Penghitungan Peluang
3.1 Pendahuluan
Dalam Bab 3 ini akan dibahas penghitungan peluang dari peristiwa. Oleh karena
itu, sebelum membahas penghitungan peluang akan dijelaskan terlebih dahulu hal-hal
yang berkaitan dengan peristiwa, yaitu ruang sampel dan peristiwa itu sendiri.
Selanjutnya, pembahasan penghitungan peluang selengkapnya adalah peluang
berdasarkan teknik membilang, peluang bersyarat, dalil Bayes, peluang dua peristiwa
yang Baling bebas, dan kalkulus peluang.
Mahasiswa setelah mempelajari Bab 3 ini dengan baik, is diharapkan secara
keseluruhan mampu memahami konsep dasar penghitungan peluang dari peristiwa.
Adapun sasaran belajarnya, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menentukan ruang sampel dari sebuah eksperimen acak,
2. menentukan peristiwa-peristiwa berdasarkan ruang sampel,
3. menentukan peristiwa berdasarkan operasi-operasi pada himpunan,
4. menentukan ruang peristiwa dari sebuah peristiwa,
5. menghitung peluang dari sebuah peristiwa,
6. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan operasi-operasi pada
himpunan,
7. menghitung peluang dari dua peristiwa yang saling inklusif,
8. menghitung peluang dari dua peristiwa yang saling lepas,
9. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan aturan perkalian,
10. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan permutasi,
11. menghitung peluang darii sebuah peristiwa berdasarkan sampel yang berurutan,
12. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan kombinasi,
13. menghitung peluang dari ruang sampel yang tidak berhingga, 1
14. menghitung peluang dari peristiwa yang bersyarat,
15. menentukan kebebasan dari dua buah peristiwa,
16. menentukan kebebasan dan tiga buah peristiwa
17. menentukan apakah peristiwa-peristiwa termasuk partisi dari ruang sampel atau
tidak,
18. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan dalil Bayes,
19. menghitung peluang dengan menggunakan tanda jumlah dan tanda integral.
3.2 Ruang Sampel
Kita akan memperoleh ruang sampel, jika kita melakukan suatu eksperimen atau
percobaan. Eksperimen di sini merupakan eksperimen acak. Berikut ini, akan dijelaskan
pengertian eksperimen acak. Misalnya kita melakukan suatu eksperimen yang diulang
beberapa kali, dengan kondisi yang identik dan alat yang sama. Maka, pada dasarriya
masing-masing eksperimen itu memberikan hasil yang sama. Akan tetapi, ada suatu
eksperimen yang kalau diulang beberapa kali, masing-masing pengulangan eksperimen
itu memberikan hasil yang belum tentu sama sekalipun kondisi pengulangan eksperimen
itu sama. Eksperimen seperti itu dinamakan eksperimen acak atau pengamatan acak dan
disingkat eksperimen atau pengamatan saja. Dalam eksperimen acak, hasil dari
pengulangannya tidak bisa diperkirakan dahulu sebelumnya, akan tetapi hasilnya terjadi
secara kebetulan. Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui ciri-ciri dari eksperimen
acak, yaitu:
1. Hasil eksperimennya merupakan himpunan semua hasil yang mungkin.
2. Eksperimen diulang beberapa kali dengan kondisi tidak berubah.
3. Hasil pengulangan eksperimen terjadi secara kebetulan.
Berikut ini kita akan memberikan beberapa contoh eksperimen acak:
Contoh 3.1:_______________________________________________________
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang logam Rp
100, maka hasil yang mungkin dari pengundian itu bisa HURUF "BANK INDONESIA"
atau GAMBAR "KARAPAN SAPI".
Misalnya waktu pertama kali pengundian itu dilakukan hasilnya berupa GAMBAR
"KARAPAN SAPI",. Apabila pengundian itu diulang beberapa kali, maka hasilnya
belum tentu GAMBAR "KARAPAN SAPI" semua, tetapi mungkin. saja hasilnya ada
yang berupa HURUF "BANK INDONESIA". Eksperimen seperti ini termasuk
eksperimen acak.
Contoh 3.2: :___________________________________________________________
Misalnya kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah dadu yang
seimbang. Apabila kita melakukan pengulangan pengundian itu, maka hasilnya belum
tentu sama dengan hasil pada waktu pengundian itu dilakukan pertama kali. Dalam hal
ini, hasil dari masing-masing pengulangan pengundian itu sudah pasti merupakan salah
satu dari kemungkinan-kemungkinan berikut; MATA 1, MATA 2, MATA 3, MATA 4,
MATA 5, atau MATA 6.
Eksperimen seperti ini juga termasuk eksperimen acak.
Setelah kita melakukan sebuah eksperimen, maka tentunya kita akan memperoleh hasil-
hasil yang mungkin dari eksperimen itu.
Definisi 3.1: RUANG SAMPEL
Apabila kita melakukan sebuah eksperimen, maka semua hasil yang mungkin diperoleh
darinya dinamakan ruang sampel. Adapun, masing-masing hasil yang mungkin dari
eksperimen atau setiap anggota dari ruang sampel dinamakan titik-titik sampel.
Penulisan ruang sampel biasanya diguiiakan huruf kapital, yaitu S.
Ruang sampel ini ada dua macam, yaitu ruang sampel diskrit dan rua sampel kontinu.
Defmisi dari kedua macam ruang sampel ini dijelaskan berikut ini.
Definisi 3.2: RUANG SAMPEL DISKRIT
Ruang sampel diskrit adalah ruang sampel yang mempunyai banyak anggotanya
berhingga atau tidak berhingga tetapi dapat dihitung.
Pemahaman uraian ruang sampel diskrit ini diperjelas melalui Contoh 3.
Contoh 3.3:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang logam Rp
100, maka ruang sampelnya adalah:
S={G, H}
dengan: G = GAMBAR "KARAPAN SAPI"
H = HURUF "BANK INDONESIA"
Dalam hal ini, G saja dan H saja masing-masing dinamakan titik-titik sampel
Contoh 3.4:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah dadu, maka mar
sampelnya berisi salah satu dari hasil sebagai berikut: mata 1, mata 2, mata ; mata 4,
mata 5, atau mata 6.
Jadi ruang sampelnya ditulis:
S={1,2,3,4,5,6}
Dalam hal ini, 1 saja, 2 saja, 3 saja, 4 saja, 5 saja, dan 6 saja masing-masii dinamakan
titik-titik sampel.
Contoh 3.5:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang loga Rp 100
sebanyak tiga kali dan kita akan memperhatikan banyak HURUF "BANK
INDONESIA" (H) yang muncul, maka.ruang sampelnya berisi salah satu dari hasil
sebagai berikut: .
a. H tidak akan muncul, artinya GAMBAR "KAR.APAN SAPI" (G) muncul tiga kali,
atau H= 0.
b. H akan muncul sekali dan G akan muncul dua kali, atau H= 1,
c. H akan muncul dua kali dan G akan muncul sekali, atau H =2.
d. H akan muncul tiga kali, artinya G tidak akan muncul, atau H= 3. Jadi ruang
sampelnya ditulis:
S={0, 1,2,3}
Dalam hal ini, 0 saja, 1 saja, 2 saja, dan 3 saja masing-masing dinamakan titik-titik
sampel.
Contoh 3.6:____________________________________________________________
Misalnya kita melakukan eksperimen mengenai pelemparan sebuah mata uang logam
Rp 100 sampai muncul GAMBAR "KARAPAN SAPI" pertama kali. Tentukan ruang
sampelnya.
Penyelesaian:
Dalam hal ini, hasil dari eksperimen itu mempunyai banyak kemungkinan, yaitu:
a. Pada pelemparan pertama muncul G, sehingga hasilnya ditulis G.
b. Pada pelemparan pertama muncul H dan pelemparan kedua muncul G, sehingga
hasilnya ditulis HGG
c. Pada pelemparan pertama dan kedua muncul H dan pelemparan ketiga muncul G,
sehingga ditulis HHG.
Dan seterusnya.
Jadi ruang sampelnya adalah:
S = {G, HG, HHG, ... }
Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU,
Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada
garis bilangan real.
Pemahaman ruang sampel kontinu diperjelas melalui Contoh 3.7.
Contoh 3.7:__________________________________________________________
Misalnya perusahaan bola lampu "KUAT" memproduksi sebuah bola lampu baru. Kita
akan melihat masa hidup (dalam jam) bola lampu itu. Tentukan ruang sampelnya.
Penyelesaian:
Karena masa hidup bola lampu bernilai bilangan real positif, maka ruang sampelnya
adalah:
S={t: t>0}
Kita bisa menentukan beberapa peristiwa dari ruang sampel S. Berikut ini kita akan
membahas beberapa definisi yang berkaitan dengan peristiwa.
Notasi untuk
menyatakan sebuah peristiwa biasanya ditulis dengan huruf capital, misalnya A,B,C,D
dan sebagainya kecuali S.
Karena sebuah peristiwa itu merpakan himpunan bagian dari ruang sampel S, maka ada
tiga kemungkinan yang bias terjadi, yaitu.
1. S itu sendiri
2. Ø juga menjadi sebuah peritiwa
3. Beberapa hasil yang mungkn dari S merupakan sebuah peristiwa.
Kita sudah mengetahui bahwa jika kita melakukan eksperimen maka kita akan
memperoleh hasil-hasil yang mungkin adrinya yang dinamakan ruang sampel. Sama
seperti hal nya eksperimen jika kita bias menentukan peristiwa maka kita bisa
menentukan Hasil-hasil tersebut lebih lanjut dinamakan ruang peristiwa.
Definisi 3.5: terjadinya Sebuah peristiwa dikatakan terjadi, jika ada anggota dari ruang
peristiwanya merupakan hasil dari eksperimen.
Berikut ini kita akan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan
peristiwa. .
Contoh 3.8:____________________________________________________________
Jika kita melakukan pengundian dua mata uang logam Rp 100 secara sekaligus, maka
ruang sampelnya adalah:
S = {HH, HG, GH, GG}
Tuliskan enam buah peristiwa disertai dengan ruang peristiwanya. Penyelesaian:
a. A: Peristiwa munculnya G semuanya.
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {GG}
b. B: Peristiwa munculnya H sebuah.
Ruang peristiwa dari B adalah:
B = {HG, GH}
c. C: Peristiwa munculnya G paling sedikit sebuah.
Ruang peristiwa dari C adalah:
C = {HG, GH, GG}
d. D: Peristiwa munculnya H paling banyak sebuah.
Ruang peristiwa dari D adalah:
D = {GH, HG, GG}
e. E: Peristiwa munculnya H paling sedikit dua buah.
Ruang peristiwa dari E adalah:
E = {HH}
f. F: Peristiwa munculnya G lebih dari dua buah.
Ruang peristiwa dari F adalah:
F={ } atau F = Ø
Jika kita mengambil sebuah anggota peristiwa, misalnya HG, maka peristiwa-
peristiwa.B, C, dan D dikatakan telah terjadi. Hal ini bisa dilihat bahwa masingmasing
peristiwa tersebut mempunyai HG sebagai anggota dari ruang peristiwanya. Dengan
kata lain, HG ϵ B, HG ϵ C, dan HG ϵ D.
Adapun, peristiwa-peristiwa A, E, dan F dikatakan tidak terjadi, karena HG
ϵ A, HG ϵ E, dan HG ϵ F.
Contoh 3.9: __________________________________________________________
Kita sudah mengetahui bahwa ruang sampel dari pengundian sebuah dadu adalah
S={1,2,3,4,5,6}.
Tuliskan enam buah peristiwa disertai dengan ruang peristiwanya.
Penyelesaian:
a. A: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai kurang dari 4. Ruang peristiwa
dari A adalah : A={1,2,3}
b. B: Peristiwa munculnya niata dadu yang merupakan bilangan ganjil. Ruang
peristiwa dari B adalah: B={1,3,5}
c. C: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai habis dibagi 5. Ruang peristiwa
dari C adalah: C= {5}
d. D: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai terbesar. Ruang peristiwa dari D
adalah: D = {6}
e. E: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai kurang dari 8. Ruang peristiwa dari
E adalah: E={1,2,3,4,5,6}
f. F: Peristiwa munculnya mata dadu yang merupakan bilangan cacah. Ruang
peristiwa dari FG adalah: F={2,3,5}
Jika kita mengambil sebuah anggota peristiwa, misalnya 6, maka peristiwaperistiwa D
dan E dikatakan telah terjadi. Hal ini bisa dilihat bahwa 6 ϵ D dan 6 ϵ E. Adapun
peristiwa-peristiwa A, B, C, dan F dikatakan tidak terjadi, karena 6 ϵ A,6 ϵ B,6 ϵ C,dan
6 ϵ F.
Kita sudah mengetahui bahwa dan ruang sampel S bisa dibentuk beberapa peristiwa.
Sebuah periStiwa akan memberikan ruang peristiwanya. Sebaliknya, kita bisa
menentukan peristiwa, jika ruang peristiwanya diketahui.
3.3 Konsep Peluang
Penentuan terjadinya sebuah peristiwa ditentukan oleh nilai peluang dan
penghitungannya didasarkan pada perumusan secara umum. Sehingga peluang dapat
diartikan sebagai ukuran yang digunakan untuk mengetahui terjadinya atad tidak
terjadinya suatu peristiwa.
Sebuah peristiwa yang terjadi pasti mempunyai nilai peluang yang besatnya antara
nol dan satu. Adapun, peristiwa yang sudah pasti terjadi akan mempunyai nilai peluang
sebesar satu. Akan tetapi, peristiwa yang sudah pasti tidak terjadi akan mempunyai nilai
peluang sebesar nol. Dalam hal ini, kita jarang menjumpai sebuah peristiwa yang
mempunyai nilai peluang tepat sama dengan nol dan atau tepat sama dengan satu. Kita
biasanya sering menjumpai sebuah peristiwa yang,mempunyai nilai peluang antara nol
dan satu.
Pemahaman uraian di atas diperjelas melalui Contoh 3.12.
Contoh 3.12: ________________________________________________________
Pada penyisihan Piala Dunia Zona Asia Tenggara, kesebelasan Indonesia melawan
kesebelasan Brunei Darussalam. Dalam hal ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa
kesebelasan Indonesia sudah pasti akan menang, sehingga peluangnya sebesar satu. Kita
mungkin bisa mengatakan bahwa kesebelasan Indonesia akan menang dengan peluang
sebesar 0,80. Dengan demikian, kesebelasan Indonesia akan kalah atau hasilnya
mungkin seri dengan peluang -sebesar 0,20.
Kita bisa mengatakan sebuah peristiwa mempunyai nilai peluang sebesar nol atau satu,
jika kita sudah mengetahui kondisi yang memungkinkan terjadinya peristiwa itu.
Pemahaman uraian ini bisa diperjelas melalui Contoh 3.13.
Contoh 3.13: _________________________________________________________
Misalnya kesebelasan PSSI melawan kesebelasan Juventus Italia dalam pertandingan
persahabatan. Maka kita bisa mengatakan bahwa peluang kesebelasan Juventus Italia
akan menang dalam pertandingan itu sebesar satu. Sebaliknya, kita bisa mengatakan
bahwa peluang kesebelasan PSSI akan katah dalam pertandingan itu sebesar nol.
1
terjadi, maka besarnya peluang untuk setiap titik sampel adalah .
n
Contoh 3.17: _________________________________________________________
Misalnya kita melakukan pengundian dua bush mata uang logam Rp 100 yang seimbang
secara sekaligus.
Jika A adalah peristiwa tidak akan diperoleh GAMBAR "KARAPAN SAPI", maka
hitung P(Ac).
Penyelesaian:
Ruang sampelnya adalah:
S = {GG, GH,HG, HM}
dengan: G = GAMBAR "KARAPAN SAPI"
H = HURUF "BANK INDONESIA"
Karena mata uang logam Rp 100 yang digunakan seimbang, setiap titik sampel
mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu 4 A: Peristiwa tidak akan diperoleh
G
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {HH}
1
Jadi: P(A) = P({HH}) =
4
1 3
Akibatnya, P(Ac) = 1 =
4 4
Cara lain
Ac : Peristiwa munculnya paling sedikit I G
Ruang peristiwa dari Ac adalah:
Ac = {GH, HG GG}
Jadi:P (Ac) = P({GH, HG, GG})
= P({GH}) + P({HG}) + P({GG})
1 1 1
= + +
4 4 4
1
P(Ac) =
4
Kita akan menghitung dahulu banyak bilangan keseluruhan yang bisa dibentuk, yang
dinotasikan dengan n(S).
A1, bernilai ratusan terdiri atas 6 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 5 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Jadi: n(S) = (6 x 5 x 4) cara = 120 buah.
a. Misalnya A: Peristiwa bahwa bilangan yang dibentuk itu bernilai paling
besar 753.
i. Ratusan terdiri atas angka-angka 2, 3, 5, dan 6.
A1, bernilai ratusan terdiri atas 4 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 5 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (4 x 5 x 4) buah = 80 buah.
ii. Ratusan hanya angka 7.
• A, bernilai ratusan terdirii atas 1 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 2 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (1 x 2 x 4) buah = 8 buah.
• A, bernilai ratusan terdiri atas 1 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 1 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 2 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (1 x 1 x 2) buah = 2 buah.
Sehingga banyak bilangan yang dibentuk itu bernilai paling besar 753 =
(80 + 8 + 2) buah = 90 buah
Atau, n (A) = 90. 90
90 3
Jadi: P(A) = = =0,75
120 4
B. Permutasi
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan permutasi digunakan
rumus sebagai berikut.
n( A)
P (A)¿
n( S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan permutasi.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan permutasi.
Pemahaman rumus di atas diperjelas melalui Contoh 3.23 dan 3.24.
Contoh 3.23:___________________________________________________________
Misalnya kita mempunyai kata "PENSIL".
Berapa peluang bahwa tempat pertama dan terakhir merupakan huruf hidup?
Penyelesaian:
Misalnya A adalah peristiwa bahwa sebuah kata yang dibentuk dari kata PENSIL,
dengan tempat pertama dan terakhir merupakan huruf hidup. Karena huruf hidup pada
kata PENSIL ada dua buah, yaitu E dan I, maka penempatan kedua huruf hidup itu ada
dua kemungkinan, yaitu:
i. Huruf E diletakkan pada tempat pertama dan hurufl diletakkan pada tempat
terakhir.
Susunan huruf-hurufnya bisa dilihat sebagai berikut:
E E1 E2 E E I
3 4
Jadi: n (A) = Banyak susunan huruf dari kata PENSIL, dengan huruf pertama
dan terakhir merupakan huruf hidup.
= (24 + 24) cara
n (A) = 48 cara.
Adapun, n(S) = Banyak susunan huruf keseluruhan dari kata PENSIL
= 6! Cara
n(S) = 720 cara
78 1
Maka: P(A) = =
720 15
Contoh 3.24: ___________________________________________________________
Diketahui ada tiga abjad pertama, yaitu a, b, dan c.
Hitung peluang bahwa dua abjad tertentu selalu terletak berdampingan, jika kita
membentuk permutasi dari tiga abjad itu.
Penyelesaian:
Misalnya B adalah peristiwa bahwa dua abjad tertentu selalu terletak berdampingan,
jika kita membentuk permutasi dari tiga abjad itu Karena dua abjad tertentu selalu
teiletak berdampingan, banyak abjad yang akan dibentuk ada 2 buah.
Jadi permutasi yang mungkin = 2! cara.
Banyak permutasi yang dibentuk dari dua abjad yang berdampingan = 2! cara.
Maka: n(B) = Banyak susunan dua abjad tertentu yang selalu terletak berdampingan
= (2! x 2!) cara,
n(B) = 4 cara
Dalam hal ini: n(S) = Banyak susunan keseluruhan berdasarkan permutasi yang bisa
dibentuk.
= 3 ! cara
n(S) = 6 cara
4 2
Sehingga: P(B) = =
6 3
C. Sampel yang Berurutan
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan sampel yang berututan
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
n( A)
P (A)¿
n( S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan sampel yang
berurutan.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan sampel yang berurutan.
Pemahaman rumus di.atas diperjelas melalui Contoh 3.25.
Misalnya A2: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil dengan pengembalian dari
kotak, dengan satu kelereng di antaranya berwarna kuning untuk kemungkinan
kedua.
Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna bukan kuning = (40- 20)
cars = 20 cara.
Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna kuning = 20 cara. Banyak
susunan kelereng keseluruhan, baik pada pengambilan kelereng pertama maupun
pada pengambilan kelereng kedua masing-masing 40 cara.
Jadi: n(A2) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil dengan pengembalian
pada kemungkinan kedua.
= (20 x 20).cara
n(A2) = 400 cara
400 1
Sehingga: P(A2) = =
1.600 4
1 1
= =
4 4
2 1
P(A) = =
4 2
Misalnya B1: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil tanpa pengembalian dari kotak,
dengan sate kelereng di antaranya berwarna kuning. i. Kemungldnan pertama:
Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna kuning = 20 cara.
Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna bukan kuning = (40 - 20) cara.
= 20 cara.
Banyak susunan kelereng keseluruhan pada pengambilan kelereng pertama ada 40 cara
dan pada pengambilan kelereng kedua ada 39 cara.
Jadi: n(B1) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian pada
kemungkinan pertama.
= (20 x 20) cara
n(B1) = 400 cara
n(S) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian secara
keseluruhan pada kemungkinan pertama.
= (40 x 39) cara
n(S) = 1.560 cara
400 10
Sehingga: P(B1) = =
1.560 39
D. Kombinasi
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan kombinasi dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
n( A)
P(A) =
n (S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan kombinasi.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan kombinasi.
Pemahaman rumus di atas diperjelas melalui Contoh 3.26.
Contoh 3.26:
Sandy mempunyai sebuah kotak berisi 15 buah kelereng terdiri atas 7 buah kelereng
kuning dan 8 buah kelereng putih.
Kemudian ia mengambil lima buah kelereng secara sekaligus. Berapa peluang bahwa
dari lima buah kelereng yang terambil itu, tiga buah di antaranya berwarna kuning?
Penyelesaian:
Misalnya : Peristiwa bahwa lima buah kelereng yang terambil ku, tiga buah di antaranya
berwarna kuning.
= (155)cara
C(15,5) = 15!/ [5!.10!] = 15x14x13x12x11/ 5x4x3x2x1 = 3x7x13x3x11/3 = 9009/3 =
3003
n(S) = 3.003 cara
Sehingga : P(A) = n(A) / n(S) = 980/3003
Jika A dan B adalah dua buah peristiwa yang dibentuk dari ruang sampel S, maka
peluang bersyarat dari B diberikan A didefinisikan sebagai :
P ( A ∩B) n( A ∩ B)
P (B/A) = =
P( A) n( A)
Dengan : 0 < P(A )< 1
Dalam hal ini, P(B \ A) berarti kita ingin menghitung peluang peristiwa B,
apabila peristiwa A sudah terjadi. Atau kita juga dapat menyatakan bahwa peluang
peristiwa A dan B kedua-duanya terjadi sama dengan peluang peristiwa A terjadi
dikalikan dengan peluang peristiwa B terjadi apabila peristiwa A sudah terjadi. Dalam
hal terakhir ini, kita dapat menuliskannya sebagai berikut.
P(A∩B) = P(A) . P(B | A)
Jika S adalah ruang sampel yang PETI ANGSA dan banyak anggotanya
berhingga, dan n(A) menunjukkan banyak anggota peristiwa A, maka:
n( A ∩ S)
P(A∩B) =
n( S)
n( B)
Dan P(B) =
n(S)
P ( A ∩B)
Maka:P(A|B) =
P( B)
n (A ∩B)
n( S) n( A ∩ B)
= =
n(B) n( B)
n( S)
Penghitungan peluang bersyarat P(A | B) bisa dilihat dalam Dalil 3.6.
PENGHITUNGAN PELUANG BERSYARAT
Jika S adalah ruang sampel yang PETI ANGSA dan banyak anggotanya berhingga
dengan peristiwa-peristiwanya A dan B, maka:
banyak anggota dalam A ∩B
P(A|B) =
banyak anggota dalam B
Atau
banyak cara A dan B dapat terjadi
P(A|B) =
banyak cara B dapat terjadi
Contoh 3.27 :
Misalnya Ira melakukan pengundian dua buah dadu yang seimbang secara sekaligus.
Jika jumlah dua mata dadu yang terjadi adalah 6 , maka hitung peluang bahwa salah
satu mata dadunya bernilai 2 .
n(S) = 36
Penyelesaian:
Ruang sampel eksperimen S mempunyai 36 titik sampel, dengan setiap titik sampel
1
mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu
36
Misalnya A: Peristiwa bahwa dua mata dadu yang terjadi berjumlah 6 .
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {(1,5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5,1)}
Jadi P(A) = P( {( 1, 5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5, 1)})
5
P(A) =
36
Misalnya B: Peristiwa bahwa mata dadu dari salah satu dadunya bernilai 2.
Ruang peristiwa dari B adalah:
B = {(2, 1), (2, 2), (2, 3), (2,4), (2, 5), (2, 6 ), (1,2), (3, 2), (4, 2), (5, 2), (6 , 2)}
Jadi: A ∩B: Peristiwa bahwa dua mata dadu yang terjadi berjumlah 6 dan mata dadu
dari salah satu dadunya bernilai 2
Ruang peristiwa dari A ∩ B adalah:
A ∩B={(2, 4), (4, 2)}
Jadi: P(A ∩B) = P({(2, 4), (4, 2)})
2
P(A ∩B) =
36
P ( A ∩B)
Sehingga: P(B|A) =
P( A)
2
36 2
P(B|A) = =
5 5
36
Cara lain :
n( A ∩ B) 2
P(B|A) = =
n( A) 5
Berikut ini kita akan menjelaskan dalil perkalian dari peluang bersyarat.
6
, peluang lampu cabe yang terambil kedua itu masih jalan setelah lampu pertama
10
5
yang masih jalan itu terambil sebesar , dan peluang bahwa lampu cabe yang terambil
9
ketiga itu masih jalan setelah lampu cabe pertama dan kedua yang masih jalan itu
4
terambil sebesar .
8
Cara lain:
Karena ketiga lampu cabe yang terambil itu dilakukan tanpa pengembalian, maka
pengambilan ketiga lampu cabe itu bisa juga dikatakan sebagai pengambilan secara
sekaligus.
n(A) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya masih
jalan.
= (63) cara
N(A) = 20 Cara
n(S) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu secara
keseluruhan.
= (63) cara
n(S) = 120 cara
20 1
Jadi: P(A) = =
120 6
Cara lain:
n(A) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu masih jalan.
= (6 x 5 x 4) cara
n(A) = 120 cara
n(S) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu secara
keseluruhan.
= (10x 9x 8 ) cara
n(S) = 720 cara
20 1
Jadi: P(A) = =
120 6
3.6 Peluang Dua Peristiwa Yang Saling Bebas
Dalam pembicaraan sehari-hari, dua buah peristiwa dikatakan bebas, jika
terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa yang satu tidak dipengaruhi oleh terjadinya
peristiwa yang lain.
Sebenarnya perumusan dua peristiwa yang saling bebas didasarkan pada perumusan
perkalian dari peluang bersyarat, yaitu:
P ( A ∩ B ¿=P(B). P( A)
Perumusan inilah yang akan digunakan dalam mendefinisikan dua peristiwa
yang saling bebas.
Definisi 3.9: DUA PERISTIWA BEBAS
Dua peristiwa A dan B dikatakan peristiwa yang saling bebas, jika dan hanya jika:
P(A ∩ B) = P(A) . P(B)
Jika dua buah peristiwa tidak saling bebas, maka dua buah peristiwa itu
dikatakan bergantungan.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam dua buah peristiwa oiari peristiwa yang
lainnya juga saling bebas.
Ketiga hal di atas dapat dilihat dalam Dalil 3.8.
Dalil 3.8 SIFAT-SIFAT DUA PERISTIWA BEBAS
Jika dua buah peristiwa A dan B saling bebas, maka:
1. dua buah peristiwa A dan Bc juga saling bebas.
2. dua buah peristiwa Ac dan B juga saling bebas.
3. dua buah peristiwa Ac dan Bc juga saling bebas
Bukti
Dalam pembuktiannya didasarkan pada tabel halaman 101.
B Bc JUMLAH
A P(A).P(B) P(A).P(Bc) P(A)
Ac P(AC).P(B) P(AC).P{BC) P(AC)
JUMLAH P(B) P(Bc) 1
Jika A adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada pengundian
pertama, n(A) = {(GAA) ,(GAG), (GGA), (GGG)} = 4
B adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada pengundian
kedua, n (B) = { (AGA), (AGG), (GGA), (GGG)} = 4
dan C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi berturut-turut
pada pengundian tersebut. = n (C) = {(AGG), (GGA)}
P(A). P(B) = ½ . ½ = ¼
P ( A ∩ B ¿=P(B). P( A)
Karena P (A irisan B) = P(A). P(B) = ¼ maka peristiwa A dan B saling bebas
Karena P (A irisan C) = P(A) . P(C) = 1/8 maka A dan C saling bebas
Maka periksa:
a. apakah dua buah peristiwa A dan B saling bebas?
b. apakah dua buah peristiwa A dan C saling bebas?
c. apakah dua buah peristiwa B dan C saling bebas?
d. apakah dua buah peristiwa A dan Bc saling bebas?
e. apakah dua buah peristiwa Ac dan B saling bebas?
f. apakah dua buah peristiwa Ac dan Bc saling bebas?
Penyelesaian:
Ruang sampel eksperimennya adalah:
Karena mata uang logam yang digunakannya seimbang, maka masing-masing titik
1
sampel mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu
8
4 1
P(B) = =
8 2
Sedangkan P(B).P(C) = ( 12 )( 14 )= 18
Jadi dua buah peristiwa B dan C bergantungan.
d. A ∩ Bc adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian pertama dan HURUF “BANK INDONESIA” terjadi pada
pengundian kedua.
Ruang peristiwa dari A ∩Bc adalah:
A ∩ Bc = {GHG, GHH}
P(A ∩Bc) = P{{GHG GHH})
= P({GHG}) + P({GHH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(A ∩ Bc) = =
8 4
Sedangkan P(A).P(Bc) = ( 12 )( 12 )= 14
Jadi dua buah peristiwa A dan Bc saling bebas.
Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa A dan Bc
juga bebas.
e. Ac ∩B adalah peristiwa bahwa HURUF “BANK INDONESIA” terjadi pada
pengundian pertama dan GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian kedua.
Ruang Peristiwa dari Ac ∩B adalah :
Ac ∩B = {HGG, HGH}
P(Ac ∩ B ¿ = P ({HGG, HGH})
= P ({HGG}) + P({HGH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(Ac ∩ B) = =
8 4
Sedangkan P(Ac).P(B) = ( 12 )( 12 )= 14
= P(Ac ∩ B ¿
Jadi dua buah peristiwa Ac dan B saling bebas.
Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa Ac dan B
juga bebas.
f. Ac ∩Bc adalah peristiwa bahwa dua HURUF “BANK INDONESIA” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua. Ruang peristiwa dari Ac ∩Bc
adalah:
Ac ∩Bc = {HHG, HHH)
P(Ac ∩ Bc) = P({HHG HHH})
= P{{HHG\) + P( {HHH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(Ac ∩Bc) = =
8 4
Sedangkan P(AC).P(BC) = ( 12 )( 12 )= 14
Jadi dua buah peristiwa Ac dan Bc saling bebas.
Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa Ac dan Bc
juga bebas.
Catatan :
Coba periksa apakah peristiwa-peristiwa Ac dan C, A dan Cc, Ac dan Cc, B dan Cc, Bc dan
C, serta Bc dan Cc saling bebas atau bergantungan sebagai perlatihan. Berikut ini akan
dijelaskan definisi tiga buah peristiwa yang saling bebas, dengan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi semuanya. Jika ada salah satu persyaratan dari tiga buah peristiwa
yang saling bebas yang tidak dipenuhi, maka ketiga buah peristiwa itu dikatakan tidak
saling bebas atau bergantungan.
Definisi 3.10 : TIGA BUAH PERISTIWA SALING BEBAS
Tiga buah peristiwa A, B, dan C dikatakan saling bebas, jika dan hanya jika dipenuhi
persyaratan sebagai berikut.
1. Peristiwa-peristiwa yang berpasangan bebas, yaitu:
a. P(A ∩ B) = P (A).P (B)
b. P(A ∩C) = P (A).P(C)
c. P (B ∩ C) = P(B).P(C)
2. P(A ∩B ∩ C) = P(A).P(B).P(C)
Pemahaman uraian tiga buah peristiwa yang saling bebas tersebut diperjelas melalui
Contoh 3.30.
Contoh 3.30:
Lihat kembali soal pada Contoh 2.29.
Penyelesaian:
1. Peristiwa-peristiwa yang berpasangan.
a. Untuk A dan B menghasilkan dua buah peristiwa yang saling bebas. (Lihat hasil
penentuannya pada halaman 69) penyelesaian contoh 3.30.
b. Untuk A dan C menghasilkan dua buah peristiwa yang bergantungan. (Lihat
hasil penentuannya pada halaman 70)penyelesaian contoh 3.30.
c. Untuk B dan C menghasilkan dua buah peristiwa yang bergantungan. (Lihat
hasil penentuannya pada halaman 70) penyelesaian contoh 3.30.
2. A∩B∩C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua.
Ruang peristiwa dari A∩ B∩ C adalah:
A ∩B ∩C= {GGH}
1
P(A∩B ∩C) = P({GGH}) =
8
Berdasarkan definisi tiga buah peristiwa yang saling bebas, ternyata ada empat
buah persyaratan yang semuanya harus dipenuhi. Kita bisa menentukan banyak
persyaratan yang harus dipenuhi dalam penentuan minimal empat buah peristiwa yang
saling bebas.
Untuk empat buah peristiwa yang saling bebas, persyaratan yang harus dipenuhi
sebanyak 11 buah. Untuk lima buah peristiwa yang saling bebas persyaratan yang harus
dipenuhi sebanyak 26 buah. Dan seterusnya.
3.7 DALIL BAYES
Dalam pengundian sebuah dadu yang seimbang, misalnya hasil-hasil yang mungkin dari
beberapa peristiwanya adalah sebagai berikut.
B1 = {1,2}
B2 = {3,4, 5}
B3 = {6}
Apakah B1, B2, dan B3, merupakan partisi dari ruang sampel S?
Penyelesaian:
S = {1,2, 3, 4, 5, 6}
a. B1 ∩ B2 = ∅
B1 ∩B3 = ∅
B2 ∩B3 = ∅
b. ¿ i=1 ¿ 7 B i = B1 ∪ B2 ∪ B3
= {1,2,3,4,5,6}
=S
2 1
c. P(B1) = =
6 3
3 1
P(B2)= =
6 2
1
P(B3) =
6
Karena semua persyaratan di atas dipenuhi, maka B1 , B2, dan B3 menunjukkan
partisi dari ruang sampel S.
Secara Umum Definisi 3.11 dapat diperluas untuk k buah peristiwa.
Definisi 3.12: PARTISI SECARA UMUM
Peristiwa-peristiwa B1, B2, B3, .... Bk menunjukkan partisi dari ruang sampel S, jika:
a. Bi ∩Bk = ∅ , untuk semua i ≠ k.
b. ¿ i=1 ¿ k B i = S
c. P(Bi) > 0, untuk semua i = 1,2,3,....., k
Misalnya dari peristiwa-peristiwa B1, B2, B3 ..., B7 yang merupakan partisi dari
ruang sampel S, ada sebuah peristiwa yang merupakan gabungan dari semua peristiwa
di atas.
Penghitungan peluang dari peristiwa itu bisa dilihat dalam Dalil 3.9.
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
A
Br P ( Br ) . P( A∨Br )
( )
P A
= k
∑ P ( Bi ) . P ( A∨Bi)
i=1
untuk r = 1, 2, 3, ..., 7.
Kita akan membuktikan dalil di atas.
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
7
Kita sudah mengetahui bahwa : P(A) = ∑ P(B1). P(A|Bi)
i=1
untuk r = 1,2,3,.., k
Pemahaman aturan Bayes diperjelas melalui Contoh 3.33.
Contoh 3.33: .
Lihat kembali soal pada Contoh 3.32.
a. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 1 ?
b. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 2 ?
c. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 3?
Penyelesaian:
Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada Contoh 3.32, maka akan diperoleh :
P ( K 1). P(R∨K 1)
a. P(K1 | R) =
P (R)
1 4
=
( 3 )( 10 )
=
48
¿ 0,42
113 113
360
¿
b. P(K2 | R) = P( K 2). P ( R| K 2 ¿ P( R)
1 1
=
( 3 )( 6 ) 20
= ¿ 0,18
113 113
360
1 3
c. P(K3 | R)
¿
= P( K 3). P ( R| K 3 ¿ P (R) =
( 3 )( 8 ) 45
= ¿ 0,40
113 113
360
Sehingga jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka peluang bahwa lampu
cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 1, kotak 2, atau kotak 3 masing- masing sebesar
0,42; 0,18; atau 0,40..
Dengan kata lain, dari 100 lampu cabe tidak jalan yang terambil ternyata:
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 1 sebanyak 42 buah,
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 2 sebanyak 18 buah,
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 3 sebanyak 40 buah.
a. A = { x: 0 < x < 4 }
b. A = {x; x merupakan bilangan ganjil}
Penyelesaian :
a. A = { x: 0 < x < 4 }artinya A = {x: x=1, 2, 3}.
3
P(A) = ∑ ¿ ¿)x
x=1
1 1 1
= + +
2 4 8
7
P(A) =
8
b. A = {x: x merupakan bilangan ganjil} artinya A = {x: x = 1, 3, 5, ...}.
❑
P(A) = ∑ ¿ ¿)x
x= ganjil
1 1 3 1 5
=
2
+
2
+ () ()
2
+ ...
2
P(A) =
3
Contoh 3.35 :
❑
a. P(A) = ∫ e-x dx
1
= -e-x ]3x=1
P(A) = e-1 –e-3
b. A1 ∪A2 = {x: 1 ≤x ≤ 4}
4
P(A1 ∪ A2) = ∫ e-x dx
1
= -e-x ]4x=1
P(A1 ∪ A2) = e-1 –e-4
4 3
1
p(x, y) = : x = 1,2,3,4
16
y = 1,2,3,4
Hitung P(A), jika :
a. A = {(x,y)} : x = 1. 2; y =1,2,3}
b. A = {(x,y) : (x,y) = (1,1), (2,2), (3,3). (4,4)}
Penyelesaian :
2 3
a. P(A) = ∑ ∑ p(x , y)
x=1 y=1
Misalnya P(A) = ∫ ∫ dx dy
X
Jika A Type equation here . A adalah himpunan {(x,y) : 0 < x + y < 1}, maka hitung
P(A). Penyelesaian:
Gambarkan daerah dari A, kemudian di dalamnya gambarkan luas daerah yang
memenuhi A.
y
1 A
X Gambar 3.6
1 Daerah A dan A
1 1− y
Jadi: P(A) = ∫ ∫ dx dy
0 0
1
= ∫ ( 1− y ) dy
0
1 1
= y - y2
2 y=0 ]
1 1
P(A) = 1- =
2 2
3.9 RINGKASAN
16. Kalkulus peluang adalah penghitungan peluang dari sekumpulan nilai yang
membentuk sebuah himpunan berdasarkan sebuah fungsi dengan menggunakan
tanda jumlah atau tanda integral.