Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

.1 Total Quality Management (TQM)


Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh
bapak manajemen ilmiah, Frederick Wilson Taylor, pada tahun 1920-an. Aspek
fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara proses
perencanaan dan pelaksanaan. Manajemen Ilmiah Taylor mengatasi hal tersebut
dengan dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja.
Untuk menciptakan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah
departemen kualitas yang terpisah. (Nasution, 2015: 15).

Selain itu Nasution juga menjelaskan bahwa seiring dengan meningktanya


volume dan kompleksitas pemanufakturan , kualitas juga menjadi hal yang
semakin sulit. Volume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality
engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950-an.
Quality engineering sendiri menddorong timbulnya penggunaan metode-metode
statistic dalam pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep
control charts dan statistical process control. Kedua konsep tersebut merupakan
aspek fundamental dari Total Quality Management (TQM).
Dalam perjalanannya Total Quality Management (TQM) banyak
dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Jepang, akan tetapi
sejatinya bahwa Total Quality Management (TQM) tidak bisa serta merta
dinyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) made in Japan. Seperti yang
dikemukakan oleh (Schmidt dan Finnigan, 1992 dalam Nasution, 2015: 15) bahwa
banyak aspek Total Quality Management (TQM) yang bersumber dari Amerika
Serikat, diantaranya sebagai berikut:
a. Manajemen ilmiah, yaitu berupaya menemukan suatu cara terbaik
dalam melakukan suatu pekerjaan.
b. Dinamika kelompok, yaitu mengupayakan dan mengorganisasikan
kekuatan pengalaman kelompok.

6
c. Pelatihan dan pengembangan, yang merupakan investasi dan sumber
daya manusia.
d. Motivasi berprestasi.
e. Keterlibatan karyawan.
f. Sistem sosioteknikal, dimana organisasi beroperasi sebagai sistem
terbuka.
g. Pengembangan organisasi.
h. Budaya organisasi, yakni menyangkut mitos, keyakinan, dan nilai-
nilai yang mengarahkan perilaku setiap orang dalam organisasi.
i. Teori kepemimpinan baru, yakni menginspirasikan dan
memberdayakan orang lain untuk bertindak.
j. Konsep lingking-pin dalam organisasi, yaitu membentuk tim
fungsional silang.
k. Perencanaan strategik.

.1.1 Definisi Total Quality Management (TQM)

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan proses


dalam meningkatkan kualitas dan mutu guna untuk meningkatkan daya saing
organisasi. Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam
menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi
melalui fokus pada kepuasan konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan
perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan organisasi (Krajewski and Ritzman, 2006) dalam (Munizu, 2010:
185-194). Sebagai sebuah pendekatan, Total Quality Management (TQM)
menekankan kepada berbagai proses dalam organisasi/perusahaan dalam
meningkatkan kualitas dan mutu produk/jasa.
Gaspersz (2011: 2) mendefenisikan Total Quality Management (TQM)
sebagai satu cara meningkatkan kinerja secara terus-menerus (continuously
performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap
area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia.
Selain itu, ISO 9000: 2005 (Quality Vocabulary) dalam Gaspersz (2006: 2)
mendefinisikan Manajemen Kualitas sebagai semua aktifitas dari fungsi

7
manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan-
tujuan, dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat
seperti: perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality
control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality
improvement). Tanggung jawab manajemen kualitas ada pada semua level dari
manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management),
dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi.
Juran dalam (Gaspersz, 2011: 11) mengemukakan tentang konsep trilogy
kualitas yaitu:
A. Perencanaan kualitas (Quality Planning)
Perencanaan kualitas (quality planning) melibatkan beberapa
aktifitas:
1. Mengidentifikasi pelanggan. Setiap orang yang akan
dipengaruhi atau terpengaruh oleh suatu tindakan adalah
pelanggan.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
3. Menciptakan keistimewan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
4. Menciptakan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan
produk dibawah kondisi operasional yang ada.
5. Mentransfer/ mengalihkan proses ke operasional.
Juran menyatakan bahwa perencanaan kualitas seharusnya melibatkan
partisipasi mereka yang akan dipengaruhi oleh rencana. Juga mereka yang
merencakan kualitas seharusnya dilatih dalam menggunakan metode-metode
modern dan alat-alat perencanaan kualitas.
B. Pengendalian kualitas (Quality Control)
Pengendalian kualitas (quality control) melibatkan beberapa
aktivitas:
1. Mengevaluasi kinerja aktual (actual performance).
2. Membandingkan aktual dengan target/sasaran.
3. Mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan
target/sasaran.

8
Juran mendukung pendelegasian-pengendalian kepada tingkat paling
bawah dalam perusahaan melalui menempatkan pegawai/karyawan kedalam
keadaan self-control, serta mendukung pelatihan pegawai/karyawan dalam
pengumpulan data dan analisis untuk memungkinkan mereka membuat keputusan
berdasarkan fakta-fakta.
C. Peningkatan kualitas (Quality Improvement).
Peningkatan kualitas (quality improvement) mencakup hal hal
berikut:

1. Menciptakan kesadaran akan kebutuhan dan kesempatan untuk


peningkatan kualitas.
2. Menugaskan peningkatan kualitas, membuat itu sebagai bagian
dari setiap deskripsi pekerjaan (job description).
3. Menciptakan infrastruktur: menetapkan dewan kualitas;
memilh proyek untuk peningkatan kualitas; menentukan team;
dan menyiapkan fasilitator.
4. Memberikan pelatihan tentang cara meningkatkan kualitas.
5. Meninjau kembali kemajuan secara teratur.
6. Memberikan penghargaan kepada tim pemenang.
7. Mempopulerkan hasil-hasil peningkatan kualitas.
8. Memperbaiki sistem balas jasa dalam menjalankan perbaikan
kualitas.
9. Mempetahankan momentum melalui perluasan rencana bisnis
yang mencakup sasaran untuk peningkatan kualitas.
Santosa dalam (Tjiptono and Diana, 2001: 4) mengemukakan bahwa
Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.
Tjiptono dan Diana (2001: 4) mengemukakan bahwa Total Quality
Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-
menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.

9
Robbins dalam (Wibowo, 2011:150) mendefenisikan Total Quality
Management (TQM) sebagai pencapaian kepuasan pelanggan secara konstan
melalui perbaikan secara berkelanjutan dari semua proses organisasional.
Sementara itu, Greenberg dan Baron dalam (Wibowo, 2011: 150) memandang
Total Quality Management (TQM) sebagai strategi organisasi tentang komitmen
untuk memperbaiki kepuasan pelanggan dengan mengembangkan teknik untuk
secara berhati hati mengelolah kualitas keluaran.
Dari berbagai pendapat dan defenisi dari para ahli dapat diuraikan bahwa
Total Quality Management (TQM) merupakan sebuah pendekatan filosofis dengan
menggunakan berbagai aspek manajemen, dalam meningkatkan mutu dan
produktifitas atas produk, jasa, organisasi, pegawai/tenaga kerja, dan
lingkungannya, yang senantiasa berorientasi pada pelanggan serta perbaikan
secara konsisten dan berkelanjutan.

.1.2 Manfaat dan Tujuan Total Quality Management (TQM)


Salah satu cara terbaik dalam persaingan global adalah dengan
menghasilkan suatu produk barang atau jasa dengan kualitas terbaik. Kualitas
terbaik akan diperoleh dengan melakukan upaya perbaikan secara terus-menerus
terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Penerapan Total Quality
Management (TQM) adalah hal yang sangat tepat agar dapat memperbaiki unsur-
unsur tersebut secara berkesinambungan.
Menurut Hessel, manfaat penerapan Total Quality Management (TQM)
bagi perusahaan adalah (Nasution, 2005:366) sebagai berikut:
a. Proses desain produk menjadi lebih efektif, yang akan berpengaruh
pada kinerja kualitas, yaitu keandalan produk, product features, dan
serviceability.
b. Penyimpangan yang dapat dihindari pada proses produksi
mengakibatkan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar,
meniadakan pengerjaan ulang, mengurangi waktu kerja, mengurangi
kerja mesin, dan menghemat penggunaan material.
c. Hubungan jangka panjang dengan pelanggan akan berpengaruh positif
bagi kinerja perusahaan, antara lain dapat merespon kebutuhan

10
pelanggan dengan lebih cepat, serta mengantisipasi perubahan
kebutuhan dan keinginan pelanggan.
d. Sikap pekerja yang baik akan menimbulkan partisipasi dan komitmen
pekerja pada kualitas, rasa bangga bekerja sehingga akan bekerja secara
optimal, perasaan tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja
organisasi.
Sedangkan tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam
penerapan Total Quality Management (TQM) adalah untuk memaksimumkan
daya saing perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, tenaga kerja,
proses dan lingkungannya (Nasution,2015: 36). Dari pernyatan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Total Quality Management (TQM) bertujuan untuk
meningkatkan kualitas produk, kinerja, dan proses dalam perusahaan serta
mengantisipasi kerusakan pada proses produksi.
.1.3 Prinsip-prinsip Total Quality Manajemen (TQM)
Menurut Hansler and Brunnel dalam (Tjiptono and Diana, 2001: 14-15)
mengemukakan tentang 4 prinsip-prinsip Total Quality Management (TQM),
yaitu:
a. Kepuasan Pelanggan
Dalam Total Quality Management (TQM), konsep mengenai kualitas dan
pelanggan diperluas. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan
spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan.
Pelanggan itu sendiri meliputi pelangggan internal dan pelanggan eksternal.
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk
didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala
aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan.
Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin
tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
. Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang
unik. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya perusahaan yang

11
paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam perusahaan diperlakukan
dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berprestasi dalam tim
pengambil keputusan.
. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan kelas dunia berorientsai pada fakta, maksudnya bahwa setiap
keputusan selalu didasarkan pada data, bukan pada sekedar perasaan (feeling).
Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization)
yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek
pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh
karena itu dengan menggunakan data maka manajemen dan tim dalam perusahaan
dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi
(variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan
gambaran mengenai varibilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap
perusahaan. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap
keputusan dan tindakan yang dilakukan.
. Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara
sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang
berlaaku disini adalah siklus PDCA (plan, do, check, act), yang terdiri dari
langkah langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil
pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
.1.4 Unsur-unsur Total Quality Manajemen (TQM)
Pada dasarnya, konsep Total Quality Management (TQM) mengandung
tiga unsur, seperti yang dikemukakan oleh Bounds et al., dalam (Nasution, 2015:
23) sebagai berikut:
. Strategi Nilai Pelanggan
Nilai pelanggan adalah manfaat yang diperoleh pelanggan atas
penggunaan barang/jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan
pelanggan untuk memperolehnya.
. Sistem Organisasional
Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan.
Sistem ini mencakup tenaga kerja, material, mesin/teknologi proses,

12
metode operasi dan pelakanaan kerja, aliran proses kerja, arus
informasi, dan pembuatan keputusan.
. Perbaikan Kualitas Berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal
yang selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini
menuntut adanya komitmen untuk melakukann pengujian kualitas
produk secara kontinu. Dengan perbaikan kualitas produk kontinyu,
akan dapat memuaskan pelanggan.
Menurut Prajogo dan Dermott (2005, 1109-1110) bahwa:
“The organizational practices embody six criteria, namely leadership, strategy
and planning, customer focus, information and analysis, people management,
TQM and organizational culture and process management”
Prajogo dan Dermott (2005, 1109-1110) mengemukakan bahwa “terdapat
beberapa alasan sehingga varibel konstruksi TQM tersebut dipilih, pertama yaitu
penggunaan framework Baldrige untuk mengartikulasikan prinsip Total Quality
Management (TQM) telah didukung oleh sejumlah ilmuwan dari berbgai elemen,
selain itu kriteria Baldrige disarankan untuk dimiliki oleh setiap negara-negara
dalam penjaminan mutu, kedua yaitu kriteria Baldrige berlaku untuk perusahaan
manufaktur maupun non-manufaktur”.
Prajogo dan Dermott menjelaskan bahwa terdapat 6 prinsip atau indikator
dalam Total Quality Management (TQM), seperti yang dikemukakan oleh (Utami
dan Setyorini, 2014: 520-522) yaitu :
1. Kepemimpinan.
Kategori ini menjelaskan bagaimana peran pemimpin dalam
mengarahkan dan menopang perusahaan dalam hal visi, nilai-nilai, dan
ekspektasi kinerja. Pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan para
pegawai, mengembangkan calon-calon pemimpin untuk masa depan, dan
mengatur kinerja organisasi.
2. Perencanaan strategis
Kategori ini menjelaskan perencanaan pelaksanaan dan strategi dalam
peningkatan kualitas dan mutu produk atau jasa, penyebarluasan rencana-
rencana strategis terhadap setiap pegawai dalam organisai, membentuk

13
sumber daya yang mampu untuk menjalankan rencana-rencana tersebut,
perubahan rencana-rencana jika dibutuhkan adanya perubahan.
3. Fokus pada pelanggan.
Kategori ini menjelaskan bagaimana perusahaan dapat mengerti
kebutuhan pelanggan dan kebutuhan pasar yaitu dengan berfokus pada
kebutuhan, keinginan, dan ekspetasi pelanggan dan pihak-pihak lainnya
seperti kesenangan pelanggan dan membangun kesetiaan. Kategori ini
menekankan pada hubungan sebagai bagian penting strategi keseluruhan
perusahaan. Hasil tingkat kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan menjadi
informasi vital untuk mengerti dan menganalisa target pelanggan dan
pangsa pasar. Selain itu, trend pergeseran data dapat membantu
perusahaan untuk mengerti perilaku dan kebiasaan pasar yang nantinya
akan membantu menjaga stabilitas perusahaan.
4. Analisis dan Informasi
Kategori ini merupakan kinerja poin utama yang didalamnya terdapat
informasi mengenai pengukuran yang efektif, analisa, dan mengkaji ulang
kinerja, serta mengatur pengetahuan perusahaan untuk mencapai
peningkatan dan siap untuk bersaing dengan memiliki kinerja yang
menjadi unggulan.
5. Manajemen Sumber Daya Manusia
Kategori ini menjelaskan mengenai sistem kerja para staf/karyawan
diarahkan untuk menciptakan dan menjaga tingkat kinerja yang tinggi di
tempat kerja serta bagaimana para staf/karyawan dan keseluruhan bagian
dapat beradaptasi untuk berubah dan menjadi sukses.
6. Manajemen Proses.
Kategori ini menguji aspek penting dari proses manajemen suatu
organisasi. Kategori ini bertujuan untuk mengindentifikasi dan mengatur standar
kompetensi untuk mencapai efektivitas dan efisiensi manajemen proses seperti
desain yang efektif, orientasi pencegahan yang berkaitan dengan
mayarakat/pelanggan, supplier, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya,
kinerja operasional, waktu siklus, dan pembelajaran organisasi.

14
.2 Kepuasan Pelanggan
Produk atau jasa berkualitas mempunyai peranan penting untuk
membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 2001). Semakin
berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh
pelanggan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat
menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Pelanggan yang puas akan
terus melakukan pembelian pada badan usaha tersebut. Demikian pula sebaliknya
jika tanpa ada kepuasan, dapat mengakibatkan pelanggan pindah pada produk atau
jasa lain. Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan (Kotler, 2005). Dengan demikian, harapan pelanggan
melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat
dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan pelanggan,
umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa
yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian
dahulu, komentar teman dan janji dari perusahaan tersebut. Harapan-harapan
pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin
bertambahnya pengalaman pelanggan. Menurut Tjiptono (2006) kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evolusi
ketidaksesuaian (disinformation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual jasa yang dirasakan bahwa pada persaingan yang semakin ketat ini,
semakin banyak penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga hal ini menyebabkan setiap badan
usaha harus menempatkan orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan
utama. Badan usaha dapat mengetahui kepuasan dari para konsumennya melalui
umpan balik yang diberikan oleh konsumen kepada badan usaha tersebut sehingga
dapat menjadi masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi serta
peningkatan kepuasan pelanggan. Sehingga dapat diketahui pada saat pelanggan
komplain. Hal ini merupakan peluang bagi badan usaha untuk dapat mengetahui
kinerja dari badan usaha tersebut. Dari komplain tersebut, badan usaha dapat
memperbaiki dan meningkatkan layanan sehingga dapat memuaskan konsumen
yang belum puas. Biasanya konsumen mempunyai komitmen yang besar pada
badan usaha yang menanggapi komplain darinya.

15
.3 Pemasaran Jasa
Rangkuti (2002) menyebutkan bahwa jasa merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Sedangkan
menurut Kotler (2002), mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kegiatan
yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, pada dasarnya bersifat intangible
(tidak berwujud) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi dapat
disimpulkan bahwa jasa bukanlah barang, tetapi suatu aktifitas yang tidak dapat
dirasakan secara fisik dan membutuhkan interaksi antara satu pihak ke pihak lain.
Kotler (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat karakteristik jasa, antara
lain:
a. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan, dan
didengar sebelum membeli.
. Inseparability (tidak dipisahkan)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari pengguna jasa itu, baik pengguna jasa
itu adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan pada rak-rak
penjualan dan dapat dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan.

. Variability (keanekarupaan)
Jasa sangat beraneka rupa karena tergantung siapa yang
menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan. Seringkali
pengguna jasa menyadari akan keanekarupaan yang besar ini,
sehingga pengguna jasa akan membicarakan dengan pengguna yang
lain sebelum memilih satu penyedia jasa.

. Perishability (tidak tahan lama)


Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak dapat disimpan untuk
penjualan atau penggunaan di kemudian hari. Sifat jasa yang tidak
tahan lama tidak akan bermasalah apabila permintaan tetap atau
teratur, karena jasa-jasa sebelumnya dapat dengan mudah disusun
terlebih dahulu, apabila permintaan berfluktuasi, permintaan jasa akan
dihadapkan pada berbagai masalah sulit. Pemasaran jasa tidak sama
dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat

16
intangible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan
tidak dapat diraba. Kedua, produksi jasa dilakukan saat konsumen
berhadapan dengan penyedia jasa sehingga pengawasan kualitasnya
dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan
produk fisik. Ketiga, interaksi antara konsumen dan penyedia jasa
adalah penting untuk mewujudkan produk (Rangkuti, 2002).
Berdasarkan klasifikasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization-WTO), ruang lingkup klasifikasi bisnis jasa meliputi
(Rambat Lupiyoadi, 2006):
1. Jasa bisnis.
2. Jasa komunikasai
3. Jasa konstruksi dan jasa teknik
4. Jasa distribusi
5. Jasa pendidikan
6. Jasa lingkungan hidup
7. Jasa keuangan
8. Jasa kesehatan dan jasa sosial
9. Jasa kepariwisataan dan jasa perjalanan
10.Jasa rekreasi, budaya dan olahraga
11.Jasa transportasi
12.Jasa lain-lain
Produk yang ditawarkan dalam bisnis jasa tidak berupa barang, seperti
pada perusahaan manufaktur. Dalam bisnis jasa konsumen tidak membeli fisik
dari produk tetapi manfaat dan nilai dari produk yang disebut “the offer”.
Keunggulan produk jasa terletak pada kualitasnya, yang mencakup keandalan,
ketanggapan, kepastian, dan kepedulian. Layanan konsumen pada pemasaran jasa
lebih dilihat sebagai hasil dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan
diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Layanan konsumen
meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan waktu dan tempat termasuk
pelayanan pratransaksi, saat transaksi, dan pasca transaksi. Kegiatan sebelum
transaksi akan turut mempengaruhi kegiatan transaksi dan setelah transaksi karena

17
itu kegiatan pendahuluannya harus sebaik mungkin sehingga konsumen
memberikan respon yang positif dan menunjukkan loyalitas tinggi.
2.3.1. Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan
jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pengguna Jasa adalah orang
perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek
yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Sedangkan Penyedia Jasa adalah orang
perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
konstruksi (UU No.18/1999 – Tentang Jasa Konstruksi).
.3.2. Pelaksanaan Proyek/Kontraktor
Pelaksana Proyek adalah orang atau badan yang menerima
pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan biaya
yang ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta syarat-syarat
yang ditetapkan.
Menurut Ervianto (2002), Tugas dan wewenang dari
kontraktor/pelaksana adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan sesuai gambar rencana, peraturan dan syarat-syarat,
risalah penjelasan pekerjaan dan syarat-syarat tambahan yang telah
ditetapkan oleh pengguna jasa.
b. Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang disahkan oleh
konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
c. Menyediakan alat keselamatan kerja (K3) seperti yang diwajibkan
dalam peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan
masyarakat.
d. Membuat Laporan hasil pekerjaan berupa laoran harian, mingguan,
bulanan.
e. Menyediakan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah
diselesaikannya sesuai ketetapan yang berlaku.
.3.3. Konsep pengukuran kepuasan
Menurut Kotler yang dikutip Tjiptono (1996) terdapat empat metode
untukmengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut.

18
a. Sistem keluhan dan saran, artinya setiap perusahaan yang
berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi para pelanggan jasanya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan
keluhan mereka.
b. Survei kepuasan pelanggan, artinya kepuasan pelanggan dilakukan
dengan menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon, maupun
wawancara pribadi. Dengan melalui survei, perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus juga
memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap
para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:
1. Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran dilakukan secara
langsung melalui pertanyaan, seperti sangat tidak puas, tidak puas,
netral, puas, dan sangat puas.
2. Derived dissatisfaction, yaitu pertanyaan yang menyangkut
besarnya harapan pelanggan terhadap atribut.
3. Problem analysis, artinya pelanggan yang dijadikan responden
untuk mengungkapkan dua hal pokok, yaitu:
a) Masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan
penawaran dari perusahaan,
b) Saran-saran untuk melakukan perbaikan.
. portance-performance analysis, artinya dalam teknik ini responden
dimintai untuk meranking berbagai elemen dari penawaran
berdasarkan pentingnya elemen.
c. Ghost shopping, artinya metode ini dilaksanakan dengan cara
memperkerjakan beberapa orang (Ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan
pesaing. Kemudian Ghost shopper menyampaikan temuan-temuan
mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dan pesaing
berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian jasa tersebut.
d. Lost customer analysis, artinya perusahaan menghubungi para
pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih

19
pemasok dan diharapkan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal
tersebut.
.4. Metode Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) merupakan indek untuk menentukan
tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang
mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribuut-atribut produk atau jasa
yang diukur. CSI memberikan data yang jelas mengenai tingkat kepuasan
pelanggan sehingga pada satuan waktu tertentu dapat melakukan evaluasi secara
berkala untuk memperbaiki apa yang kurang dan meningkatkan pelayanan yang
dinilai customer adalah sebuah nilai lebih. Indeks Kepuasan Konsumen atau
Customer Satisfaction Index (CSI) sangat berguna untuk tujuan internal
perusahaan. Contohnya adalah memantau perbaikan pelayanan, pemotivasian
karyawan maupun pemberian bonus sebagai gambaran yang mewakili tingkat
kepuasan menyeluruh pelanggan.

20
.5. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Nama Peneliti Judul Kesimpulan
1 Zulaika Pengaruh Total Quality perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu pada
variabel dependen yang berbeda, penelitian
Management (TQM)
sebelumnya menguji tentang kinerja manajerial,
terhadap Kinerja sedangkan pada penelitian ini menguji tingkat
kepuasan pengguna jasa konstruksi . Selain itu
Manajemen pada PT PP
lokus dari penelitian sebelumnya di PT PP
Lonsum Indonesia Tbk Lonsum Indonesia Tbk, sedangkan pada
penelitian ini akan berpusat pada PT. STATIKA
MITRASARANA.

2 Musran Munizu, Praktik Total Quality Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan
2010 Management (TQM) dan Total Quality Management (TQM) sebagai
Pengaruhnya Terhadap variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
Kinerja Karyawan (Studi pegawai, sedangkan dalam penelitian ini
pada PT. Telkom Tbk. pengaruh yang dikaji terhadap kepuasan
Makassar). pengguna jasa konstruksi.
3 Jevon Dauhan, Total Quality Management Persamaan penelitian tersebut yaitu pada fokus
2013 (TQM), Budaya Organisasi yang dikaji, mengenai Total Quality
Pengaruhnya Terhadap Management (TQM), akan tetapi dilain sisi

6
Kinerja Manajerial PT. PLN penelitian terdahulu mencoba menguji relasi
Area Suluttenggo Manado antara Total Quality Management (TQM)
dengaan kinerja manajerial, sedangkan pada
penelitian ini menguji variabel yang berbeda,
lebih fokus pada kepuasan pengguna jasa
konstruksi, selain itu lokasi kajiannya pun
berbeda.
4 H. Kartiko Aji, dan ANALISIS PENGARUH penelitian ini didasarkan pada penelitian
E. D. Arfianto TOTAL QULITY sebelumnya yang tidak konsisten tentang Total
MANAGEMENT DAN Quality Management dan Kualitas pelayanan
KUALITAS PELAYANAN terhadap kepuasan pelanggan secara langsung
TERHADAP KEPUASAN maupun tidak langsung yang menimbulkan
PELANGGAN DENGAN kesenjangan penelitian (research gap). Penelitian
KINERJA KARYAWAN ini bertujuan untuk menguji Total Quality
SEBAGAI VARIABEL Management dan kualitas pelayanan terhadap
INTERVENING (Studi kepuasan pelanggan dengan memasukkan
Empiris pada Puskesmas variabel baru sebagai moderasi kinerja.
Ungaran di Kecamatan Penelitian ini dilakukan di salah satu unit
Ungaran Barat) fungsional publik sektor publik yaitu Puskesmas

7
Ungaran. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner
kepada pasien Puskesmas Ungaran sebanyak 111
responden. Metode analisis yag digunakan adalah
metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian
ini menghasilkan 2 persamaan regresi sebagai
berikut: Y1 = 0,293 X1 + 0,562 X2 dan Y2 =
0,440 Y1 – 0,075 X1 + 0,534 X2
5 Sanusi Mulyo Metode Customer Berdasarkan latar belakang dan gambaran
Widodo1, Joko Satisfaction Index (CSI) pengembangan sistem yang telah dilakukan,
Sutopo2 Untuk maka dapat
Mengetahui Pola Kepuasan ditarik kesimpulan antara lain:
Pelanggan Pada a. Memudahkan konsumen yang ingin membeli
E-Commerce Model produkproduk
Business to Customer koffin, karena dengan menggunakan media
penjualan website, pembelian produk dapat
dilakukan
dimanapun dan kapanpun.
b. Memudahkan pegawai atau administrator

8
dalam
menyusun laporan stok dan penjualan.
c. Dengan adanya halaman kuesioner kepuasan
pelanggan dan pengimplementasian metode CSI,
pihak koffin dapat mengetahui index kepuasan
pelanggan terhadap layanan website e-commerce
yang
dibangun, sehingga bisa dijadikan bahan evaluasi
untuk pengembangan website yang lebih baik
lagi.

Anda mungkin juga menyukai