Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

A. KONSEP MEDIS

1. Defenisi

Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai

perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau

lendir . Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja

yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan

volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus

lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah, (Hidayat AAA,

2006).

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi memberan mukosa

lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang

berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, (Betz, Cecily lynn, 2009).

Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi

lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan

pathogen, yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari

biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),

Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada

neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
2. Etiologi

a. Faktor infeksi

Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:

1) Infeksi bakteri

Vibrio, Escherichia Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,

aeromonas dan sebagainya.

2) Infeksi virus

entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus,

rotavirus, astovirus dan lain-lain.

3) Infeksi parasit

Cacing, protozoa, dan jamur.

b. Faktor malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida pada bayi dan anak,

malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.

1) . Faktor makanan

Makanan basi beracun dan alergi makanan.

2). Faktor kebersihan

Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak

mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau

sebelum mengkonsumsi makanan.

3). Faktor psikologi

Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat

merangsang peningkatan peristaltik usus.


3. Patofisiologi

Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak

yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang

dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit

dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan

keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke

lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan

maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang

adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,

Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,

Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,

Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan

infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana

merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.

Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang

lainnya.

Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan

dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya

diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus

berlebihan sehingga timbul diare).


Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding

usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.

Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan

hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan

elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis

Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),

hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.

4. Manifestasi Klinis

a) Diare (BAB,lembek, Encer)

1. Faktor osmotic disebabkan oleh penyilangan air ke rongga ususdalam

perbandingan isootonik, Ketidakmampuan larutan mengabsorbsi

memyebabkan tekanan osmotic menghasilkan pergeseran cairan dan

iodium ke rongga usus.

2. Penurunan absorbsi atau peningakatan sekresi sekunder air dan

elektolit. Peningkatan ini di sebabkan sekresi sekunder untuk

imflamasi atau sekresi aktif sekunder untuk merangsang mukosa usus.

3. Perubahan mobility

4. Heperperistltik atau hipoperistaltik mempengaruhi absorbsi zat dalam

usus.

b) Mual, Muntah dan panas

Terjadi karena peningkatan asam lambung dan karena adanya peradangan

maka tubuh juga akan berespon terhadap peradangan tersebut sehingga

suhu tubuh meningkat.


c) Nyeri abdomen

Karena adanya kuman-kuman dalam usus, menyebabkan peningkatan

peristaltik usus dan efek yang timbul adanya nyeri pada perut, tegangan

atau kram abdomen.

d) Peristaltik meningkat ( >35x/menit)

Akibat masuknya pathogen menyebabkan peradangan pada usus dan usus

berusaha mengeluarkan ioxin dan meningkatkan kontraksinya sehingga

peristaltic meningakat.

e) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan terjadi sering BAB encer, yang mana feses malah

mengandung unsur- unsur penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

sehingga kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi.

f) Nafsu makan menurun

Terjadi karena peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri

sehingga tumbuh mual dan rasa tidak enak.

g) Turgor kulit menurun dan membran mukosa kering

Karena banyak cairan yang hilang dan pemasukan yang tidak adekuat.

h) Mata cekung

Karena adanya ketidakseimbangan cairan tubuh dan peningkatan tekanan

osmotic mengakibatkan beberapa jaringan kekurangan cairan dan

oksigen.
5. Komplikasi

a) Dehidrasi

b) Renjatan hipovolemik

c) Kejang

d) Bakterimia

e) Malnutrisi

f) Hipoglikemia

g) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

6. Klasifikasi

Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut ditinjau dari ada atau tidaknya

infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:

1) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri

basiler, dan Enterotolitis nektrotikans.

2) Diare non spesifik : diare dietetis.

a. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :

1) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang

ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.

2) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus,

misalnya: diare karena bronkhitis.

b. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat

mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3

sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir


melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang

berakhir dalam 14 hari.

2) Diare kronik, ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.

( Brunner & Suddart. 2002)

7. Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium.

b) Pemeriksaan tinja.

c) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah

atau astrup,bila memungkinkan.

d) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad

renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita

diare kronik.

e) Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya

biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

8. Penatalaksanaan

a. Terapi Cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita

diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan :

a) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah

PWL (Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan

yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal

Water Losses).
2) Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus

berlangsung CWL (Concomitant water losses)

Ada 2 jenis cairan yaitu:

a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh

WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L,

Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung

meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80

mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa

cairan rehidrasi oral:

b) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan

glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.

c) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-

komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan

yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.

b. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan

rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini,

setiap jam perlu dilakukan evaluasi: Jumlah cairan yang keluar bersama

tinja dan muntah, Perubahan tanda-tanda dehidrasi

c. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut

infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa

pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien

dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,

leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,


persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada

pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk

diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500

mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal),

Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari,

7-14 hari oral atauIV).

d. Obat Anti Diare

Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).

Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 –

4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut

meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga

dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.

Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat

mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan

gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

9. Pencegahan

Pencegahan diare menurut Pedoman tatalaksana Diare Depkes RI (2006)

adalah sebagai berikut :

a) Pemberian ASI

Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar

terhadap diare dari pada pemberian ASI disertai dengan susu boto.

b) Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut


merupakan masa yang berbahaya bagi bayi karena dapat menyebabkan

meningkatan resiko terjadinya diare. Ataupun kematian (Depkes RI,

2006).

c) Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksi penyebab diare ditularkan dengan

memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan

tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,masakan yang disiapkan dalam

panic yang dicuci dengan air yang tercemar, (Depkes RI, (2006).

d) Mencuci tangan

Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah baung air

besar,sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi anak, dan sebelum makan mempunyai dampak dalam

kejadian diare.

e) Menggunakan jamban

Pengalaman dibeberapa Negara membukitkan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

resiko terhadap penyakit diare, Depkes RI (2006).


B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan

penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,

observasi, psikal assessment, Pengkajian data adalah :

a. Identitas klien

b. Riwayat keperawatan

1) Awalan serangan: Awalnya anak, orang dewasa, maupun lansia

cengeng ,gelisah, suhu tubuh meningkat ,anoreksia kemudian timbul

diare.

2) Keluhan utama: Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak

air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada

bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit

berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih

dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3) Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi

4) Riwayat psikososial keluarga.

Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi

keluarga,kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui

prosedur dan pengobatan anak,setelah menyadari penyakit anaknya,

mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.


5) Kebutuhan dasar.

a) Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4

kali sehari,BAK sedikit atau jarang.

b) Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia,

menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi

abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

d) Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

e) Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan

adanya nyeri akibat distensi abdomen.

c. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran

composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan

lemah,pernapasan agak cepat.

2) Pemeriksaan sistematik :

Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan

bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.

Perkusi : adanya distensi abdomen.

Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.

Auskultasi : terdengarnya bising usus.

d. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk

mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus

b) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

tidak adekuat

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan penurunan kemampuan berfungsi

f) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

g) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi / BAB sering

3. INTERVENSI

a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

diharapkan nyeri berkurang/hilang dengan criteria hasil :

1) Klien tidak mengeluh nyeri pada perutnya

2) Klien tidak meringis

3) Skala nyeri 0 (0-10)

Intervensi :

1) Kaji frekuensi, lokasi, dan skala nyeri

Rasional : Menentukan lokasi nyeri klien

2) Kaji keadaan umun dan tanda tanda vital

Rasional : Keadaan umum menunjukkan keadaan klien secara utuh dengan

mengetahui TTV klien.


3) Berikan posisi senyaman mungkin

Rasional : Posisi nyaman dapat mengurangi ketegangan pada otot

4) Ajarkan teknik relaksasi :Napas dalam

Rasional : dapat mengurangi rasa nyeri dan mengalihkan perhatiannya

terhadap nyeri yang dirasakannya.

5) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik

Rasional : untuk mengurangi nyeri

b) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2x 24 jam diharapkan gangguan

keseimbangan cairan teratasi dengan kriteria hasil :

1) Intake output seimbang

2) Mukosa bibir tidak kering

Intervensi :

1) Pantau tanda kekurangan cairan

Rasional :menentukan intervnsi selanjutnya

2) Observasi input output cairan

Rasional : mengetahui keseimbangan cairan

3) Anjurkan klien untuk banyak minum

Rasional : Mengurangi kehilangan cairan

4) Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi

Rasional : Mengganti cairan yang keluar dan mengatasi diare

5) Kolaborasi dengan TIM Medis (dokter) pemberian obat antipiretik  

Rasional : untuk mempercepat penyembuhan


4. IMPLEMENTASI

a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus

1) Mengkaji frekuensi, lokasi, dan skala nyeri

Hasil : Klien mengatakan nyeri pada perutnya skala nyeri sedang 5 (0-10)

2) Mengkaji keadaan umun dan tanda tanda vital

Hasil : untuk mengetahui keadaan umum klie

3) Memberikan posisi senyaman mungkin

Hasil : Posisi supinasi telah diberikan

4) Mengajarkan teknik relaksasi :Napas dalam

Hasil : Klien mengerti dan mengikuti anjuran perawat

5) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik

Hasil : Keterolax telah diberikan

b) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

1) Memantau tanda kekurangan cairan

Hasil : Klien mengatakan BAB > 5x seharidan masih encer

2) Observasi input output cairan

Hasil : Terpasang Cairan RL 28 tpm

3) Menganjurkan klien untuk banyak minum

Hasil : klien minum1- 8 liter / hari

4) Memberikan terapi cairan sesuai dengan indikasi

Hasil : Cairan RL telah diberikan

5) Kolaborasi dengan TIM Medis (dokter) pemberian obat analgetik  

Hasil : Keterolax, Ranitidin, New diatabs telah diberikan


5. Evaluasi

a) Klien mengatakan nyeri pada perutnya skala nyeri sedang 6 (0-10)

b) Klien mengatakan BAB > 5x seharidan masih encer


DAFTAR PUSTAKA

Bety, Cecily lynn. 2009. Keperawatan pediatri. Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisis:8, vol.3.

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Depkes RI, 2006. Tatalaksana Pencegahan Diare .

Hidayat A. Alimul Asis, 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

NANDA NIC-NOC. 2015. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan

Profesional.Edisi 1 Penerbit : Medication

Anda mungkin juga menyukai