pasien menderita penyakit parah dan harus rawat inap di rumah sakit. Karena
dana tidak cukup untuk menutup semua biaya, akhirnya pasien memutuskan untuk
melakukan euthanasia.
e. Keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati
6. Cara Pelaksanaan Euthanasia
Adapun cara pelaksanaan Euthanasia sebagai berikut :
a. Cara pelaksanaan Eutanasia aktif dan pasif Dalam Euthanasia aktif, dokter atau tenaga
langsung dan sengaja menyebabkan kematian pasien, misalnya dengan memberikan pasien
obat secara overdosis, memberikan tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan
ke dalam tubuh pasien. Euthanasia pasif terjadi ketika pasien meninggal karena para
profesional medis tidak melakukan sesuatu yang diperlukan untuk menjaga pasien tetap
hidup atau menghentikan melakukan sesuatu yang menjaga agar pasien tetap hidup. Contoh
Euthanasia pasif antara lain mematikan mesin penunjang hidup, melepas sebuah tabung
makan, tidak melakukan operasi memperpanjang hidup atau tidak memberikan obat
memperpanjang hidup.
b. Cara pelaksanaan Euthanasia sukarela dan non-sukarela Eutanasia sukarela terjadi atas
permintaan dari pasien atau orang yang akan meninggal, misalnya dengan menolak
perawatan medis, meminta perawatannya dihentikan atau mesin pendukung kehidupannya
dimatikan atau menolak untuk makan. Sedangkan Euthanasia non-sukarela terjadi ketika
pasien sadar atau tidak, sehingga ada orang lain yang mengambil keputusan atas namanya.
Euthanasia non-sukarela bisa terjadi pada kasus-kasus seperti pasien sedang koma, pasien
terlalu muda (misalnya bayi), orang pikun, mengalami keterbelakangan mental yang sangat
parah atau gangguan otak parah.
c. Cara pelaksanaan Euthanasia langsung Euthanasia langsung berarti memberikan perlakuan
(biasanya untuk mengurangi rasa sakit) yang memiliki efek samping mempercepat kematian
pasien.
d. Cara pelaksanaan dengan cara bantuan bunuh diri hal ini biasanya mengacu pada kasus-kasus
yang mana orang yang akan mati membutuhkan bantuan untuk membunuh dirinya sendiri
dan meminta tenaga medis untuk melakukannya.
1. Menurut Undang-Undang
Kematian adalah suatu fenomena yang diatur oleh Sang Pencipta.Tidak ada seorangpun
yang dapat menunda kematian meskipun iImn pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan
dan perkembangan yang sangat pesat.Berbicara mengenai kematian, dikenal adanya istilah
"euthanasia", yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertologan atau tidak dengan pertolongan
dokter.Euthanasia ini sudah ada sejak para pelaku kesehatan mengahadapi penyakit yang sudah
tidak dapat disembuhkan, Dalam keadaan seperti itu tidak jarang pasien ataupun keluarga pasien
meminta kepada dokter untuk segera dilakukannya euthanasia.Hal tersebut tentu saja
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.Didalam KUHP pengaturan masalah
euthanasia ini diatur di dalam Pasal 344.Pasal ini melarang adanya euthanasia aktif, yaitu suatu
tindakan yang positif dari dokter untuk mempercepat terjadinya kematian. Disisi lain Undang-
undang No.39 Tahun 1999 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan
bahwa hak yang paling utama yang dimiliki manusia adalah hak untuk hidup sebagaimana diatur
didalam Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3, dimana didalam hak untuk hidup tersebut tercakup
pula didalamya hak untuk mati, meskipun hak tersebut tidak mutlak. Jika dikaitkan dengan
pidana mati, maka dapat dilihat suatu keganjilan, yaitu dimana seorang tertuduh yang dijatuhi
pidana mati oleh Hakim.Pada umunmya si tertuduh tersebut juga masih ingin mempertahankan
kelangsungan hidupnya terns.Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Hakim telah memaksa
kematian seseorang yang sebenamya masih ingin hidup terns.Sedangkan pada euthanasia,
seorang pasien yang menghendaki kernatian atas dirinya justru malah dilarang dan dihalang-
halangi. Pendek kata, orang yang masih ingin hidup dipaksa untuk mati oleh hakim, sedangkan
orang yang karena keadaan yang tidak dapat dielakkan lagi ingin mati dipaksa untuk hidup terns
walaupun dengan penderitaan yang tiada menentu. Salah satu kasus euthanasia yang masih
hangar dibicarakan di Indonesia adalah kasus yang dialami oleh Hasan Kesuma yang meminta
diIakukannya euthanasia alas istri tercintanya Agian lsna Nauli, yang tidak sadarkan diri sete1ah
melahirkan anak melalui operasi caesar.Namun permintaan tersebut banyak mendapat kecaman
dan perdebatan dari berbagi pihak karena jelas bertentangan dengan peraturan yang berlakn di
Indonesia serta melanggar kode etik kedokteran serta yang paling utama adalah sangat
bertentangan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.Maka dalam menangani dan
menanggulangi masalah ini sangatlah dituntut peranan pemerintah dan penegak hukum untuk
mencermati permasalahan tersebut sehingga tidak menimbulkan perdebatan maupun perselisihan
di berbagai kalangan. - Nurmalawaty, SH. M.Hum; Syafruddin, SH. MH. DFM
Pada prinsipnya, hak untuk hidup merupakan hak fundamental atau hak asasi dari setiap
manusia. Konstitusi kita yakni UUD 1945 melindungi hak untuk hidup ini dalam Pasal
28A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2. Menurut KUHP
Ketentuan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344
yang menyebutkan bahwa barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun
Pasal 344 KUHP yang bunyinya:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.”
Pada sisi lain, Komariah berpendapat, walaupun KUHP tidak secara tegas menyebutkan
kata euthanasia, namun, berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP seharusnya dokter menolak
melakukan tindakan untuk menghilangkan nyawa, sekalipun keluarga pasien
menghendaki. Menurutnya,secara hukum,norma sosial, agama dan etika dokter, euthanasia ti
dak diperbolehkan.
Anak tersebut berjuang melawani distrofi otot, yang menyebabkan hilangnya berat otot secara
progresif dan kehilangan kekuatan.Perkembangan penyakit ditandai dengan kesulitan bernafas
dan pola makan yang rendah.Namun, obat untuk dapat menyembuhkan distrofi otot belum
ditemukan.
1. Pasal 340
KUHP Barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati
atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun.
2. Pasal 359
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selamalamanya
lima tahun atau kurungan selamalamanya satu tahun.
3. Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun penjara.
Menurut kami setiap individu memiliki hak untuk menentukan masa depan
kehidupannya. Terlebih jika individu tersebut dalam keadaan sakit berat yang menimbulkan
penderitaan bagi dirinya sendiri.Akan tetapi jika masih bisa disembuhkan maka lakukan
perawatan secara intensif agar pasien dapat mengurangi rasa sakit yang di deritanya. Akan tetapi
jika pasien sudah tidak bisa lagi menahan sakitnya dan tidak ada cara untuk menyembuhkan
penyakitnya maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri penderitaannya yaitu dengan cara
melakukan euthanasia pada pasien. Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup,damai
dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati
sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini terbukti dari aspek
hukum euthanasia,yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.
Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak
langsung seharusnya terbesit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri
dari segala ketidaknyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat. Dalam
aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia tanpa
melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut
atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam
keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Euthanasia adalah dokter memberikan suntik mati kepada pasien dengan permintaan pasien
atau izin keluarga dikenal dengan Euthanasia Aktif atau dokter menghentikan pemberian
obat kepada pasien atas izin keluarga atau Euthanasia Pasif, kerena keluarga tidak sanggup
lagi melihat penderitaan si sakit bila di biarkan terus-menerus dalam keadaan seperti
itu.Fakor-faktor euthanasia adalah rasa sakit yang tidak tertahankan, manusia memiliki hak
untuk mati secara bermartabat, ketidakmampuan dalam pembiayaan pengobatan, dan
keadaan seseorang yang tidak berbeda dengan orang mati.
B. Saran
Berkaitan dengan kasus laporan yang kami bahas , kami sebagai penulis menyarankan
kepada semua pemberi layanan kesehatan maupun masyarakat untuk tidak melakukan
euthanasia, karena jika dilihat dari segi kemanusiaan atau hak asasi manusia, setiap manusia itu
berhak untuk hidup, dan jika dilihat dari segi agama, yang mempunyai hak kuasa atas hidup
manusia itu adalah tuhan. Jadi menurut kami jika masih ada jalan untuk sembuh tidak perlu
seseorang untuk melakukan euthanasia karena sama saja dia mendahului kehendak Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Aseri, A. F. (2002). Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan
Hukum Islam,. EUTHANASIA, 1–64. Retrieved from http://repository.uin-
suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
BACHMAN, J. G., ALCSER, K. H., DOUKAS, D. J., LICHTENSTEIN, R. L., CORNING, A.
D., & BRODY, H. (2018). SIKAP MICHIGAN DOKTER DAN MASYARAKAT
TERHADAP melegalkan DOKTER-DIBANTU BUNUH DIRI DAN SUKARELA
euthanasia. Euthanasia, 334, 1–7. Retrieved from
file:///C:/Users/acer/Downloads/euthanasia/nejm199602013340506.pdf%0D
Carm, P. G. O. (1989). Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik.
EUTHANASIA, 5–6. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Ezekiel J. Emanuel, MD, P., Diane Fairclough, DPH Brian C. Clarridge, PhD Diane Blum,
MSW Eduardo Bruera, M., & W. Charles Penley, MD Lowell E. Schnipper, MD dan
Robert J. Mayer, M. (2000). Sikap dan PraktekAhli Onkologi AS tentang Euthanasia dan
Bunuh Diri yang Dibantu Dokter. EUTHANASIA, 1–133, 1–133.
H.Sutarno. (2014). Hukum Kesehatan, Euthanasia, Keadilan dan hukum positif di Indonesia.
EUTHANASIA, 1–91. Retrieved from file:///C:/Users/acer/Downloads/euthanasia/F.BAB II
TINJAUAN EUTHANASIA-1.pdf
ibnuhazm57. (2013). euthanasia-dalam-hukum-islam. EUTHANASIA.
Jusjerukkusuka. (2010). pandangan-tentang-euthanasia. EUTHANASIA. Retrieved from
http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Lima, L. De, Woodruff, R., Pettus, K., & Downing, J. (2017). Asosiasi Internasional untuk
Hospis dan Perawatan Paliatif Pernyataan Posisi : Euthanasia dan Bunuh Diri Dokter-
dibantu, 20, 1–18.
Moeljatno. (1999). Anak 9 Tahun Jadi Pasien Euthanasia Termuda di Belgia. Belgia:
internasional. Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180809120807-134-320820/anak-9-tahun-
jadi-pasien-euthanasia-termuda-di-belgia
N.L, E., C.W, L., S.R, M., & H, P. (2012). Faktor-Faktor Euthanasia. Retrieved from
http://euthanasiatpa.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-euthanasia.html
Pradjonggo. (2016). Suntik Mati (Euthanasia) Ditinjau dari Aspek Hukum Pidana dan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. EUTHANASIA, 1–127. Retrieved from
file:///C:/Users/acer/Downloads/5940-5723-1-SM.pdf
Tengker, F. (n.d.). Mengapa euthanasia? Kemampuan medis & konsekuensi Yuridis.
EUTHANASIA, 1–95. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf
Verhofstadt, M., Loon, T. Van, Distelmans, W., Audenaert, K., & Deyn, P. P. De. (2015).
Permintaan euthanasia, prosedur dan hasil untuk 100 pasien Belgia menderita gangguan
kejiwaan: retrospektif, penelitian deskriptifVerhofstadt, M., Loon, T. Van, Distelmans, W.,
Audenaert, K., & Deyn, P. P. De. (2015). Permintaan euthanasia, prosedur dan h.
Euthanasia.
Widyana, J. C. P. (1974). “Euthanasia” beberapa soal moral berhubungan dengan quintum.
EUTHANASIA, 1–25. Retrieved from http://repository.uin-suska.ac.id/8679/4/BAB III.pdf