Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH PADA LANSIA

1. Latar Belakang

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Contantinides, 1994 yang dikutip oleh Wahjudi Nugroho,
2000).
Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah. Dimulai
sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap
individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Ada kalanya orang belum tergolong
lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok (deskripansi).
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun demikian
memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum
lansia.
Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin
menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan
karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.
Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan di
kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap muncul
pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility
(imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual
impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing
(gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi),
insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).
Sumber lain menyebutkan, penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal
jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi
ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia
seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.
Selain masalah kesehatan lansia juga cenderung mengalami perubahan psikososial
seperti Pensiun,Identitas sering dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, Sadar akan
kematian, Kehilangan hubungan dengan teman-teman & famili, Penyakit kronis &
ketidakmampuan, Perubahan terhadap gambaran diri, konsep diri, Kesepian (loneliness).

Dari hal tersebut timbul masalah.


Masalah psikososial yang biasa dialami oleh lansia adalah
 Aspek Sosial Lansia : Sikap, nilai, keyakinan terhadap lansia, label/stigma, perubahan
sosial.
 Ketergantungan : Penurunan fungsi, penyakit fisik.
 Gangguan konsep diri.
 Gangguan alam perasaan : Depresi

Ada beberapa faktor resiko masalah yang dialami oleh lansia seperti sumber finansial
yang kurang,tipe kepribadian : manajemen stress, kejadian yang tidak terduga, Jumlah
kejadian pada waktu yang berdekatan, dukungan sosial kurang
Menurut Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam penelitiannya
banyak lansia yang hidup di panti wreda 85 % mengalami masalah psikososial seperti
gangguan konsep diri dan gangguan alam perasaan seperti depresi.
Untuk mengidentifikasi masalah mental yang muncul pada lansia perlu dilakukan
pengkajian. Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal yang menentukan langkah
berikutnya untuk menentukan diagnosa keperawatan dan perencanaan.
Pengkajian keperawatan pada klien psikogeriatri merupakan proses yang komplek.
Pengaruh aspek biologik, psikologik, dan sosiokultural akibat proses penuaan
menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi masalah yang muncul.Pengkajian status
mental merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data tentang fungsi
psikososial. Pengkajian ini meliputi : Penampilan umum klien,kesadaran, Fungsi afektif,
Karakteristik bicara, orientasi, perhatian dan konsentrasi, penilaian, memori, persepsi ,
serta isi dan proses pikir.Pengkajian ini bertujuan untuk menentukan pikiran – pikiran
dan proses mental yang mempengaruhi pada pencapaian tingkat optimal dari fungsi
lansia.Pengkajian ini terintegrasi dalam wawancara dan pemeriksaan fisik.
Dari hasil pengamatan dan pengkajian selama dua hari pada klien Y di panti wreda
Kasih, ditemukan beberapa masalah yang terjadi pada klien Y, seperti klien merasa tidak
berguna, mengagap dirinya tidak di anggap oleh adiknya, klien suka minder sama
lingkungan dan adiknya.

Menurut informasi yang didapat klien merasa minder karena belum pernah nikah sampai
sekarang dan merasa malu karena klien berada di Panti wreda.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masah
gangguan psikososial harga diri rendah di panti Wreda Kasih Cirebon.

Landasan Teori
a. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
kehilangan atau hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal.
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau
harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998).
b. Etiologi
 Situasional yaitu, yang terjadi trauma secara tiba – tiba misalnya pasca operasi,
kecelakaan cerai, putus sekolah, Phk, sering gagal, perasaan malu karena terjadi (korban
perkosaan, dipenjara, dituduh KKN).
 Kronik, yaitu Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum
sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Menurut Ericson, masa balita adalah kemandirian yang ragu dan malu anak belajar
mengendalikan diri dan kepercayaan diri, sebabnya bila banyak dikendalikan dari luar
maka akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain.

c. Factor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ;
orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah.
d.Faktor Presipitasi :
 Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
 Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan.
 Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran.
 Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks.
 Perkembangan transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri.
 Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu.
 Transisi peran sehat sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan
dan perawatan.

e. Tanda Dan Gejala


 Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit.
Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan
akibat penyakit kronis seperti kanker.
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS
menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang
bodoh dan tidak tahu apa – apa.
 Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain,
lebih suka menyendiri.
 Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih
alternatif tindakan.
 Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien
ingin mengakhiri kehidupan.
Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda
sebagai berikut :
 Produktivitas menurun.
 Mengukur diri sendiri dan orang lain.
 Destructif pada orang lain.
 Gangguan dalam berhubungan.
 Perasaan tidak mampu.
 Rasa bersalah.
 Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
 Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
 Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
 Pandangan hidup yang pesimis.
 Keluhan fisik.
 Pandangan hidup yang bertentangan.
 Penolakan terhadap kemampuan personal.
 Destruktif terhadap diri sendiri.
 Menolak diri secara sosial.
 Penyalahgunaan obat.
 Menarik diri dan realitas.
 Khawatir.

3. Pengkajian
A. Pengkajian statsu mental
a. Penampilan umum
b. Kesadaran
c. Fungsi afektif
d. Karakteristik bicara
e. Orientasi
f. Perhatian dan konsentrasi
g. Penilaian
h.Memory
i. Persepsi
j. Isi dan proses pikir.
B. Pengakijan persepsi diri
 Ideal diri
 Harga dri
 Identitas diri
 Peran diri
 Gambaran diri

4. analisa data
No Data Masalah
1 DS :
 Adanya ungkapan yang menegatifkan diri.
 Mengeluh tidak mampu dilakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
 Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri.
DO :
 Kontak mata kurang, sering menunduk.
 Mudah marah dan tersinggung.
 Menarik diri.
 Menghindar dari orang lain.
Gangguan konsep diri : HDR
2 DS :
 Adanya ungkapan takut dan khawatir
DO :
 cemas. ansietas
3 DS :
 Mengungkapkan ketidak mampuan mengontrol dan mempengaruhi pikiran.
 Enggan mengekspresikan perasaan yang sebelumnya.
 Mengungkapkan keputusan.
 Mengatakan kata – kata pesimis.
 Menyatakan secara tidak ada cara untuk memproleh hubungan dengan orang lain.
DO :
 Respon terhadap stimulasi terlambat / melambat.
 Kurang berenergi.
 Pasif tampak apatis.
 Lebih banyak tidur menarik diri.
 Marah. Keputusasaan

5. Diagnosa keperawatan
 Harga diri rendah b/d merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa
kehidupan.
 Koping individu tidak efektif b/d ketidak seimbangan sistem saraf : kehilangan
memori : keseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan
masalah/keputusasaan.
 Ansietas b/d krisi situasional/maturasional.

Prinsip Tindakan
 Meningkatkan harga diri
 Memaksimalkan kemandirian : self care, ADL
 Meningkatkan kontrol diri : peran serta, pengambilan keputusan
 Menyediakan dukungan sosial
No
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1
2

3 Harga diri rendah b/d merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa


kehidupan.

Koping individu tidak efektif b/d ketidak seimbangan sistem saraf : kehilangan memori :
keseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah/keputusasaan.

Ansietas b/d krisi situasional/maturasional.


Umum :
Meningkatkan harga diri
Khusus :
- Menguatkan integritas ego

-Meningkatkan peran-peran yang tersedia bagi lansia termasuk identitas personal, harga
diri & penampilan peran

Meningkatkan ingatan masa lalu & kemampuan berempati terhadap annggota lain
Tujuan khusus :
Klien mampu memecahkan masalah dengan tepat tanpa bantuan
Klien tidak putusasa

Klien tidak khawatir dan cemas. 1. dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang
dikatakan

2. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut
mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.

3. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.


4. Kaji hobi klien dan aktivitas yang disenangi sekarang

5. Tunjukan hasil kerja usia lanjut dan perkenalkan pada semua peserta untuk dapat
meningkatkan kreasi baru

1.Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi


keinginan untuk mengekspresikan perasaan.

2. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien

1. Pahami rasa takut/ansietas

2.Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.

3. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah
terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.

membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi


ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.

memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat


pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.

memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang
membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
hobi dapat meningkatkan aktivitas.

Dengan menunjukan hasil kreasi dapat memacu rasa percaya diri.

Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau,
mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa
kontrol individu.

Membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan


dimulainya usaha pemecahan masalah.

perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat
mendiskusikan dan menghadapinya.

respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi
yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.

menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan


koping dan memperbaiki ekuilibrium.

7. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang
yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan
memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat
yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit
5. dan pemahaman regimen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 , Alih Bahasa
Yasmin Asih EGC jakarta

Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I Made
Kariasa, EGC Jakarta

Lueckenotte. 1997. Pengkajian Gerontologi edisi 2.EGC: Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta


Diposting oleh ali_jeco di 23.21
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai