Anda di halaman 1dari 2

Derita untuk Bahagia

Namaku Lestari Ningrum, dulu sejak aku masih SMP aku memiliki cita-cita menjadi pemain
bulutangkis, menjadi pemain tunggal putri seperti idolaku hingga kini, siapa lagi kalau bukan
Susi Susanti, legenda pebulutangkis dengan segudang prestasi, aku mengaguminya karena
kehebatannya dalam mengolah shuttlecock untuk mengelabuhi lawannya.

Waktu itu tepat di akhir semester genap, sekolahku mengadakan class meeting diantaranya
bulutangkis, tenis meja, dan bola voli. Akupun mewakili kelasku. Hingga hari ketiga, aku masuk
ke babak final melawan kakak kelas yang saya pikir dia kecil-kecil cabai rawit. Sontak, aku
kalah di babak final dan tetap bangga menjadi runner up. Akupun memberi berita bahagia ini
pada kedua orang tuaku. "Pak Mak, Ning dapat juara dua kategori bulutangkis tunggal putri."
kataku. "Alhamdulillah, kalau kamu jago bisa masuk Pelatnas Ning." kata Bapak. "Tapi, pasti itu
di kota, kamu mau pakai angkot, jauh lagi, nggak usah ya?" kata Mamak. "Nggak tau, Ning juga
masih belajar kok." kataku sambil masuk ke kamar dan berpikir mana mungkin aku ke kota
pakai sepeda, namun aku tak mau terlalu memikirkan itu. Aku masih bangga dengan torehanku,
aku pun membuka hadiahnya yang berisi buku dua buah, dua pulpen, dan satu pulpen. Waktu itu
hari libur panjang aku menulis mimpiku di kertas origami lalu ditempel di lemari. "Cita-citaku
atlet bulutangkis, ingin mengharumkan nama Indoneaia di kancah dunia."

Dulu, aku selalu terbiasa membuka smarthphoneku sebelum tidur, hingga menjadi kebiasaanku,
hingga selang beberapa bulan berikutnya, mataku buram. Tatkala itulah mimpiku menjadi
pebulutangkis tertunda, aku harus menggunakan kacamata setiap hari, karena kalau tidak akan
celaka. Mana mungkin aku mengelak takdir Tuhan, mungkin ini suatu jalan dimana Ia
memberikan jalan untukku di lain arah. Aku menangis semalaman di rumah sakit. Tapi, orang
tuaku selalu menyemangatiku.

Akhirnya, waktu itu aku hanya tiga hari saja di rumah sakit, selepasnya aku langsung berencana
bangkit, mataku telah rabun, lalu aku harus bagaimana? apakah aku tidak bisa berbuat apa-apa?
itulah pertanyaanku yang selalu menyoroti setiap langkahku hingga aku lulus SMP. Namun,
setelah aku masuk ke SMA aku berencana membuka pelatnas di desa. Kebetulan aku menabung
setiap harinya. "Bruk!!!." Uang pun terkumpul tujuh ratus enam puluh satu ribu. Aku berencana
membuka Pelatnas kecil-kecilan bermodalkan lapangan out door, shuttlecock, net, raket, dan aku
berencana melatih anak-anak SD.

Sekitar kelas tiga SMA aku berhasil memiliki enam belas anak berbakat. Kemudian saat itu aku
juga berhasil mebawa dua anak Pelatnasku ke PB Djarum di Kudus. Ini sebuah mimpiku untuk
mengabdi, aku bahagia lagi. Dan sekarang mimpiku telah terwujud aku telah membangun
lapangan in door dan dilengkapai fasilitas yang memadai, bukan hanya itu aku mengajak pelatih
di kota untuk membantuku, hingga kini ada seratus dua puluh tiga anak Pelatnas.

"Mimpiku tidak tertunda, aku masih cinta pada bulutangkis, makanya aku tidak putus asa untuk
mengabdi bersama mereka yang bercita-cita sepertiku dulu."
Nama : Anggi Dwi Lestari
Alamat : Desa Jawa Tengah, Kec. Sungai Ambawang, Kab. Kubu Raya, Prov. Kalimantan Barat,
Indonesia
Kode Pos : 78393
No HP : 08993478452
Email : anggiukhtifillah3@gmail.com
Sinopsis : Lestari Ningrum memiliki cita-cita besar ingin menjadi atlet bulutangkis, namun di
tengah proses, ia harus menderita rabun, ia hampir putus asa namun semangat orang tuanya
mampu mengambil alih, ia pun sadar dan membuat mimpi besarnya dengan mengabdi bersama
anak-anak desa dengan membuka Pelatnas kecil di desanya, hingga ia kuliah ia berhasil
membuka Pelatnas In door. Ini merupakan perjuangan ditengah derita. Berupa derita untuk
kebahagiaan.
Amanat : Jangan putus asa di tengah kegagalan atas mimpi kita, terus maju dan berinovasi
meraih segala mimpi-mimpi karena Tuhan memiliki rencana diluar pengetahuan kita.
* Keterangan :
* Shuttlecock : bola bulutangkis
* Class Meeting : perlombaan antar kelas
* Runner up : nomor dua
* Smarthphone : telepon pintar
* Out door : ruangan terbuka
* In door : ruangan tertutup

Ditulis
21 Desember 2017
05:28

Anda mungkin juga menyukai