Sap Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien Dengan Isolasi Sosial
Sap Peran Keluarga Dalam Merawat Pasien Dengan Isolasi Sosial
LAPORAN PENYULUHAN
Di Susun oleh
1. Budiono Prasetyo
2. Dwi Wahyu P.
3. Nova indah Lestari
4. Serly Diana E. M.
5. Siti Mastiah
A. Topik : Peran serta keluarga pada klien dengan isolasi social (isos) dan
penatalaksanaannya.
D. Waktu : 08:30
F. Pelaksana : Mahasiswa
H. Tujuan
I. Latar Belakang
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian
maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada mulanya
klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan
dengan orang lain.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk
memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan
oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri
yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup sehari
–hari kurang adequat.
No
Nama Klien
K. Jadwal Kegiatan
N. Pengorganisasian
4. dokumentasi : megawati
O. Setting Tempat
Keterangan :
P : Penyuluh
F : Fasilitator
D: dokumentasi
K : Keluarga
O : Observer
No.
WAKTU
KEGIATAN PENYULUHAN
RESPON
TTD
1.
5. Menit
Pre interaksi
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
- Menjawab salam
- Mendengarkan
2.
25.Menit
Interaksi
3.
5. Menit
Terminasi
a. Merapikan alat
e. Salam penutup .
Q. Evaluasi
A. Pengertian
Isolasi social adalah suatu keadaaan kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan
negative yang mengancam. ( Mary C. Townsend, Diagnose Keperawatan. Psikiatri, 1998).
Isolasi social adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan.
` isolasi social adalah Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup
membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010, hlm. 29
1. Faktor predisposisi
Kegagalan perkembangan yang dapat mngakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang
menyebabkan Isolasi Sosial, diantaranya:
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah sosial.
Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1
dibawah ini:
Tahap Perkembangan
Tugas
Masa Bayi
Masa Bermain
Masa Prasekolah
Masa Sekolah
Masa Praremaja
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan
mempunyai anak
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-
norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif
seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2. Faktor presipitasi
Dari factor sosio kulturalkarena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah
dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti
dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespon menghindar dengan menarik diri
dengan lingkungan.
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada
umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang
memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:
1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga
dan berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan.
D. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif adalah sebagai berikut :
2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan
peliharaan.
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada
masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam
mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi
menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk
keluarga dan temannya
E. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu
sebagai berikut:
v Splitting
v Formasi reaksi
v Proyeksi
v Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang
lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
v Identifikasi proyeksi
Berdasarkan bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi
respon adaptif dan respon maladaptif :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009, hlm. 32) yang termasuk
respon adaptif adalah sebagai berikut:
a. Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah terjadi dilingkungan sosialnya.
c. Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk
kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut:
a. Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang
lain.
b. Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat
menerima hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga
v Latih dan libatkan klien dalam kegiatan sehari-hari (cuci pakaian, setrika,
menyapu, dll)
v Beri kesempatan untuk menonton TV, mendengarkan music, membaca buku, dll
v Menyendiri bisa menimbulkan gangguan jiwa lain yaitu halusinasi ( merasa mendengar
bisikan, merasa melihat bayangan, merasa ada yang meraba, merasa mencium bau, yang
semua itu sebenarnya tidak ada.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi berdasarkan dua metode,
yaitu sebagai berikut
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
1. Terapi Psikofarmaka
2. Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam
sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah terutama
yang terkait dengan psikiatri.
b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi
psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali
pulih dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)
2. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
(Hawari, 2006, hlm. 108-109)
3. Terapi Psikoreligius