Anda di halaman 1dari 18

PENGERTIAN KONSEP DIRI ???.....................................?????

1
II. DIMENSI KONSEP DIRI???............................................?????.
5
III. ASPEK - ASPEK KONSEP
DIRI............................................................. 17
IV. SUB-VARIABEL LAIN DALAM KONSEP DIRI?.......?????... 19
V. KONSEP DIRI POSITIF DAN NEGATIF??????.....????... 21
VI. KONSEP DIRI DAN KEPRIBADIAN????..............................?... 28
DAFTAR PUSTAKA?????????????????????... 34

Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009


USU Repository ? 2008
KONSEP DIRI
Oleh :
Raras Sutatminingsih, M.Si.,psikolog

I. PENGERTIAN KONSEP DIRI


Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep pusat
(central construct) untuk dapat memahami manusia dan tingkah lakunya serta
merupakan suatu hal yang dipelajari manusia melalui interaksinya dengan
dirinya
sendiri, orang lain, dan lingkungan nyata di sekitarnya.
William H. Fitts (1971) meninjau konsep diri secara fenomenologis.
Fitts mengatakan bahwa konsep diri nerupakan aspek penting dalam diri
seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of
reference) dalam ia berinteraksi dengan lingkungannya. Definisi yang diberikan
Fitts mengenai konsep diri adalah : "... the self as seen, perceived, and
experienced by him. This is the perceived self or the individuals self concept
(Fitts, 1971 : 3).
Fitts juga mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap tingkah laku seseorang. Oleh karena itu, dengan mengetahui
konsep diri seseorang maka akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan
memahami tingkah lakunya. Fitts menjelaskan bahwa jika individu
mempersepsikan dirinya, berreaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan
penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya, maka hal ini menunjukkan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya
sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana ia lakukan terhadap obyek-obyek lain
yang ada di dalam kehidupannya. Jadi, diri yang dilihat, dihayati, dan dialami
seseorang itu disebut konsep diri.
George Herbert Mead (1972 : 186-199) mengemukakan bahwa konsep
diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan
organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman
psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan
fisiknya
dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant
others) disekitarnya.
Mead juga mengemukakan bahwa setiap individu memiliki pemahaman
tertentu tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, dan individu tersebut
akan
bertingkah laku sesuai dengan penilaian umum. Pernyataan ini senada dengan
John Kinch (1963 dalam Fitts, 1971 : 12-13) yang mengemukakan bahwa konsep
diri terbentuk melalui interaksi sosial dan konsep diri ini mempengaruhi
tingkah
laku seseorang. Menurutnya, konsep diri seseorang didasarkan pada persepsi
dari
reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya.
Dari beberapa pengertian konsep diri yang telah dikemukakan, dapat
dinyatakan secara gamblang bahwa konsep diri merupakan pandangan dan sikap
individu terhadap dirinya sendiri. Pengertian ini senada dengan Burns (1993)
yang
mengemukakan bahwa konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan
tentang diri kita sendiri.

Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009


USU Repository ? 2008
Cawagas (1983 dalam Pudjijogyanti, 1988 : 2) juga mengemukakan hal
yang sama bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan
dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya,
kepandaiannya, kegagalannya, dan lain sebagainya.
Dua orang peneliti dan penulis utama yang mengkaji dan memberikan
sumbangan besar dalam pengembangan studi konsep diri, Rogers (1951) dan
Staines (1954) dalam Burns (1993 : 72) menyatakan defenisi konsep diri yang
sejalan. Rogers menyatakan bahwa konsep diri disusun dari unsur-unsur seperti
persepsi-persepsi dari karateristik-karateristik dan kemampuan-kemampuan
seseorang; hal-hal yang dipersepsikan dan konsep-konsep tentang diri yang ada
hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan lingkungannya;
kualitas-kualitas nilai yang dipersepsikan yang dihubungkan dengan
pengalaman-pengalaman dan obyek-obyek; dan tujuan-tujuan serta ide-ide yang
dipersepsikan sebagai mempunyai valensi positif atau negatif. Jadi menurut
Rogers, konsep diri dengan kata lain adalah gambaran yang terorganisasikan
yang
berada di dalam kesadaran baik sebagai tokoh atau dasar, dari diri dan diri
yang
berkaitan (self in relationship), bersama-sama dengan nilai-nilai positif dan
negatif yang dihubungkan dengan kualitas-kualitas dan hubungan-hubungan
sebagaimana mereka dipersepsikan sebagai hidup atau ada dimasa lalu, sekarang,
atau dimasa yang akan datang.
Staines dalam defenisinya juga menempatkan konsep diri ke dalam
bidang studi tentang sikap yang dibangun dari pengalaman-pengalaman seorang
individu. Konsep diri menurutnya adalah suatu sistem yang sadar dari hal-hal
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
yang dipersepsikan, konsep-konsep, dan evaluasi-evaluasi mengenai diri
individu
sebagaimana dia tampak bagi dirinya sendiri. Termasuk di dalamnya suatu
kognisi
respons yang evaluatif yang dibuat oleh individu itu terhadap aspek-aspek
yang
dipersepsikan dan dipahami tentang dirinya sendiri; suatu pemahaman tentang
gambaran yang diduga oleh orang-orang lain mengenai dia; dan suatu kesadaran
dari suatu diri yang dievaluasikan, yang merupakan gagasannya tentang pribadi
sebagaimana dia inginkan dan dimana dia harus bertingkah laku.
Pengharapan yang dinginkan dari setiap individu mengenai dirinya
masing-masing juga menentukan, sampai batas tertentu, bagaimana individu akan
bertingkah laku dalam kehidupannya. Bila individu berpikir bahwa ia mampu
dalam banyak hal, maka cenderung individu tersebut akan meraih sukses.
Sebaliknya, bila individu berpikir bahwa ia gagal dalam banyak hal, maka
sebenarnya individu tersebut menyiapkan dirinya untuk gagal. Dengan kata lain,
konsep diri merupakan ramalan yang dipersiapkan untuk diri sendiri.
Konsep diri menurut Calhoun (1990 : 90) adalah gambaran tentang diri
individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang dirinya,
pengharapannya, dan penilaian terhadap dirinya. Pengetahuan tentang diri
setiap
individu adalah merupakan informasi yang dimiliki individu tersebut tentang
dirinya, misalnya usianya, jenis kelaminnya, penampilannya, dan sebagainya.
Pengharapan bagi setiap diri individu adalah merupakan gagasan individu
tersebut
tentang kemungkinan menjadi apa ia kelak. Sedangkan penilaian individu tentang
dirinya sendiri adalah merupakan pengukuran yang dilakukan individu sendiri
tentang keadaan dirinya, yang dibandingkannya dengan apa yang menurut ia dapat
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
dan seharusnya terjadi pada dirinya. Penilaian diri ini menentukan tingkat
harga
dirinya, yang pada akhirnya akan menentukan perilakunya. Semakin baik setiap
individu menghargai dirinya, semakin positif pula konsep diri yang
dimilikinya.
Begitu juga sebaliknya, semakin tidak baik setiap individu menghargai dirinya
maka semakin negatif pula konsep diri yang dimilikinya. Akhir dari konsep diri
ini semua, apakah itu positif atau negatif, adalah berbentuk perilaku yang
positif
atau negatif.

II. DIMENSI KONSEP DIRI


Konsep diri adalah pandangan dari diri setiap individu tentang dirinya
sendiri. Potret diri mental ini, menurut Calhoun (1990 : 67) memiliki 3
dimensi,
yaitu (1) pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, (2) pengharapan
individu
terhadap dirinya sendiri, dan (3) penilaian individu tentang dirinya sendiri.
Dimensi pertama dari konsep diri, yaitu pengetahuan individu tentang
dirinya tersebut menempatkan setiap individu ke dalam kelompok atapun
katagori-katagori sosial tertentu. Dalam benak setiap individu, terdapat satu
daftar
julukan yang menggambarkan dirinya. Misalnya berapa usianya,
kebangsaannya, sukunya, pekerjaannya, keadaan fisiknya, dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep diri setiap individu dapat diazas dasarkan dari
keseluruhan pengetahuan daftar julukan dirinya yang menempatkannya ke dalam
kelompok ataupun katagori-katagori sosial tertentu. Misalnya menjadi kelompok
usia, kelompok bangsa, kelompok suku, kelompok pekerjaan, kelompok keadaan
fisik, dan sebagainya. Dalam pengertian luas, setiap individu juga
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok sosial lainnya, yang akhirnya akan
menambah luas pengetahuan tentang daftar julukan dari dirinya.
Julukan-julukan yang terdapat dalam setiap daftar pengetahuan julukan
diri setiap individu dapat diganti oleh individu itu setiap saat. Tetapi,
sepanjang
individu masih mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok ataupun
katagori sosial tertentu, maka kelompok tersebut akan memberikan individu
tersebut sejumlah pengetahuan atau informasi lain, yang pada akhirnya akan
dimasukkan individu tersebut ke dalam potret diri mentalnya. Akhirnya, dalam
membandingkan dirinya dengan anggota kelompoknya ataupun katagori
sosialnya, setiap individu menjuluki dirinya sendiri dengan istilah-istilah
kualitas.
Misalnya individu mengkatagorikan dirinya, dengan membandingkan dirinya
dengan orang lain dalam kelompok ataupun katagori sosialnya, sebagai orang
yang sudah dewasa, berbangsa Indonesia, bersuku Batak, pekerjaan sebagai
pegawai negeri, mempunyai fisik yang sehat, dan sebagainya.
Seperti sebagian besar julukan diri setiap individu, apakah khusus
dirinya atau kelompok/katagori sosialnya, kualitas yang diberikan individu
terhadap dirinya sendiri adalah tidak permanen (Markus dan Kunda, 1986 dalam
Calhoun, 1990 : 67). Setiap individu dapat saja mengubah tingkah lakunya atau
individu juga dapat mengubah kelompok pembanding dari dirinya. Misalnya
sebagai contoh, bila seorang individu memberi julukan kepada dirinya sebagai
seorang yang lemah dan gagal dalam kehidupannya akibat cacat tubuh (misalnya,
dua jari tangan kanannya putus) yang dideritanya, dengan kelompok pembanding
masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggalnya (dalam hal ini semuanya
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
normal). Namun, jika individu tersebut memasuki suatu kelompok ataupun
katagori sosial lainnya (misalnya ikut sebagai anggota kelompok penyandang
cacat tubuh), maka ia memandang julukan yang diberikannya terhadap kualitas
dirinya berubah. Dalam hal ini menjadi baik atau positif. Hal ini dikarenakan,
individu tersebut mendapatkan bahwa kecacatan tubuhnya sebagai
identitas
kegagalannya ternyata masih jauh lebih baik dari cacat-cacat tubuh yang
dimiliki
oleh orang lain dalam kelompoknya.
Pada saat individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa
dirinya, individu tersebut juga mempunyai satu set pandangan lain, yaitu
tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa mendatang dari hidup yang dijalaninya
(Rogers, 1959 dalam Calhoun 1990 : 71). Set pandangan yang lain ini merupakan
dimensi kedua dari aspek konsep diri yang disebut dengan harapan atau cita-
cita
diri. Setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan
ini merupakan diri ideal, yaitu cita-cita diri atau suatu angan-angan individu
tentang apa yang diinginkannya dari dirinya. Diri ideal yang terdapat pada
setiap
individu adalah berbeda.
Pengharapan bagi setiap individu adalah tujuan yang membangkitkan
kekuatan serta mendorong setiap individu menuju masa depan dan memandu
kegiatan individu dalam perjalanan hidupnya. Satu hal yang pasti, setelah
individu
mencapai tujuannya, maka akan muncul cita-cita atau pengharapan lain/baru.
Dalam pengertian ini terlihat bahwa dimensi kognitif dari diri tentang "saya
adalah ..." tidak pernah berdiri sendiri dalan konsep diri. Secara ajeg hal
itu diukur
dengan dimensi harapan, yaitu "saya dapat menjadi...".
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Dimensi ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu terhadap
dirinya sendiri. Dalam artian, setiap individu adalah berkedudukan sebagai
penilai
tentang dirinya sendiri setiap hari. Menurut Epstein (1973 dalam Calhoun, 1990
:
71), penilaian yang dilakukan setiap individu terhadap dirinya sendiri setiap
hari
akan diukur dengan mengajukan pertanyaan apakah diri bertentangan dengan (1)
"saya dapat menjadi" apa, yaitu pengharapan bagi diri individu itu sendiri
(dimensi pengharapan) dan (2) "saya seharusnya menjadi apa", yaitu standart
individu bagi dirinya sendiri. Hasil pengukuran dari dua pertanyaan ini
disebut
dengan rasa
Perasaan harga diri menurut Brisset (1972 dalam Burns, 1993 : 71)
mencakup 2 proses psikologis yang mendasar, yaitu (1) proses evaluasi diri dan
(2) proses harga diri. Masing-masing saling melengkapi satu sama lainnya dan
Brisset berpendapat bahwa harga diri adalah lebih fundamental bagi manusia
daripada evaluasi diri, meskipun kedua unsur dari perasaan harga diri ini
perlu
melibatkan penempatan sebagai apa seorang individu atau apa yang sedang
dilakukan oleh seorang individu ke dalam konteks ataupun memberikan dirinya
sendiri dan aktifitas-aktifitasnya dengan suatu acuan.
Perasaan harga diri di dalam hubungannya dengan evaluasi diri
mengacu kepada pembuatan suatu penilaian kesadaran berkenaan dengan arti dan
nilai pentingnya seorang individu atau segi-segi dari seorang individu.
Terdapat 3
(tiga) titik acuan utama yang muncul berhubungan dengan dimensi penilaian
diri.
Pertama, perbandingan dari citra diri sebagai dikenal (dimensi pengetahuan)
dengan citra diri yang ideal (dimensi harapan) atau gambaran jenis pribadi
yang
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
diinginkan oleh seorang individu. Jenis perbandingan ini menurut James (1890
dalam Burns, 1993 : 70) adalah tentang perasaan harga diri sebagai rasio
antara
hasil-hasil yang sebenarnya dan aspirasi-aspirasi, yang merupakan suatu
pernyataan dari titik acuan yang utama di dalam evaluasi diri dan aktualisasi
dari
cita-cita.
Titik acuan kedua dari evaluasi diri melibatkan internalisasi dari
penilaian masyarakat. Hal ini mengandaikan bahwa evaluasi diri ditentukan oleh
keyakinan-keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi
dirinya. Konseptualisasi dari perasaan harga diri ini, dikembangkan mula-mula
oleh Cooley (1912, melalui apa yang disebutnya "the looking glass self") dan
Mead (1972 : 186), melalui pernyataannya "mind as the individual importation
of
the social process").
Titik acuan terakhir dari dimensi evaluasi diri adalah melibatkan
individu yang bersangkutan mengevaluasi dirinya sendiri sebagai seorang
individu yang relatif sukses ataupun relatif gagal di dalam melakukan apa yang
diminta oleh identitasnya. Dalam hal ini, masyarakat memberikan
kesempatan-kesempatan bagi pengembangan perasaan harga diri. Tetapi untuk
meyakinkan hal ini, diisyaratkan pada satu tingkat terhadap individu bahwa hal
itu
hanya dapat dicapai dengan jalan menyesuaikan diri kepada apa-apa yang
diberikan oleh masyarakat.
Harga diri (self worth) adalah perasaan bahwa diri itu penting dan
efektif dan melibatkan pribadi yang sadar akan dirinya sendiri. Sedangkan
gagasan-gagasan dari evaluasi diri, menyiratkan bahwa perasaan harga diri
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
seorang individu berasal dari pemilikan sifat-sifat yang sesuai dengan
standart-standart tertentu dan penghargaan untuk memenuhi aspirasi-aspirasinya
sendiri dari orang-orang lain, yang merupakan perasaan harga diri baginya.
Pada
pihak lain, harga diri adalah lebih fundamental dimana melibatkan suatu
pandangan dari diri seorang individu sebagai penguasa dari tindakan-
tindakannya,
suatu perasaan kompeten yang intrinsik yang pada akhirnya tergantung pada
dukungan dari luar atau masyarakat. Jadi, harga diri menjadi sebuah konsep
yang
agak samar-samar, berada lebih di dalam kekuasaan diri sebagai pengenal atau
yang mengalami. Karenanya, perasaan harga diri dalam operasionalnya untuk
tujuan-tujuan pengukuran dipandang paling baik sebagaimana evaluasi diri,
yaitu
dengan menyatakan secara tidak langsung atau berorientasi fenomenologi. Dalam
hal ini, apakah evaluasi tersebut subyektif dengan melibatkan penilaian
seorang
individu terhadap prestasinya ataupun interpretasi seorang individu terhadap
penilaian dirinya sendiri yang dibuat oleh orang-orang lain, kedua-duanya
berhubungan dengan cita-cita/harapan yang mengarah kepada diri sendiri dan
standart-standar yang secara budaya dipelajari. Dalam dimensi penilaian,
tidaklah
menjadi soal apakah suatu standart diri itu masuk akal atau pengharapan itu
realistis. Sebagai contoh, jika standart diri seorang mahasiswa untuk prestasi
akademiknya adalah mendapatkan nilai A semuanya, maka nilai rata-rata B+
(yang untuk mahasiswa lain mungkin standart dan menjadi sumber dari rasa harga
diri yang tinggi), akan menyebabkan rasa harga diri yang rendah bagi dirinya.
Akibat yang paling sering muncul dalam realita kehidupan adalah bahwa
terdapatnya ketidakajegan dimensi penilaian dalam kehidupan manusia, akan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
menimbulkan permasalahan-permasalahan psikis dalam kehidupannya. Di sini,
terlihat bahwa ketiga dimensi dari konsep diri yang ada pada setiap individu
merupakan komponen dasar yang sangat kuat dalam menentukan setiap perilaku
individu.
Perspektif yang senada mengenai dimensi dari konsep diri
dikemukakan Fitts (1971 : 12-21), dimana Fitts seperti juga Rogers menganggap
bahwa diri adalah sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses,
yang
melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian. Keseluruhan kesadaran
mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri.
Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi konsep diri ke dalam 2 (dua)
dimensi
pokok, yaitu :
1. Dimensi Internal, yang terdiri dari :
a. Diri sebagai obyek/identitas (identity self)
b. Diri sebagai pelaku (behavior self)
c. Diri sebagai pengamat dan penilai (judging self)
2. Dimensi Eksternal, yang terdiri dari :
a. Diri fisik (physical self)
b. Diri moral-etik (moral-ethical self)
c. Diri personal (personal self)
d. Diri keluarga (family self)
e. Diri sosial (social self)
Kesemua dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts
adalah berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
lebih memahami maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan
satu persatu.
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal
(internal frame of reference) adalah bila seorang individu melakukan penilaian
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri atau dunia dalam
dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku dirinya, dan penerimaan
dirinya.
Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini
oleh Fitts dibedakan atas 3 (tiga) bentuk, yaitu :
1. Diri identitas (identity self).
Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar.
Konsep ini mengacu pada pertanyaan "siapakah saya ?", dimana di dalamnya
tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu
yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
Misalnya, "saya Iskandar" dan kemudian sejalan dengan bertambahnya usia dan
interaksi individu dengan lingkungannya, akan semakin banyak pengetahuan
individu akan dirinya sendiri, sehingga individu tersebut akan dapat
melengkapi
keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti : "saya
Iskandar",
"saya seorang ayah dari dua orang anak", saya bekerja sebagai seorang pegawai
negeri", dan sebagainya. Selanjutnya setiap elemen dari identitas diri akan
mempengaruhi cara individu mempersepsikan dunia fenomenalnya,
mengobservasinya, dan menilai dirinya sendiri sebagaimana ia berfungsi.
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Pada kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai
pelaku. Identitas diri sangat mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan
sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak
kecil,
individu cenderung untuk menilai atau memberikan label pada orang lain maupun
pada dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku atau apa yang dilakukan
seseorang. Dengan kata lain, untuk dapat menjadi sesuatu seringkali seseorang
harus melakukan sesuatu, dan dengan melakukan sesuatu, seringkali individu
harus menjadi sesuatu.
2. Diri pelaku (behavioral self).
Diri pelaku merupakan persepsi seorang individu tentang tingkah
lakunya. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai "apa yang dilakukan
oleh diri". Selain itu, bagian ini sangat erat kaitannya dengan diri sebagai
identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri
identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima baik
diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat
dilihat
pada diri sebagai penilai.
3. Diri pengamat/penilai (judging self).
Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standart serta
pengevaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri,
identitas dengan diri pelaku.
Manusia cenderung untuk senantiasa memberikan penilaian terhadap
apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan kepada
dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi dibalik itu juga
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian inilah yang kemudian lebih
berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang individu akan dirinya atau
seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah
akan
menimbulkan harga diri (self esteem) yang miskin dan akan mengembangkan
ketidakpercayaan yang mendasar kepada dirinya, sehingga menjadi senantiasa
penuh kewaspadaan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang
tinggi, kesadaran dirinya akan lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan
individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan lebih
memfokukan energi serta perhatiannya ke luar diri, yang pada akhirnya dapat
berfungsi secara lebih konstruktif.Diri sebagai penilai erat kaitannya dengan
harga
diri (self esteem), karena sesungguhnya kecenderungan evaluasi diri ini tidak
saja
hanya merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan
komponen utama pembentukan harga diri.
Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 (dua) sumber utama,
yaitu (1) dari diri sendiri dan (2) dari orang lain. Penghargaan diperoleh
bila
individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Tujuan,
nilai,
dan standart ini dapat berasal dari internal, eksternal, maupun keduanya.
Umumnya, nilai-nilai dan tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh
orang lain. Penghargaan hanya akan didapat melalui pemenuhan tuntutan dan
harapan orang lain. Namun, pada saat diri sebagai pelaku telah berhubungan
dengan tingkah laku aktualisasi diri, maka penghargaan juga dapat berasal dari
diri individu itu sendiri. Oleh karena itu, walaupun harga diri (self esteem)
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
merupakan hal yang mendasar untuk aktualisasi diri, aktualisasi diri juga
penting
untuk harga diri.
Penjelasan mengenai ketiga bagian dari dimensi internal,
memperlihatkan bahwa masing-masing bagian mempunyai fungsi yang berbeda
namun ketiganya saling melengkapi, berinteraksi, dan membentuk suatu diri
(self)
serta konsep diri (self concept) secara utuh dan menyeluruh.
Dimensi kedua dari konsep diri adalah apa yang disebut dengan
dimensi eksternal. Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui
hubungan dan aktifitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal
lain
yang berasal dari dunia di luar diri individu. Sebenarnya, dimensi eksternal
merupakan suatu bagian yang sangat luas, misalnya diri individu yang berkaitan
dengan belajar. Namun, yang dikemukakan oleh Fitts adalah bagian dimensi
eksternal yang bersifat umum bagi semua orang. Bagian-bagian dimensi
eksternal ini, dibedakan Fitts atas 5 (lima) bentuk, yaitu :
1. Diri fisik (physical self).
Diri fisik, menyangkut persepsi seorang individu terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini, terlihat persepsi seorang individu
mengenai
kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan
tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, dan kurus).
2. Diri moral-etik (moral-ethical self).
Diri moral, merupakan persepsi seseorang individu terhadap dirinya
sendiri, yang dilihat dari standart pertimbangan nilai-moral dan etika. Hal
ini
menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan,
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya, dan nilai-nilai moral yang
dipegang seorang individu, yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri pribadi (personal self).
Diri pribadi, merupakan perasaan atau persepsi seorang individu
terhadap keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau
hubungannya dengan individu lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana seorang
individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejumlah mana seorang individu
merasakan dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri keluarga (family self).
Diri keluarga, menunjukkan pada perasaan dan harga diri seorang
individu dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian diri ini
menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa adekuat terhadap dirinya
sendiri sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang
dijalankannya selaku anggota dari suatu keluarga.
5. Diri sosial (social self).
Diri sosial, merupakan penilaian seorang individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini, sangat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya
dengan
orang lain. Seorang individu tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki
diri fisik yang baik, tanpa adanya reaksi dari individu lain yang menunjukkan
bahwa secara fisik ia memang baik dan menarik. Demikian pula halnya, seorang
individu tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik,
tanpa
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain di sekitarnya yang menunjukkan
bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.
Hubungan antar dimensi dalam konsep diri (dimensi internal dan
eksternal), dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalkan, total dari
diri
(self) sebagai suatu keseluruhan adalah sebuah apel. Apel tersebut dapat
dibagi-bagi secara horisontal maupun secara vertikal, yang pada setiap
potongan
akan mengandung bagian dari potongan bagian lainnya. Dengan demikian dapat
diartikan, bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung
bagian-bagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya.
Interaksi yang terjadi di dalam bagian-bagian dan antar bagian pada
dimensi internal, eksternal, ataupun keduanya, berkaitan erat dengan integrasi
serta efektifitas keberfungsian diri secara keseluruhan sebagai suatu
keutuhan.
Seorang individu yang terintegrasi dengan baik, akan menunjukkan derajat
konsistensi interaksi yang tinggi, baik di dalam bagian-bagian dari dirinya
sendiri
(intra personal communication) maupun dengan individu-individu lain
(interpersonal communication).
III. ASPEK - ASPEK KONSEP DIRI
Selain membagi konsep diri menjadi 2 (dua) dimensi (internal dan
eksternal), Fitts (1970 : 12 - 21) juga membedakan konsep diri menjadi 4
(empat)
aspek diri. Aspek diri ini nerupakan bagian dari diri yang dapat dilihat oleh
orang
lain pada diri seorang individu, sedangkan dimensi diri (seperti yang telah
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
dikemukakan), adalah bagian dari diri yang hanya dapat diketahui oleh diri
individu yang bersangkutan sendiri.
Aspek-aspek dari diri (self) tersebut menurut Fitts adalah sebagai
berikut.
1. Aspek pertahanan diri (self defensiveness).
Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya,
terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya.
Keadaan ini terjadi dikarenakan individu memiliki sikap bertahan dan kurang
terbuka dalam menyatakan dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi,
dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam
dirinya. Aspek pertahanan diri ini, membuat seorang individu mampu untuk
"menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai yang
diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.
2. Aspek penghargaan diri (self esteem).
Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan
pada dirinya, seorang individu akan membentuk penghargaan sendiri terhadap
dirinya. Semakin baik label atau simbol yang ada pada dirinya, maka akan
semakin baik pula penghargaan yang diberikannya pada dirinya sendiri. Demikian
pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik
pada
dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk
penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya sendiri.
3. Aspek integrasi diri (self integration).
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Aspek integrasi ini menunjukkan pada derajat integrasi antara
bagian-bagian dari diri (self). Semakin terintegrasi bagian-bagian diri dari
seorang
individu, maka akan semakin baik pula ia akan menjalankan fungsinya. 4. Aspek
kepercayaan diri (self confidence).
Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya
pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap
dirinya,
maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri
yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri di dalam
menghadapi lingkungannya.
Dari uraian yang telah dikemukakan mengenai dimensi diri maupun
aspek diri, terlihat bahwa diri (self), baik sebagaimana yang dilihat seorang
individu sendiri maupun oleh individu lainnya, adalah terdiri dari beberapa
bagian. Bagian-bagian dari diri inilah yang saling berinteraksi dan
berintegrasi
sehingga membentuk suatu konsep diri yang utuh.

IV. SUB-VARIABEL LAIN DALAM KONSEP DIRI


Selain dari sub variabel konsep diri mengenai tingkat penghargaan diri
yang meliputi dimensi internal dan eksternal serta aspek-aspek dari diri
seperti
yang telah dikemukakan, Fitts (1971 : 23) juga mengemukakan terdapatnya pula
sub-variabel lain yang mengukur aspek lain dari konsep diri yang terdiri
atas :
1. Aspek kritik diri.
Aspek dari kritik diri ini menggambarkan sikap "keterbukaan" diri
dalam menggambarkan diri pribadi. Aspek ini diukur dengan menggunakan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat merendahkan dan kurang menyenangkan
mengenai diri seorang individu, tetapi dinyatakan secara halus sehingga pada
umumnya individu akan mau mengakui sebagai suatu kebenaran bagi dirinya
sendiri. Derajat keterbukaan dari diri yang terlalu rendah, menunjukkan sikap
defensif individu. Individu yang normal memiliki derajat kritik diri yang
tinggi,
namun derajat yang terlalu tinggi (di atas 99%) justru menunjukkan individu
yang
kurang defensif dan kemungkinan memiliki kelainan psikologis.
2. Aspek variabilitas.
Aspek variabilitas dari diri ini adalah menggambarkan derajat integritas
dan konsistensi persepsi seorang individu tentang dirinya sendiri, dari satu
bagian
diri ke bagian diri lainnya. Derajat variabilitas yang tinggi, menunjukkan
diri
yang terintegrasi. Sedangkan derajat yang terlalu rendah, menunjukkan adanya
kekakuan pada diri seorang individu. Derajat variabilitas yang optimal berada
di
bawah rata-rata, namun di atas persentil 1 (satu).
3. Aspek distribusi.
Aspek distribusi dari diri ini adalah menggambarkan keyakinan diri
atau kemantapan seorang individu dalam menilai dirinya. Derajat distribusi
yang
tinggi, menunjukkan rasa pasti seorang individu dalam menilai dirinya sendiri.
Sedangkan derajat distribusi yang rendah, menunjukkan keraguan seorang
individu terhadap dirinya atau kekaburan dalam mengenali dirinya.

Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009


USU Repository ? 2008
V. KONSEP DIRI POSITIF DAN NEGATIF
Pandangan seorang individu terhadap dirinya sendiri, yang
diperolehnya dari informasi melalui interaksinya dengan orang-orang lain, yang
dikenal dengan konsep diri, kiranya akan jatuh di antara dua kutub. Kutub
pertama adalah konsep diri positif dan kutub yang satunya lagi adalah konsep
diri
negatif. Dengan mengetahui kedua perbedaan dari pengertian konsep diri
tersebut,
kiranya akan lebih membantu dan memberi kemampuan dalam penilaian ke arah
mana condongnya konsep diri seorang individu.
Penempatan nilai yang tinggi pada sifat rendah hati yang dilakukan
seorang individu, dapat diasumsikan bahwa suatu konsep diri yang benar-benar
positif adalah suatu kuantitas yang agak berbahaya bagi dirinya. Bagaimanapun
juga, jika seorang individu merasa bahwa segala sesuatu tentang dirinya
sendiri
sempurna, tidakkah individu ini mungkin akan menjadi angkuh ? Bagaimana pula
jika seorang individu sangat mencintai dirinya sendiri, tidakkah individu ini
mungkin akan memanfaatkan orang lain untuk memenuhi keinginannya sendiri ?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini adalah bahwa pada dasarnya, konsep diri
yang positif bukanlah terletak pada kebanggaan yang besar tentang diri, tetapi
lebih didasarkan kepada bentuk penerimaan diri. Dalam hal ini diyakini bahwa
kualitas penerimaan diri ini lebih mungkin mengarah kepada kerendahan hati dan
kedermawanan daripada kepada keangkuhan dan keegoisan.
Wicklund dan Frey (1980 dalam Calhoun, 1990 : 73) menyatakan
pendapatnya bahwa yang menjadikan penerimaan diri kepada bentuk konsep diri
positif adalah dikarenakan seorang individu dengan konsep diri positif
mengenal
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
dirinya dengan baik sekali. Tidak seperti konsep diri yang terlalu kaku atau
terlalu
longgar, konsep diri yang positif lebih bersifat stabil dan bervariasi.
Menurut
Chodorkoff (1954 dalam Calhoun, 1990 : 73), konsep diri positif ini berisi
berbagai "kotak kepribadian", sehingga seorang individu dapat menyimpan
informasi tentang dirinya sendiri, baik itu informasi yang negatif maupun yang
positif. Jadi, seorang individu dengan konsep diri positif dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri.
Misalnya, seorang individu yang cacat tubuh masih kompeten sebagai seorang
ahli hukum atau seorang politikus, tetapi tidak kompeten sebagai seorang
perwira
polisi; Sebagai seorang staf pengajar, saya mempunyai status sosial yang baik
tapi
tidak baik dalam penghasilan (materi ekonomi); Saya sangat mencintai kedua
orang tua saya, tapi kini mereka telah tiada. Contoh-contoh ini kiranya
memberi
pengertian dan menjelaskan bahwa secara mental seorang individu yang memiliki
konsep diri positif dapat menyerap semua informasi, sehingga dengan demikian
tidak satupun dari informasi tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
Pengertian konsep diri positif yang dimiliki seorang individu adalah
adanya kemampuan cakupan yang luas dari diri untuk dapat menampung seluruh
pengalaman mentalnya, sehingga evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi
positif.
Individu dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Dalam hal ini,
tidak
berarti bahwa seorang individu yang memiliki konsep diri positif tidak pernah
kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa dia gagal mengenali kesalahannya
sebagai suatu kesalahan. Namun, dia merasa tidak perlu meminta maaf atau
merasa bersalah untuk eksistensinya. Dengan menerima dirinya sendiri, seorang
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
individu yang memiliki konsep diri positif juga dapat menerima orang lain. Hal
ini kiranya senada dengan ungkapan dari para leluhur, "cubitlah dirimu sendiri
sebelum kamu mencubit orang lain", yang kiranya dapat diinterpretasikan
sebagai
cinta pada diri sendiri adalah prasyarat untuk dapat mencintai orang lain.
Dalam dimensi pengharapan dari diri, seorang individu dengan konsep
diri positif, merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis dalam
penilaian
dirinya. Seperti semua individu, secara berkala kadang-kadang seorang individu
dengan konsep diri yang positif dapat saja berkhayal menjadi bintang rock atau
memenangkan kejuaraan tinju kelas berat atau menerima penghargaan nobel, dan
sebagainya. Tetapi, tujuan yang benar-benar dirancang seorang individu dengan
konsep diri yang positif untuk dirinya sendiri adalah realistis. Artinya,
individu
dengan konsep diri positif tersebut telah melakukan penilaian diri yang baik
dan
karena itu ia memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuannya
tersebut. Di samping tujuan yang realistis tersebut berharga bagi dirinya,
sehingga
kalau individu tersebut berhasil mencapainya maka hal itu akan dapat
dijadikannya sebagai alasan untuk memuji dirinya sendiri.
Hal yang lebih penting dari dimensi pengharapan yang realistik tentang
pencapaian dari seorang individu dengan konsep diri yang positif adalah
pengharapannya tentang kehidupannya sebagai seorang individu, yaitu idenya
tentang apa yang diberikan oleh kehidupan kepadanya dan bagaimana seharusnya
dirinya mendekati dunia. Pada bidang inilah, konsep diri yang positif mungkin
lebih banyak menjadi modal yang lebih berharga dibanding dengan dimensi diri
yang lainnya.
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Titik pusat dari pengertian konsep diri yang positif adalah adanya
cakupan yang luas dan cukup beragam dari diri seorang individu untuk
mengasimilasikan seluruh pengalamannya. Dalam pengertian ini juga terkandung
bahwa segala sesuatu informasi baru, bukanlah sesuatu yang merupakan ancaman
bagi dirinya sehingga tidak menimbulkan kecemasan baginya. Dengan kata lain,
seorang individu dengan konsep diri yang positif dapat menghadapi kehidupan di
depannya. Hal ini membedakannya dengan seorang individu yang memiliki
konsep diri negatif, dimana kehidupannya dijalani dalam suatu benteng
pertahanan diri. Seorang individu dengan konsep diri yang positif, dapat
tampil ke
depan secara bebas. Baginya, hidup adalah suatu proses penemuan. Ia
mengharapkan, kehidupannya dapat membuat dirinya tertarik, dapat memberinya
kejutan, dan memberinya penghargaan. Dengan demikian, seorang individu
dengan konsep diri yang positif akan bertindak dengan berani dan spontan serta
memperlakukan individu lain dengan hangat dan hormat. Oleh karena seorang
individu dengan konsep diri positif menghadapi kehidupannya dengan cara-cara
yang telah dikemukakan, kehidupannya akan terasa menyenangkan, penuh
kejutan, dan penuh penghargaan. Jadi, konsep diri yang positif adalah bagian
dari
hubungan yang melingkar antar bagian-bagian dari dalam diri seorang
individu yang berdimensi konstruktif.
Kutub lain dari konsep diri, selain yang positif adalah kutub konsep
diri yang negatif. Pada konsep diri yang negatif, dimensi diri yang terdiri
atas
pengetahuan, evaluasi, dan pengharapan dari seorang individu tentang dirinya
sendiri adalah sangat sedikit dan kurang realistis.
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Pada konsep diri negatif, dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu (1)
pandangan seorang individu tentang dirinya sendiri yang benar-benar tidak
teratur
dimana individu tersebut tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.
Dalam arti ini, individu dengan konsep diri yang negatif ini, benar-benar
tidak
tahu siapa dirinya, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai
dalam hidupnya. Menurut Erikson (1968 dalam Calhoun 1990 : 72), kondisi ini
umum dan normal di antara banyak para remaja. Konsep diri para remaja
kerapkali menjadi tidak teratur untuk sementara waktu dan ini terjadi pada
saat
transisi dari peran anak ke peran orang dewasa. Tetapi, pada orang dewasa hal
ini
mungkin dianggap sebagai suatu tanda ketidakmampuan penyesuaian diri.
Jenis konsep diri negatif yang ke 2 (dua) hampir merupakan lawan dari
pengertian konsep diri negatif yang pertama. Pada jenis konsep diri negatif
yang
ke 2 (dua) ini, malah konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur.
Dengan kata
lain, konsep diri negatif yang kedua ini bersifat kaku. Hal ini dimungkinkan,
karena seorang individu dengan konsep diri yang negatif seperti ini, biasanya
dididik dengan sangat keras. Akibatnya, individu ini menciptakan citra diri
bagi
dirinya, yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum
besi yang ada dalam pikirannya. Cara hidup seperti ini adalah merupakan cara
hidup yang dianggapnya tepat.
Pada kedua jenis konsep diri negatif, informasi baru tentang diri yang
dialami seorang individu hampir pasti menjadi penyebab kecemasan dan rasa
ancaman terhadap dirinya. Tidak satupun dari kedua konsep diri negatif cukup
bervariasi untuk menyerap berbagai macam informasi tentang diri. Setiap hari,
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
pikiran individu mengalami proses pemilihan yang ketat tentang berbagai macam
dorongan, ingatan, dan tanggapan yang semuanya itu merefleksi pada dirinya.
Jadi, supaya individu memahami dan menerima dirinya sendiri, konsep diri
seorang individu harus dilengkapi dengan "kotak kepribadian" yang cukup luas,
yang dapat menyimpan bermacam-macam fakta yang berbeda tentang dirinya
sendiri. Dengan kata lain, suatu konstruk konsep diri, idealnya adalah harus
luas
dan tersusun dengan teratur.
Individu dengan konsep diri yang tidak teratur atau konsep diri yang
sempit, benar-benar tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya
dengan informasi yang bertentangan mengenai dirinya (Sullivan, 1953 dalam
Calhoun, 1990 : 72). Oleh karena itu, individu dengan konsep diri negatif,
selalu
mengubah terus menerus konsep dirinya atau individu tersebut melindungi konsep
dirinya yang kaku, dengan cara mengubah ataupun menolak semua informasi baru
yang bertentangan dengan citra dirinya yang telah ditetapkannya.
Dalam kaitannya dengan dimensi evaluasi diri, seorang individu dengan
konsep diri yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif
terhadap
dirinya sendiri. Apapun pribadi itu, individu dengan konsep diri negatif ini
tidak
pernah cukup baik. Apapun yang diperolehnya, tampaknya tidak berharga bila
dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang lain - (seperti yang
dikatakan
dengan tegas oleh Ralph Waldo Emerson, pada saat kehilangan semangat, "setiap
pekerjaan tampaknya mengagumkan bagiku, kecuali pekerjaan yang dapat saya
kerjakan" dalam Calhoun, 1990 : 72). Hal ini merupakan penuntun ke arah
kelemahan emosional. Menurut Dobson dan Shaw (1987 dalam Calhoun, 1990 :
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
72), melalui hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep diri negatif yang
dimiliki seorang individu, seringkali berhubungan dengan depresi klinis. Dalam
hal ini menurut mereka, individu dengan konsep diri negatif mungkin akan
mengalami kecemasan secara ajeg, dikarenakan menghadapi informasi tentang
dirinya sendiri yang tidak dapat diterimanya dengan baik dan yang
mengancam konsep dirinya. Dalam kasus ini, depresi atau kecemasan dan
kekecewaan emosional akan mengikis harga diri yang menyebabkan munculnya
sebuah kekecewaan emosional yang lebih parah dan seterusnya bak sebuah
lingkaran setan.
Untuk dapat menjelaskan dimensi dari seorang individu yang memiliki
konsep diri negatif, Rotter (1954 dalam Calhoun, 1990 : 73) memaparkan contoh
sebagai berikut. Seorang siswa dengan konsep diri negatif dapat memasuki dan
lulus dengan pas-pasan kursus yang terkenal muda, atau dia dapat menentukan
beberapa tujuan yang sangat tinggi (misalnya semua bernilai A), dan tentu saja
dia
gagal untuk mencapainya. Dalam kedua hal tersebut, sebenarnya individu
tersebut
telah menjebak dirinya sendiri dan menghantam harga dirinya, baik dengan jalan
mencapai suatu tujuan yang tak seorang pun, termasuk dirinya, menganggapnya
sebagai suatu keberhasilan, atau dengan gagalnya untuk mencapai cita-citanya.
Dalam kedua kejadian tersebut, mungkin yang sedang terjadi adalah
pembenaran ramalannya sendiri bahwa ia percaya dirinya tidak dapat mencapai
suatu apapun yang berharga. Individu ini merancang pengharapannya sedemikian
rupa, sehingga dalam kenyataannya ia tidak mencapai suatu apapun yang
berharga. Kegagalan ini, sebaliknya merusak harga dirinya yang sudah rapuh,
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
yang kemudian membuat kekakuan atau ketidakteraturan citra dirinya lebih
parah.
Dengan kata lain, suatu lingkaran setan mengenai penghancuran diri akan terus
memperparah konsep dirinya menjadi negatif.

VI. KONSEP DIRI DAN KEPRIBADIAN


Asumsi dasar mengenai tingkah laku dalam perspektif psikologi adalah
bahwa tingkah laku bukanlah sesuatu yang selalu tampak sebagaimana
tampilannya. Tidak terdapat suatu hubungan yang mutlak antara tingkah laku
tertentu dengan penyebabnya. Untuk dapat memahami hubungan antara suatu
tingkah laku dengan penyebabnya, terlebih dahulu harus diketahui dan dipahami
sesuatu mengenai seorang individu dan situasi dimana tingkah laku itu muncul.
Sesuatu mengenai individu yang harus diketahui dan dipahami ini adalah
mengarah kepada kepribadian sebagai suatu hal yang dapat membantu dalam
memahami tingkah laku.
Tingkah laku biasanya merujuk pada suatu pola, organisasi, dan
integrasi dalam mencapai tujuan yang dimaksudkan oleh seorang individu. Hal
yang melakukan fungsi organisasi dan integrasi dari suatu tingkah laku seorang
individu adalah konsep dirinya sendiri. Konsep diri merupakan "pusat" dari
kepribadian. Jika kepribadian dianalogikan dalam bentuk suatu roda, maka
konsep
diri merupakan pusat roda dan sifat-sifat (traits) dari seorang individu
adalah jari-
jarinya. Dengan demikian, kepribadian dapat dikatakan merupakan suatu kesatuan
yang utuh, lebih dari sekedar penjumlahan dan konsep diri menjalankan fungsi
organisasi dan integrasi dari aspek-aspek dalam kepribadian. Selain itu,
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
perkembangan konsep diri juga sejalan dengan perkembangan fungsi-fungsi
kepribadian pada umumnya.
Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri adalah sebagai suatu
keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami,
dan
dinilai oleh seorang individu. Dengan demikian, sudah tentu setiap individu
akan
memiliki perincian yang sangat banyak dan bervariasi mengenai dirinya. Menurut
Fitts, untuk dapat memahami kepribadian seorang individu tidak perlu untuk
mengetahui secara tepat perincian gambaran dirinya, karena pasti akan sangat
bervariasi. Akan lebih penting dan bermanfaat menurut Fitts jika lebih
memfokuskan pada "emotional tone" dari gambaran diri seorang individu
tersebut. Bobot emosional atau nilai penghargaan akan lebih banyak berpengaruh
terhadap terjadinya perbedaan-perbedaan dalam kepribadian setiap individu yang
pada akhirnya membeda-bedakan setiap individu dalam bertingkahlaku.
Sebagai contoh, "saya memiliki cacat tubuh", "fisik saya tidak normal", dan
sebagainya akan membawa suatu bobot emosional tertentu, bahkan untuk hal yang
netral sekalipun, seperti "rumah saya di ..." terkandung bobot emosional
tertentu.
Jadi, cara bagaimana individu "merasakan" tentang dirinyalah yang akan
mewarnai persepsinya terhadap dunia yang dilakoninya.
Pendapat Fitts sejalan dengan pendapat Burns (1993 : 66) yang
mengemukakan bahwa pada dasarnya konsep diri merupakan sikap terhadap diri
sendiri dari seorang individu. Sebagai suatu sikap, maka konsep diri tersebut
memiliki 4 (empat) komponen penting yaitu (1) keyakinan atau pengetahuan
(komponen kognitif), (2) emosional (komponen afektif), (3) evaluasi, dan (4)
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
predisposisi untuk berespon (komponen konatif). Jadi, di dalam konsep diri
terdapat unsur-unsur dimana setiap individu memiliki sistem evaluasi serta
perasaan-perasaan emosional dan juga kecenderungan-kecenderungan untuk pro
atau kontra terhadap suatu obyek sosial yaitu diri sendiri, sama halnya dengan
sikap. Namun, di dalam sikap terhadap diri sendiri (konsep diri) terdapat
beberapa
sifat khas yang berbeda dengan sifat dari sikap terhadap objek-objek sosial
lainnya, yaitu (1) tidak ada referensi yang berlaku sama, dimana dalam hal ini
setiap individu akan memiliki sikap terhadap dirinya sendiri yang unik, karena
obyeknya satu dengan lainnya adalah berbeda dan (2) setiap individu akan
termotivasi untuk memiliki sikap yang sama terhadap dirinya sendiri, yaitu
sikap
yang positif.
Dari apa yang telah dikemukakan, terangkum bahwa konsep diri
sebagai persepsi seorang individu terhadap dirinya sendiri, yang meliputi
gambaran, penilaian, serta keyakinan terhadap diri sendiri secara menyeluruh,
terlihat bukan hanya berisi "gambaran kepribadian" mengenai diri, tetapi juga
memiliki kandungan evaluasi-evaluasi serta emosi-emosi mengenai diri.
Dalam hubungannya dengan kepribadian, Rosenberg (1965 dalam
Burns, 1993 : 73) menyatakan tidak ada perbedaan yang kualitatif di dalam
karakteristik sikap-sikap terhadap diri dan sikap-sikap terhadap obyek-obyek
lainnya (misalnya : sabun, sup, daerah pinggiran kota, dan sebagainya).
Argumen
ini mengambil titik pangkalnya kepada realitas bahwa individu mempunyai
sikap-sikap terhadap banyak obyek. Beberapa dari obyek ini dapat berupa bukan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
manusia dan dapat juga berupa individu-individu, dimana yang paling penting
adalah diri individu itu sendiri.
Secara lebih mendasar, Rosenberg (1965 dalam Burns, 1993 : 74-76)
menyatakan bagaimanapun ada aspek-aspek dari konsep diri yang membedakan
sikap-sikap diri dari sikap-sikap terhadap obyek lainnya. Kualitas-kualitas
yang
membedakan ini terletak pada :
1. Obyek acuan yang berbeda.
Untuk menjelaskan hal ini, Rosenberg memberikan contoh : jika seorang
individu berpendapat bahwa Picasso itu hebat, sedangkan individu yang
lainnya berpendapat tidak hebat, maka kedua individu ini saling tidak
sependapat. Tetapi bila seorang individu menganggap dirinya cerdas,
sedangkan individu lainnya menganggap dirinya bodoh, maka kedua orang
ini saling sependapat. Contoh ini memberikan pengertian bahwa
masing-masing individu melihat pada obyek-obyek secara berlainan,
tergantung pada aspek-aspek konsep dirinya masing-masing.
2. Setiap individu didorong untuk mempunyai sikap yang sama terhadap diri.
Hal ini terutama sekali terhadap kutup yang menyenangkan atau positif
dari diri. Hal ini tampaknya menjadi ciri-ciri yang paling penting dari
sikap-sikap diri setiap individu, yaitu individu lebih suka mempunyai
hal-hal yang positif atau yang menyenangkan dari dirinya.
3. Obyek adalah penting bagi setiap individu, meskipun ada sejumlah besar
variasi dalam kadar nilai pentingnya yang dilekatkan kepada obyek
tersebut oleh individu secara subyektif. Rosenberg mengutip pernyataan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Murphy (1947) yang menyatakan bahwa apapun diri itu, dia tetap menjadi
pusat dan titik sadar, sebuah standart perbandingan, dan suatu kenyataan
yang pokok. Tidak dapat dihindari lagi bahwa hal-hal tersebut akan
mengambil tempat sebagai suatu penilai yang tertinggi dari diri.
4. Diri adalah refleksi, karena itu sikap dan obyek yang dipunyai oleh
seorang individu adalah sama. Sebagai contoh, "saya tidak suka terhadap
diri saya sendiri" dan "saya berusaha membersihkan diri saya sendiri"
memberikan pengertian bahwa individu tersebut berlaku baik sebagai
subyek maupun sebagai obyek. Hal ini merupakan 2 (dua) aspek) yang
dibedakan dari diri yang global, diri sebagai I atau pengenal dan diri
sebagai Me atau dikenal.
5. Komitmen emosional dari setiap individu akan menentukan pembentukan
sikapnya terhadap obyek. Emosi-emosi tertentu seperti kesombongan,
kecongkakan, malu, putus asa, dan aib hanya ditimbulkan dalam
hubungannya dengan obyek-obyek yang melibatkan diri atau ego.
Emosi-emosi ini sebagian besar menerangkan mengapa sikap-sikap diri
mempunyai nilai-nilai yang penting dan besar bagi penentuan sikap dan
kesehatan mental seorang individu.
6. Sumber-sumber pengaruh yang dimiliki setiap individu berbeda-beda
dalam mempengaruhi sikap-sikap dirinya dan yang mempengaruhi
sikap-sikapnya terhadap banyak obyek lainnya. Sebagai contoh,
komunikasi antarpribadi lebih mempengaruhi sikap-sikap diri
dibandingkan dengan komunikasi massa. Komunikasi antarpribadi lebih
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
mempengaruhi sikap-sikap diri terhadap suatu obyek dibandingkan
komunikasi massa yang hanya membantu mendefinisikan dengan lebih
jelas lagi sikap-sikap individu tersebut terhadap suatu obyek.
Akhirnya, evaluasi diri dari sikap-sikap diri terhadap suatu obyek
tergantung pada interprestasi individu terhadap apa yang ia percayai dan
orang-orang lain berpikir percaya seperti dia. Evaluasi dari konsep diri
selalu
dilakukan dengan acuan terhadap kriteria-kriteria yang biasanya merupakan
standard-standart masyarakat, kelompok, dan keluarga.
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009
USU Repository ? 2008
DAFTAR PUSTAKA

Burns, R.B. 1993. Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku.
Jakarta, Penerbit Arcan.

Fitts, William H. 1971. The Self Concept and Self Actualization. Los Angeles,
California, Western Psychological Services A Division of Manson
Western Corporation.

Hall, Calvin S. dan Lindzey, Gardner. 1978. Theories of Personality, Third


Edition. New York, John Wiley & Sons, Inc.

Handayani, Alva. 1993. Hubungan Antara Konsep Diri, Perasaan Rendah Diri,
dan Kemampuan Penyesuaian Diri Pada Penyandang Cacat Amputasi
(Skripsi). Bandung, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Herlina, Sri. 1995. Suatu Studi Mengenai Hubungan Antara Konsep Diri dan
Perilaku Relasi Heterososial Pada Pria Lajang (Skripsi). Bandung,
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Laing, R.D. 1972. Self and Others. Great Britain, C. nicholls & Company Ltd.

Mead, George H. 1972. Mind, Self, and Society : From The Standpoint of A
Social
Behaviorist. London, The University of Chicago Press.

Pudjijogyanti, Clara R. 1988. Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta, Arcan.

Anda mungkin juga menyukai