Anda di halaman 1dari 6

INTERVENSI RANGE OF MOTION PADA PASIEN STROKE

YOHANA PRANSISKA/1680200018

yohana.yn39@gmail.com

Abstrak

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk Analisis Peningkatan Kekuatan Otot pada Pasien Stroke
Non-Hemoragik dengan Hemiparese Melalui Latihan Pasif Range of Motion (ROM). Metode:
Metode penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment desain pre dan post test design.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan nilai ratarata kekuatan otot pre-test dan post-test.
meningkat pada kelompok intervensi dan tidak ada peningkatan pada kelompok kontrol. nilai
signifikan (p = 0,008) pada kelompok intervensi dan (p = 0,5) pada kelompok kontrol.
Simpulan: ada pengaruh latihan range of motion terhadap kekuatan otot pasien stroke non-
hemoragik di Rumah Sakit Umum Curup ICU pada tahun 2019.

Kata Kunci: Kekuatan Otot, Latihan Range Of Motion (ROM)

Pendahuluan merupakan penyakit penyebab kecacatan


tertinggi di dunia. Menurut American Heart
Stroke merupakan suatu kondisi
Association (AHA), di Amerika setiap
yang digunakan untuk menjelaskan
tahunnya adalah 50-100 dari 100.000 orang
perubahan neurologik yang disebabkan oleh
penderita. Di Negara-negara ASEAN
gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian
penyakit stroke juga merupakan masalah
otak. Menurut American Heart Asso-ciation
kesehatan utama yang menyebabkan
(2010), stroke menyumbang sekitar satu dari
kematian. Data South Asian Medical
setiap 18 kematian di Amerika Serikat pada
Information Centre (SEAMIC)
tahun 2006.
menyebutkan bahwa angka kematian Stroke
Stroke semakin menjadi masalah terbesar terjadi di Indonesia yang kemudian
serius yang dihadapi hamper seluruh dunia. diikuti secara berurutan oleh Filipina,
Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand
setelah penyakit jantung dan kanker, serta (Dinata, C, 2010).
Menurut WHO (2010) dalam jurnal Hemiparese merupakan salah satu
Aini (2013) jumlah pendrita stroke di komplikasi yang akan dialami penderita
Indonesia berdasarkan sensus kependudukan stroke, dimana penderita stroke tidak
dan demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010 mampu melakukan aktivitas mandiri, oleh
sebanyak 3.600.000 setiap tahun dengan sebab itu untuk mencegah terjadinya proses
prevalensi 8,3 per 1.000 penduduk. Tahun penyembuhan yang lama perlu dilakukan
2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan latihan agar dapat mengurangi gejala sisa
meninggal karena Stroke. Pada penderita stroke, latihan yang efektif untuk dilakukan
Stroke 60,7% disebabkan oleh stroke non pada pasien stroke selain fisioterapi adalah
hemoragik, sedangkan 36,6% disebabkan latihan ROM (Muttaqin, 2012).
oleh stroke hemoragik. Setiap tahunnya
Latihan Range Of Motion (ROM)
diperkirakan 500 ribu penduduk di
merupakan salah satu bentuk latihan dalam
Indonesia terkena serangan stroke (Yastroki,
proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup
2010). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan
tahun 2013 mendata kasus Stroke di wilayah
pada pasien dengan stroke. Latihan ROM
perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten
merupakan sekumpulan gerakan yang
mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel
dilakukan pada bagian sendi yang bertujuan
rumah tangga perkotaan dan 987.205 sampel
untuk meningkatkan fleksibelitas dan
anggota rumah tangga.
kekuatan otot (Potter, Perry, 2010). ROM
Komplikasi stroke tergantung dari dapat diterapkan dengan aman sebagai salah
sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan
serangan, ukuran lesi dan adanya memberikan dampak positif baik secara fisik
peningkatan tekanan sirkulasi kolateral pada maupun psikologis, latiahan ringan seperti
stroke, (Padila, 2012). Pada stroke akut ROM memiliki beberapa keuntungan antara
komplikasi yang dialami adalah (1). lain lebih mudah dipelajari dan diingat oleh
kelumpuhan wajah atau anggota badan pasien dan keluarga mudah diterapkan dan
sebelah (hemiparesis) yang timbul secara merupakam intervensi keperawatan dengan
mendadak, (2) gangguan sesibilitas pada biaya murah yang dapat diterapakan oleh
satu atau lebih anggota badan. (3) penurun penderita stroke.
kesadaran. (4) Afasia. (5) Disatria. (6)
Metode
gangguan diplopia. (7) Ataksia. (8) Vertigo.
Metode yang digunakan dalam yang terkena, ratarata serangan, ukuran lesi
penelitian ini adalah nonquivalent control dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke
group design dan jenis penelitian ini adalah akut gejala klinis meliputi kelumpuhan
quasi eksperimen pre dan post with control wajah atau anggota badan sebelah
group pada pasien stroke non hemoragik (hemiparesis) yang timbul secara mendadak,
dengan hemiparese ekstremitas atas. gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan penurunan kesadaran
Pembahasan
(konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
Stroke atau CVA (Cerebro Vascular koma), afasia (kesulitan dalam bicara),
Accident) adalah kehilangan fungsi otak disatria (bicara cadel atau pelo), gangguan
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai penglihatan, diplopia, Ataksia Vertigo,
darah kebagian otak. Stroke hemoragik mual, muntah, dan nyeri kepala.
adalah stroke karena pecahnya pembuluh
Hemiparese merupakan masalah
darah sehingga menghambat aliran darah
umum yang dialami oleh pasien dengan
yang normal dan darah merembes kedalam
stroke. Hemiparese pada ekstermitas atas
suatu daerah otak dan merusaknya
dapat menyebabkan berbagai keterbatasan
(Smeltzer, S, Bare, 2013).
sehingga pasien stroke banyak mengalami
Etiologi Stroke adalah Perdarahan ketergantungan dalam beraktivitas. Salah
intraserebral, Perdarahan Subarakhnoid, satu intervensi yang bisa dilakukan untuk
Perdarahan Serebral. Faktor risiko stroke mengatasi masalah hemiparese pada
beberapa faktor penyebab stroke antara lain ekstermitas atas adalah dengan melakukan
Hipertensi, merupakan faktor risiko utama, latihan ROM baik pasif maupun aktif
Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral (Muttaqin, 2012). Hasil penelitian
berasal dari jantung, kolesterol darah tinggi. menunjukan bahwa pada kedua kelompok,
Obesitas atau kegemukan. Peningkatan baik kelompok intervensi dan kelompok
hematokrit meningkatkan risiko infark kontrol sebagian besar mengalami
serebral. Diabetes mellitus terkait dengan penurunan kekuatan otot.Hal ini sesuai
aterogenesis terakselerasi. Kontrasepsi oral dengan konsep yng menyatakan bahwa
(khususnya dengan hipertensi, merokok, dan pasien stroke dapat mengalami hemiparese
kadar estrogen tinggi). Manifestasi klinis yang dapat ditandai dengan menurunnya
stroke tergantung dari sisi atau bagian mana kemampuan motorik pasien yang dapat
diidentifikasi dari menurunnya kekuatan otot hilangnya atau menurunnya rentang gerak
pasien. Pengukuran kekuatan otot dapat sendi, baik dilakukan secara pasif maupun
dilakukan dengan menggunakan pengujian aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis
otot secara manual yang disebut dengan jaringan penyokong, otot dan kulit
MMT (Manual Muscle Test), pemeriksaan (Garrison, 2003).
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
Paralisis atau kelumpuhan
otot mengkontraksikan kelompok otot secara
disebabkan karena hilangnya suplai saraf ke
volunter (Yuliastuti, 2017). Hal ini sama
otot sehingga otak tidak mampu untuk
halnya dengan yang dilakukan peneliti,
menggerakkan ekstremitas, hilangnya suplai
dimana peneliti juga melakukan
saraf ke otot akan menyebabkan otot tidak
pemeriksaan otot dengan cara manuar,
lagi menerima sinyal kontraksi yang
berdasarakan skala 0-5 yang dikemukakan
dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran
oleh (Smeltzer, Bare 2013).
otot yang normal sehingga terjadi atropi.
Pasien stroke yang mengalami Serat otot akan dirusak dan digantikan oleh
kelemahan pada satu sisi anggota tubuh jaringan fibrosa dan jaringan lemak.
disebabkan oleh karena penurunan tonus Jaringan fibrosa yang menggantikan serat
otot, sehingga tidak mampu menggerakkan otot selama atrofi akibat denervasi memiliki
tubuhnya (imobilisasi). Immobilisasi yang kecenderungan untuk terus memendek
tidak mendapatkan penanganan yang tepat, selama berbulan bulan, yang disebut
akan menimbulkan komplikasi berupa kontraktur. Atropi otot menyebabkan
abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, penurunan aktivitas pada sendi sehingga
deep vein thrombosis dan kontraktur sendi akan mengalami kehilangan cairan
(Garrison, 2003). Lewis (2007) sinovial dan menyebabkan kekakuan sendi.
mengemukakan bahwa atropi otot karena Kekakuan sendi dan kecenderungan otot
kurangnya aktivitas dapat terjadi hanya untuk memendek menyebabkan penurunan
dalam waktu kurang dari satu bulan setelah rentang gerak pada sendi (Guyton, 2007)
terjadinya serangan stroke. Kontraktur
Daftar Pustaka
merupakan salah satu penyebab terjadinya
penurunan kemampuan pasien penderita Aini., Purwaningsih. (2013). Pengaruh Alih
stroke dalam melakukan rentang gerak Baring terhadap Kejadian Dekubitus
sendi. Kontraktur diartikan sebagai pada Pasien Stroke yang Mengalami
Hemiparesis di Ruang Yudistira di RSUD kota Tasik Malaya. Jurnal
RSUD Kota Semarang. Keperawatan Indonesia, 16(1), 40-46
Http:/perpusnnwu.web.id American
Dinata, C, Agreayu. (2010). Gambaran
Heart Association. (2010). Heart Deases and Factor Risiko dan Tipe Stroke pada
Stroke Statistic: Our Guide to Current Pasien Rawat Inap Bagian Penyakit
Statistics and the Suplement to Our Dalam RSUD Kabupaten Solok
Heart and Stroke Fact 2010 Update. Selatan periode 1.
http://www.americanheart.org. http://jurnal.Fk.unand.ac.id/articles/vo
Diakses pada tanggal 2 Desember lum2no_2/57-61.pdf. Diakses tanggal
2018 1001-2019

Astrid, M., Elly., Budianto. (2011). Garrison, S. J. (2003). Handbook of Physical


Pengaruh Latihan Range of Motion Medicine and Rehabilitation. Edisi II.
(ROM) terhadap Kekuatan Otot, Luas Philadelphia: Lippincott
Gerak Sendi dan Kemampuan
Williams & Wilkins Guyton, C. A., & Hall,
Fungsional Pasien Stroke di RS Sint
J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi
Carolus Jakarta. Jurnal Ilmu
Kedokteran. Jakarta: EGC
Keperawatan dan Kebidanan, 1(4),
175-182 Irfan, M. (2012). Fisioterapi bagi Insan
Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu
Bakara., Surani. 2016. Latihan Range Of
Junaidi, I. 2011. Stroke A-Z.Jakarta :
Motion (Rom) Pasif Terhadap
PT Bhuana Ilmu Populer.
Rentang Sendi Pasien Pasca Stroke.
Idea Nursing Journal, 7(2), 12-18. Lewis, S. L., Bucher, L., Margaret, M.,
Issn : 2087-2879 Marrian, M., Kwong, J,m Roberts, D.
(2017). Medical-Surgical Nursing,
Cahyati, Y., Nurachmah, E., Hastono, S. P.
10th Edition. Mosby ElsevierInc
(2013). Perbandingan Latihan ROM
Unilateral dan Latihan ROM Bilateral Marlina. M. (2011). Pengaruh Latihan ROM
terhadap Kekuatan Otot pada Pasien terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Hemiparese akibat Stroke Iskemik di pada Pasien Stroke iskemik di
RSUDZA Banda Aceh. Idea Nursing Lippincott Yastroki. (2010). Angka
Journal, III(1), 1120 Kejadian Stroke Meningkat Tajam.
(diakses2 februari 2018) diunduh dari
Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan
: http://www.yastroki.sor.id.
Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Elsi, R., Handi, R. (2019). Peningkatan
Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Padila, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan
Hemoragik Dengan Hemiparese
Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Melaluli Latihan Range Of Motion
Medika
(ROM) Pasif. Jurnal Of Telenursing,
PDPERSI. (2010). Stroke, Penyebab Utama 1(2), 354-363
Kecacatan Fisik. http://pdpersi.co.id

Potter. P. A. & Perry,A.G. 2010. Buku ajar


fundamental keperawatan: Konsep,
proses dan praktek. Jakarta: EGC

Puspitawati, E. Y. (2010). Perbedaan


Efektivitas ROM 2x Sehari dan ROM
1x sehari

Rahayu, K. I. N. (2015). Pengaruh


Pemberian Latihan Range Of Motion
(Rom) Terhadap Kemampuan
Motorik Pada Pasien Post Stroke Di
Rsud Gambiran. Jurnal Keperawatan,
6(2), 102-107

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Smeltzer, S., Bare. (2013). Brunner &


Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical nursing. Philadelpia:

Anda mungkin juga menyukai