Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada
dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat
lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi
iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan
gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang
dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan
fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang
ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
B. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat
beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang
dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
1. Organik
3. Faktor lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP,
1984)
C. Klasifikasi
Nilai IQ :
Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan
masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental
tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila
ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis
maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini
perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi
ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini
cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men-
gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam
jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anakanak yang
normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang
tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau
anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak
naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan
retardasi mental ringan.
D. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan
fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah
kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang
sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retradasi Mental Ringan
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah
sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang.
Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat
terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi
seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan
retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan
efektif , perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.
E. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca
natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
F. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan
naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik seperti
haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan
penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit atensi
atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5. Deficit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen
penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal
kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih
dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai
14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kromosom
2. Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3. Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan
jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J. Pencegahan
A. Pengkajian
1. Data demografi
a. Identitas Klien
b. Identitas Orang tua
2. Riwayat Kesehatan
Karakteristik :
Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan
berjalan, bicara , makan sendiri, dll
Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan pada
kemampuan aktivitas sosial.
Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak
dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
b) Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman,
serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam rekreasi, dapat
melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
Karakteristik :
Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan
dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
Karakteristik :
Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan
kelainan fisik.
3. Pemeriksaan fisik :
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaanurin, serum atau titer virus
c. Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas
perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan
perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan
C. Rencana Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor risiko dan
untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
Intervensi :
Intervensi :
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik,
penurunan kognitif.
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
D. Evaluasi