Anda di halaman 1dari 56

Bab 3

Penghitungan Peluang
3.1 Pendahuluan
Dalam Bab 3 ini akan dibahas penghitungan peluang dari peristiwa. Oleh karena
itu, sebelum membahas penghitungan peluang akan dijelaskan terlebih dahulu hal-hal
yang berkaitan dengan peristiwa, yaitu ruang sampel dan peristiwa itu sendiri.
Selanjutnya, pembahasan penghitungan peluang selengkapnya adalah peluang
berdasarkan teknik membilang, peluang bersyarat, dalil Bayes, peluang dua peristiwa
yang Baling bebas, dan kalkulus peluang.
Mahasiswa setelah mempelajari Bab 3 ini dengan baik, is diharapkan secara
keseluruhan mampu memahami konsep dasar penghitungan peluang dari peristiwa.
Adapun sasaran belajarnya, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menentukan ruang sampel dari sebuah eksperimen acak,
2. menentukan peristiwa-peristiwa berdasarkan ruang sampel,
3. menentukan peristiwa berdasarkan operasi-operasi pada himpunan,
4. menentukan ruang peristiwa dari sebuah peristiwa,
5. menghitung peluang dari sebuah peristiwa,
6. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan operasi-operasi pada
himpunan,
7. menghitung peluang dari dua peristiwa yang saling inklusif,
8. menghitung peluang dari dua peristiwa yang saling lepas,
9. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan aturan perkalian,
10. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan permutasi,
11. menghitung peluang darii sebuah peristiwa berdasarkan sampel yang berurutan,
12. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan kombinasi,
13. menghitung peluang dari ruang sampel yang tidak berhingga, 1
14. menghitung peluang dari peristiwa yang bersyarat,
15. menentukan kebebasan dari dua buah peristiwa,
16. menentukan kebebasan dan tiga buah peristiwa
17. menentukan apakah peristiwa-peristiwa termasuk partisi dari ruang sampel atau
tidak,
18. menghitung peluang dari sebuah peristiwa berdasarkan dalil Bayes,
19. menghitung peluang dengan menggunakan tanda jumlah dan tanda integral.
3.2 Ruang Sampel
Kita akan memperoleh ruang sampel, jika kita melakukan suatu eksperimen atau
percobaan. Eksperimen di sini merupakan eksperimen acak. Berikut ini, akan dijelaskan
pengertian eksperimen acak. Misalnya kita melakukan suatu eksperimen yang diulang
beberapa kali, dengan kondisi yang identik dan alat yang sama. Maka, pada dasarriya
masing-masing eksperimen itu memberikan hasil yang sama. Akan tetapi, ada suatu
eksperimen yang kalau diulang beberapa kali, masing-masing pengulangan eksperimen
itu memberikan hasil yang belum tentu sama sekalipun kondisi pengulangan eksperimen
itu sama. Eksperimen seperti itu dinamakan eksperimen acak atau pengamatan acak dan
disingkat eksperimen atau pengamatan saja. Dalam eksperimen acak, hasil dari
pengulangannya tidak bisa diperkirakan dahulu sebelumnya, akan tetapi hasilnya terjadi
secara kebetulan. Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui ciri-ciri dari eksperimen
acak, yaitu:
1. Hasil eksperimennya merupakan himpunan semua hasil yang mungkin.
2. Eksperimen diulang beberapa kali dengan kondisi tidak berubah.
3. Hasil pengulangan eksperimen terjadi secara kebetulan.
Berikut ini kita akan memberikan beberapa contoh eksperimen acak:
Contoh 3.1:_______________________________________________________
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang logam Rp
100, maka hasil yang mungkin dari pengundian itu bisa HURUF "BANK INDONESIA"
atau GAMBAR "KARAPAN SAPI".
Misalnya waktu pertama kali pengundian itu dilakukan hasilnya berupa GAMBAR
"KARAPAN SAPI",. Apabila pengundian itu diulang beberapa kali, maka hasilnya
belum tentu GAMBAR "KARAPAN SAPI" semua, tetapi mungkin. saja hasilnya ada
yang berupa HURUF "BANK INDONESIA". Eksperimen seperti ini termasuk
eksperimen acak.
Contoh 3.2: :___________________________________________________________
Misalnya kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah dadu yang
seimbang. Apabila kita melakukan pengulangan pengundian itu, maka hasilnya belum
tentu sama dengan hasil pada waktu pengundian itu dilakukan pertama kali. Dalam hal
ini, hasil dari masing-masing pengulangan pengundian itu sudah pasti merupakan salah
satu dari kemungkinan-kemungkinan berikut; MATA 1, MATA 2, MATA 3, MATA 4,
MATA 5, atau MATA 6.
Eksperimen seperti ini juga termasuk eksperimen acak.
Setelah kita melakukan sebuah eksperimen, maka tentunya kita akan memperoleh hasil-
hasil yang mungkin dari eksperimen itu.
Definisi 3.1: RUANG SAMPEL
Apabila kita melakukan sebuah eksperimen, maka semua hasil yang mungkin diperoleh
darinya dinamakan ruang sampel. Adapun, masing-masing hasil yang mungkin dari
eksperimen atau setiap anggota dari ruang sampel dinamakan titik-titik sampel.
Penulisan ruang sampel biasanya diguiiakan huruf kapital, yaitu S.
Ruang sampel ini ada dua macam, yaitu ruang sampel diskrit dan rua sampel kontinu.
Defmisi dari kedua macam ruang sampel ini dijelaskan berikut ini.
Definisi 3.2: RUANG SAMPEL DISKRIT
Ruang sampel diskrit adalah ruang sampel yang mempunyai banyak anggotanya
berhingga atau tidak berhingga tetapi dapat dihitung.
Pemahaman uraian ruang sampel diskrit ini diperjelas melalui Contoh 3.
Contoh 3.3:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang logam Rp
100, maka ruang sampelnya adalah:
S={G, H}
dengan: G = GAMBAR "KARAPAN SAPI"
H = HURUF "BANK INDONESIA"
Dalam hal ini, G saja dan H saja masing-masing dinamakan titik-titik sampel
Contoh 3.4:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah dadu, maka mar
sampelnya berisi salah satu dari hasil sebagai berikut: mata 1, mata 2, mata ; mata 4,
mata 5, atau mata 6.
Jadi ruang sampelnya ditulis:
S={1,2,3,4,5,6}
Dalam hal ini, 1 saja, 2 saja, 3 saja, 4 saja, 5 saja, dan 6 saja masing-masii dinamakan
titik-titik sampel.
Contoh 3.5:
Jika kita melakukan eksperimen mengenai pengundian sebuah mata uang loga Rp 100
sebanyak tiga kali dan kita akan memperhatikan banyak HURUF "BANK
INDONESIA" (H) yang muncul, maka.ruang sampelnya berisi salah satu dari hasil
sebagai berikut: .
a. H tidak akan muncul, artinya GAMBAR "KAR.APAN SAPI" (G) muncul tiga kali,
atau H= 0.
b. H akan muncul sekali dan G akan muncul dua kali, atau H= 1,
c. H akan muncul dua kali dan G akan muncul sekali, atau H =2.
d. H akan muncul tiga kali, artinya G tidak akan muncul, atau H= 3. Jadi ruang
sampelnya ditulis:
S={0, 1,2,3}
Dalam hal ini, 0 saja, 1 saja, 2 saja, dan 3 saja masing-masing dinamakan titik-titik
sampel.
Contoh 3.6:____________________________________________________________
Misalnya kita melakukan eksperimen mengenai pelemparan sebuah mata uang logam
Rp 100 sampai muncul GAMBAR "KARAPAN SAPI" pertama kali. Tentukan ruang
sampelnya.
Penyelesaian:
Dalam hal ini, hasil dari eksperimen itu mempunyai banyak kemungkinan, yaitu:
a. Pada pelemparan pertama muncul G, sehingga hasilnya ditulis G.
b. Pada pelemparan pertama muncul H dan pelemparan kedua muncul G, sehingga
hasilnya ditulis HGG
c. Pada pelemparan pertama dan kedua muncul H dan pelemparan ketiga muncul G,
sehingga ditulis HHG.
Dan seterusnya.
Jadi ruang sampelnya adalah:
S = {G, HG, HHG, ... }
Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU,
Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada
garis bilangan real.
Pemahaman ruang sampel kontinu diperjelas melalui Contoh 3.7.
Contoh 3.7:__________________________________________________________
Misalnya perusahaan bola lampu "KUAT" memproduksi sebuah bola lampu baru. Kita
akan melihat masa hidup (dalam jam) bola lampu itu. Tentukan ruang sampelnya.
Penyelesaian:
Karena masa hidup bola lampu bernilai bilangan real positif, maka ruang sampelnya
adalah:
S={t: t>0}
Kita bisa menentukan beberapa peristiwa dari ruang sampel S. Berikut ini kita akan
membahas beberapa definisi yang berkaitan dengan peristiwa.

Definisi 3.4: PERISTIWA


Sebuah peristiwa adalah sebuah himpunan bagian dari ruang sampel S. Setiap
himpunan bagian dari ruang sampel S merupakan sebudh peristiwa.

Notasi untuk
menyatakan sebuah peristiwa biasanya ditulis dengan huruf capital, misalnya A,B,C,D
dan sebagainya kecuali S.
Karena sebuah peristiwa itu merpakan himpunan bagian dari ruang sampel S, maka ada
tiga kemungkinan yang bias terjadi, yaitu.

1. S itu sendiri
2. Ø juga menjadi sebuah peritiwa
3. Beberapa hasil yang mungkn dari S merupakan sebuah peristiwa.
Kita sudah mengetahui bahwa jika kita melakukan eksperimen maka kita akan
memperoleh hasil-hasil yang mungkin adrinya yang dinamakan ruang sampel. Sama
seperti hal nya eksperimen jika kita bias menentukan peristiwa maka kita bisa
menentukan Hasil-hasil tersebut lebih lanjut dinamakan ruang peristiwa.

Definisi 3.5: terjadinya Sebuah peristiwa dikatakan terjadi, jika ada anggota dari ruang
peristiwanya merupakan hasil dari eksperimen.
Berikut ini kita akan memberikan beberapa contoh yang berkaitan dengan
peristiwa. .
Contoh 3.8:____________________________________________________________
Jika kita melakukan pengundian dua mata uang logam Rp 100 secara sekaligus, maka
ruang sampelnya adalah:
S = {HH, HG, GH, GG}
Tuliskan enam buah peristiwa disertai dengan ruang peristiwanya. Penyelesaian:
a. A: Peristiwa munculnya G semuanya.
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {GG}
b. B: Peristiwa munculnya H sebuah.
Ruang peristiwa dari B adalah:
B = {HG, GH}
c. C: Peristiwa munculnya G paling sedikit sebuah.
Ruang peristiwa dari C adalah:
C = {HG, GH, GG}
d. D: Peristiwa munculnya H paling banyak sebuah.
Ruang peristiwa dari D adalah:
D = {GH, HG, GG}
e. E: Peristiwa munculnya H paling sedikit dua buah.
Ruang peristiwa dari E adalah:
E = {HH}
f. F: Peristiwa munculnya G lebih dari dua buah.
Ruang peristiwa dari F adalah:
F={ } atau F = Ø
Jika kita mengambil sebuah anggota peristiwa, misalnya HG, maka peristiwa-
peristiwa.B, C, dan D dikatakan telah terjadi. Hal ini bisa dilihat bahwa masingmasing
peristiwa tersebut mempunyai HG sebagai anggota dari ruang peristiwanya. Dengan
kata lain, HG ϵ B, HG ϵ C, dan HG ϵ D.
Adapun, peristiwa-peristiwa A, E, dan F dikatakan tidak terjadi, karena HG
ϵ A, HG ϵ E, dan HG ϵ F.
Contoh 3.9: __________________________________________________________
Kita sudah mengetahui bahwa ruang sampel dari pengundian sebuah dadu adalah
S={1,2,3,4,5,6}.
Tuliskan enam buah peristiwa disertai dengan ruang peristiwanya.
Penyelesaian:
a. A: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai kurang dari 4. Ruang peristiwa
dari A adalah : A={1,2,3}
b. B: Peristiwa munculnya niata dadu yang merupakan bilangan ganjil. Ruang
peristiwa dari B adalah: B={1,3,5}
c. C: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai habis dibagi 5. Ruang peristiwa
dari C adalah: C= {5}
d. D: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai terbesar. Ruang peristiwa dari D
adalah: D = {6}
e. E: Peristiwa munculnya mata dadu yang bernilai kurang dari 8. Ruang peristiwa dari
E adalah: E={1,2,3,4,5,6}
f. F: Peristiwa munculnya mata dadu yang merupakan bilangan cacah. Ruang
peristiwa dari FG adalah: F={2,3,5}
Jika kita mengambil sebuah anggota peristiwa, misalnya 6, maka peristiwaperistiwa D
dan E dikatakan telah terjadi. Hal ini bisa dilihat bahwa 6 ϵ D dan 6 ϵ E. Adapun
peristiwa-peristiwa A, B, C, dan F dikatakan tidak terjadi, karena 6 ϵ A,6 ϵ B,6 ϵ C,dan
6 ϵ F.
Kita sudah mengetahui bahwa dan ruang sampel S bisa dibentuk beberapa peristiwa.
Sebuah periStiwa akan memberikan ruang peristiwanya. Sebaliknya, kita bisa
menentukan peristiwa, jika ruang peristiwanya diketahui.
3.3 Konsep Peluang
Penentuan terjadinya sebuah peristiwa ditentukan oleh nilai peluang dan
penghitungannya didasarkan pada perumusan secara umum. Sehingga peluang dapat
diartikan sebagai ukuran yang digunakan untuk mengetahui terjadinya atad tidak
terjadinya suatu peristiwa.
Sebuah peristiwa yang terjadi pasti mempunyai nilai peluang yang besatnya antara
nol dan satu. Adapun, peristiwa yang sudah pasti terjadi akan mempunyai nilai peluang
sebesar satu. Akan tetapi, peristiwa yang sudah pasti tidak terjadi akan mempunyai nilai
peluang sebesar nol. Dalam hal ini, kita jarang menjumpai sebuah peristiwa yang
mempunyai nilai peluang tepat sama dengan nol dan atau tepat sama dengan satu. Kita
biasanya sering menjumpai sebuah peristiwa yang,mempunyai nilai peluang antara nol
dan satu.
Pemahaman uraian di atas diperjelas melalui Contoh 3.12.
Contoh 3.12: ________________________________________________________
Pada penyisihan Piala Dunia Zona Asia Tenggara, kesebelasan Indonesia melawan
kesebelasan Brunei Darussalam. Dalam hal ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa
kesebelasan Indonesia sudah pasti akan menang, sehingga peluangnya sebesar satu. Kita
mungkin bisa mengatakan bahwa kesebelasan Indonesia akan menang dengan peluang
sebesar 0,80. Dengan demikian, kesebelasan Indonesia akan kalah atau hasilnya
mungkin seri dengan peluang -sebesar 0,20.
Kita bisa mengatakan sebuah peristiwa mempunyai nilai peluang sebesar nol atau satu,
jika kita sudah mengetahui kondisi yang memungkinkan terjadinya peristiwa itu.
Pemahaman uraian ini bisa diperjelas melalui Contoh 3.13.
Contoh 3.13: _________________________________________________________
Misalnya kesebelasan PSSI melawan kesebelasan Juventus Italia dalam pertandingan
persahabatan. Maka kita bisa mengatakan bahwa peluang kesebelasan Juventus Italia
akan menang dalam pertandingan itu sebesar satu. Sebaliknya, kita bisa mengatakan
bahwa peluang kesebelasan PSSI akan katah dalam pertandingan itu sebesar nol.

Berikut ini kita akan menjelaskan defuusi peluang secara aksioma.


Berdasarkan definisi di atas, P(.) disebut juga fungsi peluang.
P(A) dibaca sebagai "peluang peristiwa A", "Peluang terjadinya peristiwa A ", atau `
peluang bahwa peristiwa A terjadi. "
Apabila kita melakukan sebuah eksperimen yang menghasilkan banyak anggota
ruang sampelnya berhingga (jadi S merupakan himpunan berhingga), maka setiap titik
sampel bisa dianggap sebagai sebuah peristiwa yang mempunyai satu anggota.
Peristiwa yang mempunyai satu anggota ini disebut peristiwa anggota tunggal.
Demikian juga setiap anggota yang termasuk ke dalam sebuah peristiwa bisa dianggap
sebagai peristiwa anggota tunggal.
Penghitungan peluang dari sebuah peristiwa didasarkan pada peluang dari peristiwa
anggota-tunggal.
Berikut ini kita akan menjelaskan definisi dari peristiwa anggota-tunggal.

Pemahaman uraian dalam Definisi 3.7 diperjelas melalui Contoh 3.14.


Contoh 3.14:_________________________________________________________
Jika ruang sampel dari tiga buah eksperimen masing-masing berbentuk:
a. S = {Q H}
b. S={1,2,3,4,5,6}
c. S={(0,0),(0,1),(1,0),(1, 1)}
Tentukan peristiwa-peristiwa anggota-tunggal pada masing-masing S di atas.
Penyelesaian:
a. {G}, {H}.
b. {1}, {2}, {3}, {4}, {5}, {6}.
c. {(0, 0)}, {(0, 1)}, {(1, 0)}, {(1, 1)}
Penghitungan peluang sebuah peristiwa bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. PETI ANGDAKSA
Istilah ini merupakan singkatan dari PEluang seTlap ANGgota tiDAK SAma.
Jika ruang peristiwa dari sebuah peristiwa mempunyai banyak anggota yang berhingga
dan setiap anggota itu mempunyai peluang yang belum tentu sama semua, maka
penghitungan peluang peristiwa itu dilakukan dengan menjumlahkan peluang dari
masing-masing anggota.
Jadi misalnya ruang sampel S={a,, a2, a3, a4, a5}, dengan peluang setiap
2. PETI ANGSA
Istilah ini merupakan singkatan dari PEluang seTlap ANGgota SAma. Misalnya
ruang sampel dari sebuah eksperimen mempunyai banyak titik sariipel yang
berhingga, dan setiap titik sampel mempunyai peluang yang sama untuk terjadi.
Jika sebuah peristiwa mempunyai ruang peristiwa yang banyaknya. berhingga,
maka penghitungan peluang dari peristiwa itu dilakukan dengan cara banyak hasil-
hasil yang mungkin dalam peristiwa itu dibagi dengan banyak titik sampel dalam S.
Jika sebuah ruang sampel mempunyai n buah titik sampel (peristiwa
anggotatunggal) dan setiap titik sampel mempunyai peluang yang sama untuk

1
terjadi, maka besarnya peluang untuk setiap titik sampel adalah .
n
Contoh 3.17: _________________________________________________________
Misalnya kita melakukan pengundian dua bush mata uang logam Rp 100 yang seimbang
secara sekaligus.
Jika A adalah peristiwa tidak akan diperoleh GAMBAR "KARAPAN SAPI", maka
hitung P(Ac).
Penyelesaian:
Ruang sampelnya adalah:
S = {GG, GH,HG, HM}
dengan: G = GAMBAR "KARAPAN SAPI"
H = HURUF "BANK INDONESIA"
Karena mata uang logam Rp 100 yang digunakan seimbang, setiap titik sampel
mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu 4 A: Peristiwa tidak akan diperoleh
G
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {HH}
1
Jadi: P(A) = P({HH}) =
4
1 3
Akibatnya, P(Ac) = 1 =
4 4
Cara lain
Ac : Peristiwa munculnya paling sedikit I G
Ruang peristiwa dari Ac adalah:
Ac = {GH, HG GG}
Jadi:P (Ac) = P({GH, HG, GG})
= P({GH}) + P({HG}) + P({GG})
1 1 1
= + +
4 4 4
1
P(Ac) =
4

Contoh 3.18: __________________________________________________________


Misalnya sebuah kelas terdiri atas 10 orang mahasiswa laki-laki dan 20 orang
mahasiswa perempuan, dengan setengah dari jumlah mahasiswa laki-laki dan, setengah
dari jumlah mahasiswa perempuan mempunyai rambut berbentuk lurus.
Apabila seorang mahasiswa dipilih secara acak untuk mengerjakan soal di papan tulis,
maka hitung peluang bahwa mahasiswayang terpilih itu adalah mahasiswa laki-laki atau
mahasiswa yang mempunyai rambut berbentuk lurus.
Penyelesaian:
Misalnya A : Peristiwa bahwa mahasiswa yang dipilih adalah laki-laki
B : Peritiwa bahwa mahasiswa yang dipilih mempunyai rambut berbentuk
lurus.
PELUANG BERDASARKAN TEKNIK MEMBILANG
Dalam penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa, peristiwanya bisa saja ditentukan
berdasarkan aturan perkalian, permutasi, sampel yang berurutan, dan kombinasi.
A. Aturan Perkalian
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan aturan perkalian digunakan
rumus sebagai berikut.
n( A)
P(A) =
n (s)

dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan aturan


perkalian.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan aturan perkalian.
Pemahaman rumus di atas diperjelas melalui Contoh 3.21 dan 3.22.
Contoh 3.21: ________________________________________________________
Lihat kembali soal pada Contoh 2.3 tentang menu makanan pagi.
Sebuah rumah makan menyediakan menu makanan pagi yang terdiri atas nasi, telur,
kerupuk, dan minum.
Nasi terdiri atas nasi putih, nasi kuning, dan nasi goreng
Telr terdiri atas telur dadar, telur ceplok, telur asin, dan telur rebus
Kerupuk terdiri atas kerupuk aci, kerupuk ikan, dan kerupuk udang.
Minum terdiri atas air putih, air kopi, air susu, air kopi susu, dan air teh.
Berapa banyak susunan menu makanan pagi yang bisa dihidangkan?
Dalam hal ini, prosesnya berupa menu makanan pagi.
Tahap pertama berupa nasi yang terdiri dari 3 jenis maka n1 = 3
Tahap kedua berupa telu terdiri dari 4 jenis sehingga n2 = 4
Tahap ketiga berupa kerupuk terdiri dari 3 jenis sehingga n3 = 3
Tahap keempat berupa minum terdiri dari 5 jenis sehingga n4 = 5
Oleh karena itu, banyak susunan menu makanan pagi yang bisa dihidangkan ada
(3x4x3x5) cara = 180 cara.
Selanjutnya
Berapa peluang bahwa menu makanan pagi itu terdiri atas nasi kuning, telur, kerupuk,
dan minum?
Penyelesaian:
Misalnya A : Peristiwa bahwa menu makanan pagi terdiri atas nasi kuning,
telur, kerupuk, dan minum.
Makan: n(A) = Banyak susunan menu makanan pagi yang terdiri atas nasi, kuning, telur,
kerupuk, dan minum.
= (lx4 x3x5)cara
n(A) = 60 cara
n(S) = Banyak susunan menu makanan pagi keseluruhan yang terdiri atas
nasi, telur, kerupuk, dan' minum. n(S) (3 x 4 x 4 x 5) cara
= 180 cara
60 1
Jadi: P(A) = =
180 3
Contoh 3.22: _________________________________________________________
Misalnya ada enam buah angka, yaitu 2, 3, 5, 6, 7, dan 9.
Kemudian kita akan membentuk sebuah bilangan yang terdiri atas tiga angka dan setiap
angka hanya digunakan sekali saja.
Bilangan yang terdiri dari tiga angka = bilangan ratusan
Berlaku aturan perkalian yaitu banyak nya bilangan ratusan yang bisa disusun adalah
n(S) = 6x5x4 = 120 cara
a. Berapa peluang bahwa bilangan yang dibentuk itu bernilai paling besar 753?
b. Berapa peluang bahwa bilangan yang dibentuk itu merupakan bilangan genap?
Penyelesaian:
Bilangan yang terdiri atas tiga angka itu adalah A1, A2, dan A3.
A A A
1 2 3

Kita akan menghitung dahulu banyak bilangan keseluruhan yang bisa dibentuk, yang
dinotasikan dengan n(S).
A1, bernilai ratusan terdiri atas 6 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 5 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Jadi: n(S) = (6 x 5 x 4) cara = 120 buah.
a. Misalnya A: Peristiwa bahwa bilangan yang dibentuk itu bernilai paling
besar 753.
i. Ratusan terdiri atas angka-angka 2, 3, 5, dan 6.
A1, bernilai ratusan terdiri atas 4 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 5 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (4 x 5 x 4) buah = 80 buah.
ii. Ratusan hanya angka 7.
• A, bernilai ratusan terdirii atas 1 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 2 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 4 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (1 x 2 x 4) buah = 8 buah.
• A, bernilai ratusan terdiri atas 1 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 1 angka.
A3 bernilai satuan terdiri atas 2 angka.
Banyak bilangan yang dibentuk = (1 x 1 x 2) buah = 2 buah.
Sehingga banyak bilangan yang dibentuk itu bernilai paling besar 753 =
(80 + 8 + 2) buah = 90 buah
Atau, n (A) = 90. 90
90 3
Jadi: P(A) = = =0,75
120 4

b. Misalnya B: Peristiwa bahwa bilangan yang dibentuk itu merupakan bilangan


genap. Ciri sebuah bilangan merupakan bilangan genap adalah angka satuannya
bernilai 2 atau 6.
A3 bernilai satuan terdiri atas 2 angka.
A1, bernilai ratusan terdiri atas 5 angka.
A2 bernilai puluhan terdiri atas 4 angka.
Jadi banyak bilangan yang dibentuk itu merupakan bilangan genap = (2 x 5
x 4) buah = 40 buah.
Atau, n(B) = 40
40 1
Sehingga: P(B) = =
120 3

B. Permutasi
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan permutasi digunakan
rumus sebagai berikut.
n( A)
P (A)¿
n( S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan permutasi.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan permutasi.
Pemahaman rumus di atas diperjelas melalui Contoh 3.23 dan 3.24.

Contoh 3.23:___________________________________________________________
Misalnya kita mempunyai kata "PENSIL".
Berapa peluang bahwa tempat pertama dan terakhir merupakan huruf hidup?
Penyelesaian:
Misalnya A adalah peristiwa bahwa sebuah kata yang dibentuk dari kata PENSIL,
dengan tempat pertama dan terakhir merupakan huruf hidup. Karena huruf hidup pada
kata PENSIL ada dua buah, yaitu E dan I, maka penempatan kedua huruf hidup itu ada
dua kemungkinan, yaitu:
i. Huruf E diletakkan pada tempat pertama dan hurufl diletakkan pada tempat
terakhir.
Susunan huruf-hurufnya bisa dilihat sebagai berikut:
E E1 E2 E E I
3 4

Tempat T1, dapat ditempati oleh 4 cara


Tempat T2 dapat ditempati oleh 3 cara.
Tempat T3 dapat ditempati oleh 2 cara.
Tempat T4 dapat ditempati oleh 1 cara.
Banyak susunan huruf-huruf yang mungkin =(1 x 4 x 3 x 2 x 1 x 1) cara =
24 cara.
ii. Huruf I diletakkan pada tempat pertama dan hurufE diletakkan pada tempat
terakhir.
Susunan huruf-hurufnya bisa dilihat sebagai berikut:
E E1 E2 E E I
3 4

Tempat T1 dapat ditempati oleh 4 cara.


Tempat T2 dapat ditempati oleh 3 cara.
Tempat T3dapat ditempati oleh 2 cara.
Tempat T4 dapat ditempati oleh l cara.
Banyak susunan huriif-hutuf yang mungkin =(1 x 4 x 3 x 2 x 1 x 1) cara = 24
cara.

Jadi: n (A) = Banyak susunan huruf dari kata PENSIL, dengan huruf pertama
dan terakhir merupakan huruf hidup.
= (24 + 24) cara
n (A) = 48 cara.
Adapun, n(S) = Banyak susunan huruf keseluruhan dari kata PENSIL
= 6! Cara
n(S) = 720 cara
78 1
Maka: P(A) = =
720 15
Contoh 3.24: ___________________________________________________________
Diketahui ada tiga abjad pertama, yaitu a, b, dan c.
Hitung peluang bahwa dua abjad tertentu selalu terletak berdampingan, jika kita
membentuk permutasi dari tiga abjad itu.
Penyelesaian:
Misalnya B adalah peristiwa bahwa dua abjad tertentu selalu terletak berdampingan,
jika kita membentuk permutasi dari tiga abjad itu Karena dua abjad tertentu selalu
teiletak berdampingan, banyak abjad yang akan dibentuk ada 2 buah.
Jadi permutasi yang mungkin = 2! cara.
Banyak permutasi yang dibentuk dari dua abjad yang berdampingan = 2! cara.
Maka: n(B) = Banyak susunan dua abjad tertentu yang selalu terletak berdampingan
= (2! x 2!) cara,
n(B) = 4 cara
Dalam hal ini: n(S) = Banyak susunan keseluruhan berdasarkan permutasi yang bisa
dibentuk.
= 3 ! cara
n(S) = 6 cara
4 2
Sehingga: P(B) = =
6 3
C. Sampel yang Berurutan
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan sampel yang berututan
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
n( A)
P (A)¿
n( S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan sampel yang
berurutan.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan sampel yang berurutan.
Pemahaman rumus di.atas diperjelas melalui Contoh 3.25.

Contoh 3.25: ________________________________________________________


Sebuah kotak berisi 40 kelereng, dengan perincian 15 buah berwarna putih, 20 buah
berwarna kuning, dan 5 buah berwarna hijau.
Kemudian kita mengambil dua buah kelereng secara acak dan satu per satu. Berapa
peluang bahwa dua kelereng yang terambil itu satu buah kelereng di antaranya berwarna
kuning, jika pengambilan kedua buah kelereng itu:
a. dengan pengembalian,
b. tanpa pengembalian.
Penyelesaian:
Misalnya K: Peristiwa bahwa kelereng yang terambil itu berwarna kuning.
Kc: Peristiwa bahwa kelereng yang terambil itu berwarna bukan kuning.
Susunan kedua kelereng yang terambil itu ada dua kemungkinan, yaitu:
i. Kelereng pertama yang terambil itu berwarna kuning dan kelereng kedua yang
terambil itu berwarna bukan kuning, ditulis
ii. Kelereng pertama yang terambil itu berwarna bukan kuning dan kelereng kedua
yang terambil itu berwarna kuning, ditulis
a. Pengambilan kelereng dilakukan dengan pengembalian.
Misalnya A: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil dengan pengembalian dari kotak,
dengan satu kelereng di antaranya berwarna kuning.
i. Kemungkinan pertama:
Misalnya A1: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil dengan pengembalian dari
kotak dengan satu kelereng di antaranya berwarna kuning untuk kemungkinan
pertama.
Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna kuning = 20 cara.
Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna bukan kuning = (40 - 20)
cara = 20 cara.
Banyak susunan kelereng keseluruhan, baik pada pengambilan kelereng pertama
maupun pada pengambilan kelereng kedua masing-masing 40 cara.
Jadi: n(A1) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil dengan pengembalian
pada kemungkinan pertama.
= (20 x 20) cara
n(A1) = 400 cara
n(S) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil dengan pengembalian
secara keseluruhan pada kemungkinan pertama.
= (40 x 40) cara
n(S) = 1.600 cara
400 1
Sehingga: P(A1) = =
1.600 4

ii. Kemungkinan kedua:

Misalnya A2: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil dengan pengembalian dari
kotak, dengan satu kelereng di antaranya berwarna kuning untuk kemungkinan
kedua.

Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna bukan kuning = (40- 20)
cars = 20 cara.

Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna kuning = 20 cara. Banyak
susunan kelereng keseluruhan, baik pada pengambilan kelereng pertama maupun
pada pengambilan kelereng kedua masing-masing 40 cara.

Jadi: n(A2) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil dengan pengembalian
pada kemungkinan kedua.

= (20 x 20).cara
n(A2) = 400 cara

n(S) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil dengan pengembalian


secara keseluruhan pada kemungkinan kedua. = (40 x 40) cara

n(S) = 1.600 cara

400 1
Sehingga: P(A2) = =
1.600 4

Akibatnya: P(A) = P(A1) + P(A2)

1 1
= =
4 4

2 1
P(A) = =
4 2

b. Pengambilan kelereng dilakukan tanpa pengembalian.

Misalnya B1: Peristiwa bahwa dua kelereng diambil tanpa pengembalian dari kotak,
dengan sate kelereng di antaranya berwarna kuning. i. Kemungldnan pertama:
Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna kuning = 20 cara.
Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna bukan kuning = (40 - 20) cara.
= 20 cara.
Banyak susunan kelereng keseluruhan pada pengambilan kelereng pertama ada 40 cara
dan pada pengambilan kelereng kedua ada 39 cara.

Jadi: n(B1) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian pada
kemungkinan pertama.
= (20 x 20) cara
n(B1) = 400 cara

n(S) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian secara
keseluruhan pada kemungkinan pertama.
= (40 x 39) cara
n(S) = 1.560 cara
400 10
Sehingga: P(B1) = =
1.560 39

ii. Kemungkinan kedua:


Misalnya B2 : Peristiwa bahwa dua kelereng diambil tanpa pengembalian dari kotak,
dengan satu kelereng di antaranya berwarna kuning untuk kemungkinan
kedua.
Banyak susunan kelereng pertama yang terambil berwarna bukan kuning (40 - 20) cara
= 20 cara.
Banyak susunan kelereng kedua yang terambil berwarna kuning = 20 cara. Banyak
susunan kelereng keseluruhan padapengambilan kelereng pertama ada 40 cara dan pada
pengambilan kelereng kedua ada 39 cara.
Jadi: n(B2) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian pada
kemungkinan kedua.
= (20 x 20) cara
n(B2) = 400 cara
n(S) = Banyak susunan dua kelereng yang diambil tanpa pengembalian secara
keseluruhan pada kemungkinan kedua.
= (40 x 39) cara.
n(S) = 1560 cara
400 10
Sehingga: P(A2) = =
1.560 39
Akibatnya: P(B = P(B2) + P(B2)
10 10
= =
39 39
20
P(B) =
39

D. Kombinasi
Penghitungan nilai peluang sebuah peristiwa berdasarkan kombinasi dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
n( A)
P(A) =
n (S)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan kombinasi.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan kombinasi.
Pemahaman rumus di atas diperjelas melalui Contoh 3.26.
Contoh 3.26:
Sandy mempunyai sebuah kotak berisi 15 buah kelereng terdiri atas 7 buah kelereng
kuning dan 8 buah kelereng putih.
Kemudian ia mengambil lima buah kelereng secara sekaligus. Berapa peluang bahwa
dari lima buah kelereng yang terambil itu, tiga buah di antaranya berwarna kuning?
Penyelesaian:
Misalnya : Peristiwa bahwa lima buah kelereng yang terambil ku, tiga buah di antaranya
berwarna kuning.

Banyak susunan kelereng kuning yang terambil = (73) cara = 35 cara.


C(7,3) = 7!/ [3! .(7-3)!]
= 7x6x5x4x3x2x1/ [3x2x1 .(4x3x2x1)]
= 35

Banyak susunan kelereng putih yang terambil = (82)cara = 28 cara.


Jadi: n(A) = Banyak susunan lima buah kelereng yang terambil, dengan tiga
buah di antaranya berwarna kuning.
= (35x28) cara n(A) = 980 cara
n(S) = Banyak susunan lima buah kelereng yang terambil secara keseluruhan

= (155)cara
C(15,5) = 15!/ [5!.10!] = 15x14x13x12x11/ 5x4x3x2x1 = 3x7x13x3x11/3 = 9009/3 =
3003
n(S) = 3.003 cara
Sehingga : P(A) = n(A) / n(S) = 980/3003

3.5 PELUANG BERSYARAT

Jika kita menghitung peluang sebuah peristiwa, maka penghitungannya selalu


didasarkan pada ruang sampel eksperimen. Apabila A adalah sebuah peristiwa, maka
penghitungan peluang dari peristiwa A selalu didasarkan pada ruang sampel S.
Akibatnya, peluang dari peristiwa A ditulis selengkapnya dengan P(A | S), artinya
peluang dari peristiwa A diberikan S.
Penulisan P(A | S) dinamakan peluang bersyarat.
Coba kita perhatikan uraian berikut ini :
n( A)
P (A) =
n (S)
n(A)
P(A|S) =
n ( S)
n( A ∩ S)
=
n( S)
n (A ∩S)
n(S)
=
n(S)
n(S)
P ( A ∩S )
P(A|S) =
P( S)
Berdasarkan perumusan di atas, kita dapat mendefinisikan peluang bersyarat
sebuah peristiwa diberikan peristiwa lainnya.

Definisi 3.8: PELUANG BERSYARAT

Jika A dan B adalah dua buah peristiwa yang dibentuk dari ruang sampel S, maka
peluang bersyarat dari B diberikan A didefinisikan sebagai :

P ( A ∩B) n( A ∩ B)
P (B/A) = =
P( A) n( A)
Dengan : 0 < P(A )< 1

Dalam hal ini, P(B \ A) berarti kita ingin menghitung peluang peristiwa B,
apabila peristiwa A sudah terjadi. Atau kita juga dapat menyatakan bahwa peluang
peristiwa A dan B kedua-duanya terjadi sama dengan peluang peristiwa A terjadi
dikalikan dengan peluang peristiwa B terjadi apabila peristiwa A sudah terjadi. Dalam
hal terakhir ini, kita dapat menuliskannya sebagai berikut.
P(A∩B) = P(A) . P(B | A)
Jika S adalah ruang sampel yang PETI ANGSA dan banyak anggotanya
berhingga, dan n(A) menunjukkan banyak anggota peristiwa A, maka:
n( A ∩ S)
P(A∩B) =
n( S)
n( B)
Dan P(B) =
n(S)
P ( A ∩B)
Maka:P(A|B) =
P( B)
n (A ∩B)
n( S) n( A ∩ B)
= =
n(B) n( B)
n( S)
Penghitungan peluang bersyarat P(A | B) bisa dilihat dalam Dalil 3.6.
PENGHITUNGAN PELUANG BERSYARAT

Jika S adalah ruang sampel yang PETI ANGSA dan banyak anggotanya berhingga
dengan peristiwa-peristiwanya A dan B, maka:
banyak anggota dalam A ∩B
P(A|B) =
banyak anggota dalam B
Atau
banyak cara A dan B dapat terjadi
P(A|B) =
banyak cara B dapat terjadi

Pemahaman uraian dalam dalil 3.6 diperjelas melalui contoh 3.27.

Contoh 3.27 :
Misalnya Ira melakukan pengundian dua buah dadu yang seimbang secara sekaligus.
Jika jumlah dua mata dadu yang terjadi adalah 6 , maka hitung peluang bahwa salah
satu mata dadunya bernilai 2 .
n(S) = 36

A= dua mata dadu adalah 6 = {(1,5), (2,4), (3,3), (4,2), (5,1)} = 5


B = dadu bernilai 2 = [(2,1),(2,2), (2,3), (2,4),(2,5),(2,6), (1,2), (3,2), (4,2), (5,2), (6,2)]
= 11
A irisan B = mata dadu bernilai dua dengan syarat dua mata dadu adalah 6 = {(2,4),
(4,2)] = 2
P(B /A) = n (A irisan B)/ n(A) = 2 /5

Penyelesaian:
Ruang sampel eksperimen S mempunyai 36 titik sampel, dengan setiap titik sampel

1
mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu
36
Misalnya A: Peristiwa bahwa dua mata dadu yang terjadi berjumlah 6 .
Ruang peristiwa dari A adalah:
A = {(1,5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5,1)}
Jadi P(A) = P( {( 1, 5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5, 1)})
5
P(A) =
36
Misalnya B: Peristiwa bahwa mata dadu dari salah satu dadunya bernilai 2.
Ruang peristiwa dari B adalah:
B = {(2, 1), (2, 2), (2, 3), (2,4), (2, 5), (2, 6 ), (1,2), (3, 2), (4, 2), (5, 2), (6 , 2)}
Jadi: A ∩B: Peristiwa bahwa dua mata dadu yang terjadi berjumlah 6 dan mata dadu
dari salah satu dadunya bernilai 2
Ruang peristiwa dari A ∩ B adalah:
A ∩B={(2, 4), (4, 2)}
Jadi: P(A ∩B) = P({(2, 4), (4, 2)})
2
P(A ∩B) =
36
P ( A ∩B)
Sehingga: P(B|A) =
P( A)
2
36 2
P(B|A) = =
5 5
36
Cara lain :
n( A ∩ B) 2
P(B|A) = =
n( A) 5
Berikut ini kita akan menjelaskan dalil perkalian dari peluang bersyarat.

Dalil 3.7: PERKALIAN PELUANG BERSYARAT


Jika A dan B adalah dua buah peristiwa yang dibentuk berdasarkan ruang sampel S,
maka:
P(A ∩ B) = P(B) . P(A/B)
P(A/B) = n (A ∩ B) / n(B)

Dalil di atas bisa dikembangkan untuk beberapa buah peristiwa.


Untuk 3 buah peristiwa: A1 , A2, A3
P(A1 ∩A2 ∩ A3) = P(A1) . P(A2 \ A1) . P(A3 | A1 ∩A2)
Untuk 4 buah peristiwa: A1, A2 , A3, A4
P(A1 ∩A2 ∩ A3 ∩ A4) = P(A1) . P(A2 | A1) . P(A3 | A1 ∩A2 ) . P(A1 ∩A2 ∩ A3 )
Untuk m buah peristiwa: A1, A2, A3 ...,Am
P(A1 ∩A2 ∩ A3 ∩......... Am) = P(A1). P(A2|A1) . P(A3 | A1 ∩A2 )
... P(Am | A1 ∩ A2 ∩ ... ∩ Am – 1)
Pemahaman uraian tentang pengembangan dalil perkalian dari peristiwa bersyarat
diperjelas melalui Contoh 3.28.
Contoh 3.28:
Sebuah kotak berisi 10 lampu cabe 5 Watt, dengan 4 buah lampu di antaranya tidak
jalan. Kemudian tiga buah lampu diambil secara acak dan satu per satu dari kotak itu.
Berapa peluang bahwa ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya masih jalan?
Penyelesaian:
Misalnya A adalah peristiwa bahwa ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya
masih jalan.
Pengambilan pertama = 6/10
Pengambilan kedua = 5/9
Pengambilan 3 = 4/8
P(A) = 6/10 . 5/9 . 4/8 = 120/720 = 1/6
Pengambilan ketiga lampu cabe itu secara satu per satu artinya pengambilan lampu itu
dilakukan tanpa pengembalian.
Dalam hal ini, peluang bahwa lampu cabe yang terambil pertama itu masih jalan sebesar

6
, peluang lampu cabe yang terambil kedua itu masih jalan setelah lampu pertama
10

5
yang masih jalan itu terambil sebesar , dan peluang bahwa lampu cabe yang terambil
9
ketiga itu masih jalan setelah lampu cabe pertama dan kedua yang masih jalan itu

4
terambil sebesar .
8

Jadi: P(A) = (106 )(59)( 48)= 120 =


720 6
1

Cara lain:
Karena ketiga lampu cabe yang terambil itu dilakukan tanpa pengembalian, maka
pengambilan ketiga lampu cabe itu bisa juga dikatakan sebagai pengambilan secara
sekaligus.
 n(A) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu semuanya masih
jalan.

= (63) cara
N(A) = 20 Cara
 n(S) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu secara
keseluruhan.

= (63) cara
n(S) = 120 cara
20 1
Jadi: P(A) = =
120 6
Cara lain:
 n(A) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu masih jalan.
= (6 x 5 x 4) cara
n(A) = 120 cara
 n(S) = Banyak susunan ketiga lampu cabe yang terambil itu secara
keseluruhan.
= (10x 9x 8 ) cara
n(S) = 720 cara
20 1
Jadi: P(A) = =
120 6
3.6 Peluang Dua Peristiwa Yang Saling Bebas
Dalam pembicaraan sehari-hari, dua buah peristiwa dikatakan bebas, jika
terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa yang satu tidak dipengaruhi oleh terjadinya
peristiwa yang lain.
Sebenarnya perumusan dua peristiwa yang saling bebas didasarkan pada perumusan
perkalian dari peluang bersyarat, yaitu:
P ( A ∩ B ¿=P(B). P( A)
Perumusan inilah yang akan digunakan dalam mendefinisikan dua peristiwa
yang saling bebas.
Definisi 3.9: DUA PERISTIWA BEBAS
Dua peristiwa A dan B dikatakan peristiwa yang saling bebas, jika dan hanya jika:
P(A ∩ B) = P(A) . P(B)
Jika dua buah peristiwa tidak saling bebas, maka dua buah peristiwa itu
dikatakan bergantungan.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam dua buah peristiwa oiari peristiwa yang
lainnya juga saling bebas.
Ketiga hal di atas dapat dilihat dalam Dalil 3.8.
Dalil 3.8 SIFAT-SIFAT DUA PERISTIWA BEBAS
Jika dua buah peristiwa A dan B saling bebas, maka:
1. dua buah peristiwa A dan Bc juga saling bebas.
2. dua buah peristiwa Ac dan B juga saling bebas.
3. dua buah peristiwa Ac dan Bc juga saling bebas
Bukti
Dalam pembuktiannya didasarkan pada tabel halaman 101.
B Bc JUMLAH
A P(A).P(B) P(A).P(Bc) P(A)
Ac P(AC).P(B) P(AC).P{BC) P(AC)
JUMLAH P(B) P(Bc) 1

1. Dua buah peristiwa A dan Bc juga saling bebas.


Dalam pembuktiannya, sel pada baris pertama dan kolom kedua berisi P(A n
Bc), yang hasilnya harus sama dengan P(A) dikalikan P(BC).
P(A) = P(A).P(B) + P(A n Bc)
P(A ∩ Bc) = P(A) - P(A) . P(B)
= P(A) [1 - P(B)]
P(A ∩ Bc) = P(A) . P(Bc) (terbukti)
2. Dua buah peristiwa Ac dan B juga saling bebas.
Dalam pembuktiannya, sel pada baris kedua dan kolom pertama P(AC ∩ B), yang
hasilnya harus sama dengan P(AC) dikalikan P(B).
P(B) = P(A).P(B) + P(Ac ∩ B)
P(Ac ∩ B) = P(B) - P(A).P(B)
= P(B) [1 – P(B)]
P(AC o B) = P(B).P(AC) (terbukti)
3. Dua buah peristiwa Ac dan Bc juga saling bebas.
Dalam pembuktiannya, sel pada baris kedua dan kolom kedua berisi P(Ac ∩Bc),
yang hasilnya harus sama dengan P(AC) dikalikan P(BC).
P(AC) = P(AC).P(B) + P(Ac ∩ Bc)
P(Ac ∩ Bc) = P(AC) - P(AC).P(B)
= P(AC) [1 - P(B)]
P(AC ∩ Bc) = P(AC).P(BC) (terbukti)
Pemahaman uraian mengenai dua buah peristiwa dan komplemennya yang
saling bebas diperjelas melalui Contoh 3.29.

Contoh 3.29: P(A irisan B) = P(A). P(B)


Misalnya Faris mengundi sebuah mata uang logam Rp 100 yang seimbang sebanyak
tiga kali.
n (S) = 8 = { (AAA), (AAG), (AGA), (AGG), (GAA) ,(GAG), (GGA), (GGG)}

Jika A adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada pengundian
pertama, n(A) = {(GAA) ,(GAG), (GGA), (GGG)} = 4
B adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada pengundian
kedua, n (B) = { (AGA), (AGG), (GGA), (GGG)} = 4
dan C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi berturut-turut
pada pengundian tersebut. = n (C) = {(AGG), (GGA)}

A irisan B = {(GGA), (GGG)} = 2 maka P (A irisan B) = 2/8 = ¼


P(A) = 4/8 = ½, P(B) = 4/8 = ½
P(A irisan B) = P(A).P(B)
¼=½.½
¼=¼
Maka A dan B saling bebas
A irisan C = {(GGA)} = 1
P (A irisan C) = 1/8
P(A) = 4/8 = ½
P(C) = 2/8 = ¼

A dan B saling bebas atau tidak?


P(A irisan B) = 2/8 = ¼
P(A) = 4/8 = ½
P(B) = 4/8 = ½
P(C) = 2/8 = ¼
P (A irisan C ) = 1/8

P(A). P(B) = ½ . ½ = ¼
P ( A ∩ B ¿=P(B). P( A)
Karena P (A irisan B) = P(A). P(B) = ¼ maka peristiwa A dan B saling bebas
Karena P (A irisan C) = P(A) . P(C) = 1/8 maka A dan C saling bebas
Maka periksa:
a. apakah dua buah peristiwa A dan B saling bebas?
b. apakah dua buah peristiwa A dan C saling bebas?
c. apakah dua buah peristiwa B dan C saling bebas?
d. apakah dua buah peristiwa A dan Bc saling bebas?
e. apakah dua buah peristiwa Ac dan B saling bebas?
f. apakah dua buah peristiwa Ac dan Bc saling bebas?
Penyelesaian:
Ruang sampel eksperimennya adalah:

S = {GGG, GGH, GHG, HGG, GHH, HGH, HHG, HHH}

dengan: G = GAMBAR “KARAPAN SAPI”

H = HURUF “BANK INDONESIA”

Karena mata uang logam yang digunakannya seimbang, maka masing-masing titik

1
sampel mempunyai peluang yang sama untuk terjadi, yaitu
8

 A adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada


pengundian pertama.
Ruang Peristiwa dari A adalah :

A = {GGG, GGH, GHG, GHH}


P (A) = P({GGG, GGH, GHG, GHH})
= P({GGG}) + P({GGH}) + P{{GHG}) + P({GHH})
1 1 1 1
= + + +
8 8 8 8
4 1
P (A) = =
8 2

 B adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada


pengundian kedua.
Ruang peristiwa dari B adalah:
B = {GGG, GGH, HGG, HGH}
P(B) = P ({GGG}) + ({GGH, HGG, HGH)
1 1 1 1
= + + +
8 8 8 8

4 1
P(B) = =
8 2

 C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR berturut-turut pada pengundian


tersebut. Ruang peristiwa dari C adalah:
C = {GGH, HGG}
P(C) = P({GGH, HGG})
= P({GGH}) + P({HGG})
1 1
= +
8 8
2 1
P (C) = =
8 4
 Ac adalah peristiwa bahwa bukan GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian pertama.
Dengan kata lain, Ac adalah peristiwa bahwa HURUF “BANK INDONESIA”
terjadi pada pengundian pertama.
Ruang peristiwa dari Ac adalah:
Ac = {HGG, HGH, HHG, HHH}
P(AC) = P({HGG, HGH, HHG, HHH })
= ( {HGG} )+ P(HGH}) + P({HHG}) + P({HHH})
1 1 1 1
= + + +
8 8 8 8
4 1
P (Ac) = =
8 2
 Bc adalah peristiwa bahwa bukan GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian kedua.
Dengan kata lain, Bc adalah peristiwa bahwa HURUF “BANK INDONESIA”
terjadi pada pengundian kedua. •
Ruang peristiwa dari B adalah:
Bc = {GHG, GHH, HHG, HHH)
P(BC) = P{{GHG, GHH, HHG HHH})
= P({GHG}) + P({GHH}) + P( {HHG}) + P({HHH})
1 1 1 1
= + + +
8 8 8 8
4 1
= =
8 2
Berdasarkan peristiwa-peristiwa di atas, maka:
a. A ∩ B adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua.
Ruang peristiwa dari A ∩B adalah:
A ∩B = {GGG, GGH}
P(A ∩ B) = P({GGG, GGH})
= P({GGG}) + P{{GGH})
1 1
= +
8 8
4 1
P(A ∩ B) = =
8 2
1 1 1
sedangkan P(A).P(B) = ( ) ( ) =
2 2 4
= P ( A∩ B ¿
Jadi dua buah peristiwa A dan B saling bebas.
b. A ∩ C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua.
Ruang peristiwa dari A ∩C adalah:
A ∩C = {GGG, GGH}
P(A ∩ C) = P({GGG GGH})
= P({GGG}) + P({GGH})
1 1
= +
8 8
2 1
P (A ∩C ¿ = =
8 4
1 1 1
Sedangkan P(A).P(C) = ( ) ( ) =
2 4 8
= P(A ∩C ¿
Jadi dua buah peristiwa A dan C bergantungan.
c. B ∩ C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi
berturut-turut dan salah satu GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian kedua.
Ruang peristiwa dari B ∩C adalah:
B ∩C= {GGH, HGG}
P{B ∩C) = P({GGH, HGG})
= P({GGH}) + P({HGG})
1 1
= +
8 8
2 1
P (B ∩C ¿= =
8 4

Sedangkan P(B).P(C) = ( 12 )( 14 )= 18
Jadi dua buah peristiwa B dan C bergantungan.
d. A ∩ Bc adalah peristiwa bahwa GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian pertama dan HURUF “BANK INDONESIA” terjadi pada
pengundian kedua.
Ruang peristiwa dari A ∩Bc adalah:
A ∩ Bc = {GHG, GHH}
P(A ∩Bc) = P{{GHG GHH})
= P({GHG}) + P({GHH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(A ∩ Bc) = =
8 4

Sedangkan P(A).P(Bc) = ( 12 )( 12 )= 14
Jadi dua buah peristiwa A dan Bc saling bebas.
Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa A dan Bc
juga bebas.
e. Ac ∩B adalah peristiwa bahwa HURUF “BANK INDONESIA” terjadi pada
pengundian pertama dan GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi pada
pengundian kedua.
Ruang Peristiwa dari Ac ∩B adalah :
Ac ∩B = {HGG, HGH}
P(Ac ∩ B ¿ = P ({HGG, HGH})
= P ({HGG}) + P({HGH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(Ac ∩ B) = =
8 4

Sedangkan P(Ac).P(B) = ( 12 )( 12 )= 14
= P(Ac ∩ B ¿
Jadi dua buah peristiwa Ac dan B saling bebas.

Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa Ac dan B
juga bebas.
f. Ac ∩Bc adalah peristiwa bahwa dua HURUF “BANK INDONESIA” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua. Ruang peristiwa dari Ac ∩Bc
adalah:
Ac ∩Bc = {HHG, HHH)
P(Ac ∩ Bc) = P({HHG HHH})
= P{{HHG\) + P( {HHH})
1 1
= +
8 8
2 1
P(Ac ∩Bc) = =
8 4

Sedangkan P(AC).P(BC) = ( 12 )( 12 )= 14
Jadi dua buah peristiwa Ac dan Bc saling bebas.
Cara lain:
Berdasarkan sifat-sifat dari dua peristiwa yang saling bebas, karena dua buah
peristiwa A dan B saling bebas (hasil no. a), maka dua buah peristiwa Ac dan Bc
juga bebas.
Catatan :
Coba periksa apakah peristiwa-peristiwa Ac dan C, A dan Cc, Ac dan Cc, B dan Cc, Bc dan
C, serta Bc dan Cc saling bebas atau bergantungan sebagai perlatihan. Berikut ini akan
dijelaskan definisi tiga buah peristiwa yang saling bebas, dengan beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi semuanya. Jika ada salah satu persyaratan dari tiga buah peristiwa
yang saling bebas yang tidak dipenuhi, maka ketiga buah peristiwa itu dikatakan tidak
saling bebas atau bergantungan.
Definisi 3.10 : TIGA BUAH PERISTIWA SALING BEBAS
Tiga buah peristiwa A, B, dan C dikatakan saling bebas, jika dan hanya jika dipenuhi
persyaratan sebagai berikut.
1. Peristiwa-peristiwa yang berpasangan bebas, yaitu:
a. P(A ∩ B) = P (A).P (B)
b. P(A ∩C) = P (A).P(C)
c. P (B ∩ C) = P(B).P(C)
2. P(A ∩B ∩ C) = P(A).P(B).P(C)
Pemahaman uraian tiga buah peristiwa yang saling bebas tersebut diperjelas melalui
Contoh 3.30.

Contoh 3.30:
Lihat kembali soal pada Contoh 2.29.

Coba periksa apakah A, B, dan C saling bebas atau bergantungan.

Penyelesaian:
1. Peristiwa-peristiwa yang berpasangan.
a. Untuk A dan B menghasilkan dua buah peristiwa yang saling bebas. (Lihat hasil
penentuannya pada halaman 69) penyelesaian contoh 3.30.
b. Untuk A dan C menghasilkan dua buah peristiwa yang bergantungan. (Lihat
hasil penentuannya pada halaman 70)penyelesaian contoh 3.30.
c. Untuk B dan C menghasilkan dua buah peristiwa yang bergantungan. (Lihat
hasil penentuannya pada halaman 70) penyelesaian contoh 3.30.
2. A∩B∩C adalah peristiwa bahwa dua GAMBAR “KARAPAN SAPI” terjadi
berturut-turut pada pengundian pertama dan kedua.
Ruang peristiwa dari A∩ B∩ C adalah:

A ∩B ∩C= {GGH}

1
P(A∩B ∩C) = P({GGH}) =
8

Sedangkan: P(A).P(B).P(C) = ( 12 )( 12 )( 14 )= 161


≠ P (A∩B∩C)
Karena ada beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi, maka disimpulkan bahwa A,
B dan C adalah peristiwa-peristiwa yang tidak saling bebas atau bergantungan.

Berdasarkan definisi tiga buah peristiwa yang saling bebas, ternyata ada empat
buah persyaratan yang semuanya harus dipenuhi. Kita bisa menentukan banyak
persyaratan yang harus dipenuhi dalam penentuan minimal empat buah peristiwa yang
saling bebas.

Untuk empat buah peristiwa yang saling bebas, persyaratan yang harus dipenuhi
sebanyak 11 buah. Untuk lima buah peristiwa yang saling bebas persyaratan yang harus
dipenuhi sebanyak 26 buah. Dan seterusnya.
3.7 DALIL BAYES

Perhitungan peluang bersyarat Bayes didasarkan pada beberapa peristiwa yang


merupakan partisi dari ruang sampel. Berikut ini kita akan membahas dahulu pengertian
partisi.

Definisi 3.11: PARTISI


Peristiwa-peristiwa B1 B2, B3 .... B7 dikatakan partisi dari ruang sampel S, jika:
a. Bi ∩Bj = ∅, untuk semua i ≠j. B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 s
b. ¿ i=1 ¿ 7 B = S
c. P(Bi) > 0, untuk semua i =
1;2,3,.....7

Pemahaman Partisi di atas diperjelas


melalui contoh 3.31.
Contoh 3.31: ____________________________________________

Dalam pengundian sebuah dadu yang seimbang, misalnya hasil-hasil yang mungkin dari
beberapa peristiwanya adalah sebagai berikut.

B1 = {1,2}
B2 = {3,4, 5}
B3 = {6}
Apakah B1, B2, dan B3, merupakan partisi dari ruang sampel S?

Penyelesaian:

Ruang sampelnya adalah :

S = {1,2, 3, 4, 5, 6}
a. B1 ∩ B2 = ∅
B1 ∩B3 = ∅
B2 ∩B3 = ∅
b. ¿ i=1 ¿ 7 B i = B1 ∪ B2 ∪ B3
= {1,2,3,4,5,6}
=S
2 1
c. P(B1) = =
6 3
3 1
P(B2)= =
6 2
1
P(B3) =
6
Karena semua persyaratan di atas dipenuhi, maka B1 , B2, dan B3 menunjukkan
partisi dari ruang sampel S.
Secara Umum Definisi 3.11 dapat diperluas untuk k buah peristiwa.
Definisi 3.12: PARTISI SECARA UMUM
Peristiwa-peristiwa B1, B2, B3, .... Bk menunjukkan partisi dari ruang sampel S, jika:
a. Bi ∩Bk = ∅ , untuk semua i ≠ k.
b. ¿ i=1 ¿ k B i = S
c. P(Bi) > 0, untuk semua i = 1,2,3,....., k
Misalnya dari peristiwa-peristiwa B1, B2, B3 ..., B7 yang merupakan partisi dari
ruang sampel S, ada sebuah peristiwa yang merupakan gabungan dari semua peristiwa
di atas.
Penghitungan peluang dari peristiwa itu bisa dilihat dalam Dalil 3.9.

Dalil 3.9: TOTAL PELUANG


Jika Peristiwa-peristiwa B1., B2, B3,..., B7 Bi B2 B3 B4 B5 B6 B7
merupakan partisi dari ruang sampel S, maka
A
peluang dari peristiwa A yang sembarang dari S
adalah :
7
P(A) = ∑ P(B i). P ( A / Bi)
i=1

Kita akan membuktikan Dalil 3.9.


B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7

A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
A

Jika Kita Memperhatikan gambar 3.4, Maka :


A= A1∪ A2 ∪ A3 ∪ A4 ∪ A5∪ A6 ∪ A7
dengan A1 = B1 ∩ A
A2 = B2 ∩ A
A3 = B3 ∩ A
A4 = B4 ∩ A
A5 = B5 ∩ A
A6 = B6 ∩ A
A7 = B7 ∩ A
Jadi :
A = (B1 ∩ A)∪ (B2 ∩ A) ∪ (B3 ∩ A)∪(B4 ∩A)∪(B5 ∩A) ∪(B6 ∩ A) ∪(B7 ∩A)
Karena (B1 ∩ A), (B2 ∩ A), (B3 ∩ A),...., (B7 ∩A) merupakan peristiwa – peristiwa
yang saling lepas, maka:
P(A) =P((B1 ∩ A)∪ (B2 ∩ A) ∪ (B3 ∩ A)∪(B4 ∩A)∪(B5 ∩A) ∪(B6 ∩ A) ∪(B7 ∩
A))
=P(B1 ∩ A) + P(B2 ∩ A) + P(B3 ∩ A) + P(B4 ∩A) + P(B5 ∩A) + P(B6 ∩ A)
+ P(B7 ∩A)
7
=∑ P(Bi ∩ A)
i=1

Karena peristiwa Bi (i= 1,2,3,..., 7) terjadi lebih dahulu dari A, maka :


P(Bi ∩ A) = P(Bi).P(A|Bi)
7
Sehingga : P(A) = ∑ P(Bi).P(A|Bi)
i=1

Secara umum dalil di atas dapat diperluas untuk k buah peristiwa.


DALIL 3.10: TOTAL PELUANG SECARA UMUM
Jika peristiwa-peristiwa B1 B2, B3 ..., Bk merupakan partisi dari ruang sampel S, maka
peluang dari peristiwa A yang sembarang dari S adalah:
7
P (A) = ∑ P(Bi)..P(A/Bi)
i=1

Pemahaman total peluang di atas diperjelas melalui Contoh 3.32.


Contoh 3.32:
Misalnya Farah mempunyai tiga buah kotak yang masing-masing berisi lampu cabe.
Kotak 1 berisi 10 lampu cabe, dengan 4 lampu di antaranya tidak jalan.
Kotak 2 berisi 6 lampu cabe, dengan 1 lampu di antaranya tidak jalan.
Kotak 3 berisi 8 lampu cabe, dengan 3 lampu di antaranya tidak jalan.
Sebuah kotak dipilih secara acak, kemudian sebuah lampu cabe diambil secara acak dari
kotak yang terpilih itu.
Berapa peluang bahwa lampu cabe yang terambil itu adalah rusak (tidak jalan)?
Penyelesaian:
Misalnya
K1 adalah peristiwa bahwa kotak 1 yang terpilih.
K2 adalah peristiwa bahwa kotak 2 yang terpilih.
K3 adalah peristiwa bahwa kotak 3 yang terpilih.
R adalah peristiwa bahwa lampu cabe yang terambil itu tidak jalan.
R | K1 adalah peristiwa bahwa sebuah lampu cabe yang terambil itu adalah tidak jalan,
jika kotak 1 yang terpilih.
R | K2 adalah peristiwa bahwa sebuah lampu cabe yang terambil itu adalah tidak jalan,
jika kotak 2 yang terpilih.
R | K3 adalah peristiwa bahwa sebuah lampu cabe yang terambil itu adalah tidak jalan,
jika kotak 3 yang terpilih.
Peluang untuk masing-masing peristiwa di atas adalah :
1
P(K1) = P(K2) = P(K3) =
3
4
P(R | K1) =
10
1
P(R | K2) =
6
3
P(R | K2) =
8
Sehingga peluang bahwa lampu cabe yang terambil itu tidak jalan adalah :
P(A) = P(K1). P(R|K1) + P(K2). P(R|K2) + P(K3).P(R|K3)

P(A) = ( 13 )( 104 )+( 13 )( 16 )+( 13 )( 38 )


113
P(A) =
360
Jika kita memperhatikan contoh di atas, kita hanya dapat memperoleh nilai peluang
sebuah lampu cabe yang terambil itu tidak jalan. Kita tidak mengetahui dengan pasti
apakah lampu cabe yang tidak jalan itu berasal dari kotak 1 , kotak 2, atau kotak 3.
Apabila kita ingin mengetahui besar peluang bahwa lampu cabe yang tidak jalan itu
berasal dari kotak tertentu, maka penyelesaiannya bisa menggunakan aturan Bayes yang
akan dijelaskan dalam dalil berikut ini.
ATURAN BAYES
Jika peristiwa-peristiwa B1 B2, B3 .... B7 merupakan partisi: dari ruang sampel S, maka
untuk peristiwa A yang sembarang dari S sedemikian hingga P(A) > 0 berlaku:

Br P ( Br ) . P( A∨Br )
( )
P A
= k
∑ P ( Bi ) . P ( A∨Bi)
i=1

untuk r = 1, 2, 3, ..., 7.
Kita akan membuktikan dalil di atas.
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7

7
Kita sudah mengetahui bahwa : P(A) = ∑ P(B1). P(A|Bi)
i=1

Dari Gambar 3.5 diperolah:


P ( B 1∩ A )
P(Bi | A) =
P (A )
P ( A∨B 1) . P(B 1)
=
P( A)
P ( B 1 ) . P( A∨B1)
7
P (B1 | A) =
∑ P ( Bi ) . P( A∨Bi)
i=1

Dengan cara yang salam, kita akan memperoleh :


P ( B 2 ) . P( A∨B2)
7
P (B2 | A) =
∑ P ( Bi ) . P( A∨Bi)
i=1

Sehingga secara umum akan diperoleh :


P ( Br ) . P( A∨Br)
7
P (Br | A) = (terbukti)
∑ P ( Bi ) . P( A∨Bi)
i=1

Dalil 3.12 : ATURAN BAYES SECARA UMUM


Jika peristiwa-peristiwa B1, B2, B3, .... Bk merupakan partisi dari ruang sampel S, maka
untuk peristiwa A yang sembarang dari S sedemikian hingga P (A) > 0 berlaku:
P ( Br ) . P( A∨Br)
7
P (Br | A) =
∑ P ( Bi ) . P( A∨Bi)
i=1

untuk r = 1,2,3,.., k
Pemahaman aturan Bayes diperjelas melalui Contoh 3.33.
Contoh 3.33: .
Lihat kembali soal pada Contoh 3.32.
a. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 1 ?
b. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 2 ?
c. Jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka berapa peluang bahwa
lampu cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 3?
Penyelesaian:
Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada Contoh 3.32, maka akan diperoleh :
P ( K 1). P(R∨K 1)
a. P(K1 | R) =
P (R)
1 4
=
( 3 )( 10 )
=
48
¿ 0,42
113 113
360
¿
b. P(K2 | R) = P( K 2). P ( R| K 2 ¿ P( R)

1 1
=
( 3 )( 6 ) 20
= ¿ 0,18
113 113
360
1 3
c. P(K3 | R)
¿
= P( K 3). P ( R| K 3 ¿ P (R) =
( 3 )( 8 ) 45
= ¿ 0,40
113 113
360
Sehingga jika lampu cabe yang terambil itu tidak jalan, maka peluang bahwa lampu
cabe tidak jalan itu berasal dari kotak 1, kotak 2, atau kotak 3 masing- masing sebesar
0,42; 0,18; atau 0,40..
Dengan kata lain, dari 100 lampu cabe tidak jalan yang terambil ternyata:
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 1 sebanyak 42 buah,
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 2 sebanyak 18 buah,
lampu cabe tidak jalan yang berasal dari kotak 3 sebanyak 40 buah.

3.8 KALKULUS PELUANG


Dalam hal ini, kita akan menjelaskan penghitungan peluang dengan
menggunakan tanda jumlah dan tanda integral berdasarkan fungsi himpunan. Artinya
perhitungan peluang dari sekumpulan nilai yang membentuk sebuah himpunan
berdasarkan sebuah fungsi dengan menggunakan tanda jumlah dan tanda integral.
Dalam hal ini, fungsi tersebut harus memenuhi sifat peluang, yaitu jumlah peluang dari
nilai yang diberikan harus sama dengan satu. Artinya untuk nilai yang berupa bilangan
bulat berlaku bahwa jumlah dari fungsi dengan nilai yang diberikan harus sama dengan
satu, dan untuk nilai yang bukan berupa bilangan bulat atau nilai yang membentuk
sebuah interval berlaku bahwa integral dari fungsi dengan batas-batasnya merupakan
nilai-nilai yang diberikan harus sama dengan satu.
Berikut ini akan diberikan beberapa contohnya.
Contoh 3.34 :
Misalnya A adalah himpunan berdimensi satu dan fungsinya berbentuk:
p(x) = (1/2)x; x = 1, 2, 3, ...

Jika P(A) = ∑ P (x), maka hitung P(A) dengan :


A

a. A = { x: 0 < x < 4 }
b. A = {x; x merupakan bilangan ganjil}
Penyelesaian :
a. A = { x: 0 < x < 4 }artinya A = {x: x=1, 2, 3}.
3
P(A) = ∑ ¿ ¿)x
x=1

1 1 1
= + +
2 4 8
7
P(A) =
8
b. A = {x: x merupakan bilangan ganjil} artinya A = {x: x = 1, 3, 5, ...}.

P(A) = ∑ ¿ ¿)x
x= ganjil

1 1 3 1 5
=
2
+
2
+ () ()
2
+ ...

2
P(A) =
3
Contoh 3.35 :

Misalnya A adalah himpunan berdimensi satu dan P(A) = ∫ f ( x ) dx , dengan:


A

f(x) = e-x ; x > 0


a. Jika A = {x: 1 ≤x ≤ 3}, maka hitung P(A).
b. Jika A1 = {x: 1 ≤x ≤ 2} dan A2 = {x: 2 ≤x ≤ 4}, maka hitung P(A1 ∪ A2).
c. Jika A1 = {x: 0 ≤x ≤ 3} dan A2 = {x: 2 ≤x ≤ 4}, maka hitung P(A1 ∪ A2).
Penyelesaian :
3

a. P(A) = ∫ e-x dx
1

= -e-x ]3x=1
P(A) = e-1 –e-3
b. A1 ∪A2 = {x: 1 ≤x ≤ 4}
4
P(A1 ∪ A2) = ∫ e-x dx
1

= -e-x ]4x=1
P(A1 ∪ A2) = e-1 –e-4
4 3

c. P(A1 ∪ A2) = ∫ e-x dx - ∫ e-x dx


0 2

= (-e-x ]4x=0) - (-e-x ]3x=2)


P(A1 ∪ A2) = 1 - e-4 + e- 3 – e-2
Contoh 3.36 :

Misalnya A adalah himpunan berdimensi dua dan P(A) = ∑ ∑ p ( x , y ) , dengan :


a

1
p(x, y) = : x = 1,2,3,4
16
y = 1,2,3,4
Hitung P(A), jika :
a. A = {(x,y)} : x = 1. 2; y =1,2,3}
b. A = {(x,y) : (x,y) = (1,1), (2,2), (3,3). (4,4)}
Penyelesaian :
2 3
a. P(A) = ∑ ∑ p(x , y)
x=1 y=1

= p(1,1) + p(1,2) + p(1,3) + p(2,1) + p(2,2) + p(2,3)


1 1 1 1 1 1
= + + + + +
16 16 16 16 16 16
6 3
P(A) = =
16 8
b. P(A) = ∑∑ p(x , y)
❑ A

= p(1,1) + p(2,2) + p(3,3) + p(4,4)


1 1 1 1
= + + +
16 16 16 16
4 1
P(A) ¿ =
16 4
Contoh 3.37:
Misalnya A adalah himpunan titik-titik di dalam atau pada persegi yang dibentuk dari
titik-titik (0,0), (0, 1), (1,0), dan (1, 1).

Misalnya P(A) = ∫ ∫ dx dy
X

Jika A Type equation here . A adalah himpunan {(x,y) : 0 < x + y < 1}, maka hitung
P(A). Penyelesaian:
Gambarkan daerah dari A, kemudian di dalamnya gambarkan luas daerah yang
memenuhi A.
y

1 A

X Gambar 3.6

1 Daerah A dan A

1 1− y

Jadi: P(A) = ∫ ∫ dx dy
0 0

1
= ∫ ( 1− y ) dy
0

1 1
= y - y2
2 y=0 ]
1 1
P(A) = 1- =
2 2
3.9 RINGKASAN

1. Eksperimen acak adalah eksperimen yang apabila diulang beberapa kali,


masing-masing pengulangan eksperimen itu memberikan hasil yang belum tentu
sama sekalipun kondisi pengulangan eksperimen itu sama.
2. Ruang sampel adalah semua hasil yang mungkin diperoleh dari eksperimen dan
dinotasikan dengan S.
3. Sebuah peristiwa adalah sebuah himpunan bagian dari ruang sampel S.
4. Kita bisa memperoleh ruang peristiwa dari sebuah peristiwa, jika peristiwanya
diketahui. Sebaliknya, kita bisa menentukan sebuah peristiwa, jika ruang
peristiwa dari peristiwanya diketahui.
5. Peluang adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui terjadinya atau tidak
terjadinya sebuah peristiwa.
6. Beberapa dalil tentang fungsi peluang:
P(∅) = 0
P(Ac) = 1 - P(A)
P(A ∪B) = P(A) + P{B) – P(A ∩ B)
7. Penghitungan peluang sebuah peristiwa bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. PETIANGDAKSA
b. PETIANGSA
8. Penghitungan peluang sebuah peristiwa berdasarkan teknik membilang
digunakan rumus:
n( A)
P(A) =
n (s)
dengan: n(A) = Banyak anggota peristiwa A yang diperoleh berdasarkan aturan
perkalian, permutasi, sampel yang berurutan, dan kombinasi.
n(S) = Banyak anggota keseluruhan berdasarkan atinan perkalian,
permutasi, sampel yang berurutan, dan kombinasi.
9. Penghitungan peluang bersyarat sebuah peristiwa diberikan peristiwa lainnya
digunakan rumus:
P ( A ∩B)
P(A| B) = , 0 < P(B) < 1
P(B)
P ( A ∩B)
P(B| A) = , 0 < P(A) < 1
P( A)
10. Penentuan dua peristiwa, A dan B, yang saling bebas digunakan rumus:
P(A ∩ B) = P(A).P(B)

11. Jika A dan B saling bebas, maka:


a. A dan Bc juga saling bebas.
b. Ac dan B juga saling bebas.
c. Ac dan Bc juga saling bebas.
12. Penentuan tiga peristiwa A, B, dan C yang saling bebas digunakan syarat sebagai
berikut.
a. P (A ∩B) = P(A).P(B)
b. P (A ∩ C) = P(A).P(C)
c. P (B ∩C) = P(B).P(C)
d. P(A ∩ B ∩C) = P(A).P(B).P(C)
13. Peristiwa-peristiwa B1, B2, B3 ,..., Bk menunjukkan partisi dari ruang sampel S,
jika:
a. Bi ∩ Bj = ∅, untuk semua i ≠ j
b. ¿ i=1 ¿ k B i = S
c. P(Bi) > 0, untuk semua i= 1,2,3, ..., k
14. Jika peristiwa-peristiwa B1, B2, B3 ..., Bk merupakan partisi dari ruang sampel S,
maka peluang dari peristiwa A yang sembarang dari S adalah:
k
P(A) = ∑ P(Bi).P(A | Bi)
i=1

15. Jika peristiwa-peristiwa B 1 , B2 B3 , Bk merupakan partisi dari ruang sampel S


dengan P(Bi) > 0 untuk i = 1, 2, 3,..., k; maka untuk peristiwa A yang
sembarang dari S sedemikian hingga P(A) > 0 berlaku:
P ( Br ) . P ( A| Br ¿ ¿ ¿
k
P(Br | A) =
∑ P ( Bi ) . P ( A|Bi ¿
i=1

16. Kalkulus peluang adalah penghitungan peluang dari sekumpulan nilai yang
membentuk sebuah himpunan berdasarkan sebuah fungsi dengan menggunakan
tanda jumlah atau tanda integral.

3.10 Bacaan yang disarankan


Freund, J.E.& R.E. Walpole. 1980. Mathematical Statistics. Third Edition. Prentice-
Hall, Inc., Englewood Cliffs., New York.
Gupta, S.C. &V.K. Kapoor. 1982. Fundamentals of Mathematical Statistics. Eight
Edition. Sultan Chand & Sons., India.
Hines, W.W. & Douglas C. Montgomery. 1990. Probability and Statistics in
Engineering and Management Science. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc.,
Canada.
Hogg, R.V. & A.T. Craig. 1978. Introduction to Mathematical Statistics. Fourth Edition.
Macmillan Publishing Co., Inc., New York
Hogg, R.V. & E.A. Tanis. 1977. Probability and Statistical Inference. Macmillan
Publishing Co., Inc., New York.
arson, H.J. 1974. Introduction to Probability and Statistical Inference. Second Edition.
John Wiley & Sons, Ino, Canada.
Lipschutz, S. 1974. Theory and Problems of Probability. SI (Metric) Edition. Schaum’s
Outline Series. McGraw-Hill Book Company., New York.
Mosteller, F; Rourke, R.E.K. & George B. Thomas, Jr. 1988. Peluang dengan Statistika
Terapannya. Terbitan ke-2. Terjemahan. Penerbit ITB., Bandung.
3.11 Soal – Soal Perlatihan
1. Misalnya Sandy melakukan pengundian sebuah dadu yang seimbang, lalu
dilanjutkan pengundian sebuah mata uang logam Rp 100 yang seimbang.
a. Tentukan ruang sampelnya.
b. Jika A adalah peristiwa teijadinya mata dadu yang berangka genap dan
Gambar “KARAPAN SAPI”, maka tentukan ruang peristiwa dari A.
c. Jika B adalah peristiwa terjadinya mata dadu yang berangka bilangan prima,
maka tentukan ruang peristiwa dari B.
d. Jika C adalah peristiwa terjadinya mata dadu yang berangka bilangan ganjil
dan huruf “BANK INDONESIA”, maka tentukan ruang peristiwa dari C.
e. Tentukan ruang peristiwa dari peristiwa-peristiwa berikut ini.
i. A atau B terjadi
ii. B dan C terjadi
f. Tentukan peristiwanya, jika ruang peristiwanya sebagai berikut.
i. D = {(1, G), (2, G), (3, G), (4, G), (5, G), (6, G)}
ii. E ={(l,H),(3,H),(5,H)}
iii. F = {(2, G), (2, H), (3, G), (3, H), (5, G), (5, H)}
2. Pada sebuah pameran buku kita memilih tiga orang pengunjung secara acak.
Kemudian ketiga orang itu diwawancarai untuk mengetahui pendapat mereka,
apakah mereka datang ke pameran buku ini hanya untuk melihat- lihat saja
(dinotasikan dengan L = LIHAT) atau memang berminat untuk membeli buku
(dinotasikan dengan B = BELI).
a. Tentukan ruang sampelnya.
b. Jika A adalah peristiwa bahwa paling sedikit seorang dari ketiga pengunjung
itu berminat untuk membeli buku maka tentukan ruang peristiwa dari A.
c. Jika B adalah peristiwa bahwa tidak ada seorang pun dari ketiga pengunjung
itu yang tidak berminat untuk membeli buku, maka tentukan ruang peristiwa
dari B.

Anda mungkin juga menyukai