Anda di halaman 1dari 9

PENGETAHTJAN, SIKAP DAN PRAKTIK MASYARAKAT KELURAHAN

PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN


TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

Study of Society's Knowledge, Attitude andPractic (KAP) about Lymphatic Filariasis


in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City
Bina Ikawati * dan Tri Wijayanti *

Abstract. The research on "Study of Society's Knowledge, Attitude and Practice (KAP) about Lymphatic
Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City"has been done with cross
sectional method. There were 100 respondents. The result of this research showed 38 % respondent had
less knowledge, 46 % had middle knowledge and 16 % had good knowledge. Most of the respondent had
good attitude (91%) and 93% respondent had good practice. There was significant correlation between
knowledge and attitude, there was no correlation between attitude and practice and between knowledge and
practice. Observation showed that there were much breeding places around houses like riol and
unmaintained land

Keywords: Knowledge, attitude, practice,lymphaticfilariasis

PENDAHULUAN enam juta orang terinfeksi filariasis limfatik


dan dilaporkan lebih dari 8.243 diantaranya
Filariasis limfatik sampai saat ini
menderita klinis kronis filariasis terutama di
masih merupakan masalah kesehatan
perdesaan.
masyarakat di Indonesia dan beberapa daerah
tropis lainnya, terutama di daerah perdesaan Menurut Depkes RI (2005) penyakit
dan daerah kumuh di perkotaan. Filariasis ini disebabkan oleh infeksi cacing filaria
saluran getah bening (lymphatic filariasis) berbentuk mikrofilaria yang ditularkan oleh
yang disebabkan oleh cacing Brugia malayi, jenis-jenis nyamuk tertentu. Di Indonesia
Brugia timori, Wuchereria bancrofti tipe hingga saat ini telah diketahui terdapat 23
perkotaan maupun perdesaan mengancam spesies nyamuk penular dari genus
kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia. Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan
Penyakit ini meskipun tidak menimbulkan Armiseres Menurut Depkes R1 (2003) dan WHO (I997)
kematian, tetapi dapat menyebabkan cacing ditularkan oleh nyamuk infektif yang
kecacatan, menurunnya produktivitas dan mengandung microfilaria. Di dalam tubuh
masalah-masalah sosial lainnya seperti nyamuk mikrofilaria mengalami
menarik diri dari pergaulan, sulit pertumbuhan larva stadium 1(L1) bentuknya
mendapatkan jodoh. Filariasis bila tidak seperti sosis berukuran 125-250 um x 10-17
diobati dapat menimbulkan kecacatan um dengan ekor runcing seperti cambuk.
menetap dan selama hidupnya tidak dapat Setelah kurang lebih 6 hari larva tumbuh
bekerja secara optimal, sehingga dapat menjadi larva stadium 2 (L2) disebut larva
menjadi beban keluarga, merugikan pre infektif yang berukuran 200-300 um x
masyarakat dan negara. Selain itu, menurut 15-30 um dengan ekor tumpul dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia memendek. Pada stadium 2 ini larva
(2005) hasil penelitian Subdit Filariasis dan menunjukkan adanya gerakan. Hari 10-14
Schistosomiasis, Direktorat Jenderal pada species Wuchereria (cacing filaria jenis
Pemberantasan Penyakit Menular dan ini yang ditemukan di Kota Pekalongan)
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM&PL) larva tumbuh menjadi stadium 3(L3) yang
dan Fakultas Kesehatan Masyarakat, berukuran kurang lebih 1400 um x 20 jam.
Universitas Indonesia tahun 2000, penderita Larva stadium 3 tampak panjang dan
akan mengalami kerugian ekonomi lebih ramping disertai gerakan yang aktif. Stadium
kurang 17,8% dari biaya rumah tangga atau 3 merupakan cacing infektif. Fase L3 dapat
32,3% dari biaya makan keluarga. Sampai bergerak bebas dan menuju ke bagian kepala
dengan tahun 2004 di Indonesia diperkirakan dan proboscis nyamuk. Pada saat nyamuk

* Peneliti pada Loka Litbang P2B2 Banjarnegara

1324
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4, Desember 2010 : 1324 -1332

menghisap darah, L3 keluar dari proboscis Kecamatan Pekalongan Utara menunjukkan


secara aktif bergerak masuk ke tubuh Mfrate sebesar 3,4% Hal ini menunjukkan
manusia melalui bekas tusukan stilet lalu kecenderungan peningkatan distribusi kasus
masuk dalam aliran darah hingga sampai di filariasis limfatik di Kota Pekalongan
kelenjar getah bening (kelenjar limfe), L3 khususnya di Kecamatan Pekalongan Utara.
tumbuh menjadi L4 kemudian Salah satu faktor yang menunjang
berkembangbiak dan menghasilkan
terjadinya penularan adalah keberadaan
mikrofilaria yang dapat ditemukan pada
nyamuk Culex quenquefasciatus dan adanya
darah visceral. Secara berkala L4 dapat kasus. Untuk mencegah terjadinya penularan,
ditemukan pada darah tepi sehingga dengan
perlu dilakukan upaya pencegahan dengan
mudah terhisap nyamuk. Dalam waktu lama
menghilangkan habitat nyamuk penular,
dan jumlah yang banyak mikrofilaria dapat
mencegah gigitan nyamuk, menemukan dan
menyebabkan sumbatan sehingga terjadi
mengobati penderita, serta upaya pengobatan
pembengkakan yang tetap.
massal pada daerah tertentu. Salah satu hal
Menurut Dinas Kesehatan Kota yang perlu dijajagi lebih dahulu yaitu
Pekalongan (2005) Kota Pekalongan menyangkut aspek sosial budaya terutama
merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik
Tengah dengan masalah filariasis limfatik. masyarakat tentang filariasis dan potensi
Letaknya berdekatan dengan Kabupaten yang ada di masyarakat. Hal ini yang menjadi
Pekalongan yang merupakan daerah endemis alasan dilakukannya kegiatan penelitian ini.
filariasis limfatik terutama di Kecamatan
Tujuan dari analisis ini adalah
Tirto dan Wiradesa. Kota Pekalongan terdiri
mengetahui pengetahuan, sikap dan praktik
dari 4 Kecamatan yaitu : Pekalongan Utara,
masyarakat tentang filariasis
Pekalongan Barat, Pekalongan Timur dan
Pekalongan Selatan. Data Dinas Kesehatan
Kota Pekalongan (2007) sampai dengan
BAHAN DAN CARA
bulan Mei 2007 menunjukkan adanya 12
kasus filaria kronis yang tersebar di 11 Desain penelitian adalah cross
Kelurahan dalam 3 Kecamatan yaitu : sectional. Sebagai populasi adalah seluruh
Kecamatan Pekalongan Barat (Kelurahan masyarakat di wilayah Kelurahan Pabean,
Tegalrejo, Kramatsari, Medono, Bendan), Kecamatan Pekalongan Utara, Kota
Kecamatan Pekalongan Utara (Kelurahan Pekalongan. Sampel perlakuan adalah
Bandengan, Krapyak Lor, Kraton Kidul, kelompok masyarakat yang ada di wilayah
Panjang Wetan), dan Kecamatan Pekalongan Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan
Timur (Kelurahan Landungsari, Sugih Utara, Kota Pekalongan yang diambil secara
Waras, Klego). Data tahun 2004 random yang telah berumur lebih dari 17
menunjukkan Micro filaria rate(Mfrate) di tahun (dianggap mampu menjawab
kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan pertanyaan yang diajukan).
Barat 2,34%. Pada tahun 2005 Kelurahan
Sampel dihitung berdasarkan rumus dari
Kramatsari, Kecamatan Pekalongan Barat Mf
Lemeshow,S(1997)
rale sebesar 0,38%, Kelurahan Bandengan
Kecamatan Pekalongan Utara Mfrate sebesar
2,38%, Kelurahan Tirto Kecamatan
Pekalongan Barat Mfrate sebesar 0,40% dan _Z2l-a/2pq
Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Pekalongan d2
Barat Mf rate sebesar 2,40%. Spesies
Keterangan:
mikrofilaria yang ditemukan adalah
Wuchereria bancrofti. n = ukuran sampel
Pada bulan Februari 2007 hasil p = perkiraan proporsi
survei darah jari di Kelurahan Bumirejo (prevalensi)variabel dependen pada
Kecamatan Pekalongan Barat menunjukkan populasi
Mf. rate sebesar 5,48 %. Pada tahun yang q =l-p
sama hasil survei dari Loka Litbang P2B2
Banjarnegara di Kelurahan Pabean, Z2i.o/2 = statistik Z

1325
Pengetahuan dan Sikap Praktik Masyarakat...(Bina I & Tri W)

d = presisi absolut Mulyorejo sedangkan sebelah timur


berbatasan dengan Kelurahan Dukuh.

Pada penelitian ini digunakan: Berdasarkan data Kelurahan Pabean


(2007) jumlah penduduk Kelurahan Pabean
p = 0,5 ; q = 0.5 sehinga pq =0,25 3.435 jiwa. Penduduk Kelurahan Pabean
a =0,05 sehingga Z= 1,96 sebagian besar penganut agama Islam,
sebagian besar berorganisasi Nahdatul Ulama
d = 10% dengan kegiatan-kegiatan keagamaan untuk
anak remaja, ibu-ibu maupun bapak-bapak
dilaksanakan dengan baik seperti pengajian,
Sehingga tadarus al-quran, dll. Beberapa tempat usaha
dan sekolah madrasah memilih hari Jumat
(l,96)2xO,25 sebagai hari libur dan hari Minggu tetap
n=
(0,D2 masuk kerja. Wilayah Kelurahan Pabean
selain sebagai wilayah pemukiman sebagian
n= 96,04 lahan diperuntukan untuk sawah dan ladang
Dibulatkan menjadi 100 orang. dengan irigasi tehnis dan irigasi tadah hujan.
Kelurahan Pabean merupakan daerah pantai
dan beriklim tropis dengan kisaran suhu
Pengukuran variabel udara antara 29° C-31° C, serta berada pada
ketinggian 3 meter diatas permukaan laut.
Data tentang pengetahuan, sikap dan
praktik masyarakat tentang filariasis di
Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan a. Karakteristik Sosiodemografi
Utara, Kota Pekalongan diperoleh melalui
wawancara menggunakan daftar pertanyaan Karakteristik sosiodemografi dari responden
sebagai pedoman wawancara yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.
oleh tenaga dari Puskesmas sebanyak 10 Pada tabel 1 menunjukkan responden
orang. Sebelum melakukan wawancara sebanyak 57% adalah kepala keluarga. Umur
tenaga pengumpul data tersebut dilatih responden paling banyak pada kelompok
terlebih dahulu kurang dari 50 tahun, dengan persentase
terbanyak pada kelompok umur 31-40 tahun
sebanyak 30%. Sebanyak 60% responden
HASIL berjenis kelamin laki-laki. Hampir seluruh
Kelurahan Pabean merupakan salah responden merupakan penduduk
satu kelurahan dari 4 kelurahan yang ada di asli/setempat (85%) dan sisanya merupakan
wilayah kerja Puskesmas Kusuma Bangsa, pendatang dari berbagai daerah seperti Kota
Kecamatan Pekalongan Utara, Provinsi Jawa Salatiga.Kabupaten Kendal, Kabupaten
Tengah, Kelurahan Pabean terdiri dari 4 Pemalang, dan Kabupaten Pekalongan.
Rukun Warga (RW) dan 13 Rukun Tetangga Sebanyak 98% responden beragama Islam,
(RT). Luas wilayah Kelurahan Pabean 1% Kristen katolik dan 1 % Kristen
sebesar 86,76 ha, sebelah utara berbatasan protestan. Dari segi pendidikan sebanyak 76
dengan Kelurahan Jeruksari dan Kelurahan % berpendidikan tamat Sekolah Dasar
Kraton Lor. Sebelah selatan berbatasan kebawah, yang mencapai tamat Perguruan
dengan Kelurahan Kramatsari dan Kelurahan Tinggi hanya 3%. Sebanyak 47 % responden
Pasirsari. Sebelah barat berbatasan dengan bekerja sebagai buruh.
Kelurahan Tegaldowo dan Kelurahan

1326
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4, Desember 2010 : 1324 - 1332

label 1. Karakteristik Sosiodemografi Responden (n=100)


No Variabel Frekuensi Persentase (%)
1. Status dalam keluarga
Kepala keluarga 57 57
Istri 28 28
Anak 12 12
Mertua 2 2
Orangtua 1 1
2. Umur (tahun)
17-30 22 22
31-40 30 30
41-50 29 29
51-60 13 13
>60 6 6
3. Jenis kelamin
laki-laki 60 60
perempuan 40 40
4. Status kependudukan
asli/setempat 85 85
pendatang 15 15
5. Agama
Islam 98 98
Kristen katolik 1 1
Kristen Protestan 1 1
6. Pendidikan
Tidak Sekolah-Tamat SD 76 76
Tamat SLIP 13 13
Tamat SLTA 8 8
Tamat Perguruan Tinggi 3 3
7. Pekerjaan
buruh 47 47
pedagang/wirausaha 25 25
Iain-lain (jasa,petani,PNS) 15 15
tidak bekerja 13 13

b. Pengetahuan responden label 2 menunjukkan dari 51 orang


Dari hasil wawancara, responden yang pernah mendengar istilah
yang pernah mendengar istilah filariasis/kaki filariasis/penyakit kaki gajah hanya 15,69%
gajah dan yang tidak pernah mendengar yang dapat mengetahui dengan baik gejala
hampir berimbang komposisinya yaitu 51 % dan tanda filariasis, serta hanya 17,65% saja
menyatakan pernah mendengar istilah yang dapat menjelaskan dengan baik
tersebut dan 49 % menyatakan belum pernah penyebab filariasis. Namun pada
mendengar istilah tersebut. Dari 51% yang pengetahuan mengenai filariasis merupakan
pernah mendengar tentang istilah penyakit menular 56,86% sudah
filariasis/kaki gajah ditanyakan lebih lanjut mengetahuinya dengan baik, meskipun
mengenai seberapa dalam responden begitu pengetahuan mengenai cara penularan
mengetahui tentang filariasis/kaki gajah yang filariasis persentase terbesar adalah tidak
ditunjukkan pada tabel 2. menjawab(41,18%).

1327
Pengetahuan dan Sikap Praktik Masyarakat...(Bina I & Tri W)

Tabel 2. Pengetahuan responden mengenai penyakit kaki gajah/filariasis (n=51)


No. Variabel pengetahuan mengenai Frekuensi Persentase (%)
1. gejala dan tanda filariasis
kurang 23 45,10
sedang 20 39,22
baik 8 15,69
2. penyebab filariasis
kurang 27 52,94
sedang 15 29,41
baik 9 17,65
3. filariasis adalah penyakit menular
kurang 14 27,45
sedang 8 15,69
baik 29 56,86
4. cara penularan filariasis
tidak menjawab 21 41,18
kurang 13 25,49
baik 17 33,33

Dari 100 responden ditanyakan pula pengobatan filariasis. Jawaban responden


mengenai pencegahan gigitan nyamuk dan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengetahuan Responden mengenai pencegahan gigitan nyamuk dan pengobatan filarisis
(n=100)
No. Variabel pengetahuan mengenai Frekuensi Persentase (%)
1. cara pencegahan gigitan nyamuk
kurang 4 4
sedang 38 38
baik 58 58
2. filariasis dapat diobati
tidak 9 9
ragu-ragu 36 36
dapat 55 55
3. obat filariasis
kurang lengkap 53 53
cukup lengkap 2 2
lengkap 1 1
tidak menjawab 44 44

Pada tabel 3 diketahui bahwa 58% Hasil penilaian menggunakan skala


responden mengetahui cara pencegahan likert menunjukkan sebanyak 38 %
penularan gigitan nyamuk. Sebanyak 55% pengetahuan responden dikategorikan
responden menjawab filariasis dapat diobati. kurang, 46 % dikategorikan sedang dan 16 %
Untuk jenis atau nama obat filariasis hanya dikategorikan baik.
1% saja yang dapat menjawab dengan c> responden tentang filariasis
lengkap nama obatnya.
Sikap responden tentang filariasis dapat
dilihat pada tabel berikut :

1328
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4, Desember 2010 : 1324 - 1332

Tabel 4. Sikap responden tentang filariasis (n=100)


Sikap (%)
No Ada pendapat yang mengatakan bahwa:
Setuju Tdk Setuju Tdk tabu
1. Kaki gajah merupakan penyakit menular 46 26 28
2. Kaki gajah bukan penyakit keturunan/kutukan 55 15 30
3. Kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh 30 17 53
cacing/mikrofilaria
4. Kaki gajah ditularkan melalui gigitan nyamuk 60 6 34
5. Kaki gajah merupakan penyakit yang dapat dicegah 74 2 24
6. Upaya mencegah kaki gajah dapat dilakukan dengan 68 2 30
membersihkan lingkungan dan tempat yang menjadi
sumber nyamuk serta melindungi diri dari gigitan
nyamuk
7. Kaki gajah merupakan penyakit yang dapat diobati 85 4 11
8. Tidak mengucilkan penderita kaki gajah 79 12 9
9. Mendukung kegiatan pengambilan sediaan darah jari di 88 4 8
malam hari dan pengobatan massal untuk mencegah
kaki gajah
10. Penanganan kaki gajah adalah tanggung jawab kita 88 5 7
bersama

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa dikategorikan baik, 8% sedang dan tidak ada
responden sebagian besar menunjukkan yang dikategorikan kurang.
sikap-sikap positif, hanya pada item
pertanyaan yang masih mengandung
pengetahuan seperti nomor 1-4 komposisi d. Praktik responden mengenai filariasis
jawaban bervariasi. Apabila dinilai dengan Praktik responden mengenai filariasis dapat
skala likert sikap responden 91% sikap dilihat pada tabel 5 sebagai berikut
dikategorikan baik, 8% sedang dan tidak ada
yang dikategorikan kurang. Sikap-sikap Aktivitas yang mendukung penularan
positif seperti tidak mengucilkan penderita, filariasis antara lain kebiasaan keluar rumah
penderita dapat diobati, mendukung di malam hari. Sebanyak 73% responden
pengambilan sediaan darah jari di malam hari kadang-kadang keluar rumah pada malam
dan mendukung pengobatan massal, merasa hari antara lain ronda, pengajian, menonton
penanganan kaki gajah merupakan TV di rumah tetangga, dll. Dari 73 %
tanggungjawab bersama merupakan hal responden yang keluar rumah di malam hari
positif yang perlu diperhatikan dan sebagai hanya 21 % yang selalu melindungi diri dari
dasar dalam melakukan upaya pemberdayaan gigitan nyamuk, 25 % kadang-kadang saja,
masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan dan sisanya tidak pernah melindungi diri dari
eliminasi filariasis di lokasi penelitian yaitu gigitan nyamuk. Kebiasaan minum obat dari
di Kelurahan Pabean. petugas kesehatan/Puskesmas sebanyak 79%
menyatakan minum sampai habis. Apabila
Basil penilaian menggunakan skala dilakukan kegiatan penyuluhan sebanyak
Likert menunjukkan sikap responden 91% 75% bersedia datang.

1329
Pengetahuan dan Sikap Praktik Masyarakat...( Bina I & Tri W)

Tabel 5. Praktik responden mengenai filariasis (n=100)


No Variabel Frckuensi Persen (%)
1. Aktivitas yang mendukung penularan
a. keluar rumah malam hari
Sering 9 9
Kadang-kadang 73 73
tidak pernah keluar malam 16 16
2. praktik mengenai penyembuhan
a. Minum obat
diminum sebagian 79 79
diminum sampai habis 13 13
tidakmenjawab 8 8
3. praktik mengenai pencegahan
a. Kesediaan datang ke penyuluhan
tidak datang 6 6
ragu-ragu 19 19
bersedia datang 75 75
b. Kesediaan dilakukan pengambilan darah jari
tidak bersedia 7 7
ragu-ragu 14 14
bersedia 79 79
c. Melindungi diri dari gigitan nyamuk
Tidak pernah 0 0
Kadang-kadang 6 6
selalu 94 94
d Melakukan pemberantasan nyamuk
Tidak melakukan 4 4
Kadang-kadang 60 60
selalu 36 36

Sebanyak 79% responden bersedia dikategorikan baik, 7% sedang dan tidak ada
diambil darahnya apabila ada suatu kegiatan yang berpraktik kurang.
pemeriksaan filariasis melalui pengambilan
sediaan darah jari di malam hari. Sebanyak
94% responden menyatakan selalu e. Analisis Pengetahuan dan Sikap, Sikap
melakukan upaya perlindungan diri dari dan Praktik serta Pengetahuan dan
gigitan nyamuk. Sebanyak 60% responden Praktik
kadang-kadang melakukan upaya Analisis hubungan variabel data berskala
pemberantasan nyamuk dan 36% saja yang ordinal menurut Sugiyono (1999) analisis
selalu melakukan pemberantasan nyamuk. statistik yang digunakan adalah korelasi
Hasil penilaian mengunakan skala pearson 's product momen, didapatkan hasil
likert menunjukkan praktik responden 93% sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil uji statistik dengan uji korelasi pearson's product moment
No. Hubungan Sig(2 tailed] Pearson correlation
1. Pengetahuan dengan Sikap 0,046 0,200
2. Sikap dengan Praktik 0,062 0,188
3. Pengetahuan dengan Praktik 0,420 0,082

Dari tabel 2 menunjukkan ada yang lemah (Santoso, S. 2008). Sedangkan


hubungan antara pengetahuan dengan sikap antara sikap dengan praktik menunjukkan p
responden tentang filariasis dengan p value value 0,062 (p>0,05), sehingga tidak ada
0,046 (p<0,05) dengan derajat keeratan hubungan antara sikap dengan praktik.
hubungan 0,2 atau menunjukkan korelasi Demikian pula antara pengetahuan dengan

1330
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No 4, Desember 2010 : 1324 - 1332

praktik p value 0,420 (p>0,05) menunjukkan Penelitian Febrianto, B.Astri


tidak adanya hubungan. Maharani IP dan Widiarti. (2008)
menunjukkan pengetahuan yang baik
mengenai filariasis memberikan
f. Hasil observasi lingkungan perlindungan terhadap risiko penularan
filariasis sebesar delapan kali lebih baik
Dari hasil observasi terhadap rumah
dibanding mereka yang pengetahuannya
responden, 73 % belum rapat nyamuk yaitu
masih banyak terdapat celah yang kurang. Sedikit berbeda dengan penelitian
ini Ompusunggu,S (1999) menunjukkan
memungkinkan nyamuk masuk ke dalam
sikap dan persepsi masyarakat terhadap
rumah, 44% di sekitar rumah ditemukan
filariasis masih kurang sebagai akibat dari
genangan air dan positif jentik Culex
masih rendahnya pengetahuan mereka
quenquefasciatus, 32 % ditemukan genangan
terhadap filariasis. Hasil observasi lapangan
air dan tidak ditemukan jentik nyamuk, 21%
banyak ditemukan genangan air dengan
rumah yang tidak ditemukan adanya
genangan di sekitar rumah. Habitat nyamuk jumlah kepadatan jentik yang tinggi. Hal ini
kemungkinan bukan karena sikap dan praktik
Culex Spp yang paling banyak ditemukan di
sepanjang selokan dengan air yang tergenang masyarakat yag tidak mau peduli namun
karena banyak sampah ataupun di badan air lebih dikarenakan faktor pengetahuan yang
kurang.
yang mengalir lambat. Selain itu, genangan
air pada lahan yang terbengkalai banyak
ditumbuhi berbagai jenis tanaman air dan
KESIMPULAN DAN SARAN
merupakan habitat nyamuk Culex Spp .
Menurut WijayantiJ. dkk (2007) Species Kesimpulan
Culex quenquefasciatus telah dikonfirmasi
Pengetahuan responden perlu
sebagai vektor penular filariasis di daerah
ditingkatkan untuk lebih menguatkan sikap
penelitian. Terdapatnya habitat nyamuk
dan praktik yang telah baik mengenai
berupa selokan dan tempat-tempat yang tidak
filariasis.
terawat sangat membutuhkan kepedulian dan
peran serta masyarakat untuk
membersihkannya, apalagi dengan bentangan
Saran
yang luas.
Bagi pemegang program filariasis di
Puskesmas maupun di Dinas Kesehatan
PEMBAHASAN Kabupaten perlu melakukan upaya
peningkatan pengetahuan masyarakat di
Dari hasil penelitian diperoleh data
lokasi penelitian tentang filariasis rnelalui
bahwa secara sosiogeografi pendidikan
penyuluhan secara lengkap (misalnya proses
responden paling banyak di bawah tamat SD
penularan, siapa yang boleh dan tidakboleh
dan pekerjaan yang paling banyak adalah
minum obat,efek samping pengobatan) dan
buruh. Pengetahuan responden menunjukkan
praktik langsung di lapangan mengenai
pengetahuan responden sebagian besar
upaya-upaya pengendalian filariasis
kurang dan sedang. Namun, sikap dan praktik
(misalnya menunjukkan tempat
responden dikategorikan baik. Analisis
berkembangbiak nyamuk penular dan cara
statistik menunjukkan ada hubungan yang
menghilangkannya), dapat bekerjasama lintas
lemah antara pengetahuan dengan sikap,
program lintas sektor maupun memanfaatkan
sedangkan sikap dengan praktik dan
elemen lain yang ada di masyarakat.
pengetahuan dengan praktik menunjukkan
tidak ada hubungan. Memang tidak selalu
orang yang berpengetahuan sedang atau
UCAPAN TERIMAKASIH
kurang akan bersikap dan berpraktik kurang
pula akan suatu hal, dalam hal ini mengenai Penulis mengucapkan terimakasih
filariasis. Meskipun begitu menurut Sarwono, kepada Kepala Loka Litbang P2B2
S.(2004) pengetahuan yang memadai akan Banjarnegara untuk sarannya sehingga
menguatkan dalam sikap dan praktik yang penulisan ini dapat terlaksana, tim peneliti
dilakukan. dan teknisi di Loka Litbang P2B2

1331
Pengetahuan dan Sikap Praktik Masyarakat...( Bina I & Tri W)

Banjarnegara, Kepala Puskesmas Pekalongan Lemeshow, S. dkk. (1997)Besar Sampel dalam


Utara dan jajarannya yang membantu pada Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada
Univesity Press..Yogyakarta.hal: 2.
saat pelaksanaan penelitian. Ompusunggu,S. (1999) Sikap dan Penerimaan
Penduduk terhadap Pengobatan Filariasis
dengan Campuran Diethyl Carbamazine-
DAFTAR PUSTAKA Garam Berjodium di Jambi, Kalimantan dan
Sulawesi Tengah. JKPKBPPK - Universitas
Depkes RI, Ditjend PP&PL. (2005) Epidemiologi Komputer Indonesia
Filariasis. Santoso.S. (2002). Panduan Lengkap Menguasai SPSS
Dinkes Kola Pekalongan.(2005) Laporan Tahunan 16. PT Elex Media Komputindo. Jakarta
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Sarwono, S. (2004). Sosiologi Kesehatan. Bebcrapa
Dinkes Kota Pekalongan.(2007) Data Program Konsep Beserta Aplikasinya. Gajah Mada
Filariasis Dinas Kesehatan Kota Pekalongan University Press. Yogyakarta.
Febrianto.B.Astri Maharani IP dan Widiarti.(2008). Sugiyono (1999). Statistik Non Parametrik untuk
Falctor Risiko Filariasis di Desa Samborejo, Penelitian. Cetakan pertama. Alfabeta.
Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan Bandung
Jawa Tengah. Bui. Penel. Kesehatan, Vol. 36, WHO. (1997)Lymphatic Filariasis. Prospects for the
No. 2, 2008:48 - 58 elimination of some 1DR diseases p : 17-
Kelurahan Pabean. (2007) Monografi Kelurahan 22.
Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Wijayantij.dkk. (2007).Studi Epidemiologi Filariasis
Pekalongan. di Kota Pekalongan. Laporan Penelitian.
Loka Litbang P2B2 Banjarnegara

1332

Anda mungkin juga menyukai