Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

ETIK UMB

Mengenali Potensi Diri

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

02
Teknik Teknik Sipil U001700009 Abdul Rachman,
SS.,M.Pd.I

Abstract Kompetensi

Manusia adalah makhluk yang tak pernah berhenti Setelah mempelajari modul ini
berpikir. Mungkin hanya pada saat tidur saja kita diharapkan mahasiswa mampu
berhenti berpikir. Dari berpikir itulah manusia menjadi menemahami dan menjelaskan
ada, sebagaimana dikatakan filosof Rene Descartes: mengenai:
“Aku berpikir, maka aku ada”. Berpikir merupakan 1. Diri
proses kreatif untuk menemukan berbagai hal, 2. Konsep diri
berbagai realitas kehidupan, termasuk untuk 3. Pembukaan diri
memikirkan siapa manusia itu sendiri. 4. Faktor penghambat dalam
mengenal diri
MODUL 2
MENGENALI POTENSI DIRI

PENGANTAR

Jika seseorang tidak dapat atau tidak percaya


terhadap dirinya sendiri, tentu saja
tidak ada orang lain yang mau
mempercayai dirinya
Ted W. Engstron).

Kesempatan Anda untuk sukses disetiap kondisi


selalu dapat diukur oleh seberapa besar
kepercayaan Anda pada diri sendiri
(Robert Collier)

Manusia adalah makhluk yang tak pernah berhenti berpikir. Mungkin


hanya pada saat tidur saja kita berhenti berpikir. Dari berpikir itulah manusia
menjadi ada, sebagaimana dikatakan filosof Rene Descartes: “Aku berpikir, maka
aku ada” (Hadiwijono, 1994). Berpikir merupakan proses kreatif untuk
menemukan berbagai hal, berbagai realitas kehidupan, termasuk untuk
memikirkan siapa manusia itu sendiri. Namun demikian, penelaahan terhadap
siapa manusia belum pernah usai, semakin manusia berpikir tentang dirinya,
maka semakin menemukan “lorong gelap” yang tak berkesudahan.

Manusuia adalah makhluk Tuhan yang unik, tidak saja dilengkapi dengan
panca indera, tetapi juga dilengkapi dengan akal-pikiran. Itulah yang
membedakan manusua dengan makhluk lain. Banyak para pemikir yang
berpendapat bahwa manusia selamanya akan menjadi misteri, atau manusia
adalah rahasia Tuhan. Kerapkali manusia atau kita dapat mengetahui berbagai
hal dari kompleksitas kehidupan sosial yang tanpa batas, tetapi kita amat
terbatas untuk meneliti diri sendiri. Pepatah yang mengatakan: “semut

‘2 Etik
1 2 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diseberang lautan terlihat, tetapi gajah di pelupuk mata tidak terliat”, menjadi
agak relevan untuk konteks ini.

Sejatinya, memahami diri sendiri telah diupayakan manusia sejak ribuan


tahun yang lalu, bahkan mungkin sejak manusia itu ada. Hal demikian dapat
ditelusuri dari sepenggal sajak kuno berikut:

Aku datang – entah dari mana,

Aku ini – entah siapa,

Aku pergi – entah ke mana,

Aku akan mati – entah kapan,

Aku heran bahwa aku bergembira… (Hamersma, 1981:9).

Bait sajak di atas melukiskan upaya manusia untuk mengenal dirinya


sendiri dengan berbagai keterbatasan yang ada pada diri manusia itu sendiri.
Pengenalan diri akan menimbulkan rasa menghargai diri sendiri, dan
menyayangi diri sendiri sehingga terbentuk citra diri yang positif. Lebih jauh dari
itu, mengenal diri akan mendekatkan kita kepada Sang Pencipta. Sebuah hadits
mengemukakan: Siapa yang mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya”.
Sungguh, mengenal diri merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kita
dengan Tuhan.

Menurut Muslimin (2004:226), mengenal diri amatlah penting yang


memungkinkan kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan diri, serta
bagaimana menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat. Mengenal diri
diharapkan menjadi semacam jembatan yang akan mengantarkan seseorang
kepada gerbang kesukesan. Salah satu cara untuk mengenal diri (siapa diri kita)
yaitu melalui pendekatan komunikasi. Feedback (umpan balik) yang diberikan
pihak lain amat berguna untuk mengetahui diri kita yang sesungguhnya.

Pada suplemen 1 (satu) etik ini, kita akan mendiskusikan tentang


mengenal diri dari berbagai aspeknya. Suplemen ini diharapkan akan menambah

‘2 Etik
1 3 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pokok bahasan pertama dalam buku Etika Membangun Sikap Profesionalisme
Sarjana (Buku wajib UMB).

MENGENAL DIRI

Secara sederhana, mengenal diri berarti tahu tentang dirinya sendiri yang
pada gilirannya akan melahirkan konsep diri. Konsep diri memiliki pengaruih
besar dalam hidup seseorang. Konsep diri yang baik akan berakibat baik (positif)
terhadap dirinya sendiri, dan sebaliknya apabila konsep dirinya buruk (negatif)
berakibat buruk pula terhadap dirinya (Triwidodo, 2004:40).

Untuk mampu mengenal diri, terlebih dahulu kita harus mengatahui diri
(self). Diri adalah komposisi pikiran dan perasaan yang menjadi kesadaran
seseorang mengenai eksistensi individualitasnya, pengamatannya tentang apa
yang merupakan miliknya, pengertiannya mengenai siapakah dia itu, dan
perasaannya tentang sifat-sifatnya, kualitasnya, dan segala miliknya. Diri
seseorang adalah jumlah total dari apa yang bisa disebut kepunyaannya (Sobur,
2003:499).

Dari definisi di atas, ternyata diri memiliki pengetian yang luas dan
mendalam, terutama yang berkaitan dengan dimensi atau kualitas kejiwaan
seseorang. Namun demikian, meskipun diri lebih berorientasi psikis, tetpai
secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa diri meliputi totalitas fisik dan
psikis (jasmani dan rohani).

Dalam karyanya yang terkenal Principles of Psychology, William James


1980 (dalam Sarwono, 1997), mengemukakan bahwa diri (self) adalah segala
sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinyan sendiri, bukan hanya
tentang tubuh dan keadaan fisiknya psikisnya saja, melainkan juga tentang anak-
istri, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik, dan uangnya. Kalau
semua bagus, ia merasa senang dan bangga. Akan tetapi, apabila ada yang
rusak, kurang baik, hilang, ia merasa putus asa, kecewa, dan lain-lain.

‘2 Etik
1 4 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
KONSEP DIRI

Setelah seseorang mengenal dirinya sendiri, maka akan sampai kepada


apa yang disebut dengan konsep diri (self cocept). Diri adalah suatu susunan
konsep hipotetis yang merujuk kepada perangkat kompleks dari karakteristik
proses fisik, perilaku, dan kejiwaan seseorang.

Menurut Calhoun (1990), sekurang-kurangnya kita dapat melihat lima


aspek dari diri, yaitu:

1. Tentang fisik diri, tubuh dan semua aktivitas biologis yang berlangsung di
dalamnya.

2. Suatu area luas yang bisa kita sebut diri sebagai proses: suatu aliran akal
pikiran, emosi, dan perilaku kita yang konstan.

3. Diri sosial, yaitu suatu konsep yang penting bagi ahli-ahli sosial. Diri
sosial terdiri dari akal pikiran dan perilaku yang kita ambil sebagai
respons secara umum terhadap orang lain dan masyarakat.

4. Konsep diri, yaitu suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang


tentang dirinya masing-masing. Konsep diri anda adalah apa yang
terlintas dalam pikiran anda masing-masing saat anda berpikir tentang
”saya”.

5. Citra diri, apa yang anda inginkan.

Prinsip konsep diri adalah pandangan saya yang menyeluruh tentang diri
saya sendiri: who am I. Konsep diri mengarah kepada kesadaran tentang diri
sendiri, keberadaannya, fungsi dari keberadaan itu sendiri. Konsep diri yang baik
menjadikan seseorang menjadi mandiri. Kemandirian adalah wujud kematangan
pribadi seseorang, yang tahu siapa dan apadia sebenarnya.

Kegagalan seseorang dalam mengenal dirinya sendiri akan menjadi


penghambat dalam mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. Bila di biarkan
maka ia tidak akan tumbuh sebagainya idealnya, tertapi sangat mungkin berada
dalam kegamangan tentang dirinya sendiri.

‘2 Etik
1 5 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
TABEL

ANALISIS SWOT

WHO AM I SIAPAKAH SAYA

My Strengths are.... Kakuatan saya adalah.....

My Weaknesses are..... Kelemahan saa adalah....

My Oportunities are..... Kesempatan saya aalah....

My Treats are.... Kendala saya adalah....

Secara detail, konsep diri akan menentukan:

1. Siapa pribadi itu menurut pikirannya sendiri


2. Apa yang dapat dilakukan oleh pribadi itu menurut pikirannya sendiri.
3. Dapat menjadi apa pribadi itu menurut pikirannya sendiri.
4. Siapa pribadi itu dalam kenyataannya (Irawati, 2003:9).

Konsep diri tidak dibawa manusia sejak lahir, melainkan diajarkan melalui
proses sosial di masyarakat. Konsep diri diperoleh melalui hubungan
antarsesama. Kita mengetahui bahwa kita ini dan itu, atau pintar – bodoh, karena
umpan balik dari orang lain. Konsep diri ada dan berkembang melalui proses
interaksi (Syam, 2009:54).

‘2 Etik
1 6 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PEMBUKAAN DIRI (SELF DISCLOSURE)

Pembukaan diri (self disclosure) adalah mengungkapkan reaksi atau


tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan
informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami
tanggapan kita di masa kini tersebut (Supratiknya, 1995:14).

Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih


melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain
perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan dan dilakukannya, atau
perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan.

Pembukaan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka kepada yang lain
dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua proses yang dapat berlangsung
secara serentak itu apabila terjadi pada kedua belah pihak akan membuahkan
relasi yang terbuka antara kita dengan orang lain. Hubungan antarpribadi yang
harmonis akan ditandai oleh kemampua dari kedua belah pihak dalam membuka
diri, sehingga dengan cara demikian akann terjadi komunikasi yang setara
(equal). Bila equalitas dalam komunikasi tidak tercapai, maka kemungkinan
besar satu sama lain akan memutuskan hubungan antarpribadi tersebut.

Manfaat Self Disclosure

Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari membuka diri. Menurut Johnson
(Supratiknya, 1995:15), manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap
hubungan antarpribadi adalah:

1) Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara


dua orang.

2) Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain
tersebut menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka diri
kepada kita.

‘2 Etik
1 7 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3) Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung
memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, tebuka, fleksibel,
adaptif, dan intelegen, yakni sebagai dari ciri-ciri orang yang masak
dan bahagia.

4) Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang


memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun
dengan orang lain.

5) Membuka diri berarti bersikap realistik. Maka, pembukaan diri kita


haruslah jujur, tulus dan autentik.

FAKTOR PENGHAMBAT MENGENAL DIRI

Sangat mungkin tidak semua orang dapat mengenal dirinya sendiri.


Artinya, terdapat sejumlah faktor yang menghambat untuk mengenal diri.
Meskipun banyak faktor yang menjadi penghambat dalam upaya mengenal diri,
tetapi setiap orang harus berusaha sekuat tenaga untuk mengenal bahkan
menemukan dirinya secara utuh. Beberpa faktor yang menjadi penghambat
dalam upaya mengenal diri adalah:

1. Indiferentisme, yaitu sikap hidup yang apatis, dingin, tidak perduli, acuh
tak acuh. Manusia yang dihinggapi indiferentisme memandang bahwa
hidup ini tak ada bedanya: sedih-gembira, baik-buruk, dan lain-lain. Ia
apatis terhadap diri dan lingkungannya.

2. Perasaan malu. Memiliki perasaan malu adalah ciri manusia berbudaya,


karena malu merupakan salah satu sendi dari etika. Bahkan agama
menyebut, bahwa malu sebagian dari iman. Namun persoalannya,
apabila seseorang meiliki sikap malu yang berlebihan sehingga
menyudutkannya dalam pergaulan. Ketika ras malu tersebut melampaui
batas-batas kewajaran, maka ia cenderung tidak bisa menampilkan
dirinya sendiri, ia akan kehilangan konsep diri dan citra diri.

‘2 Etik
1 8 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Mencintai orang lain secara salah. Mencintai sesama adalah perbuatan
mulia. Tetapi apabila mencintai orang lain secara berlebihan (filantrofis)
akan merusak yang bersangkutan. Apalagi jika mencintai orang lain atas
dasar ingin dipuji dan dipuja. Sikap berlebihan dalam mencintai orang
lain akan membawa dampak buruk terhadap perkembangan diri.

4. Selalu cemas apa yang akan dikatakan orang lain terhadap dirinya.
Sikap ini akan menjadi penghambat serius untuk mengaktualisasikan
diri. Orang yang memiliki selalu cemas kerapkali tidak bisa menerima
keadaan apabila orang lain mengkonseptualisasikan dirinya berbeda
dengan keinginannya. Orang ini lebih mementingkan rasa aman
sehingga ia memiliki hambatan untuk mengungkapkan dirinya.

5. Enggan menolong orang lain. Di samping ada orang yang suka atau
gemar menolong orang lain, ada juga orang yang justeru enggan
menolong orang lain. Sikap ini pada akhirnya membentuk citra diri
negatif yang sudah barang tentu akan merugkan dirinya. Orang
disekelilingnya akan berpendapat bahwa orang yang yang enggan
menolong orang lain memiliki konsep diri yang negatif.

MENGARAHKAN DIRI MENUJU PENGEMBANGAN DIRI

Sejatinya, pengembangan diri merupakan kebutuhan setiap orang untuk


memperoleh masa depan yang lebih baik. Mengarahkan diri merupakan proses
pengembangan diri secara sadar dengan menyingkirkan segenap rintangan yang
menghalangi pengembangan diri dan memutuskan masukan mana yang baik
bagi dirinya (Triwidodo, 2004:67).

Menurut Irawati (2003:2), pengembangan diri paling tidak akan


menyadarkan seseorang kepada hal-hal berikut:

1. Agar mengetahui kekuatan-kekuatan diri dengan lebih baik, dan


mengoptimalkannya untuk keberhasilan.

2. Agar mengetahui kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam diri


sendiri.

‘2 Etik
1 9 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Agar lebih memahami, menyadari tentang apa yang sebetulnya kita
miliki.

4. Agar kita memahami arti motivasi guna mewujudkan cita-cita yang kita
inginkan.

5. Agar kita mengetahui makna displin dalam kehidupan kita.

6. Agar kita memahami makna kepercayaan diri dalam kehidupan pribadi


kita.

7. Agar kita memahami makna taku dan kuatir dalam menghadapi


kenyataan hidup hari ini dan masa dean, dan berusaha utuk
mengatasinya.

8. Agar kita dapat memahami dampak stres dalam kehidupan.

9. Agaqr kita dapat mengerti dampak prokrastinasi (perbuatan yang tidak


efisien dan efektif).

10. Agar diperoleh pemahaman tentang arti dan makna kreativitas dalam
meniti karir, dan peningkatan kualitas kemampuan intelektual.

11. Agar kita dapat memahami dan memaknai mengani ketangguhan diri
dalam mencapai keberhasilan hidup.

12. Agar kita dapat memahami arti dan makna penyesuaian diri di dalam
lingkungan kerja, dan lingkungan sosial di mana kita berada.

13. Dengan mempelajari pengembangan diri, kita mampu bersaing dengan


diri kita sendiri, bukan dengan orang lain.

Idealnya, pengembangan diri harus dilakukann secara terencana dan


terarah sehingga seseorang mencapai kepribadian yang terbaik. Pengembangan
diri pada dasarnya bukan bersifat fisik, melainkan lebih bersifat psikis. Fisik bisa
saja sangat terbatas, misalnya cacat, tetapi potensi diri, potensi jiwa, dan
potensi-potensi lainnya dapat terus dikembangkan. Betapa banyak orang sukses
dalam keadaan keterbatasan secara fisik, tetapi itu tidak menjadi hambatan
untuk meraih sukses.

‘2 Etik
1 10 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pengembangan diri dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan potensi diri. Setiap orang memiliki potensi diri yaqng


telah dianugrahkan oleh Tuhan. Namun demikian, potensi tersebut tidak
akan berkembang apabila yang bersangkutan tidak berusaha
engembangkannya secara optimal.

2. Berpikir positif. Berpikir positif berarti kita memulai sesuatu dengan energi
positif, sehingga besar kemungkinan apa yang dipikirkan secara positif
akan mencapai keberhasilan.

3. Menumbuhkan kreativitas. Kreativitas perlu ditumbuhkan dan


dikembangkan sehingga mencapai kreativitas yang positif dan
bermanfaat. Diri kita akan menjadi tangguh dalam mengejar kesuksesan
apabila kita kreatif.

4. Sebelum bertindak, pikirkan kemungkinan terburuk yang mungkin saja


terjadi. Kita sebaiknay tidak berpikir bagaimana nanti, tetapi sebaiknya
nanti bagaimana. Apabila kita berpikir nanti bagaimana, maka kita akan
mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapi berbagai kemungkinan
yang akan terjadi.

5. Mengembangkan kemampuan diri. Kemampuan diri tidak akan


berkembang, apabila kita sendiri tidak berusaha untuk
mengembangkannya.

6. Ketekunan. Ketekunan adalah modal dasar untuk mencapai sukses.


Berbagai potensi diri akan menjadi tidak berkembang secara optimal
apabila kita tidak tekun.

PENUTUP

Diri kita siapa ? Apa kelemahan dan kekuatan kita ? Mau kemana kita
berangkat ? Apa tujuan kita ? dan lain-lain, sepenuhnya sangat tergantung
kepada diri kita sendiri. Kita diberikan otonomi yang luas oleh Tuhan, asalakan

‘2 Etik
1 11 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
apa yang kita pikirkan dan kita perbuat dapat dipertanggung jawabkan secara
etis, moral dan agama.

Suatu kesukssesan tidak datang dengan sendirinya, tetapi memerlukan


kegigihan kita untuk memperjuangkannya. Ikhtiar dan do’a menjadi senjata yang
”ampuh” dalam meraih sukses. Di sisi lain, sukses pun salah satunya ditentukan
oleh sejauhmana kiat mengenal diri kita, terutama kekuatan dan kelemahan diri
kita.

‘2 Etik
1 12 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Referensi:

Calhoun, James F., and Joan Ross Acocella, 1990. Psychology of Adjusment
and Human Relatipon, Third Editionship. New York: McGraw-Hill
Publishing Company.

Hamersma, Harry, 1981. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Irawati, Dewi, 2003. Pengembangan Diri. Bandung: Akademi Sekretaris dan


Manajemen Ariyanti.

Muslimin, 2004. Hubungan Masyarakat dan Konsep Kepribadian. Malang: UMM


Press.

Sarwono, sarlito Wirawan, 1997. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori


Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sobur, Alex, 2003. Psikologi Umum. Bandung:Pustaka Setia.

Supratiknya, A., 1995. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:


Kanisius.

Syam, Nina Winangsih, 2004. Sosioogi Komunikasi. Bandung: Humaniora.

Triwidodi, Titiek & Djoko Kristanto, 2004. Pengembangan Kepribadian Sekretaris.


Jakarta:Grasindo.

‘2 Etik
1 13 Abdul Rachman, SS., M>Pd.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai