Anda di halaman 1dari 6

Mengidentifikasi Akidah Islam meliputi konsep akidah Islam, sumber akidah

Islam, dan perbedaan antara iman (akidah-tauhid), Islam (syari’ah), dan


ihsan (akhlak).

1. Mengindentifikasi Akidah Islam meliputi konsep akidah Islam, sumber


akidah Islam, dan perbedaan antara iman (akidah-tauhid), Islam
(syari’ah), dan ihsan (akhlak).
2. Menyajikan contoh implementasi iman (akidah-tauhid), Islam
(syari’ah), dan ihsan (akhlak) dalam kehidupan sehari-hari.

A. Akidah Islam
1. Definisi Akidah Islam
2. Sumber Akidah Islam
B. Iman, Islam, dan Ihsan
1. Definisi Iman, Islam, dan Ihsan
2. Perbedaan antara Iman, Islam, dan Ihsan
3. Integrasi Iman (akidah) dan Islam (syari’ah) dengan Ihsan (akhlak)

1
URAIAN MATERI
A. Akidah Islam
1. Pengertian Akidah Islam
Akidah secara etimologi berasal dari kata ‘aqd yang berarti ikatan.” Ungkapan
kalimat ‫ ”إعتقدت كذا‬Artinya saya ber-i’tiqad begini. Maksudnya, saya mempercayai dan
meyakini kebenaran ajaran-ajaran agama ini dengan sepenuh hati saya. Kata ‘aqd
menurut Raghib al-Asfahani adalah mengikat dua ujung dari sesuatu dengan kuat dan
tidak mudah lepas. Berbeda dengan kata ‫ ربـ ــط‬yg juga berarti ikatan, karena ‫ ربـ ـ ــط‬adalah
ikatan yg mudah lepas, seperti ikatan sepatu sedangkan akidah adalah ikatan yang kuat.
Akidah secara terminologi adalah suatu kepercayaan yang diyakini kebenarannya
oleh seseorang yang mempengaruhi (mengikat) cara ia berfikir, berucap dan berbuat dan
merupakan perbuatan hati. Oleh karena itu muslim yang berakidah berarti orang Islam
yang telah mengikatkan keyakinan hatinya dengan ajaran-ajaran Islam dengan kuat tanpa
ada keraguan sedikitpun sehingga cara ia berfikir, berucap dan bertindaknya selalu
diwarnai oleh ajaran-ajaran Islam sesuai dengan tingkat kedalaman kepercayaan itu
sendiri.
Menurut Yusuf Qardawi, akidah adalah suatu kepercayaan yang meresap ke
dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan keraguan serta menjadi
alat kontrol bagi tingkah laku dan perbuatan sehari- hari. Jika kata Akidah diikuti dengan
kata Islam, maka berarti ikatan keyakinan yang berdasarkan ajaran Islam. Hal tersebut
sama dengan kata iman (keyakinan) yang terpatri kuat dalam hati seseorang muslim.
Akidah Islam mengandung arti ketertundukan hati yang melahirkan dan
merefleksikan, kepatuhan, kerelaan dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah
swt. Oleh sebab itu, seseorang yang berakidah Islamiyah yang benar adalah seseorang
yang keterkaitan antara hati, ucapan dan perbuatannya secara kuat dan padu terhadap
ajaran Islam sehingga melahirkan akhlak yang terpuji baik terhadap Allah atau terhadap
sesama makhluk.

2. Sumber Akidah Islam


Akidah Islam bersumber dari al-Qur’an, al-Hadis dan Ijtihad (dengan kemampuan
akal yang sehat), sehingga mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun iman berjumlah
enam. Lima dijelaskan oleh Allah dalam QS. al-Baqarah [2]: 17

2
َ‫ْش رق َوٱلْم ْغ رر ربَول َٰ رك َّنَٱلْ ر َِّبَم ْنَءامنَ برٱ َّ رَّللَوٱلْي ْو رم ََٱلَ رخ ررَوٱلْمل َٰ ئرك رة‬
‫اَو ُجوه ُ ُْكَ رقبلَٱلْم ْ ر‬
ُ ‫لَيْسَٱلْ ر َِّبَ َٱنَ تُولُّو‬
َ ‫وٱلْ ركت َٰ ربَوٱلنَّبرَري‬
‫ي‬
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi”
Adapun rukun yang keenam yaitu iman kepada qadar didasarkan kepada hadis
Nabi, ketika beliau ditanya oleh Jibril tentang iman, maka Nabi menjawab:
َ‫ا ْنَت ُْؤ رمنَ رِب رهللَوملئ رك رتهَو ُكَُترَب رَهَ َو َُر َُس ر رَلَوََِبرَاَلْيَ َْورَمَ ْ َال رَخ رَرَخَ ْرَيرَهَوَ ر‬
َ َ‫شرَه‬
Artinya: “Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya pula kamu beriman kepada
qadar baik maupun buruk.”

B. Iman, Islam, dan Ihsan


Iman artinya percaya dengan sepenuh hati. Rukun iman artinya dasar iman atau
tiang iman. Disebut iman karena, dalam mengakui eksistensi Tuhan tersebut, pendekatan
normatiflah yang diutamakan. Doktrin, yang tidak begitu memerlukan penalaran, sangat
penting dalam perspektif ini. Bisa saja memang, nalar tetap ambil bagian di dalam proses
pencapaian keyakinan ini, akan tetapi nalar dalam hal ini sering saja terbentur oleh
kesulitan-kesulitan logika yang secara alami tidak pernah berhenti mempertanyakan
sesuatu.
Contoh yang bisa disampaikan di sini adalah logika Ilmu Tauhid (ilmu kalam
klasik) tentang pembuktian adanya Tuhan. Para ahli kalam klasik pada umumnya
membangun logika seperti ini: Jika seorang siswa bertanya: apakah yang menjadi bukti
adanya Tuhan itu, maka seorang guru mungkin menjawab dengan mengatakan: “ya,
adanya dunia ciptaan yang kita lihat ini”. Kemudian, jika ada siswa yang lebih kritis,
mungkin dia akan bertanya lagi dengan mengatakan: “seandainya Tuhan tidak
menciptakan dunia yang kita lihat ini, apakah Tuhan juga tidak ada?” Ini salah satu contoh
saja untuk menunjukkan bahwa akan ditemukan berbagai kesulitan ketika pendekatan
nalar (logika) digunakan untuk membuktikan adanya Tuhan itu. Kesulitan besar akan
ditemukan lagi, yakni ketika siswa secara kritis melihat dan menemukan bahwa banyak
sekali kejahatan di dunia ciptaan Tuhan ini. Di kepala siswa akan menumpuk seribu satu
pertanyaan tentang fenomena yang demikian. Misalnya mereka akan bertanya, mengapa

3
hal itu bisa terjadi, mengapa Tuhan membiarkan hal itu terjadi, mengapa Tuhan tidak
menghukum mereka yang berbuat kejahatan itu. Demikian pula orang-orang yang banyak
berbuat kebajikan, tetapi justru mereka hidup dalam kesulitan atau penindasan.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran iman terhadap siswa, pendekatan
kesadaran kehadiran Tuhan dalam diri seseorang mungkin salah salah satu cara yang
lebih tepat daripada hanya menekankan doktrin bahwa Tuhan itu ada dan wajib kita
imani. Penekanan pendekatan ini secara terus menerus akan menjadikan siswa merasa
bahwa Tuhan selalu hadir dan memperhatikan apa saja yang mereka lakukan, bahkan apa
saja yang tergerak dalam hati dan pikiran mereka. Dengan demikian, seorang guru, secara
1
tidak langsung telah mengajarkan konsep ihsan kepada siswa bersamaan dengan konsep
iman.
Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-Islam-salam atau salamah, yaitu tunduk
kepada kehendak Allah Swt. Agar mencapai salam/salamah (keselamatan atau
kedamaian) di dunia dan Akhirat. Prosesnya disebut Islam dan pelakunya disebut
muslim. Jadi, Islam adalah proses bukan tujuan.2
Makna yang sama disampaikan oleh Maulana Muhammad Ali yang dikutip
Abuddin Nata, kata aslama tersebut pada mulanya berasal dari salima, yang berarti
selamat, sentosa, dan damai. Dari pengertian demikian secara bahasa Islam dapat
3
diartikan patuh, tunduk, berserah diri (kepada Allah) untuk mencapai keselamatan.
Islam, menurut Harun Nasution adalah menyerahkan diri sebulatnya kepada kehendak
Tuhan. Dengan menyerahkan diri ini, yaitu dengan patuh kepada perintah dan larangan-
larangan Tuhanlah, orang dalam monoteisme mencoba mencari keselamatan.4
Kata ihsan berasal dari bahasa Arab, yaitu ahsana, yuhsinu, ihasaanan, yang
artinya berbuat puncak kebaikan atau puncak berbuat kebajikan. Kata ihsan dalam al-

1
Sembahlah Tuhan seolah-olah engkau melihat Dia (Allah). Jika engkau tidak melihat Dia
(Allah), tetapi Dia (Allah) senantiasa melihatmu.
2
Yudian Wahyudi, Islam dan Nasionalisme Sebuah Pendekatan Maqashid Syari’ah,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm.7. Menurut Yudian Wahyudi, ada tiga kehendak Allah yang
jika diikuti akan menghantarkan manusia pada keselamatan dan kedamaian dari dunia sampai Akhirat,
yaitu pertama, kehendak Allah yang terdapat dalam ayat Qur’aniah (Al-Qur’an dan Hadis), kedua, kehendak
Allah yang terdapat dalam ayat Kauniah, dan ketiga, kehendak Allah yang terdapat dalam ayat Insaniah.
(hlm. 7-10)
3
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), cetakan
keempat, hlm.290. Atau dibaca dalam Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam), (terj.) R. Kaelan
dan HM Bachrun, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru-Van Hoeve, 1980)
4
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 1985, cetakan kelima, hlm.16

4
Qur’an diulang sebanyak 12 kali, dengan arti yang beraneka ragam. Di antaranya ada
yang berarti puncak berbuat baik atau puncak perbuatan baik (karena itu kata ihsan lebih
luas maknanya dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah pada pihak lain” maknanya
lebih luas dan lebih dalam dari pada kandungan makna “adil” karena adil adalah”
memperlakukan orang lain sama dengan mereka memperlakuan mereka kepada anda”
sedang ihsan adalah memperlakukan orang lain lebih baik dari pada perlakuannya
kepada anda”. Adil adalah mengambil semua hak anda dan atau memberi hak semua
orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang anda berikan
dan mengambil lebih sedikit dari pada yang seharusnya anda ambil”. Terhadap hamba,
ihsan tercapai saat seseorang memandang dirinya pada diri orang lain sehingga dia
memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuk dirinya; sedang ihsan antara
hamba dengan Allah adalah leburnya diri sehingga dia hanya” melihat” Allah karena itu
pula, ihsan antara hamba dengan sesama manusia wujud, ketika dia tidak melihat lagi
dirinya dan hanya melihat orang lain itu. Siapa yang melihat dirinya pada posisi
kebutuhan orang lain dan tidak melihat dirinya pada saat beribadah kepada Allah
maka dia itulah yang berhak menyandang sifat ihsan dan ketika itu pula dia telah
mencapai puncak dalam segala amalnya. Firman Allah dalam QS. An-Nahl [16]: 90,
َ‫ا َّنَٱ ََّّللَيٱۡ ُم ُرَ برٱلۡعدۡ لر َوٱ ۡۡل ۡحس َٰ رنَوايتايَ رذيَٱلۡ ُق ۡر َٰبَويۡنۡ ٰى َع رنَٱلۡف ۡحشا رءَوٱلۡ ُمنك ررَوٱَلۡب ۡغ ِۚ ريَي رع ُظ ُ ُۡكَلعلَّ ُ ُۡك‬
ِ ِ ِ ِ
َ ََ‫تذكَّ ُرون‬
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” dan
QS. al-Baqarah [2]: 83
ََ…َ ‫س رءيلَۡلَت ۡع ُبدُ ونَا َّۡلَٱ ََّّللَوبرٱلۡ َٰو رِل ۡي رنَا ۡحساَنا‬
َٰ ۡ ‫وا ۡذَ َٱخ ۡذَنَ رميث َٰ قَب رِنَا‬
ِ ِ
“Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu
ِ ِ
menyembah Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak…”

Pada ayat-ayat tersebut kata ihsan selalu diartikan berbuat baik dan dihubungkan
dengan berbagai masalah sosial, yaitu berbuat baik dalam bentuk mau memaafkan
kesalahan orang lain, dalam memimpin masyarakat atau memberikan pelayanan kepada
masyarakat, dan dalam hubungannya dengan kedua orang tua. Dengan demikian kata
ihsan lebih menunjukkan pada akhlak yang mulia. Sedangkan arti ihsan sebagaimana
digunakan dalam arti istilah muraqabah adalah merasa diperhatikan oleh Allah, sehingga
ia tidak berani melakukan pelanggaran atau meninggalkan perintah Tuhan.

5
Menurut M. Quraish Shihab, iman (akidah) dan Islam (Syariah) tidak boleh pisah
dengan ihsan (akhlak). Hal ini didasarkan oleh hadis Rasulullah sebagai berikut:

)َ ‫بَرَلنََْف رَس رَهَ(رواهَالبخاريَومسمل‬


َُّ ‫بَ ر ََل رَخَْي رَهَكَ َمَ ُرَي‬ َ‫لَ َْنََي َُّْؤرَمنََاَ َحدَُ َُْكَ َحتَ ُر‬
َُّ ‫َي‬
Artinya:“Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu sampai ia menyukai
buat saudaranya apa yang ia sukai buat dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
َ‫اََل ُ َْس رَُملَمَ َْنَ َس رَملَاَلْ َُم َْس ررَملَرَم َْنَرَلسَارَن رَهَ َويَ رَد ره‬
Artinya: “Seorang muslim adalah siapa yang selamat kamu muslim lainnya dari
gangguan lidah dan tangannya” (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain)5

5
M. Quraish Shihab, Yang Hilang dari Kita: Akhlak, (Tangerang: Lentera Hati, 2016), hlm 104-
106

Anda mungkin juga menyukai