Anda di halaman 1dari 12

Alat Pelindung Diri (APD)

1.     Dasar Hukum


a.     Undang-undang No.1 tahun 1970.
1.      Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat syarat untuk
memberikan APD
2.     Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga
kerja baru tentang APD.
3.     Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk memakai APD.Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-
Cuma.
b.      Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981  Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus
menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.
c.       Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat
mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang
diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja
d.      Permenakertrans  No.Per.03/Men/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang
mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu
lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung
pernafasan.

2.      Pengertian APD


Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh
seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam bahasa
Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata
"personal" pada kata PPE terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu
memperoteksi si pemakainya. APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap.
APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi
dan bahaya akibat bahan kimia.
3.      Jenis-jenis APD

a.      Perlindungan Mata Dan Wajah


Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus dikenakan oleh
pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud untuk melindungi mata dan
wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi.
Secara umum perlindungan mata terdiri dari Kacamata pelindung, Goggle,Pelindung wajah,
Pelindung mata special (goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata
dan wajah dari radiasi dan bahaya laser).
b.      Perlindungan Badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, merupakan suatu perlengkapan
yang wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas laboratorium dikenal oleh
masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat dari katun dan bahan sintetik. Hal yang perlu
diperhatikan ketika menggunakan jas laboratorium yaitu kancing jas laboratorium tidak boleh
dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran
badan pemakainya. Jas laboratorium merupakan pelindung badan dari tumpahan bahan kimia
dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium terkontaminasi oleh
tumpahan bahan kimia, lepaslah jas secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan
lainnya adalah Apron dan Jumpsuits. Apron digunakan untuk memproteksi diri dari cairan
yang bersifat korosif dan mengiritasi, yang berbentuk seperti celemek terbuat dari karet atau
plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, bahwa tidak dikenakan pada area larutan yang
mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh elektrik statis,
karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik statis. Jumpsuits atau dikenal
dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi
Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada
pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.
c.       Perlindungan Tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila terpapar
bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan menjadi solusi tidak hanya melindungi
tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi
perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda yang kasar atau
tajam, dan material yang panas atau dingin.  Sarung tangan harus secara periodik diganti
berdasarkan frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung
tangan yang sering dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan
pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi. Jenis karet yang digunakan pada sarung
tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida).
Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani.
APD tangan dikenal dengan Safety Glove dengan berbagai jenis penggunaanya. Berikut
ini adalah jenis-jenis sarung tangan dengan penggunaan yang tidak terbatas hanya untuk
melindungi dari bahan kimia. Jenis-Jenis Safety Glove antara lain : Sarung Tangan Metak
Mesh, Sarung metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong, Sarung
tangan Kulit, Sarung tangan yang terbuat dari kulit ini akan Melindungi tangan dari
permukaan kasar, Sarung tangan Vinyl dan neoprene Melindungi tangan terhadap bahan
kimia beracun,  Sarung tangan Padded Cloth Melindungi tangan dari ujung yang tajam,
pecahan gelas, kotoran dan Vibrasi, Sarung tangan Heat resistant Mencegah terkena panas
dan api, Sarung tangan karet Melindungi saat bekerja disekitar arus listrik karena karet
merupakan isolator (bukan penghantar listrik), Sarung tangan Latex disposable Melindungi
tangan dari Germ dan bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai,Sarung tangan lead
lined Digunakan untuk melindungi tangan dari sumber radiasi.

d.      Perlindungan Pernafasan


Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat
pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat
membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan
kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya harus
memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan masker, yang
sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan
batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan
yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki masa
pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut
harus diganti.
4.      Masalah Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)

a.      Pekerja tidak mau memakai dengan alasan:


  Tidak sadar/tidak mengerti
  Panas
  Sesak
  Tidak enak dipakai
  Tidak enak dipandang
  Berat
  Mengganggu pekerjaan
  Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
  Tidak ada sanksi
  Atasan juga tidak memakai

b.      Tidak disediakan oleh perusahaan


  Ketidakmengertian
  Pura-pura tidak mengerti
  Alasan bahaya
  Dianggap sia-sia

c.       Pengadaan oleh perusahaan


  Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
  Asal beli (terutama memilih yang murah)

Beberapa Contoh Masalah APD antara lain :

a.      Respirator
  Penutup muka yang buruk
  Sumbatan kerusakan/cacat pada filter
  Pemeliharaan yang tidak baik
  Tali pengikat longgar/lepas
  Tidak nyaman
  Psikologis dan kecemasan
  Meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati
  Menghirup kembali udara yang dihembuskan
  Kesulitan komunikasi

b.      Alat Pelindung Telinga


  Resiko infeksi
  Kesulitan komunikasi
  Merasa terisolasi
  Sakit kepala karena jepitan terlalu kuat
  Tidak nyaman
  Menguranggi kemampuan menduga jarak
  Iritasi kulit

c.       Sarung Tangan


  Mungin dapat menangkap bahan kimia
  Mengurangi kepekaan tangan dan jari
  Kebocoran dari lubang yang tidak diketahui
  Mungkin menyebabkan dermatitis (keringat yang berlebihan)
  Bahan kimia tertentu
d.      Alat Pelindung Mata
  Dapat membatasi pandangan
  Timbul kabut, noda dan goresan kecil
  Tidak dapat melihat kerusakan secara visual
  Beberapa kaca mata pengaman memungkinkan benda masuk dari samping

B.  Jenis Bahaya dan Kecelakaan dalam Laboratorium


Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium kimia adalah :
a.      Keracunan
Keracunan sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti
ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat
berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih sering terjadi
baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh jangka
panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan asbestois, adalah akibat akumulasi
penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah kecil tetapi terus-menerus.
b.      Iritasi
Iritasi sebagai akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asamklorida, natrium
hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau peradangan pada kulit,
saluran pernapasan dan mata.
c.       Kebakaran dan Luka Bakar
Kebakaran dan luka bakar sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut
organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan sebagainya. Hal yang sama
dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti peroksida dan perklorat.
d.      Luka Kulit
Luka kulit sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi pada tangan
atau mata karena pecahan kaca.
e.      Bahaya lainnya
Seperti sengatan listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran lingkungan.
Jadi jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi bahaya, tetapi potensi
bahaya apapun sebenarnya dapat atau karena kecerobohan.
C.  Sumber – sumber Bahaya dalam Laboratorium
Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni :
a.    Bahan-bahan kimia yang berbahaya yang perlu kita kenal jenis, sifat, cara penanganan, dan
cara penyimpanannya. Contohnya: bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif,
karsinogenik, dan sebagainya.
b.    Teknik percobaan yang meliputi pencampuran bahan distilasi, ekstraksi, reaksi kimia, dan
sebagainya.
c.    Sarana laboratorium yakni gas, listrik, air, dan sebagainya.
Ketiga sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensi bahaya terletak pada
keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber beserta keterkaitannya
perlu dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan setiap kemungkinan bahaya yang
mungkin terjadi sehingga mampu mencegah atau menghindarinya. Selain itu, perlu pula
dipahami tentang alat pelindung diri serta cara penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.

D.  Penanganan Kecelakaan Kerja di Laboratorium Kimia (P3K)


Laboratorium merupakan tempat kerja yang berpotensi timbul kecelakaan. Meski kecelakaan
kecil dan ringan, tetaplah merupakan kecelakaan yang bisa jadi menimbulkan efek yang lebih
besar. Sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan bisa dari bahan kimia, bahan
biologis, radiasi, aliran listrik, dan lainnya. Semua itu bisa membuat efek yang tidak
diinginkan seperti keracunan, iritasi, ledakan hingga kebakaran.
Berikut ini merupakan tips cara penanganan awal sebagai pertolongan pertama (P3K) pada
kecelakaan di Laboratorium kimia :
a.    Luka bakar akibat zat kimia
Terkena larutan asam
1.    Kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus 
2.    Dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya 
3.    Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3 K
4.    Kemudian cuci lagi dengan air 
5.    Keringkan dan olesi dengan salep levertran.
 Terkena logam natrium atau kalium

1. Logam yang nempel segera diambil 


2. Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit 
3. Netralkan dengan larutan 1% asam asetat 
4. Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril
atau kapas yang telah dibasahi asam pikrat
Terkena bromin

1. Segera dicuci dengan larutan amonia encer 


2.  Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.  

Terkena phospor  

1. Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya 


2. Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.
b.    Luka bakar akibat benda panas

1. Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran 


2. Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak
berkurang.
c.    Luka pada mata
Terkena percikan larutan asam
1.      Jika terkena percikan asam encer,
2.      Mata dapat dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
3.      Dicuci dengan larutan 1% Na2C3
Terkena percikan larutan basa
1.    Dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
2.    Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata
d.    Keracunan
Keracunan zat melalui pernafasan
Akibat zat kimia karena menghirup Cl2, HCl, SO2, NO2, formaldehid, ammonia.
1.      Menghindarkan korban dari lingkungan zat tersebut, kemudian pindahkan korban ke tempat 
yang berudara segar.
2.      Jika korban tidak bernafas, segera berikan pernafasan buatan dengan cara menekan bagian
dada atau pemberian pernafasan buatan dari mulut ke mulut korban.

e.      Shock yang Disebabkan Listrik


Apabila ada kecelakaan yang disebabkan karena aliran listrik, maka matikan arus listrik
sebelum berusaha menolong korban yang terkontak dengan arus listrik. Jika tidak
memungkinkan , lindungi tangan dengan sarung tangan karet atau material atau wol kering
sebelum menyentuh korban untuk penangan selanjutnya.
f.        Jika terjadi kecelakaan laboratorium
Segera menghubungi Badan Layanan/personel seperti :
1.      Biological Safety Officer
2.      Pejabat laboratorium
3.      Engineering/Water/Gas/Electrical
Dan hal yang tidak kalah penting dalam menangani kecelakaan di lab adalah mengetahui
cara penggunaan perlengkapan yang digunakan untuk perlindungan diri dan alat-alat
laboratorium dalam kasus darurat dan peristiwa yang tidak biasa. Setiap orang yang bekerja
di lab harus mengetahui bagaimana menggunakan semua perlengkapan keselamatan kerja di
lab.
Berikut beberapa peralatan darurat yang diperlukan pada saat kecelakaan dengan
mengutamakan kecepatan yaitu :
1.      Alarm Kebakaran (fire alarm)
Sebagai tanda jika terjadi kebakaran di laboratorium.
2.      Pendeteksi Asap (Smog detector)
Untuk mendeteksi jenis asap yang ada di laboratorium
3.      Kotak P3K (kid acid)
Kotak yang berisi obat-obatan dan perlengkapan pertolongan pertama seperti : Kain kasa,
kapas, plester, gunting, betadine, alkohol.

4.      Ventilasi (ventilation)


Ventilasi ini ada 2 macam yaitu ventilasi sentral dan ventilasi lokal, digunakan untuk
menjaga sirkulasi udara.
5.      Alat dan bahan pemadam kebakaran (fire extinguisher)
Fire extinguisher digunakan untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran. Fire extinguisher
ini ada 4 macam berdasarkan zat yang ada di dalamnya dimana penggunaannya didasarkan
pada material penyebab kebakaran.
6.      Pancuran Keselamatan (shower)
Shower digunakan untuk mandi jika badan terkena tumpahan zat berbahaya.
7.      Pencuci mata (eye wash)
Pencuci mata digunakan apabila ada zat yang masuk ke mata.
8.      Pintu Darurat (emergency door)
Pintu darurat digunakan untuk evakuasi cepat dan aman menuju tempat aman atau ke luar
laboratorium jika terjadi kebakaran atau kecelakaan lainnya.
9.      Selimut Kebakaran
Selimut kebakaran merupakan selimut yang terbuat dari bahan yang tahan terhadap api.
Selimut ini digunakan apabila kita terjebak dalam kebakaran.
Bagaimana pun canggih dan hebatnya cara pertolongan pertama pada kecelakaan di
laboratorium, tetap saja pencegahannya lebih baik. Pencegahan kecelakaan harus dilakukan
sedini mungkin karena lebih mudah dan murah dibandingkan dengan perbaikan dan
penggantian akibat kecelakaan yang sudah terjadi apalagi kerugian akibat kebakaran dan
kematian.
Pada dasarnya ada tiga prinsip untuk membuat suatu laboratorium bebas dan aman
dari kecelakaan (accident free operation), yaitu:
1.      Semua kecelakaan sekecil apapun yang mungkin terjadi, harus dapat dicegah sedini
mungkin.
2.      Lingkungan kerja termasuk bangunan, alat, sistem, dan sarana laboratorium harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kecelakaan.
3.      Setiap personal yang bekerja di laboratorium harus dilatih agar membiasakan diri bekerja
secara aman, bersih dan disiplin.
Merupakan Pengendalian bahaya mikrobiologi terbaik dengan perancangan Biological Safety
Cabinetry ( BSC ) yang sesuai. Kabinet kelas I digunakan pada tekanan negatif dengan
kecepatan aliran sekitar 75 kaki / menit. Udara dalam kamar dikeluarkan melalui High
Effeciency Particulare Air (HEPA) filter / filter efisiensi partikel udara. Bagian depan dari
BSC kelas I dapat dibuka atau tertutup dengan sarung tangan
E.     Biological Safety Cabinetry
lengan panjang. BSC kelas II merupakan aliran udara vertikal dan udara dalam yang
disirkulasi ulang melalui filter HEPA. Kamar beroperasi pada tekanan negatif dengan ruang
yang sama ke depan kabinet kelas I, tetapi pemurnian dengan kontaminasi minimal dari
kultur. Kelas I dan II sama tingkatnya dengan keselamatan personel. Kabinet kelas III harus
digunakan pada sebagian besar agen yang virulen. Ruang tertutup seluruhnya. Isi harus
diperlakukan dengan sarung tangan lengan panjang yang sesuai. Seluruh bahan yang masuk
kabinet BSC kelas III harus sudah di autoklaf atau didekontaminasi. Kabinet Kelas I dan II
biasa ditemukan di laboratorim klinik. Kelas III BSC dibutuhkan pada fasilitas khusus yang
mengkultur, seperti Mycobacterium tuberculosis atau jamur sitemik dan HIV.
Tingkat Biosafety The Center for Disease Control (CDC) dan The National Institutes
of Health mempunyai sistem pengkodeaan dari peningkatan level keamanan dari
laboratorium mikrobiologi dan klinik. Tingkat biosafety (BSL) I yang dibuat untuk
laboratorium yang menggunakan bahan biasanya tidak infeksius terhadap manusia. Bekerja
dengan menggunakan benchtop yang terbuka. Praktek laboratorium yang baik meliputi
penggunaan alat pipetasi, pembersihan tumpahan, desinfetan harian, dan pembuangan limbah
yang baik. Laboratorium klinik seharusnya mengikuti BSL II. BSL II berbeda dengan BSL I
pada akses ke tempat kerja yang seharusnya dijaga ketat dari individu yang belum terlatih dan
prosedur yang jelas seperti aerosol yang menimbulkan infeksi dilakukan di BSC. BSL II
efektif dalam pengendalian bahaya infeksi dari agen yang ada dalam darah pada spesimen
laboratorium klinik. Prosedur bakteriologik secara rutin seperti meletakkan dan
mempersiapkan hapusan untuk pengecatan diselenggarakan dalam BSL II. Pemeriksaan
parasit, penelitian bakteri, dan beberapa kultur virus dan jamur lebih aman bila dengan
tindakan pencegahan dalam BSL II. BSL III sesuai dengan laboratorium yang bekerja dengan
agen yang dapat menyebabkan penyakit yang fatal bila terhirup. Akses ke laboratorium dan
aliran dikendalikan secara cermat. Semua prosedur dilakukan dalam BSC atau alat yang
seusai. Pekerja harus memakai pakaian pelindung yang lengkap. Sebagian kecil laboratorium
klinik yang mengkultur jamur sistemik dan tuberkulosis butuh melanjutkan ke BSL III.
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebabai berikut.
Keamanan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan
lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, aman,
selamat, dan produktif. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan
dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Penanggung jawab laboratorium, stake holder
laboratorium yang lain seperti pemilik, karyawan yang bekerja didalamnya dan bahkan
pelanggan harus mempunyai sikap yang sama dalam pelaksanaan keamanan kerja di
laboratorium kesehatan. Untuk menjamin keselamatan diri di laboratorium, salah satu
persyaratan adalah pada pemakaian alat pelindung diri berupa sarung tangan, jas laboratorium
dan masker. Selain itu aspek prilaku petugas sendiri terhadap disiplin pemakaian alat
pelindung diri (APD) dan higiene petugas sehabis penanganan sampel berupa pencucian
tangan tidak boleh diabaikan.
B.   Saran
a.     Petugas Kesehatan dan non kesehatan sebaiknya disiplin terhadap pemakaian alat pelindung
diri (APD) dan higiene petugas sehabis penanganan sampel berupa pencucian tangan tidak
boleh diabaikan.
b.     Dalam penanganan spesimen perlu diperhatikan cara pemeliharaan/mempertahankan kualitas
kerja (perfomance) pada setiap taraf/langkah dalam keseluruhan rantai prosesnya, agar
nantinya tidak terjadinya kecelakaan kerja.
c.       Penyuluhan tentang APD kepada semua masyarakat agar dapat mengurangi angka
kecelakaan pada saat bekerja dan Penggunaan APD sebaiknya sesuai dengan kebutuhan
tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1.      www.wikipedia,Ensiklopedia Indonesia.com


2.      Anonim. Alat Pelindung Diri. Online pada     
http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/alat pelindung-diri/ diakses pada April 2010
3.       http://intipduniaku07.blogspot.com/2013/05/penyebab-kecelakaan-di-laboratorium.html
4.       http://hernichemistry.wordpress.com/2013/04/03/tindakan-p3k-dalam-kecelakaan-labor/
5.       http://liayuliasitirohmah.blogspot.com/2012/12/alat-pelindung-diri-apd-di-laboratorium.html

Anda mungkin juga menyukai